Download - perc 7.docx
LAPORAN PRAKTIKUMBIOKIMIA
PERCOBAAN VII
PENGARUH pH TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM
NAMA : RISKY NURHIKMAYANI
NIM : H 411 12 311
KELOMPOK : III (TIGA)
ASISTEN : NUR INDAH SARI
HARI/TANGGAL : SENIN/18 NOVEMBER 2013
LABORATORIUM BIOKIMIAJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein penting bagi organisme hidup sebagai unit struktural maupun
sebagai enzim. Sebagai enzim, protein berperan sebagai katalis yang mengatur
laju reaksi-reaksi di dalam sel, dan dengan demikian mengendalikan aliran lalu
lintas molekuler yang diperlukan bagi kelangsungan hidup sel.
Seluruh reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel memerlukan jasa
enzim, enzim disintesis di dalam sel, namun aktivitasnya tidak selalu di dalam sel.
Berbagai reaksi kimia yang dikendalikan oleh enzim antara lain respiasi,
pertumbuhan, perkembangan, kontraksi otot, fotosintesis, pencernaan, fiksasi
nitrogen, pembentukan urin, dan lain-lain.
Seperti molekul protein lainnya, sifat biologis enzim sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor fisika-kimia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim
antara lain suhu dan pH. Di samping itu, kecepatan reaksi enzimatik dipengaruhi
pula oleh konsentrasi enzim maupun substratnya.
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran
aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di
dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0.
kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimal. Berdasarkan
teori tersebut, maka dilakukanlah percobaan ini untuk mengaplikasikan,
membuktikan dan menguji kebenaran dari teori tersebut agar dapat lebih mudah
untuk dipahami dan dipelajari.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
amilase.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan pH optimum
dari enzim amilase.
1.3 Prinsip Percobaan
Menentukan keaktifan dari enzim amilase berdasarkan waktu penguraian
amilum menjadi glukosa pada berbagai pH dengan penambahan iodin sebagai
indikator yang memberi warna biru yang akan berubah menjadi bening.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim adalah makromolekul yang bekerja sebagai katalis, agen kimiawi
yang mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi oleh reaksi. Jika tidak ada
regulasi oleh enzim, lalu lintas kimiawi melalui jalur metabolisme akan macet
total karena banyak reaksi kimia yang berlangsung terlalu lama (Campbell, dkk.,
2010).
Enzim dikenal untuk pertama kalinya sebagai protein oleh Summer pada
tahun 1926 yang telah berhasil mengisolasi urease dari “kara pedang” (jack bean).
Urease adalah enzim yang dapat menguraiakan urea menjadi CO2 dan NH3.
beberapa tahun kemudian Northrop dan Kunitz dapat mengisolasi pepsin, ipsin,
kimotripsin. Suatu reaksi kimia, khususnya antara senyawa organik, yang
ilakukan dalam laboratorium memerlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh
beberapa faktor seperti suhu, tekanan, waktu dan lain-lain. Apabila salah satu
kondisi tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dibutuhkan maka reaksi tidak
dapat berlangsung dengan baik. Tubuh kita merupakan laboratorium yang sangat
rumit sebab, didalamnya terjadi reaksi kimia yang beraneka ragam (Poedjadi,
1994).
Enzim dapat mempercepat reaksi kimia, sedangkan protein lain tak dapat.
Oleh karena itu, enzim adalah katalis. Selain mampu meningkatkan reaksi, enzim
memiliki dua sifat lainsebagai katalis sejati. Pertama, enzim tak ubah oleh reaksi
yang dikatalisnya. Kedua (dan yang penting), walaupun dapat mempercepat
reaksi, enzim tidak mengubah kedudukan normal dari kesetimbangan kimia.
Dengan kata lain, enzim dapat membantu mempercepat pembentukan produk,
tetapi akhirnya jumlah produk tetap sama dengan produk yang diperoleh tanpa
enzim (Lehninger, 1982).
Enzim adalah protein yang pada hakekatnya mengkatalisis semua reaksi
biokimia. Enzim ini berubah menjadi sangat khas, seperti misalnya terhadap jenis
reaksi yang dikatalisisnya dan bahkan tempat pada substrat khusus dimana enzim
itu dapat berfungsi. Enzim memulai kegiatan dengan membentuk suatu kompleks
dengan substratnya. Kompleks enzima-substrat dapat digabung menjadi satu oleh
tarikan van der Waals dan tarikan elektrostatik oleh ikatan hidrogen, atau yang
kurang umum oleh pembentukan ikatan kovalen. Kompleks terbentuk pada sisi
aktif dari enzim. Tempat ini juga merupakan daerah enzim yang memacu reaksi
yang khas. Sisi aktif itu harus memiliki atom dan konfigurasi yang tepat, baik
untuk mengikat maupun untuk mengkatalisis (Pine, dkk., 1988).
Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari
kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat
besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya. Beberapa
enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi selain
residu asam amino. Akan tetapi enzim lain memerlukan tambahan komponen
kimia bagi aktivitasnya komponen ini disebut kofaktor. Kofaktor mungkin suatu
molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ atau mungkin juga suatu
molekul anorganik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim
membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya.
Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau
dalam waktu sementara pada protein, tetapi pada enzim lain senyawa ini terikat
kuat, atau terikat secara permanen yang dalam hal ini disebut gugus prostetik.
Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama dengan
koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam
bersifat stabil sewaktu pemanasan, sedangkan bagian protein enzim akan
terdenaturasi oleh pemanasan (Lehninger, 1997).
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu.
Kekhasan inilah ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan
enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Enzim urase hanya
bekerja terhadap urea sebagai substratnya namun enzim tersebut mempunyai
kekhasan tertentu. Misalnya enzim esterase dapat menghidrolisis beberapa ester
asam lemak, tetapi tidak dapat menghidrolisis substral lain yang bukan ester.
Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi (Poedjiadi, 2005).
Enzim mempunyai ciri dimana kerjanya dipengaruhi oleh lingkungan.
Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap kerja enzim adalah pH. pH
optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam
atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi (Gaman dan Sherrington, 1994).
Struktur enzim yang terdiri atas asam-asam amino berhubungan dengan
pH. Perubahan pH dalam suatu larutan menunjukkan perubahan-perubahan
jumlah ion H+ yang ada dalam larutan. Jumlah ion-ion yang ada akan
mempengaruhi struktur enzim yang terdiri dari asam-asam amino terutama pada
ikatan hidrogennya. Karena aktivitas enzim berkaitan erat dengan strukturnya
maka perubahan struktur akan menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas
enzim. Sedangkan pada pH optimum, jumlah ion H+ tidak mempengaruhi
konformasi enzim sehingga konformasi substrat sama dengan konformasi enzim.
Hal yang menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat meningkat, sedangkan
pada pH optimum aktifitas enzim paling tinggi (Sebayang, 2005).
Suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein
dan hilangnya secara total aktivitas enzim. Pada sel hidup, perubahan pH sangat
kecil. Enzim hanya aktif pada kisaran pH yang sempit. Oleh karena itu media
harus benar-benar dipelihara dengan menggunakan buffer (larutan penyangga).
Jika enzim memiliki lebih dari satu substrat, maka pH optimumnya akan berbeda
pada suatu substrat (Tranggono dan Sutardi, 1990).
Tiap enzim memiliki karakteristik pH optimal dan aktif dalam range pH
yang relatif kecil, dalam banyak kasus, bentuk kurva menandakan dari keaktifan
enzim berbanding pH yang terkandung di dalamnya. Untuk semua spesies yang
digunakan dalam penelitian, pH optimum untuk aktivitas amilase terjadi pada
daerah dengan pH asam rendah (nilai pH berkisar antara 5,5 dan 6,5), walaupun
aktivitas amilase total juga kemungkinan dapat terjadi pada nilai pH dengan
interval yang lebih luas (5,5 – 7,0), yaitu sesuai dengan data dari literatur yaitu
dimana pH untuk amilase signifikan berada antara 4,5 dan 8,0 (Ciornea, 2008).
Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase.
Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen
dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan β amilase, hewan
memiliki hanya α amilase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada
manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai
polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa
merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling
berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodin
memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991).
Ludah adalah cairan kental yang diproduksi oleh kelenjar ludah. Kelenjar-
kelenjar ludah tersebut terletak di bawah lidah, daerah otot pipi dan di daerah
dekat langit-langit. Air ludah 99,5% terdiri dari air. Sisanya bermacam-macam.
Ada zat-zat seperti kalsium (zat kapur), fosfor, natrium, magnesium dan lain-lain.
Di samping itu juga terdapat mucin, amilase, enzim-enzim, bahkan golongan
darah, lemak, zat tepung, vitamin juga dan sebagainya (Machfoedz, 2008).
Amilase adalah enzim pemecah karbohidrat dari bentuk mejemuk menjadi
bentuk yang lebih sederhana. Misalnya, pati dan glikogen dipecah menjadi
maltosa, maltotriosa atau oligosakarida. Enzim ini terdapat dalam air liur (ptialin)
dan getah pankreas yang membantu pencernaan karbohidrat dalam makanan.
Darah normal juga mengandung sedikit amilase dari hasil pemecahan sel yang
berlangsung secara normal. Pada penyakit radang pankreas, gondongan, kencing
manis, kadarnya dalam darah meningkat. Sebaliknya pada penyakit hati, kadarnya
menurun (Kusumaningtyas, 2011).
Pada suatu percobaan hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa oleh
enzim, ternyatra bahwa pada konsentrasi sukrosa. Namun pada konsentrasi tinggi,
kecepatan reaksinya tidak lagi tergantung pada konsentrasi sukrosa. Jadi pada
konsentarsi tinggi, kecepatan reaksi tidak dipengaruhi lagi oleh pertambahan
konsentrasi. Ini menunjukkan bahwa enzim seolah-oleh telah jenuh dengan
substrat, artinya tidak dapat lagi menampung substrat. Untuk menerangkan
keadaan ini Leonor Michaelis dan Maude Menten pada tahun 1913 mengajukan
suatu hipotesis bahwa dalam reaksi enzim terjadi lebih dahulu kompleks enzim
substrat yang kemudian menghasilkan hasil reaksi dan enzim kembali (Poedjiadi,
2005).
Selain enzim amilase terdapat pula protease yang merupakan enzim
penting dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena aplikasinya yang sangat
luas. Protease merupakan enzim perombak protein dan bersifat spesifik untuk
protein (Akhdiya, 2003).
Pati tersusun dari unit-unit glukosa yang bergabung terutama lewat ikatan
1,4 α-glikosidik, meskipun rantainya dapat mempunyai sejumlah cabang yang
melewati ikatan 1,6 α-glikosidik. Hidrolisis parsial dari pati menghasilkan
maltosa, dan hidrolisis sempurna hanya menghasilkan D-glukosa. Pati dapat
dipisahkan dengan berbagai teknik menjadi dua fraksi, yaitu amilosa dan
amilopeptida. Amilosa adalah polimer linear dari α–D–glukosa, sekitar 50 sampai
300 unit-unit glukosa yang dihubungkan antara satu dengan yang lainnya melalui
ikatan 1,4–α–glikosida. Dalam larutan rantai amilosa berbentuk heliks menyerupai
kumparan, karena adanya ikatan dengan konfigurasi s pada setiap unit glukosa.
Kumparan berbentuk tabung ini memungkinkan terbentuknya senyawa kompleks
dengan molekul lain, terutama molekul-molekul kecil yang dapat masuk ke dalam
kumparannya. Warna biru tua yang ditimbulkan pada penambahan yodium pada
pati adalah contoh pembentukan kompleks tersebut (Tim Dosen Kimia, 2012).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan pati 1%,
saliva encer (enzim amilase) 1 : 9, larutan buffer pH 8,0; 7,2; 7,0; 6,8; 6,2; 5,8,
NaCl 0,1 M, asam asetat, iodine 0,01 M,dan aquadest.
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, rak
tabung, pipet tetes, inkubator, stopwatch, dan gelas kimia.
3.3 Prosedur Kerja
Saliva sebanyak 1 ml diencerkan dengan aquadest hingga volumenya
menjadi 10 ml. Saliva yang telah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam
inkubator selama 5 menit kemudian saliva dikeluarkan dari inkubator. Selanjutnya
disiapkan 6 tabung reaksi yang diisi dengan masing-masing larutan buffer pH
8,0; 7,2; 7,0; 6,8; 6,2; 5,8 sebanyak 2 ml. Kemudian ke dalam masing-masing
tabung ditambahkan 1 ml pati 1% dan 1 ml NaCl 0,1 M. Untuk pH 8 dan pH 7,2
diasamkan terlebih dahulu dengan menambahkan 10 tetes asam asetat. Setelah itu,
masing-masing tabung ditambahkan dengan 5 tetes iodin.
Semua larutan yang sudah disiapkan disusun rapi di atas rak tabung yang
kemudian dimasukkan ke dalam inkubator selama 5 menit kemudian keluarkan.
Pada larutan masing-masing lalu ditambahkan 0,5 ml saliva. Setelah itu, larutan di
masukkan kembali ke dalam inkubator dan tiap 3 menit dikeluarkan dan dicatat
perubahan yang terjadi sampai semua larutan menjadi bening.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim
Amilase
Waktu (menit)
WarnapH 8,0 pH 7,2 pH 7,0 pH 6,8 pH 6,2 pH 5,8
3 +++ +++ - - ++++ +++++6 ++ ++ - - +++ ++++9 + + - - ++ +++12 - - - - + ++15 - - - - + ++18 - - - - - +21 - - - - - +24 - - - - - +27 - - - - - +30 - - - - - +
Keterangan :
++++++ = biru paling pekat
+++++ = biru pekat sekali
++++ = biru pekat
+++ = biru agak pekat
++ = biru muda
+ = bening kebiruan
- = tidak memberikan warna
4.1.2 Tabel 2. Nilai pH yang Menunjukkan Perubahan
pH Waktu (t) 1/t8,0 12 0,0837,2 12 0,0837,0 3 0,3336,8 3 0,3336,2 18 0,0565,8 30 0,033
4.2 Grafik pH terhadap Waktu
4.3 Reaksi
Polisakarida
Biru Tua
Monosakarida
4.4 Pembahasan
Pada waktu percobaan saliva diencerkan dengan menggunakan air karena
kebanyakan enzim membutuhkan medium cair untuk mendukung aktivitas
katalisasi serta penting untuk menyusun struktur enzim. Kemudian saliva
dimasukkan ke dalam inkubator yang berfungsi untuk menaikkan suhu enzim
dimana kenaikan suhu dapat mempercepat laju dari enzim. Untuk perlakuan
digunakan 6 larutan buffer dengan pH berbeda yakni 8,0; 7,2; 7,0; 6,8; 6,2; dan
5,8 yang diberi tambahan larutan pati 1 ml dan NaCl 1 ml. Pada pH 8 dan 7,2
ditambahkan asam asetat sebanyak 10 tetes agar larutan tidak terlalu basa.
Kemudian ke dalam masing-masing tabung dimasukkan indikator penanda adanya
amilum yakni iodin. Iodin akan memberikan warna biru sebagai reaksi positif
terhadap adanya amilum dalam suatu larutan.
Larutan dimasukkan ke dalam inkubator selama 5 menit kemudian
dikeluarkan untuk diberi saliva sebanyak 0,5 ml dan masukkan ke dalam
inkubator lagi, setiap 3 menit dilakukan pengamatan sampai larutan menjadi
bening. Hal ini dilakukan untuk mengamati pengaruh dari enzim yang terdapat
dalam saliva yakni enzim amilase dalam menghidrolisis amilum, dimana apabila
larutan yang diberi saliva menjadi bening berarti amilum yang terdapat dalam
larutan telah terhidrolisis. Sebaliknya jika larutan tetap berwarna biru berarti
masih terdapat amilum di dalam larutan tersebut.
Dari hasil percobaan yang dilakukan, larutan pada pH 7,0 dan 6,8 yang
tercepat berubah menjadi bening, berarti pada pH 7,0 dan 6,8 atau dengan kata
lain dalam suasana netral enzim amilase bekerja dengan sangat baik dibuktikan
dengan perubahan warna larutan yang sangat cepat yakni hanya dalam 3 menit.
Untuk pH 8,0 dan 7,2 atau dengan kata lain dalam suasana basa larutan amilum
berubah menjadi bening pada menit keduabelas, berarti dibutuhkan waktu lebih
lama untuk menghidrolisis amilum menjadi glukosa dalam suasana basa
dibandingkan pada suasana netral. Sedangkan pada pH 6,2 larutan menjadi bening
pada menit kedelapan belas dan pada pH 5,8 larutan menjadi bening pada menit
ketiga puluh hal ini berarti untuk menghidrolisis pati pada suasana asam dengan
pH sekita < 6,2 dibutuhkan waktu yang lama untuk terhidrolisis menjadi glukosa.
Dari perubahan tersebut dapat diketahui bahwa enzim amilase merupakan
enzim yang menghidrolisis pati menjadi glukosa dibuktikan dengan berubah
warnanya larutan dari biru menjadi bening serta enzim amilase bekerja dengan
sangat baik pada pH sekitar 7,0 dan 6,8 atau dengan kata lain dalam suasana netral
dan tidak bekerja dengan baik pada pH sekitar 6,2 – 5,8 atau dalam suasana asam.
Serta dilihat dari grafik yang ada dapat dilihat bahwa pH optimum untuk enzim
amilase agar bekerja dengan baik berada pada kisaran 6,8 dan 7,0. Dari grafik
tersebut dapat dilihat bahwa pH akan mempengaruhi kerja dari suatu enzim.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa pH mempengaruhi aktifitas suatu enzim seperti yang terjadi pada enzim
amilase dimana enzim amilase berkerja dengan baik pada pH 6,8 dan 7,0 atau pH
tersebut merupakan pH optimum dari enzim amilase, dan bekerja sangat buruk
pada pH 6,2 dan 5,8 karena pada kisaran tersebut aktivitas enzim ini terhambat.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Laboratorium
Untuk laboratorium sudah baik baik alat-alat dan bahan sudah lengkap,
Saran untuk laboratorium agar kedepannya fasilitasnya bisa lebih baik lagi.
5.2.2 Saran untuk Asisten
Untuk asisten biokim sudah cukup baik, dimana asisten maupun praktikan
sama-sama disiplin memakai baju lab di laboratorium, serta sebaiknya dalam
praktikum ini larutan dipanaskan dalam penangas karena suhu dalam inkubator
tak sepanas penangas sehingga membnutuhkan waktu yang lama untuk enzim
bereaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Akhdiya, A., 2003, Isolasi Bakteri Penghasil Enzim Protease Alkalin Termostabil (online), (http://repository. ipb .ac.id ), Buletin Plasma Nutfah, Vol: 9 (2), Hal: 38-44, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Campbell, N.A., dkk., 2010, Biologi jilid 1 Edisi Kedelapan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Ciornea, E., Vasile, G., dan Cojocaru, D., 2008, On The Influence Of The Temperature And pH Of The Incubation Medium On The Activity Of Total Amylase In Some Spontaneous And Cultivated poaceae, (online) (http://www.bio.uaic.ro), diakses pada tanggal 21 November 2013 pukul 20.22 WITA.
Fox, P.F., 1991, Food Enzymology Vol 2, Elsevier Applied Science, London.
Gaman, P.M. dan Sherrington K.B., 1994, Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Panga, Nutrisi dan Mikrobiologi, Universitas Gadjah Mada press, Yogyakarta.
Kusumaningtyas, R., 2011, Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Enzim (online), (http://mkusumaningtyas.blogspot.com), diakses pada tanggal 21 November 2013 pukul 20.13 WITA.
Lehninger, A.L., 1997, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Machfoedz, I., 2008, Gigi dan Mulut, Fitramaya, Yogyakarta.
Pine, S.H., dkk., 1988, Kimia Organik II, Penerbit ITB, Bandung.
Poedjiadi, A., 2005, Dasar-Dasar Biokimia, Universitas Indonesia, Jakarta.
Sebayang, F., 2005, Isolasi dan Pengujian Aktivitas Enzim -amilase dari Aspergillus niger dengan Menggunakan Media Campuran Onggok dan Dedak (online), (http://repository. usu.ac.id ), Jurnal Komunikasi Penelitian, Vol: 17 (5), Hal : 81-85, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tim Dosen Kimia, 2012, Kimia Dasar, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tranggono dan Sutardi, 1990, Biokimia dan Teknologi Pasca Panen, Gajah Mada university Press, Yogyakarta.