PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DISINFEKSIGLUTARALDEHID 2% DAN KLOROSILENOL 4,8%
PADA INSTRUMEN PENCABUTAN GIGI DIDEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN
MAKSILOFASIAL FKG USU PERIODEAPRIL – JUNI 2018
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
BERNARD
NIM : 140600143
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2018
Bernard
Perbandingan Efektivitas Disinfeksi Glutaraldehid 2% dan Klorosilenol 4,8%
Pada Instrumen Pencabutan Gigi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG
USU Periode April – Juni 2018
xxii + 51 halaman
Kontrol infeksi merupakan salah satu prosedur manajemen risiko yang efektif
dalam meningkatkan kualitas dan keamanan perawatan pada pasien serta kesehatan
dan keselamatan kerja operator. Disinfeksi merupakan salah satu tindakan kontrol
infeksi yang dilakukan dengan tujuan membunuh mikroorganisme yang terdapat pada
instrumen yang digunakan kembali, sehingga mencegah terjadinya infeksi silang
dalam klinik. Zat-zat yang dapat mematikan sel vegetatif tetapi belum tentu dapat
mematikan bentuk spora mikroorganisme disebut disinfektan. Disinfektan yang
sering digunakan dalam kedokteran gigi yaitu Glutaraldehid dan Klorosilenol.
Penelitian ini merupakan eksperimental dengan post-test only control group
design. Sampel yang digunakan berupa tang molar rahang bawah yang telah
digunakan dalam prosedur pencabutan gigi. Penelitian ini menggunakan 2 kelompok
sampel, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 18 instrumen. Pada kelompok
kontrol menggunakan larutan Klorosilenol 4,8% dan kelompok perlakuan
menggunakan larutan Glutaraldehid 2%. Instrumen direndam selama 1 jam untuk
kedua kelompok sampel, baik kelompok perlakukan maupun kelompok kontrol.
Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney setelah diuji
normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk. Hasil uji analisis menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara efektivitas disinfeksi instrumen pencabutan gigi
menggunakan larutan Glutaraldehid 2% dan Klorosilenol 4,8%.
Daftar rujukan: 38 (2007 – 2017)
Universitas Sumatera Utara
Faculty of Dentistry
Department of Oral Surgery and Maxillofacial
Year 2018
Bernard
Comparison of Effectiveness Disinfection of Glutaraldehyde 2% and
Chloroxylenol 4,8% on Tooth Extraction Instruments in Department of Oral Surgery
and Maxillofacial in April – June 2018.
xxii + 51 pages
Infection control is one of the risk management procedure which is effective
in improving the quality and safety of patient as well as the operator. Disinfection is
one of infection control procedure that aims to kill microorganisms found on the
reused instrument to prevent cross infection in the clinic. Chemical substances that
can kill vegetative cells but not necessarily kill the spores of a microorganisms called
a disinfectant. Disinfectant that often used in dentistry are Glutaraldehyde and
Chloroxylenol.
This is an experimental study with post-test only control group design. Lower
molar extraction forceps used as samples. In this study, sample were divided into 2
groups consisting of 18 instruments. Chloroxylenol 4,8% was used as control group
while Glutaraldehyde 2% was used as treatment group. Instrument soaked for 1 hour
both groups, treatment group and control group.
The results were statistically analyzed using Mann-Whitney test after the
normality of data tested with Shapiro-Wilk. The result of the analysis test showed a
significant difference between the effectiveness of disinfection of tooth extraction
instruments using Glutaraldehyde 2% and Chloroxylenol 4,8%.
References: 38 (2007 – 2017)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 8 Agustus 2018
TIM PENGUJI
KETUA : Indra Basar Siregar, drg., M.Kes
ANGGOTA : 1. Isnandar, drg., Sp.BM
2. Ahyar Riza, drg., Sp.BM
Universitas Sumatera Utara
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Perbandingan Efektivitas Disinfeksi Glutaraldehid 2% dan
Klorosilenol 4,8% pada Instrumen Pencabutan Gigi di Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial FKG USU Periode April – Juni 2018” yang merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga telah banyak mendapat bimbingan,
bantuan, motivasi, saran-saran serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah
Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.
3. Ahyar Riza, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, serta
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial Fakults Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas
bantuan dan motivasinya
5. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort(K)., dan Widi Prasetia, drg selaku dosen
pembimbing akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
selama menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.
6. Kepada keluarga yang senantiasa menyayangi, mendoakan, dan
mendukung penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
v
7. Mahasiswa kepaniteraan klinik yang telah banyak membantu dalam
melakukan penelitian di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG
USU.
8. Rekan satu dosen pembimbing penulis, Arisya, Evelin, Jasmine, Jeanie,
dan Khairunisah yang saling membantu dan memberikan masukan
terhadap tugas akhir.
9. Sahabat tercinta penulis, rekan mahasiswa FKG USU stambuk 2014 dan
rekan-rekan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG
USU yang tidak dapat saya ucapkan satu persatu yang telah membantu dan
memberikan semangat dan dukungan untuk penulis agar menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki
menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran, dan kritik membangun.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan hasil ini dapat memberikan manfaat
dan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas
Kedokteran Gigi khususnya Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.
Medan, 30 Juli 2018
Penulis
(Bernard)
NIM. 140600143
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI.......................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
DAFTAR ISI............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix
DAFTAR TABEL....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 11.2 Rumusan Masalah......................................................................... 31.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 31.4 Hipotesis ....................................................................................... 31.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi Gigi................................................................................ 52.2 Infeksi Silang dalam Kedokteran Gigi.......................................... 62.2.1 Jalur Penyebaran Infeksi ............................................................. 62.2.2 Klasifikasi Instrumen Kedokteran Gigi ...................................... 72.2.3 Kontrol Infeksi ............................................................................ 102.3 Disinfeksi dalam Kedokteran Gigi................................................ 112.3.1 Definisi Disinfeksi ...................................................................... 112.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kerja Disinfektan .......................... 122.3.3 Jenis-Jenis Disinfeksi.................................................................. 132.3.4 Metode Disinfeksi ....................................................................... 142.3.4.1 Metode Panas ........................................................................... 142.3.4.2 Metode Kimia .......................................................................... 152.3.5 Disinfektan dalam Kedokteran Gigi ........................................... 152.3.5.1 Alkohol .................................................................................... 152.3.5.2 Aldehid..................................................................................... 152.3.5.3 Bisguanid ................................................................................. 172.3.5.4 Senyawa Halogen..................................................................... 17
Universitas Sumatera Utara
vii
2.3.5.5 Fenol dan Derivatnya ............................................................... 172.3.5.5.1 Klorosilenol........................................................................... 182.4 Mikroorganisme dalam Kedokteran Gigi ..................................... 182.4.1 Streptococcus sp.......................................................................... 192.4.2 Staphylococcus sp. ...................................................................... 192.4.3 Lactobacillus sp. ......................................................................... 202.5 Infeksi Nosokomial ....................................................................... 202.5.1 Hepatitis ...................................................................................... 212.5.2 Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) ........................ 222.6 Kerangka Teori. ............................................................................ 232.7 Kerangka Konsep.......................................................................... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 253.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 253.2.1 Lokasi Penelitian......................................................................... 253.2.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 253.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 253.3.1 Populasi....................................................................................... 253.3.2 Sampel......................................................................................... 263.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ......................................................... 263.4.1 Kriteria Inklusi ............................................................................ 263.4.2 Kriteria Eksklusi ......................................................................... 263.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operational ................................ 263.6 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 283.6.1 Alat.............................................................................................. 283.6.2 Bahan .......................................................................................... 293.7 Prosedur Penelitian ........................................................................ 293.7.1 Prosedur Pengambilan Sampel ................................................... 293.7.2 Prosedur Pembuatan Media PCA................................................ 323.7.3 Prosedur Pembuatan Garam Fisiologis ....................................... 333.7.4 Sterilisasi Petri ............................................................................ 343.7.5 Pengenceran dan Persiapan Media.............................................. 353.7.6 Perhitungan Jumlah Mikroorganisme ......................................... 363.7.7 Pembuatan Biakan Murni ........................................................... 363.7.8 Pewarnaan dan Pengamatan Bakteri ........................................... 373.8 Alur Penelitian............................................................................... 383.9 Analisis Data.................................................................................. 393.10 Etika Penelitian ............................................................................ 39
BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................... 40
BAB 5 PEMBAHASAN............................................................................. 44
Universitas Sumatera Utara
viii
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan.................................................................................... 486.2 Saran .............................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Jalur penyebaran infeksi di klinik gigi .................................................. 7
2. Peralatan kritis....................................................................................... 8
3. Peralatan semikritis ............................................................................... 9
4. Peralatan nonkritis................................................................................. 9
5. Instrumen yang digunakan sebagai sampel........................................... 31
6. Tang direndam dalam larutan glutaraldehid 2% ................................... 31
7. Tang direndam dalam larutan klorosilenol 4,8% .................................. 32
8. Paruh tang direndam dalam larutan saline ............................................ 32
9. Wadah sampel ditutup rapat dan diberi label ........................................ 32
10. Pemanasan media Place Count Agar .................................................... 33
11. Penimbangan NaCl................................................................................ 34
12. Cawan petri dibungkus kertas ............................................................... 34
13. Sterilisasi cawan petri dengan autoklaf................................................. 34
14. Pengenceran sampel .............................................................................. 35
15. Tabung diforteks agar larutan homogen ............................................... 35
16. Sampel sebanyak 1ml di plating ke media PCA................................... 36
17. Cawan petri dibungkus plastic wrap dan diberi label........................... 36
18. Dari biakan murni sampel diambil dengan ose steril ............................ 37
19. Diberi zat warna kristal violet ............................................................... 37
20. Dibilas dengan aseton alkohol .............................................................. 37
21. Diberi zat warna safranin ...................................................................... 37
22. Koloni bakteri pada tang molar rahang bawah setelah didisinfeksi
dengan larutan glutaraldehid (A) dan larutan klorosilenol (B) ............. 40
23. Bakteri gram negatif setelah dilakukan pewarnaan bakteri .................. 47
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR TABEL
Gambar Halaman
1. Jumlah koloni bakteri setelah didisinfeksi dengan larutan glutaraldehid
2% ......................................................................................................... 41
2. Jumlah koloni bakteri setelah didisinfeksi dengan larutan klorosilenol
4,8% ...................................................................................................... 42
3. Rata-rata jumlah bakteri dari kedua kelompok perlakuan .................... 42
4. Hasil perhitungan uji normalitas dan signifikan data antara dua
kelompok perlakuan .............................................................................. 43
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Daftar Riwayat Hidup ..................................................................... xii
2. Biaya Penelitian .............................................................................. xiii
3. Jadwal Kegiatan .............................................................................. xiv
4. Surat Izin Penelitian ........................................................................ xv
5. Ethical Clearance............................................................................ xvi
6. Gambar Jumlah Koloni Bakteri pada PCA ..................................... xvii
7. Hasil Uji Total Plate Count dan Pewarnaan Gram ......................... xxi
8. Tabel Hasil Perhitungan Statistik.................................................... xxii
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pencabutan atau ekstraksi gigi merupakan salah satu upaya kuratif yang
banyak dilakukan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi penyakit gigi dan mulut
secara nasional sebesar 25,9%, indeks DMF-T masyarakat Indonesia secara nasional
sebesar 4,6 dengan komponen terbesar adalah gigi yang dicabut (missing) yaitu
sebesar 2,9. Di Sumatera Utara indeks DMF-T mencapai 3,6 dengan komponen
terbesar pada missing yaitu sebesar 2,3. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata
penduduk Indonesia mempunyai 3 gigi yang sudah dicabut atau menjadi indikasi
pencabutan gigi.1,2
Dalam menjalankan profesinya, dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan
untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme
dalam darah dan saliva penderita.3 Menurut American Dental Association (ADA),
diperkirakan dokter gigi dan pasien mungkin terpapar oleh sekitar 40 jenis penyakit
menular saat melakukan prosedur perawatan rutin.4 Tindakan ekstraksi gigi juga
merupakan salah satu jenis tindakan yang memiliki risiko tinggi dalam penularan
infeksi. Banyak pasien dan tenaga medis di kedokteran gigi yang beresiko untuk
tertular mikroorganisme patogen termasuk cytomegalovirus (CMV), HBV, HCV,
herpes simplex virus tipe 1 dan 2, HIV, Mycobacterium tuberculosis,
staphylococcus, streptococcus, serta berbagai macam virus, bakteri yang
berkolonisasi serta menginfeksi rongga mulut dan saluran pernafasan.1,3
Infeksi silang adalah masalah utama dalam kedokteran gigi. Kedokteran gigi
merupakan salah satu bidang yang rawan untuk terjadinya infeksi silang antara
pasien-dokter gigi, pasien-pasien dan pasien-perawat.5 Bidang kerja kedokteran gigi
Universitas Sumatera Utara
2
yang tidak lepas dari kemungkinan untuk berkontak langsung atau tidak langsung
dengan mikroorganisme dalam rongga mulut pasien, menyebabkan pengendalian
infeksi dibutuhkan dalam berbagai tindakan perawatan di bidang kedokteran gigi
termasuk tindakan ekstraksi gigi.1
Adanya penyakit infeksi yang disebabkan mikroorganisme menimbulkan
keinginan manusia untuk meneliti dan berusaha mencegah atau mengurangi angka
kejadiannya, salah satu cara yang dikembangkan adalah melalui prosedur sterilisasi
dan disinfeksi. Melalui prosedur ini diharapkan mikroorganisme yang terdapat pada
alat-alat kedokteran gigi yang digunakan dapat dihilangkan atau diminimalkan
jumlahnya, sehingga hal ini dapat menjadi salah satu usaha pencegahan infeksi silang
di bidang medis.6
Semua pasien yang terinfeksi tidak dapat dengan mudah diidentifikasi,
maka pencegahan secara rutin harus tetap dilakukan. Tindakan kontrol infeksi rutin
dapat dilakukan untuk membatasi atau mengurangi kontaminasi silang seperti
mencuci tangan rutin / bedah, menggunakan penutup kepala, masker, sarung tangan,
kacamata pelindung, melakukan vaksinasi, menggunakan alat sekali pakai dan
mensterilisasi atau mendisinfeksi instrumen yang digunakan kembali. Disinfeksi
dibagi menjadi tiga golongan yaitu disinfeksi tingkat tinggi, tingkat menengah dan
tingkat rendah. Disinfeksi tingkat tinggi dapat membunuh seluruh mikroorganisme,
kecuali spora. Glutaraldehid termasuk kedalam disinfeksi tingkat tinggi, sedangkan
klorosilenol termasuk disinfektan tingkat menengah. Pembersihan instrumen harus
selalu dilakukan dengan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi.7
Penelitian yang dilakukan oleh Ganavadiya et al tahun 2014 mengenai
efektivitas tiga jenis disinfektan yaitu glutaraldehid, hidrogen peroksida dan etil
alkohol menunjukkan hidrogen peroksida memiliki efektivitas paling baik setelah
autoklaf, kemudian diikuti oleh glutaraldehid.8 Penelitian lain yang dilakukan oleh
Almeida et al tahun 2012 mengenai evaluasi metode disinfeksi terhadap orthodontic
pliers menunjukkan bahwa hanya perendaman dalam larutan glutaraldehid 2% yang
mampu mendekontaminasi semua pliers dan secara statistik lebih unggul dari metode
lainnya, menggunakan sikat, sabun,air dan pengolesan dengan kapas yang direndam
Universitas Sumatera Utara
3
dalam etil alkohol 70%.4 Penelitian yang dilakukan Ochie K dan Ohagwu CC tahun
2009 menunjukkan bahwa natrium hipoklorit 3,5% paling efektif dalam
mendisinfeksi peralatan dan aksesoris x-ray diikuti oleh methylated spirit dan
klorosilenol 4,8% serta diklorosilenol 2%.9
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU memiliki tenaga
kesehatan dokter gigi spesialis, dokter gigi umum dan mahasiswa kepaniteraan
klinik. Instrumen yang digunakan merupakan alat yang dipakai berulang kali.
Sebagai suatu tindakan kontrol infeksi, alat-alat tersebut harus didisinfeksi sebagai
prosedur standard precaution setiap selesai digunakan. Berdasarkan uraian di atas,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbandingan efektivitas
disinfeksi dengan larutan glutaraldehid dan klorosilenol pada instrumen pencabutan
gigi di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode April – Juni 2018.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penilitian ini adalah: Apakah
ada perbandingan efektivitas disinfeksi dengan menggunakan larutan gluataraldehid
dan klorosilenol pada instrumen pencabutan gigi yang digunakan di Departemen
Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU periode April – Juni 2018.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui
perbedaan efektivitas disinfeksi menggunakan larutan glutaraldehid dan klorosilenol
melalui perbedaan jumlah kolonisasi bakteri pada instrumen pencabutan gigi setelah
dilakukan disinfeksi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU
periode April – Juni 2018.
1.4. Hipotesis
Ho: Tidak ada perbedaan efektivitas disinfeksi instrumen pencabutan gigi
menggunakan larutan glutaraldehid 2% dan klorosilenol 4,8% terhadap jumlah
kolonisasi bakteri pada instrumen.
Universitas Sumatera Utara
4
Ha: Ada perbedaan efektivitas disinfeksi instrumen pencabutan gigi
menggunakan larutan glutaraldehid 2% dan klorosilenol 4,8% terhadap jumlah
kolonisasi bakteri pada instrumen.
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui perbedaan efektivitas disinfeksi instrumen pencabutan
gigi menggunakan larutan glutaraldehid 2% dan klorosilenol 4.8% pada instrumen
pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU, maka
diharapkan :
1. Hasil penelitian dapat memberi informasi dan sumbangan ilmu
pengetahuan khususnya kepada Departemen Bedah Mulut FKG USU mengenai
efektivitas disinfeksi menggunakan larutan glutaraldehid 2% dan klorosilenol 4.8%
pada instrumen pencabutan gigi.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti,
dokter gigi dan instansi lainnya berkaitan dengan berbagai macam teknik disinfeksi
pada alat pencabutan gigi sebagai usaha pencegahan infeksi silang.
3. Dapat memberikan manfaat perlindungan bagi pasien dan tenaga kerja
medis untuk mencegah terjadinya infeksi silang.
4. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain.
Universitas Sumatera Utara
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi Gigi
Eksodonsia merupakan cabang dari ilmu kedokteran gigi yang berhubungan
dengan proses pencabutan gigi. Ekstraksi gigi adalah suatu tindakan bedah yang
bertujuan untuk melepaskan gigi dari soketnya karena gigi tidak dapat dipertahankan
lagi dalam rongga mulut. Ekstraksi gigi adalah suatu prosedur yang
mengkombinasikan prinsip-prinsip bedah, prinsip dasar fisika dan mekanis. Apabila
ketiga prinsip ini diterapkan dengan benar saat melakukan ekstraksi gigi, maka gigi
dapat dikeluarkan dari tulang alveolar dengan baik tanpa perlu kekuatan yang besar
atau kekuatan yang tidak diinginkan dari operator. Menurut Jeffrey dan Howe,
ekstraksi gigi yang ideal dapat diartikan sebagai proses pencabutan gigi atau akar
gigi secara utuh tanpa rasa sakit dengan trauma seminimal mungkin pada jaringan
sekitarnya, sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan
meminimalisasi masalah prostetik paska-bedah.10,11
Prosedur ekstraksi gigi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu:12
1. Tahap pertama adalah memisahkan gigi dari jaringan lunak sekitarnya dengan
menggunakan desmotom atau bein. Gigi anterior dipisahkan dari jaringan
sekitarnya menggunakan desmotom lurus, sedangkan untuk gigi posterior
menggunakan desmotom yang melengkung.
2. Tahap kedua adalah mengambil atau mengangkat gigi dari soket menggunakan
tang atau bein. Setiap ekstraksi gigi harus menggunakan tang yang sesuai untuk
proses ekstraksi gigi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
6
2.2 Infeksi Silang dalam Kedokteran Gigi
Infeksi terjadi ketika mikroorganisme patogen mendapatkan jalan masuk ke
dalam jaringan tubuh. Mikroorganisme utama yang terlibat dalam transmisi suatu
penyakit antara lain berupa bakteri, virus, jamur dan protozoa yang tidak dapat
dilihat secara kasat mata. Infeksi silang adalah suatu infeksi yang ditularkan antar
individu yang terinfeksi dengan mikroorganisme patogen yang berlainan. Pada
lingkungan kedokteran gigi bedah, kejadian ini dapat terjadi melalui kontak langsung
maupun kontak tidak langsung. Infeksi silang dapat terjadi melalui jalur sebagai
berikut yaitu antar pasien, dokter gigi beserta staf, instrumen dan udara.
Mikroorganisme banyak sekali terdapat di rumah sakit atau klinik, karena disanalah
pusat orang sakit yang mungkin membawa mikroorganisme yang membahayakan.
Rumah sakit sebagai unit pelayanan medis tentu tak lepas dari pengobatan dan
perawatan bagi pasien penderita infeksi, dengan kemungkinan mikroorganisme
sebagai penyebabnya.13,14
2.2.1 Jalur Penyebaran Infeksi
Mikroorganisme dapat dilepaskan dari mulut secara alami selama proses
perawatan seperti pada waktu batuk, bersin dan berbicara. Penyebaran
mikroorganisme dapat juga terjadi secara tidak langsung, misalnya disebarkan
melalui media yang terkontaminasi seperti tangan operator, alat kedokteran gigi,
jarum, tang dan lain sebagainya.15 Apabila tindakan kontrol infeksi tidak dilakukan,
maka akan terjadi penularan infeksi melalui jalur penyebaran mikroorganisme
sebagai berikut (Gambar 1): 13,15
1. Kontak langsung: Menyentuh langsung jaringan lunak atau lesi infeksi, darah,
saliva atau muntahan dari pasien yang terinfeksi dimana mikroorganisme
langsung masuk atau penetrasi ke dalam tubuh operator melalui luka kecil pada
kulit, membran mukosa atau sekitar jari-jari tangan operator.
2. Kontak tidak langsung: Mikroorganisme masuk kedalam tubuh melalui media
atau objek perantara yang terkontaminasi membawa mikroorganisme patogen
yang berasal dari darah atau saliva pasien, contohnya cedera inokulasi yang
Universitas Sumatera Utara
7
disebabkan oleh instrumen yang terkontaminasi / tidak disterilisasi dengan baik
setelah digunakan.
3. Percikan: Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaringeal dalam bentuk
spatter dan aerosol yang dihasilkan dari prosedur perawatan yang
menggunakan handpiece, skeler ultrasonik dan semprotan air.
2.2.2 Klasifikasi Instrumen Kedokteran Gigi
Untuk menentukan tingkat sterilisasi/disinfeksi yang layak, maka alat-alat
digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya sebagai berikut:
1. Peralatan Kritis
Alat-alat yang berkontak langsung dengan daerah steril pada tubuh yaitu
semua struktur atau jaringan yang tertutup kulit atau mukosa, karena semua ini
mudah terserang infeksi. Peralatan kritis harus steril sebelum digunakan atau
merupakan peralatan sekali pakai. Termasuk kategori ini yaitu tang pencabutan gigi,
elevator, flep retraktor, handpiece dan bur, jarum suntik, skalpel, jarum jahit dan
peralatan implantasi (Gambar 2). 5,16
Gambar 1. Jalur penyebaran infeksi di klinik gigi.15
Universitas Sumatera Utara
8
Apabila memungkinkan sebaiknya peralatan disterilisasi dengan autoklaf.
Peralatan kritikal harus segera digunakan setelah disterilisasi atau dikemas setelah
disterilisasi dan tetap berada dalam kemasan hingga digunakan. Apabila penggunaan
autoklaf tidak memungkinkan, disinfeksi yang sangat baik dapat dicapai dengan
menggunakan bahan kimia yang terdaftar pada US Environmental Protection Agency
(EPA). 5,16
Gambar 2. Peralatan Kritis.36
2. Peralatan Semikritis
Alat-alat yang bisa bersentuhan tetapi sebenarnya tidak dipergunakan untuk
penetrasi ke membran mukosa mulut. Peralatan semikritis yang terkontaminasi
tersebut tidak membawa kontaminan ke daerah steril di dalam tubuh. Kaca mulut dan
instrumen diagnostik, instrumen restorasi, probe dan sendok cetak termasuk ke
dalam kategori ini (Gambar 3). 5,16
Instrumen harus tetap disterilisasi bila memungkinkan atau dilapisi
pelindung apabila instrumen tidak dapat disterilisasi. Setelah disterilisasi /
didisinfeksi peralatan semikritis harus disimpan dalam kemasan dan disimpan dalam
lemari tetutup atau lemari khusus instrumen untuk mencegah instrumen
terkontaminasi kembali. Instrumen harus disterilkan setiap selesai digunakan atau
merupakan peralatan sekali pakai. 5,16
Universitas Sumatera Utara
9
Gambar 3. Peralatan Semikritis.36
3. Peralatan Nonkritis
Peralatan yang biasanya tidak berkontak dengan membran mukosa. Ini
meliputi alat pengukur tekanan darah, stetoskop, busur wajah, dappen dish, kacamata
pelindung, pengontrol posisi kursi, kran yang dioperasikan dengan tangan, dan
pengontrol kotak untuk melihat gambar sinar-X (Gambar 3). 5,16
Secara umum, pembersihan menggunakan air dan sabun sudah cukup.
Apabila terkontaminasi dengan darah dan/ atau saliva, maka alat harus dilap dengan
handuk pengisap kemudian didisinfeksi dengan larutan anti-kuman yang cocok,
misalnya clorox atau natrium hipoklorit, penggunaan natrium hipoklorit harus hati-
hati karena bersifat korosif terhadap logam. 5,16
Gambar 4. Peralatan Nonkritis.
Universitas Sumatera Utara
10
Dekontaminasi diperlukan untuk meminimalisasi risiko terhadap infeksi
silang antara pasien dengan pasien atau operator. Terdapat beberapa cara untuk
dekontaminasi alat-alat bekas pakai yaitu:17
1. Sterilisasi adalah proses membunuh dan menghilangkan semua
mikroorganisme dan spora dalam suatu material atau objek dengan metode
steam, fisis, khemis maupun mekanis.
2. Disinfeksi yaitu proses membunuh atau menghilangkan sel-sel vegetatif yang
menyebabkan infeksi namun tidak mematikan sporanya baik secara fisis
maupun khemis.
3. Antiseptis yaitu merupakan cara pengaplikasian bahan kimia secara eksternal
pada permukaan benda hidup (kulit atau mukosa) untuk menghancurkan
mikroorganisme atau menghambat pertumbuhannya, oleh karena itu semua
agen antiseptik dapat digunakan untuk disinfeksi, tetapi tidak semua disinfektan
dapat digunakan sebagai antiseptik karena toksisitasnya.
Alat-alat yang umum digunakan pada suatu proses ekstraksi gigi adalah tiga
serangkai (sonde, pinset dan kaca mulut), bein, tang, karpul dan jarum suntik. Bein
merupakan salah satu alat yang berperan penting dalam prosedur ekstraksi gigi. Alat
ini digunakan untuk melonggarkan gigi dari soket pada tulang sekitarnya, sehingga
memudahkan pengangkatan gigi dengan tang dan juga mencegah terjadinya retaknya
mahkota, akar dan tulang.11 Sebagian besar alat yang digunakan pada proses
ekstraksi gigi digolongkan dalam peralatan kritis, dimana disarankan untuk
mensterilisasi alat dengan autoklaf setelah digunakan. Apabila tidak memungkinkan,
maka disinfeksi tingkat tinggi dapat dilakukan sebagai upaya kontrol infeksi.
2.2.3 Kontrol Infeksi
Kontrol infeksi merupakan salah satu bagian terpenting dalam prosedur
manajemen risiko yang efektif dalam meningkatkan kualitas dan keamanan
perawatan pada pasien serta kesehatan dan keselamatan kerja operator.13 Kontrol
infeksi dalam kedokteran gigi bertujuan untuk mencegah transmisi dari penyakit
infeksius dan berdasarkan asumsi bahwa semua pasien berpotensi infeksius.18
Universitas Sumatera Utara
11
Tenaga kesehatan dalam bidang kedokteran gigi diharapkan selalu mengasumsikan
bahwa setiap pasien yang datang berpotensi membawa suatu infeksi.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kontrol infeksi
yang efektif antara lain:5,18
1. Evaluasi pasien melalui riwayat kesehatan dan kesehatan gigi dengan teliti
sebelum melakukan perawatan adalah kewajiban dan diperbaharui pada setiap
kunjungan.
2. Kebersihan pribadi dengan mencuci tangan dengan sabun cair antimikrobial,
menutup luka yang terbuka, berambut pendek atau diikat, kuku harus bersih
dan tidak boleh panjang serta melepaskan perhiasan yang ada pada tangan atau
pergelangan.
3. Proteksi diri mengenakan sarung tangan baru untuk setiap pasien, sarung
tangan steril untuk pembedahan, menggunakan jubah pelindung yang diganti
setiap harinya dan tidak melebihi siku agar tangan dapat dicuci sampai ke siku,
menggunakan pelindung mata dan muka serta penggunaan rubber dam untuk
meminimalisasi aerosol.
4. Sterilisasi dan disinfeksi instrumen, material dan permukaan sesuai dengan
pedoman yang berlaku dan membuang sampah klinis sesuai dengan pedoman
yang berlaku.
5. Imunisasi sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam bidang kedokteran
gigi seperti vaksin hepatitis B, campak, herpes dan vaksin-vaksin lainnya.
Oleh karena kebanyakan pasien kedokteran gigi tidak menimbulkan gejala
infeksi dan tidak menyadari bahwa dirinya infeksius, maka disarankan untuk
merawat semua pasien dengan tindakan pencegahan yang sama yang kita kenal
sebagain standard or universal precautions.19
2.3 Disinfeksi dalam Kedokteran Gigi
2.3.1 Definisi Disinfeksi
Pada prinsipnya sterilisasi di kedokteran gigi disesuaikan dengan alat atau
bahan yang disterilkan. Sterilisasi merupakan metode yang paling aman dan efektif
Universitas Sumatera Utara
12
dalam pemrosesan alat, tetapi peralatan sterilisasi sering tidak tersedia. Dalam
keadaan ini, disinfeksi tingkat tinggi merupakan alternatif yang dapat diterima.15,20
Disinfeksi adalah proses menghancurkan sel-sel vegetatif yang
menyebabkan infeksi namun tidak mematikan sporanya. Zat kimia yang dapat
mematikan sel vegetatif tetapi belum tentu dapat mematikan bentuk-bentuk spora
mikroorganisme penyebab penyakit dikenal dengan nama disinfektan. Disinfektan
digunakan terhadap benda mati, tidak bisa digunakan pada benda hidup karena dapat
menyebabkan korosi atau iritasi kulit. Disinfektan yang paling baik adalah yang
bersifat tuberkolosidal dan virusidal.15
Sifat disinfektan yang ideal, antara lain:15
a) Spektrum luas
b) Bekerjanya cepat
c) Tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik
d) Tidak toksik
e) Kecocokan permukaan
f) Tidak mempunyai efek sisa pada permukaan yang didisinfeksi
g) Mudah penggunaanya
h) Tidak berbau
i) Ekonomis
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kerja Disinfektan
Efisiensi dari cairan disinfektan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,
meliputi:21
1. Konsentrasi Zat Kimia
Konsentrasi zat kimia mempunyai efek terhadap kecepatan saat membunuh
/ menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Semakin tinggi konsentrasi zat kimia
maka semakin cepat mikroorganisme akan terbunuh. Konsentrasi dari suatu zat kimia
tidak boleh ditentukan semaunya, tetapi harus mempertimbangkan efek toksik
terhadap jaringan lunak dan efek yang merusak benda mati yang akan didisinfeksi.
Universitas Sumatera Utara
13
2. Waktu Paparan
Semua mikroorganisme tidak dapat dibunuh dalam waktu yang sama.
Mikroorganisme yang sensitif akan lebih cepat terbunuh dibanding mikroorganisme
yang resisten. Semakin lama waktu paparan zat terhadap objek yang akan
didisinfeksi, maka efek antimikrobialnya akan lebih besar, akan tetapi operator harus
mempertimbangkan toksiksistas dan pengaruhnya terhadap lingkungan kerja sekitar.
3. Spesies Mikroorganisme
Spesies mikroorganisme menunjukkan kerentanan yang berbeda-beda
terhadap bahan kimia. Spora bakteri merupakan jenis mikrooganisme yang paling
sukar dibunuh atau resisten. Ada atau tidak adanya kapsul, sifat keasaman pada
mikroorganisme, dan proses metabolisme mikroorganisme juga mempengaruhi
efektivitas dari suatu disinfektan.
4. Keadaan Lingkungan
Keadaan lingkungan yang mempengaruhi efektivitas suatu disinfektan,
yaitu suhu, derajat keasaman (pH) dan efek dari bahan / unsur organik.
2.3.3 Jenis-Jenis Disinfeksi
Disinfeksi dibagai menjadi 3 kelompok berdasarkan aktivitas
antimikrobialnya, antara lain:8,22
a) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Disinfeksi tingkat tinggi mampu membunuh seluruh mikroorganisme
terkecuali spora dalam jumlah yang banyak. Disinfeksi tingkat tinggi disarankan
untuk instrumen yang tidak tahan panas dan disarankan untuk peralatan semikritis
dengan metode panas (pasteurisasi) atau perendaman. Disinfektan yang digunakan
adalah glutaraldehid, ortho-phthaladehyde, kombinasi glutaraldehid dengan fenol /
isopropanol, hidrogen peroksida dan golongan klorin.
b) Disinfeksi Tingkat Menengah
Disinfeksi tingkat menengah mampu membunuh bakteri vegetatif,
mycobacteria, sebagian besar virus dan jamur, tetapi tidak membunuh spora.
Disinfeksi tingkat menengah disarankan untuk peralatan nonkritis dan permukaan
Universitas Sumatera Utara
14
yang terkontaminasi darah. Disinfektan yang digunakan adalah produk berbahan
dasar klorin, golongan fenol dan hidrogen peroksida.
c) Disinfeksi Tingkat Rendah
Disinfeksi tingkat rendah hanya mampu membunuh bakteri vegetatif,
sebagian jamur dan virus, tetapi tidak membunuh mycobacteria dan spora. Disinfeksi
tingkat rendah disarankan untuk peralatan nonkritis dan permukaan yang tidak
terkontaminasi darah. Disinfektan yang digunakan adalah produk berbahan dasar
klorin, golongan fenol, hidrogen peroksida, ammonium kuarterner dan alkohol (70%-
90%).
2.3.4 Metode Disinfeksi
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah proses untuk membunuh semua
mikroorganisme, sebagian dari spora bakteri terbunuh. Metode disinfeksi terdiri dari
metode panas dan metode kimia.20
2.3.4.1 Metode Panas
Metode panas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:17,20
1. Pasteurisasi
Suatu cara disinfeksi dengan pemanasan untuk pertama kalinya dilakukan
oleh Pasteur. Dalam proses pasteurisasi hanyalah membunuh bakteri patogen dan
bakteri penyebab busuk. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit. Proses ini
umumnya digunakan untuk mencegah susu dari kontaminasi M. tuberculosis,
Campylobacter dan bakteri patogen lainnya.
2. Merebus dalam Air Mendidih
Proses ini tidak dapat membunuh endospora bakteri sehingga tidak dapat
mencapai keadaan steril. Lama waktu perebusan yang baik adalah 20 menit atau
dengan penjenuhan dengan jumlah besar disinfektan selama 30 menit misalnya
dengan menggunakan glutaraldehid atau H2O2. Cara ini tidak adekuat untuk
mensterilisasi alat kedokteran gigi.
Universitas Sumatera Utara
15
2.3.4.2 Metode Kimia
Salah satu tindakan pencegahan yang digunakan adalah dengan
menggunakan bahan-bahan kimia berupa cairan disinfektan. Bahan-bahan kimia
yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah golongan aldehid
seperti glutaraldehid dan formaldehid, golongan halogen seperti yodium, klor sampai
dengan molekul organik kompleks seperti senyawa ammonium kuartener.15
Prosedur kerja disinfeksi secara kimia adalah sebagai berikut:15
1. Alat-alat yang telah didekontaminasi dan dicuci lalu dikeringkan.
2. Rendam alat dalam larutan kimia, lamanya perendaman tergantung pada
instruksi dari pabrik.
3. Bilas alat yang sudah dikeluarkan dari rendaman disinfektan dengan aquades
steril sampai larutan kimianya hilang.
4. Keringkan dengan handuk steril.
2.3.5 Disinfektan dalam Kedokteran Gigi
2.3.5.1 Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol 70% dalam air berguna untuk tindakan
asepsis kulit sebelum prosedur penyuntikan dan cuci tangan bedah dengan brush.
Kombinasi alkohol dengan aldehid dapat digunakan sebagai disinfeksi permukaan
dalam bidang kedokteran gigi. Penguapan yang berlangsung cepat dari permukaan
yang didisinfeksi akan membatasi aktivitas alkohol terhadap bakteri yang
diselubungi protein dan virus. Kendala lain dari penggunaan alkohol meliputi sifat
mengorosi permukaan logam, kurangnya aktivitas sporisidal, mudah terbakar dan
dapat merusak bahan-bahan tertentu seperti plastik dan penutup vinil.15
2.3.5.2 Aldehid
Glutaraldehid merupakan disinfektan yang paling popular digunakan dalam
bidang kedokteran gigi di beberapa wilayah, dan dilarang di sebagian wilayah.
Mekanisme kerja aldehid adalah memecah ikatan hidrogen dan medenaturasi protein.
Senyawa aldehid yang dikenal ada 2, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
16
a) Glutaraldehid
Glutaraldehid merupakan zat disinfektan tingkat tinggi yang paling banyak
digunakan dalam mendisinfeksi endoskopi. Aktivitas biosida glutaraldehid
merupakan konsekuensi dari alkilasi sulfhidril, hidroksil, karboksil dan gugus amino,
yang mengubah RNA, DNA dan sintesis protein dalam mikroorganisme.
Berdasarkan data penelitian, disinfeksi tingkat tinggi dapat dicapai dengan
pemaparan minimal 20 menit pada suhu ruang (20oC) untuk konsentrasi
glutaraldehid 2% yang merupakan konsentrasi minimal untuk disinfeksi tingkat
tinggi.31
Glutaraldehid telah digunakan selama 30 tahun di dunia kesehatan, salah
satu kelebihan glutaraldehid yaitu aktivitas antimikrobial yang sangat baik, efektif
terhadap sel vegetatif bakteri, jamur, spora, virus serta M. tuberculosis. Keunggulan
lainnya yaitu murah, tidak korosif terhadap metal, karet, dan plastik, tidak bersifat
karsinogen, beberapa produk yang tergolong disinfektan tingkat tinggi memerlukan
waktu yang lebih singkat, tetapi suhu yang lebih tinggi. Larutan ini digunakan untuk
mensterilkan peralatan medis, tetapi membutuh waktu yang lama untuk mencapai
keadaan steril. Bahan ini merupakan bahan alternatif sebagai sterilisator perendam,
untuk benda-benda yang tidak tahan panas. Metode ini juga dikenal dengan sterilisasi
dingin.15,31
Glutaraldehid juga memiliki beberapa kekurangan seperti paparan
glutaraldehid mungkin menyebabkan iritasi kulit atau dermatitis, iritasi membran
mukosa (hidung, mata, mulut), atau gejala paru (epistaksis, rinitis, asma) terhadap
tenaga kesehatan yang terpapar larutan glutaraldehid. Glutaraldehid juga dapat
menyebabkan mual, muntah dan kolitis, memiliki bau yang menyengat, aktifitas
mikobakterial yang lambat, dan dapat membentuk biofilm. Kekurangan dari
glutaraldehid dapat diatasi dengan menggunakan pelindung yang sesuai (sarung
tangan berbahan nitril atau butyl) untuk tenaga kesehatan dan apabila kulit terpapar
oleh glutaraldehid maka harus dicuci selama 15-20 menit serta membuat ventilasi
ruangan yang adekuat sesuai dengan AAMI(2010) dan OSHA(2006).31
Universitas Sumatera Utara
17
b) Formaldehid
Persenyawaan ini berbentuk gas, keadaan stabil hanya pada konsentrasi
tinggi dan suhu yang tinggi. Formaldehid diperdagangkan dalam bentuk larutan
bernama formalin, yang memiliki aktivitas antimikrobial yang sangat tinggi.
Kekurangan dari formaldehid adalah menyebabkan iritasi pada kulit dan uapnya
berbahaya.15
2.3.5.3 Bisguanid
Klorheksidin merupakan salah satu contoh disinfektan golongan bisguanid
yang secara luas digunakan di kedokteran gigi sebagai disinfektan. Klorheksidin
digunakan sebagai cairan pencuci tangan (0,4%), obat kumur (0,2%) dan sebagai
disinfektan (2%). Mekanisme kerja klorheksidin adalah dengan merusak
permeabilitas dari dinding sel bakteri sehingga terjadi kebocoran dan isi sel keluar
dari sel sehingga mati.15
2.3.5.4 Senyawa Halogen
Golongan halogen beranggotakan unsur-unsur fluor, klor, brom dan
yodium. Klor dan yodium paling luas penggunaannya sebagai antimikrobial.
Keduanya membunuh sel karena mengoksidasi protein yang akan merusak membran
dan mengaktifkan enzim-enzim. Hipoklorit dan povidon-iodin adalah agen
pengoksidasi yang mekanisme kerjanya melepaskan ion halide. Bahan ini murah dan
efektif penggunaannya akan tetapi bersifat mudah mengorosi bahan logam dan
mudah dinonaktifkan oleh bahan organik.15,17
2.3.5.5 Fenol dan Derivatnya
Disinfektan bahan fenol yang digunakan dalam kedokteran gigi bersifat
bening dan mudah larut. Fenol tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan pada
keadaan terkontaminasi berat karena tidak mudah dinonaktifkan oleh bahan organik.
Golongan fenol memiliki aktivitas virusidal dan sporisidal yang kurang baik.
Penambahan halogen seperti klorin akan meningkatkan aktivitas dari senyawa fenol.
Universitas Sumatera Utara
18
Klorosilenol merupakan bahan yang tidak iritan dan digunakan secara luas sebagai
antiseptik. 17
2.3.5.5.1 Klorosilenol
Klorosilenol merupakan golongan fenol dengan penambahan klorin dan
juga merupakan salah satu zat kimia yang luas penggunaanya dalam keseharian dan
dalam bidang medis digunakan sebagai antiseptik kulit, disinfeksi peralatan-peralatan
medis serta permukaan dan lingkungan. Pre-cleaning dilakukan sebelum melakukan
disinfeksi dengan klorosilenol dapat mengurangi banyak jumlah koloni bakteri pada
kulit maupun permukaan alat. Sifat antimikroba dari klorosilenol telah banyak
diteliti, dan hasil penelitian Mahmood dan Doughari tahun 2008, klorosilenol
menunjukkan sifat antimikroba yang sangat baik dibuktikan dari efektivitasnya
dalam membunuh mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial apabila prosedur
disinfeksi dilakukan sesuai petujuk pabrik. Pada penelitian ini juga menyatakan
bahwa tidak ada subpopulasi yang resisten terhadap larutan klorosilenol dalam kultur
yang diuji.17,29
2.4 Mikroorganisme dalam Kedokteran Gigi
Flora normal adalah suatu populasi mikroorganisme yang menghuni pada
permukaan kulit dan membran mukosa seorang manusia yang sehat dan normal.
Flora normal ini tumbuh di banyak tempat dalam tubuh manusia terutama rongga
mulut, tetapi tidak menimbulkan infeksi bila ekologi rongga mulut stabil. Kulit dan
membran mukosa sering menjadi tempat bagi bermacam-macam mikroorganisme
dan diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu flora residen (flora yang menetap)
dan flora transien (flora sementara).20
Flora normal dalam rongga mulut terdiri dari Streptococcus sp,
Staphylococcus sp. dan Lactobacillus sp. Meskipun sebagai flora normal dalam
keadaan tertentu bakteri-bakteri tersebut bisa berubah menjadi patogen karena
adanya faktor predisposisi yaitu kebersihan rongga mulut.7
Universitas Sumatera Utara
19
2.4.1 Streptococcus sp.
Streptococcus adalah bakteri gram positif yang bersifat aerob dan anaerob
fakultatif, katalase negatif dengan ciri khas kelompok berpasangan atau berbentuk
rantai selama pertumbuhannya. Streptococcus merupakan flora normal yang ada
pada manusia dan binatang memiliki sifat tidak bergerak, tidak membentuk spora,
berbentuk bulat atau oval dan memiliki kapsul asam hialuronat. Mereka juga bersifat
sangat kritis sehingga memerlukan media yang diperkaya, seperti blood agar untuk
pertumbuhannya.23,24
Streptococcus viridans adalah anggota flora normal yang paling umum
ditemukan pada saluran napas atas dan keberadaannya penting untuk kesehatan
membran mukosa. Mereka dapat mencapai aliran darah akibat trauma dan
merupakan penyebab utama endokarditis pada katup jantung abnormal. Beberapa
streptococcus viridans (misalnya S.mutans) mensintesis polisakarida besar, seperti
dekstran atau levan, dari sukrosa dan berperan penting pada terbentuknya karies
dentin.23,24
2.4.2 Staphylococcus sp.
Staphylococcus adalah bakteri gram positif dengan ciri khas tersusun dalam
kelompok ireguler seperti anggur dan bersifat aerob dan anaerob fakultatif, katalase
positif dan oksidase negatif. Organisme ini mudah tumbuh pada banyak jenis
medium dan aktif secara metabolis, memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan
pigmen yang bervariasi dari putih samapi kuning tua. Beberapa anggotanya adalah
flora normal kulita dan membran mukosa manusia lainnya membentuk supurasi,
pembentukan abses, berbagai infeksi piogenik dan bahkan septikemia fatal.24
Genus Staphylococcus mempunyai 32 spesies, kebanyakan merupakan
patogen atau komensal pada binatang. Tiga spesies yang paling sering dijumpai yang
mempunyai kepentingan klinis adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermis dan Staphylococcus saprophyticus. S.aureus bersifat koagulase positif,
yang membedakannya dari spesies lain. S.aureus merupakan patogen utama pada
manusia, hampir semua orang pernah mengalami beberapa jenis infeksi dari S.aureus
Universitas Sumatera Utara
20
dengan keparahan yang berbeda dari keracunan makan atau infeksi kulit minor
hingga infeksi berat yang mengancam jiwa. Staphylococcus koagulase negatif
merupakan flora normal manusia dan kadang-kadang menyebabkan infeksi.23,24
2.4.3 Lactobacillus sp.
Lactobacillus merupakan bakteri gram positif dengan ciri-ciri batang
pendek, tidak berpsora dan tidak berflagel dan sifatnya fakultatif anaerob. Bakteri ini
umumnya ditemukan di mulut, perut, usus dan vagina. Organisme ini jarang
menyebabkan penyakit. Lactobacillus dapat menginvasi peredaran darah apabila
terjadi endokarditis, septikemia oportunistik dan bacteremia sementera.23,24
2.5 Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial rumah sakit disebut juga sebagai infeksi yang terkait
dengan pemberian pelayanan layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan
(Healthcare-associated infection). Sebagian besar infeksi nosokomial secara klinis
terjadi antara 48 jam sampai empat hari sejak penderita mulai dirawat di rumah sakit.
Infeksi nosokomial rumah sakit merupakan masalah kesehatan yang semakin
memerlukan perhatian di bidang kedokteran.25
Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen, yang
berbeda jenisnya, tergantung pada perbedaan populasi penderita, pengaturan sarana
perawatan kesehatan, dan perbedaan negara. Mikroorganisme patogen penyebab
infeksi nosokomial dapat berupa bakteri, virus, parasit dan jamur.25 Peningkatan
insiden infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan virus hepatitis B (HBV)
dilaporkan semakin meningkat selama 10 tahun terakhir. Tenaga medis di bidang
pelayanan kesehatan umum dan gigi, telah lama disadari merupakan kelompok yang
berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya yang
berkontak langsung dengan penyakit pada penderita.26
Universitas Sumatera Utara
21
2.5.1 Hepatitis
Hepatitis adalah radang hati yang bisa disebabkan oleh infeksi atau bukan
infeksi. Virus hepatitis menyebabkan peradangan akut di hati, menyebabkan kelainan
klinis yang ditandai oleh demam, gejala gastrointestinal, seperti mual dan muntah,
serta ikterus.24,25 Hepatitis viral nosokomial dapat disebabkan oleh virus hepatitis A,
virus hepatitis B, virus hepatitis C, virus hepatitis D, virus hepatitis E atau virus
hepatitis G. Virus hepatitis dapat dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan cara
penularan virus, antara lain:17
1. Jalur oro-fekal: Hepatitis A dan hepatitis E, jarang terjadi dalam praktik
kedokteran gigi.
2. Jalur parenteral: Hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan kemungkinan hepatitis
G, dapat terjadi dalam praktik kedokteran gigi.
Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar
menyebabkan kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Indonesia termasuk dalam
wilayah dengan tingkat endemisitas sedang hingga tinggi. Prevalensi hepatitis tahun
2013 (1,2%) dua kali lebih tinggi dibanding tahun 2007 (0,6%) dan prevalensi
hepatitis pada provinsi Sumatera Utara mencapai 1,4% pada tahun 2013.2,27
Salah satu jenis hepatitis yang dikenal adalah hepatitis tipe B yang
disebabkan oleh virus hepatitis B. Proporsi penderita hepatitis paling banyak di
Indonesia adalah penderita hepatitis B (21,8%), diikuti penderita hepatitis A (19,3%),
kemudia hepatitis C (2,5%) dan hepatitis lain (1,8%).2 Virus hepatitis B (HBV)
merupakan suatu virus DNA hepadnavirus yang kompleks secara struktural dan
imunologisnya. Hepatitis B merupakan penyakit nosokomial yang terjadi pada waktu
transfusi darah, pada unit dialisis dan pada bangsal onkologi. HBV dapat ditularkan
melalui darah, saliva dan cairan badan lainnya. Penularan HBV dari penderita ke
orang lain dapat terjadi melalui hubungan seksual, kontak luka terbuka, penggunaan
obat suntik bersama, paparan terhadap darah penderita, transfuse darah dan infeksi
dari ibu kepada bayi saat persalinan.25
Pekerjaan yang berisiko tinggi tertular oleh infeksi hepatitis B salah satunya
adalah petugas kesehatan (dokter, perawat, petugas laboratorium dan mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
22
kedokteran). Penularan ini semakin tinggi risikonya pada mahasiswa kedokteran
yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di rumah sakit akibat kurangnya
keamanan kerja, pengalaman, kesadaran mengenai bahaya penularan infeksi
hepatitis.27 Dalam kedokteran gigi, risiko penularan infeksi lebih besar pada ahli
bedah dan periodontis dibanding dokter gigi umum. Pada rongga mulut, konsentrasi
tertinggi HBV terdapat pada sulkus gingiva karena eksudat serum secara terus-
menerus.17
2.5.2 Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV.28 HIV adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel
darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. HIV merupakan
retrovirus yang menyerang sel-sel sistem imun tubuh manusia. Sel-sel yang sering
diserang antara lain adalah sel T CD4, makrofag dan sel dendrit.25
Epidemi AIDS telah terjadi di 79 daerah prioritas di delapan provinsi di
Indonesia, yaitu Papua, Pabar, Sumut, Jatim, Jakarta, Kep. Riau, Jabar dan Jateng.
Sekitar 170.000-210.000 penduduk Indonesia mengidap HIV/AIDS. Penularan AIDS
tertinggi terjadi melalui hubungan heteroseksual (42%) dan penggunaan obat
terlarang (53%).25
Penularan virus HIV dan virus sejenis lainnya dapat ditularkan melalui
kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah,
dengan cairan tubuh yang mengandung HIV (seperti darah, air mani, cairan
preseminal, dan air susu ibu). Selain itu penularan dapat terjadi melalui hubungan
seksual, transfusi darah dan jarum suntik yang sudah terinfeksi HIV/AIDS.25,28 HIV
tidak dapat ditularkan melalui ciuman, bersalaman, melalui penggunaan benda
pribadi bersama, atau melalui makanan dan minuman.25
Universitas Sumatera Utara
23
2.6 Kerangka Teori
Ekstraksi Gigi
Infeksi Silang
Kontrol Infeksi
Disinfeksi
Faktor yangMempengaruhi
Definisi
MetodePanas
MetodeKimia
Pasteurisasi Perebusan
Alkohol Aldehid Bisguanid Halogen Fenol
Glutaraldehid Klorosilenol
Jenis
Disinfeksi TingkatRendah
Disinfeksi TingkatTInggi
Disinfeksi TingkatMenengah
Universitas Sumatera Utara
24
2.7 Kerangka Konsep
Instrumen PencabutanGigi
Kontaminasi bakteri,virus, fungi, spora
Disinfeksi
Glutaraldehid
Klorosilenol
Penurunan jumlahKoloni Bakteri
Penurunan jumlahKoloni Bakteri
Universitas Sumatera Utara
25
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian eksperimental
laboratorium dengan rancangan penelitian post-test only control group design dengan
melakukan pengamatan secara in vitro sesudah diberi perlakuan pada kelompok
sampel dan kelompok kontrol.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel penelitian di
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU, disinfeksi dengan larutan
glutaraldehid dan klorosilenol dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial FKG USU dan pemeriksaan jumlah koloni bakteri dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 20 April 2018 – 31 Mei 2018
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah instrumen pencabutan gigi di
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU periode April 2018 - Mei
2018.
Universitas Sumatera Utara
26
3.3.2 Sampel
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Jumlah sampel yang digunakan ditentukan besarnya dengan rumus Federer
yaitu:
(t-1) (n-1) > 15, dimana t= jumlah perlakuan dan n= jumlah sampel
(t-1) (n-1) > 15
(2-1) (n-1) > 15
(1) (n-1) > 15
n-1 > 15
n > 16
Dalam penelitian ini jumlah perlakuan adalah 2 yaitu perlakuan terhadap
instrumen pencabutan gigi yang didisinfeksi dengan larutan glutaraldehid dan
perlakuan terhadap instrumen pencabutan gigi yang didisinfeksi dengan larutan
klorosilenol. Sehingga didapatkan sampel yang diperlukan untuk eksperimen ini
sebanyak 16 buah instrumen. Untuk menghindari terjadinya error maka sampel
ditambahkan menjadi 18. Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
tang molar rahang bawah yang telah digunakan di Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial FKG USU.
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi
Tang molar rahang bawah yang telah digunakan
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Tang molar rahang bawah yang dicuci tidak sesuai dengan prosedur
penelitian.
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian eksperimental ini, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
27
a. Variabel Bebas : Glutaraldehid 2% dan Klorosilenol 4,8%
b. Variabel Terikat : Jumlah kolonisasi bakteri di permukaan tang molar
rahang bawah yang telah digunakan
c. Variabel Terkendali :
1. Konsentrasi glutaraldehid 2%
2. Konsentrasi klorosilenol 4,8%
3. Lama perendaman dalam larutan glutaraldehid 2% 1 jam
4. Lama perendaman dalam larutan klorosilenol 4,8% 1 jam
5. Kondisi instrumen sebelum penelitian
6. Perlakuan sebelum penelitian
7. Teknik pengeringan instrumen setelah didisinfeksi
No
Variabel DefinisiOperasional
CaraUkur
HasilUkur
SkalaUkur
1
.
Glutaraldehid
2%
Larutan disinfektan
tingkat tinggi golongan
aldehid (rumus kimia
C5H8O2) dengan 2ml
gluataraldehid dalam
100 ml pelarut.
Sebanyak
250ml
dengan
waktu
perendeman
1 jam
- Nominal
2.
Klorosilenol
4,8%
Larutan disinfektan
tingkat menegah
kombinasi golongan
fenol dengan golongan
halogen (rumus kimia
C8H9ClO) dengan
13,5ml klorosilenol
4,8% dalam 250 ml
pelarut.
Sebanyak250mldenganwaktuperendeman1 jam
- Nominal
Universitas Sumatera Utara
28
3
.
Jumlah koloni
bakteri
Banyaknya bakteri
gram positif dan gram
negatif yang terdapat
pada instrumen
pencabutan gigi yang
diukur menggunakan
Bacteria Colony
Counter.
Observasi Rata-rata
jumlah
bakteri/C
FU
Rasio
3.6. Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1 Alat
- Instrumen pencabutan gigi
- Wadah untuk disinfeksi
- Handuk steril
- Label
- Wadah kaca
- Lampu spiritus
- Spuit 10 ml
- Erlenmeyer
- Neraca Analitik
- Hotplate
- Plastik Wrap
- Aluminium Foil
- Kapas
- Mikropipet
- Pit
- Oven
- Petri
- Tabung reaksi
- Inkubator
Universitas Sumatera Utara
29
- Spidol
- Fortex
- Object glass
- Bacteria Colony Counter
- Mikroskop digital
3.6.2 Bahan
- Glutaraldehid 2% (Descoton Forte)
- Klorosilenol 4.8% (Dettol)
- Larutan saline
- Plate Count Agar
- Alkohol 97%
- Aquadest
- Spiritus
- Nutrient Agar
- Kristal violet
- Iodine
- Aseton Alkohol
- Safranin
3.7. Prosedur Penelitian
3.7.1 Prosedur Pengambilan Sampel
Prosedur ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG
USU. Prosedur yang dilakukan untuk kelompok pertama yaitu perendaman dalam
glutaraldehid 2% yaitu: 8
1. Semua alat dan bahan dipersiapkan terlebih dahulu.
2. Operator menggunakan sarung tangan dan masker.
3. Tang molar rahang bawah dipergunakan dalam prosedur pencabutan
gigi.
Universitas Sumatera Utara
30
4. Setelah tang selesai digunakan, tang tersebut dibilas terlebih dahulu di
bawah air mengalir, lalu sisi aktif tang dibersihkan menggunakan
sikat.
5. Setelah tang bebas dari darah atau saliva, tang dibersihkan
menggunakan sabun antiseptik dan dibilas kembali di bawah air
mengalir.
6. Setelah itu tang dimasukan ke dalam wadah disinfeksi yang telah diisi
dengan larutan glutaraldehid 2% sebanyak 250 ml dan direndam
selama 1 jam.
7. Kemudian tang dikeluarkan dari wadah disinfeksi menggunakan
penjepit alat dan dikeringkan dengan kassa steril dan sisi aktif tang
dicelupkan ke dalam wadah sampel yang berisi larutan saline
sebanyak 50 ml, lalu ditutup kembali dengan aluminium foil dan
dibiarkan selama 5 menit.
8. Setelah itu tang dikeluarkan dari wadah sampel dan wadah ditutup
kembali dengan plastic wrap. Sampel ini dibawa ke Laboratorium
Fakultas MIPA USU dalam keadaan tertutup untuk menghindari
kontaminasi dari luar.
9. Untuk sampel diberi tanda dengan label G.
Prosedur yang dilakukan untuk kelompok kedua yaitu perendaman dalam
klorosilenol 4,8% adalah: 8
1. Semua alat dan bahan dipersiapkan terlebih dahulu.
2. Operator menggunakan sarung tangan dan masker.
3. Tang molar rahang bawah dipergunakan dalam prosedur pencabutan
gigi.
4. Setelah tang selesai digunakan, tang tersebut dibilas terlebih dahulu di
bawah air mengalir, lalu sisi aktif tang dibersihkan menggunakan
sikat.
Universitas Sumatera Utara
31
5. Setelah tang bebas dari darah atau saliva, tang dibersihkan
menggunakan sabun antiseptik dan dibilas kembali di bawah air
mengalir.
6. Setelah itu tang dimasukan ke dalam wadah disinfeksi yang telah diisi
dengan larutan klorosilenol 4,8% sebanyak 250 ml dan direndam
selama 1 jam.
7. Kemudian tang dikeluarkan dari wadah disinfeksi menggunakan
penjepit alat dan dikeringkan dengan kassa steril dan sisi aktif tang
dicelupkan ke dalam wadah sampel yang berisi larutan saline
sebanyak 50 ml, lalu ditutup kembali dengan aluminium foil dan
dibiarkan selama 5 menit.
8. Setelah itu tang dikeluarkan dari wadah sampel dan wadah ditutup
kembali dengan plastic wrap. Sampel ini dibawa ke Laboratorium
Fakultas MIPA USU dalam keadaan tertutup untuk menghindari
kontaminasi dari luar.
9. Untuk sampel diberi tanda dengan label C.
Gambar 5. Instrumen yang digunakansebagai sampel.
Gambar 6. Tang direndam dalam larutanglutaraldehid 2%.
Universitas Sumatera Utara
32
3.7.2 Prosedur Pembuatan Media PCA
Prosedur ini dilakukan di Laboratorium Fakultas MIPA USU. Prosedur
yang dilakukan adalah :
1. Semua alat dan bahan disiapkan
2. Operator menggunakan masker dan sarung tangan.
3. PCA (Plate Count Agar) ditimbang pada neraca analitik sehingga
didapat berat 4,4 gr.
4. PCA dilarutkan kedalam 250 ml aquadest pada tabung erlenmeyer.
Campuran dihomogenkan sambil dipanaskan diatas hotplate sambil
Gambar 7. Tang direndam dalam larutanklorosilenol 4,8%.
Gambar 8. Paruh tangdirendam dalam larutan saline.
Gambar 9. Wadah sampel ditutuprapat dan diberi label.
Universitas Sumatera Utara
33
diaduk sehingga tidak ada gumpalan. Media ditutup rapat dengan
plastik wrap.
5. Kemudan dimasukkan kedalam autoklaf untuk disterilkan pada suhu
121oC selama 1 jam.
3.7.3 Prosedur Pembuatan Garam Fisiologis
Prosedur ini dilakukan di Laboratorium Fakultas MIPA USU. Prosedur
yang dilakukan adalah :
1. NaCl ditimbang pada neraca analitik sehingga didapat berat 2,2 gr.
2. NaCl dilarutkan dalam 250ml aquadest pada beaker glass. Aduk
dengan menggunakan spatel.
3. Masukkan 10 ml kedalam masing-masing tabung reaksi dengan
menggunakan gelas ukur.
4. Mulut tabung reaksi ditutup dengan menggunakan kapas dan plastic
wrap kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf untuk disterilkan pada
suh 121oC selama 1 jam.
Gambar 10. Pemanasan mediaPlate Count Agar.
Universitas Sumatera Utara
34
3.7.4 Sterilisasi Petri
Prosedur ini dilakukan di Laboratorium Fakultas MIPA USU. Prosedur
yang dilakukan adalah :
1. Petri dipastikan telah bersih dan kering.
2. Petri kemudian dibungkus rapat dengan menggunakan kertas.
3. Petri dimasukkan ke dalam oven selama lebih kurang 3 jam untuk
disterilkan.
Gambar 11. Penimbangan NaCl.
Gambar 12. Cawan petri dibungkuskertas.
Gambar 13. Sterilisasi cawan petri denganautoklaf.
Universitas Sumatera Utara
35
3.7.5 Pengenceran dan Persiapan Media
Prosedur ini dilakukan di Laboratorium Fakultas MIPA USU. Prosedur
yang dilakukan adalah: 32,33
1. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 ml larutan saline dari
sampel untuk dimasukkan kedalam tabung pertama dengan
menggunakan mikropipet.
2. Kemudian tabung reaksi diforteks. Dari tabung pertama diambil
sebanyak 1 ml untuk dimasukkan kedalam tabung kedua. Kemudian
tabung reaksi di forteks. Dari tabung kedua diambil sebanyak 1 ml
untuk dimasukkan dalam tabung ketiga.
3. Kemudian tabung reaksi di forteks. Sampel dalam pengenceran 10-3
diambil sebanyak 1 ml untuk dimasukkan kedalam petri yang berisi
medium PCA dengan metode cawan sebar. Tutup petri tidak boleh
dibuka terlalu lebar karena akan menimbulkan masuknya bakteri dari
luar ke dalam media.
4. Cawan petri kemudian digoyangkan perlahan agar media membeku
(10-15 menit). Kemudian petri dilapisi dengan plastic wrap agar
tertutup rapat.
5. Petri selanjutnya diinkubasi dalam inkubator selama 1 hari pada suhu
37oC.
Gambar 14. Pengenceransampel.
Gambar 15. Tabungdiforteks agar larutanhomogen.
Universitas Sumatera Utara
36
3.7.6 Perhitungan Jumlah Mikroorganisme
Prosedur ini dilakukan di Laboratorium Fakultas MIPA USU. Prosedur
yang dilakukan adalah: 8,32,33
1. Koloni yang ada ditandai dengan menggunakan spidol dan kemudian
dhihitung dengan menggunakan bacteria colony counter.
2. Jumlah bakteri yang ada dikalikan 1000 CFU/ml.
3.7.7 Pembuatan Biakan Murni
Prosedur ini dilakukan di Laboratorium Fakultas MIPA USU. Prosedur
yang dilakukan adalah: 34
1. Siapkan sebuah tabung reaksi steril, kemudian dituang media NA ke
dalam tabung lalu dibiarkan memadat.
2. Diambil 1 ose bakteri yang telah ditentukan dari biakan campuran.
3. Kemudian diinokulasikan ke dalam media NA yang telah memadat
dengan cara digores.
4. Lalu diinkubasi selama 1x24 jam dalam inkubator.
Gambar 16. Sampelsebanyak 1ml diplating ke media PCA.
Gambar 17. Cawan petri dibungkus plastic wrap dandiberi label.
Universitas Sumatera Utara
37
3.7.8 Pewarnaan dan Pengamatan Bakteri
Prosedur ini dilakukan di Laboratorium Fakultas MIPA USU. Prosedur
yang dilakukan adalah: 35
1. Preparat ulas dibuat dengan mengambil kultur biakan 1-2 ose steril ke
permukaan objek glass, dengan ose disebarkan merata membentuk
bujur sangkar. Slide tersebut difiksasi hingga terlihat kering.
2. Setelah kering diberi zat warna kristal violet dan dibiarkan selama 1
menit, bilas dengan aquades lalu dikeringkan. Setelah itu diberi iodine
1-2 tetes selama 30 detik, bila dengan menggunakan aseton alkohol
selama 15 detik, lalu bilas dengan aquades.
3. Diberi 1 tetes larutan safranin selama 1 menit, bilas dengan aquades
dan dikeringkan. Setelah itu preparat bisa diamati di bawah
mikroskop.
Gambar 18. Dari biakan murnisampel diambil dengan osesteril.
Gambar 19. Diberizat warna kristalviolet.
Gambar 20. Dibilas denganaseton alkohol.
Gambar 21. Diberi zat warnasafranin.
Universitas Sumatera Utara
38
Pengambilan Sampel
Pembuatan media PCA
Sterilisasi alat dan bahan
Persiapan media
3.8 Alur Penelitian
Disinfeksi dengan LarutanGlutaraldehid 2%
Pembuatan garam fisiologis
Pengenceran
Perhitungan jumlah bakteri
Disinfeksi dengan LarutanKlorosilenol 4,8%
Pembuatan biakan bakteri
Pewarnaan dan pengamatanbakteri
Analisis data
Universitas Sumatera Utara
39
3.9 Analisis Data
Data hasil penelitian diperoleh dari perhitungan jumlah koloni bakteri yang
telah diberi perlakuan dengan media Plate Count Agar.
Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui data hasil penelitian yang dilakukan terdistribusi
normal atau tidak. Uji statistik yang digunakan adalah uji Mann-Whitney untuk data
yang tidak terdistribusi normal dengan menggunakan program komputerisasi.
3.10 Etika Penelitian
Peneliti mengurus surat untuk mengajukan etika penelitian kemudian
setelah surat selesai, peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian
(ethical clearance) dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran USU.
Universitas Sumatera Utara
40
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2018 sampai dengan Mei 2018 yang
dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU dan
laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat
efektivitas disinfeksi larutan glutaraldehid 2% dengan klorosilenol 4,8% pada
instrumen pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG
USU. Subjek penelitian ini adalah tang molar rahang bawah yang telah digunakan
dalam prosedur pencabutan gigi molar rahang bawah di Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial FKG USU.
Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok tang molar
rahang bawah yang didisinfeksi dengan larutan glutaraldehid 2% (G) dan kelompok
tang molar rahang bawah yang didisinfeksi dengan larutan klorosilenol 4,8% (C),
masing-masing kelompok terdiri dari 18 tang molar rahang bawah. Pemeriksaan
dilakukan dengan melihat jumlah koloni yang terdapat pada media plate count agar.
Jumlah koloni bakteri yang terbentuk diukur dengan menggunakan metode hitungan
cawan dalam satuan colony forming unit per mililiter (CFU/ml) dengan
menggunakan alat bacteria colony counter.
A B
Gambar 22. Koloni bakteri pada tang molar rahang bawahsetelah didisinfeksi dengan larutan glutaraldehid (A) danlarutan klorosilenol (B).
Universitas Sumatera Utara
41
Tabel 1. Jumlah koloni bakteri setelah didisinfeksi dengan larutan glutaraldehid 2%
Kode Jumlah koloni bakteri (CFU/ml)G1 0
G2 0G3 0G4 0G5 0G6 0G7 0G8 0G9 0G10 0G11 0G12 0G13 8 . 103
G14 0G15 0G16 0G17 0G18 0
Tabel 1 memperlihatkan jumlah koloni bakteri yang terdapat pada tang molar
rahang bawah yang telah didisinfeksi dengan larutan glutaraldehid 2%. Tabel 1
menunjukkan tidak terbentuknya koloni bakteri pada tang setelah didisinfeksi pada
semua sampel, kecuali sampel dengan kode G13 yang menunjukkan adanya koloni
bakteri sebanyak 8.103 CFU/ml.
Tabel 2 memperlihatkan jumlah koloni bakteri yang terdapat pada tang molar
rahang bawah yang telah didisinfeksi dengan larutan klorosilenol 4,8%. Tabel 2
menunjukkan tujuh dari 18 sampel yang didisinfeksi dengan larutan klorosilenol ada
koloni yang terbentuk. Jumlah koloni bakteri minimal pada tang yang didisinfeksi
dengan larutan klorosilenol yaitu 0 CFU/ml, sedangkan jumlah koloni bakteri
maksimal yaitu 812 . 103 CFU/ml.
Universitas Sumatera Utara
42
Tabel 2. Jumlah koloni bakteri setelah didisinfeksi dengan larutan klorosilenol 4,8%
Tabel 3. Rata-rata jumlah bakteri dari kedua kelompok perlakuan.
Kelompok Jumlah Sampel Rata – rata (CFU/ml) Standar deviasi(CFU/ml)
Glutaraldehid 2% 18 444,44 1.885,62Klorosilenol 4,8% 18 82.500 196.043
Berdasarakan hasil data deskriptif sampel, didapatkan hasil perhitungan yaitu
rata-rata jumlah bakteri pada kelompok glutaraldehid 2% adalah 444,44 CFU/ml
dengan standar deviasi 1.885,62 CFU/ml. Rata-rata jumlah bakteri pada kelompok
klorosilenol 4,8% adalah 82.500 CFU/ml dengan standar deviasi 196.043 CFU/ml.
Selanjutnya dilakukan pengujian statistik normalitas data terhadap 36 sampel
data yang bertujuan untuk mengetahui apakah data sampel memiliki distribusi
normal atau tidak, untuk menentukan uji hipotesis yang akan digunakan tergantung
dari normal atau tidaknya distribusi data. Data perbandingan jumlah koloni bakteri
pada dua kelompok perlakuan di uji normalitasnya menggunakan Uji Shapiro-Wilk.
Kode Jumlah koloni bakteri (CFU/ml)C1 0
C2 0C3 0C4 168 . 103
C5 0C6 812 . 103
C7 158 . 103
C8 22 . 103
C9 0C10 234 . 103
C11 0C12 1 . 103
C13 0C14 0C15 0C16 0C17 90 . 103
C18 0
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 4. Hasil uji normalitas dan signifikan data antara kedua kelompok perlakuan.
Kelompok Rata-Rata ±Standar Deviasi
(CFU/ml)
P-value (Shapiro-Wilk)
P-value (MannWhitney)
Glutaraldehid 2% 444,44 ± 1.885,62 0,0000,014
Klorosilenol 4,8% 82.500 ± 196.043 0,000
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk,
diperoleh distribusi data jumlah bakteri pada kelompok perlakuan tidak normal (p =
0,000 < 0,05), sehingga pengujian hipotesis dilanjutkan dengan menggunakan uji
Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney, diperoleh nilai p = 0,014 < 0,05, maka
terdapat perbedaan jumlah bakteri yang signifikan antara kelompok glutaraldehid dan
klorosilenol. Hal ini berarti larutan glutaraldehid lebih efektif dalam mendisinfeksi
tang molar rahang bawah dibandingkan dengan larutan klorosilenol.
Universitas Sumatera Utara
44
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian untuk mengetahui efektivitas
disinfeksi dengan larutan glutaraldehid dan klorosilenol pada instrumen pencabutan
gigi dengan cara membandingkan jumlah koloni bakteri setelah instrumen
didisinfeksi dengan larutan glutaraldehid dan klorosilenol. Glutaraldehid telah luas
dipergunakan sebagai disinfektan tingkat tinggi selama 30 tahun karena
kompabilitasnya dan harga yang lebih murah, tetapi membutuhkan waktu
perendaman yang lebih lama. Klorosilenol juga telah luas penggunaannya di dalam
rumah tangga dan bidang kesehatan seperti antiseptik kulit, disinfeksi benda,
peralatan dan lingkungan / permukaan.29
Data deskriptif yang dapat dilihat dari penelitian ini pada tang molar rahang
bawah setelah didisinfeksi dengan larutan glutaraldehid 2% dijumpai jumlah bakteri
minimal sebesar 0 CFU/ml, sedangkan jumlah bakteri maksimal sebesar 8. 103
CFU/ml. Jumlah bakteri pada tang molar rahang bawah setelah didisinfeksi dengan
larutan klorosilenol 4,8% dijumpai jumlah bakteri minimal sebesar 0 CFU/ml,
sedangkan jumlah bakteri maksimal sebesar 812. 103 CFU/ml. Perhitungan ini
dilakukan untuk mengetahui perbedaan jumlah bakteri pada tang molar rahang
bawah setelah didisinfeksi dengan larutan glutaraldehid dan klorosilenol.
Berdasarkan data jumlah koloni bakteri pada sampel kelompok glutaraldehid
menunjukkan bahwa larutan glutaraldehid efektif dalam mendisinfeksi tang molar
rahang bawah dilihat dari 17 dari 18 tang molar rahang bawah berhasil
didekontaminasi dan hanya terdapat satu sampel yang menunjukkan adanya
pertumbuhan bakteri yaitu G13 sebanyak 8. 103 CFU/ml. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu kondisi kebersihan rongga mulut pasien,
misalnya terdapat karies yang parah, penyakit periodontal, nekrosis pulpa atau abses
pada rongga mulut pasien saat dilakukan ekstraksi gigi. Berdasarkan penelitian-
Universitas Sumatera Utara
45
penelitian sebelumnya Streptococcus mutans merupakan bakteri yang paling sering
ditemukan pada lesi karies, bakteri non-mutans Streptococcus, Actinomyces,
Lactobacillus dan Bifidobacterium juga ditemukan pada biofilm yang menutupi lesi
white-spot yang berhubungan dengan awal terjadinya karies.37 Abses gigi akut sering
terjadi sebagai akibat dari karies, trauma dan perawatan saluran akar yang gagal.
Pada abses gigi biasanya dijumpai polimikrobial termasuk bakteri golongan anaerob
fakultatif seperti S. viridans dan golongan anaerob seperti Prevotella dan
Fusobacterium sp. Penelitian lain tentang bakteri yang sering terisolasi dalam kultur
adalah streptococcus anaerob, Fusobacterium sp, Prevotella, Bacteroides dan
Porphyromonas sp. Treponema sp merupakan bakteri golongan anaerob obligat,
berbentuk heliks dan biasanya berhubungan dengan penyakit pada jaringan
periodonsium. Penelitian yang menggunakan deteksi PCR menunjukkan prevalensi
tinggi dari Treponema sp dalam abses gigi akut.38
Sterilitas lingkungan selama prosedur pengambilan sampel, kondisi
lingkungan di laboratorium saat memproses sampel dan kelalaian operator juga dapat
menyebabkan meningkatnya jumlah koloni bakteri pada sampel. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Almeida et al tentang efektivitas metode
disinfeksi terhadap orthodontic pliers yang menunjukkan glutaraldehid mampu
mendekontaminasi semua pliers dibanding metode lainnya (pengolesan etil alkohol
70% dan pembersihan menggunakan sikat, air dan sabun).4 Penelitian lain juga
dilakukan oleh Venkatesh et al tentang efektivitas disinfektan terhadap endoskopi
fleksibel yang menunjukkan bahwa 95,96% endoskopi berhasil didekontaminasi
dengan larutan glutaraldehid.30
Berdasarkan data jumlah koloni bakteri pada sampel kelompok klorosilenol
menunjukkan bahwa efektivitas larutan klorosilenol lebih rendah dibandingkan
dengan larutan glutaraldehid dalam mendisinfeksi tang molar rahang bawah, karena
7 dari 18 tang molar rahang bawah masih menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri
yaitu pada sampel C4, C6, C7, C8, C10, C12 dan C17 dengan jumlah bakteri
maksimal 812. 103 yaitu pada sampel C6. Hal ini disebabkan karena efektivitas
antimikrobial klorosilenol yang lebih rendah dibanding dengan glutaraldehid karena
Universitas Sumatera Utara
46
klorosilenol tergolong disinfektan tingkat menengah sedangkan glutaraldehid
tergolong disinfektan tingkat tinggi. 22
Kondisi kebersihan rongga mulut pasien juga berpengaruh dalam peningkatan
jumlah koloni bakteri pada sampel seperti halnya dengan sampel yang didisinfeksi
dengan larutan glutaraldehid yaitu mungkin terdapat karies yang parah, nekrosis
pulpa, penyakit periodontal atau abses pada rongga mulut pasien saat dilakukan
ekstraksi gigi. Sterilitas lingkungan selama prosedur pengambilan sampel, kondisi
lingkungan di laboratorium saat memproses sampel dan kelalaian operator juga dapat
menyebabkan jumlah koloni bakteri pada sampel meningkat. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ochie dan Ohagwu yang menunjukkan
hanya natrium hipoklorit 3,5% yang dapat mendekontaminasi seluruh peralatan x-
ray, sedangkan pada sampel yang didisinfeksi dengan klorosilenol / diklorosilenol
masih terdapat 7 sampel yang menunjukkan adanya koloni bakteri setelah
didisnfeksi.9
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji Mann-Whitney
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p < 0,05) pada jumlah bakteri pada
tang molar rahang bawah setelah didisinfeksi dengan larutan glutaraldehid dan
klorosilenol.
Dapat disimpulkan bahwa mendisinfeksi tang molar rahang bawah dengan
larutan glutaraldehid 2% lebih baik dibandingkan mendisinfeksi tang molar rahang
bawah dengan larutan klorosilenol 4,8% yang dibuktikan dengan jumlah tang molar
rahang bawah yang berhasil didekontaminasi dan jumlah koloni bakteri yang tumbuh
setelah tang didisinfeksi.
Dalam penelitian ini juga dilakukan pemeriksaan untuk melihat jenis bakteri
yang terdapat pada tang molar rahang bawah apakah bakteri tersebut merupakan
bakteri gram negatif atau gram positif. Setelah dilihat dibawah mikroskop dari
delapan sampel yang terdapat koloni bakteri semuanya berwarna merah. Warna
merah terjadi karena bakteri mengikat cairan sel safranin yang artinya jenis bakteri
tersebut adalah bakteri gram negatif.
Universitas Sumatera Utara
47
Gambar 23. Bakteri gram negatif setelah
dilakukan pewarnaan bakteri.
Universitas Sumatera Utara
48
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Tindakan disinfeksi tang molar rahang bawah dengan larutan
glutaraldehid lebih efektif dalam mendekontaminasi tang molar
rahang bawah dibanding larutan klorosilenol.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri pada tang
yang didisinfeksi dengan glutaraldehid dan klorosilenol.
3. Bakteri yang terdapat pada tang molar rahang bawah setelah
didisinfeksi merupakan bakteri gram negatif.
6.2 Saran
Masih banyak terdapat kekurangan pada penelitian ini:
1. Diharapkan adanya penelitian selanjutnya tentang efektivitas beberapa
larutan disinfeksi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi.
2. Diharapkan adanya penelitian selanjutnya tentang durasi waktu
perendaman yang efektif dan efisien.
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi
untuk tenaga medis agar mengaplikasikan proses sterilisasi pada
aktivitas sehari-hari di bidang medis, khususnya kedokteran gigi.
Universitas Sumatera Utara
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Suleh MM, Vowor VNS, Mintjelungan CN. Pencegahan dan pengendalianinfeksi silang pada tindakan ekstraksi gigi di rumah sakit gigi dan mulutpspdg fk unsrat. Jurnal e-Gigi(eG) 2015; 3(2): 587-8.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemetrian Kesehatan RI.Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Jakarta, 2013.
3. Wibowo T, Parishini K, Haryanto D. Proteksi dokter gigi sebagai pemutusrantai infeksi silang. Jurnal PDGI 2009; 58(2): 6-7.
4. Almeida CMF, Carvalho AS, Duarte DA. Evaluation of disinfection methodsof orthodontic pliers. Dental Press J Orthod 2012; 17(4): 106-9.
5. Siampa FA, Samad R. Penerapan proteksi dokter gigi sebagai upayapencegahan terhadap infeksi silang: penelitian di kota Makassar.http://pdgimakassar.org/journal/file_jurnal/1607010201266proteksi-febby-7.pdf. (4 Desember 2017)
6. Asbi AA. Efektivitas sterilisasi autoklaf pada penggunaan instrument medisdi departemen bedah mulut fkg usu periode januari – maret 2015. Skripsi.Medan: Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU, 2015.
7. Rutala WA, Weber DJ. Disinfection and sterilization: an overview. AmericanJ Infection Control 2013; 41: S2-S5.
8. Ganavadiya R, Shekar BRC, Saxena V, Tomar P, Gupta R, Khandelwal G.Disinfecting efficacy of three chemical disinfectants on contaminateddiagnostic instruments: a randomized trial. J Basic Clin Pharm 2014; 5(4):98-107.
9. Ochie K, Ohagwu CC. Contamination of x-ray equipment and accessorieswith nosocomial bacteria and the effectiveness of common disinfecting agent.African J of Basic & Appl Sci 2009; 1(1-2): 31-35.
10. Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. Uttar Pradesh:Elsevier, 2007: 211.
11. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery.Sixth editon. Missouri: Elsevier Mosby, 2014: 88-91.
12. Frangiskos FD. Oral surgery. Berlin: Springer-Verlag, 2007: 74-6.13. Hollins C. National vocational qualifications for dental nurses. Second
Edition. Sussex: John Wiley and Sons Ltd, 2009:76-8, 80-5.14. Tridianti A. Efektivitas berbagai metode sterilisasi molar band yang
terkontaminasi pasca proses fitting band (uji hitung bakteri). Tesis. Jakarta:Program Spesialis Ortodonti FKG UI, 2012: 13-4.
Universitas Sumatera Utara
50
15. Mulyanti S, Putri MH. Pengendalian infeksi silang di klinik gigi. Jakarta:Penerbit buku kedokteran EGC, 2011: 1-4,81-96.
16. Australian Dental Association. Guidelines for infection control. ThirdEdition. NSW, 2015.
17. Samaranayake L. Essential microbiology for dentistry. Fourth edition.Elsevier Limited, 2012: 239-43, 334-5, 340-4.
18. Lamont RJ, Jenkinson HF. Oral microbiology at a glance. Sussex: JohnWiley and Sons Ltd, 2010: 74-9.
19. Marsh PD, Martin MV, Lewis MAO, William DW. Oral microbiology. Fifthedition. Elsevier Limited, 2009: 30, 204-5.
20. Nasution M. Pengantar mikrobiologi.Medan: USU Press, 2014: 12-5,19-20,58,62.
21. Cappuccino JG, Sherman N. Microbiology a laboratory manual. Tenthedition. Illinois: Pearson Education Inc, 2014: 309-12.
22. Rutala WA, Weber DJ. Sterilization, high-level disinfection, andenvironmental cleaning. Infect Dis Clin N Am 2011; 25: 45-50.
23. Parija SC. Textbook of microbiology and immunology. Second edition. NewDelhi: Elsevier, 2012: 173, 183, 192, 248.
24. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA. Jawerz, Melnick& Adelberg mikrobiologi kedokteran. Alih bahasa. Nugroho AW, dkk.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010: 194, 204, 212-3, 287-8, 491.
25. Soedarto. Infeksi nosokomial di rumah sakit. Jakarta: Sagung Seto, 2016: 2-4,144-62.
26. Shara AC, Aditya G, Benyamin B. Hubungan antara pengetahuan terhadapmotivasi dokter gigi muda dalam kontrol infeksi. Medali Jurnal 2015; 2(1):42-7.
27. Novertha ED, Chandra F, Enalia Y. Gambaran pengetahuan dan praktikmahasiswa kepaniteraan klinik tentang pencegahan penularan infeksihepatitis B. https://repository.unri.ac.id/handle/123456789/3032. (3 Jan 2018)
28. Hidayat O, Giyarsih SR. Tingkat pengetahuan mahasiswa universitas gadjahmada tentang bahaya penyakit aids. Jurnal Bumi Indonesia 2012; 1(2): 159-66.
29. El Mahmood AM, Doughari JH. Effect of Dettol on viability of somemicroorganisms associated with nosocomial infections. African JBiotechnology 2008; 7(10): 1554-62.
30. Venkatesh SP, Kuthandapani S, Marudavanan R, Ponraj S. A comparativestudy of efficacy of disinfectants used for flexible endoscope: glutaraldehydeversus ortho-phthalaldehyde. Sch J App Med Sci 2014; 2(4D): 1408-12.
Universitas Sumatera Utara
51
31. Juan MR, Herrin A, Concert C, Lindsay J, Loyola M, Mlinarich B et al.Guideline for use of high level disinfectants & sterilants for reprocessingflexible gastrointestinal endoscopes. Chicago: SGNA, 2013: 9-12.
32. Atma Y. Angka lempeng total (alt), angka paling mungkin (apm) dan totalkapang khamir sebagai metode analisis sederhana untuk menentukan standarmikrobiologi pangan olahan posdaya. Jurnal Teknologi 2016; 8(2): 77-82.
33. Yunita M, Hendrawan Y, Yulianingsih R. Analisis kuantitatif mikrobiologipada makanan penerbangan (aerofood acs) garuda Indonesia berdasarkan tpc(total plate count) dengan metode pour plate. Jurnal Keteknikan PertanianTropis dan Biosistem 2015; 3(3): 237-48.
34. Ed-har AA, Widyastuti R, Djajakirana G. Isolasi dan identifikasi mikrobatanah pendegradasi selulosa dan pektin dari rhizosfer aquilaria malaccensis.Buletin Tanah dan Lahan 2017; 1(1): 58-64.
35. Fitri L, Yasmin Y. Isolasi dan pengamatan morfologi koloni bakterikitinolitik. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi 2011; 3(2): 20-5.
36. Boyd LRB. Dental instruments a pocket guide. Fourth edition. Missouri:Elsevier Saunders, 2012: 2-6, 38, 458, 502, 528.
37. Takahasi N, Nyvad B. The role of bacteria in the caries process: ecologicalperspectives. J Dent Res 2011; 90(3): 294-303.
38. Robertson D, Smith AJ. The microbiology of the acute dental abscess. J MedMicrobiology 2009; 58: 155-162.
Universitas Sumatera Utara
xii
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Bernard
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 11 Agustus 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Bernard
Alamat : Jalan Gandhi No.133 Medan
Orangtua
Ayah : Koswara Tahir
Ibu : Lianni Widjaja
Riwayat Pendidikan
1. 2000 – 2002 : TK Sutomo 1
2. 2002 – 2008 : SD Sutomo 1
3. 2008 – 2011 : SMP Sutomo 1
4. 2011 – 2014 : SMA Sutomo 1
5. 2014 – 2018 : S1 Pendidikan Dokter Gigi Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
xiii
LAMPIRAN 2
RINCIAN BIAYA PENELITIAN
Besar biaya yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini sebesar Rp. 3.950.000,-
dengan rincian sebagai berikut:
1. Biaya pembuatan skripsi : Rp 300.000
2. Biaya print dan fotokopi : Rp 500.000
3. Biaya bahan habis pakai : Rp 800.000
4. Biaya laboratorium : Rp 1.100.000
5. Biaya peralatan : Rp 600.000
6. Biaya penjilidan dan penggandaan : Rp 250.000
7. Biaya ethical clearance : Rp 100.000
8. Biaya statistik : Rp 300.000
+
Rp 3.950.000
Universitas Sumatera Utara
xiv
Universitas Sumatera Utara
xv
LAMPIRAN 4
Surat Izin Penelitian dari RSGM-P USU
Universitas Sumatera Utara
xvi
LAMPIRAN 5
Surat Ethical Clearance penelitian dari KEPK FK USU
Universitas Sumatera Utara
xvii
LAMPIRAN 6
Gambar Jumlah Koloni Bakteri pada media PCA dari 36 sampel
Universitas Sumatera Utara
xviii
Universitas Sumatera Utara
xix
Universitas Sumatera Utara
xx
G15
G13
G17
Universitas Sumatera Utara
xxi
LAMPIRAN 7
Laporan Hasil Uji Total Plate Count dan Pewarnaan Gram dari Lab MikrobiologiFMIPA USU.
Universitas Sumatera Utara
xxii
LAMPIRAN 8
Tabel Hasil Perhitungan Statistik Menggunakan Program Komputerisasi
(a) Hasil perhitungan rata-rata dan standar deviasi tiap kelompok perlakuan.
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Jumlah Bakteri Glutaraldehid 2% 18 444.4444 1885.61808 444.44444Klorosilenol 4,8% 18 82500.0000 196043 46207.84601
(b) Hasil uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jumlah Bakteri Glutaraldehid 2% .538 18 .000 .253 18 .000
Klorosilenol 4,8% .343 18 .000 .488 18 .000a. Lilliefors Significance Correction
(c) Hasil uji hipotesis dengan uji Mann-Whitney
Test Statisticsb
Jumlah Bakteri
Mann-Whitney U 105.500Wilcoxon W 276.500Z -2.456Asymp. Sig. (2-tailed) .014Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .074a
a. Not corrected for ties.b. Grouping Variable: Kelompok
Universitas Sumatera Utara