Transcript
Page 1: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

RUANG LINGKUP BERLAKUNYA

PERUNDANG-UNDANGAN MENURUT TEMPAT

RANGKUMAN MATERI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Mata Kuliah Hukum

Pidana, Semester II, Tahun Akademik 2013 - 2014

Disusun Oleh :

YADI SUPRIATNA

131000303

KELAS G

Dibawah Bimbingan :

Ibu Gialdah Tapiansari, S.H., M.H

Ibu Tien S Hulikati, S.H., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG

2014

Page 2: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

KATA PENGATAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana atas rahmat dan

karunianya kami diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas ramgkuman materi Hukum

Pidana ini mengenai PENGULANGAN TINDAK PIDANA dengan lancar.

Dalam penyusunan makalah ini kami berterimakasih kepada para pihak yang memberikan

saran dan kritiknya. Terimakasih juga kepada para penulis buku dan penulis artikel website

yang telah kami kutip pendapatnya dalam isi makalah ini.

Akhir kata semoga rangkuman materi ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh

dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi

perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Bandung, 18 Mei 2014

Penyusun

Yadi Supriatna

Page 3: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. 2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….... 3

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………… 4

A. LATAR BELAKANG…………………………………………………………….. 4

B. TUJUAN…………………………………………………………………………... 4

BAB II RANGKUMAN MATERI………………………………………………………. 5

A. ASAS TERITORIAL………………………………………………...…………… 5

B. PERLUASAN ASAS TERITORIAL……………………………………………. 8

C. ASAS NASIONAL AKTIF………………………………………………………. 9

D. ASAS NASIONAL PASIF…………………………………..……………………. 10

E. ASAS UNIVERSALITAS…………………………………..……………………. 12

BAB III PERTANYAAN DAN JAWABAN……………………..……………………… 14

A. PERTANYAAN…………………………………………..………………………. 14

B. JAWABAN………………………………………………..………………………. 15

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN……………………………..………………………. 16

A. SIMPULAN……………………………………………..………………………… 16

B. SARAN………………………………………………/.…………………………... 17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………..……………………………. 18

Page 4: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ruang lingkup berlakunya Undang-undang pidana suaatu Negara dapat dapat

kita jumpai dalam pasal 2,3,4,5,6,7,8 dan 9 KUHP. Diberlakukanya lex loci delicti atau

undang-undang yang berlaku di tempat tindak pidana itu telah dilakukan terhadap

pelakunya, telah dikenal orang sejak abad tersebut diberlakukanya undang-undang

pidana suatu Negara, baik terhadap orang-orang asing maupun warga negaranya yang

diketahui telah melakukan suatu tindak pidana didalam wilayahnya.

Dengan adanya pasal-pasal tersebut kita selaku subyek hukum harus

mengetahui apakah kita dapat dipidana berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia

atau tidak serta WNA yang berada di Indonesia bias dipidana juga dengan undang-

undang yang berlaku di Indonesia atau undang-undang pidana yang berlaku di Negara

WNA tersebut.

Dengan adanya hukum pidana, maka setiap orang baik itu warga negara

indonesia sendiri, maupun bangsa asing dengan tidak membedakan kelamin atau

agama, kedudukan atau pangkat yang berbuat pidana dalam wilayah Republik

Indonesia, maka hukum pidana itu di berlakukan kepada mereka. namun dalam hal ini,

ada juga yang di kecualikan bagi orang-orang bangsa asing yang menurut hukum

internasional diberi hak “exterritorialiteit” tidak boleh diganggu gugat. Sehingga

ketentuan-ketentuan pidana Indonesia tidak berlaku kepadanya, mereka itu hanya

tunduk kepada undang-undang pidana sendiri.

Di indonesia ini berarti seluruh wilayah Indoesia baik diudara, daratan maupun

di lautan yang masing-masing mempuyai batas-batas berbeda.

Maka untuk mentukan tempat dimanakah peristiwa itu terjadi, maka dalam hal

ini, kami akan membahasnya mengenai hukum pidana menurut tempat ada 4 (empat)

macam asas yaitu sbb:

1. Asas tentorialteit/ asas wilayah negara

2. Asas personaliteit/ asas kebagsaan

3. Asas perlindungan /asas nasional pasif

4. Asas universaliteit/ asas persamaan

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui asas hukum pidana

2. Untuk memenuhi tugas ringkasan materi

Page 5: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

BAB II

RANGKUMAN MATERI

RUANG LINGKUP BERLAKUNYA PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN MENURUT TEMPAT

Asas-asas hukum pidana merupakan hal-hal yang mendasari terjadinya suatu perbuatan

akan dikenakan sanksi hukum apabila melanggar ketentuan hukum pidana dimanapun ia

berada dan tidak melihat status orang itu berbuat tindak pidana apabila melanggar ketentuan

hukum pidana akan terkena sanksi sesuai dengan sanksiperbuatannya. Asas-asas hukum pidana

ini bersumber dalam bagian Buku I menyangkut asas-asas hukum pidana dan uraian umum dari

ketentuan Pasal 1 sampai dengan Pasal 9 KUHP. Berikut penjelasan mengenai Asas-asas

Hukum Pidana, yaitu : Asas Teritorialitas, Asas Nasional Pasif, Asas Nasional Aktif dan Asas

Universalitas.1

1. ASAS TERITORIAL2

Asas territorial terdapat dalam ketentuan undang-undang yang diatur dalam

pasal 2 K.U.H.Pidana.

Pasal 2 K.U.H.Pidana menentukan :

“Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang

melakukan perbuatan pidana di Indonesia.”

Undang-undang pidana Indonesia itu tidak hanya berlaku bagi warga Negara

Indonesia saja melainkan bagi setiap warga Negara asing yang telah diketahui

melakukan suatu tindak pidana di wilayah Negara Indonesia.

Berlakunya asas territorial ini didasarkan pada asas kedaulatan suatu Negara

atau sovereignty. Setiap warga Negara wajib menjamin keamanan dan ketertiban

didalam wilayah Negaranya masing-masing. Kekuasaan suatu Negara meliputi seluruh

wilayah daratan yang terdapat dalam Negara tersebut, yang batas-batasnya di darat

dimana di dunia ini ditentukan dalam perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh Negara

tersebut dengan Negara-negara tetangganya.

1. Penerapan Pasal 2 KUHP3

Contoh kasus :

a. A seorang W.N.I melakukan pencurian di Bandung. A akan dituntut dan

mendapatkan hukuman menurut perundang-undangan pidana yang berlaku di

Indonesia.

1. Diennisa Putriyanda, Asas-asas hukum pidana dan pengertian perbuatan pidana menurut para ahli, http://www.slideshare.net/icadienica/asas-asas-hukum-pidana-pengertian-perbuatan-pidana-menurut-para-ahli, diakses pada 22 Februari 2014 Pukul 08:12

2. Tien S. Hulukati, Hukum Pidana, Bandung, 2014, hlm. 41 3. Ibid. hlm. 42

Page 6: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

b. B. seorang W.N.A (Malaysia) melakukan penganiayaan terhadap seorang WNI

di Bandung. B akan dituntut dan dihukum menurut undang-undang pidana yang

berlaku di Indonesia. Karena kedua Negara tersebut telah melakukan perjanjian

ekstradisi, dan perbuatan penganiayaan tersebut telah ditetapkan sebagai

kejahatan yang pelakunya dapat diekstradisi. Bisa juga ia B menghadapi

tuntutan atau penghukuman menurut undang-undang pidana yang berlaku di

Malaysia.

Dalam kasus tersebut merupakan penerapan dari Asas lex loci delicti dimana

asas lex loci delicti ini memberlakukan hukum Indonesia bagi warga Negara asing.

Dari asas lex loci delicti, kita juga mengenal apa yang Mayer sebut sebagai

elementar princip atau oleh Van Hamel disebut grondbeginsel. Keduanya

diartikan sebagai asas dasar, yang menentukan bahwa pada waktu mengadili

seorang yang dituduh telah melakukan tindak pidana, hakim tidak dibenarkan

memberlakukan undang-undang pidana lain kecuali yang berlaku di negaranya

sendiri.

Mengenai keharusan memperhatikan undang-undang pidana yang berlaku di

Negara-negara lain, dapat kita jumpai secara tersirat dalam Pasal 5 ayat (1) angka 2,

Pasal 6, dan pasal 76 ayat (2) KUHP.

Selain pasal-pasal tersebut, sebetulnya dalam pasal 2 KUHP bila kita

hubungkan dengan masalah perjanjian ekstradisi, tersirat juga keharusan

memperhatikan memperhatikan undang-undang yang berlaku di Negara-negara

lain. Karena bilamana nanti dalam wilayah Indonesia telah terjadi tindak pidana

yang dilakukan oleh seorang W.N.A. dari yang telah melakukan perjanjian

ekstradisi dengan Indonesia, maka bias kita katakana bahwa pelaksanaan asas dasar

telah sedikit menyimpang.

Apabila keharusan memperhatikan undang-undang pidana yang berlaku di

Negara-negara lain ini, dianggap sebagai penyimpangan terhadap asas dasar, maka

sebetulnya di Negara kita penyimpangan ini diperluas lagi dengan keharusan

memperhatikan pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum antar

bangsa, seperti yang diatur dalam Pasal 9 KUHP.

Artinya ketika mengadili beberapa tindak pidana tertentu , hakim bukan saja

diharuskan memperhatikan undang-undang pidana yang berlaku dinegara-negara

lain, tetapi juga diwajibkan memperhatikan hukum antar bangsa.

Jadi ketika membaca Pasal 5 ayat (1) angka 2, Pasal 6, Pasal 9 dan Pasal 76 ayat

(2) KUHP, maka jelas bahwa di Negara kita ini , dalam mengadili beberapa tindak

pidana tertentu , hakim harus memperhatikan undang-undang pidana yang berlaku

di negara-negara lain.

Dalam contoh kasus bagian (b), jika Malaysia meminta Indonesia untuk

mengekstradisi B, tetapi setelah mempertimbangkan permintaan tersebut ternyata

Indonesia tidak melakukan ekstradisi, maka dalam hal ini asas territorial telah

Page 7: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

diterapkan. Sedangkan apabila sebaliknya Indonesia menentukan untuk

mengekstradisi, maka asas territorial ini tidak diterapkan.

Tidak menerapkan asas territorial ini bukan berart tidak menegakan hukum.

Hukum tetap ditegakan melainkan pengalihan penanganannya. Meskipun dalam

kasus tersebut tidak menerapkan asas territorial, tetapi Malaysia sedang

menerapkan asas nasional aktifnya.

2. Laut territorial Indonesia dan perairan territorial4

Menurut pasaal 1 ayat (1) ordonansi tanggal 18 Agustus 1939 :

“Laut territorial Indonesia” adalah wilayah laut hingga jarak 3 mil dari pulau-pulau

atau bagian-bagian dari pulau-pulau yang termasuk ke wilayah daratan Indonesia,

diukur dari batas air laut yang mencapai daratan pada waktu air surut. Sedangkan

“Perairan Teritorial” Adalah laut territorial berikut laut sepanjang pantai, daerah

perairan teluk-teluk, muara-muara sungai dan terusan-terusan.

Menurut pengumuman pemerintah tanggal 13 Desember tahun 1957 No.

S.2351/12/57 atas pertimbangan, bahwa bentuk geografis Indonesia mempunyai

corak dan sifat tersendiri, dan bagi kebutuhan territorial untuk melindungi kekayaan

Indonesia, penentuan batas 3 mil laut diatas sebagaiman termaktub dalam L.N.

1939 No. 442, tidak sesuai lagi dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka

pemerintah menyatakan, bahwa segala perairan di sekitar, diantara dan yang

menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia, tidak dengan

memandang luas atau lebamnya adalah bagian-bagian yang wajar dan pada wilayah

daratan Negara Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari dari pada

perairan pedalaman atau nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak

Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini, bagi kapal-kapal asing

dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan atau mengganggu

kedaulatan dan keselamatan Negara Indonesia, juga ditentukan batas territorial yang

lebarnya 12 mill diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar

pada pulau-pulau Negara Indonesia. Ketentuan ini sudah diatur dengan UU No. 4

Tahun 1960.

Dengan demikian laut territorial Indonesia berdasarkan UU No. 4 Tahun 1960

adalah wilayah laut hingga jarak 12 mil. Sehingga wilayah kekuasaan Negara

itubukan hanya meliputi wilayah darat dan laut territorial Negara yang

bersangkutan, melainkan juga meliputi wilayah udara yang tidak terbatas tingginya

diatas wilayah darat dan wilayah laut territorial. Sebab jika tidak meliputi wilayah

udara, maka diatas bumi ini akan terdapat suatu wilayah yang tidak terbatas dimana

orang dapat melakukan segala macam tindak pidana tanpa dapat dihukum.

4. Tien S. Hulukati, Hukum Pidana, Bandung, 2014, hlm. 43

Page 8: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

2. PERLUASAN ASAS TERITORIAL5

Pasal 2 KUHP yang di dalamnya terdapat asas territorial, ternyata diperluas lagi

dengan pasal 3 KUHP. Dimana pasal 3 KUHP menentukan :

“Aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi

setiap orang yang di luar Indonesia, melakukan perbuatan pidana didalam perahu

Indonesia.”

Interpretasi mengenai perahu Indonesia itu sendiri, ada pada pasal 95 KUHP.

Pasal 95 KUHP menentukan :

“Yang dimaksud perahu Indonesia adalah perahu yang mempunya surat laut pas

kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara, menurut aturan-aturan umum

mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia.”

Undang-undang yang mengatur masalah pemberian surat laut dan pemberian

izin mempergunakan bendera Indonesia seperti yang dimaksud dalam pasal 95 KUHP

adalah zeebrieven en scheepspassen besluit 1934 atau keputusan tentang surat-surat

Laut dan pas-pas kapal Tahun 1934, staatsblaad Tahun 1934 No. 78 jo. Staatsblaad

Tahun 1935 No. 565.

Menurut pasal 1 dari keputusan tersebut, yang dimaksud dengan “kapal laut”

adalah setiap alat pelayaran yang dipergunakan untuk berlayar di laut atau yang dibuat

untuk maksud yang sama. Pasal 2 ayat (1) menentukan, bahwa yang dimaksud dengan

“kapal laut Indonesia” adalah kapal laut yang dimiliki seseorang atau lebih warga

Negara Indonesia atau dua pertiganya dimiliki oleh seorang atau warga Negara

Indonesia dan selebihnya dimiliki oleh orang-orang lain yang berdiam di Indonesia.

1. Penerapan Pasal 3 KUHP6

Berikut ini adalah contoh kasus dimana A seorang awak kapal diatas kapal

dagang atau kapal penumpang bendera Indonesia, melakukan tindak pidana, pada

saat kapal tersebut sedang berlabuh, di sebuah pelabuhan Perancis. Ia A

berdasarkan ketentuan Pasal 3 KUHP, akan menghadapi suatu penuntutan atau

penghukuman menurut undang-undang pidana yang berlaku di Negara Indonesia.

Terhadap pasal 3 KUHP, Moeljatno menyatakan :

“Orang-orang jepang tidak tunduk kepada perundang-undangan hokum pidana

yang berlaku di Indonesia, tetapi tunduk kepada KUHP Jepanng.”

Menurut Moeljatno hal ini karena “ Mereka Jepang mempunyai hak

eksekutorial, artinya mereka dipandang berada di luar territorial Negara dimana

mereka berdiam, sehingga tidak dapat dikenakan peraturan-peraturan Negara itu.”

Hak eksekutorial itu diakui dalam Hukum Internasional.

5. Tien S. Hulukati, Hukum Pidana, Bandung, 2014, hlm. 44

6.Ibid. hlm. 44

Page 9: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

2. Perubahan Redaksi Pasal 3 KUHP

Di Indonesia dalam tahun 1972 pernah terjadi “Pembajakan Pesawat Udara”,

yang dilakukan oleh seorang pemuda yang bernama Hermawan. Dalam

penerbangan Antara Surabaya ke Yogyakarta . hernawan yang katanya membawa

granat tangan itu, meminta uang tebusan sebesar Rp. 1.000.000;. malang baginya,

ketika pesawat tersebut mendarat di lapangan Adi Sucipto ia ditembak mati oleh

pilot pesawat tersebut.

Kejadian ini mengandung segi-segi hokum yaitu diantaranya : Yaitu tindak

pidana apakah yang dilakukan oleh Hernawan? Jawabanya adalah pembajakan

udara. Sebelumnya dalam KUHP tidak ada yang namanya pembajakan udara dan

akhirnya dikeluarkan UU No. 4 Tahun 1976.

3. ASAS NASIONA AKTIF /ASAS PERSONALITAS / ASAS KEBANGSAAN7

Asas ini terdapat dalam ketentuan undang-undang seperti yang diatur dalam

pasal 5 K.U.H.Pidana.

Pasal 5 ayat (1) K.U.H.Pidana menentukan:

“(1) Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi warga negara

yang diluar Indonesia melakukan:

Ke-1. Salah satu kejahatan tersebut dalam bab I dan II Buku kedua dan pasal-pasal:

160,161,240,279,450, dan 451.

Ke-2. Salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan pidana dalam perundang-undangan

Indonesia dipandang sebagai kejahatan sedangkan menurut perundang-undangan

negara dimana perbuatan dilakukan, diancam dengan pidana.

(2) penuntutan karena tindak pidana seperti dimaksud dalam no 2 diatas itu dapat juga

dilakukan, apabila tertuduh setelah melakukan tindak pidana tersebut kemudian baru

menjadi warga negara Indonesia”

Pasal 5 ini tentang asas kebangsaan disebut juga sebagai asas nasional aktif.

Menurut asas ini, undang-undang pidana suatu negara tetap dapat diberlakukan

terhadap warga negaranya dimana pun mereka itu berada diluar negeri.

Pasal 5 K.U.H.Pidana ini tidak berbicara lagi tentang teritorial. Dari rumusan

Pasal 5 ayat (1) angka I K.U.H.Pidana diketahui bahwa terhadap warga Negara

Indonesia yang bersalah melakukan tindak pidana tertentu diluar negeri, tidak

digantungkan pada suatu ketentuan pidana menurut UU negara dimana tindak pidana

tersebut dilakukan.

7. Tien S. Hulukati, Hukum Pidana, Bandung, 2014, hlm. 47

Page 10: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

Sedangkan dari rumusan pasal 5 ayat (1) angka 2 K.U.H.Pidana diketahui

bahwa dapat diberlakukannya undang-undang pidana Indonesia terhadap warga negara

Indonesia yang bersalah melakukan tindak pidana di luar negeri, tergantung pada

kenyataan apakah tindak pidana tersebut juga telah diancam dengan suatu hukuman

oleh undang-undang pidana negara dimana tindak pidana yang bersangkutan dilakukan.

Artinya prinsip double criminality dalam pasal 5 ayat (1) angka 2

K.U.H.Pidana, baru terpenuhi apabila dinegara tempat tindak pidana dilakukan, dan

tindak pidana tersbut merupakan perbuatan yang diancam dengan pidana dan di

Indonesia tindak pidana tersebut merupakan kejahatan.

Pasal 5 K.U.H.Pidana ini melindungi W.N.I., sehingga kemanapun W.N.I

berada UU Indonesia mengikuti. Terhadap pasal ini berlaku Asas Ne bis in idem,

sehingga apapun keputusannya, kalau seseorang sudah diadili, maka tidak boleh diadili

lagi. Ne bis in idem itu berlaku universal. Tanpa pasal 5 K.U.H.Pidana, kita tidak

memiliki argumen untuk mempertahankan W.N.I, kita apabila W.N.I, melakukan

tindak pidana di luar negeri.

Berkaitan dengan asas nasional aktif/asas personalitas, penulis juga pasal 6

K.U.H.Pidana, karena dengan pasal ini, berlakunya pasal 5 ayat (1) ke-2 K.U.H.Pidana

dibatasi sedemikian rupa hingga tidak dijatuhkan pidana mati.

Pasal 6 K.U.H.Pidana ini, penting untuk argumentasi. Pasal ini penting dalam

rangka ekstradisi. Pasal 6 merupakan garansi yang paling kuat terhadap negara yang

akan mengijinkan ekstradisi. Karena dalam mengekstradisi harus ada jaminan yang

ampuh, bahwa tidak akan ada hukuman mati. Seandainya kedepannya Indonesia tidak

lagi mengenal hukuman mati, maka ketentuan pasal 6 K.U.H.Pidana ini tidak berlaku

lagi.

Selain pasal 5 K.U.H.Pidana, asas personalitas ini , dapat juga kita jumpai

dalam pasal 7 K.U.H.Pidana. Pasal 7 K.U.H.Pidana menentukan:

Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat

yang diluar Indonesia melakukan salah satu perbuatan pidana tersebut dalam bab

XXVIII Buku Kedua.

Dari ketentuan Pasal 7 K.U.H.Pidana diatas dapat diketahui, bahwa dimana pun

seorang pegawai negeri Indonesia itu berada, apabila ia bersalah telah melakukan salah

satu tindak pidana seperti yang dirumuskan dalam Bab XXVIII dari buku II

K.U.H.Pidana tentang kejahatan jabatan, maka terhadap dirinya tetap diberlakukan

undang-undang pidana yang berlaku di negaranya

4. ASAS NASIONAL FASIF / ASAS PERLINDUNGAN8

Asas nasional pasif adalah asas yang menyatakan berlakunya undang-undang

hukum pidana Indonesia di luar wilayah Negara bagi setiap orang, warga Negara

Indonesia atau orang asing yang melangar kepentingan hukum Indonesia, atau

melakukan perbuatan pidana yang membahayakan kepentingan nasional Indonesia di

luar negeri. Asas nasional pasif diatur dalam Pasal 4.

Page 11: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

Pasal 4 menyatakan : “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia

diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia.

1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108, 110, 111, pada

ke-1, 127 dan 131.

2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang di keluarkan oleh

Negara atau bank, ataupun mengenai materai dan merek yang di gunakan oleh

pemerintah Indonesia.

3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas

tanggungan daerah atau bagian daerah Indonesia termasuk pula pemalsuan talon,

tanda deviden atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu dan tanda

yang di keluarkan sebagai tanda pengganti tersebut atau menggunakan surat-surat

tersebut diatas, yang palsu atau di palsukan seolah-olah tidak palsu.

4. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438,344 sampai 446 tentang

pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan

bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan

hukum dan pasal 479 huruf I,m,n dan o tentang kejahatan yang mengancam

keselamatan penerbangan sipil.

Pasal 8

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nakhkoda dan

penumpang perahu Indonesia yang diluar Indonesia.

Dasar hukum dari asas nasional pasif adalah, tiap-tiap Negara yang berdaulat

pada umumnya berhak untuk melindungi kepentingan hukumnya, walpun kepentingan

hukum. Dengan demikian, undang-undang hukum pidana Indonesia dapat diperlukan

terhadap siapapun, baik warga Negara maupun bukan warga Negara yang melakukan

pelanggaran terhadap kepentingan hukum Negara Indonesia dimanapun dan terutama di

luar negeri.

Misalnya melakukan kejahatan penting. Undang-undang Indonesia juga

berkuasa melakukan penuntutan terhadap siapapun juga di luar negara Indonesia juga

terhadap orang asing di luar Indonesia. Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan

adalah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya

atau kepentingan nasionalnya.

Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas pada warga

negara saja, selain itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan

yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional Indonesia yang karenanya harus

dilindungi.

Kepentingan nasional tersebut ialah:

1. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta

pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada

waktu perang, keamanan Martabat kepala negara RI.

2. Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara.

Page 12: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

3. Keamanan perekonomian.

4. Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI.

5. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan.

6. Asas Universalitas Undang-undang pidana dapat juga diperlakukan terhadap

kejahatan-kejahatan yang bersifat merugikan kesalamatan internasional yang

terjadi di dalam daerah yang tak bertuan (daerah kutub, lautan terbuka).

Dalam hukum internasional diakui kesamaan hak dari setiap negara yang

berdaulat dan seakan-akan adanya “satu negara dunia”. Selanjutnya dalam

hukum internasional diakui pula suatu asas bahwa terhadap mereka yang

melakukan tugas perwakilan kenegaraan diluar negrinya, kebal terhadap hukum

dimana ia bertugas.

5. ASAS UNIVERSALITAS9

Asas universalitas ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap

perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah Indonesia yang bertujuan untuk

merugikan kepentingan internasional. Peristiwa pidana yang terjadi dapat berada di

daerah yang tidak termasuk kedaulatan negara mana pun. Jadi yang diutamakan oleh

asas tersebut adalah keselamatan internasional.

Contoh: pembajakan kapal di lautan bebas, pemalsuan mata uang negara

tertentu bukan negara Indonesia.

Jadi di sini mengenai perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan dalam daerah

yang tidak termasuk kedaulatan sesuatu negara mana pun, seperti: di lautan terbuka,

atau di daerah kutub.

Yang dilindungi di sini ialah kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang diancam

pidana menurut asas ini sangat berbahaya bukan saja dilihat dari kepentingan Indonesia

tetapi juga kepentingan dunia. Secara universal (menyeluruh di seantero dunia) jenis

kejahatan ini dipandang perlu dicegah dan diberantas. Demikianlah, sehingga orang

Jerman menamakan asas ini weltrechtsprinzip (asas hukum dunia). Di sini kekuasaan

kehakiman menjadi mutlak karena yuridiksi pengadilan tidak tergantung lagi pada

tempat terjadinya delik atau nasionalitas atau domisili terdakwa.

Hal ini diatur dalam KUHP pasal 4 ayat 4. Asas ini didasarkan atas

pertimbangan, seolah-olah di seluruh dunia telah ada satu ketertiban hukum.

Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian

dalam hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional (asas

universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib turut

melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional).

8 Tedi Franggeos Andri Siburian, tugas pengantar hukum indonesia tentang asas hukum pidana,

http://franggeos.blogspot.com/2011/12/tugas-pengantar-hukum-indonesia, diakses pada 22

Februari 2014 pukul 20.05

9 Surahman, Belajar Hukum, http://orpalhukum.blogspot.com/2011/08/asas-asas-hukum-

pidana.html, Diakses pada 22 Februari 2014 pukul 18.36

Page 13: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

Menurut Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :

1. Kepala Negara beserta keluarga dari Negara sahabat, dimana mereka

mempunyai hak eksteritorial. Hukum nasional suatu Negara tidak

berlaku bagi mereka.

2. Duta besar Negara asing beserta keluarganya mereka juga

mempunyai hak ekssteritorial.

3. Anak buah kapal perang asing yang berkunjung di suatu Negara,

sekalipun ada di luar kapal. Menurut hukum internasional kapal

peran adalah teritoir Negara yang mempunyainya.

4. Tentara Negara asing yang ada di dalam wilayah Negara dengan

persetujuan Negara itu.

Penerapan Asas Universal10

Contoh : seorang diplomat luar negeri yang membeli foto-foto Negara kita. Perbuatan

diplomat tersebut bersangkutan dengan kepentingan tentara. Berdasarkan K.U.H.P pidana

perbuatan diplomat tersebut melanggar pasal 118 K.U.H pidana.

Terhadap diplomat tersebut,Negara kita berhak berbuat dengan cara lazim di

pergunakan dalam hukum Antara bangsa dengan memajukan pengaduan kepada pemenrintah

dari diplomat tersebut melalui jalan diplomatic. Pengaduan mana dapat disertai tuntutan untuk

memerintahkan diplomat tersebut meninggalkan Negara kita atau dengan meminta kepada

Negara yang telah mengirimkan diplomatnya ke indonesia untuk memanggil kembali diplomat

tersebut atau menuntut pidana di negaranya sendiri nya sendiri(menuntut agar diplomat

tersebut diadili di Negara nya) atau dengan menuntut ganti rugi kepada Negara yang telah

mengirimkan diplomat itu ke indonesia.

Dalam kebiasaan-kebiasaan antar bangsa atau yang biasa juga disebut hukum antar

bangsa,terdapat pengakuan bahwa hak eksteritorial itu dimiliki oleh:

1.seorang kepala Negara yang dengan persetujuan suatu Negara lain telah dating berkunjung ke

Negara tersebut atau seinggah di Negara tersebut dalam rangka perjalanan ke Negara atau

Negara-negara lain,kecuali apabila kepala Negara itu atas kemauan nya sendiri telah

melepaskan hak nya,misalnya karena perjalanan atau kunjungan nya itu bersifat

incognito(secara menyamar/diam-diam). Hak eksteritorial ini tidak dimiliki oleh anggota

keluarga atau lain-lain orang yang menyertai kepala Negara tersebut dalam perjalanan atau

kunjungan nya.

2.seorang duta yang oleh Negara yang satu telah di tempatkan di Negara lain tanpa

memandang sebutan atau tingkatan berikut anggota-anggota keluarga nya dan pegawai-

pegawai.

3.kapal perang suatu Negara dan seluruh awak kapal nya yang berada di Negara lain dengan

persetujuan dari pemerintah Negara yang dikunjungi.

10. Tien S. Hulukati, Hukum Pidana, Bandung, 2014, hlm. 56

Page 14: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

BAB III

PERTANYAAN DAN JAWABAN

A. PERTANYAAN

1. Bagaimana kronologi atau proses asas territorial?

2. Berkaitan dengan pembicaraan tentang pasal 3 K.U.H.Pidana muncul sebuah

pertanyaan,; Apakah orang-orang yang pada hakikatnya bukan warga Negara Indonesia

itu dapat melakukan suatu tindak pidana, yang menurut undang-undang pidana yang

berlaku di indonesia telah dinyatakan sebagai tindak pidana yang hanya dapat

dilakukan oleh WNI, yaitu seperti yang telah diatur dalam pasal 450 atau 451

K.U.H.Pidana?

3. Bagaimana bila terjadi suatu peristiwa (terbunuh/diserang) terhadap orang-orang PBB

dalam menjalankan tugasnya di negara yang berbeda pula?. Saya mengerucutkan dari

banyak kasus dan memilih kasus pembunuhan yang terjadi terhadap Count Folke

Bernadotte (seorang yang berasal dari negara Swedia dan bekerja sebagai pejabat sipil

Internasional di PBB) oleh penduduk Israel di negara Israel itu sendiri. Pemahaman

yang sulit saya dapatkan dari kasus ini adalah, bagaimana penyelesaian kasus ini dalam

kacamata hukum internasional?11

4. Berkenaan dengan kasus di atas, Sekjen PBB (pada masa itu) Trygve Lie

mempersiapkan memorandum, dan disampaikan pada Sidang Majelis Umum PBB pada

tahun 1948. Memorandum tersebut berisi 3 permasalahan pokok :12

1. Apakah suatu negara mempunyai tanggung jawab terhadap PBB atas musibah

atau kematian dari salah seorang pejabatnya?

2. Kebijaksanaan secara umum mengenai kerusakan dan usaha-usaha untuk

mendapatkan ganti rugi.

3. Cara-cara yang akan ditempuh untuk penyampaian dan penyelesaian mengenai

tuntutan-tuntutan.

Setelah mendengarkan memorandum dari Sekjen PBB, Majelis Umum kemudian

meminta pendapat dari ICJ, dengan mengajukan permasalahan hukum sebagai

berikut :

1. Apakah PBB sebagai sebuah organisasi mempunyai kapasitas untuk dapat

mengajukan gugatan terhadap pemerintah de jure maupun de facto untuk

mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh :

a) PBB;

b) Korban atau orang-orang yang menerima dampak dari kejadian yang menimpa

korban.

2. Apabila pertanyaan 1(b) dapat diterima, apakah tindakan yang harus dilakukan

PBB untuk mengembalikan hak Negara tempat korban menjadi warganya ?

11. Elfriza Sibarani, Masalah Hukum Internasional Yang Sulit,

http://elfriza.blogspot.com/2013/09/masalah-hukum-internasional-yang-sulit.html, diakses pada 23

Februari 2014 pukul 18.30

Page 15: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

B. JAWABAN

1. Asas teritorial (kekuasaan Negara atas wilayahnya) artinya setiap barang dan manusia

yang berada disuatu wilayah suatu Negara secara otomatis terikat pada hukum Negara

tersebut.

2. Perkataan tindak pidana dalam pasal 3 K.U.H.Pidana itu haruslah diartikan sebagai

tindak pidana menurut undang-undang pidana yang berlaku di Indonesia. Agar

seseorang dapat dikatakan bersalah telah melakukan tindak pidana menurut suatu pasal

K.U.H.Pidana maka orang itu haruslah memenuhi setiap unsur seperti yang terdapat

dalam rumusan tindak pidana pasal 450 dan 451 K.U.H.Pidana itu, jelas bahwa keadaan

sebagai warga Negara Indonesia merupakan suatu unsur dari tindak pidana seperti yang

dimaksud dalam pasal tersebut.

3. Setelah meneliti dan mencari jawabannya sendiri, saya menemukan kasus hukum

ini diselesaikan oleh Mahkamah Internasional (ICJ). Dari kasus tersebut,

terdapat empat permasalahan hukum yang muncul :

1. Count Folke Bernadotte adalah pejabat sipil internasional yang bekerja untuk PBB

2. Count Folke Bernadotte adalah warga negara Swedia

3. Pembunuh Bernadotte, Yehoshua Cohen, adalah warga negara Israel

4. Pembunuhan terhadap Bernadotte terjadi di wilayah pengawasan Israel.

4. Pada akhirnya, terhadap permasalahan hukum yang diajukan oleh Majelis

Umum, ICJ memberikan jawaban sebagai berikut : 1. Untuk pertanyaan 1(a), ICJ secara mutlak sepakat bahwa PBB dapat melakukan hal

tersebut.

2. Untuk pertanyaan 1(b), ICJ memberikan pendapat dengan 11 suara melawan 4

bahwa PBB dapat mengajukan gugatan meskipun pemerintah yang diminta

pertanggungjawabannya bukanlah anggota PBB.

3. Untuk pertanyaan 2, ICJ memberikan pendapat dengan 10 suara melawan 5 bahwa

apabila PBB membawa gugatan karena kerugian yang dialami pejabatnya, tindakan

tersebut hanya dapat dilakukan apabila gugatannya didasarkan pada pelanggaran

kewajiban kepada PBB.

Dengan adanya kasus ini, organisasi internasional yang ada di dunia mendapatkan

penegasan mengenai status yuridiknya. Meskipun sebenarnya status yuridik dari

organisasi internasional telah ada, namun sampai sebelum adanya kasus ini, masih

belum ada kepastian hukum mengenai bisa atau tidaknya sebuah organisasi

internasional untuk bisa berperkara sebagaimana layaknya subyek hukum internasional

lainnya. ICJ telah membuat suatu terobosan hukum dengan mengeluarkan advisory

opinion berkenaan dengan kasus ini.

Page 16: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

RUANG LINGKUP BERLAKUNYA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MENURUT TEMPAT

Asas-asas hukum pidana merupakan hal-hal yang mendasari terjadinya suatu perbuatan

akan dikenakan sanksi hukum apabila melanggar ketentuan hukum pidana dimanapun ia

berada dan tidak melihat status orang itu berbuat tindak pidana apabila melanggar ketentuan

hukum pidana akan terkena sanksi sesuai dengan sanksi perbuatannya.

ASAS TERITORIAL

Berlakunya asas territorial ini didasarkan pada asas kedaulatan suatu Negara

atau sovereignty. Setiap warga Negara wajib menjamin keamanan dan ketertiban

didalam wilayah Negaranya masing-masing. Kekuasaan suatu Negara meliputi seluruh

wilayah daratan yang terdapat dalam Negara tersebut, yang batas-batasnya di darat

dimana di dunia ini ditentukan dalam perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh Negara

tersebut dengan Negara-negara tetangganya.

PERLUASAN ASAS TERITORIAL

Pasal 2 KUHP yang di dalamnya terdapat asas territorial, ternyata diperluas lagi dengan

pasal 3 KUHP. Dimana pasal 3 KUHP menentukan :

“Aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi

setiap orang yang di luar Indonesia, melakukan perbuatan pidana didalam perahu

Indonesia.”

ASAS NASIONAL AKTIF

Asas ini terdapat dalam ketentuan undang-undang seperti yang diatur dalam pasal 5

K.U.H.Pidana.

Pasal 5 ayat (1) K.U.H.Pidana menentukan:

“(1) Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi warga negara

yang diluar Indonesia melakukan:

Ke-1. Salah satu kejahatan tersebut dalam bab I dan II Buku kedua dan pasal-pasal:

160,161,240,279,450, dan 451.

Ke-2. Salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan pidana dalam perundang-undangan

Indonesia dipandang sebagai kejahatan sedangkan menurut perundang-undangan

negara dimana perbuatan dilakukan, diancam dengan pidana.

Page 17: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

(2) penuntutan karena tindak pidana seperti dimaksud dalam no 2 diatas itu dapat juga

dilakukan, apabila tertuduh setelah melakukan tindak pidana tersebut kemudian baru

menjadi warga negara Indonesia”

Akan tetapi ada juga aturan yang dimuat dalam pasal 6 dan pasal 7.

ASAS NASIONAL PASIF

Asas nasional pasif adalah asas yang menyatakan berlakunya undang-undang hukum

pidana Indonesia di luar wilayah Negara bagi setiap orang, warga Negara Indonesia atau

orang asing yang melangar kepentingan hukum Indonesia, atau melakukan perbuatan

pidana yang membahayakan kepentingan nasional Indonesia di luar negeri. Asas nasional

pasif diatur dalam Pasal 4.

ASAS UNIVERSALITAS

Asas universalitas ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap perbuatan

pidana yang terjadi di luar wilayah Indonesia yang bertujuan untuk merugikan

kepentingan internasional. Peristiwa pidana yang terjadi dapat berada di daerah yang

tidak termasuk kedaulatan negara mana pun. Jadi yang diutamakan oleh asas tersebut

adalah keselamatan internasional.

C. SARAN

Semoga dengan adanya pemaparan materi yang telah kami sampaikan sekiranya dapat

menjadi suatu pembelajaran dan dapat mengambil manfaat dari materi ini. Dengan

adanya pemaparan materi ini semoga kawan-kawan semua dapat memahami lebih lanjut

mengenai asas-asas dalam pemberlakuan peraturan perundang-undangan berdasarkan

tempat ini. Semoga apa yang kami sampaikan dapat menjadi sebuah pengantar untuk

memahami kasus-kasus yang marak terjadi dalam kehidupan kita ini.

Page 18: Peraturan Perundang-undangan Berlaku Menurut Tempat

DAFTAR PUSTAKA

Hulukati, Tien S. 2014. Hukum Pidana. Bandung.

Putriyanda, Diennisa.2011. Asas-asas Hukum Pidana dan Pengertian Perbuatan Pidana

Menurut Para Ahli, http://www.slideshare.net/icadienica/asas-asas-hukum-pidana

pengertian-perbuatan-pidana-menurut-para-ahli. diakses pada 22-02-2014 Pukul 08:12

Siburian, Tedi Franggeos Andri. Tugas Pengantar Hukum Indonesia tentang Asas Hukum

Pidana.http://franggeos.blogspot.com/2011/12/tugas-pengantar-hukum-indonesia.

diakses pada 22 Februari 2014 pukul 20.05

Surahman. 2011. Belajar Hukum. http://orpalhukum.blogspot.com/2011/08/asas-asas-

hukum-pidana.html. Diaskses pada 22 Februari 2014 Pukul 18:36

Sibarani, Elfriza. 2013. Masalah Hukum Internasional Yang Sulit.

http://elfriza.blogspot.com/2013/09/masalah-hukum-internasional-yang-sulit.html,

diakses pada 23 Februari 2014 pukul 18.30


Top Related