PERAN HALLYU BAGI KOREA SELATAN
DALAM HUBUNGAN BILATERAL
KOREA SELATAN - INDONESIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh
Dafi Hifzillah
109083000047
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
iv
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisa tentang dampak Hallyu bagi hubungan bilateral
Korea Selatan dan Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
dampak Hallyu sebagai instrumen diplomasi Korea Selatan terhadap Indonesia.
Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara dengan pihak
terkait. Peneliti menemukan, bahwa Hallyu digunakan oleh pihak Korea Selatan
sebagai sarana untuk mempererat hubungan kerjasama dengan Indonesia dan demi
mencapai kepentingan nasional Korea Selatan. Ketertarikan masyarakat Indonesia
terhadap Hallyu mengundang respon pemerintah Korea Selatan untuk
menggunakan Hallyu sebagai sarana mencapai kerjasama yang lebih erat di
berbagai bidang; politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Skripsi menggunakan
metode kualitatif dan sumber datanya berasal dari buku, jurnal, surat kabar, dan
berbagai artikel yang relevan serta wawancara dengan peneliti yang pernah
membahas hal terkait. Data yang dikumpulkan akan dianalisis dalam bentuk
analisa deskriptif.
Kerangka teori yang digunakan dalah skripsi ini yaitu teori diplomasi
budaya, diplomasi publik, dan konsep soft power. Dari hasil analisa menggunakan
teori dan konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa Hallyu merupakan instrumen
diplomasi kontemporer yang melahirkan berbagai kerjasama antara Korea Selatan
dan Indonesia.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
atas kehadirat Allah SWT serta junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Hallyu Bagi Korea Selatan Dalam
Hubungan Bilateral Korea Selatan - Indonesia”. Selanjutnya, ucapan terima
kasih yang tidak terhingga kepada orang tua (Ayahanda, Drs H. M. Shufi Mughni
M.Ag dan Ibunda, Dra Ida Yanti) yang senantiasa sabar dalam memberi dukungan
moral, motivasi serta perhatian dengan penuh rasa cinta kasih sayang yang tulus
kepada penulis, dan memberikan dukungan materi serta mengiringi penulis
melalui doa dan restunya.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide dan pemikiran. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Arisman, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, masukan, serta motivasi yang sangat berharga hingga
selesainya penulisan skripsi ini disela-sela berbagai kesibukannya.
2. Ibu Debbie Affianty, M. Si selaku Ketua Program Studi Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Seluruh Bapak/IbuDosen dan Staff Jurusan Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan
telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas sebagai
mahasiswa.
vi
4. Seluruh staff Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada. Serta seluruh
narasumber, terima kasih bantuan literature maupun kesediaannya
untuk melakukan sharing wawancara dengan penulis.
5. Ega Fiyanti, Ibnu Rusydi, Sarah Fidiyanti, dan Muhammad Fidyan
Genial kakak dan adik yang selalu memberikan motivasi dan perhatian
kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Ramadhany Sapta T, Dwita Aprinta
C, Dewi Agustiani, dan Nuzulul Dina (sahabat kampus), teman-teman
Mabush, Dwina beserta keluarga (sahabat sejak SMA) terima kasih
telah menjadi sahabat setia penulis sejak awal. Terima kasih untuk
dorongan kalian yang tak putus terhadap penulis.
7. Teman-teman yang dipertemukan di kampus UIN Jakarta, Fajar,
Edwin, Nabil, Andri, Amar, Corry, Arif. Motivasi dan semangat serta
doa kalian turut andil besar dalam melahirkan skripsi ini.
8. Teman-teman HI 2009, khususnya kelas B. Marina untuk bantuannya
mengkoreksi kesalahan teknis. Mirna dan Ismet atas motivasinya.
Fadli, ketua kelas terbaik atas segala bantuannya. Dan teman-teman
lain. Maaf tidak bisa menyebutkan satu per satu.
9. Teman-teman komunitas cover dance, terutama team Boys’
Generation Indonesia dan kru, terima kasih untukpersahabatan,
perjalanan, dan semua inspirasi kalian.
10. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini
namun tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih.
Terima kasih atas segala bantuan yang tidak ternilai harganya. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan
kedepan.
Jakarta, 24 Juni 2014
Dafi Hifzillah
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK.................................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
DAFTAR TABEL.....................................................................................
DAFTAR GRAFIK..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................
DAFTAR ISTILAH..................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Pernyataan Masalah................................................
1.2. Pertanyaan Penelitian..............................................
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian...............................
1.4. Tinjauan Pustaka.....................................................
1.5. Kerangka Pemikiran...............................................
1.6. Metode Penelitian...................................................
1.7. Sistematika Penelitian.............................................
BAB II KEBIJAKAN DIPLOMASI KOREA SELATAN
2.1. Sejarah Hallyu dan Perkembangannya...................
2.2. Diplomasi Budaya Korea Selatan.........................
BAB III DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL KOREA
SELATAN DAN INDONESIA
3.1. Hubungan Bidang Ekonomi dan Politik..............
3.2. Hubungan Bidang Sosial dan Budaya..................
3.3. Perkembangan Hallyu Di Indonesia......................
BAB IV ANALISA PERAN HALLYU TERHADAP
HUBUNGAN BILATERAL KOREA SELATAN
DAN INDONESIA
4.1. Peran Pada Bidang Ekonomi………….….........
4.2. Peran Pada Bidang Sosial dan Budaya...............
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan ..........................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
iv
v
vii
viii
ix
x
xi
xii
1
7
7
8
9
19
19
21
28
37
44
47
56
65
75
xiii
viii
DAFTAR GAMBAR
2.1. Peta Penonton KPOP pada Situs YouTube Tahun 2011
Hal. 35
ix
DAFTAR TABEL
2.1.. Fase Penyebaran Hallyu
3.2. Jumlah Penayangan Drama Korea di Indonesia
3.3. Total Ekspor Film Korea Ke Indonesia
3.4. Peran Hallyu terhadap hubungan bilateral Korea Selatan -
Indonesia
Hal. 22
Hal. 48
Hal. 49
Hal. 55
x
DAFTAR GRAFIK
4.1. Jumlah Wistawan Indonesia ke Korea Selatan
4.2. Data Impor Produk Korea Selatan ke Indonesia
Hal. 62
Hal. 64
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1.1. The 1st Meeting of Joint Commission on Cultural Cooperation
xii
DAFTAR ISTILAH
AMI : Anugerah Musik Indonesia
APEC : Asia Pasific Economic Cooperation
ARF : ASEAN Regional Forum
ASEAN : The Association of Southeast Asia Nation
ASEAN+3 : ASEAN + China, Japan, Korea
ASEM : Asia Europe Meeting
BIFF : Busan International Film Festival
CJ E&M : CJ Entertainment & Media
FTA : Free Trade Agreements
NGO : Non-Governmental Organization
USIA : The United States Information Agency
KBRI : Kedutaan Besar Republik Indonesia
KBRK : Kedutaan Besar Republik Korea
KCC : Korean Cultural Center
KOCCA : Korea Culture and Content Agency
KOCIS : Korea Cultural and Information Service
KOICA : Korea International Cooperation Agency
KPOP/K-POP : Korean Pop
KSC : Korean Studies Center
KTO : Korean Tourism Organization
xiii
MCST : The Ministry of Culture, Sports and Tourism
MEST : The Ministry of Education, Science and Technology
MOFAT : The Ministry of Foreign Affair
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
PPAK : Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetik
PUSKO/PUSKOR : PusatStudi Korea
SNS : Social Network Service
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pernyataan Masalah
Diplomasi merupakan elemen penting yang tidak dapat dipisahkan dalam
ilmu hubungan internasional. Melalui diplomasi, maka sistem hubungan antar
negara-negara dapat terjalin. Kegiatan diplomasi sendiri telah berkembang dengan
begitu pesat dimana berasal dari praktek surat menyurat yang dilakukan oleh
Bangsa Romawi dalam urusan kenegaraan yang berkaitan dengan negara lain
(Roy, 1991, hal. 1-2) hingga praktek diplomasi yang digunakan sekarang.
Diplomasi sendiri terbagi atas dua bagian, hard diplomacy dan soft diplomacy.
Diplomasi yang pertama menekankan kepada instrumen kekuatan (militer),
sedangkan diplomasi kedua bersifat negosiasi damai tanpa menggunakan
kekerasan. Persamaan dari kedua diplomasi tersebut adalah kepala negara sebagai
aktor utama.
Dalam menjalankan praktek diplomasi, kepala negara pasti berhubungan
dengan aktor lain, baik kepala negara lain, maupun aktor nonnegara, seperti non-
governmental organization (NGO) dan masyarakat sipil, atau bahkan individu.
Melalui diplomasi yang dijalankan oleh aktor non negara inilah, diplomasi
dilakukan dengan cakupan yang lebih luas dan mengenai berbagai lapisan yang
bukan hanya negara. Istilah yang tepat untuk menggambarkannya adalah istilah
diplomasi publik. Jika sebagaimana dijelaskan oleh Hamilton dan Langhorne,
diplomasi tradisional atau dengan istilah lain dikenal sebagai first track diplomacy
2
adalah praktek diplomasi yang melibatkan peran negara-negara atau antar
pemerintah dengan pemerintah serta dilakukan dengan proses regularisasi dan
prosedural (Brian White dalam The Globalization of World Politics, 2005), maka
diplomasi publik cenderung lebih memberi penekanan kepada interaksi manusia
dengan manusia, atau lebih mudah dikatakan bahwa diplomasi publik tidak hanya
mempertimbangkan aspek hubungan antar pemerintah, namun aspek-aspek lain
diluar interaksi kedua pihak tersebut. Aktifitas diplomasi juga dilakukan oleh
organisasi non pemerintah maupun individu yang mewakili negaranya dalam
berinteraksi dengan aktor non negara lainnya (publicdiplomacy.org, 2011).
Menurut Planning Group for Integration of USIA (The United States Information
Agency), diplomasi publik adalah diplomasi yang bertujuan mempromosikan
kepentingan nasional negara melalui pemahaman, penginformasian, dan
pemberian pengaruh kepada masyarakat asing (Gilboa, E: 2006).
Korea Selatan merupakan salah satu negara dengan perekonomian paling
makmur di Asia, jika melihat posisinya sebagai negara dengan perekonomian
terkuat di dunia urutan ke 13 (bbc.co.uk, 7 Juni 2013). Hal ini ditopang tentu
melalui berbagai sektor, salah satunya adalah sektor budaya. Diplomasi budaya
adalah termasuk bagian dari diplomasi publik dimana berbagai cakupan seni dan
ide menjadi instrumen utama sebagai sarana diplomasi (Joseph L, 2010).
Diplomasi budaya inilah yang sekarang banyak dapat kita lihat disekitar kita.
Setelah Amerika Serikat dan Jepang tampil menjadi aktor utama dalam diplomasi
budaya melalui film, musik, gaya hidup dan media selama bertahun-tahun, kini
dalam dekade terakhir muncul aktor yang berasal dari belahan dunia lain, yakni
3
Korea Selatan (Visser, 2012). Korea Selatan terhitung sejak tahun 1990-an telah
menjadi pusat kebudayaan baru di wilayah Asia dengan menyebarkan nilai-nilai
kebudayaan mereka dari Jepang sampai Indonesia. Fenomena meningkat
tajamnya minat negara lain terhadap kebudayaan Korea Selatan kemudian dikenal
sebagai istilah Hallyu. Secara bahasa, Hallyu berarti Korean Wave atau
Gelombang Korea yang mengacu pada masuknya budaya Korea ke berbagai
belahan dunia melalui populernya film dan musik yang berasal dari negara yang
terkenal akan Gingseng-nya tersebut
“The Korean Wave is phenomenon sweeping through Southeast Asia,
China, and Japan. Intensified by the sudden surge in Korea’s national image
brought on by the 2002 FIFA World Cup, the Korean Wave started with the
raising popularity of Korean pop stars overseas. Most recently it extended to
boom in Korea – made TV dramas and movies and others” (Dynamic Korea,
Korea National Tourism Organization, 2000:17).
Terjemahan:
“Gelombang budaya pop Korea merupakan fenomena yang menyebar di
kawasan Asia Tenggara, Cina, dan Jepang. Citra negara Korea semakin
meningkat setelah festival Piala Dunia 2002.Gelombang ini dimulai dengan
peningkatan popularitas bintang pop Korea di luar negeri yang dalam beberapa
waktu terakhir diperluas dengan kepopuleran drama seri serta film Korea”
(Dynamic Korea, Korea National Tourism Organization, 2000:17).
Perkembangan Hallyu bagi Korea Selatan sendiri bukan sekedar
perkembangan popularitas yang tidak membawa keuntungan terhada negara.
4
Karena terhitung pada tahun 2004, ekspor film dan program televisi bersama
dengan pariwisata dan produk Hallyu menghasilkan pendapatan total hampir
US$2 miliar (Voa News, 1 Juni 2006). Popularitas seni drama Korea berembang
sejak tahun 1990-an dan meningkat pesat dengan semakin mudahnya penyebaran
karya dari negara tersebut, dengan dukungan kerjasama Free Trade Agreements
(FTA) dengan berbagai negara (Shim, 2012).
Disamping bidang seni melalui drama dan olahraga melalui perhelatan
Piala Dunia yang pernah digelar, Korea Selatan juga memiliki akses lain yang
potensial dijadikan jembatan kerjasama dengan negara lain, yakni bidang musik.
Musik pop Korea Selatan atau yang hari ini akrab dengan istilah Korean Pop (K-
POP) menyebar dengan sangat baik ke seluruh wilayah Asia, terutama Jepang,
China, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan tentu saja Indonesia. Popularitas bintang
KPOP meningkat sangat cepat dan tajam sejak akhir 1990-an seiring
meningkatnya popularitas grup seperti H.O.T, serta pada era 2000-an melahirkan
nama besar seperti penyanyi solo BoA dan nama-nama grup penyanyi seperti
Girls’ Generation, Super Junior, TVXQ, SHINee, T-ARA, F(x), dan lain-lain yang
sudah sangat akrab terutama dikalangan remaja (Shim, 2012). Menurut statistik
Bank Of Korea dari bidang ekspor budaya dan jasa hiburan, industri musik K-pop,
bagian dari fenomena Hallyu, telah menghasilkan US$637 juta di tahun 2010 dan
mengalami peningkatan sebesar 25% menjadi US$794 juta tahun 2011, seiring K-
pop semakin diminati oleh masyarakat internasional(chosun.com, 7 Februari
2012).
5
Di Indonesia, fenomena Hallyu melalui KPOP dengan sangat mudah kita
lihat hampir di setiap minggunya dimana ratusan remaja berkumpul dalam
kegiatan gathering para pencinta KPOP (Yudhistira, Liputan6.com, 19 Februari
2012), bahkan para bintang pun mulai banyak datang ke Indonesia menggelar
konser dan Showcase seperti yang dilakukan oleh 2PM, Wonder Girls,
manajemen artis SM Town,dan Big Bang (Suhendra, Kompas.com, 6 Agustus
2012). Media-media baik online, televisi, radio maupun cetak, juga mulai rutin
memuat berbagai ulasan mengenai bintang-bintang KPOP kenamaan.
Popularitas Hallyudi Indonesia menurut penulis menjadi menarik dan
relevan untuk dibahas dalam ranah kajian Hubungan Internasional dengan melihat
diselenggarakannya serangkaian kegiatan pameran kebudayaan Korea Selatan
sejak tahun 2009 yakni “Korea-Indonesia Week” dimana merupakan bentuk
kerjasama yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Korea Selatan dengan Republik
Indonesia. Pergelaran budaya tersebut diselenggarakan untuk memperkuat
hubungan bilateral di bidang sosial kebudayaan karena melihat respon positif
masyarakat Indonesia terhadap budaya Korea Selatan. Di samping itu, Pemerintah
Korea Selatan membangun Pusat Kebudayaan Korea (Korean Cultural Center
Indonesia) di Jakarta agar dapat berfungsi sebagai pusat informasi kebudayaan
Korea Selatan, dimana hingga saat ini pusat kebudayaan tersebut cukup padat
dengan berbagai kegiatan yang dengan antusias dilakukan sebagian besar oleh
remaja Indonesia(Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia).
Hubungan kedua negara sebenarnya memang sudah baik. Hubungan
keduanya telah terjalin sejak 1973 dimana Korea Selatan membangun perwakilan
6
diplomatik di Indonesia. Namun kerjasama dalam bidang budaya sendiri baru
muncul pada 2007, dan berkembang pesat sejak 2009, tahun dimanaHallyumulai
masuk dan diterima di Indonesia (Korean Cultural Center). Hal ini dapat dilihat
dari berbagai interaksi yang dijalin keduanya dalam pembahasan tentang hal
terkait hubungan budaya, yang bukan hanya direspon oleh masyarakat
sebagaimana telah dibahas sebelumnya, namun juga oleh perwakilan dari masing-
masing negara. Diantaranya pada 2010 dimana Duta Besar Korea Selatan untuk
Indonesia Kim Ho Young mengutarakan harapan Korea Selatan dan Indonesia
untuk memanfaatkan jalur budaya demi mempererat kerja sama ekonomi kedua
negara (B. Kunto Wibisono, antaranews,com, 11 Oktober 2010). Kemudian
kunjungan dari mantan Perdana Menteri Korea Selatan, Kim Suk-soo kepada
Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono. Mantan PM Korea Selatan ini juga
mengutarakan ajakan kepada Indonesia untuk meningkatkan hubungan terutama
di bidang budaya (Afwan Albasit, Metrotvnews.com, 17 Mei 2013). Dari pihak
Indonesia sendiri, Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI mengutarakan hal yang
serupa dimana mengharapkan munculnya kerjasama yang lebih erat antara
Indonesia dengan Korea Selatan di bidang Budaya. Ketua DPD RI Irman Gusman
mengutarakan hal tersebut dalam sambutannya pada Perayaan Tahun
Persahabatan Korea-Indonesia 2013 di Balai Kartini, Jakarta (Friederich Batari,
Jurnas.com, 08 Maret 2013).
Melihat kesuksesan Korea Selatan menggunakan budaya baik sebagai
diplomasi budaya maupun sebagai instrumen memperkuat perekomian mereka,
juga melihat antusias masyarakat Indonesia terhadap diplomasi budaya baik oleh
7
pemerintah Korea Selatan maupun oleh aktor non pemerintah seperti media
maupun pelaku seni, membuat penulis sangat tertarik untuk melihat lebih dalam,
bagaimana Korea Selatan mampu membentuk Hallyu menjadi alat yang
digunakan sebagai sarana diplomasi? Bagaimana Hallyu masuk dan berkembang
di Indonesia? Serta bagaimana Hallyu mebantu Korea Selatan dalam mendapatkan
kepentingannya di Indonesia? Skripsi ini akan membahas sejarah dinamika
hubungan Korea Selatan dan Indonesia sejak awal dibuka hubungan diplomasi,
dan melakukan pembatasan pada bagian analisa dimana pembahasan akan fokus
pada tahun 2009-2014, saat minat Indonesia terhadap Hallyu mulai direspon oleh
pihak swasta dan pemerintah Korea Selatan, dengan melihat mulai diadakannya
berbagai acara pertukaran budaya antar kedua negara (Marenia, 2013: 81-82).
2. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana peran Hallyu bagi Korea Selatan dalam hubungan bilateral
dengan Indonesia?
3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perkembangan Hallyu di Indonesia.
2. Mengetahui peran Hallyu bagi Korea dalam hubungan kerjasama dengan
Indonesia.
Manfaat penelitian antara lain:
8
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Hubungan Internasional.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para pembaca
mengenai fenomena Hallyu yang terjadi di Indonesia.
3. Diharapkan dapat menjadi bahan pendukung bagi Indonesia dalam upaya
mengunakan budaya sebagai instrumen diplomasi sebagaimana yang dilakukan
oleh Korea Selatan.
4. Diharapkan dapat menjadi bahan bagi pembuat kebijakan Indonesia dalam
mempelajari Korea Selatan menggunakan budaya sebagai instrumen diplomasi
mereka, sehingga Indonesia kelak dapat melakukan hal serupa.
4. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian yang mengkaji masalah Diplomasi Budaya,
antara lain:
1. Skripsi Balora Rahman, Universitas Indonesia Jurusan Hubungan
Internasional, tahun 2012 dengan judul “Diplomasi Hip Hop Sebagai Diplomasi
Budaya Amerika Serikat”. Dalam skripsinya, Rahman menggunakan pendekatan
soft diplomacy dan diplomasi budaya
2. Skripsi Adina Dwirezanti, Universitas Indonesia Jurusan Hubungan
Internasional, tahun 2012 dengan judul “Budaya Populer Sebagai Alat Diplomasi
Publik: Analisa Peran Korean Wave Dalam Diplomasi Publik Korea Periode
2005-2010”. Dalam skripsinya, Dwirezanti menggunakan pendekatan Diplomasi
9
Publik, Diplomasi Kebudayaan, dan Konsep Pop Culture. Yang membedakan
penelitian penulis dengan skripsi Dwirezanti adalah tidak adanya fokus hubungan
bilateral Korea Selatan dengan Indonesia.
3. Skripsi Nesya Amellita, Universitas Indonesia Jurusan Bahasa dan
Kebudayaan Korea, tahun 2010 dengan judul “Kebudayaan Populer Korea:
Hallyu dan Perkembangannya di Indonesia”. Perbedaan penelitian yang dilakukan
Amellita dengan penulis adalah sudut pandang yang digunakan dimana Amellita
merupakan mahasiswa Bahasa sehingga tidak menggunakan pendekatan
Hubungan Internasional seperti yang dilakukan penulis. Amellita juga hanya
membahas perkembangan Hallyu di Indonesia namun tidak menganalisa dampak
kerjasama yang dihasilkan melalui perkembangan Hallyu.
5. Kerangka Pemikiran
1. Diplomasi Publik
Diplomasi bukanlah sebuah kebijakan, melainkan lembaga untuk memberikan
pengaruh terhadap kebijakan tersebut. Namun kebijakan dan diplomasi
merupakan dua hal yang saling melengkapi karena seseorang tidak bisa bertindak
tanpa kerjasama satu sama lain. Dalam urusan kenegaraan, diplomasi tidak dapat
dipisahkan dengan politik luar negeri karena diplomasi sendiri bertujuan kepada
kebijakan yang dikeluarkan oleh negara (Suryokusumo, 2004: 7-8). Diplomasi
lebih jauh merupakan kegiatan internasional yang saling berpengaruh dimana baik
pemerintah maupun organisasi internasional berusaha mencapai tujuan mereka
melalui perwakilan diplomatik maupun melalui sarana-sarana lainnya.
10
Seiring perkembangannya sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa
diplomasi telah meluas tidak hanya mencakup hubungan antar aktor negara,
namun kini meliputi aktor lain yang bersifat non negara. Bentuk diplomasi yang
banyak digunakan antara lain adalah diplomasi publik. Diplomasi publik pertama
kali oleh Emund Gullion pada Fletcher School of Law and Diplomacy di Tuffs
University.Diplomasi publik merupakan bentuk opini yang ikut membentuk dan
mengarahkan kebijakan yang diambil suatu negara.Lebih jauh, publik juga dinilai
mampu mengarahkan opini masyarakat negara-negara lain mengenai negaranya
(Papp, 1997: 442-443). Hans N. Tuch, penulis buku Communicating With the
World (New York, 1990) mendefinisikan diplomasi publik:
“Official government efforts to shape the communications environment
overseas in which American foreign policy is played out, in order to reduce
the degree to which misperceptions and misunderstandings complicate
relations between the U.S. and other nations.”
“Upaya resmi pemerintah untuk membentuk lingkungan komunikasi luar
negeri dimana kebijakan luar negeri Amerika dimainkan, dengan tujuan untuk
mengurangi potensi salah persepsi dan kesalahpahaman yang akan
memperumit hubungan antara AS dan negara lain.”
(pdaa.publicdiplomacy.org).
Dari penjelasan Tuch yang mengambil kasus Amerika, dapat disimpulkan
bahwa Tuch mendefinisikan diplomasi publik sebagai sebuah proses komunikasi
pemerintah dengan masyarakat luar negeri. Komunikasi dijalin dengan tujuan
membentuk suatu kesepahaman akanide dan kebijakan suatu negara (didalamnya
termasuk kesepahaman mengenai budaya) yang mengarah kepada kepentingan
nasional negara tersebut. Kelemahan definisi Tuch adalah, pembahasan yang
dibatasi akan interaksi antar aktor negara, padahal aktor non negara juga ikut
berperan dalam diplomasi publik (Primayanti, 2013: 121).
11
Dilihat dari sumbernya, diplomasi publik dapat menghasilkan gambaran
menyeluruh suatu negara. Menyeluruh dalam arti tidak hanya memberikan
gambaran positif suatu negara, namun juga sisi negatif. Ini dikarenakan aktor
yang berperan dalam diplomasi publik bukan merupakan dominasi negara
sehingga kontrol negara terhadap opini yang dihasilkan berkurang. Diplomasi
publik menekankan bukan hubungan government to government melainkan
government to people, atau bahkan people to people dengan proses yang tidak
hanya melibatkan diplomat antar negara namun proses apapun yang dapat
mempengaruhi opini pihak lain dan kebijakannya serta aktivitas aktor manapun
yang membawa akibat terhadap publik internasional (Baylis dan Smith, 2005:192-
193).
Beberapa tujuan dari diplomasi publik (Leonard, 2002:9-10) antara lain:
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai suatu negara, dalam hal
ini membuat mereka memikirkannya, menambah gambaran mengenai
negara tersebut, dan merubah pendapat mereka mengenai negara tersebut.
2. Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap suatu negara, dalam hal ini
meningkatkan persepsi positif mereka serta memberi pengaruh untuk
menyamakan opini mereka dengan negara tersebut mengenai suatu isu.
3. Meningkatkan hubungan dengan suatu negara dalam berbagai aspek
seperti pendidikan, mendorong masyarakat untuk mengunjungi negara
tertentu, mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi produk dari negara
tertentu, dan sebagainya.
12
4. Mempengaruhi masyarakat sehingga mempermudah mendapatkan
keuntungan seperti mendapatkan investasi dari perusahaan, atau
menunjukan posisi kita, atau dengan tujuan mengajak aktor politik untuk
menyesuaikan dengan diri kita atas dasar kerjasama.
Pada dasarnya tujuan-tujuan diatas tidak lepas dari tujuan diplomasi yang
dijelaskan oleh Holsti (1992) dimana negosiasi diplomatik dilakukan dengan
tujuan propaganda, tidak hanya sebagai sarana mencapai kesepakatan atas isu
melainkan upaya menarik pihak luar untuk berpihak dengan pihaknya dengan
demikian akan mengurangi posisi tawar-menawar terhadap lawan-lawannya
(Holsti, 1992: 251).
Dalam pembahasan mengenai penelitian Hallyu, Sumiko Mori lebih jauh
menjelaskan dalam Japan’s Public Diplomacy And Regional Integration in East
Asia: Using Japan’s Soft Power (2006) bahwa Hallyu yang merupakan bentuk
dari popular culture atau pop culture (budaya pop) merupakan bagian dari
diplomasi publik dimana meskipun mungkin tidak dilakukan dengan sengaja,
namun budaya pop mulai dari berita, fashion, gaya hidup, film, musik, dan lain-
lain melaui internet ikut memberikan dampak pada kebijakan luar negeri suatu
negara, serta berdampak pula pada kebijakan keamanan, perdagangan, pariwisata,
dan kepentingan nasional lainnya. Maka dapat disimpulkan, konsep diplomasi
publik akan mampu menjelaskan fenomena Hallyu dalam penelitian ini.
2. Diplomasi Budaya
Tulus Warsito dan Kartikasari (2007) mengenai diplomasi budaya
menjelaskan bahwa diplomasi tersebut merupakan upaya dari negara-negara
13
berkembang. Diplomasi budaya merupakan bagian dari diplomasi lain yang
bertujuan sama yakni mencapai tujuan nasional mereka, dengan pembedaan dari
segi cara yang menggunakan pendekatan kebudayaan seperti pendidikan, seni,
ilmu pengetahuan, dan olahraga dan lain-lain yang tidak mengandung unsur
politik, ekonomi, maupun militer (Warsito dan Kartikasari, 2007: 2). Diplomasi
budaya tidak hanya dilakukan antar pemerintah, namun bisa juga melibatkan aktor
non pemerintah baik individual maupun kolektif. Tujuan utama diplomasi budaya
adalah mempengaruhi pendapat umum guna mendukung suatu kebijakan politik
luar negeri tertentu, dengan sasaran pendapat umum, baik level nasional maupun
internasional (Warsito dan Kartikasari, 2007: 4).Diplomasi budaya sering pula
disebut sebagai Software Diplomacy dengan didasarakan penggunaan instrumen
kesenian sebagai sarana diplomasinya, bertentangan dengan Hardware Diplomacy
yang menggunakan mesin dan dekat dengan diplomasi jalan perang (Mohsin,
2010: 47).Penggunaan instrumen budaya membuat jalur diplomasi ini memiliki
peran yang signifikan karena kebudayaan memiliki unsur universal dan bersifat
komunikatif.Kebudayaan secara aktif digunakan dalam diplomasi bilateral untuk
meningkatkan pemahaman budaya dan dialog antar bangsa karena dapat
menembus batas-batas geografis, politik, ideologi dan sosial (Sidabutar: 160).
Diplomasi budaya sendiri terdiri dari beberapa bentuk (Warsito dan
Kartikasari, 2007: 19-26):
1. Eksebisi
Eksebisi atau pameran merupakan bentuk diplomasi budaya yang paling
konvensional karena dilakukan secara terbuka dan transparan dan dilakukan baik
14
di dalam negeri maupun di luar negeri, baik dilakukan oleh satu negara maupun
mulitinasional. Biasanya eksebisi dilakukan dalam bentuk perdagangan, bersifat
pendidikan, melalui program pariwisata, dan lain sebagainya. Bentuk diplomasi
budaya eksebisi dilakukan oleh dua aktor dalam penelitian ini dalam pelaksanaan
acara tahunan Korea – Indonesia Week maupun berbagai acara yang dilakukan
pihak swasta dengan instrument budaya populer.
2. Propaganda
Sedikit banyak sama dengan eksebisi dimana propaganda merupakan upaya
penyebaran informasi baik melalui kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,
maupun nilai-nilai sosial ideologis suatu bangsa kepada bangsa lain. Akan tetapi,
propaganda biasanya tidak dilakukan secara langsung dan terbuka seperti melalui
instrumen media massa, bahkan secara awam berkonotasi negatif. Penyebaran
secara propaganda dianggap sebagai bentuk dasar dan cikal bakal diplomasi
budaya karena penyebaran ideologi dan nilai-nilai suatu bangsa melupakan hal
pokok dan mendasar yang perlu disebarkan ke negara lain dengan tujuan tertentu.
3. Kompetisi
Merupakan diplomasi budaya dengan jalan persaingan atau pertandingan.
4. Penetrasi
Penetrasi dapat dikatakan merupakan upaya perembesan yang dilakukan
melalui bidang-bidang perdagangan, ideologi, dan militer. Dalam bidang ideologi
penetrasi sama dengan propaganda.
5. Negosiasi
15
Negosiasi mencerminkan keinginan pihak-pihak terkait untuk saling
memperkenalkan, mengakui, menghormati, dan menghargai kebudayaan masing-
masing bangsa yang dilakukan dengan berbagai cara seperti pertukaran budaya.
6. Pertukaran ahli
Hal ini mencakup masalah pertukaran kebudayaan secara lebih mendalam,
seperti pertukaran kerjasama beasiswa sampai pertukaran ahli berbagai bidang
tertentu.
3. Soft Power
Konsep soft power pertama kali diperkenalkan oleh Joseph S. Nye, seorang
pemikir dari Harvard University pada 1990 (Primayanti, 2013: 120). Konsep
power sendiri menurut Nye adalah kemampuan dalam hal mempengaruhi pihak
lain demi mencapai apa yang kita inginkan. Ada 3 cara dalam mengaplikasikan
power itu sendiri, yakni dengan paksaan, bujukan dengan insentif tertentu, dan
dengan menarik perhatian. Dua hal pertama masuk kedalam golongan hard power,
dalam hal ini melibatkan instrumen militer dan ekonomi. Hal terakhir masuk
dalam golongan soft power, dimana Nye menyebutkan bahwa soft power
merupakan kemampuan untuk mendapatkan apapun yang diinginkan dengan cara
ketertarikan (attraction) (Nye, 2004: 5) Alexander L. Vuving membedakan hard
power merupakan kemampuan mengubah prilaku orang lain dengan mengubah
keadaan merka, sedangkan disisi lain, soft power mengubah prilaku pihak lain
dengan mengubah preferensi mereka (Vuving, 2009: 6). Vuving juga menjelaskan
ada 3 hal yang membangun soft power (Vuving, 2009: 9 – 11). Pertama adalah
benignity, yang terkait dengan cara pengguna power memperlakukan orang lain
16
terutama target dari dijalankannya soft power tersebut. Hal ini akan melahirkan
simpati yang merupakan dasar dari instrumen soft power. Dalam kasus fenomena
Hallyu, Korea Selatan berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia akan
informasi dan hiburan mengenai Hallyu dengan membuka kantor cabang Pusat
Kebudayaan Korea dan mengadakan berbagai acara yang semakin mendekatkan
peminat Hallyu Indonesia dengan idolanya. Hal ini menarik simpati masyarakat
Indonesia terhadap Korea Selatan dan tidak hanya berdampak pada bidang
hiburan namun peningkatan pada industri lain. Kedua adalah brilliance,
menyangkut cara kerja pengguna power di depan target penggunaan power.
Dengan melakukan hal-hal secara baik dan mendapatkan berbagai tujuan yang
diharapkan, brilliance akan melahirkan rasa kagum dan kecenderungan untuk
mempelajari keberhasilan yang di dapat oleh penguna power, sehingga lebih
membuka kemungkinan mereka akan mengikuti apa yang dilakukan pengguna
soft power tersebut. Korea Selatan dalam mengadakan acara baik pihak
pemerintah maupun swasta selalu bersikap profesional (contoh agenda selalu
berjalan tepat waktu). Disamping itu, kesuksesan para bintamng Hallyu terutama
musik KPOP didasari oleh ketatnya proses trainee (pelatihan) sebelum mereka
akhirnya menjadi penyanyi. Hal tersebut mengundang kekaguman masyarakat
Indonesia akan cara kerja masyarakat Korea Selatan. Ketiga adalah beauty,
kaitannya erat dengan visi, cita-cita, nilai maupun latar belakang. Corak budaya
Asia dari kedua negara dalam pembahasan penelitian ini mempermudah penetrasi
Hallyu di Indonesia karena cenderung tidak jauh berbeda dengan budaya asli
Indonesia. Vuving menjelaskan saat satu pihak melihat adanya kesamaan akan
17
hal-hal tersebut, maka akan melahirkan kecenderungan untuk bersatu dan bekerja
sama. Beauty menghasilkan instrumen soft power berupa inspirasi.
Soft power yang dimiliki suatu negara pada dasarnya dinilai dari 3 parameter
(Primayanti, 2013: 120-121 dan Nye,2004: 11):
1. Budaya (culture)
Budaya merupakan seperangkat nilai dan konteks kegiatan yang bermakna
bagi masyarakat.Budaya sendiri dibagi atas 2 bagian, yakni high culture
mencakup seni, sastra dan edukasi, dan popular culture yang cepat menyebar
di kalangan luas. Budaya kemudian akan melahirkan ketertarikan dari pihak
lain karena budaya yang dapat dipromosikan secara universal dan diterima
masyarakat luas bahkan diluar negara asalnya akan menghasilkan outcomes
yang baik bagi negara asalnya.
2. Nilai-Nilai Politik (political ideas)
Mengacu kepada seperangkat nilai dan pelaksanaan dari nilai-nilai tersebut
dalam tindakan politik pemerintah di dalam negeri. Dapat dikatakan, nilai-
nilai yang bersifat regional dapat mempengaruhi pandangan publik
internasional terhadap negara tersebut.
3. Kebijakan Luar Negeri (Policies)
Merupakan tindakan pemerintah di luar negeri yang dampaknya dirasakan
oleh publik internasional.
Menurut Vuving, pertukaran pergelaran kebudayaan, pertukaran berbagai
program, penyiaran, atau pendidikan bahasa suatu negara kepada negara lain serta
promosi sering diartikan sebagai alat dari soft power. Padahal, hal tersebut tidak
18
secara langsung melahirkan soft power. Namun lebih kepada melahirkan
kesepahaman dan memberi gambaran positif terhadap suatu negara. Hal tersebut
yang dilakukan Korea Selatan terhadap Indonesia dengan Hallyu. Kemudian
setelah mencapai tahap tersebut, masuk ke tahap awal yang terpenting dalam
melahirkan soft power yakni sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya
dalam benignity, beauty, dan brilliance (Vuving, 2009: 15).
4. Konsep Peran
Konsep Peran pertama kali diperkenalkan oleh Holsti (1970) (Thies, 2009:
2) pada tahun 1970an dimana peran individu dapat menjelaskan tindakan sebuah
negara dalam mengambil keputusan. Konsep Peran menjelaskan mengenai
tindakan kebijakan luar negeri dengan dikendalikan oleh individu untuk
menentukkan putusan, komitmen, peraturan, dan tindakan lainnya.
Menurut Holsti (1987) (Sekhri 2009: 424) Konsep Peran selalu dikaitkan
dengan pendekatan perilaku individu. Namun tidak hanya individu (pengambil
kebijakan) yang memainkan peran dalam negara sebagai kebijakan luar negerinya.
Aktor yang bersangkutan sebelum bertindak dalam mengambil perannya, maka
aktor tersebut sebelumnya mencoba memposisikan dirinya di posisi orang lain dan
mencoba untuk memahami apa yang diharapkan oleh orang lain tersebut. Dengan
menyerasikan diri dengan harapan – harapan dan sudut pandang orang lain, maka
interaksi mungkin akan terjadi. Dengan kata lain, aktor tersebut harus
menyerasikan pola kelakuannya sesuai dengan harapan masyarakat dalam
menjalankan suatu peran dalam masyarakat (Soekanto 1990). Dalam pembahasan
mengenai Hallyu, pemerintah Korea Selatan terus berusaha mendekatkan
19
instrument budayanya dengan Indonesia di berbagai kesempatan, baik bidang
kebudayaan maupun ekonomi bisnis. Dengan cara tersebut, maka Indonesia akan
semakin terbiasa dengan interaksi Hallyu dari Korea Selatan sehingga Hallyu
lebih mudah mengambil peran di bidang-bidang lain yang lebih luas.
7. Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan metode penilitan kualitatif. Punch
menjelaskan, penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang tidak melibatkan
angka, namun dengan menggunakan teknik analisa dengan pendekatan tertentu.
Metode penelitian ini, dalam kebanyakan kasus, tidak menggunakan data dalam
bentuk angka-angka, namun lebih kepada data deskriptif menggunakan kata-kata
dan kalimat (Punch, 2004: 3-4).
Sebagai teknik pengumpulan data terdapat dua sumber; primer dengan
melakukan wawancara dengan pihak terkait seperti wawancara dengan staff
Korean Culture Center dan lokasi terkait, dan sumber sekunder berupa data-data
tertulis yang terkait dengan persoalan yang dibahas dalam penilitian ini seperti
buku, jurnal, buletin, textbook, ebook, artikel, surat kabar cetak dan online dan
didukung dengan wawancara dari peneliti yang pernah membahas mengenai
Hallyu dari Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada.
8. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1. Pernyataan Masalah
2. Pertanyaan Penelitian
20
3. Kerangka Pemikiran
1. Diplomasi Publik
2. Diplomasi Budaya
3. Soft Power
4. Konsep Peran
4. Metode Penelitian
5. Sistematika Penelitian
BAB II KEBIJAKAN DIPLOMASI BUDAYA KOREA SELATAN
1. Sejarah Hallyu dan Perkembangannya
2. Diplomasi Budaya Korea Selatan
BAB III DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL KOREA SELATAN -
INDONESIA
1. Hubungan Bidang Ekonomi
2. Hubungan Bidang Sosial Budaya
3. Hallyu dan Perkembangannya di Indonesia
BAB IV ANALISA PERAN HALLYU TERHADAP HUBUNGAN
BILATERAL KOREA SELATAN – INDONESIA
1. Peran pada Bidang Ekonomi.
2. Peran pada Bidang Sosial Budaya.
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
21
BAB II
KEBIJAKAN DIPLOMASI BUDAYA KOREA SELATAN
Bab kedua penelitian ini akan membahas tentang sejarah dan fakta
mengenai Hallyu. Data untuk mengisi bab ini diambil dari buku, website resmi,
artikel terkait, serta berbagai jurnal. Pembahasan mengenai Hallyu akan dibagi
menjadi 2 sub-bab. Sub pertama akan membahas mengenai sejarah Hallyu itu
sendiri, dimulai dari sejarah kemunculan hingga perkembangannya. Sub-bab
pertama ini akan menitik beratkan perkembangan Hallyu di negara asalnya yakni
Korea Selatan. Kemudian pada sub-bab selanjutnya akan mulai membahas
mengenai Diplomasi Budaya Korea Selatan. sub-bab ini akan menjelaskan aktor-
aktor yang berperan dalam penggunaan Hallyu sebagai instrumen diplomasi
budaya Korea Selatan, apakah sekedar fenomena budaya populer yang menyebar
ataukah pemerintah dan pihak lain turut aktif dalam menyebarkan pengaruh Korea
Selatan melalui Hallyu.
2.1 Sejarah Hallyu dan Perkembangannya
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada latar belakang penelitian, Hallyu
atau yang juga dikenal dengan istilah Korean Wave (Gelombang Korea)
merupakan istilah yang digunakan dalam menggambarkan fenomena peningkatan
minat terhadap kebudayaan Korea Selatan. Namun jika dirunut melalui asal mula
pemilihan kata Hallyu¸ kata tersebut bukan dilahirkan oleh bangsa Korea Selatan,
melainkan istilah yang digunakan oleh seorang jurnalis Beijing, pada pertengahan
1997. Jurnalis tersebut memilih kata Hánliú" (韓流) (Han merupakan sebutan
22
bagi bangsa Korea Selatan, Liu merupakan arus atau gelombang) dalam
menjelaskan gelombang minat yang meningkat dari warga Cina terhadap
masuknya budaya Korea Selatan (Ravina 2009: 4). Jadi dapat dikatakan, negara
yang ‘merasakan’ gelombang Korea untuk pertama kali adalah Cina.
Tabel II.I
Fase Penyebaran Hallyu
Fase I Fase II Fase III
Produk Drama, Musik, Film K-POP, Drama, Film Budaya Korea
Negara Cina, Taiwan, Jepang Asia, Amerika, Eropa Seluruh dunia
Sumber: Raditya 2013: 13
Produk yang menyebarkan Hallyu secara garis besar terbagi atas 2, yakni
penyebaran melalui drama Korea (yang terbagi atas 2 produk, yakni drama seri
dan film) dan musik Pop Korea (K-POP) (Kim dan Ryoo 2007 119). Namun,
setelah kedua produk tersebut menjadi konsumsi masyarakat global, imbas yang
diterima oleh Korea Selatan bukan hanya meningkatnya popularitas budaya
populer mereka, namun juga peningkatan minat masyarakat global akan Budaya
Korea. Produk Hallyu lebih dulu sukses menyebar adalah drama. Terhitung pada
2002, stasiun TV Cina menayangkan sekitar 67 drama Korea. Bahkan pada 2004
sudah mencapai angka 100 drama. Namun kesuksesan drama Korea yang paling
besar adalah drama Jewel in the Palace dan Winter Sonata, dimana ditayangkan
di Cina pada 2005 (Ramesh, 2005: 3) dan membawa gelombang Korea kembali
menyebar dan mulai masuk ke negara-negara Asia Tenggara serta Jepang (Kim
dan Ryoo 2007 119).
23
Jika didalami lebih lanjut, ada beberapa faktor yang menyebabkan
kesuksesan drama Korea di berbagai negara. Salah satunya adalah isi dari drama
tersebut. Drama Korea jika dibandingkan dengan drama buatan negara lain seperti
Taiwan, dinilai lebih bersifat kontemporer. Bercerita tentang isu-isu yang
cenderung baru dan tidak terus-menerus membahas tentang kekerasan
sebagaimana drama seri Taiwan. Isu yang dibahas cenderung tentang isu yang
ditemukan sehari-hari seperti masalah keluarga sehingga penonton dapat dengan
mudah masuk kedalam cerita yang dibawakan. Disamping itu, pemilihan aktor
dan aktris yang pas dengan selera pasar, dan sangan berbakat dalam
menyampaikan cerita, serta ditambah dengan sentuhan fashion yang tepat pada
masanya juga memegang peranan penting dalam suksesnya sebuah drama Korea
(Ramesh, 2005: 2). Disamping tentang isi, harga yang relatif murah dari drama
Korea dinilai juga memiliki andil besar. Para produser dari negara-negara Asia,
yang pada tahun 2000-an tengah menghadapi krisis, cenderung lebih memilih
untuk membeli produk budaya Korea. Pada tahun 2000, harga drama Korea
seperempat dari harga drama Jepang. Bahkan, sepersepuluh dari harga drama
buatan Hongkong. Hal ini memicu cepat tersebarnya drama Korea di berbagai
negara Asia (Sung 2008: 15).
Popularitas yang dibawa oleh drama Korea melahirkan minat yang besar
terhadap penikmat dari negara lain, karena pada dasarnya drama Korea juga
mempromosikan negara mereka, dari mulai makanan khas Korea, pakaian adat
maupun fashion up to date, sampai kepada promosi bahasa Korea (Shim, 2006:
65). Dampak tersebut tentu meningkatkan minat terhadap barang-barang, seperti
24
makanan asal Korea, serta membuat Korea menjadi destinasi turis utama di Asia,
dimana sebelumnya Korea bukan lokasi yang benar-benar diperhitungkan dari
segi pariwisata (Onishi 2005). Sebagai contoh, pada tahun 2004 untuk bulan
Oktober saja sebanyak 257.000 turis asal Jepang mengunjungi Korea.
Kepopuleran drama Korea pada masa itu bahkan mendorong pihak penyedia jasa
wisata asal negara-negara Asia seperti China, Jepang, dan Taiwan untuk
menyediakan jasa ‘Hallyu Tour Package’ yang dalam kegiatannya mengunjungi
set drama, konser musik, maupun stasiun TV. Meningkatnya minat akan
pariwisata Korea terlihat akan jumlah pengujung Korea yang mulanya berjumlah
2,8 juta pengunjung pada 2003 meningkat menjadi 3,7 juta pengunjung pada 2004
(Wiseman, 2004).
Produk lain yang berperan besar dalam penyebaran gelombang Korea
adalah musik pop Korea, atau yang lebih akrab dengan istilah K-POP. Musik pop
Korea pertama yang menarik minat negara lain adalah grup H.O.T. Grup yang
berasal dari salah satu perusahaan hiburan paling sukses di Korea, SM
Entertainment. Kesuksesan H.O.T dapat dilihat dari kesuksesan mereka dalam
segi penjualan album dimana menempati posisi pertama tangga lagu populer
Taiwan dan Cina. Selain itu, kesuksesan mereka juga dibuktikan dengan habisnya
penjualan tiket konser di Beijing pada tahun 2000 yang kembali ikut membawa
Hallyu tertanam lebih kuat di negara-negara Asia (Korea Joongang Daily 2012).
Pada tahun 2002, penyanyi solo wanita BoA yang juga berasal dari label yang
sama, SM Entertainment, menjadi musisi Korea pertama yang berhasil menjual
album sebanyak satu juta kopi di Jepang (riaj.or.jp 2002).
25
Pada tahun-tahun berikutnya, nama-nama KPOP lain lahir seperti grup
SS501 dan TVXQ yang ikut sukses di Jepang. Sejak tahun 2000an melalui K-POP,
Hallyu kembali melebarkan popularitas mereka dengan melahirkan nama-nama
baru di tahun 2005 sampai 2007 seperti Super Junior, Girls’ Generation, Kara, Big
Bang, dan lain-lain (Korea Joongang Daily 2012). K-POP berhasil membawa
Hallyu dengan cepat melebarkan popularitasnya bukan hanya di wilayah Asia,
namun juga Australia, Amerika Utara terutama Meksiko (Cave 2013) dan
Amerika Selatan, Timur Tengah (sanat.milliyet.com.tr 2013), bahkan sampai ke
Eropa dan Afrika (Russel 2012). Fakta tersebut senada dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama dalam pidatonya di
Hankuk University. Obama menyebutkan bahwa Hallyu merupakan fenomena
yang lahir dari era kemudahan teknologi, dimana kegiatan pertukaran informasi
menjadi jauh lebih mudah dan bebas. Atas keadaan itulah, menurut Obama,
zaman sekarang hampir semua orang dapat merasakan gelombang budaya Korea
atau Hallyu (whitehouse.gov 2012). Sekertaris Jendral PBB, Ban Ki Moon dalam
kesempatan lain juga menyebutkan dalam pidatonya di Seoul, bahwa Korea telah
mencapai kesuksesan bertaraf global melalui kesuksesan penyebaran Hallyu di
seluruh dunia. Bahkan, Korea melalui Hallyu dinilai sebagai pemilik kekuatan soft
power baru berskala besar, yang dapat digunakan untuk mempengaruhi para
pemimpin negara lain dalam menyelesaikan berbagai isu-isu global, dengan
menjadikan Korea sebagai panutan penyelesaian masalah mereka. Lebih jauh
mengenai perkembangan Hallyu, Moon menyebutkan
26
“As is clear with the recent rise of Psy’s “Gangnam Style”, the Hallyu-
wave and Korean pop music, Korean culture is making its mark on the
world. Korea also showed its potential in sports in the London Summer Olympics,
which impressed the global sports community. This youthful, creative and
dynamic Korea is rising as a new hope in the world.” (un.org, 2012)
“Sebagaimana naiknya popularitas lagu ‘Gangnam Style’ dari PSY,
gelombang Hallyu dan musik KPOP, budaya Korea telah memebuat sejarah dunia.
Korea juga menunjukan potensinya dalam bidang olahraga di acara London
Summer Olympics, yang telah membuat kagum komunitas olahraga secara global.
Korea yang berjiwa muda, kreatif dan dinamis ini sedang berkembang menjadi
harapan baru bagi dunia.” (un.org, 2012)
Sebagai indikasi lain yang menunjukan kesuksesan diterimanya Hallyu di
dunia dapat dibuktikan dengan berbagai hal lain seperti tingginya minat warga
negara dunia terhadap acara musik para artis K-POP yang digelar di negara
mereka. Sebagai contoh, kesuksesan SM Entertainment membawa artis-artis
mereka seperti Super Junior, Girls’ Generation, SHINEe, F(x), TVXQ dan lain-
lain untuk menggelar konser di Madison Square Garden, New York dengan tiket
yang terjual habis pada 2011 (Caramanica 2011). Sebanyak 15.015 orang
memadati Madison Square Garden (Benjamin 2013) dan ini merupakan salah satu
indikasi yang menunjukkan bahwa Hallyu telah tersebar secara global dan
diterima oleh masyarakat di berbagai negara di dunia.
27
Budaya Korea adalah produk terakhir yang muncul dan diminati oleh
masyarakat penikmat produk Hallyu sebelumnya. Konsumsi produk-produk
Korea Selatan mulai diminati mulai dari kuliner, elektronik, kosmetik hingga
fashion (Raditya 2013: 16). Terhitung pada 2012, total pendapatan dari ekspor
produk industri kreatif mencapai angka 14.136,4 milyar won (13 juta dolar)
(Wibowo 2012: 25). Peningkatan minat akan industri keratif Korea Selatan
merupakan salah satu indikasi akan semakin banyaknya masyarakat dunia yang
memilih gaya hidup Korea-sentris (Raditya 2013: 16). Industri kreatif Korea
Selatan juga semakin kreatif dalam mengkombinasikan warisan kultural dan nilai-
nilai tradisional pada setiap produk mereka sehingga seiring meningkatnya minat
akan produk asal negara tersebut, secara perlahan meningkat pula ketertarikan
masyarakat dunia sebagai konsumen akan budaya Korea Selatan (Wibowo 2012:
27). Peminat dalam mempelajari Korea Selatan lebih dalam juga ditunjukkan
dengan dibukanya Pusat Studi Korea di berbagai negara dunia. Sebagai contoh,
atas dukungan anggaran dari pemerintah Korea Selatan, pada tahun 2011 dibuka
Pusat Studi Korea di berbagai negara seperti Australia, Indonesia, Filipina dan
Spanyol. Dari sini dapat dilihat bahya Hallyu sudah semakin tumbuh dari sekedar
idiom yang menggambarkan popularitas budaya Korea Selatan, menjadi
instrumen yang turut membantu perluasan penerimaan budaya, membantu
meningkatkan perkembangan ekonomi, dan juga berkontribusi dalam membangun
citra Korea Selatan sendiri di mata dunia (David 2013: 35). Dalam penyebaran
Budaya Korea Selatan, Hallyu dapat dikatakan telah berhasil mencapai 3 hal.
Pertama, setelah melihat berbagai indikasi yang telah disebutkan, Hallyu telah
28
diterima oleh masyarakat dunia sebagai salah satu produk budaya populer unggul
yang mampu bersaing dengan produk budaya populer dengan negara lain. Kedua,
Hallyu berhasil meningkatkan minat masyarakat global untuk mempelajari bahasa
Korea Selatan. Dapat dilihat dari berbagai produk Hallyu baik drama maupun
musik, yang tetap mempertahankan penggunaan bahasa asli namun tidak
kehilangan penikmat bahkan terus mengalami peningkatan. Dan yang terakhir,
Hallyu berhasil memberi ketertarikan khusus masyarakat dunia untuk lebih dalam
mengenal Korea Selatan dan memberi negara tersebut citra positif yang memberi
implikasi terhadap berdatangannya warga asing untuk berkunjung ke Korea
Selatan (David 2013: 35-36).
2.2 Diplomasi Budaya Korea Selatan
Strategi Korea Selatan dalam penyebaran dan pengembangan diplomasi
budaya selalu berusaha keras mempertahankan budaya lokal. Hal ini dimaksudkan
pemerintah agar pembangunan kebudayaan senantiasa berlandaskan pada nilai-
nilai dan karakter budaya sejati mereka. Secara sederhana, penyebaran produk
Hallyu seperti drama maupun musik berusaha mempertahankan penggunaan
Hangul, yakni Bahasa Korea. Hal ini didasari oleh sifat dasar Korea Selatan yang
kurang menyukai dominasi kebudayaan asing dan memegang teguh kebudayaan
leluhur (Wibowo 2012: 25). Korea Selatan selalu sadar, semangat pembangunan
di segala bidang tidak lantas menghapuskan nilai-nilai karakter dan kearifan lokal.
Sebagai hasilnya, berdasarkan indikasi yang sebelumnya telah disebutkan, budaya
Korea Selatan tidak hilang bahkan ikut menyebar dan dapat dinikmati oleh
29
masyarakat internasional bersamaan dengan budaya populer mereka melalui
Hallyu.
Penyebaran budaya baik budaya asli maupun budaya pop Korea Selatan
tidak lepas dari peran pemerintah didalamnya. Secara umum, diplomasi budaya
Korea Selatan diselenggarakan oleh tiga kementerian, yakni the Ministry of
Foreign Affairs and Trade (MOFAT), the Ministry of Culture, Sports and Tourism
(MCST), dan the Ministry of Education, Science, and Technology (MEST). Dari
sini dapat dilihat bahwaPemerintah Korea Selatan tidak memberatkan tugas
diplomasi kepada Kementerian Luar Negeri dan para diplomat saja, namun juga
melibatkan semua sektor dalam pemerintahan (David 2013: 33). Seperti yang
disebutkan sebelumnya akan sifat Korea Selatan yang kurang menyukai dominasi
budaya asing, pada era pemerintahan Park Chung-Hee (1963-1979), pemerintah
secara ketat mengotrol perkembangan produksi dan distribusi produk-produk
kebudayaan negara tersebut. Pemerintah Korea Selatan menyadari bahwa sebagai
salah satu negara di Asia Timur, mereka berada pada 2 kekuatan besar, yakni Cina
dan pemerintahan kolonial Jepang terutama pada tahun 1945. Derasnya pengaruh
kedua negara baik dalam perekonomian sampai ke bidang budaya membuat pada
pemerintahan Presiden Park mengontrol ketat masuk dan keluarnya pengaruh
kebudayaan di Korea Selatan demi melindungi keaslian kebudayaan mereka.
Namun pada pemerintahan selanjutnya, Presiden Kim Young Sam mulai
mengambil neoliberalisme sebagai ideologi dasar Korea Selatan dan mulai ikut
membuka Korea Selatan akan budaya-budaya asing. Korea Selatan menyadari dan
mempelajari kesuksesan Hollywood dalam bidang industri hiburan pada tahun
30
1980-an dan berusaha membuat kesuksesan yang sama dalam negara mereka
sehingga Korea Selatan nantinya akan mampu muncul sebagai negara yang
memiliki kekuatan baru baik dalam meraih keuntungan ekonomi maupun
menyebarkan pengaruh kebudayaan terutama diantara himpitan Cina dan Jepang,
dan diantara negara-negara Asia pada umumnya (Yang 2012: 116). Lebih jauh,
Korea Selatan sebagai negara middle power menyadari betul bahwa mereka tidak
dapat menjadi balance of power diantara Jepang dan China dengan mengandalkan
hard power, sehingga pemberdayaan soft power dianggap penting. Untuk itulah
pemerintah Korea Selatan sangat serius membentuk Hallyu sebagai soft power
(Nye, 2009: 93-95).
Kebebasan berekspresi baru dirasakan pada era demokrasi dibawah
pemerintahan Kim tahun 1993 dimana dukungan mulai diberikan dalam
memproduksi dan menyebarkan produk kebudayaan seiring dengan kesadaran
pemerintah akan potensi dan peluang ekonomi yang dapat dihasilkan oleh industri
kreatif. Dukungan awal pemerintah lebih bersifat koordinatif terhadap usaha-
usaha yang bertujuan mendorong penyebaran produk kultural Korea Selatan (Kim,
2013; Shim, 2006).
Pada fase selanjutnya, pemerintah mulai membentuk serangkaian regulasi
yang lebih bersifat mengatur dan promotif. Kebijakan regulasi meliputi
pengaturan kuota tayangan asing dan menyediakan kuota khusus bagi penyedia
konten bermuatan budaya lokal dan tradisional. Sedangkan kebijakan promosi
meliputi dukungan bagi kegiatan ekspor produk industri kreatif melalui kantor-
kantor perwakilan pemerintah di luar negeri, pembangunan pusat pendidikan dan
31
pelatihan kerja industri kreatif, dan penyelenggaraan even promosi internasional
seperti Busan International Film Festival (BIFF) (Wibowo 2012: 24). Selanjutnya
dibawah MCST, Presiden Kim pada 1995 membentuk Cultural Industry Bureau
yang diikuti olek keputusan untuk melonggarkan biaya pajak bagi para pelaku
industri kreatif (Kim 2013). Pada masa pemerintahan selanjutnya dibawah
Presiden Kim Dae-Jung (1998-2003), Korea Selatan mengusung visi ‘teknologi
kebudayaan’ yang berisi upaya pengembangan secara selaras warisan budaya
tradisional dan budaya populer sebagai salah satu dari enam komoditas kunci
Korea Selatan (Wibowo, 2012: 24). Dalam upaya mewujudkan maksud tersebut,
dibentuklah Korea Culture and Content Agency (KOCCA), masih dibawah
MCST pada 2001 (Shim 2006). Tujuan utama KOCCA adalah menggunakan
Hallyu sebagai sarana menarik minat masyarakat internasional dalam mempelajari
Bahasa Korea dan ikut mendukung promosi Hallyu dalam taraf internasional
(Kim, 2013). KOCCA juga menyediakan pinjaman bagi perusahaan industri kecil
dalam memproduksi produk kreatif seperti program televisi, drama, dan games
(koreaexim.go.kr).
Pada masa pemerintahan selanjutnya, dibawah pemerintahan Presiden Roh
Moo-hyun (2003-2008), Korea Selatan lebih berambisi untuk terus menyebarkan
kebudayaan Korea Selatan ke seluruh dunia. Pemerintah berencana untuk
mendorong tidak hanya industri film dan drama namun juga industri musik
sebagai inti dari industri kebudayaan mereka dengan menganggarkan subsidi
sampai dengan 40 miliar won sebagai bentuk dukungan pemerintah pada 2007.
Bahkan pemerintah berinvestasi sebesar 2 triliun won pada tahun 2008 untuk
32
menciptakan "Korean Wave Hollywood" sebagai upaya menciptakan Korea
Selatan sebagai kiblat kebudayaan populer asia sebagaimana Hollywood di
Amerika Serikat. Tindakan tersebut mencerminkan ambisi Korea Selatan dibawah
Presiden Roh Moo-hyun untuk mengubah negaranya menjadi kekuatan budaya
global (Xuezhe, 2007: 5).
Presiden Roh dibawah MCST menerapkan kebijakan Han Style. Kebijakan
tersebut dirancang untuk mengangkat budaya tradisional masyarakat Korea
Selatan menjadi budaya yang bersifat global.Kebijakan ini juga menjadi salah satu
kebijakan yang penting, kerena penyebaran Hallyu menjadi lebih fokus menitik
beratkan pada penyebaran nilai-nilai tradisional.Dalam prakteknya, pemerintah
menekankan kepada enam pilar budaya asli Korea Selatan; Hangeul (abjad dalam
bahasa Korea Selatan), Hansik (masakan Korea Selatan), Hanbok (pakaian adat),
Hanok (bentuk arsitektur tradisional), Hanji (kertas Korea Selatan yang
melambangkan kegigihan bangsa dalam budaya tulis) dan Hangeuk Eumak (music
tradisional) (Lukmanda, 2013: 93). Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa
pemerintah tidak memanfaatkan Hallyu hanya sebagai kebijakan yang digunakan
sebagai instrumen budaya dan pariwisata, namun juga berupaya keras mendidik
masyarakat Korea Selatan untuk senantiasa mengembangkan budaya secara
kreatif dengan nilai-nilai tradisional yang tidak dilepaskan. Kebijakan tersebut
menunjukan hasil yang positif karena nilai promosi budaya Korea Selatan
meningkat seiring dengan meningkatnya popularitas Hallyu di dunia. Direktur
The Korean Wave Research Center, Han Koo-Hyun menyatakan bahwa “The
Korean wave is having positive influence on a variety of fields such as
33
international trade and politics.” Pernyataan tersebut didukung oleh fakta bahwa
pada tahun 2008 saja pemerintah Korea Selatan mendapat keuntungan sebesar 4,4
milyar dolar dari bisnis Hallyu (Al-Aziz, 2013: 67).
Selain kuat dalam penggunaan unsur tradisional, pemerintah Korea
Selatan juga kerap kali menggunakan artis-artis mereka (Hallyu stars) sebagai
duta pariwisata dalam rangka mempromosikan sektor pariwisata mereka, seperti
penunjukan Hallyu Idol Girls’ Generation sebagai Duta Bandara Internasional
Icheon tahun 2010 (allkpop.com, 2010) dan penunjukkan grup yang sama oleh
Korea Selatan sebagai Ambassador of Visit Korea Year tahun 2010 – 2013
(asiaenglish.visitkorea.or.kr). Upaya pemerintah dalam menyebarkan Hallyu juga
dilakukan dengan bentuk memberi dukungan nyata akan upaya menyebarkan
budaya Korea Selatan ke negara-negara lain dengan secara khusus memberi
anggaran sebesar hampir 1 juta dolar bagi penyediaan pusat-pusat kebudayaan
Korea Selatan di luar negeri dibawah MCST (Wibowo, 2012: 24) bekerja sama
dengan Korean Cultural and Information Service (KOCIS) yang dibentuk pada
Desember 1971 yang juga masih berada dibawah MCST. Saat ini telah berdiri 36
Korean Cultural Center (KCC) dan Culture and Information Officers yang
tersebar di 31 negara (Al Aziz, 2013: 66). Dari penjelasan diatas, sangat jelas
dukungan pemerintah Korea Selatan dalam mengupayakan penyebaran diplomasi
budaya baik menggunakan instrumen budaya lokal yang bersifat tradisional
maupun mengunakan instrumen budaya populer Hallyu dengan menjalin
kerjasama yang baik dengan pelaku industri kreatif.
34
Selain pemerintah, pihak swasta juga berperan aktif dalam menyebarkan
diplomasi budaya Korea Selatan ke luar negeri. CJ Entertainment & Media (CJ
E&M) merupakan salah satu perusahaan yang ikut membawa Hallyu diterima di
berbagai belahan dunia. CJ E&M merupakan perusahaan hiburan yang bergerak
dalam produksi film, musik, investasi, distribusi, dan pameran. Tidak hanya
berproduksi di dalam negeri, perusahaan ini juga mengekspor hasil produksi
mereka keluar negeri dengan berbagai sarana, pertama televisi kabel melalui
cabang perusahaan CJ CGV. Cabang perusahaan ini telah tersebar ke berbagai
negara besar dunia, seperti Cina, Jepang dan Amerika Serikat (Al Aziz 2013: 67).
Disamping itu, CJ E&M juga memiliki cabang perusahaan lain, yakni Mnet
Media. Mnet Media merupakan saluran Tv kabel yang fokus pada hiburan musik.
Mnet Media membantu menyebarkan Hallyu ke berbagai belahan dunia melalui
berbagai program musik mereka. Jangkauan Mnet Media lebih luas karena selain
menjangkau Cina, Jepang dan Amerika Serikat, juga sudah mencakup negara-
negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam (Al Aziz 2013:
67).
Korea Selatan menunjukkan bahwa era globalisasi teknologi jika
dimanfaatkan dengan baik, dapat menjadisarana untuk menyebarkan pengaruh
kepada bangsa lain. Korean Tourism Organization (KTO) menyebutkan diantara
dukungan berbagai aktor dalam menyebarkan Hallyu ke seluruh dunia, peran
internet cukup besar di dalamnya terutama penyebaran melalui SNS (Social
Network Services). Dengan penggunaan situs-situs berbagi gratis seperti YouTube,
situs jejaring sosial Facebook, Tumblr, Twitter dan lain-lain dinilai mampu
35
membantu penyebaran Hallyu dengan cepat ke seluruh belahan dunia. Penyebaran
dengan cara ini, disadari baik oleh Pemerintah Korea Selatan maupun pihak
swasta, menguntungkan karena cenderung tidak membutuhkan biaya yang besar
(Korean Culture and Information Services, 2011: 44). Berikut dilampirkan peta
persebaran Hallyu dilihat dari jumlah penonton pada channel YouTube tahun
2011.
Gambar II.I
Peta Penonton KPOP pada Situs YouTube Tahun 2011
Sumber: Samsung Economic Research Institutes, 2012
Dari fakta tersebut, pemerintah mengklaim bahwa hasil yang dihasilkan
telah maksimal, karena dengan semakin tersebar luasnya Korean Wave, produk-
produk budaya Korea telah membentuk global audience, dimana karakteristik
Korea Selatan justru menjadi daya tarik tersendiri dan mampu menjadi leading
trends (Republic of Korea, Ministry of Culture, Sports and Tourism, 2011: 79).
36
Selain itu maka dapat disimpulkan bahwa, penyebaran Hallyu secara global
ditunjang dari akses atas informasi segala sesuatu yang berkaitan dengan Hallyu,
terutama menyangkut idola-idola Korea Selatan, sangatlah dipermudah baik dari
pihak swasta Korea Selatan maupun dari pihak pemerintahan, sehingga untuk
semakin menyebarkannya tidak akan terlalu mementingkan aspek-aspek copyright
(Shin, 2003).
37
BAB III
DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL KOREA SELATAN DAN
INDONESIA
Bab ketiga dari penelitian ini akan membahas mengenai hubungan yang
telah terjalin antara Korea Selatan dan Indonesia dengan memaparkan fakta dan
sejarah berdasarkan data yang diambil dari buku, website resmi pemerintah,
danberbagai jurnal sebagai data pendukung. Bab ini akan menitik beratkan
hubunganyang telah terjalin sebelum dan sesudah munculnya fenomena Hallyu di
Indonesia, dengan tujuan perbandingan perkembangan kerjasama yang terjalin
antara kedua negara setelah masuknya fenomena tersebut. Bab ini akan dibagi
menjadi tiga sub-bab. Sub-bab pertama akan membahas hubungan yang telah
dijalin, termasuk diantaranya kerjasama yang sudah diadakan oleh Korea Selatan
dan Indonesia menyangkut 2 bidang, yakni bidang ekonomi dan politik.
Selanjutnya pada sub-bab kedua akan membahas tentang kerjasama yang
dilakukan kedua negara menyangkut bidang sosial dan budaya.Kemudian pada
sub-bab terakhir akan berisi pembahasan mengenai fenomena Hallyu di Indonesia,
mencakup proses masuk hingga perkembangan Hallyu di Indonesia dan faktor-
faktor apa sajakah yang juga mendorong berkembangnya Hallyu di Indonesia,
dengan pembatasan rentang waktu sejak tahun 2009 hingga 2013.
2.1. Hubungan Bidang Ekonomi
Korea Selatan dan Indonesia merupakan dua negara yang memiliki
beberapa persamaan dalam hal sejarah politik, dimana keduanya pernah
38
mengalami masa penjajahan, masa perjuangan dalam upaya mempertahankan
kemerdekaan negara, sama-sama dikuasai oleh negara kolonial dalam kurun
waktu yang cukup lama, serta pernah mengalami masa-masa pemerintahan sipil
dan sama-sama mampu mengendalikan unsur-unsur kekerasan dalam negeri
(Yang, 2013: 3). Namun, meskipun memiliki beberapa kesamaan tersebut, kedua
negara pada masa pasca Perang Dunia II tidak memiliki kedekatan politik. Hal
tersebut dipicu kebijakan luar negeri Korea Selatan yang diterapkan oleh presiden
pertama mereka, Rhee Syngman. Kebijakan tersebut berisi sikap Korea Selatan
yang secara mutlak menyatakan anti terhadap komunisme, serta mengambil sikap
keras terhadap negara-negara komunis. Disamping itu, pemerintahan Rhee juga
tidak mau membuat perbedaan sikap terhadap negara komunis dan negara non-
blok dimana pada masa tersebut Indonesia masuk didalamnya (Yang, 2013: 4).
Hal tersebut diperparah dengan sikap Indonesia dibawah Presiden Soekarno.
Indonesia tidak memiliki minat untuk dekat dengan negara Asia Timur selain
Jepang. Dan pada masa tersebut, Korea Selatan juga tidak memiliki kedekatan
dengan Jepang. Ini membuat Indonesia memiliki kecurigaan terhadap Korea
Selatan. hal tersebut dibuktikan dengan penolakan Presiden Soekarno terhadap
tawaran bantuan politik Korea Selatan kepada Indonesia dalam upaya
pemberantasan kaum separatis di Sumatera Selatan pada tahun 1958. Indonesia
berusaha mencegah adanya intervensi asing, terlebih intervensi tesebut datang dari
Korea Selatan yang lebih dekat dengan blok Barat. Lebih jauh, Indonesia dibawah
Soekarno dalam penolakannya mulai menerapkan kebijakan diplomatik anti
Korea Selatan (Yang, 2013: 11).
39
Pada masa pemerintahan setelahnya, yakni pemerintahan Presiden Park
Chung-Hee, Korea Selatan mulai menghapuskan sikap diplomasi pro-Barat dan
mulai menjalin diplomasi dengan beberapa negara, khususnya dengan negara-
negara non-blok yang belum banyak memiliki hubungan dengan Korea Selatan.
begitu pula dengan Indonesia, masa pemerintahan Orde Baru dibawah Presiden
Soeharto memiliki pandangan politik berbeda dari pemerintahan sebelumnya.
Sejalan dengan hal tersebut,bisa dikatakan hubungan baru benar-benar terjadi
antar Korea Selatan dengan Indonesia pada tahun 1966, dimana pada 1 Desember
1966 Korea Selatan membuka secara resmi kantor Konsulat Jendral di Jakarta.
Kemudian diikuti oleh pembukaan kantor Konsulat Jendral Indonesia di Seoul
pada 1 Juni 1968 (idn.mofa.go.kr). Dimulai pada masa itu, kedua negara
melakukan kunjungan bolak-balik yang dilakukan oleh para pemimpin politik,
ekonomi, sosial, dan budaya dalam rangka memajukan pengertian dan persamaan
pandangan dalam berbagai bidang, dan memanfaatkan kesepahaman yang lahir
sebagai salah satu pertimbangan pengambilan kebijakan dalam menghadapi
masalah nasional dan internasional.
Salah satu kunjungan penting adalah kunjungan tahun 1973 oleh Adam
Malik, Menteri Luar Negeri Indonesia pada masa itu serta kunjungan dari Korea
Selatan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kim Dong-Jo, yang
membahas mengenai konflik Semenanjung Korea, serta dukungan Indonesia
dalam menyelesaikan konflik tersebut (Yang, 2013: 14). Pada tahun 1973 pula,
kedua negara sepakat untuk meningkatkan hubungan antara mereka dengan
mengubah tingkat hubungan kenegaraan dari tingkat konsuler ke tingkat
40
diplomatik penuh. Pada 18 September 1973, kedua negara mulai menempatkan
Duta Besar mereka. Konsulat Jenderal kedua negara berubah menjadi Kedutaan
Besar Republik Korea (KBRK) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)
(hatta-rajasa.info 2013).
Setelah resmi menjalin hubungan diplomasi penuh, kedua negara secara
berlanjut terus mengadakan kunjungan dan pertemuan, tidak hanya oleh masing-
masing Menteri Luar Negeri, namun berbagai Menteri bidang lain, sampai
kunjungan tingkat kepala negara. Salah satu kunjungan kepala negara yang
memiliki makna cukup penting adalah kunjungan Presiden Megawati
Soekarnoputri pada 30 Maret – 2 April 2002. Pertemuan Megawati menjadi
istimewa karena sebelumnya Presiden Indonesia tersebut telah mengunjungi
Korea Utara. Kunjungan Presiden Indonesia ke Korea Utara diharapkan mampu
memberi kontribusi dalam membuka kembali hubungan kedua belah pihak Korea.
Peluang yang dimiliki Megawati cukup besar, karena selain Indonesia dan Korea
Utara pada masa Perang Dingin dan Orde Baru cukup dekat, juga hubungan
Megawati yang merupakan anak dari presiden terdahulu, Soekarno. Presiden
Soekarno dan presiden Korea Utara terdahulu, Kim Il-Sung merupakan pendiri
gerakan non-blok.Presiden Korea Utara pada masa kunjungan Presiden Megawati,
Kim Jong-Il, juga merupakan putra dari presiden Korea Utara pada masa
Soekarno menjabat (bumn.go.id, 2002). Karena eratnya hubungan Korea Utara –
Indonesia pada masa itu dari sisi ideologis dan bidang politik, serta kedekatan
Korea Selatan – Indonesia pada masa setelahnya, yakni pada masa pemerintahan
Presiden Soeharto dan Park Chung-Hee, menjadikan pertemuan tersebut menjadi
41
penting dan menarik bagi masyarakat internasional (Yang, 2013: 16). Setelah
kunjungan tersebut, Presiden Indonesia baru kemudian mengunjungi Korea
Selatan didampingi Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dengan pembahasan
utama menyangkut penyelesaian konflik Semenanjung Korea (bumn.go.id, 2002).
Jika melihat perkembangan diatas mulai dari dibukanya hubungan bilateral
kedua negara, terutama dalam bidang politik terbilang sangat baik. Hal tersebut
juga nampak dalam hubungan bidan ekonomi. Hubungan keduanya didukung oleh
keikutsertaan mereka dalam berbagai organisasi-organisasi baik yang bersifat
regional maupun internasional, seperti ASEAN (The Association of Southeast
Asian Nations), ARF (ASEAN Regional Forum), ASEAN+3 (ASEAN + China,
Japan, Korea), APEC (Asia Pasific Economic Cooperation), ASEM (Asia-Europe
Meeting), Non Blok, dan PBB.
Dalam bidang ekonomi, hubungan keduanya dapat dikatakan saling
melengkapi, dimana keduanya memiliki keunggulan yang saling mengisi satu
sama lain (Yang, 2005). Hal tersebut dinilai dari keunggulan kedua negara yang
kurang dimiliki negara lain, yakni Indonesia dengan keungulannya dibidang
sumber daya alam yang melimpah, pasar yang potensial, serta tenaga kerja yang
mudah dilatih. Korea Selatan sendiri unggul dalam hal keahlian, teknologi, dan
modal. Kedua negara dapat menggunakan keunggulannya masing-masing dalam
mengembangkan kerjasama, mengolah sumber daya alam, dan pada akhirnya
membawa kemakmuran bagi kedua belah pihak (Hatta-Rajasa.info, 2013).
42
Dalam upaya meningkatkan kerjasama terutama bidang ekonomi antar
kedua negara, pada 28 November 2000 Presiden Kim Dae-Jung mengunjungi
Jakarta menemui Presiden Abdurrahman Wahid (radioaustralia.net.au, 2000).
Dalam kunjungannya, kedua presiden membicarakan tentang upaya-upaya yang
dapat dilakukan kedua negara dalam menyikapi dampak dari krisis Asia.
Pembicaraan tersebut melahirkan kesepakatan yang mempererat kerjasama
ekonomi bilateral keduanya. Kedua negara menyepakati hal-hal penting yang
berkaitan dengan isu-isu perdagangan, sektor otomotif, telekomunikasi, konstruksi,
minyak dan energi (Anwar, 2013: 24). Disamping itu, Presiden Abdurrahman
Wahid juga menyampaikan harapan kepada pihak Korea Selatan untuk senantiasa
mendorong para investor datang ke Indonesia.
Kesepakatan kerjasama dalam upaya meningkatkan hubungan ekonomi
Korea Selatan – Indonesia mulai menampakkan hasil. Hal tersebut dapat dilihat
pada tahun 2000, baru terdapat sekitar 600 perusahaan Korea Selatan di Indonesia.
Perusahaan tersebut bergerak di berbagai bidang seperti industri tekstil, garmen,
sepatu, alat olahraga, kayu, elektronik, kimia, peralatan berat, otomotif, dan baja
(Anwar, 2013: 24). Peningkatan terjadi dan menurut data Kedutaan Besar Korea
di Indonesia, pada 2006 perusahaan Korea Selatan yang berdiri di Indonesia sudah
mencapai ribuan. Perusahaan-perusahaan tersebut mampu menyerap tenaga kerja
Indonesia sebanyak 400.000 hingga 500.000 orang (Korean Embassy, 2006).
Demi terus memperkuat hubungan kerjasama ekonomi yang baik antar
kedua negara, pada 4 Desember 2006 Korea Selatan dan Indonesia kembali
43
melakukan pertemuan dan menandatangani Deklarasi Bersama untuk Kemitraan
Strategis untuk Mengembangkan Persahabatan dan Kerjasama di Abad 21 (Joint
Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Cooperation in
the 21st Century). Ini adalah momentum yang kembali membuka peluang-peluang
kerjasama ekonomi bilateral Korea Selatan – Indonesia (MOFAT.go.kr, 2007).
Selanjutnya pada Maret 2007, kedua negara yang diwakili oleh presiden pada
masanya, Roh Moo-Hyun dari Korea Selatan dan Susilo Bambang Yudhoyono
dari Indonesia kembali membuka pertemuan yang juga membahas kerjasama
ekonomi. Kali ini kerjasama membidik beberapa sektor, seperti sektor energi,
manufaktur, pertanian, dan jasa perdagangan (balipost.co.id, 2007). Kedua negara
meresmikan Gugus Tugas Kerjasama Ekonomi Indonesia dan Korea Selatan
(MOFAT.go.kr, 2007). Menteri Perdagangan Indonesia, Mari Elka Pangestu
menilai Korea Selatan sangat serius dalam menjalin kerjasama yang lebih erat
dengan Indonesia. Hal tersebut dilihat dari niat Korea Selatan untuk menurunkan
bea masuk produk Indonesia ke Korea Selatan hingga 90% pada 2009. Menteri
Mari Elka juga menyebutkan hal tersebut merupakan peluang yang sangat baik
bagi ekonomi Indonesia, mengingat posisi Korea Selatan sebagai negara dengan
perekonomian terkuat ke 3 di Asia setelah Cina dan Jepang (balipost.co.id, 2007).
Dengan lahirnya berbagai kesepakatan antara kedua negara, hubungan
Korea Selatan dan Indonesia dalam bidang pembangunan ekonomi semakin kuat
dan meluas menjangkau berbagai sektor yang sebelumnya belum tersentuh,
mencakup teknologi informasi, pekerja asing, energi perikanan dan kelautan,
44
kehutanan, usaha kecil dan menengah serta kerjasama di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi (MOFAT.go.kr, 2007).
2.2 Hubungan Bidang Sosial dan Budaya
Hubungan kedua negara dalam bidang sosial dan budaya pada tahun 2000-
an dapat dikatakan belum maksimal. Kegiatan yang dijalin baru dalam tahap
pengenalan seni budaya masing-masing negara satu sama lain mengenai barang-
barang kerajinan, makanan, tarian, dan objek wisata yang dilakukan oleh masing-
masing kedutaan besar. Kegiatan lebih cenderung bersifat government to
government dimana kedua negara saling memperkenalkan kebudayaan dalam
acara-acara tingkat duta besar, dan melalui organisasi negara lain seperti Dharma
Wanita Persatuan yang seringkali diundang mewakili Indonesia dalam berbagai
festival yang diadakan oleh pemerintah Korea. Kunjungan Presiden Kim Dae-
Jung pada November 2000 mulai perlahan membuka jalan hubungan kebudayaan
yang lebih lebar namun masih belum menjangkau lapisan yang lebih luas karena
kegiatan yang dihasilkan baru sebatas kerjasama antar kedua museum nasional
tiap-tiap negara dalam hal pertukaran benda-benda purbakala. Selain itu masing-
masing negara juga mengirimkan pejabat kementerian terkait dalam rangka
mempelajari sejarah tiap-tiap negara. Lagi-lagi hal ini menunjukan tingkat
hubungan yang dijalin dalam bidang sosial budaya masih dalam tingkat antar
negara (Kedutaan Besar RI Seoul, 2000: 95). Adapun hubungan yang dilakukan
diluar hubungan antar negara memang terjadi namun masih terbatas institusi,
seperti institusi pendidikan. Sebagai contoh sumbangan alat musik tradisional
45
Indonesia dari pimpinan Kelompok Tari Tabuh “Sanggar Gita Lestari” Bali
kepada Fakultas Musik Tradisional Universitas Choong-Ang pada tahun 2001
(Kedutaan Besar RI Seoul, 2001: 96). Dapat dikatakan, pertukaran alat kesenian
tradisional ini dapat terjadi karena dukungan dari Duta Besar RI di Seoul sehingga
belum menunjukkan peningkatan hubungan yang lebih mendalam dari hubungan
antar pemerintah.
Dalam upaya kedua negara mebuka hubungan dalam bidang sosial dan
budaya yang bersifat lebih luas dan lebih mudah menjangkau berbagai lapisan,
Indonesia dan Korea Selatan menandatangani nota kesepahaman / MoU yang
membahas tentang kerjasama bidang sosial kebudayaan / Persetujuan Kerjasama
Kebudayaan (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and
the Government of the Republic of Korea on Cultural Cooperation) pada 28
November 2000. MoU yang diratifikasi oleh presiden dari kedua negara tersebut
memiliki tujuan untuk memberikan kemudahan dan meningkatkan kerjasama di
bidang kebudayaan dan kesenian. Disamping itu, kedua negara melalui MoU
tersebut juga berupaya menjalin kerjasama dalam bidang pendidikan, termasuk
kegiatan akademis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan masyarakat,
media massa informasi dan pendidikan, olah raga dan kewartawanan dengan tujuan
untuk meningkatkan pengetahuan rakyat tentang kebudayaan dan kegiatan-kegiatan
masing-masing negara di bidang-bidang tersebut (Peraturan Presiden Republik
Indonesia No 92 Tahun 2007). Dengan nota kesepahaman tersebut, kedua belah
pihak sepakat untuk mempermudah kegiatan pertukaran kunjungan para ahli, serta
pengadaan kegiatan terkait yang bertujuan saling memperkenalkan kebudayaan
46
masing-masing negara atau dengan kata lain memperkuat komitmen kedua negara
untuk lebih memperkuat hubungan persahabatan tidak hanya dalam tingkat
government to government, melainkan juga menjangkau tingkat people to people
(kemlu.go.id). Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut, pada Mei 2008
telah diadakan Pertemuan Komite Budaya Indonesia Korsel di Yogyakarta (the
First Cultural Committee Meeting RI–ROK). Kedua kesepakatan kerjasama
tersebut kemudian menjadi pondasi awal yang membuka kerjasama-kerjasama
Indonesia – Korea Selatan di tahun-tahun mendatang (id.korean-culture.org).
Dalam bidang pendidikan, jumlah pusat studi Korea Selatan pra masuknya
Hallyu dapat dibilang terbatas. Pada tahun 1995 Universitas Gajah Mada (UGM)
mulai memperkenalkan Bahasa Korea sebagai mata kuliah pilihan, begitu pula
yang diterapkan di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1996. UGM kemudian
membentuk Pusat Studi Korea (Puskor UGM) pada tahun 1996 dan membuka
Program Diploma 3 Bahasa Korea pada 2003 dan pendirian Program S1 Bahasa
Korea oleh UI pada 2006. Sedangkan untuk universitas swasta, Universitas
Nasional (UNAS) lebih dulu mulai membuka kursus Bahasa Korea sebagai cikal
bakal Pusat Studi Korea pada tahun 1987 (Nugroho, 2013: 109). Maka dapat
dikatakan, di Indonesia baru terbatas pada pengenalan dan pengajaran bahasa pada
tahun 80an hingga pertengahan 90an, itupun terbatas pada beberapa universitas
saja.
47
3.3 Perkembangan Hallyu di Indonesia
Dalam kasus masuknyaHallyu ke Indonesia, Indonesia termasuk negara
yang mengenal Hallyu secara luas melalui karya-karya kontemporer negara
gingseng tersebut. Ditengah popularitas budaya Amerika, India, Jepang, dan
bahkan Taiwan, pada 2002 Indonesia mulai mengenal Hallyu melalui drama yang
mulai diputar di stasiun TV Indonesia. Berdasarkan wawancara yang dilakukan
dengan Reza Lukmanda, seorang peneliti Pusat Studi Korea di Universitas Gajah
Mada, juga dapat disimpulkan hal senada bahwa Indonesia mulai mengenal
Hallyu pada tahun 2002 melalui berbagai drama. Drama-drama tersebut
membantu memperkenalkan Indonesia dengan kebudayaan tradisional Korea
Selatan.Sebagai contoh, drama Korea Selatan kerap menampilkan pakaian
tradisional Hanbok dan berbagai macam makanan tradisional serta sikap
santunnya dalam menghormati orang yang lebih tua dalam kehidupan keseharian
masyarakat mereka.Selain itu, sebagaimana kesuksesan drama Korea di belahan
dunia lain seperti Jepang, kesuksesan drama Korea di Indonesia juga dilatar
belakangi oleh isi dari drama tersebut yang menceritakan beragam kisah yang
lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, serta menonjolkan
keindahan dari Korea itu sendiri, seperti daerah pariwisata tertentu, penggunaan
pakaian adat Korea (Hanbok), pengenalan terhadap makanan khas Korea, dan
lain-lain. Sehingga masyarakat Indonesia semakin tertarik tidak hanya kepada isi
dari drama namun kepada Korea keseluruhan. Hal ini senada dengan kebijakan
Han Style yang diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan.
48
Winter Sonata dan Endless Love merupakan 2 drama Korea yang pertama
di putar di Indonesia (Shim, 2006: 28). Berdasarkan survey dari AC Nielsen
Indonesia (Kompas Online 14 Juli 2003 dalam Nugroho, 2011: 45) drama Endless
Love mendapatkan rating 10 atau ditonton sekitar 2,8 juta orang di lima kota besar
di Indonesia. Pencapaian ini mengalahkan rating drama Taiwan dan Jepang
manapun yang pernah tayang di Indonesia.Kesuksesandrama tersebut mendorong
TV Indonesia semakin banyak memutarkan drama Korea, seperti Full House,
Boy’s Before Flower, You’re My Destiny dan Dream High. Untuk beberapa tahun
(2000-2006), Hallyu di Indonesia sebagian besar dinikmati masyarakat Indonesia
melalui drama. Hal ini dapat dilihat dari terus ditayangkannya drama-drama Korea
di berbagai stasiun TV swasta Indonesia (Nugroho, 2011: 43).
Tabel III.II
Jumlah Penayangan Drama Korea di Indonesia
Tahun
Total Program yang
Ditayangkan
Biaya Rata-Rata per Program (dalam
US$)
2001 26 620
2002 80 1.060
2003 299 1.680
2004 320 1.350
Sumber: Lukmanda. 2013. Hallyu Sebagai Soft Power Korea Selatan.Hal 111
Terhitung pada tahun 2011 saja sudah lebih dari 50 judul drama diputar di
Indonesia, dan masih meningkat di setiap tahunnya (Institut Seni Indonesia
Denpasar, 2011). Seiring dengan meningkatnya popularitas drama Korea Selatan
49
di Indonesia, berbagai showcase drama digelar demi mempertemukan sang
bintang dengan penggemar di Indonesia, seperti yang diadakan oleh TV Korea
Showcase bekerja sama dengan stasiun TV swasta Indonesia (Al Aziz 2013: 75).
Selain drama, film juga merupakan instrumen Hallyu yang ikut masuk ke
Indonesia. Kurun waktu film menjadi produk penting dalam promosi Hallyu
adalah antara tahun 2006 – 2008 (Nugroho, 2011: 43). Ketertarikan Indonesia
dalam film Korea Selatan tidak terlepas dari kesuksesan drama Korea Selatan itu
sendiri. Meski demikian, terdapat sedikit penurunan dari segi jumlah. Hal ini,
masih dari wawancara yang penulis lakukan dengan Reza Lukmanda, dipicu
dengan maraknya aktifitas pembajakan yang terjadi di Indonesia.
Tabel III.III
Total Ekspor Film Korea ke Indonesia
Tahun
Total Ekspor
Film
Biaya Rata-Rata per Program (dalam US$)
2001 23 9.182
2002 22 9.826
2003 29 7.500
2004 14 N/A
Sumber: Lukmanda. 2013. Hallyu Sebagai Soft Power Korea Selatan.Hal 111
Sineas perfilman Indonesia, Garin Nugroho menyebutkan, berhasilnya
drama dan film Korea Selatan masuk Indonesia karena keunikan yang mereka
miliki.Adat tradisi yang kental dalam drama dan film Korea Selatan menjadi poin
50
tersendiri.Disamping itu, karakter jiwa dan emosi Asia yang dekat dengan
karakter orang Indonesia membuat penikmat drama dan film Korea Selatan di
Indonesia lebih mudah mengikuti cerita yang ditawarkan (Nugroho, 2011: 46).
Ditandai sejak tahun 2009, musik KPOP yang merupakan instrumen lain
dari Hallyu mulai banyak dinikmati masyarakat Indonesia, dengan peminat utama
remaja.Bahkan, KPOP dapat dikatakan mengambil kendali penuh sebagai produk
utama yang mempromosikan Hallyu di Indonesia (Nugroho, 2011: 43).Salah satu
indikasi ialah mulai munculnya media cetak Indonesia yang khusus membahas
seputar tentang musik KPOP (Purwanto 2012).Dalam upaya menyebarkan Hallyu
melalui instrumen KPOP, para pelaku seni bidang tersebut juga mulai
berdatangan ke Indonesia. Kedatangan penyanyi KPOP pertama ke Indonesia
dilakukan oleh BoA dan Jang Nara dalam acara Anugerah Musik Indonesia (AMI)
Samsung Awards pada 2004, meskipun antusiasme masyarakat Indonesia belum
tinggi (Marenia 2013: 75).
Selain dilakukan oleh para pelaku seni, pemerintah Korea Selatan juga
ikut berperan dalam menyebarkan Hallyu di Indonesia dengan KPOP.Pemerintah
Korea Selatan bekerja sama dengan pemerintah Indonesia menyelenggarakan
pekan Korea-Indonesia Week sejak tahun 2009. Kegiatan tersebut merupakan
kegiatan resmi tahunan yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik
Korea di Indonesia.Korea-Indonesia Week dengan menampilkan beragam budaya
Korea dari musik tradisional, pameran kerajinan tradisional Korea hingga
pementasan konser K-Pop yang menjadi daya tarik utama bagi peserta pameran
tersebut.Kegiatan tersebut menunjukan bahwa pemerintah Korea Selatan mulai
51
menyadari ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap Hallyu. Lebih lanjut Pada
tahun 2010, Kedutaan Besar Republik Korea bekerja sama dengan Pemerintah
Indonesia menggelar Indonesia-Korea Friendship Sharing Concertyang masuk
dalam rangkaian acara tahunan Korea-Indonesia Week.Acara tersebut
mengundang tidak saja nama besar penyanyi lokal Indonesia seperti Gita Gutawa,
namun juga artis KPOP besar seperti SHINEe dan Girl’s Day. Acara yang digelar
atas kerjasama kedua negara tersebut mendapat apresiasi luar biasa meriah dari
masyarakat Indonesia terutama kaum muda (Al Aziz 2013: 75). Sejak saat itu,
baik pihak swasta maupun kerjasama antar duapemerintahan dapat dikatakan
cukup rutin menggelar kegiatan pertukaran kebudayaan dengan menyertakan
instrumen KPOP di dalamnya (Korea – Indonesia Culture Week, Konser SM
Entertainment, Konser Girls’ Generation, Konser Big Bang, dan lain-lain)
(Marenia, 2013: 81-82).
Dalam bidang pendidikan, perkembangan minat terhadap kebudayaan
Korea Selatan mulai terlihat pada universitas lain di Indonesia, dengan mulai
memperkenalkan studi Korea Selatan kepada mahasiswa mereka, baik melalui
pembukaan Pusat Studi Korea, pembukaan kelas pilihan Bahasa Korea, sampai
pembukaan Program Jurusan Bahasa Korea seperti yang dilakukan oleh
Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM), Kalimantan pada 2006 dalam
pendirian PUSKO (Pusat Sudi Korea-Center for Korean Sudies), pembukaan
kelas Bahasa Korea sebagai mata kuliah pilihan di Universitas Hasanuddin
(UNHAS) Makassar pada 2007, dan pembukaan KSC (Korean Studies Center) di
Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang pada 2007 (Nugroho, 2013: 13-14).
52
Pengajaran yang diberikan (terutama yang diberikan oleh masing-masing pusat
studi Korea) bukan lagi hanya tentang bahasa, namun juga mulai mencakup
budaya Korea Selatan seperti tarian dan lagu tradisional serta pertukaran
informasi terkini melalu negara tersebut. Pembukaan sarana mempelajari Korea
Selatan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan Duta Besar Korea Selatan untuk
Indonesia, dan KOICA (Korea International Cooperation Agency) atau Badan
Kerjasama Internasional Korea yakni badan pemerintahan milik Korea Selatan
yang berdiri guna memberikan bantuan dan mempererat hubungan dengan negara-
negara berkembang.
53
BAB IV
ANALISA PERAN HALLYU TERHADAP HUBUNGAN BILATERAL
KOREA SELATAN – INDONESIA
Sebelumnya telah dijelaskan bagaimana Hallyu muncul dan berkembang
di Korea Selatan, menyebar di berbagai negara di dunia, serta dibentuk menjadi
instrumen diplomasi yang kompleks oleh pemerintah. Hal tersebut didasari oleh
kesadaran pemerintah akan potensi Hallyu setelah melihat beberapa keberhasilan
yang terjadi di berbagai wilayah seperti China, kemudian menyebar ke berbagai
wilayah Asia lain termasuk Indonesia. Pemerintah Korea Selatan melihat minat
masyarakat Indonesia terhadap budaya Hallyu yang kemudian menjembatani
berbagai kerjasama yang mempererat hubungan bilateral kedua negara.
Munculnya Hallyu di Indonesia tidak terlepas dari tingginya minat
masyarakat Indonesia akan produk Hallyu itu sendiri. Drama, film, dan musik
KPOP semakin banyak dan mudah dijumpai di berbagai media Indonesia.Salah
satu indikasi yang dapat dilihat adalah acara pertemuan para pencinta Hallyu yang
semakin rutin diadakan terutama oleh kaum remaja Indonesia (sriwijayatv.com, 6
Desember 2010). Pihak swasta melihat tingginya minat masyarakat Indonesia
terhadap budaya Hallyu sebagai suatu peluang yang menguntungkan. Mereka
kemudian kerap kali membawa idola Korea Selatan yang adalah para penyebar
Hallyu ke Indonesia untuk mengadakan fanmeeting, showcase, bahkan konser
(tempo.co, 31 Desember 2013). Pemerintah Korea Selatan sendiri juga ikut
merespon peningkatan minat terhadap budaya bentukan bangsanya tersebut.
54
Dalam upaya memudahkan masyarakat Indonesia mendapatkan berbagai
informasi mengenai Korea Selatan, pemerintah meresmikan kantor Korea
Tourism Organization (KTO) cabang Jakarta. Pendirian kantor KTO di Jakarta
bertujuan untuk mempererat kerjasama antar kedua negara terutama menyangkut
urusan pariwisata (suarapembaruan.com, 8 Juli 2011). Tidak hanya peresmian
KTO, pemerintah Korea Selatan juga meresmikan kantor Korean Cultural Center
(KCC) di Jakarta. Pendirian pusat kebudayaan ini dibuka langsung oleh Dubes
Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Young-sun. Secara jelas Dubes Kim
menjelaskan, pembangunan kantor KCC Jakarta merupakan respon pemerintah
Korea Selatan atas tingginya minat masyarakat Indonesia mengenai Hallyu.
Pemerintah Korea Selatan menyediakan KCC sebagai sarana one-stopservice bagi
masyarakat Indonesia yang tertarik dengan berbagai kebudayaan Korea Selatan
(news.bisnis.com, 19 Juli 2011).
55
Tabel IV.III
Peran Hallyu Terhadap Hubungan Bilateral Korea Selatan –
Indonesia
Peran Hallyu
Ekonomi 1. Pembukaan Gerai Bebas Pajak pertama di
Indonesia, yang merupakan gerai pertama
yang dibuka di luar Korea Selatan
2. Peningkatan angka penjualan dalam sector
industri kosmetik dan teknologi (televise)
3. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan
Indonesia ke Korea Selatan, menempatkan
Indonesia sebagai negara dengan peningkatan
jumlah kunjungan ke Korea Selatan tertinggi
diantara negara-negara ASEAN.
4. Peningkatan data impor produk Korea Selatan
ke Indonesia.
Sosial Budaya 1. Digelarnya acara tahunan dalam rangka
memperkenalkan budaya Korea Selatan ke
masyarakat Indonesia secara umum
2. Digelarnya berbagai acara di bidang hiburan
seperti konser musik baik dilakukan oleh
pemerintah maupun pihak swasta
3. Muncul prilaku meniru dari masyarakat
Indonesia yang lahir dari kekaguman atas
idola Hallyu Korea Selatan melalui kegiatan
cover dance.
4. Pergeseran minat masyarakat Indonesia
menyangkut budaya pop.
5. Peningkatan minat terhadap pendidikan
Bahasa dan Budaya Korea Selatan.
56
Melihat respon yang diberikan berbagai pihak Korea Selatan (pemerintah
dan swasta) terhadap minat Indonesia atas Hallyu, bab ini akan membahas
mengenai peran yang diberikan Hallyu di Indonesia. Sebagaimana dinamika
hubungan kedua negara yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya yang dibagi
atas 2 sub-bab, bab ini juga akan membagi peran Hallyu kepada 2 sub-bab
sehingga akan menghasilkan perbandingan hubungan antara kedua negara
sebelum dan sesudah masuknya Hallyu.
4.1 Peran pada Bidang Ekonomi
Narasumber Reza Lukmanda yang adalah salah seorang peneliti di Pusat
Studi (Puskor) UGM, mengatakan bahwa muara akhir dari ekspansi Hallyu ke
Indonesia adalah lebih ke ekonomi. Lebih jauh beliau berpendapat, bahwa
dampak politik yang dibawa oleh Hallyu adalah dampak pencitraan dimana
Hallyu melahirkan rasa ketertarikan, kekaguman, dan menghasilkan pencitraan
baik dari Indonesia sehingga mempermudah lahirnya kerjasama. Lukmanda
memberi contoh kasus studi Hallyu di Taiwan:
“Hallyu memang tidak terlihat berpengaruh ke bidang politik, karena memang
muaranya adalah perekonomian Korea. Namun, efek pencitraan yang diciptakan
Hallyu bisa mempengaruhi hubungan poitik Korea. contohnya, Taiwan, dulu
kedua negara ini berkonflik karena peralihan hubungan diplomatik Taiwan ke
China tahun 92, tapi sekarang ketegangannya menurun karena popularitas Hallyu
di Taiwan.”
Untuk kasus Hallyu di Indonesia, hubungan kedua negara memang
tergolong baik, sehingga lebih banyak peluang untuk mengembangkan
kerjasama antara keduanya.Minat masyarakat Indonesia terhadap Hallyu
dijelaskan oleh Nye merupakan karakteristik dari soft power. Nye
57
menyebutkan bahwa soft power, dalam hal ini Hallyu, dapat digunakan untuk
meraih hal-hal yang diinginkan dengan berdasarkan kepada ketertarikan
(attraction)(Nye, 2004: 5). Dalam membentuk ketertarikan itu sendiri, suatu
bangsa perlu ditopang oleh citra ataupun reputasi negaranya.Sehingga menjadi
penting bagi pihak Korea Selatan untuk terus merespon minat Indonesia
terhadap Hallyu. Masuknya Hallyu sebagai instrumen diplomasi budaya Korea
Selatan kepada masyarakat Indonesia merupakan sebuah langkah dasar untuk
membangun citra baik mereka sekaligus dapat mempererat hubungan
bilateralnya dengan Indonesia sehingga kedepan banyak peluang kerjasama
yang lebih mudah terjalin.
Sebagai salah satu sarana pelaksanaan kegiatan diplomasi, Korea Selatan
secara aktif menggunakan peran Hallyu, termasuk di Indonesia. Hal tersebut
dapat terlihat pada saat Pemerintah Korea Selatan menjalin kerjasama militer
bersama dengan Indonesia. Pada kunjungan kenegaraan dari pihak militer
Korea ke Indonesia bersama dengan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia,
Kim Young-san, pada bulan Oktober 2011 mengikutsertakan aktor Korea
Selatan. Ikon Hallyu yakni aktor Hyun Bin yang sedang menjalani kegiatan
wajib militer, ditunjuk menjadi duta militer Korea Selatan. Menurut Kepala
Dinas Penerangan TNI-AL Laksamana Pertama Untung Suropati, kedatangan
Hyun Bin merupakan bentuk diplomasi yang oleh pemerintah Korea Selatan
untuk memperkuat hubungan dengan Indonesia (Media Indonesia, 24
Desember 2011). Dengan melihat pilihan Korea Selatan untuk menggunakan
Hyun Bin, dapat dikatakan bahwa Korea Selatan mengunakan Soft power
58
mereka dalam membuka hubungan dengan Indonesia.Popularitas Hyun Bin di
Indonesia membuka peluang yang lebih besar dalam usaha Korea Selatan
menjalankan kepentingan nasional mereka di Indonesia. Soft power
menjelaskan prilaku Korea Selatan sebagai kemampuan mengguanakan
ketertarikan sebagai power. Nye menyebutkan bahwa soft power merupakan
kemampuan untuk mendapatkan apapun yang diinginkan dengan cara
ketertarikan (attraction) (Nye, 2004: 5).
Seperti yang telah dijelaskan, muara kerjasama Hallyu tertuju utamanya
kepada kepentingan ekonomi. Hal tersebut diperkuat dengan penyataan Mr.
Kim Do Hyung, first secretary of Republic of Korea Embassy in Indonesia,
Beliau mengungkapkan bahwa:
“Kepentingan nasional utama lainnya yang ingin dicapai Korea Selatan di
Indonesia adalah di bidang ekonomi. Korea Selatan ingin mempromosikan
kerjasama substansial menengah dan rencana ekonomi pembangunan
jangka panjang di Indonesia. Korea Selatan sedang berusaha untuk
memperluas perannya dalam masyarakat internasional dengan melakukan
modernisasi ekonomi dan kebudayaan guna memberikan pengalaman dan
keahliannya dengan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia
(Wawancara dengan first secretary of Republic of Korea Embassy, dalam
skripsi Wahyudiya).”
Dari penjelasan Mr Do Hyung dapat disimpulkan fokus Korea Selatan
merupakan pencapaian kerjasama ekonomi yang lebih erat dengan Indonesia.
Salah satu contoh pencapaian diplomasi budaya Korea Selatan menggunakan
Hallyudalam bidang ekonomi adalah peresmian Lotte Duty Free, atau gerai bebas
pajak asal Korea Selatan di Jakarta, tepatnya di Bandara Soekarno-Hatta (Al Aziz,
2013: 76). Pembukaan Lotte Duty Free merupakan cabang luar negeri yang
pertama dibuka di luar Korea Sealatan. Dalam peresmiannya, pihak Korea
59
Sealatan menggunakan idola Hallyu, yakni Choi Ji Woo, aktor yang terkenal
melalui drama Winter Sonata dan Ok Taecyeon yang merupakan anggota dari
grup 2PM (moodiereport.com: 01 Februari 2012). Selain itu, idola Hallyu lain,
Eru, dipilih sebagai brand ambassador Lotte Duty Free untuk Indonesia tahun
2014 (gatra.com: 24 April 2014). Marketing Director Lotte Duty Free Korea, Kim
Bo Jun, dalam jumpa pers di Jakarta, 23 April 2014 menjelaskan:
"Pemilihan Eru sebagai brand ambassador Lotte Duty Free di Indonesia, sebagai
bagian dari strategi Hallyu marketing. Selain itu kami juga mengadakan alliance
dengan Garuda Indonesia, Bank Mandiri, dan China Eksibisi."
(gatra.com: 24 April 2014)
Pernyataan Mr. Jun senada dengan apa yang dijelaskan oleh konsep
diplomasi publik. Popularitas bintang-bintang Hallyu tersebut dinilai mampu
mempengaruhi opini publik Indonesia demi mencapai kepentingan nasional Korea
Selatan.
Industri lain yang menunjukan meningkatnya minat masyarakat Indonesia
terhadap Hallyu adalah industri kosmetik. Daya tarik para idola Hallyu Korea
Selatan tidak terlepas dari kosmetik yang digunakan. Hal ini ikut berpengaruh
dalam meningkatnya minat masyarakat dunia terhadap kosmetik yang mereka
gunakan. Konsumen membeli kosmetik di Korea Selatan pada tahun 2011 senilai
10,82 triliun Won, naik hampir 10% dari 2010. Menurut penjelasan Badan
Statistik Korea, dengan gencarnya penyebaran Hallyu di seluruh dunia, jumlah
wisatawan asing yang telah berkunjung ke Korea Selatan semakin bertambah pula
untuk membeli kosmetik buatan Korea Selatan (rki.kbs.co.kr: 13 Februari 2012).
60
Peningkatan penjualan kosmetik Korea Selatan ditopang langsung oleh ikon
Hallyu. Sebagai contoh, pada tahun 2013 produk kosmetik Face Shop menempati
urutan pertama dalam penjualan produk setelah mengangkat Bae Suzy sebagai
brand ambassador mereka dengan total penjualan naik 30% dari tahun 2012
sebesar 308.400.000.000 Won (koreanindo.net: 29 Desember 2013). Untuk
Indonesia, meskipun belum menerbitkan data rinci mengenai angka penjualan
produk kosmetik asal Korea Selatan, namun secara umum sudah dapat terlihat
ketertarikan masyarakat akan produk kosmetik asal negeri Hanbok tersebut.
Merk-merk asal Korea Selatan seperti Etude, The Face Shop, Tony Moly, dan
Nature Republic telah mulai banyak membuka gerai di pusat perbelanjaan
Indonesia. Hal ini menunjukan respon produsen terhadap ketertarikan masyarakat
Indonesia. Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetik (PPAK)
Indonesia, Putri K. Wardani mengungkapkan, datangnya pemain asing dalam
perdagangan bebas memang tidak bisa dibendung. Indonesia secara perlahan
mulai bergeser dari brand asal Amerika ataupun Eropa, ke brand-brand asal
Korea Selatan. Putri memaparkan, industri kosmetik tidak jauh dari budaya.
"Masuknya kosmetik Korea seiring dengan penetrasi budaya Korea di Indonesia.
Hal tersebut tidak bisa di halangi. Satu hal yang bisa dilakukan industri lokal
adalah meningkatkan daya saing. Tapi, tentu harus didukung pemerintah (Jawa
Pos dalam Kemenperin.go.id)."
Penggunaan idola Hallyu dalam promosi penjualan industri selanjutnya
adalah industry teknologi.Penulis mengambil contoh penjualan produk perusahaan
besar Korea Selatan, Samsung dan LG. LG menggunakan aktor kenamaan Won
61
Bin dalam mempromosikan produk ‘LG Infinia Cinema 3D’ sedangkan Samsung
menggunakan aktor Hyun Bin dalam mempromosikan produk ‘Samsung Smart
TV’. Lembaga survey Jerman, German for Knowledge (GFK) (dalam Lukmanda,
2013: 112) menyebutkan LG Infinia mendominasi 46% pangsa pasar TV 3D di
Indonesia. Disamping faktor kecanggihan teknologi, kepopuleran aktor Won Bin
di Indonesia tentu ikut berperan dalam angka penjualan produk LG dimana
akhirnya mempengaruhi minat konsumen Indonesia terhadap produk tersebut.
Disamping LG, produk televisi Samsung juga menunjukan peningkatan angka
penjualan. Penjualan Smart TV menurut data lembaga riset IHS iSuppli dari
California, AS, naik 27 persen mencapai 66 juta unit sepanjang 2012. Bahkan,
IHS iSuppli memprediksi per tumbuhannya pada 2015 naik 55 persen atau
mencapai 141 juta unit. Hal tersebut dibenarkan Managging Director PT Samsung
Electronics Indonesia Yoo Young-kim. ”Gambaran globa terjadi di Indonesia.
Kebutuhan dan ketergantungan masyarakat Indonesia ter hadap internet membuat
permintaan smart TV meningkat pesat.” (pasundanekspres.co.id, 27 April 2013).
Kerjasama lain yang masih terkait dengan perekonomian kedua negara
adalah pariwisata. Bidang pariwisata penting untung disorot karea melalui Hallyu,
minat Indonesia terhadap objek pariwisata Korea Selatan meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2013, minat masyarakat Indonesia terhadap Korea dalam hal
pariwisata tercatat mengalami peningkatan paling tinggi dibanding dengan
peningkatan negara-negara lain sebagaimana dijelaskan oleh Direktur KTO Kwon
Joong Sool (merdeka.com, 20 Juni 2013). Pertumbuhan minat masyarakat
62
Indonesia terhadap objek wisata Korea Selatan secara stabil terus meningkat sejak
tahun 2010.
Grafik IV.I
Sumber: merdeka.com
Grafik diatas merupakan bentuk dari trend analysis. Secara sederhana,
trend analysis merupakan bentuk analisa yang membandingkan pencapaian yang
telah dicapai di waktu-waktu tertentu, sehingga dapat ditarik kesimpulan apakah
pencapaian mengalami peningkatan atau penurunan (Helsel dan Hilsch: 324).
Dalam grafik diatas dapat dilihat, pada Tahun 2010, jumlah wisatawan Indonesia
ke Korea hanya mencapai 95.239. Angka kunjungan meningkat 57 persen pada
tahun 2011 (republika.co.id: 26 April 2014) dan pada paruh pertama 2013
meningkat 16%. Peningkatan ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan
peningkatan jumlah wisatawan ke Korea Selatan diantara negara-negara ASEAN
95.239
149.525
173.449
Jumlah Wisatawan Indonesia Ke Korea
Jumlah Wisatawan IndonesiaKe Korea Selatan
2010 2011 2013 (semester I)
63
( Singapura 5,7%, Malaysia 3,7%, Indonesia 16% dan Filipina 12,7%)
(merdeka.com, 20 Juni 2013).
Peningkatan jumlah kunjungan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari
peran Hallyu di dalamnya. Sebagai instrumen soft power, Hallyu memiliki kedua
sifat yang dicakup dalam parameter budaya.High Culture yang berisikan sastra
dan kesenian yang bersifat edukatif dimana pemerintah Korea Selatan
mempertahankan kebudayaan tradisional mereka melalui kebijakan Han Style dan
Popular Culture yang ikut meningkatkan minat masyarakat negara lain dengan
jalur budaya popular seperti drama (Primayanti, 2013: 120-121 dan Nye,2004: 11).
Perwakilan agen perjalanan Korea Selatan, Kevin Wo menjelaskan masyarakat
Indonesia yang melakukan perjalanan pariwisata ke Korea Selatan kerap
mengunjungi sejumlah lokasi pembuatan drama seperti Nami Island, latar drama
Winter Sonata (bisnis.com, 28 Maret 2014) dan memperkirakan peningkatan akan
terus tumbuh seiring meningkatnya minat akan mengenal lebih jauh berbagai
kebudayaan Korea Selatan mulai dari produk budaya popular sampai budaya
tradisional (solopos.com: 28 Maret 2014). Direktur KTO menyampaikan hal
serupa bahwa minat masyarakat Indonesia untuk berkunjung ke Korea beberapa
tahun ini semakin berkembang, terutama dengan makin diterimanya budaya Korea
yang masuk melalui film, serial drama dan musik (suarapembaruan.com: 8 Juli
2011). Disamping itu, salah satu agen pariwisata Indonesia, Aneka Kartika Tours
& Travel Service melalui Operasional Manager Ronald Gunawan,menilai
permintaan perjalanan wisata ke Korea memang sedang tinggi. Pertumbuhan
minat masyarakat mencapai angka 20% sampai 30% (bisnis.com: 28 Maret 2014).
64
Meningkatnya minat masyarakat Indonesia dengan produk Korea Selatan juga
dapat dilihat dari angka statistik impor Indonesia terhadap Korea
Selatan.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dimana terjadi peningkatan
besar pada era sebelum dan sesudah masuknya Hallyu di Indonesia:
Grafik IV.II
Sumber: Badan Pusat Statisik (bps.go.id)
Pada tahun sebelum Hallyu berkembang di Indonesia (2008 – 2009),
angka impor Indonesia terhadap produk Korea Selatan masih berkisar antara 4-6
Milyar USD. Dampak peningkatan minat terhadap Hallyu mulai dapat dilihat
pada 2010 dimana penerimaan masyarakat Indonesia terhadap produk Korea
Selatan meningkat seiring masuk dan dikenalnya Hallyu di Indonesia.
Peningkatan terlihat jelas pada 2011 dibanding tahun sebelumya. Pada 2010,
angka impor Indonesia terhadap produk Korea Selatan adalah USD
7.702.999.621.Pada 2011 terjadi peningkatan hingga mencapai angka
12.999.749.865 (Al Aziz, 2013: 77). Meskipun setelah 2012 terjadi penurunan
0
2.000.000.000
4.000.000.000
6.000.000.000
8.000.000.000
10.000.000.000
12.000.000.000
14.000.000.000
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Axi
s Ti
tle
Data Impor Produk Korea Selatan Ke Indonesia
2008
2009
2010
2011
2012
2013
65
namun angka masih diatas 10 Milyar USD.Dapat disimpulkan bahwa Hallyu
merupakan salah satu faktor pendorong meningkatnya angka impor produk Korea
Selatan ke Indonesia. Penggunaan ikon Hallyu sebagai alat diplomasi pada bab
sebelumnya telah dijelaskan sebagai salah satu tujuan dari diplomasi publik,
dimana opini publik dapat mempengaruhi masyarakat negara tujuan demi
mendapat keuntungan dalam bidang ekonomi (Leonard, 2002:9-10).
4.2 Peran pada Sosial dan Budaya
Hubungan bidang kebudayaan antara Indonesia dan Korea Selatan
didukung oleh kesepakatan antara kedua negara yang telah dibentuk sejak Mei
2008. Pertemuan Komite Budaya Indonesia Korea Selatan di Yogyakarta (the
First Cultural Committee Meeting RI–ROK) menjadi upaya dari kedua negara
untuk memfasilitasi kegiatan kedua pihak juga sepakat untuk memperkuat
kerjasama kebudayaan pada sektor warisan budaya (cultural heritage), kesenian
(arts), film, arkeologi, permuseuman, sejarah, kelitbangan dan kediklatan, serta
industri budaya (id.korean-culture.org). Pihak Korea Selatan juga meminta
dukungan Indonesia dalam hal penyelenggaran beberapa kegiatan di Indonesia,
yaitu: a) Pekan Budaya Korea, b) Festival Porselin Korea dan c) Pameran Foto
dan telah disepakati oleh pemerintah Indonesia.Kelanjutan dari kesepakatan
tersebut adalah mulai digelarnya acara Indonesia – Korea Week pada tahun 2009.
Kegiatan pertukaran kebudayaan ini bertujuan untuk saling memperkenalkan
kebudayaan satu sama lain secara lebih dekat ke masyarakat, karena acara dibuka
bersifat umum.
66
5. Indonesia – Korea Week 2009
Pekan Kebudayaan Indonesia Korea pertama diadakan pada 9-18 Oktober
2009.Pada rangkaian kegiatan, Korea Selatan memperkenalkan tarian
tradisional kebanggaan mereka yang telah berumur 2000 tahun. Selain itu
Korea Selatan juga memperkenalkan masyarakat Indonesia instrumen musik
tradisional mereka (thejakartapost.com: 06 Oktober 2009). Disamping seni
musik, Korea Selatan juga memperkenalkan seni bordir, produk agrikultur
(seperti gingseng, apel, dan pir), produk kehutanan (jamur dan kenari) serta
pameran kuliner tradisional. Korea Selatan juga menayangkan lima produk
industry film mereka, yaitu “The Divine Weapon”, “Beyond The Years”,
“Christmas in August”, “Seven Days”, dan “The Show Must Go On”
(koreanindo.net: 10 Oktober 2009).
6. Indonesia – Korea Week 2010
Pekan kebudayaan kedua diadakan pada 12-17 Oktober 2010.Pada pembukaan
acara tahunan ini, kedua negara saling memperkenalkan kebudayaan bidang
pakaian, dimana diadakan melalui acara pameran busana Hanbok dari Korea
Selatan dan Batik dari Indonesia. Pameran ini melibatkan 300 perancang
busana dari kedua negara (arirang.co.kr: 13 Oktober 2010). Selanjutnya Korea
Selatan juga memperkenalkan seni kerajinan keramik mereka dalam acara
“Korean Ceramic Beauty of 1000 years” (Seputar Indonesia dalam
pakuwon.com). Selain masih mengadakan pameran bidang kesenian seperti
tahun sebelumnya, yakni pameran makanan tradisional, pemutaran film dan
pertunjukan alat music tradisional, pada tahun ini pemerintah Korea Selatan
67
berusaha untuk memperkenalkan negaranya kepada kaum muda Indonesia
dengan mengadakan pertunjukan musik yang menampilkan bintang-bintang
pop Hallyu seperti SHINee dan Girl’s Day dalam acara “Indonesia Korea
Friendship Sharing Concert 2010” (koreaboo.com). Korea Selatan juga
mengadakan acara olahraga berupa pertandingan persahabatan cabang bulu
tangkis (penulis165.esq-news.com) dan acara Job Fair yang melibatkan
sejumlah perusahaan asal kedua negara (gelorabungkarno.co.id).
7. Indonesia – Korea Week 2011
Pada tahun 2011, kegiatan tahunan ini diadakan pada 28 September – 3
Oktober 2011.Acara ini dihelat sekaligus merayakan 38 tahun berjalannya
hubungan diplomatic antara Korea Selatan dan Indonesia. Duta Besar Korea
Selatan untuk Indonesia menjelaskan, kesepahaman akan budaya bagi kedua
negara, yakni Indonesia dan Korea Selatan sangatlah penting sebagai landasan
pembangunan kerjasama (thejakartapost.com: 01 Oktober 2011). Selain
seperti pada tahun sebelumnya dimana festival melibatkan ikon pop Hallyu,
festival makanan dan pakaian tradisional serta festival film, tahun ini juga
digelar pameran lukisan tradisional, dengan maksud memperkenalkan
kebudayaan Korea Selatan dalam bidang seni rupa (koreanindo.net: 9 Oktober
2011). Pada bidang olahraga, digelar pertandingan dalam cabang olahraga
taekwondo yang melibatkan perwakilan dari 33 provinsi di Indonesia
(thejakartapost.com)
68
8. Indonesia – Korea Week 2012
Festival digelar pada tanggal 3 – 9 Oktober 2012 (cosmogirl.co.id: 05 Oktober
2012). Kegiatan yang berbeda dari festival tahunan sebelumnya adalah
digelarnya Gangnam Style Cover Contest, dimana mengapresiasi minat anak
muda Indonesia terhadap musik pop Korea Selatan. Selain itu, pihak Korea
Selatan menaruh apresiasi yang sangat tinggi terhadap meningkatnya jumlah
wisatawan Indonesia ke negara mereka.Untuk itu, pihak Korea Selatan
menggelar Korea Winter Tour Fair 2012 (gayahidup.plasa.msn.com, 05
Oktober 2012).Antusias masyarakat Indonesia dalam kebudayaan Korea
Selatan dapat dilihat dari partisipasi mereka dalam acara ini. Pada festival
Hanbok yang diadakan di salah satu mall di Jakarta, acara yang digelar dalam
3 hari tersebut mampu menyedot hingga lebih dari 500 orang dari berbagai
kalangan usia (antaranews.com: 6 Oktober 2012). Hal ini menjadi salah satu
indikasi lain bahwa Hallyu telah banyak mendapat perhatian dari berbagai
kalangan usia di Indonesia, terutama kaum muda.
Sejak tahun 2013, kegiatan digelar kegiatan bertajuk K-Festival atau
Korea Festival dengan fokus kepada promosi sector pariwisata Korea Selatan.
9. K- Festival 2013
Festival digelar pada 19-21 April 2013. Selain mengadakan Korean Travel
Fair, festival juga menggelar cover dance competition dan hanbokphoto
sessionuntuk menarik minat masyarakat Indonesia terutama kaum muda.
Selain itu kegiatan baru dari festival sebelumnya adalah diadakannya skin care
69
& make up demonstration yang bertujuan mempromosikan industry kosmetik
Korea Selatan (asiaenglish.visitkorea.co.kr).
10. K-Festival 2014
Festival digelar pada 25-27 April. Selain masih mengadakan Korean Travel
Fair, festival juga menggelar cover dance competition dan hanbokphoto
session, Korea Selatan menggunakan idolHallyu Eru untuk menarik minat
masyarakat dengan mengadakan kegiatan fanmeeting. Disamping itu,
penyelenggara juga membuka booth menulis Hangeul untuk memperkenalkan
bahasa tradisional mereka kepada Indonesia. Pihak penyelenggara juga masih
mengadakan demo make up dan kembali menggelar pameran kuliner khas
Korea Selatan (akun jejaring sosial resmi KTO Jakarta).
Kegiatan pertukaran budaya yang rutin dilakukan antara kedua negara
sebelumnya telah dijelaskan dalam konsep diplomasi budaya.Eksebisi atau
pameran merupakan bentuk diplomasi budaya yang paling sering diterapkan oleh
pemerintah Korea Selatan terhadap Indonesia.Melalui eksebisi, Korea Selatan
dapat secara terbuka memperkenalkan kebudayaan mereka terhadap Indonesia di
berbagai bidang mulai dari kebudayaan tradisional, hingga budaya populer sampai
bidang pariwisata.
Dampak sosial lainnya yang mudah dilihat terkait masuknya Hallyu ke
Indonesia adalah cover dance. Cover dance merupakan salah satu kegiatan yang
lahir dari minat terhadap musik KPOP. Cover dance sendiri merupakan kegiatan
dimana para pelakunya menirukan secara detail apa yang idola mereka lakukan,
dalam hal tarian dan gaya berpakaian, hingga melakukan Lip sync (billboard.com,
70
18 Oktober 2011). Secara sederhana, semakin mirip dan sama akan apa yang
mereka lakukan sebagaimana idola mereka lakukan, itu semakin baik. Salah satu
contoh Korea Selatan mengapresiasi kegiatan cover dance adalah diadakannya
KPOP Cover Dance Festival sejak 2011. Acara ini diselenggarakan oleh
pemerintah Korea Selatan langsung melalui MCST. Melalui acara ini, timcover
dance diseluruh dunia berpartisipasi mengirimkan tarian mereka melalui video
(coverdance.seoul.co.kr). Pada tahun 2011, KPOP Cover Dance Festival berhasil
menarik 1,700 peserta dari 64 negara di seluruh dunia (billboard.com), dimana hal
ini menjadi indikasi bahwa cover dance merupakan salah satu dampak sosial yang
cukup besar dari berkembangnya Hallyu.
Di Indonesia, cover dance juga ikut masuk dan menjadi tren baru terutama di
kalangan remaja. Hal ini dapat dilihat sejak awal tahun 2010, hampir di setiap
event gathering para pencinta budaya Korea Selatan, menampilkan cover dance
sebagai salah satu hiburannya, baik yang diadakan oleh kelompok non pemerintah,
sampai yang melibatkan peran pemerintah Korea Selatan didalamnya
(kompasiana.com, 29 Juni 2012). Berdasarkan wawancara dengan saudara
Lukmanda, cover dance merupakan salah satu dampak dari soft power, yakni
peniruan. Sebagaimana penjelasan Vuving, soft power dibangun salah satunya
melalui brilliance yang melahirkan kekaguman (Vuving, 2009: 10). Rasa
kekaguman remaja Indonesia diekspresikan dalam bentuk munculnya kegiatan
cover dance. Lebih jauh masih sebagaimana yang dijelaskan Vuving, bahwa 3
pilar pembangun, salah satunya ialah brilliance, akan melahirkan instrumen soft
power itu sendiri. Sebagai contoh, pihak swasta Korea Selatan melihat kekaguman
71
remaja Indonesia yang diekspresikan melalui cover dance, mengadakan acara
pembukaan salah satu gerai perusahaan Lotte Shopping Avenue.Dalam acara
tersebut, sekaligus digelar audisi untuk cover dance competition tahunan yang
diadakan pemerintah Korea Selatan, dengan mengirim juara dari tiap negara ke
acara final di Korea Selatan. Dengan ikut mengundang idola hallyu seperti grup
Vixx dan Glam (kavenyu.com, 26 Juni 2013), Korea Selatan menggunakan soft
power untuk mencapai kepentingan mereka, dalam hal ini adalah bidang ekonomi
dengan secara intens menggunakan nuansa hallyu sejak awal pembukaan gerai
Lotte tersebut dengan tujuan mendapat perhatian dan apresiasi dari masyarakat
pencinta hallyu di Indonesia (female.kompas.com, 23 Juni 2013).
Sebagai bagian dari budaya populer, peran Hallyu juga mempengaruhi budaya
populer Indonesia. Hal yang paling mudah dilihat adalah pembahasan secara rutin
segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya populer Korea Selatan oleh berbagai
media hiburan Indonesia baik media cetak maupun elektronik. Media elektronik
Indonesia seperti detik.com, kapanlagi.com, dan liputan6.com menyediakan
halaman khusus yang membahas secara rutin mengenai kebudayaan populer
Korea Selatan. Hal ini tentu dipengaruhi oleh minat masyarakat Indonesia yang
begitu besar sehingga menjadi pertimbangan para pemilik media elektronik untuk
menyediakan halaman khusus mengenai Hallyu pada media mereka. Hal yang
sama juga terjadi pada media cetak khusus hiburan di Indonesia. Disamping itu,
corak KPOP mulai masuk dan diadaptasi oleh Indonesia. Mulai maraknya grup
musik dengan konsep boyband atau girlband menggambarkan pengaruh KPOP
terhadap industri musik Indonesia.
72
Dampak Hallyu juga dapat dilihat dalam bidang pendidikan. Sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya, pemerintah Korea Selatan telah membangun kantor
KTO dan KCC di Jakarta. KCC sendiri selain sebagai penyedia informasi
mengenai kebudayaan Korea Selatan, juga membuka kelas bagi masyarakat
Indonesia untuk mempelajari bahasa nasional Korea Selatan. Maria Margareta,
selaku koordinator media sosial KCC menyebutkan bahwa pelajar yang terdaftar
di KCC sudah mencapai lebih dari 500 siswa. Margareta menjelaskan ketertarikan
para pelajar rata-rata dilatar belakangi oleh ketertarikan terhadap produk
Hallyubaik musik maupun drama.Terlebih, KCC seringkali dilibatkan dalam
berbagai acara yang melibatkan bintang Hallyu seperti fanmeeting maupun konser.
KCC mendapatkan beberapa tiket yang secara acak diberikan kepada pelajar
beruntung.Hal tersebut menambah daya tarik bagi para pelajar KCC yang
didominasi oleh kaum muda.
Selain meningkatnya jumlah pelajar yang menekuni bahasa tradisional Korea
Selatan, peningkatan juga terjadi pada keanggotaan perpustakaan KCC. Meskipun
narasumber menolak memberikan data yang mendetail karena ketentuan pihak
KCC, namun beliau menyebutkan bahwa keanggotaan perpustakaan terus
mengalami peningkatan. Ini dikarenakan perpustakaan KCC yang tergolong
lengkap mulai dari pembahasan mengenai budaya Korea Selatan yang bersifat
tradisional hingga budaya populer yang dekat dengan industry entertain. Berbagai
majalah, CD idola Hallyu, photo book, dan lain-lain melengkapi koleksi
perpustakaan KCC di bidang budaya populer yang menambah daya tarik bagi
pelajar Indonesia.
73
Universitas-universitas di Indonesia, sebagaimana pada bab sebelumnya telah
dijelaskan, telah banyak memperkenalkan Korea Selatan terutama bidang bahasa
kepada mahasiswanya, baik dalam bentuk kelas pilihan jurusan, maupun pusat
studi bahasa. Universitas Nasional (UNAS) adalah universitas pertama yang
memperkenalkan kelas pilihan bahasa Korea pada 1987 (Nugroho, 2013: 7).
Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI ) masing-masing
membuka jurusan Bahasa dan Sastra Korea pada 2003 dan 2006 (Nugroho, 2013:
5-7) dimana sebagai respon atas tingginya peminat kelas piliihan Bahasa Korea
yang telah dibuka sebelumnya. Lebih jauh, UGM merupakan salah satu
universitas yang membuka pusat studi Korea tertua di Indonesia (tahun 1996)
dilanjutkan dengan pembukaan INAKOS (The International Association of
Korean Studies in Indonesia) pada 2009 (Nugroho, 2013: 10). Tidak seperti
jurusan maupun pusat studi yang ada sebelumnya, UGM melalui INAKOS yang
didukung oleh berbagai pihak seperti Korea Foundation, Korean Embassy in
Indonesia, KOICA, dan Akademi Bahasa Korea tidak lagi hanya fokus terhadap
pendidikan bahasa, melainkan sudah berkembang kepada bidang lain yang
berkaitan erat dengan budaya baik popular maupun tradisional (Nugroho, 2013:
10). Hal ini dapat dilihat dari penerbitan buku-buku yang berisi kumpulan hasil
penelitian yang berkaitan dengan hubungan Korea Selatan dengan Indonesia,
terutama dalam bidang budaya. Selain itu, pembukaan pusat studi Korea di
berbagai universitas lain (UNLAM pada 2006; Universitas Dipenogoro pada 2007,
dan Universitas Ilmu Komputer pada 2012) menunjukan pergeseran fokus
74
pendidikan mengenai Korea Selatan tidak hanya kepada pengajaran bahasa namun
mulai merambah kepada bidang budaya yang lebih luas.
Jumlah pelajar yang menuntut ilmu di Korea Selatan sendiri juga mengalami
peningkatan.Data yang didapat dari KBRI di Seoul pada 2004, hanya 70 orang
Indonesia yang belajar ke Korea Selatan. Pada Desember 2013, jumlah tersebut
meningkat hingga mencapai 904 orang (kbriseoul.kr). Hal tersebut menunjukan
minat pelajar Indonesia terhadap Korea Selatan juga mengalami
peningkatan.Diplomasi publik menjelaskan pencitraan baik mampu meraih
apresiasi dari pihak lain, serta mempererat hubungan di berbagai aspek termasuk
pendidikan (Leonard, 2002:9-10) sebagaimana yang terjadi dimana Korea Selatan
mendapat citra yang baik dari masyarakat Indonesia.
75
BAB V
KESIMPULAN
Korea Selatan memiliki instrumen kebudayaan yang lahir melalui
perpaduan antara kebudayaan populer, diperkuat dengan mempertahankan
kearifan kebudayaan lokal melalui kebijakan Han Style. Hallyu berkembang
menjadi alat diplomasi kontemporer Korea Selatan.Korea Sangat serius dalam
menggunakan budaya sebagai diplomasi mereka. Hal ini dapat dilihat dari peran
serta pemerintah dalam pelaksanaan diplomas budaya, yang diselenggarakan oleh
tiga kementerian, yakni the Ministry of Foreign Affairs and Trade (MOFAT), the
Ministry of Culture, Sports and Tourism (MCST), dan the Ministry of Education,
Science, and Technology (MEST).Selain itu pihak swasta dengan kontrol dan
dukungan pemerintah juga turut berperan aktif dalam menyebarkan kebudayaan
Korea Selatan ke luar negeri.
Indonesia mulai mengenal Hallyu melalui produk drama Korea Selatan.
Drama dari negeri hanbok tersebut mulai mencuri perhatian pencinta drama
Indonesia yang sebelumnya didominasi oleh produk Taiwan dan Amerika
Latin.Drama Korea Selatan pertama kali ditayangkan pada 2002.Selanjutnya
hingga 2005, drama merupakan produk Hallyu yang diterima oleh masyarakat
Indonesia. Fase selanjutnya adalah antara tahun 2006-2008 dimana produk film
Korea Selatan mulai masuk ke Indonesia. Berhasilnya drama dan film Korea
Selatan masuk Indonesia karena keunikan yang mereka miliki. Adat tradisi yang
kental dalam drama dan film Korea Selatan menjadi poin tersendiri. Hal tersebut
76
merupakan cerminan dari kebijakan pemerintah untuk mempertahankan kearifan
budaya lokal dalam produk budaya, sehinga menghasilkan ketertarikan terutama
bagi konsumen negara lain.
Fase selanjutnya sejak 2009, dimana musik KPOP yang mulai masuk dan
diterima masyarakat Indonesia sebagai produk lain dari Hallyu, dengan peminat
utama remaja.Dalam fase ini, KPOP dapat dikatakan mengambil kendali penuh
sebagai produk utama yang mempromosikan Hallyu di Indonesia.Mulai pada fase
ini pula pemerintah Korea Selatan mulai merespon ketertarikan masyarakat
Indonesia terhadap Hallyu. Melalui kegiatan pameran budaya baik yang diadakan
pemerintah (acara tahunan Korea-Indonesia Week) hingga berbagai acara yang
diadakan pihak swasta (konser dan showcase idola Hallyu), Indonesia mulai
semakin dalam mengenal budaya Korea Selatan, dan semakin terlihat penerimaan
masyarakat Indonesia terhadapnya.Pihak Korea Selatan meresmikan kantorKorea
Tourism Organization (KTO) cabang Jakarta dan kantor Korean Cultural Center
(KCC) di Jakarta sebagai sarana informasi masyarakat Indonesia terhadap
berbagai hal mengenai kebudayaan Korea Selatan.
Penerimaan masyarakat Indonesia terhadap Hallyu dimanfaatkan Korea
Selatan sebagai power dalam mencapai keuntungan bagi negara mereka.Berbagai
kerjasama baru mulai lahir dengan Hallyu. Dalam bidang politik, Hallyu
digunakan sebagai sarana pembangun pencitraan Korea Selatan.Salah satu
kegiatan yang dapat menjadi contoh adalah pengikutsertaan aktor Korea
SelatanHyun Bindalam kunjungan kerjasama militer antara kedua
negara.Selanjutnya Hyun Bin ditunjuk menjadi duta militer Korea
77
Selatan.Ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap aktor Hyun Bin digunakan
oleh Korea Selatan sebagai bentuk diplomasi dengan tujuan memperkuat
hubungan dengan Indonesia dalam hal ini di bidang militer.
Dalam bidang ekonomi, penggunaan instrumen Hallyu lebih mudah dilihat.
Hallyu digunakan dalam berbagai kerjasama ekonomi, seperti pembukaan
perusahaan Lotte cabang Indonesia. Disamping itu, berbagai industri juga
menggunakan Hallyu sebagai sarana menarik perhatian masyarakat Indonesia,
diantaranya industri kosmetik yang mulai banyak digemari, industri elektronik
yakni penjualan produk televisi dari dua perusahaan elektronik besar Korea
Selatan, Samsung dan LG, serta industri pariwisata dimana peningkatan
kunjungan Indonesia ke Korea Selatan merupakan peningkatan terbesar pada
tahun 2010 sampai 2013. Hal ini tidak terlepas dari ketertarikan masyarakat
Indonesia untuk mengunjungi daerah wisata yang berkaitan dengan produk Hallyu
seperti lokasi pembuatan drama dan film.
Di bidang sosial dan budaya, Korea Selatan secara gencar terus
memperkenalkan berbagai kebudayaan mereka kepada Indonesia. Melalui acara
tahunan Korea-Indonesia Week yang digelar sejak 2009, Korea telah
memamerkan kebudayaan mereka bukan hanya budaya populer, namun juga
budaya tradisional mulai dari musik, kuliner, pakaian adat, tarian, lukisan, hingga
kramik. Dalam hal budaya populer, remaja Indonesia mengenal kegiatan baru
yang menjadi salah satu tren yakni cover dance.Cover dance lahir dari kekaguman
remaja Indonesia terhadap idola KPOP Korea Selatan hingga mereka melakukan
kegiatan peniruan/cover idola mereka. Tren cover dance juga dimanfaatkan Korea
78
Selatan dalam mempromosikan pariwisata mereka seperti mengadakan eventcover
dance competition dengan hadiah berlibur ke Korea, serta menggunakancover
dance sebagai sarana memperkenalkan produk ekonomi mereka, seperti
pembukaan dan peresmian Lotte Shopping Avenue.
Dalam bidang pendidikan, dengan adanya hallyu yang berkembang di
Indonesia, minat pelajar Indonesia untuk mempelajari bahasa tradisional dan
mengenal kebudayaan Korea Selatan juga mengalami peningkatan.Hal tersebut
dapat dilihat dari indikasi meningkatnya minat peserta didik dalam lembaga
kursus bahasa Korea Selatan seperti yang terjadi di KCC, begitu pula dengan
keanggotaan perpustakaan KCC.
Berdasarkan dari berbagai kerjasama yang sebelumnya telah dijelaskan,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Hallyu merupakan aset strategis Korea
Selatan. Hallyu bukan hanya menghasilkan nilai tambah bagi perekonomian
Korea Selatan namun juga menghasilkan penyebaran yang memberi dampak akan
peningkatan preferensi masyarakat Indonesia terhadap produk Korea Selatan.
Masyarakat Indonesia yang semula tidak menyukai kebudayaan Korea Selatan
secara perlahan juga mengkonsumsi produk Korea Selatan, hal ini dipengaruhi
oleh gencarnya pemerintah Korea Selatan dalam membawa pengaruhnya ke
Indonesia melalui Hallyu. Penerimaan masyarakat Indonesia terutama remaja
dapat tercermin dari kegiatan gathering dan cover dance yang terus diadakan
secara rutin oleh remaja Indonesia. Hal ini memberi gambaran bahwa remaja
Indonesia terus menunjukan peningkatan minat terhadap kebudayaan Korea
Selatan. Kegiatan cover dance yang merupakan kegiatan peniruan juga
79
merupakan cerminan akan penerimaan dan kekaguman remaja Indonesia terhadap
budaya populer Korea Selatan terutama dalam bidang music KPOP. Disamping
itu daya kunjung wisata ke Korea Selatan yang semakin meningkat juga
mencerminkan minat Indonesia untuk mengenal Korea Selatan jauh lebih
mendalam.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Baylis, John dan Steve Smith. 2005. The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations. New York: Oxford University Press.
Gilboa, E. 2006. Public Diplomacy: The Missing Component in Israel’s Foreign Policy.
Israel Affairs.
Holsti, K. J. 1992. International Politics: A Framework for Analysis. New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
Horton, Paul B., L.Hunt, Chester. 1999. Sosiologi. Jakarta: Erlangga
Jones, Joseph L. 2010. Hegemonic Rythms: The Role of Hip Hop Music in 21st Century. New
York: American Public Diplomacy.
Kedutaan Besar Republik Indonesia Seoul. 2000. “Laporan Tahunan 1999/2000 Kedutaan
Republik Indonesia Seoul”. KBRI Seoul
Kedutaan Besar Republik Indonesia Seoul. 2001. “Laporan Tahunan 2001 Kedutaan
Republik Indonesia Seoul”. KBRI Seoul
Leonard, Mark. 2002. Public Diplomacy. London: Foreign Policy Centre.
Mochsin, Aiyub. 2010. “Diplomasi. Teori dan Praktek serta Kasus-Kasus”. Diktat Intern.
Nye Jr., Joseph S. 2004. The Benefits of Soft Power. Harvard Business School
Punch, Keith F. 2000. Developing Effective Research Proposals. London: SAGE
Publications.
Papp, Daniel S. 1997. Contemporary International Relations, Frameworks, for
Understandings. United States of America: Allyn and Bacon.
Roy, S.L.. 1991. “Diplomasi”. Jakarta: Rajawali Pers.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Sung, Sang-Yeon, 2008. “Why Are Asians Attracted to Korean Pop Culture”. Seoul:
Jimoondang.
Suryokusumo, Sumaryo. 2004. “Praktek Diplomasi”. Depok: Penerbit STIH “IBLAM”.
Gracia I. Caroline Sidabutar. “Diplomasi Kebudayaan: Konsep dan Relevansinya terhadap
Pelaksanaan Politik Luar Negeri”. Divisi Litbang Sekdilu Angkatan XXXII.
Indonesia dan Dunia: Refleksi Pemikiran Diplomat Muda Indonesia. Jakarta:
Kemenlu RI.
xiv
Visser, D. 2002. ‘What Hip Asians Want: A Little Bit of Seoul; From Films to Fashion,
Korean Pop Culture Becomes “Kim Chic” across Continent’, Washington Post, 10
Maret.
Warsito, Tulus dan Wahyuni Kartikasari. 2007. “Diplomasi Kebudayaan, Konsep, dan
Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Yanti, R.P., 2010. “Diplomasi Publik Korea Selatan di Kawasan Asia Timur: Pemanfaatan
Hallyu sebagai Sumber Soft Power”. Tesis S-2 HI Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Yang, Seung-Yoon. 2005. “40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan”. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Jurnal
Al Aziz, Azizah. 2013. “Hallyu: Sarana Peningkatan Daya Tarik Korea” dalam Maman
Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea
Universitas Gajah Mada.
Anwar, Ratih Pratiwi. 2013. “40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan:
Pencapaian, Tantangan, dan Prospek ke Depan” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk
(ed.), 40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea
Universitas Gajah Mada.
David, Muhammad. 2013. “Diplomasi Budaya dan Hallyu dalam Pertukaran Pelajar
Indonesia-Korea” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea.
Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.
Kim, Eun Mee dan Jiwon Ryoo. “South Korean Culture Goes Global: K-pop and the Korean
Wave” University of Hawaii, 2007; tersedia di
http://kossrec.org/board/imgfile/KSSJ%20Vol.34.no.1(Eun%20Mee%20Kim%26Jiwon
%20Ryoo)).pdf; diunduh pada 29 Juni 2013.
Lukmanda, Reza. 2013. “Hallyu Sebagai Soft Power Korea Selatan di Indonesia” dalam
Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi
Korea Universitas Gajah Mada.
Marenia, Dorote. 2013. “Maraknya Konser Artis Korea di Indonesia: Gambaran Nyata
Hubungan Budaya Kontemporer Indonesia-Korea?” dalam Maman Mahayana, M. Hum
dkk (ed.), 40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea
Universitas Gajah Mada.
Mori, Sumiko. “Japan’s Public Diplomacy And Regional Integration in East Asia: Using
Japan’s Soft Power” Harvard University, 2006. Tersedia di
http://www.wcfia.harvard.edu/us-japan/research/pdf/06-10.mori.pdf; Diunduh pada 23
November 2012.
Nugroho, Suray Agung. 2013. “Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa
Depannya” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), 40 Tahun Hubungan
Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.
xv
Nugroho, Suray Agung, 2011. “The 10th Korea Forum: Korean Wave”; tersedia di
https://www.academia.edu/1701329/The_10th_Korea_Forum_Korean_Wave; diunduh
pada 12 Juli 2013.
Nye, Joseph S. Why South Korea Should Go Soft. Korea 2020: Global Perspective for the
Next Decade. Seoul: Random House Korea.
Primayanti, Reza. 2013. “Diplomasi Publik Korea Selatan di Kawasan Asia Timur: Hallyu
Sebagai Sumber Soft Power” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya
Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.
Raditya, Damar. 2013. “Hallyu, Citra Korea di Mancanegara” dalam Maman Mahayana, M.
Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah
Mada.
Ramesh, Bharadwaj. “A Hallyu Story” National Tactical Planning Director China, 2005.
Ravina, Mark. “Introduction: Conceptualizing Korean Wave” Emory University, 2009;
tersedia di http://www.uky.edu/Centers/Asia/SECAAS/Seras/2009/02_Ravina_2009.pdf;
diunduh pada 03 Maret 2014.
Sekhri, Sofiane. 2009. “The role approach as a theoretical framework for the analysis of
foreign policy in third world countries”. African Journal of Political Science and
International Relations Vol. 3 (10), pp. 423-432. Algeria: Algiers University.
Shim, D. “Globalization and Cinema Regionalization in East Asia” The International Journal
of Cultural Policy, vol 14, no 3, 2006.
Shim, Doobo. “Hybridity and the rise of Korean popular culture in Asia”. National University
of Singapore, 2012; tersedia di http://ruraleconomics.fib.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/Doobo-Shim-Hybridity-and-the-rise-of-Korean-popular-culture-in-
Asia.pdf; Diunduh pada 27 November 2012.
Theis, Cameron G. 2009. “Role Theory and Foreign Policy”. USA: University of Ilowa.
Tuch, Hans N. 1990. “Communicating With The World” (Online). Tersedia di
http://pdaa.publicdiplomacy.org/?page_id=6, diakses pada 11 April 2014.
Vuving, Alexander L. 2009. “How Soft Power Works” (Online).
(http://www.apcss.org/Publications/Vuving%20How%20soft%20power%20works%20A
PSA%202009.doc, diakses pada 11 April 2014).
Wibowo, Wahyudi. 2013. “K-Drama, Industri Kreatif Berbasis Budaya Populer” dalam
Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi
Korea Universitas Gajah Mada.
Xuezhe, Liu. 2007. “The Rising Korean Wave among Chinese Youth” (Online); tersedia di
http://fxqw820.tripod.com/AWS.pdf, diakses pada 27 Agustus 2014.
xvi
Yang, Jonghoe. 2012. “The Korean Wave (Hallyu) in East Asia: A Comparison of Chinese,
Japanese and Taiwanese Audiences Who Watch Korean TV Dramas” Sungkyunkwan
University (Online); tersedia di http://isdpr.org/isdpr/publication/journal/41_1/05.pdf.
Diakses pada 27 Agustus 2014.
Yang, Seung-Yoon. 2013. “Hubungan Diplomatik Korea Selatan – Indonesia: Sejarah dan Isu
Pokok Kerja Sama” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), 40 Tahun Hubungan
Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada.
Skripsi
Wahyudiya, Ayu Riska. 2012. “Pengaruh Soft Diplomacy dalam Membangun Citra Korea
Selatan di Indonesia”. Skripsi Program Studi Hubungan Internasional, Universitas
Hasanuddin, 2012.
Internet
“2014 K-Pop Cover Dance Festival” coverdance.org; tersedia di
http://www.coverdance.org/intro; diunduh pada 2 Mei 2014.
“About U.S Diplomacy”. Public Diplomacy Alumni Association; tersedia di
http://publicdiplomacy.org; Diunduh pada 27 November 2012.
“A Look Inside the K-Pop Cover Dance Trend” billboard.com, 18 Oktober 2011; tersedia di
http://www.billboard.com/articles/news/465675/a-look-inside-the-k-pop-cover-dance-
trend; diunduh pada 2 Mei 2014.
Albasit, Afwan. “Mantan PM Korsel Ajak Boediono Tingkatkan Kerjasama Budaya”.Metro
TV news, 2013; tersedia di
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/17/7/154413/Mantan-PM-
Korsel-Ajak-Boediono-Tingkatkan-Kerjasama-Budaya; Diunduh pada 29 Juni 2013.
“Album Selling” Riaj.or.jp, 2002 [Database Online]; tersedia di
http://www.riaj.or.jp/data/others/million_list/2002.html; diunduh pada 12 Februari 2014.
“All about Korea Indonesia Week 2011” koreanindo.net, 9 Oktober 2011; tersedia di
http://koreanindo.net/2011/09/20/all-about-korea-indonesia-week-2011/; diunduh pada
16 April 2014.
“Antre berfoto mengenakan hanbok di Korea Indonesia Week” antaranews.com, 6 Oktober
2014; tersedia di http://www.antaranews.com/berita/337169/antre-berfoto-mengenakan-
hanbok-di-korea-indonesia-week; diunduh pada 30 April 2014.
“Asia Goes Crazy Over K-Pop”. VOA News, 2006; tersedia di
http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2006/01/07/2006010761003.html; Diunduh
pada 29 Juni 2013.
“Bagaimana Efek Suzy Miss A Terhadap Penjualan Kosmetik?” koreanindo.net, 29
Desember 2013; tersedia di http://koreanindo.net/2013/12/29/bagaimana-efek-suzy-
miss-a-terhadap-penjualan-kosmetik; diunduh pada 3 Februari 2014.
xvii
Batari, Friederich. “RI-Korea Perkuat Kerjasama Kebudayaan” 2013; tersedia di
http://www.jurnas.com/news/84683/RI-
Korea_Perkuat_Kerja_Sama_Kebudayaan/1/Sosial_Budaya/Humaniora; Diunduh pada
29 Juni 2013.
Benjamin, Jeff. “Kpop Hits Madison Square Garden at SMTown Live” Billboard, 2013;
tersedia di http://www.billboard.com/articles/news/465545/k-pop-hits-madison-square-
garden-at-smtown-live; diunduh pada 27 Januari 2014.
Caramanica, Jon. “Korean Pop Machine, Running on Innocence and Hair Gel” New York
Times, 2011; tersedia di http://www.nytimes.com/2011/10/25/arts/music/shinee-and-
south-korean-k-pop-groups-at-madison-square-garden-
review.html?adxnnl=1&adxnnlx=1385924465-NRtz0HNMonC5cbPUugP7kg; diunduh
pada 3 Januari 2014.
Cave, Damien. “For Migrants, New Land of Opportunity is Mexico” New York Times, 2013;
tersedia di http://www.nytimes.com/2013/09/22/world/americas/for-migrants-new-land-
of-opportunity-is-mexico.html?pagewanted=all&_r=0; diunduh pada 12 Februari 2014.
“Data Ekspor Impor” Badan Pusat Statistik, tersedia di http://www.bps.go.id/exim-
frame.php?kat=2; diunduh pada 12 Mei 2014.
“Eru Duta Lotte Duty Free” Gatra.com, 24 April 2014; tersedia di
http://www.gatra.com/entertainmen/apa-siapa/51418-eru-jadi-model-dan-brand-
ambassador-lotte-duty-free.html; diunduh pada 1 Mei 2014.
Fathiyah, Alia. “Yang Dilakukan K-Poppers untuk Idolanya”, Tempo.co 2012; tersedia di
http://id.berita.yahoo.com/yang-dilakukan-k-poppers-untuk-idolanya-121959039.html
Diunduh pada 30 November 2012.
“Gathering Kpop Lovers Palembang Ajang Kumpul Para Pencinta Korean Pop”
sriwijayatv.com, 6 Desember 2010; tersedia di
http://www.sriwijayatv.com/detBerita.php?ref=isi&ix=85; diunduh pada 13 April 2014.
“Gelaran Korea – Indonesia Week 2010 di Gandaria City” pakuwon.com; tersedia di
http://www.pakuwon.com/gelaran-korea-indonesia-week-2010-di-gandaria-city; diunduh
pada 10 Mei 2014.
“Girls’ Generation” visitkorea.co.kr [Database Online], tersedia pada
http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/HA/HA_EN_7_7_18.jsp; diunduh pada 04 Maret
2014.
“Gurita Budaya Populer Korea di Indonesia” Institut Seni Indonesia Denpasar, 2011; tersedia
di http://www.isi-dps.ac.id/berita/%E2%80%98gurita%E2%80%99-budaya-populer-
korea-di-indonesia; diunduh pada 03 Juli 2013.
“Hallyu Brides Gap, but Rift with China Remains” Korea Jongang Daily, 2012; tersedia di
http://koreajoongangdaily.joinsmsn.com/news/article/Article.aspx?aid=2958467;
diunduh pada 27 Agustus 2013.
xviii
Helsel, D. R. dan R.M. Hirsch. “Statistical Methods in Water Resources” USA: United States
Geological Survey; tersedia di http://pubs.usgs.gov/twri/twri4a3/pdf/chapter12.pdf;
diunduh pada 27 Agustus 2014.
“Hubungan Bilateral Korea-Indonesia” [database online] Korean Culture Center; tersedia di
http://id.korean-
culture.org/navigator.do?siteCode=null&langCode=null&menuCode=201105180021;
diunduh pada 30 November 2013.
“Indonesia-Korea Week Kicks Off in Jakarta” arirang.co.kr, 13 Oktober 2010; tersedia di
http://www.arirang.co.kr/News/News_View.asp?code=Ne2&nseq=107908; diunduh
pada 10 Mei 2014.
“Indonesia – South Korea, a 40 years Complementary Relation” Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, 2013; tersedia di http://hi.umy.ac.id/indonesia-korea-selatan-40-tahun-
bersama-saling-mengisi/; Diunduh pada 25 Oktober 2013.
“Investasi Korsel Rp 30 Triliyun” Bali Post, 2 Mei 2007; tersedia di
http://www.balipost.co.id/Balipostcetak/2007/5/2/e1.htm; diunduh pada 2 Desember
2013.
“Joint Statement between The Republic of Korea and The Republic of Indonesia” [database
online]; tersedia di
http://www.mofat.go.kr/webmodule/htsboard/template/read/korboardread.jsp?typeID=12
&boardid=8588&seqno=305331; diunduh pada 30 November 2013.
Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia. Tersedia di
http://idn.mofat.go.kr/worldlanguage/asia/idn/bilateral/politik/sejarah/index.jsp; Diunduh
pada 29 Juni 2013.
“Kerjasama Sosbud” kbriseoul.kr; tersedia di http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/2013-
01-07-15-02-52/sosbud; diunduh pada 10 Mei 2014.
Kim, Ji-soo. “KOCCA, King Sejong Institute to Promote Hallyu Together”
KoreaTimes.co.kr, 2013; tersedia di
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/culture/2013/03/386_132744.html; diunduh
pada 03 Maret 2014.
Kim, Yoon Mi. 2011. “K-Pop’s Second Wave” tersedia di
http://www.koreaherald.com/entertainment/Detail.jsp?newsMLId=20110821000264.
Diakses pada tanggal 12 Mei 2013.
“Kompas Gramedia Group Tertular Virus Kpop” kompasiana.com, 29 Juni 2012; tersedia di
http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2012/06/29/kompas-gramedia-group-
tertular-virus-kpop-467925.html; diunduh pada 2 Mei 2014.
“Konser KPOP Warnai Jakarta Tahun 2013” tempo.co, 31 Desember 2013; tersedia di
http://www.tempo.co/read/news/2013/12/31/112541210/Konser-K-Pop-Warnai-Jakarta-
Tahun-2013; diunduh pada 1 Februari 2014.
xix
“Korea Agresif Bidik Wisatawan Indonesia” bisnis.com, 28 Maret 2014; tersedia di
http://travelling.bisnis.com/read/20140328/224/214985/korea-agresif-bidik-wisatawan-
indonesia; diunduh pada 1 Mei 2014.
“Korea Indonesia Week 2012” cosmogirl.co.id; tersedia di
http://www.cosmogirl.co.id/artikel/read/922/Korea-Indonesia-Week-2012; diunduh pada
20 April 2014.
“Korea Selatan” [database online] Kementerian Luar Negeri, tersedia di
http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=BilateralCooperation&IDP=68&
P=Bilateral&l=id; diunduh pada 12 Agustus 2013.
“Korea Selatan Agresif Bidik Wisatawan Indonesia” solopos.com, 28 Maret 2014; tersedia di
http://www.solopos.com/2014/03/28/wisata-korea-selatan-korea-selatan-agresif-bidik-
wisatawan-indonesia-499269; diunduh pada 1 Mei 2014.
“Korea Tourism Organization Buka Cabang di Jakarta” suarapembaruan.com, 8 Juli 2011;
tersedia di http://www.suarapembaruan.com/home/korea-tourism-organization-buka-
cabang-di-jakarta/8771; diunduh pada 1 Februari 2014.
“Korea Winter Travel Fair 2012 Hadir di Mal Taman Anggrek” gayahidup.plasa.msn.com, 5
Oktober 2012; tersedia di http://gayahidup.plasa.msn.com/hang-
out/tabloidbintang/korea-winter-travel-fair-2012-hadir-di-mal-taman-anggrek-3; diunduh
pada 21 April 2014.
Korean Cultural Center Indonesia. Tersedia di http://id.korean-
culture.org/navigator.do?siteCode=null&langCode=null&menuCode=201105180021;
Diunduh pada 29 Juni 2013.
“Korean Culture Week in Jakarta” koreanindo.net, 10 Oktober 2009; tersedia di
http://koreanindo.net/2009/10/10/korean-culture-week-in-jakarta/; diunduh pada 10 Mei
2014.
“Kpop: A New Force in Pop Music” 2011, Korean Culture and Information Service.
“KPop Festival in Gangwon Jakarta with Glam and Vixx” kavenyu.com, 26 Juni 2013;
tersedia di http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/2013-01-07-15-02-52/sosbud;
diunduh pada 12 Mei 2014.
“K-POP İstanbul'u sallayacak! Kore Kültür Merkezi, son zamanlarda Türkiye'de de fazlaca
rağbet gören Kore Pop Müziğini tanıtmak amaçlı bir festival düzenliyor”
Sanat.milliyet.com.tr, 2013; tersedia di http://www.milliyet.com.tr/k-pop-istanbul-u-
sallayacak--editoruntavsiyesi-1727058/; diunduh pada 12 Februari 2014.
“K-Pop Leads Record Earnings from Cultural Exports” Chosun Ilbo, 2012; tersedia di
http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/2012020700892.html Diunduh
pada 29 Juni 2013.
“Kunjungan Presiden Megawati” Bumn.go.id, 2002; tersedia di
http://www.bumn.go.id/17193/publikasi/berita/menjelang-perjalanan-presiden-
megawati-soekarnoputri/; diunduh pada 30 November 2013.
xx
“Lotte Duty Free’s New Jakarta Airport T2 Stores: First Images” moodiereport, 01 Februari
2012; tersedia di http://www.moodiereport.com/document.php?c_id=6&doc_id=29868;
diunduh pada 3 Februari 2014.
“Lotte Shopping Avenue, Dept Store bernuansa Korea” kompas.com, 23 Juni 2013; tersedia
di http://female.kompas.com/read/2013/06/23/22074552/Lotte.Shopping.Avenue.Dept-
Store.Bernuansa.Korea; diunduh pada 10 Mei 2014.
“New Growth Industry Finance” Korea Exim Bank; tersedia pada
http://www.koreaexim.go.kr/en/banking/new.jsp; diunduh pada 04 Maret 2014.
Onishi, Norimitsu. “South Korea Adds Culture to Its Export Power” The NewYork Times,
2005; tersedia di http://www.nytimes.com/2005/06/28/world/asia/28iht-korea.html?_r=0;
diunduh pada 15 Januari 2014.
“Pekan Pertukaran Budaya Indonesia dan Korea 2010” penulis165.esq-news.com, 12 Oktober
2010; tersedia di http://penulis165.esq-news.com/seni-budaya/2010/10/12/pekan-
pertukaran-budaya-indonesia-dan-korea-2010.html; diunduh pada 12 April 2014.
“Peningkatan Kunjungan Wisatawan RI ke Korea Tertinggi se-ASEAN” merdeka.com, 20
Juni 2013; tersedia di http://www.merdeka.com/peristiwa/peningkatan-kunjungan-
wisatawan-ri-ke-korea-tertinggi-se-asean.html; diunduh pada 13 Februari 2014.
“Penjualan Kosmetik Korsel Meningkat Drastis Berkat Demam Hallyu” KBS World, 13
Februari 2012; tersedia di
http://rki.kbs.co.kr/indonesian/news/news_Ec_detail.htm?No=25962&id=Ec&page=31;
diunduh pada 3 Februari 2014.
“Peringati 40 Tahun Hubungan Diplomatik, Indonesia-Korea Perkuat Kerjasama Ekonomi”
Hatta-Rajasa, 25 September 2013; tersedia di http://hatta-rajasa.info/read/2190/peringati-
40-tahun-hubungan-diplomatik-indonesia-korea-perkuat-kerjasama-ekonomi; diunduh
pada 2 Februari 2014.
“Presiden RI dan Korsel Bertemu di Jakara” Radio Australia, 28 November 2000; tersedia di
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2000-11-28/presiden-ri-dan-korsel-bertemu-
di-jakarta/793136; diunduh pada 30 November 2013.
Purwanto, Didik. “Mari Pangestu; Ipop Harus Saingi Kpop” Kompas.com, 30 April 2011;
tersedia di http://oase.kompas.com/read/2012/04/30/14332957/; diunduh pada 12
November 2013.
“Pusat Kebudayaan Korea Resmi Dibuka” bisnis.com, 19 Juli 2011; tersedia di
http://news.bisnis.com/read/20110719/79/43300/pusat-kebudayaan-korea-resmi-
dibuka; diunduh pada 1 Februari 2014.
xxi
“Remarks by President Obama at Hankuk University” WhiteHouse.gov, 2012 [Database
aOnline]; tersedia di http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2012/03/26/remarks-
president-obama-hankuk-university; diunduh pada 27 Januari 2014.
Russel, Mark James. “The Gangnam Phenom” ForeignPolicy.com, 2012; tersedia di
http://www.foreignpolicy.com/articles/2012/09/27/the_gangnam_phenom; diunduh pada
14 Januari 2014.
“Samsung Kuasai Pasar Smart TV” pasundanekspres.co.id, 27 April 2013; tersedia di
http://www.pasundanekspres.co.id/ekbis/8793-samsung-kuasai-pasar-smart-tv; diunduh
pada 12 April 2014.
“Schedule” asiaenglish.visitkorea.co.kr; diunduh pada 30 April 2014.
“SHINEe arrives in Jakarta for Korean-Indonesia Friendship Concert” koreaboo.com, 11
Oktober 2010; tersedia di http://www.koreaboo.com/index.html/_/general/shinee-
arrives-in-jakarta-for-korean-indonesia-r220; diunduh pada 12 April 2014.
“SHINEe Ramaikan Indonesia Korean Week 2010” gelorabungkarno.co.id, 10 Oktober 2010;
tersedia di http://www.gelorabungkarno.co.id/news/education/shinee-ramaikan-
indonesia-korean-week-2010/; diunduh pada 12 April 2014.
“S. Korean Embassy to Kick Off Cultural Week in Jakarta” thejakartapost.com, 1 Oktober
2011; tersedia di http://www.thejakartapost.com/news/2009/10/06/s-korean-embassy-
kick-cultural-week-jakarta.html; diunduh pada 16 April 2014.
“SNSD Are Ambassador for Incheon Airport Customs” Allkpop.com, 2010; tersedia pada
http://www.koreaexim.go.kr/en/banking/new.jsp; diunduh pada 04 Maret 2014.
“Soft Diplomacy ala Korea Selatan” Media Indonesia, 24 Desember 2011; tersedia di
http://idsps.org/en/idsps-news-indonesia/berita-media/soft-diplomacy-ala-korea-selatan/;
diunduh pada 3 Februari 2014.
“South Korea Profile” BBC News; tersedia di http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-
pacific-15289563; Diunduh pada 29 Juni 2013.
Suhendra, Ichsan. “September, Senayan Akan Dilanda Gelombang Korea”; Kompas.com,
2012; tersedia di
http://entertainment.kompas.com/read/2012/08/06/21381292/September.Senayan.Akan.
Dilanda.Gelombang.Korea?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=;
Diunduh pada 30 November 2012.
“Susahnya Kosmetik Lokal Berjaya di Nusantara: Bahan Baku Impor 70 Persen” Jawa Pos;
tersedia di http://www.kemenperin.go.id/artikel/6018/kode-etik; diunduh pada 13
Februari 2014.
“Tahun Ini Korea Incar 220Ribu Wisatawan Indonesia” republika.co.id, 26 April 2014;
tersedia di http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/14/04/26/n4lrhe-tahun-
ini-korea-incar-220-ribu-wisatawan-indonesia; diunduh pada 1 Mei 2014.
xxii
“The United Nations and Korea: Together, Building the Future We Want” UN.org, 2012
[Database Online]; tersedia di http://www.un.org/sg/statements//index.asp?nid=6398;
diunduh pada 27 Januari 2014
Wibisono, B Kunto. “Indonesia-Korsel Perkuat Kerjasama Ekonomi Lewat Budaya”
Antaranews.com, 2010; tersedia di
http://www.antaranews.com/berita/1286816222/indonesia-korsel-perkuat-kerja-sama-
ekonomi-lewat-budaya; Diunduh pada 29 Juni 2013.
Wiseman, Paul. “Korea’s Romantic Hero Holds Japan in Thrall” USAtoday.com, 2004;
tersedia di http://usatoday30.usatoday.com/news/world/2004-12-09-korean-
actor_x.htm; diunduh pada 12 November 2013.
Yudhistira, Andrie. “Ribuan Kpop Lovers Berkumpul di LaPiazza” Liputan6.com, 2012;
tersedia di http://showbiz.liputan6.com/read/378116/ribuan-k-pop-lovers-berkumpul-di-
la-piazza; Diunduh pada 30 November 2012.
xxiii
LAMPIRAN – LAMPIRAN
LAPORAN KEGIATAN
Sidang Pertama Komisi Bersama Kebudayaan
(The 1st Meeting of Joint Commission on Cultural Cooperation)
Indonesia-Korea Selatan
Pada tanggal 13-15 Mei 2008 di Yogyakarta
Latar Belakang
1. Indonesia telah memiliki payung kerjasama dengan Korea Selatan (Republic of
Korea/ROK) di bidang kebudayaan melalui sebuah perjanjian (Agreement between
the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of
Korea on Cultural Cooperation) yang ditandatangani pada 28 November 2000.
2. Dalam rangka mempercepat implementasi dari Agreement tersebut, maka kedua
pemerintahan telah membentuk Eminent Persons’ Group (EPG). Di Indonesia
pertemuan EPG pertama berlangsung pada 10 November 2006.
3. Pada tanggal 4 Desember 2006 kedua kepala negara menandatangani Joint
Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Cooperation in the
21st century yang isinya mencakup 32 bidang kerjasama yang dikelompokkan ke
dalam 4 bidang utama di mana salah satunya adalah bidang sosial budaya.
4. Dua dari 7 bidang kerjasama sosial budaya yang tercantum dalam Joint Declaration
dan juga menjadi prioritas EPG adalah perlunya membentuk dan melaksanakan Joint
Cultural Commision (JCC) sebagai dasar berdirinya Cultural and Information Service
Centre.
5. Pemerintah Indonesia telah mengesahkan (ratifikasi) Agreement tersebut melalui
Peraturan Presiden No. 92 Tahun 2007.
6. Dalam rangka mengimplementasikan Agreement tahun 2000, hasil-hasil rekomendasi
dari EPG RI-ROK dan berdasarkan Prepres No. 92 tahun 2007, maka
diselenggarakanlah suatu pertemuan pertama komisi bersama untuk kerjasama
kebudayaan (The 1st Meeting of Joint Commission on Cultural Cooperation/JCC).
xxiv
Joint Commission on Cultural Cooperation.
1. Sidang Komisi Bersama Kebudayaan/JCC ke-1 tersebut berlangsung pada 13-15 Mei
2008 di Yogyakarta, dengan melibatkan 5 Departemen terkait (Kemenpora,
Depkominfo, Depdiknas, Deplu dan Depbudpar) di mana lingkup kerja JCC ke-1
berada dalam tahapan identifikasi kebutuhan untuk penyusunan “Plan of Actions”
melalui exchange of views (establishment and discussion).
2. Delegasi RI diketuai oleh Dr. Muchlis Paeni, pejabat eselon I SAM bidang Pranata
Sosial Depbudpar. Sedangkan delegasi ROK dipimpin oleh Mr. Bae Jae-hyun,
Director General of Cultural Affairs Bureau Ministry of Foreign Affairs and Trade of
the Republic of Korea.
3. Kerjasama di bidang kepemudaan dan keolahragaan yang diusulkan RI meliputi:
program semaul udong; program relawan/magang wirausaha muda ke ROK;
workshop kewirausahaan pemuda dan pengembangan industri olahraga dan industri
unggulan di ROK; pengiriman/rekruitmen atlit; pelatih dan wasit; pertukaran para
pakar olah raga; penyelenggaraan seminar tentang industri olahraga; studi/pelatihan
dalam rangka industri olahraga; dan bantuan pembangunan gedung olahraga di 10
provinsi dan 10 kabupaten di Indonesia.
4. Isu kerjasama pendidikan yang diangkat dalam pertemuan ini adalah: 1. International
Standard School (Sister School Facilitation, Reciprocal School Accredited,
International Content Subjects Facilitated by South Korea (IT, automotive, etc); 2.
Teacher empowering program (Teachers Training, Collaboration, Seminar and
workshop); 3. World Class University (Double/dual degree between Indonesia
universities and Korea universities, Joint research, Student and Professor exchange,
Seminar and Workshop, Indonesia language for foreigners, Darmasiswa Scholarship
program by Indonesian Government, Guest Lectures (being an Indonesian language
lecture in some universities in South Korea).
5. Untuk bidang kebudayaan, isu-isu yang dibahas dalam JCC ke-1 tersebut mencakup
substansi kerjasama arkeologi, konservasi benda-benda purbakala, film, HRD, R&D,
Cultural Content, dan bidang-bidang kebudayaan terkait lainnya.
6. Untuk bidang Litbang Kebudayaan isu-isu yang diajukan adalah: penyusunan kamus
bahasa Indonesia-Korea dan Korea-Indonesia; mendirikan bidang studi bahasa Korea
di Indonesia (Universitas Indonesia) dan bidang studi bahasa Indonesia di Universitas
terkemuka di ROK; memberikan beasiswa bagi publik maupun mahasiswa untuk
memperdalam kebudayaan melalui pendidikan di bidang seni musik, senia teater,
film, animasi dan busana. Adapun sebaliknya Indonesia menawarkan kepada Korea
pendidikan di bidang seni tari, seni musik (angklung, gamelan, suling,kolintang), seni
pahat serta seni batik; melakukan penerjemahan dan penerbitan karya sastra
xxv
kontemporer untuk generasi muda dan sejarah maritime; pengembangan khasanah
kuliner tradisional (penataan,pengolahan dan pengemasannya) khas Indonesia dan
Korea; melakukan kajian kebijakan kebudayaan di kedua negara, khususnya
berhubungan dengan upaya-upaya untuk mempertahankan tradisi di segala bidang;
menyelenggarakan pekan film Indonesia-Korsel di negara masing-masing; dan
menyelenggarakan diskusi tentang multikulturalisme dan globalisasi.
7. Isu tentang perlindungan Kekayaan Budaya menjadi salah satu poin penting dalam
pembahasan siding JCC ke-1 ini, mengingat Agreement Kebudayaan RI-ROK tidak
mencantumkan klausul perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (IPR)
sehingga Indonesia merasa perlu mengangkat isu ini agar hasil-hasil karya budaya
anak bangsa dapat dilindungi dari pemanfaatan/eksploitasi ekonomi oleh pihak-pihak
asing mana pun, baik bagi Indonesia maupun Korea.
8. Di samping itu, dilakukan pertukaran pandangan (exchange of views) tentang lingkup
kerja dan tanggung jawab Komite Kebudayaan, hal tersebut menjadi isu sentral
mengingat saat ini Indonesia belum memiliki model pengembangan Pusat
Kebudayaan, sehingga diharapkan dari hasil pembahasan dalam pertemuan bilateral
ini, didapati suatu model yang dapat dijadikan contoh bagi pengembangan kerjasama
bilateral Indonesia dengan negara-negara mitra.
Hasil Kesepakatan
1. Kedua pihak sepakat untuk mengkonkritkan kerjasama bilateral secara konstruktif
dengan menekankan perlunya ditingkatkan saling kunjung antar pejabat dan ahli.
2. Kedua pihak juga sepakat untuk bekerjasama dalam peningkatan capacity building
dan sumber daya manusia. Dalam hal ini Pemerintah Indonesia menyambut baik
komitmen Pemerintah ROK serta mengapresiasi bantuan berbagai program beasiswa
yang diberikan Korea kepada Indonesia untuk meningkatkan hubungan bilateral
kedua negara.
3. Kedua Pihak sepakat untuk mendorong terbentuknya pusat studi Indonesia di
universitas-universitas terkemuka di Korea Selatan dan juga sebaliknya pusat studi
Korea di Indonesia.
4. Untuk itu, kedua Pihak akan mempercepat finalisasi MoU Kerjasama Pendidikan.
5. Pihak Korea juga menyambut permintaan pihak Indonesia untuk percepatan finalisasi
Arrangement on Youth and Sport Cooperation.
xxvi
6. Di bidang Komunikasi dan Informasi, kedua Pihak menekankan perlunya menjalin
kerjasama dan koordinasi yang lebih erat, termasuk dalam hal berbagi informasi dan
teknologi.
7. Secara prinsip kedua pihak juga sepakat untuk memperkuat kerjasama kebudayaan
pada sektor warisan budaya (cultural heritage), kesenian (arts), film, arkeologi,
permuseuman, sejarah, kelitbangan dan kediklatan, serta industri budaya. Dalam hal
ini, pihak Indonesia dapat mengajukan proposal program/proyek kepada pihak Korea.
8. Pihak Korea juga meminta dukungan Indonesia dalam hal rencana pihak Korea
menyelenggarakan beberapa event di Indonesia, yaitu: a) Pekan Budaya Korea, b)
Festival Porselin Korea dan c) Pameran Foto. Dalam hal ini, pihak Indonesia
menyatakan kesediannya membantu.
9. Berkaitan dengan kerjasama kota/provinsi kembar, kedua Pihak sepakat untuk
mengintensifkannya dengan meningkatkan jumlah pertukaran program/proyek di
bidang kebudayaan, pendidikan dan olah raga.
10. Untuk melindungi semua kesepakatan kerjasama tersebut, kedua Pihak mengakui
perlunya menerapkan perlindungan Intelectual Property Rights (IPR) sesuai dengan
perundangan yang berlaku.
Catatan
1. Semua isu dan usulan program kerjasama yang telah disampaikan pada JCC pertama
ini dapat ditindaklanjuti dalam rincian program dan selanjutnya dikomunikasinnya
dengan pihak Korea.
2. Berdasarkan Agreed Minutes yang telah disusun kedua Pihak tersebut, setiap instansi
terkait dimungkinkan melakukan negosiasi langsung dalam mengimplementasi
kesepakatan-kesepakatan JCC I tersebut dengan pihak Korea melaui saluran
diplomatik yang dapat ditujukan langsung ke Duta Besar Republik Korea di Jakarta
dengan tembusan ke Biro KSLN Depbudpar dan Direktur Astimpas Deplu RI.
KERJASAMA BILATERAL
BIRO KSLN