PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA PEMILIK MEREK TERHADAP
PEREDARAN PRODUK-PRODUK KOSMETIK MEREK PALSU MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 (STUDI DI KOTA MEDAN)
J U R N A L
Disusun Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
MAYA NETA MARTA
150200179
Departemen Hukum Keperdataan
Program Kekhususan Perdata BW
Penulis : Maya Neta Marta
Dosen Pembimbing I : Dr. Dedi Harianto, S.H, M.Hum
Dosen Pembimbing II : Syamsul Rizal, S.H, M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
i
ABSTRAK
Maya Neta Marta*
Dedi Harianto**
Syamsul Rizal***
Merek adalah tanda yang dapat digunakan untuk membedakan antara barang
dengan jasa yang satu dengan yang lain, sehingga konsumen dapat membedakan
tiap-tiap merek, khususnya untuk barang dan jasa yang sejenis. Seiring dengan
kemajuan zaman dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, semakin
banyak ditemukan berbagai pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang tidak memiliki hak, sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi
para pemilik merek terdaftar. Permasalahan dalam skripsi ini membahas tentang
peredaran kosmetik dengan merek palsu sebagai salah satu bentuk pelanggaran
merek, serta upaya perlindungan hukum yang disediakan oleh pemerintah dalam
rangka melindungi hak dari pemilik merek kosmetik terdaftar.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti. Bahan pustaka yang dapat dijadikan sumber dari
penelitian didapatkan dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel, jurnal,
dan media elektronik. Studi kasus skripsi ini dilakukan di Kota Medan. Penelitian
dilaksanakan guna melengkapi penyelesaian skripsi ini.
Hasil penelitian ini ialah banyaknya peredaran kosmetik merek palsu yang terjadi
di Kota Medan, di antaranya merek Kosmetik Nature Republic serta merek kosmetik
NYX yang dipalsukan. Terdapat beberapa perbedaan antara kosmetik merek Nature
Republic Asli dengan palsu dan perbedaan kosmetik merek Nature Republic asli
dengan palsu yaitu perbedaan ukuran dan kemasan, perbedaan stiker dan logo
kemasan, perbedaan tekstur serta perbedaan aroma. Perbedaan kosmetik merek NYX
asli dengan merek kosmetik NYX Palsu juga terletak pada kemasan, tekstur, serta
aroma. Upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka
melindungi pemilik merek terdaftar ialah dengan membentuk lembaga-lembaga
untuk memberikan perlindungan hukum kepada pemilik merek serta pemberian
sanksi.
Kata Kunci :Merek, Perlindungan Hukum, Produk Palsu.
*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**Dosen Pembimbing I
***Dosen Pembimbing II
ii
ABSTRACT
Maya Neta Marta* Dedi Harianto** Syamsul Rizal***
Trademark is a sign that can be used to differentiate between goods and services with one another, so consumers can distinguish each brand, especially for similar goods and services. Along with the progress of the times and the development of Science and Technology, more and more found a variety of trademark violations committed by parties who do not have rights, resulting in significant losses for registered trademark owners. The problem in this research discusses the circulation of counterfeit cosmetics as a form of trademark infringement, as well as legal protection measures provided by the government in order to protect the rights of registered cosmetic brand owners. The research used juridical normative method which was research that
conducted by examining library materials related to the problem under research. Library
materials that can be used as a source of research is obtained from legislation, books,
articles, journals, and electronic media. This case of the research was conducted in Medan
City.
The result of the research shows that the circulation of fake brand cosmetics
that occur in Medan, including the Nature Republic Cosmetics brand and the forged NYX
cosmetic brand. There are several differences between the original Nature Republic brand
cosmetics with fake and the differences in the original Nature Republic brand cosmetics
with fake namely the difference in size and packaging, differences in packaging stickers
and logos, differences in texture and differences in aroma.. Legal protection efforts
provided by the government in order to protect registered trademark owners is to establish
institutions to provide legal protection to brand owners and provide sanctions.
Keywords: Brand, Legal Protection, Counterfeit Products.
*Student of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara **
Supervisor I ***
Supervisor II
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merek dagang di Indonesia semakin hari semakin banyak
macamnya. Teknologi menjadi salah satu fasilitas yang menguntungkan
karena dapat menyiarkan suatu merek. Masyarakat dapat mencari
informasi melalui internet, radio, televisi, maupun surat kabar terkait
dengan keunggulan produk dari suatu merek.
Merek adalah tanda yang dapat digunakan untuk membedakan
antara barang atau jasa yang satu dengan yang lain, sehingga konsumen
akan dapat membedakan masing-masing merek, khususnya untuk barang /
jasa yang sejenis.1Fungsi merek amatlah penting bagi pemilik merek itu
sendiri dan juga bagi para konsumen yang menggunakan barang atau jasa
merek tersebut. Maka dari itu perlu adanya usaha untuk memberikan
perlindungan. Dengan perlindungan tersebut maka pemilik merek
terlindungi mereknya dan konsumen tidak dirugikan karena ada pihak-
pihak yang tidak berhak menggunakannya. Disamping itu merek dapat
diartikan sebagai tanda pengenal yang membedakan milik seseorang
dengan milik orang lain.2
Keterkenalan suatu merek yang diciptakan oleh suatu perusahaan
mendorong produsen lain untuk menirunya. Saat ini, seringkali terjadi
masalah pemalsuan merek sehingga masalah pemalsuan merek bukanlah
menjadi suatu hal yang tabu di kalangan masyarakat. Masalah ini bukan
hanya menjadi persoalan di dalam negeri saja, melainkan menjadi
persoalan di dunia Internasional, terlebih lagi saat ini dunia perdagangan
sudah semakin canggih, didukung dengan kemajuan di bidang komunikasi,
yaitu dengan cara promosi, baik melalui media cetak maupun media
elektronik. Dengan cara demikian maka suatu produk dengan merek
tertentu sudah dapat melintasi batas-batas negara dengan cepat sehingga
wilayah pemasaran produk-produk bermerek menjadi semakin luas.
Sebagai contoh, telah ditemukannya peredaran produk kosmetik
merek Nature Republic palsu. Hal ini terbukti dengan adanya berita yang
beredar, seperti yang baru saja terjadi di tanggal 24 Januari 2019 lalu,
“Awas, Nature Republic Palsu dan Ilegal Serbu Pasar”. Peredaran Nature
Republic Palsu sudah menyebar di beberapa kota besar di Indonesia,
seperti Jakarta, Bogor, Depok, Surabaya, Tangerang, Bali, Makassar,
Medan, dan beberapa kota lainnya.3
Kondisi ini tentu sangat merugikan para pemilik kosmetik merek
terkenal. Secara Materi,para pemilik kosmetik merek terkenal seperti
1Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy, Nurjihad, Kapita Selekta Hak Kekayaan
Intelektual, (Yogyakarta: Pusat Studi Hukum UII, 2000), hal.89 2Harsono Adisumarto, Hak Milik Intelektual Khusunya Hukum Paten dan Merek,
(Jakarta: Akademika Pressindo, 1990), hal. .44 3https://www.beritasatu.com/ekonomi/534493/awas-nature-republic-palsu-dan-ilegal-
serbu-psar, Berita Satu, diakses pada Rabu, 6 Maret 2019
2
Nature Republic, Revlon, NYX, Vaseline, Etude telah mengalami
kerugian dengan total ratusan juta rupiah akibat adanya peredaran produk
kosmetik merek palsu. Selain itu, para pemilik juga kehilangan
kepercayaan dari masyarakat. Masyarakat yang tidak bisa membedakan
produk kosmetik asli dengan produk kosmetik palsu akan langsung tergiur
membeli produk kosmetik dengan merek terkenal, tanpa memastikan
terlebih dahulu apakah produk kosmetik yang akan dibeli merupakan
produk kosmetik asli atau palsu. Produk kosmetik palsu pasti memiliki
kualitas jauh di bawah standar yang dimiliki produk kosmetik merek asli.
Melalui uraian di atas, maka muncullah ketertarikan untuk
melakukan penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap
Peredaran Produk-Produk Kosmetik Palsu Menurut Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek (Studi di Kota Medan)”
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan
yang ingin dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana pengaturan Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Merek
terkait dengan Produk Kosmetik Merek Palsu Menurut Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016?
2. Apakah bentuk pelanggaran merek yang terjadi di Kota Medan?
3. Apakah perlindungan hukum yang disediakan oleh pemerintah dalam
rangka melindungi hak merek terhadap suatu produk kosmetik yang
telah dipalsukan?
II. Metode Penelitian
Agar mendapat hasil yang lebih maksimal, maka dilakukan
penelitian hukum dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut :
A. Jenis dan Sifat Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
normatif, yaitu penelitian hukum mengenai norma-norma serta
ketentuan-ketentuan hukum yang telah ada atau telah berlaku baik
secara tertulis maupun tidak tertulis, yang didasarkan pada bahan
hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek. Sifat penelitian ini adalah deskriptif yaitu “penelitian yang
berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat mengenai fakta-
fakta aktual dengan sifat populasi tertentu
B. Sumber Data
Penelitian inimenggunakan data sekunder yang sumber data
penelitian diperoleh dari sumber yang sudah ada seperti media
perantara atau secara tidak langsung. Data sekunder dalam penelitian
ini meliputi :
a. Bahan Hukum Primer yang terdiri dari , yaitu bahan-bahan hukum
yang mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang yaitu
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2016 Tentang
3
Pendaftaran Merek, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, dan peraturan lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini
b. Bahan Hukum Sekunder yang terdiri dari buku-buku karangan para
sarjana, makalah, surat kabar, harian elektronik, dan lain
sebagainya.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang membantu
memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder seperti kamus dan Internet. Selain itu, penelitian
ini juga didukung dengan wawancara kepada narasumber.
C. Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif,
yaitu dengan menentukan keterkaitan antara bagian dan keseluruhan
data yang telah dikumpulkan melalui proses yang sistematis untuk
menghasilkan klasifikasi atau tipologi.Analisis data dimulai dari tahap
pengumpulan data sampai tahap penulisan laporan
III. HASIL PENELITIAN
PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA PEMILIK MEREK
TERHADAP PEREDARAN PRODUK-PRODUK KOSMETIK
MEREK PALSU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20
TAHUN 2016 (STUDI DI KOTA MEDAN)
A. Pengaturan Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Merek Terkait
Dengan Peredaran Produk-Produk Kosmetik Merek Palsu Menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
1. Kajian Merek MenurutUndang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Di Indonesia, Merek diatur di dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 2016. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
menyebutkan pengertian tentang merek, yakni:“suatu tanda yang dapat
ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf,
angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga)
dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur
tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh
orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau
jasa”4.
Merek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Merek meliputi
merek dagang dan merek jasa. Walaupun dalam undang-undang ini
digunakan istilah merek dagang dan merek jasa, sebenarnya yang
dimaksudkan dengan merek dagang adalah merek barang karena
merek yang digunakan pada barang dan digunakan sebagai lawan dari
merek jasa.
4Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis
4
Pendaftaran merek merupakan keharusan agar dapat memperoleh
hak atas merek. Tanpa pendaftaran merek, pemilik merek tidak akan
mendapatkan perlindungan hukum dari negara atas hak merek.
Ketentuan yang terkait dengan syarat pendaftaran merek dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 diatur dalam bab tentang
permohonan pendaftaran merek. Ketentuan tersebut menyederhanakan
syarat permohonan pendaftaran merek yang ada pada Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001. Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2016 disebutkan bahwa “tanggal penerimaan permohonan diberikan
apabila permohonan tersebut memenuhi persyaratan menimum yang
berupa formulir permohonan yang telah diisi lengkap dengan label merek
dan bukti pembayaran biaya permohonan”. Ketentuan ini berbeda dengan
ketentuan yang ada pada Undang-Undang sebelumnya, yaitu Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001, yang juga mencantumkan surat
pernyataan dan surat kuasa sebagai syarat minimum pendaftaran. Dengan
kata lain, kekurangan dokumen surat pernyataan dan surat kuasa tidak
akan mengubah tanggal penerimaan permohonan5.
Dalam mengajukan permohonan pendaftaran merek, pemilik
merek yang ingin mendaftarkan merek nya harus melampirkan dokumen-
dokumen berikutyaitu, Bukti pembayaran biaya permohonan, Label merek
sebanyak 3 (tiga) lembar, dengan ukuran paling kecil 2 x 2 cm (dua kali
dua sentimenter) dan paling besar 9 x 9 cm (sembilan kali sembilan
sentimenter), Surat pernyataan kepemilikan merek, Surat kuasa, jika
permohonan diajukan melalui Kuasa, Bukti prioritas, jika menggunakan
Hak Prioritas dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.
Secara umum, merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan
yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.Pemohon yang
beritikad tidak baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara
layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau
menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang
berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi
persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek
dan Indikasi Geografis, proses permohonan pendaftaran merek dari sejak
tanggal penerimaan hingga tanggal pendaftaran memakan waktu sekitar 7
(tujuh) hingga 9 (sembilan) bulan.Namun, pada prakteknya Direktorat
Jendral Hak Kekayaan Intelektual (DJKI) merasa kesulitan untuk
memenuhi jangka waktu tersebut. Hal ini disebabkan oleh tingginya
volume permohonan yang masuk yang tidak sesuai dengan tenaga
pemeriksa yang dimiliki oleh Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual
(DJKI). Pada prakteknya, Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual
memerlukan waktu sekitar 18 (delapan belas) hingga 24 (dua puluh empat)
5Agung Indriyanto, dkk, Aspek Hukum Pendaftaran Merek, (Jakarta: Rajawali Pers,
2017), hal. 24
5
bulan untuk memproses satu permohonan sampai terbitnya Sertifikat
Merek
Untuk penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa pemilik merek
undang-undang tidak menentukan persyaratannya. Berdasarkan ketentuan
yang terdapat di dalam Pasal 72 ayat (2), permohonan penghapusan
berdasarkan prakarsa pemilik merek dapat diajukan oleh pemilik merek atau
melalui kuasa nya, baik untuk sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau
jasa. Namun, apabila merek tersebut masih terikat perjanjian lisensi, maka
penghapusan merek hanya dapat dilakukan jika telah mendapat persetujuan
secara tertulis oleh penerima lisensi, seperti yang tercantum di dalam Pasal 72
ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Tetapi, jika dalam perjanjian
lisensi ada suatu klausula yang secara tegas menyampingkan adanya
persetujuan tersebut maka persetujuan semacam itu tidak perlu dimintakan
untuk melengkapi persyaratan penghapusan pendafataran merek tersebut.Di
samping itu, pemerintah juga mengenakan biaya untuk pencatatan
penghapusan pendaftaran merek tersebut, dan ini akan ditetapkan dengan
keputusan menteri.
2. Kajian Pengaturan Perlindungan Hukum
Negara Indonesia adalah negara hukum, sesuai dengan yang tercantum
di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 1 ayat
(3) yang dirumuskan dalam amamdemen ketiga, sehingga pada hakikatnya
seluruh sendi kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara harus
berdasarkan pada norma-norma hukum. Artinya, hukum harus dijadikan
panglima dalam penyelesaian masalah-masalah yang berkenaan dengan
individu, masyarakat, dan negara.
Ditinjau dari jenis nya, perlindungan hukum terhadap pemegang hak
merek terdaftar terbagi menjadi 2 jenis, yaitu 6:
a. Perlindungan hukum preventif
Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan yang diberikan
sebelum terjadi tindak pidana atau pelanggaran hukum terhadap merek,
atau perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa. Di dalam perlindungan preventif, rakyat diberi kesempatan
untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum
keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.
b. Perlindungan hukum represif
Perlindungan hukum represif merupakan jenis perlindungan hukum yang
diberikan kepada pemilik merek jika sudah terjadi pelanggaran terhadap
merek terdaftar, atau perlindungan hukum yang bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa termasuk di dalamnya adalah penanganan
perlindungan hukum bagi rakyat oleh peradilan umum dan peradilan
administrasi di Indonesia.
Contoh Perlindungan Represif terhadap Merek Terdaftar/Sah yaitu dalam
perkara pelanggaran Merek Sepeda Motor Honda milik PT AHM (Astra
6Ronna Novi Yosia , Perlindungan Hukum Atas Hak Kekayaan Intelektual Khususnya
Merek Di Indonesia, Jurnal Hukum,Vol. 2, No. 8, 2016, hal. 152
6
Honda Motor) yang dilakukan oleh PT. Tossa Motor. Perkara tersebut
dimenangkan oleh PT. AHM karena sebagai pemilik merek yang sah. PT.
Tossa Motor dikenakan sanksi yaitu dilarang memproduksi sepeda motor
yang pada pokoknya menyerupai merek Honda. Pelanggaran yang
dilakukan PT. Tossa Motor adalah memproduksi sepeda motor dengan
merek Tossa Supra X dan Tossa Karisma yang pada pokoknya melanggar
merek sepeda motor Honda yaitu Honda Supra X dan Honda Karisma7
Pada masa Kolonialisme Belanda, peraturan merek yang berlakuadalah
Reglement Industrieële Eigendom (Reglemen tentang Hak Milik
Perindustrian) tahun 1912, Nomor 545 yang mulai berlaku sejak tahun .1913
Pengaturan tentang Hak Milik Perindustrian ini mengikuti pada umumnya
peraturan tentang Merek dan hak milik industri yang berlaku di Nederland.
Pada masa sebelum berlakunya Persetujuan TRIPs (Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights), Undang-Undang Merek yang berlaku
di Indonesia ialah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek
Perusahaan dan Merek Perniagaan (selanjutnya disebut UUM 1961) yang
diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan mulai berlaku tanggal 11
November 1961. Undang-undang ini menggantikan peraturan tentang merek
yang sebelumnya berlaku, Reglement Industrieële Eigendom (Reglemen
tentang Hak Milik Perindustrian) tahun 1912.
Adanya UUM 1961, Reglement Industrieële Eigendom tahun 1912
tidak berlaku lagi. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUM 1961
adalah sejalan dan dapat dikatakan merupakan pengalihan dari Reglement
Industrieële Eigendom tahun 1912.8 Pertimbangan lahirnya UUM 1961 adalah
untuk melindungi masyarakat dari tiruan barang yang memakai Merek yang
sudah dikenal sebagai Merek barang-barang yang bermutu baik.9
UUM 1961 bertahan selama kurang lebih 31 tahun. Selanjutnya,
dengan berbagai pertimbangan undang-undang ini pun akhirnya harus dicabut
dan kemudian digantikan oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992
Tentang Merek (selanjutnya disebut UUM 1992) yang diundangkan dalam
Lembaran Negara RI Tahun 1992 No. 81 dan penjelasannya dimuat dalam
Tambahan Lembaran Negara No. 3490. Undang-undang ini dibuat pada
tanggal 28 Agustus 1992, kemudian berlaku sejak tanggal 1 April 199310
.
Setelah Indonesia menjadi anggota WTO (World Trade Organization)
melalui ratifikasi Agreement Establishing of WTO dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia secara sah ikut dalam persetujuan TRIPs.
Akibatnya, Indonesia harus melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan
peraturan perundang-undangan termasuk Merek dengan persetujuan
internasional tersebut. Akhirnya, diterbitkan lah Undang-Undang Republik
7Enny Mirfa, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar, Jurnal Hukum, Vol. 2,
No. 1, 2016, hal. 75 8Sudargo Gautama, Op. cit, hal. 2
9Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, (Bandung : Alumni, 2003), hal. 306 10
OK Saidin, Op.Cit, hal. 303
7
Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek.11
Setelah berlaku selama 4 tahun, UUM 1997 akhirnya digantikan oleh
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
(selanjutnya disebut UUM 2001). Perubahan ini selain dimaksudkan untuk
mengantisipasi perkembangan teknologi, juga dimaksudkan untuk
menampung beberapa aspek atau ketentuan dalam perjanjian TRIPs yang
belum ditampung dalam dalam UUM 1997.12
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 pada akhirnya juga harus
diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 mulai
diberlakukan sejak tanggal 25 November 2016.
3. Pengaturan Perlindungan Hukum Yang Diberikan Kepada Pemilik
Merek Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Pemberian perlindungan terhadap hak atas merek, hanya diberikan
kepada pemilik merek yang mereknya sudah terdaftar di Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual.
Merek yang dilindungi terdiri atas tanda berupa gambar, logo, nama,
kata, huruf, angka susunan warna dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3
(tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur
tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang
atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.13
Peran merek dalam dunia perdagangan cukup penting sebab merek
terkenal akan mempengaruhi keberhasilan suatu usaha terutama dalam
pemasaran. Dalam dunia perdagangan sering kali terjadi pelanggaran
terhadap merek terkenal. Pelanggaran merek terjadi karena adanya pihak
yang tidak mempunyai hak menggunakan merek terkenal untuk
kepentingannya. Untuk itulah perlunya diberikan perlindungan hukum
terhadap merek terdaftar kepada pemegang Hak Merek terdaftar guna
mencegah terjadinya pelanggaran merek dan menindak lanjuti pelanggaran
merek yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki hak atas suatu
merek terdaftar.
Perlindungan hukum akan terjadi ketika adanya pelanggaran merek
atas suatu merek yang sudah didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (DJKI). Dalam hal ini, seseorang yang melakukan
pelanggaran merek dianggap telah melakukan praktek persaingan curang,
sebab pihak yang telah melakukan pelanggaran merek telah mengedarkan
produk dengan menggunakan merek yang telah dipalsukan.
Pemakaian merek tanpa hak olehpihak lain pada dasarnya dapat
digugat secara hokum perdata berdasarkan perbuatan melanggar hokum
seperti yang tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
11
Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori dan Praktik
di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2010) , hal. 97 12
Rachmadi Usman, Op. cit, hal. 314 13
Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis
8
(KUHPerdata) yaitu “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut
Dalam Undang-UndangNomor 20 Tahun 2016 Pasal 83 ayat (3)
Tentang Merek dan Indikasi Geografis, “pemilik merek terdaftar dapat
mengajukan gugatan nya atas pihak yang telah melakukan pelanggaran merek.
Gugatan tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Niaga dengan mengajukan
permohonan Penetapan Sementara serta bukti-bukti kuat sebagai pemegang
hak dan bukti adanya pelanggaran merek”. Dalam hal ini, Pengadilan Niaga
telah melakukan perlindungan hukum dengan cara memproses dan membuat
putusan atas gugatan yang diajukan pemilik merek terdaftar terkait dengan
pelanggaran merek yang dilakukan pihak lain.
Perlindungan hukum lainnya yang diberikan pemerintah ialah dengan
memberikan sanksi pidana kepada pihak-pihak yang secara tanpa hak
menggunakan merek orang lain atau dengan kata lain melakukan
pelanggaran merek seperti yang tercantum di dalam pasal 100 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016. Sanksi pidana yang akan dikenakan kepada
para pelaku pelanggaran merek ialah pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan atau dikenakan denda paling banyak sebesar Rp2.000.000.000
(Dua Miliar Rupiah). Jika terbukti terjadi pelanggaran merek, selain
memberikan sanksi pidana kepada para pelaku pelanggaran merek, Hakim
juga akan memerintahkan pihak yang melakukan pelanggaran merek untuk
menghentikan kegiatan perdagangan barang dan atau jasa yang
menggunakan merek terdaftar tersebut.
Berlakunya Undang-Undang Merek di Indonesia, hal-hal yang
berkaitan dengan pendomplengan, pemalsuan, pencatutan merupakan musuh
besar bagi perkembangan industri sebuah perusahaan. Pengturan merek ini
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan secara efektif untuk
mencegah segala bentuk pelanggaran yang berupa penjiplakan, penggunaan
nama yang sama, pencatutan nama, atau domain nama atas suatu merek14
.
Undang-undang merek menetapkan tujuan, untuk mendorong kelancaran dan
peningkatan perdagangan barang dan jasa merek dengan mempromosikan
merek nya tersebut kepada khalayak ramai agar dapat dinikmati karena
merek merupakan karya atas olah pikir manusia yang dituangkan ke dalam
bentuk inmaterial15
Jangka waktu perlindungan hukum terhadap merek sifatnya terbatas.
Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis menyebutkan bahwa “Merek terdaftar mendapat
perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal
penerimaan”. Terhadap merek terkenal, mekanisme perlindungan hukumnya
tidak selalu melalui inisiatif dari pemilik merek untuk mendaftakan, tetapi
juga dapat diperoleh melalui penolakan Direktorat Jendral Hak Kekayaan
14
Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 45 15
HidayatiNur, Perlindungan Hukum Bagi Merek yang Terdaftar, Ragam Jurnal
Pengembangan Humanivora, Vol. 11, No. 3, 2011, hal. 180
9
Intelektual (DJKI) terhadap permintaan pendaftaran merek yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal
Jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat diperpanjang. Untuk
mendapat perpanjangan jangka waktu perlindungan merek, terlebih dahulu
harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu merek terdaftar.
Permohonan perpanjangan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
oleh pemilik merek terdaftar atau kuasa nya dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi Merek terdaftar
tersebut16
. Permohonan perpanjangan juga dapat diajukan dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu
perlindungan merek terdaftar dengan dikenai biaya dan denda sebesar biaya
perpanjangan17
.
B. Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Merek Yang Terjadi Di Kota
Medan
1. Pengertian Pelanggaran Merek Menurut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016
Arti pelanggaran merek (trademark infringement)menurut Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
dapat diinterpretasikan menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
1. Perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan secara sengaja dan tanpa
hak dengan menggunakan merek yang sama
2. Perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan secara sengaja dan tanpa
hak dengan menggunakan merek yang serupa
3. Perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan karena kelalaiannya
4. Perbuatan pelanggaran merek karena menggunakan tanda yang
dilindungi berdasarkan indikasi geografis atau indikasi asal yang
dilakukan secara sengaja dan tanpa hak sehingga menyesatkan
masyarakat mengenai asal barang atau jasa.
Pada dasarnya, untuk memahami apakah perbuatan itu merupakan
suatu pelanggaran, harus dipenuhi unsur-unsur penting berikut ini :18
1. Larangan Undang-undang
Perbuatan yang dilakukan oleh seorang pengguna Hak Kekayaan
Intelektual dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-
undang.
2. Izin (Lisensi)
Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dilakukan tanpa persetujuan
(lisensi) dari pemilik atau pemegang hak terdaftar.
3. Pembatasan Undang-Undang
Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual melampaui batas ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.
4. Jangka Waktu
16
Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis 17
Pasal 35 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis 18
Abdul Kadir Muhammad, Op. cit, hal. 144
10
Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dilakukan dalam jangka waktu
perlindungan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang atau
perjanjian tertulis atau lisensi.
2. Bentuk-bentuk Pelanggaran Merek
Di era perdagangan dan persaingan usaha saat ini, banyak sekali terjadi
pelanggaran-pelanggaran merek yang dilakukan oleh para pelaku usaha demi
meraup keuntungan yang besar. Hal ini tentu sangat menimbulkan kerugian
terhadap para pemilik merek terdaftar yang merek miliknya digunakan secara
tanpa hak oleh pihak lain.
Pada prinsipnya seusai prinsip hukum merek, pelanggaran merek dapat
dikategorikan menjadi 6, yaitu :19
a. Pelanggaran “Counterfeitting that use of mark that is substantially
indistinguishsble-required for treble damages and criminal
prosecution”
Teori pemalsuan (counterfeiting) muncul dalam kasus
pengiklanan untuk menjual (advertising), pengemasan ulang
(repackaigng), perbaikan dan pengkondisian ulang (repair and
reconditioning). Contoh kasusnya ialah seseorang membuat iklan
untuk menjual mobil bekasnya Ferrari Daytona Spyder 1972. Ferrari
menggugat penjual mobil tersebut karena telah menginklankan
penjualan mobil bekasnya dengan kemasan dagang dan mereknya
tersebut tanpa izin.
b. Pelanggaran “Dilution that lessening of that capacity of a famous
mark to identify and distinguish goods or serbices regardless of
competition or likelihood of confusion”.
Penggunaan merek secara tanpa hak untuk barang atau jasa yang
sejenis misalnya seperti Charles Jourdan yang digunakan untuk produk
tas dan dompet, padahal seharusnya merek Charles Jourdan merupakan
suatu merek yang diciptakan untuk produk jam tangan.
c. Pendaftaran dan penggunaan merek terkenal di Internet
(Cybersquatting)
Cybersquatting merupakan salah satu bentuk kasus pendaftaran
merek terkenal oleh pihak lain secara tidak sah di internet dengan
maksud untuk menjualnya dengan harga yang tinggi kepada pemilik
merek yang sebenarnya.
Contohnya ialah dengan penggunaan nama terkenal orang lain
sebagai Internet Domain Name oleh pihak lain secara tanpa hak seperti
celinedion.com, atau madonna.com
d. Penggunaan karakter dalam pemasaran (Character Merchandising)
Penggunaan karakter dalam pemasaran sebagai merek atau
langsung dipakai dalam produk adalah suatu bentuk pelanggaran.
Penggunaan reputasi berbagai karakter fiksi untuk memberikan nama
dan menambah popularitas suatu produk, padahal produk tersebut tidak
memiliki kaitan langsung dengan karakter tersebut, berpotensi
19
Rahmi Jened, Op. cit, hal. 311
11
melanggar hak pihak-pihak yang menciptakan karakter tersebut. Hal ini
mengingat kemungkinan hilangnya peluang pemegang hak cipta atas
berbagai karakter tersebut untuk memasarkan karakter fiksinya dalam
berbagai produk seperti mainan, kaos, dan lain-lain
e. Pelanggaran Likelihood of confusion
Pelanggaran persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan merek yang sudah terkenal menjadi isu yang sangat banyak
terjadi, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Di luar
negeri, hal ini dikenal dengan istilah Likelihood of confusion.
Pelanggaran ini menimbulkan kebingungan bagi konsumen mengingat
kemiripan merek yang ada pada produk tersebut. Penerapan prinsip
likelihood of confusion adalah merupakan standar hukum yang
digunakan untuk menentukan apakah ada atau tidak pelanggaran merek
dagang pada pemohon merek baru atau bahkan yang sudah terdaftar di
suatu negara.
Di Indonesia sendiri, terdapat contoh kasus pengelabuan merek
dagang “Gudang Garam” vs “Gudang Baru”. Perusahaan rokok Gudang
Garam melakukan gugatan pembatalan merek Gudang Baru yang telah
memiliki Sertifikat Merek IMD0000322226 tertanggal 21 Maret 2005
dan Sertifikat Merek Nomor IDM000042757 tertanggal 14 juli 2005
untuk jenis barang di kelas 34 dari Daftar Umum Merek DJKI.
Untuk membatalkan merek Gudang Baru, gugatan pun dilayangkan ke
PN Surabaya dan setelah bertarung selama 4 (empat0 bulan lamanya,
majelis PN Surabaya mengabulkan permohonan Gudang Garam.
Alasan kuat bahwa Gudang Garam adalah merek terkenal dan merek
Gudang Baru dan lukisan mempunyai persmaaan pada pokoknya
dengan merek Gudang Garam milik Penggugat. Sebagai bukti bahwa
Gudang Garam merupakan merek terdaftar adalah berdasarkan data,
merek rokok Gudang Garam saat ini sudah diekspor ke beberapa negara
di antaranya Malaysia, Arab Saudi dan sejumlah negara di Timur
Tengah, Jepang, Belanda, dan Swiss.
Pelanggaran ini sangat bertentangan dengan teori The exchange for
Secrecy Rationale yang tanpa sah (legal right) pelaku pelanggaran
melakukan peniruan terhadap merek yang diciptakan oleh pemilik
f. Pelanggaran “Passing Off”
Passing Off adalah bentuk perbuatan melawan hukum dalam
sistem Common Law yang dapat digunakan untuk menegakkan hak
merek yang tidak maupun yang sudah didaftarkan. Perbuatan melawan
hukum yang terkait Passing Offini bertujuan untuk memberikan
perlindungan terhadap reputasi atau “Good will” sebuah merek dari
sebuah merek yang sangat mirip dan tidak mewakili merek asli yang
dapat merusak reputasi atau “good will” merek yang legal. Hukum
pencegahan terhadap pelanggaran Passing Off adalah upaya untuk
mencegah pemilik hak dari upaya orang yang meniru dan memiliki
merek yang legal, sehingga menghindari upaya orang untuk mengambil
keuntungan dari merek tersebut.
12
Di Indonesia sering dikenal istilah pemboncengan merek atau
pemboncengan reputasi dimana perbuatan yang mencoba meraih
keuntungan dengan cara membonceng reputasi sehingga dapat
menyebabkan tipu muslihat atau penyesatan. Sebagai contoh kasus
merek Aqua yang sudah sangat terkenal di Indonesia sehingga menarik
minat orang lain untuk melakukan pelanggaran Passing Off dengan
mendaftarkan merek-merek yang memiliki kemiripan seperti merek
Club Aqua, Aquaria, dan Aqualiva. Khusus terkait kasus kemiripan
merek Aqua dengan merek Aqualiva, Mahkamah Agung melalui
putusannya dalam perkara No. 014/K/N/HaKI/2003 menyatakan bahwa
pembuat merek Aqualiva mempunyai itikad tidak baik dengan
mendompleng ketenaran nama Aqua. Dalam hal ini, merek Aqualiva
melakukan pemberian nama dengan mendompleng ketenaran nama
Aqua. Kasus ini merupakan contoh konkrit kasus pelanggaran Passing
Off yang melakukan persaingan dagang tidak sehat.20
3. Contoh Kasus Pelanggaran Yang Terjadi Di Kota Medan
a. Kasus Peredaran Kosmetik Merek Nature Republic di Indonesia
Nature Republic merupakan salah satu merek asal Korea Selatan
yang sedang populer. Nature Republic didirikan sekitar pada bulan Maret
tahun 2009. Kepopuleran kosmetik merek Nature Republic di tengah
masyarakat membuat banyaknya produk palsu Nature Republic yang
beredar di pasaran. Beredarnya Aloe Vera Soothing Gel palsu membuat
banyak masyarkat terkecoh dan langsung membeli produk nya, tanpa
memastikan terlebih dahulu apakah produk nature republic tersebut benar-
benar produk asli. Peredaran Nature Republic Palsu ini sudah menyebar ke
seluruh daerah di Indonesia, termasuk di Kota Medan. Penjualan produk-
produk Nature Republic palsu ini terdapat di toko-toko kecil di dalam
maupun di luar Mall. Ada juga yang menjual nya melalui Online Shop atau
toko online.
Nature Republic Palsu tentunya akan menimbulkan efek samping bagi
para penggunanya. Efek samping tersebut diantaranya ialah21 :
1) Kulit menjadi perih, terasa cekit-cekit pada saat gel aloe vera meresap
ke kulit.
2) Wajah menjadi terasa panas seperti terbakar.
3) Muncul beruntusan atau jerawat setelah 1-2 kali pemakaian.
4) Jika sebelum memakai Nature Republic sudah memiliki jerawat, maka
setelah memakai produk Nature Republic palsu akan membuat jerawat
semakin meradang dan parah.
5) Dapat menyebabkan kulit mengelupas, kering dan kusam karena
kandungan alkohol yang terlalu tinggi atau bahan kimia lain.
20
Edy Santoso, Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Merek Dagang Terkenal
Melalui Peran Kepabeanan Sebagai Upaya Menjaga Keamanan dan Kedaulatan Negara, Jurnal
Hukum, Vol.5 No. 1, 2016, hal. 126 21
https://klinikkecantikan.co.id/layanan-kecantikan/review-produk/efek-samping-nature-
republic-aloe-vera-palsu, Siwi Trisanti, diakses pada hari Selasa, 19 Maret 2019
13
6) Membuat wajah seperti merasa tertarik, kencang, dan sedikit perih
pada saat dipegang/disentuh.
Kandungan dalam kosmetik Nature Republic palsu diduga banyak
mengandung bahan kimia, padahal produk Nature Republic Aloe Vera
Soothing Gel 92% asli banyak mengandung bahan-bahan organik. Hal ini
yang menyebabkan adanya efek samping yang dapat membahayakan
kesehatan.
Dalam hal ini, penjual Nature Republic Aloe Vera Soothing Gel 92%
palsu dianggap sudah melakukan pelanggaran merek karena telah
melakukan pemalsuan merek produksi secara tanpa hak kepada pemegang
hak merek terdaftar. Penjual produk merek Nature Republic Aloe Vera
Soothing Gel 92% palsu telah melanggar ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
Pasal 20.
b. Kasus Peredaran Kosmetik Merek NYX Palsu di Kota Medan
NYX merupakan salah satu produk kosmetik yang sangat populer dan
digemari oleh kalangan para wanita pecinta kosmetik. NYX merupakan
salah satu brand (merek) yang dilahirkan oleh PT. L'Oréal. NYX adalah
sebuah perusahaan kosmetik yang pusat nya berada di Los Angeles,
Amerika Serikat. Pendiri dari NYX ini ialah Toni Ko, seorang pebisnis
wanita asal Amerika Serikat yang memiliki darah Korea, yang bercita-cita
ingin memiliki usaha di bidang kosmetik
Maraknya peredaran kosmetik palsu di pasaran membuat
masyarakat harus lebih berhati-hati lagi dalam memilih dan membeli
kosmetik. Merek NYX Kosmetik juga tak luput dari pemalsuan merek.
Banyak sekali beredar lipcream (pewarna bibir yang memiliki tekstur seperti
krim) palsu yang menggunakan NYX sebagai merek nya. Selain lipcream,
eyebrow (pensil alis) NYX palsu juga turut beredar di pasaran.
Sama halnya dengan Nature Republic palsu, peredaran Kosmetik
NYX palsu juga terdapat di toko-toko kosmetik kecil baik di dalam maupun
di luar mall. Banyak juga yang menjualnya dengan melalui online shop atau
tokoonline.
Kosmetik palsu yang tidak jelas bahan dasarnya dan diragukan
keamanan pemakaian produknya, pasti akan menimbulkan efek samping
jika dilakukan pemakaian secara rutin. Begitu pula dengan NYX Soft Matte
Lip Cream palsu. Berikut efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian
NYX Soft Matte Lip Cream palsu :
1) Kulit bibir akan mengelupas
2) Bibir akan merah-merah dan terasa gatal
3) Bibir menjadi bengkak
4) Kulit bibir akan terasa seperti bersisik
Agar tidak terjadi efek samping yang membahayakan, maka
gunakanlah NYX Soft Matte Lip Cream yamg original atau asli, karena
Soft Matte Lip Cream NYX asli menggunakan bahan-bahan yang aman
untuk bibir dan menggunakan ekstrak buah-buahan. Selain itu, Soft Matte
14
Lip Cream NYX asli sudah memiliki izin edar yang dikeluarkan oleh
BPOM Indonesia (Badan Pengawas Obat dan Makanan), sehingga
keamanan dari produk ini sudah teruji dan tidak perlu diragukan. Soft
Matte Lip Cream NYX dan produk NYX asli hanya dijual di official store
atau toko resmi NYX.
C. Perlindungan Hukum Yang Disediakan Oleh Pemerintah Dalam
Rangka Melindungi Hak Merek Terhadap Suatu Produk Kosmetik
Yang Telah Dipalsukan
Pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum
kepada pemilik merek yang telah mendaftarkan merek nya, sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Namun, untuk
menjalankan kewajiban tersebut pemerintah tidak dapat melakukan nya sendiri.
Untuk itu, pemerintah membentuk lembaga-lembaga guna melaksanakan
kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap merek yang telah
didaftarkan. Lembaga-lembaga tersebut ialah :
a. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual adalah sebuah unsur
pelaksana Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai
tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
kekayaan Intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
dan Intelektual mempunyai fungsi 22
:
1) Perumusan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan
intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan
intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan
pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan
intelektual, serta teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;
2) Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan
intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan
intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan
pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan
intelektual, serta teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;
3) Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perlindungan
hukum kekayaan intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran
kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan
pengaduan pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi
kekayaan intelektual, serta teknologi informasi di bidang kekayaan
intelektual;
22
https://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_Kekayaan_Intelektual, Wikipedia,
diakses pada hari Sabtu 23 Maret 2019
15
4) Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang
perlindungan hukum kekayaan intelektual, penyelesaian permohonan
pendaftaran kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa
dan pengaduan pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi
kekayaan intelektual, serta teknologi informasi di bidang kekayaan
intelektual;
5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
6) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
b. Komisi Banding Merek
Komisi Banding Merek adalah badan khusus independen yang
berada di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.23
Komisi Banding Merek diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban , Komisi Banding
Merrek diatur lebih terperinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 2005.Adapun tugas-tugas dan fungsi dari Komisi Banding Merek
ialah :24
1) Menerima, memeriksa, dan memutus permohonan banding
terhadap penolakan permintaan pendaftaran merek berdasarrkan
alasan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 20 dan/atau Pasal
21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis.
2) Komisi banding merek berhak memberikan rekomendasi kepada
Menteri untuk melakukan penghapusan terhadap merek terdaftar
yang melanggar ideologi negara, peraturan perundang-undangan,
moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.
3) Menerima, memaksa, dan memutus permohonan banding atas
keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan
pendaftaran merek.
4) Menerima, memeriksa, dan memutus permohonan banding
terhadap keputusan penolakan Indikasi Geografis yang memiliki
persamaan pada keseluruhannya dengan Indikasi Geografis yang
sudah terdaftar.
5) Menyelenggarakan fungsi pengadministrasian, pemeriksaan,
pengkajian, dan penilaian, serta pemberian keputusan terhadap
permohonan banding.
c. Pengadilan Niaga sebagai Lembaga Peradilan Yang Berwenang
Untuk Menyelesaikan Sengketa Merek
23
Pasal 1 ayat (23) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis 24
http://www.dgip.go.id/komisi-banding-merek-2018,Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual, diakses pada hari Sabtu, 23 Maret 2019
16
Lembaga peradilan merupakan suatu alat kelengkapan negara yang
bertugas untuk menegakkan hukum di Indonesia. Menurut R. Subekti,
lembaga peradilan merupakan lembaga yang melakukan proses
peradilan, yaitu memeriksa dan memutuskan sengketa-sengketa
hukum dan pelanggaran-pelanggaran hukum atau undang-undang25
.
Pengadilan Niaga adalah suatu Pengadilan khusus yang berada
dalam lingkungan peradilan umum, yang dibentuk dan bertugas menerima,
memeriksa dan memutus serta menyelesaikan permohonan pernyataan
pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang serta perkara lain
dibidang perniagaan.
Untuk pertama kalinya Pengadilan Niaga dibentuk pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan selanjutnya berdasarkan Keputusan
Presiden R.I. No. 97 Tahun 1999 dibentuk 4 (empat) Pengadilan Niaga,
yaitu Pengadilan Niaga Medan, Pengadilan Niaga Ujung Pandang
(Makasar), Pengadilan Niaga Semarang, dan Pengadilan Niaga Surabaya.
Khusus wilayah hukum Pengadilan Niaga Medan meliputi wilayah
Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi dan
Propinsi Nanggro Aceh Darusallam.
Pembentukan Pengadilan Niaga mula – mula hanya memeriksa dan
mengadili perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, sedangkan kewenangan terhadap perkara perniagaan akan lainnya
akan ditentukan dengan peraturan perundang - undangan. Perkara -
perkara tersebut antara lain adalah perkara – perkara dibidang Hak
Kekayaan Intelektual (HKI).
Pasal 83 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang
Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan bahwa pemilik merek dapat
mengajukan gugatan terhadap pihak yang telah melakukan pelanggaran
merek ke Pengadilan Niaga.
Adapun tata cara gugatan pada pengadilan Niaga ialah :26
1) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), Pasal 68,
Pasal 74, dan Pasal 76 diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga dalam
wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat.
2) Dalam hal salah satu pihak bertempat tinggal di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
3) Panitera mendaftarkan gugatan pada tanggal gugatan yang
bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima
25
Adi Sulitiyono, Sistem Peradilan di Indonesia Teori dan Praktik (Jakarta : Kencana
Prenada, 2002), hal. 2 26
Pasal 85 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
17
tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan
tanggal pendaftaran gugatan.
4) Panitera menyampaikan gugatan kepada ketua Pengadilan Niaga
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan
didaftarkan.
5) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal
gugatan disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ketua
Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menunjuk majelis hakim
untuk menetapkan hari sidang.
6) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh)
hari setelah gugatan didaftarkan.
7) Sidang pemeriksaan sampai dengan putusan atas gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan paling lama 90 (sembilan
puluh) hari setelah perkara diterima oleh majelis yang memeriksa
perkara tersebut dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh)
hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
8) Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan
tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum.www.hukumonline.com/pusatdata
9) Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14
(empat belas) hari setelah putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diucapkan.
d. Kepolisian Republik Indonesia
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional
di Indonesia. Kepolisian Republik Indonesia bertanggung jawab
langsung di bawah presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian
di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan
perlidungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat27
.
Dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pelanggaran
merek, Kepolisian Republik Indonesia memiliki kewenangan untuk
membantu pejabat penyidik pegawai negeri sipil (dalam hal ini ialah
DJKI) untuk melakukan penyidikan terhadap suatu perbuatan yang
diduga merupakan tindak pidana pelanggaran merek.28
Bersama
dengan DJKI, Polri memiliki kewenangan untuk menangkap pihak-
pihak yang diduga telah melakukan tindak pidana pelanggaran merek.
Tindakan Polri melakukan penangkapan terhadap pihak-pihak yang
telah terbukti melakukan pelanggaran merek merupakan langkah awal
27
https://id.wikipedia.org/wiki/Kepolisian_Negara_Republik_Indonesia, Wikipedia,
diakses pada hari Rabu, 24 April 2019 28
Pasal 99 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis
18
untuk pemberian sanksi pidana kepada pihak yang telah terbukti
melakukan pelanggaran merek, sebelum jatuhnya putusan pengadilan
atas tindakan pelanggaran merek tersebut.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Peraturan hukum dan perundang-undangan Indonesia telah
memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang atau
pemilik merek terdaftar khususnya pemilik merek kosmetik
dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pemilik merek yang
sudah mendaftarkan mereknya secara otomatis akan mendapatkan
perlindungan hukum yaitu salah satunya dengan menolak
pendaftaran merek yang dilakukan oleh pihak lain yang merek
nya memiliki persamaan secara keseluruhan maupun persamaan
pada pokoknya seperti yang tercantum di dalam Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis.
2. Bentuk-bentuk pelanggaran merek ada berbagai macam, misalnya
pemalsuan merek, pendaftaran dan penggunaan merek terkenal di
internet, penggunaan karakter dalam pemasaran, dan lain
sebagainya. Pelanggaran merek pada kosmetik yang paling
banyak ditemukan di Kota Medan saat ini ialah pemalsuan merek,
salah satunya pemalsuan merek kosmetik terkenal yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang tidak memiliki hak. Para pelaku pemalsuan
merek menggunakan logo kemasan merek yang asli, bahkan
kemasan yang dibuat sangat mirip sehingga membuat para
konsumen terkecoh untuk membedakan produk merek kosmetik
merek asli dengan merek palsu.
3. Perindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah memiliki
keuntungan bagi pemilik merek dan konsumen. Adanya
pengaturan hukum yang dibuat oleh pemerintah dapat
mengurangi resiko terjadinya pelanggaran merek. Pemilik merek
juga akan mendapat perlindungan jika suatu waktu terjadi
pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak lain terhadap
merek yang sudah didaftarkan. Bagi konsumen, dengan adanya
perlindungan hukum dapat memudahkan konsumen untuk
mengenal mutu produk sebab produk yang merek nya terdaftar
pasti terjamin kualitas produknya. Perlindungan hukum yang
disediakan pemerintah ialah dengan membentuk lembaga-
lembaga yang dapat memberikan perlindungan seperti DJKI,
Komisi Banding Merek, dan Polri. Pemerintah akan memberikan
sanksi pidana ataupun perdata kepada para pelaku pelanggaran
merek jika terbukti melakukan pelanggaran merek.
19
B. Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat
diberikan dalam hal ini ialah :
1. Perlunya sosialisasi mengenai Hak Kekayaan Intelektual dalam
implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis kepada semua kalangan terkait,
khususnya kepada pengusahakosmetik. Diharapkan dengan adanya
sosialisasi yang efektif, pengetahuan akan sistem Hak Kekayaan
Intelektual khusunya Tentang Merek dapat diketahui seluruh
lapisan masyarakat, khusunya para pelaku usaha baik di bidang
barang maupun di bidang jasa, untuk meminimalisir tindakan
pelanggaran merek.
2. Perlunya sosialisasi yang dilakukan oleh pemilik merek terdaftar,
khususnya pemilik merek kosmetik terkenal. Sosialisasi yang
dilakukan agar pelaku usaha di bidang kosmetik tidak
mempergunakan merek kosmetik milik pihak lain yang sudah
terdaftar secara sah di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. Sosialisasi ini dapat memperkecil kemungkinan para
pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan pemalsuan
merek sebab sudah dilakukannya sosialisasi oleh pemilik merek
yang sah dan terdaftar.
3. Lembaga-lembaga yang dibentuk pemerintah untuk memberikan
perlindungan hukum dengan cara melakukan pengawasan terhadap
peredaran produk-produk kosmetik dan melakukan penindakan
hukum apabila terjadi pelanggaran merek kosmetik yang dilakukan
oleh pelaku usaha di bidang kosmetik yang tidak bertanggung
jawab.
20
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Adisumarto, Harsono, 1990, Hak Milik Intelektual Khusunya Hukum Paten dan
Merek, Jakarta: Akademika Pressindo
Agusman, Dumoli Damos, 2010, Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori
dan Praktik di Indonesia, Bandung: Refika Aditama
Gautama, Sudargo, 1987, Hukum Merek Indonesia,Bandung: Alumni
Indriyanto, Agung, dkk. 2017, Aspek Hukum Pendaftaran Merek. Jakarta:
Rajawali Pers
Jened, Rahmi, 2015, Hukum Merek Trademark Law, Jakarta: Prenada Media
Group
Muhammad, K. Abdul, 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,
Bandung: Citra Aditya
Saidin, OK. 1995, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: PT Grafindo
Persada
Sulitiyono, Adi, 2002,Sistem Peradilan di Indonesia Teori dan Praktik, Jakarta :
Kencana Prenada
Usman, Rachmadi, 2003, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan
dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung : Alumni
B. Jurnal
Khoironi, Iffan Alif, 2013, Implementasi Pendaftaran Merek Sebagai Bentuk
Perlindungan Hukum Pada Home Industry Egroll, Vol. 2, No. 2
Mamahit, Jisia, 2013, Perlindungan Hukum Atas Merek dalam Perdagangan
Barang dan Jasa, Lex Privatum , Vol. 1, No.31
Nugroho, Rifky Ardian, dkk, 2016, Perlindungan Hukum Pemegang Hak Merek
Dagang Terkenal Asing (Well Known Mark) Dari Tindakan Passing Off
(Studi Sengketa GS Atas Nama GS Yuasa Corporation), Jurnal Hukum,
Vol. 5, No.3
Nur, Hidayati, 2011,Perlindungan Hukum Bagi Merek yang Terdaftar, Ragam
Jurnal Pengembangan Humanivora, Vol. 11, No. 3
Santoso, Edy, 2016, Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Merek Dagang
Terkenal Melalui Peran Kepabeanan Sebagai Upaya Menjaga
Keamanan dan Kedaulatan Negara, Jurnal Hukum, Vol. 5 ,No. 1
Yosia , Ronna Novi, 2016, Perlindungan Hukum Atas Hak Kekayaan Intelektual
Khususnya Merek Di Indonesia, Jurnal Hukum, Vol. 2, No. 8
C. Kamus
Dendy, Sugono,dkk, 2012, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
D. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 67
Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek
21
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
KitabUndang-UndangHukumPerdata
E. Internet
https://www.beritasatu.com/ekonomi/534493/awas-nature-republic-palsu-dan
ilegal-serbu-psar, Berita Satu, diakses pada Rabu, 6 Maret 2019
https://www.hki.co.id/merek.html, Hak Kekayaan Intelektual, diakses pada hari
Rabu, 20 Maret 2019
https://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_Kekayaan_Intelektual,
Wikipedia, diakses pada hari Sabtu 23 Maret 2019
http://www.dgip.go.id/komisi-banding-merek-2018, Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual, diakses pada hari Sabtu, 23 Maret 2019
https://id.wikipedia.org/wiki/Kepolisian_Negara_Republik_Indonesia, Wikipedia,
diakses pada hari Rabu, 24 April 2019