PERAN GIZI TERHADAP KESEHATAN GIGI & MULUT PADA ANAK BALITA
Risqa Rina Darwita
Dept. Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat dan Kedokteran Gigi pencegahanFakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
1. Pendahuluan
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan, karena makanan
adalah salah satu persyaratan pokok untuk manusia, disamping udara (oksigen). Achmad
Djaeni, (1987), menjelaskan di dalam hasil penelitiannya bahwa ada empat fungsi pokok
makanan bagi kehidupan manusia adalah untuk:
a. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan / perkembangan serta mengganti
jaringan tubuh yang rusak.
b. Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan
cairan tubuh yang lain.
d. Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Makanan harus mengandung zat-zat gizi agar makanan yang masuk ke dalam tubuh dapat
berfungsi dalam metabolism dan tumbuh kembang tubuh.i Dengan perkataan lain makanan
yang kita makan sehari-hari harus dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Untuk mencapai kesehatan yang optimal diperlukan makanan bukan sekedar makanan
tetapi makanan yang mengandung gizi atau zat-zat gizi. Zat-zat makanan yang diperlukan
untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan dikelompokkan menjadi 5 macam, yakni
1
protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Fungsi-fungsi zat makanan itu antara lain
sebagai berikut :
a. Protein
Protein diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (protein nabati)
dan makanan dari hewan (protein hewani). Fungsi protein bagi tubuh antara lain :
- membangun sel-sel yang rusak.
- membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
- membentuk zat inti energi (1 gram protein kira-kira menghasilkan 4,1 kalori).
Lemak
Lemak berasal dari minyak goreng, daging, margarin, dan sebagainya. Fungsi pokok
lemak bagi tubuh ialah :
- menghasilkan kalori terbesar dalam tubuh manusia (1 gram lemak menghasilkan
9,3 kalori).
- sebagai pelarut vitamin A,D,E,K.
- sebagai pelindung terhadap bagian-bagian tubuh tertentu dan pelindung bagian
tubuh pada temperatur rendah.
c. Karbohidrat
Karbohidrat berdasarkan gugus penyusun gulanya dapat dibedakan menjadi
monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Fungsi karbohidrat adalah juga salah satu
pembentuk energi yang paling murah, karena pada umumnya sumber karbohidrat ini
2
berasal dari tumbuh-tumbuhan (beras, jagung, singkong, dan sebagainya) yang
merupakan makanan pokok.
d. Vitamin-vitamin
Vitamin dibedakan menjadi 2, yakni vitamin yang larut dalam air (vitamin A dan B) dan
vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K).
Fungsi masing-masing vitamin ini antara lain :
1. Vitamin A berfungsi bagi pertumbuhan sel-sel epitel dan sebagai pengatur
kepekaan rangsang sinar pada saraf dan mata.
2. Vitamin B1 berfungsi untuk metabolisme karbohidrat, keseimbangan air dalam
tubuh dan membantu penyerapan zat lemak oleh usus.
3. Vitamin B2 berfungsi dalam pemindahan rangsang sinar ke saraf mata dan enzim
dan berfungsi dalam proses oksidasi dalam sel-sel.
4. Vitamin B6 berfungsi dalam pembuatan sel-sel darah dan dalam proses
pertumbuhan serta pekerjaan urat saraf.
5. Vitamin C berfungsi sebagai aktivator macam-macam foramen perombak protein
dan lemak, dalam oksidasi dan dehidrasi dalam sel, yang penting dalam
pembentukan trombosit.
6. Vitamin D berfungsi mengatur kadar kapur dan fosfor dalam bersama-sama
kelenjar anak gondok, memperbesar penyerapan kapur dan fosfor dari usus, dan 3
mempengaruhi kerja kelenjar endokrin.
7. Vitamin E berfungsi mencegah perdarahan bagi wanita hamil serta mencegah
keguguran dan diperlukan pada saat sel sedang membelah.
8. Vitamin K berfungsi dalam pembentukan protrombin, yang berarti penting dalam
proses pembekuan darah.
e. Mineral
Mineral terdiri dari zat kapur (Ca), zat besi (Fe), zat fluor (F), natrium (Na) dan chlor (Cl),
kalium (K) dan iodium (I). Secara umum fungsi mineral adalah sebagai bagian dari zat aktif
dalam metabolisme sel atau sebagai bagian penting dari struktur sel dan jaringan. Sebagai
contoh adalah konsumsi ion fluoride yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
enamel hipoplasia, sementara itu asupan Calcium yang kurang dapat mengakibatkan
antara lain kurang kompaknya struktur email gigi, dan rapuhnya jaringan ikat gingival,
sehingga mudah terjadi perdarahan/gingivitis.
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan.
Apabila tubuh berada dalam tingkat kesehatan gizi optimum dimana jaringan jenuh oleh
semua zat gizi maka disebut status gizi optimum. Dalam kondisi demikian tubuh terbebas
dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang setinggi-tingginya.
Intake zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi seseorang merupakan salah satu
penyebab langsung dari timbulnya masalah gizi. Apabila konsumsi gizi makanan pada
seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi malnutrition.
4
Malnutrisi ini mencakup kelebihan nutrisi (overnutrition) dan kekurangan gizi atau gizi
kurang (undernutrition).
Tujuan penulisan adalah menjelaskan dan membahas tentang peran zat gizi terhadap
terjadinya penyakit gigi dan mulut, seperti karies gigi dan penyakit periodontal, terutama
yang dapat terjadi pada anak usia balita dan dewasa.
2. Pembahasan
2.1. Status Gizi dan penyakit karies gigi
Status gizi anak balita dapat diketahui melalui pemeriksaan antropometri dengan
membandingkan antara berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).4 Status gizi sangat berhubungan
erat dengan tumbuh kembang gigi dan mulut dalam hal kecukupan asupan gizi ibu saat
masih dalam kandungan, Sedangkan pada gigi tetap sangat dipengaruhi oleh asupan gizi
pada masa tumbuh kembang anak usia dini.4 Status gizi balita erat juga hubungannya
dengan munculnya plak gigi dan penyakit periodontal.4,5 Malnutrisi dapat meningkatkan
risiko terjadinya karies dikarenakan adanya kerusakan kelenjar saliva sehingga
menyebabkan laju alir saliva menurun dan komposisi saliva juga berubah.5 Asupan makanan
dan status gizi mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal, seperti banyaknya plak dan
komposisinya, integritas epitel, pembentukan kolagen dan perbaikannya, pembentukan
tulang dan perbaikannya, respon kekebalan, dan pelindung dari kerusakan radikal bebas.5
Balita yang mengalami malnutrisi dan gizi buruk ternyata memiliki hubungan langsung
dengan pemberian asupan makanan dan gizi yang diberikan. Pada fase gizi buruk, anak
rentan terhadap infeksi.3 Salah satu zat makanan yang berpengaruh adalah protein karena
berfungsi sebagai unsur pembangun sel jaringan tubuh dan berperan serta dalam terjadinya
kasus gizi buruk.4,6 karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi tubuh, vitamin dan mineral 5
esensial merupakan zat gizi yang penting bagi pertumbuhan dan kesehatan seperti kalsium
dan fosfor yang berfungsi untuk pertumbuhan dan menguatkan tulang.6,7 Asupan makanan
erat kaitannya dengan perilaku ibu dalam pemberian asupan makanan kepada balita.
Karena kurangnya zat nutrisi dapat menyebabkan kelainan struktur gigi sehingga salah satu
manifestasinya adalah terjadi kerapuhan pada email gigi yang menguraikan bahwa
kecukupan zat gizi akan berpengaruh terhadap pola erupsi gigi anak, kemudian hasil
penelitian dari peneliti terdahulu juga menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan
antara malnutrisi pada balita terhadap terjadinya karies gigi tetap.5,6 Karies gigi erat
hubungannya dengan asupan makanan terutama sukrosa dan glukosa, karena jenis
makanan ini kalau berlebihan akan bersifat lengket dan cenderung berpotensi
mempercepat terjadinya karies gigi, terutama ditemui pada kebersihan gigi anak yang
rendah.8,9 Menurut Jean-charles pada anak dengan keadaan early childhood protein energy
malnutrition (ECPEM) ternyata memiliki hubungan langsung pada peningkatan skor CPITN
(Community periodontal index of treatment needs) yang berakibat pada adanya penyakit
periodontitis saat pertumbuhan gigi permanen. 10
Penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan akibat dari kelebihan atau
kekurangan zat gizi dan yang telah merupakan masalah kesehatan masyarakat, khususnya
di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
1. Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau karbohidrat dan
protein dengan kebutuhan energi atau terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein.
Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita karena pada umur tersebut anak
mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan
kebutuhan kalori maka akan terjadi defisiensi tersebut (kurang kalori dan protein).
6
Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP) dibagi dalam 3 tingkat, yakni :
a. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai 84-95 % dari berat badan menurut
standar Harvard.
b. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 44-60 % dari berat badan
menurut standar Harvard.
c. KKP berat (gizi buruk), kalau berat badan anak kurang dari 60% dari berat badan
menurut standar Harvard.
Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 macam KKP saja, yakni KKP ringan atau gizi kurang
dan KKP berat (gizi buruk) atau lebih sering disebut marasmus (kwashiorkor). Anak atau
penderita marasmus ini tampak sangat kurus, berat badan kurang dari 60% dari berat badan
ideal menurut umur, muka berkerut seperti orang tua, apatis terhadap sekitarnya, rambut
kepala halus dan jarang berwarna kemerahan.
Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan tanda-tanda klinis seperti oedema atau honger
oedema (HO) atau juga disebut penyakit kurang makan, kelaparan atau busung lapar. Oedema
pada penderita biasanya tampak pada daerah kaki.
2. Penyakit Kegemukan (Obesitas)
Penyakit ini terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, yakni
konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi.
7
Kelebihan energi di dalam tubuh ini disimpan dalam bentuk lemak. Pada keadaan normal,
jaringan lemak ini ditimbun di tempat-tempat tertentu diantaranya dalam jaringan subkutan
dan didalam jaringan tirai usus. Seseorang dikatakan menderita obesitas bila berat badan
pada laki-laki melebihi 15% ,dan pada wanita melebihi 20% dari berat badan ideal menurut
umurnya.
Pada orang yang menderita obesitas, organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih
berat karena harus membawa kelebihan berat badan. Oleh sebab itu pada umumnya lebih
cepat capai dan mempunyai kecenderungan untuk membuat kekeliruan dalam bekerja.
Akibat dari penyakit obesitas ini, para penderitanya cenderung menderita penyakit-penyakit
kardiovaskuler, hipertensi, dan diabetes melitus.
Berat badan yang ideal pada orang dewasa menurut rumus Dubois ialah :
B (kg) = (Tcm - 10) + 10%, dengan :
B = Berat badan hasil perkiraan / pengukuran
T = Tinggi badan
Oleh Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dilakukan koreksi
sebagai berikut :
B (kg) = {(Tcm - 100) - 10%} + 10%
Contoh :
8
Si Ali (Dewasa) diukur tinggi badannya 160 centimeter maka berat badan Ali yang
ideal adalah antara 54 kilogram dengan 66 kilogram (paling rendah 54 kilogram dan
paling tinggi 66 kilogram). Apabila orang dewasa yang tinggi badannya 160 cm
dengan berat badan dibawah 54 kg maka ia kurang gizi dan bila lebih dari 66 kg, ia
termasuk obesitas (kegemukan).
3. Anemia (Penyakit Kurang Darah)
Penyakit terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau kurang dari
kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan mikro elemen yang esensial bagi tubuh yang sangat
diperlukan dalam pembentukan darah, yakni dalam hemoglobin (Hb).
Disamping itu Fe juga diperlukan enzim sebagai zat aktif. Zat besi (Fe) lebih mudah diserap
oleh usus halus dalam bentuk ferro. Penyerapan ini mempunyai mekanisme autoregulasi
yang diatur oleh kadar ferritin yang terdapat dalam sel-sel mukosa usus. Dalam kondisi Fe
yang baik, hanya sekitar 10% saja dari Fe yang terdapat di dalam makanan diserap ke dalam
mukosa usus.
Defisiensi Fe atau anemia besi di Indonesia jumlahnya besar sehingga sudah menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Program penanggulangan anemia besi, khususnya untuk ibu
hamil sudah dilakukan melalui pemberian Fe secara cuma-cuma melalui puskesmas atau
posyandu. Akan tetapi karena masih rendahnya pengetahuan sebagian besar ibu-ibu hamil
maka program ini tampak berjalan lambat.
4. Xerophthalmia (Defisiensi Vitamin A)
9
Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A didalam tubuh. Gejala-gejala
penyakit ini adalah kekeringan epitel biji mata dan kornea karena glandula lakrimalis
menurun. Terlihat selaput bola mata keriput dan kusam bila biji mata bergerak.
Fungsi mata berkurang menjadi hemeralopia atau noctalmia yang oleh awam disebut buta
senja atau buta ayam, tidak sanggup melihat pada cahaya remang-remang. Pada stadium
lanjut maka mengoreng karena sel-selnya menjadi lunak yang disebut keratomalasia dan
dapat menimbulkan kebutaan.
Fungsi vitamin A sebenarnya mencakup 3 fungsi yakni fungsi dalam proses melihat, dalam
proses metabolisme, dan proses reproduksi. Gangguan yang diakibatkan karena kekurangan
vitamin A yang menonjol, khususnya di Indonesia adalah gangguan dalam proses melihat
yang disebut xerophthalmia ini.
Selain mencegah terjadinya gangguan mata rabun senja, vitamin A juga sangat dibutuhkan
dalam tumbuh kembang struktur gigi email. Dimana vitamin A akan membantu sel-sel
ameloblas dalam membentuk struktur jaringan email gigi.
5. Penyakit Gondok Endemik
Zat iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh karena merupakan komponen dari
hormon Thyroxin. Zat iodium ini dikonsentrasikan didalam kelenjar gondok (glandula
thyroidea) yang diperlukan dalam sintesa hormon Thyroxin. Hormon ini ditimbun dalam
folikel kelenjar gondok, terkonjugasi dengan protein (globulin) maka disebut thyroglobulin.
Apabila diperlukan, thyroglobulin ini dipecah dan terlepas hormon thyroxin yang dikeluarkan
dari folikel kelenjar ke dalam aliran darah.
10
Kekurangan zat iodium ini berakibat kondisi hypothyroidisme (kekurangan iodium) dan
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan menambah jaringan kelenjar gondok.
Akibatnya terjadi hypertrophi (membesarnya kelenjar thyroid) yang kemudian disebut
penyakit gondok.
Apabila kelebihan zat iodium maka akan mengakibatkan gejala-gejala pada kulit yang disebut
iodium dermatitis. Penyakit gondok ini di Indonesia merupakan endemik terutama di daerah-
daerah terpencil di pegunungan yang air minumnya kekurangan zat iodium. Oleh sebab itu
penyakit kekurangan iodium ini disebut gondok endemik. Kekurangan iodium juga dapat
menyebabkan gangguan kesehatan lain, yaitu cretinisma. Kretinisma adalah suatu kondisi
penderita dengan tinggi badan dibawah normal (cebol). Kondisi ini disertai berbagai tingkat
keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan, dari hambatan ringan sampai dengan
sangat berat (debil). Ekspresi muka seorang cretin ini memberikan kesan orang bodoh
karena tingkat kecerdasannya sangat rendah. Pada umumnya orang cretin ini dilahirkan dari
ibu yang sewaktu hamil kekurangan zat iodium.
Terapi penyakit ini pada penderita dewasa pada umumnya tidak memuaskan. Oleh sebab itu
penanggulangan yang paling baik adalah pencegahan yaitu dengan memberikan dosis
iodium kepada ibu hamil.
Kelompok-kelompok rentan gizi ini terdiri dari :
a. Kelompok bayi : 0-1 tahun
b. Kelompok dibawah 5 tahun (balita) : 1-5 tahun
c. Kelompok anak sekolah : 6-12 tahun
d. Kelompok remaja : 13-20 tahun
e. Kelompok ibu hamil dan menyusui.
11
f. Kelompok usia lanjut
Kelompok usia lanjut termasuk kelompok rentan gizi meskipun kelompok ini tidak
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini disebabkan kelompok usia
ini mengalami kelainan gizi.
1. Kelompok Bayi
Didalam siklus kehidupan manusia, bayi berada didalam masa pertumbuhan dan
perkembangan yang paling pesat. Bayi yang dilahirkan dengan sehat, pada umur 6 bulan
akan mencapai pertumbuhan atau berat badan 2 kali lipat dari berat badan pada waktu
dilahirkan.
Untuk pertumbuhan bayi dengan baik, zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan ialah :
a. Protein, dibutuhkan 3-4 gram/kilogram berat badan.
b. Calsium (Ca)
c. Vitamin D tetapi karena Indonesia berada di daerah tropis maka hal ini tidak
begitu menjadi masalah.
d. Vitamin A dan K yang harus diberikan sejak post natal.
e. Fe (zat besi) diperlukan karena didalam proses kelahiran sebagian Fe ikut
terbuang.
12
ASI tetap diteruskan dan mulai umur 18 bulan dapat diberikan makanan tambahan agak keras
(semisolid) sampai dengan umur 2 tahun. Akhirnya pada umur 2 tahun, ASI diberhentikan (anak
disapih) dan sudah dapat diberi makanan seperti makanan orang dewasa. Mengenai jumlah
makanan tambahan pun juga makin lama makin ditingkatkan, sesuai dengan kebutuhan kalori
yang diperlukan bayi / anak untuk berkembang.
Tabel 1. Peralihan ASI ke Makanan dan Kebutuhan Kalori
--------------------------------------------------------------------------
Umur Anak PMT Kebutuhan Kalori
--------------------------------------------------------------------------
0- 4 bulan ASI saja 300 kalori
4- 9 bulan Makanan halus 800 kalori
9-12 bulan Makanan lembut 900 kalori
12-18 bulan Makanan lunak 1100 kalori
18-24 bulan Makanan semi keras 1300 kalori
24 bulan Makanan dewasa
-------------------------------------------------------------------------
13
2. Kelompok Anak Balita
Anak balita juga merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok
ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP) dan jumlahnya
dalam populasi besar. Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak balita ini
rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain sebagai berikut :
a. Anak balita berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang
dewasa.
b. Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik atau ibunya sudah bekerja
penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang.
c. Anak balita sudah mulai main di tanah dan sudah dapat main diluar rumahnya
sendiri sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang
memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit.
d. Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih
makanan. Dipihak lain ibunya sudah tidak begitu memperhatikan lagi makanan
anak balita karena dianggap sudah dapat makan sendiri.
Dengan adanya posyandu (pos pelayanan terpadu) yang sasaran utamanya adalah anak
balita, sangat tepat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak balita.
3. Kelompok Anak Sekolah
14
Pada umumnya kelompok umur ini mempunyai kesehatan yang lebih baik dibandingkan
dengan kesehatan anak balita. Masalah-masalah yang timbul pada kelompok ini antara lain :
berat badan rendah, defisiensi Fe (kurang darah) dan defisiensi vitamin E.
Masalah ini timbul karena pada umur anak sangat aktif bermain dan banyak kegiatan, baik di
sekolah maupun di lingkungan rumah tangganya. Di pihak lain anak kelompok ini kadang-
kadang nafsu makanan mereka menurun sehingga konsumsi makanan tidak seimbang
dengan kalori yang diperlukan.
4. Kelompok Remaja
Pertumbuhan anak remaja pada umur ini juga sangat pesat kemudian juga kegiatan-kegiatan
jasmani termasuk olahraga juga pada kondisi puncaknya. Oleh sebab itu, apabila konsumsi
makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori untuk pertumbuhan dan kegiatan-
kegiatannya maka akan terjadi defisiensi yang akhirnya dapat menghambat
pertumbuhannya. Pada anak remaja puteri mulai terjadi menarche (awal menstruasi) yang
berarti mulai terjadi pembuangan Fe. Oleh sebab itu, kalau konsumsi makanan, khususnya
Fe maka akan terjadi kekurangan Fe (anemia).
5. Kelompok Ibu Hamil
Ibu hamil sebenarnya juga berhubungan dengan proses pertumbuhan, yaitu pertumbuhan
janin yang dikandungnya dan pertumbuhan berbagai organ tubuhnya sebagai pendukung 15
proses kehamilan tersebut, misalnya mammae. Untuk mendukung berbagai proses
pertumbuhan ini maka kebutuhan makanan sebagai sumber energi juga meningkat.
Kebutuhan kalori tambahan bagi ibu hamil sekitar 300-350 kalori per hari. Demikian pula
kebutuhan protein meningkat dengan 10 gram sehari. Peningkatan metabolisme berbagai
zat gizi pada ibu hamil juga memerlukan peningkatan suplai vitamin, terutama thiamin,
riboflavin, vitamin A dan D. Kebutuhan berbagai mineral, khususnya Fe dan calsium juga
meningkat.
Apabila kebutuhan kalori, protein, vitamin dan mineral yang meningkat ini tidak dapat
dipenuhi melalui konsumsi makanan oleh ibu hamil, akan terjadi kekurangan gizi.
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat berakibat :
a. Berat badan bayi pada waktu lahir rendah atau sering disebut berat badan bayi
rendah (BBLR).
b. Kelahiran prematur (lahir belum cukup umur kehamilan)
c. Lahir dengan berbagai kesulitan dan lahir mati.
6. Ibu Menyusui
Air susu ibu (ASI) adalah makanan utama bayi oleh sebab itu maka untuk menjamin
kecukupan ASI bagi bayi, makanan ibu yang sedang menyusui harus diperhatikan. Sekresi ASI
rata-rata 800-850 mililiter per hari dan mengandung kalori 60-65 kalori, protein 1,0-1,2 gram
dan lemak 2,5-3,5 gram setiap 100 mililiter.
16
Zat-zat ini diambil dari tubuh ibu dan harus digantikan dengan suplai makanan ibu sehari-
hari. Untuk itu maka ibu yang sedang menyusui memerlukan tambahan 800 kalori sehari dan
tambahan protein 25 gram sehari, diatas kebutuhan bila ibu tidak menyusui.
Dalam batas-batas tertentu kebutuhan bayi akan zat-zat gizi ini diambil dari tubuh ibunya
tanpa menghiraukan apakah ibunya mempunyai persediaan cukup atau tidak. Apabila
konsumsi makanan ibu tidak mencukupi, zat-zat didalam ASI akan terpengaruh, ASI akan
tetap memberikan jatah yang diperlukan oleh anaknya dengan mengambil jaringan ibunya,
akibatnya ibunya menjadi kurus. Bila konsumsi Ca ibu yang berkurang, Ca akan diambil dari
cadangan Ca jaringan ibunya sehingga memberikan osteoporosis dan kerusakan gigi (caries
dentis).
7. Kelompok Usia lanjut (Usila)
Meskipun usia ini sudah tidak mengalami penurunan fungsinya maka sering terjadi gangguan
gizi. Contohnya pada usila beberapa gigi-geligi bahkan semuanya tanggal sehingga terjadi
kesulitan dalam mengunyah makanan. Oleh sebab itu apabila makanan tidak diolah
sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan pengunyahan maka akan terjadi gangguan
dalam pencernaan dan penyerapan oleh usus.
Disamping itu, alat pencernaan dan kelenjar-kelenjarnya juga sudah menurun sehingga
makanan yang mudah dicerna dan tidak memberatkan fungsi kelenjar pencernaan. Makanan
yang tidak banyak mengandung lemak pada umumnya mudah dicerna. Kadar serat yang
tidak dapat dicerna sebaiknya tidak dikonsumsi oleh usila namun demikian makanan yang
i
17
mengandung serat yang lain harus banyak, agar dapat melancarkan peristaltik dan dengan
demikian melancarkan defekasi (buang air besar).
Keperluan energi pada usila sudah menurun, oleh sebab itu konsumsi makanan untuk usila
secara kuantitas tidak sama dengan kelompok rentan yang lain. Yang penting disini kualitas
makanan dalam arti keseimbangan zat gizi harus dijaga. Kegemukan pada usila sangat
merugikan bagi usila sendiri karena merupakan resiko untuk berbagai penyakit seperti :
kardiovaskuler, diabetes melitus, hipertensi, dan sebagainya.
Hubungkan antara asupan gizi dan makanan dengan keadaan rongga mulut khususnya gigi
geligi dan jaringan periodontal, yang dapat dilihat dari kandungan gizi, fungsi zat gizi di
dalam tubuh, dan proses pemecahan yang tidak sempurna.
2.2. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)
Dalam pedoman umum gizi seimbang terdapat 12 (dua belas) pesan yang perlu
diperhatikan yaitu :
1. Makanlah aneka ragam makanan
2. Makanlah makanan yang memenuhi kecukupan energi
3. Pilihlah makanan berkadar lemak sedang dan rendah lemak jenuh
4. Gunakan garam beryodium
5. Makanlah makanan sumber zat besi
6. Berikan asi saja kepada bayi sampai umur 4 bulan dan tambahkan mp-asi sesudahnya
7. Biasakan makan pagi
8. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya
9. Lakukan aktifitas fisik secara teratur
10. Hindari minumanyang berakohol 18
11. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
12. Bacalah label pada makanan yang dikemas14.
Peranan berbagai kelompok bahan makanan secara jelas tergambar dalam logo gizi seimbang
yang berbentuk kerucut (Tumpeng). Dalam logo tersebut bahan makanan dikelompokkan
berdasarkan fungsi utama zat gizi yang dalam ilmu gizi dipopulerkan dengan istilah “Tri Guna
Makanan”14.
Angka kecukupan gizi rata-rata per orang per hari dapat digunakan untuk merencanakan
penyediaan makanan bagi keluarga, kelompok maupun nasional. Sehingga Keseimbangan gizi
dapat diperoleh apabila hidangan sehari-hari terdiri dari sekaligus tiga kelompok bahan
makanan. Dari setiap kelompok dipilih satu atau beberapa jenis bahan makanan 14.
Balita 1-3 tahun
Nasi/pengganti : 1-1½ piring
Lauk Hewani : 2-3 potong
: 1 gls susu
Lauk nabati : 1-2 potong
Sayuran : ½ mangkuk
Anak 2-4 tahun
Nasi/pengganti : 1-3 piring
Lauk Hewani : 2-3 potong
: 1-2 gls susu
Lauk nabati : 1-3 potong
Sayuran :1-1½ mangkuk
19
Buah : 2-3 potong Buah-buahan : 2-3 potong
Sumber: Buku Pedoman Umum Gizi Seimbang, Depkes, 1995
2.2. Hubungan asupan makanan, gizi dan penyakit karies gigi
Sejak kehidupan dalam kandungan, masa kanak-kanak telah terekspos factor lingkungan
terutama asupan makanan. Peningkatan asupan diet dengan kualitas gizi yang tinggi sebaiknya
dilakukan sejak awal kehidupan, agar dapat mengurangi factor risiko terjadinya penyakit dimasa
dewasa.4
Peneliti terdahulu memperlihatkan kalau jumlah karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh
secara umum dibagi atas 3 jenis yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida.32
Monosakarida dibagi lagi menjadi 3 jenis yang mempunyai nilai gizi yaitu glukosa, fruktosa, dan
galaktosa. Lalu disakarida dibagi menjadi 3 jenis yang mempunyai arti gizi yaitu sukrosa,
maltosa, dan glukosa dan terakhir polisakarida yang terbagi atas sumbernya yaitu dari hewani
(glikogen) dan dari tumbuhan (glukogen).32
Salah satu yang berhubungan langsung dengan karies adalah glukosa dan sukrosa, dan hasil
temuan memperlihatkan adanya kelebihan zat tersebut sehingga akan meningkatkan terjadinya
karies.34 Sukrosa merupakan gula paling banyak dialam dan paling sering digunakan sehari-hari
dan ini biasa dikenal dengan gula pasir. Kemudian, sukrosa bisa dipecah menjadi glukosa dan
fruktosa, dan ini merupakan penyebab utama terjadinya karies.34 Faktor yang menjadi
penyebab utama karies adalah adanya makanan yang mengandung sukrosa tinggi dan
tertinggal cukup lama pada gusi dan gigi.34
Hampir seluruh peneliti melaporkan bahwa sukrosa merupakan perangsang dan penyebab
utama terjadinya karies gigi pada manusia. Mikroba seperti streptococcus secara aerobik
melalui enzim yang diproduksinya mampu mencerna atau menghidrolisis sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa.34 Dari hasil metabolisme tersebut terbentuklah polimer rantai panjang
dari glukosa yang disebut dekstran atau polimer rantai panjang dari fruktosa yang disebut
levans.34 Jenis polimer-polimer tersebut kemudian berkembang menjadi noda pada permukaan
20
gigi. Noda tersebut bersifat gel yang sangat lengket sekali. Proses pengeroposan gigi sendiri
disebabkan oleh pengaruh asam laktat, yaitu produk hasil sampingan dari metabolisme fruktosa
dan levans. 34
Tetapi pada 20 tahun terakhir, Makinen dkk (1980) telah menemukan jenis gula dengan rantai
polyol, yaitu pada gugus gula mempunyai rantai ikatan gugus hidroksi (OH-) yang dikenal
dengan sebutan Xylitol. Sebenarnya selain xylitol juga di kenal adanya Malitol, dll. Xylitol adalah
gula alcohol yang tidak dapat difermentasi oleh bakteri, sehingga sangat baik digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit karies gigi.
2.3 Hubungan gizi dan penyakit periodontal berdasarkan skor CPI
Hubungan dengan konsumsi asupan makanan dan gizi
Penelitian yang dilakukan di oleh Jean-Charles, menemukan kalau ada hubungan antara Early
childhood Protein Malnutrition (ECPEM) dengan perkembangan penyakit periodontal pada gigi
permanen.10 Study dilakukan pada 96 anak Haiti selama 5 tahun, dengan masalah kemiskinan
dan malnutrisi yang telah kronis. Kemudian hasil penelitian itu memperlihatkan kalau ada
hubungan yang signifikan antara ECPEM dengan peningkatan score CPITN yang menjadi faktor
presdiposisi terjadinya periodontitis pada gigi permanen.10 Keadaan ini juga terlihat pada balita
1,5 – 5 tahun yang kekurangan protein mempunyai hubungan langsung dengan peningkatan
skor Community Periodontal Index, yaitu bila terjadi defisiensi protein akan berakibat pada
peningkatan score CPI yang akan berperan pada terjadinya penyakit periodontal.
Berbagai macam cara untuk mengukur kualitas diet anak maupun dewasa, antara lain adalah
Healthy Eating Index (HEI), yang menggunakan 10 penilaian yaitu dari nilai 0= buruk sampai
dengan sangat baik =10. Pada tahap pertama adalah penilaian terhadap 5 komponen yang akan
mendapatkan nilai 0-5 dengan bentuk makanan sayur-sayuran, buah, beras dan tepung-
tepungan, daging, susu yang tergambar pada piramida petunjuk makanan sehat, nilai 6-7
penilaian makanan mengandung lemak dan lemak jenuh, nilai 8-9 untuk penilaian kolesterol
21
dan kandungan Natrium dari makanan, nilai 10 adalah hasil penjumlahan yang menunjukkan
arti asupan nutrisi yang baik.
Diet counciling
Diet counciling adalah kegiatan seorang dokter gigi yang dapat memberikan nasehat kepada
pasiennya tentang bentuk makanan sehat yang dapat di makan sehari-hari, sehingga dapat
mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut.
Langkah-langkah dalam kegiatan Diet conseling :
1. Mengukur diet intake yaitu segala sesuatu yang di makan dalam waktu 1 sampai 3 hari
atau bahkan dapat di buat dalam 1 minggu.
2. Kelompokkan jenis makanan yang dimakan kedalam bentuk kelompok makanan manis
atau makanan yang diberi gula, kelompok makanan tidak manis, kelompok makanan
berkarbohidrat seperti roti, nasi, sereal, dst, kelompok susu, kelompok sayur dan buah-
buahan, kelompok juice (Tabel 3)
3. Kelompokkan makanan yang di makan ke dalam kelompok kandungan gizi yang
terkandung di dalam makanan (Tabel 2)
4. Kelompok makanan yang di makan apakah termasuk makanan manis dan makanan
mengandung gula dikelompokkan menjadi makanan manis padat dan lengket, makanan
manis cair, makanan manis yang lambat larut
5. Tahap akhir adalah menjumlahkan semua nilai, kemudian cocokkan apakah nilai
tersebut masuk ke dalam kelompok nilai :
Jumlah nilai 4 kelompok penilaian makanan yang di makan:
22
aa. 72-96 Sangat baik
ab. 64-72 Baik
ac. 56-64 Cukup
ad. <56 buruk
Nilai bentuk makanan manis yang di makan:
ae. ≤5 sangat baik
af. 10 baik
ag. ≥15 Zona “Watch Out”
Tabel 2. Skor kandungan dari jenis makanan yang di makan sehari-hari
23
24
Tabel 3. Kelompok makanan disesuaikan dengan frekuensinya
25
Tabel 4. Bentuk kelompok makanan yang dimakan sehari-hari
26
Contoh perhitungan Tabel 4
Daftar Pustaka
1. Rully. (2005, 20 juli). “Peningkatan SDM harus dikedepankan”, Radar Sulteng.
Diakses 21 juli 2009.
2. Pramono, bagus. (2007, 22 juni). “Malnutrisi, keteledoran sebuah bangsa”,
Sarapanpagi portal. Diakses 14 juli 2009.
3. Malehere, adhie. (2008, 26 september). “Perubahan Iklim Picu Gizi Buruk Meluas di
NTT“, positive defiance resource center. Diakses 13 juli 2009.
4. Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
27
5. Moynihan, Paul. 1995. “The Relationship Between Diet, Nutrition and Dental
Health: an overview and update for 90s”. Newcastle : Dental school, University of
Newcastle.
6. Notoadmojo, soekidjo.”Gizi klinik dan maryarakat”. Situs ilmu kesehatan. diakses
38 juni 2009.
7. AD, Sony. 1988. Ilmu Gizi . Jakarta : Indonesia publishing house.
8. Sasiwi, Noerwida R. (2007). Hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status
anak. FKM Undip.
9. Community Dentistry. 2008. Caries status and overweight in 2- to 18-year-old US
children. USA : Blackwell Publishing Ltd.
10. Baker, Lois. (2009, 10 april). “Poor nutrition in Haitian children linked to gum
disease”, UB Reporter. Diakses 24 juni 2009.
11. WK, Antonius. (2008, 14 april). “Gizi buruk statistik atau empiric ? ”, bappenas &
UNDP(target MDGs). Diakses 21 juli 2009.
12. Knowles, J. Mencermati Kemiskinan yang Terjadi pada Negara Berkembang di
Asia, Kesrepro info. Diakses 10 agustus 2009
13. BA, Burt & SA, Elund. 1999. Dentistry, Dental Practice and the Community .
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
14. D, Locker & D, Matear. 1998. Oral disorders systemic health, well-being and the
quality of life : A summary of recent research evidence.
15. JJ, Vitale & SA, Broitman. 1982. Advance in Human Clinical Nutrition . Boston :
Martinus Njhoff Publisher.
28
16. SP , Rao & MS, Bharambe.(30 juni 1993). Dental caries and periodontal diseases
among urban, rural and tribal school children. NCBI.
17. Singarimbun, Masri & Effendi, Sofian.1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
18. Surakhmad, Winarno. 1980. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metoda Teknik.
Bandung: Tarsito.
19. Muchsin. (2006, 10 okteber). Karies gigi : Pengukuran resiko dan evaluasi, Usupress.
Diakses 24 juni 2009.
20. Riyanti, Eriska. (2005, 29 mei). Pengenalan dan perawatan kesehatan gigi anak sejak
dini, unpad. publikasi 24 juni 2009.
21. Tomasowa, RA. 1983. Pengetahuan Dasar tentang Kesehatan Gigi dan Mulut.
Jakarta : Direktorat Kesehatan Gigi.
22. McDonald, RE dan Avery, DR. 1994. Dentistry for The Child and Adolescent. 6th
edition. St.Louis : Mosby.
23. Nowak, A & Crall, J. 1994. Prevention of Dental Disease. In site Pediatric Dentistry.
2nd edition. Philadelphia : W. B. Saunders Co.
24. Lewis, Morgan, & Wright. 1994. The validity of the CPITN scoring and presentation
method for measuring periodontal conditions. J Clin Periodontal. 21: 1-6.
25. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan, Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
26. Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka
Cipta.
27. Pudjiadi, solihin. 1996. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta : FKUI
29
28. Almatsier, sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. gramedia pustaka
utama.
29. Aryo. 2008. “Gizi Kurang Pada Balita”, Ilmu Penyakit Dalam. Diakses 8 juli 2009.
30. WHO. 2006. Community Periodontal Index of Treatments Needs (CPITN), Institute
for Algorithmic Medicine. Houston ; Publikasi 24 april 2009.
31. Ensiklopedia bebas. (25 februari 2008). Malnutrisi. Wikipedia.
32. Djaeni, Achmad Sediaoetama. 2004. Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Dian Rakyat
33. Medicastore. 2006. Gingivitis. Diakses 10 november 2009
34. Koswara, Sutrisno. Makanan Bergula dan Kerusakan Gigi. Diakses 10 november
2009.
30