Download - Peradaban Islam Masa Abbasiyah Kel 4 (2)
1
PERADABAN ISLAM MASA ABBASIYAH
A. Pendahuluan
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah
‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik
dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai
cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari
bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-
cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu
pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan
mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh
Daulah Bani Umayah yang besar.
B. Kelahiran Dinasti Abbasiyah
Kekuasaaan Dinasti Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Dinasti
Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan
penguasa Dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad
Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad
ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas pada tahun 132 H / 750 M.1
Berdirinya Dinasti Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu:2
1. Dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara
rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak akhir abad pertama hijriah
yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al Hamimah, system ini
berakhir dengan bergabungnya Abu muslim al-Khurasani jum’iyah
yang sepakat atas terbentuk Dinasti Abbasiyah.
2. Strategi kedua dilanjutkan dengan terang-terangan dan himbauan-
himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah
berlanjut dengan peperangan melawan Dinasti Umayyah.
1 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 49. 2 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 65.
2
Faktor-faktor pendorong berdirinya Dinasti Abbasiyah dan
penyebab suksesnya antara lain adalah:3
1. Banyak terjadi perselisihan antara intern Dinasti Umayyah pada
dekade terakhir pemerintahannya hal ini diantara penyebabnya:
memperebutkan kursi kekhalifahan dan harta.
2. Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan Dinasti
Umayyah, seperti khalifah Yazid bin al-Walid lebih kurang memerintah
sekitar 6 bulan.
3. Dijadikan putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang
dikerjakan oleh Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya
Abdullah dan Ubaidilah sebagai putra mahkota.
4. Bergabungnya sebagian afrad keluarga Umayyah kepada mazhab-
mazhab agama yang tidak benar menurut syariah.
5. Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan Dinasti
Umayyah.
6. Kesombongan pembesar-pembesar Dinasti Umayyah pada akhir
pemerintahannya.
7. Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-Arab)
C. Kedudukan Khalifah
Khalifah merupakan kepala Negara tertinggi. Oleh karena itu khalifah
menerima penghormatan rakyat yang paling tinggi. Kedudukan tertinggi
di bawah khalifah diduduki oleh pejabat-pejabat istana. Dalam
menjalankan tugas pemerintahan, khalifah dibantu oleh seorang wazir
yang menjadi pembantu utama, penasehat, dan tangan kanannya.
Dibawah wazir terdapat beberapa diwan (departemen). Tiap diwan
dipimpin oleh seorang kepala. Rapat para kepala diwan diketuai oleh
wazir. Dengan demikian wazir pada hakikatnya mempunyai kedudukan
perdana menteri.4
3 Ibid., hlm. 664 Erawadi, Sejarah dan Peradaban Islam, (Padangsidimpuan: STAIN, 2009) , hlm. 43.
3
Pada masa al- Mansur, ia mengatakan bahwa khalifah adalah Innama
anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya).
Dengan demikian, konsep khalifah dalam pandangannya merupakan mandat dari Allah,
bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al-
Khulafaurrasyidin.5 Pemilihan khalifah Dinasti Abbasiyah meniru cara
Umayyah bukan mencontoh khulafaurrasyidin yang berdasarkan
pemilihan khalifah dengan musyawarah dari rakyat.6
D. Sistem Politik dan Pemerintahan
Orientasi politik Dinasti Abbasiyah berbeda dengan Dinasti Umayyah.
Dinasti Umayyah bersifat Arab Sentris sedangkan Dinasti Abbasiyah lebih
bersifat internasional sehingga mendorong kelompok Arab untuk
mengakui kesamaan kedudukan antara Arab dan non-Arab.7
Dinasti Abbasiyah berlangsung selama lebih kurang lima abad.
Kekuasaan Abbasiyah tersebut dibagi kedalam lima periode, yaitu:8
1. Periode I (132 H / 750 M-232 H/ 847 M), masa pengaruh Persia
pertama.
2. Periode II (232 H / 847 M-334 H / 945/ M), masa pengaruh Turki
pertama.
3. Periode III (334 H / 945 M-447 H / 1055 M), masa kekuasaan Dinasti
Buwaihi, pengaruh Persia kedua.
4. Periode IV (447 H / 1055 M-590 H / 1194 M), masa Bani Saljuk,
pengaruh Turki kedua.
5. Periode V (590 H / 1194 M- 656 H / 1258 M), masa kebebasan dari
pengaruh Dinasti lain.
Pada periode I, politik yang dijalankan Abbasiyah adalah sebagai
berikut:9
5 Badri Yatim, Op. cit., hlm. 52. 6 Samsul Nizar, Op. cit., hlm. 67. 7 Erawadi, Op. cit., hlm. 44.
8 Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 11.
9 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 50-51.
4
1. Kekuasaan sepenuhnya dipegang oleh khalifah yang mempertahankan
keturunan Arab murni dibantu oleh wazir, menteri, gubernur, dan para
panglima beserta pegawai yang berasal dari berbagai bangsa, dan
pada masa ini yang banyak diangkat adalah dari golongan Mawali
turunan Persia.
2. Kota Baghdad sebagai ibukota Negara, menjadi pusat kegiatam politik,
sosial, dan kebudayaan, dijadikan kota internasional yang terbuka
untuk segala bangsa, seperti bangsa Arab, Turki, Persia, Rumawi,
Hindi, Barbari, Kurdi dan sebagainya.
3. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting
dan mulia. Para khalifah membuka seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah pada umumnya
adalah ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana, dan
memuliakan pujangga.
4. Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya, sehingga orang-orang leluasa
mengeluarkan pendapat dalam segala bidang, seperti aqudah, filsafat
dan ibadah.
5. Para menteri turunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan
pemerintahan sehingga mereka memegang perana penting dalam
membina Islam. Mereka sangat mencintai ilmu dan mengorbankan
kekayaannya untuk meningkatkan kecerdasan rakyat dan memajukan
ilmu pengetahuan.
Adapun politik Dinasti Abbasiyah pada periode II, III, IV adalah
sebagai berikut:10
1. Kekuasaaan khalifah sudah lemah bahkan kadang-kadang hanya
sebagai lambing saja. Kekuasaam sebenarnya ditangan wazir atau
panglima yang berkuasa di Baghdad sehingga terkadang nasib
khalifah tergantung pada selera penguasa untuk mengangkat,
menurunkan, bahkan membunuh khalifah. Oleh karena itu, kekuasaan
politik sentral jatuh wibawanya karena negara-negara bagian (kerajaan
10 Ibid., hlm. 52-54.
5
kecil) tidak menghiraukan lahi pemerintah pusat, kecuali pengakuan
secara politik saja. Demikian juga kekuasaan militer pusat menurun
karena masing-masing panglima membentuk kekuasaan dan
pemerintahan sendiri.
2. Kota Baghdad bukan satu-satunya kota internasional dan terbesar,
sebab masing-masing kerajaan berlomba-lomba untuk mendirikan kota
yang menyaingi Baghdad, seperti di Barat berdiri kota Cordon, di Afrika
berdiri kota Tunisia dan Kairo, di Syria berdiri kota Mush dan Halab.
3. Jika keadaan politik dan militer merosot, ilmu pengetahuan
berkembang pesat. Hal ini disebabkan masing-masing kerajaan,
khalifah, yang berlomba-lomba untuk memajukan ilmu pengetahuan,
mendirikan perpustakaan, mengumpulkan para ilmuwan dan para
pengarang, penterjemah, member kedudukan terhormat kepada
ulama. Hasilnya ilmu pengetahuan lebih tinggi martabatnya, karena
pada masa tersebut berbagai ilmu pengetahuan telah matang.
Pertumbuhannya telah sempurna dan berbagai kitab yang bermutu
telah cukup banyak diterjemahkan kemudian dikarang kembali,
terutama ilmu bahasa, sejarah, geografi, adab dan istiadat.
Sedangkan pada periode V telah terjadi perubahan-perubahan
besar dalam kekhalifahan Abbasiyah. Pada periode ini, khalifah
Abbasiyah tidal lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu.
Mereka merdeka dan berkuasa tetapi hanya di Baghdad dan di
sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan
kelemahan politiknya. Pada masa inilah datang tentara Mongol dan
Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H /
1258 M.11
Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah
kedua, Abu Ja’far Al-Manshur yang dikenal sebagai pembangun
11 Abu Su’ud, Islamologi Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 81.
6
khalifah tersebut. Sistem pemerintahan kekhalifahannya diambil dari
nilai-nilai Persia. Para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan
untuk mengatur negara langsung dari Allah bukan dari rakyat.
Kekuasaan mereka yang tertinggi diletakkan pada ulama sehingga
pemerintahannya merupakan sistem teokrasi. Khalifah bukan saja
berkuasa dibidang pemerintahan duniawi juga berhak memimpin
agama yang berdasarkan pemerintahannya pada agama.12
The dictum qouted by the anthologist al-Tha’alibi (± 1038) that
of the Abbasid caliphs “the opener” was al-Manshur, “the middler” was
al-Ma’mun, and “the closer” was al-Mu’tadid.13
Dalam hal pengangkatan mahkota, Abbasiyah meniru sistem
yang dilaksanakan Umayyah, yakni menetapkan dua orang putra
mahkota sebagai pengganti dahulunya yang berakibat fatal karena
dapat menimbulkan pertikaian antara putra mahkota. Tetapi tradisi
mengangkat dua putra mahkota tidak berjalan selama masa
Abbasiyah. 14
E. Sistem Sosial
Abbasiyah menghilangkan supremasi Arab sentris dan menerapkan
universalisme di kalangan umat Islam. Mereka meninggalkan
anakronisme bangsa Arab. Imperium tidak lagi hanya dimiliki oleh bangsa
Arab, tetapi imperium tersebut dimiliki oleh seluruh warga yang terlibat
bersama di dalam Islam dan di dalam pengembangan loyalitas politik,
sosial, ekonomi, dan kultural. 15
Sistem perbudakan tetap berkembang pada masa Abbasiyah. Hampir
setiap orang kaya memiliki budak untuk melakukan pekerjaan rumah
tangganya. Para budak didatngkan dari negara-negara non-Muslim yang
12 Samsul Nizar, Op. cit., hlm. 68. 13 Philip K. Hitti, History of Arab, (London: Redwood Burn Limited, 1974), hlm. 297 14 Ibid. 15 Erawadi, Op. cit., hlm. 45.
7
ditaklukkan, atau direkrut dari tawanan perang dan ada juga yang dibeli
dalam situasi damai.16
Pada masa Dinasti Abbasiyah ini terjadi perubahan yang sangat
menonjol di antaranya adalah:17
1. Tampilnya kelompok Mawali khususnya pada pemerintahan Irak, yang
menduduki peran dan posisi penting di pemerintahan.
2. Masyarakatterdiri dari dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok khusus , yaitu: bani Hasyim, pembesar negara,
bangsawan yang bukan bani Hasyim.
b. Kelompok umum, yaitu: seniman, ulama, pegusaha, pujangga, dan
lain-lain.
3. Kerajaan Islam Dinasti Abbasuyah tersusun dari beberapa unsur
bangsa yang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab, Irak,
Persia, Turki).
4. Perkawinan campur dan melahirkan anak dari unsur campur darah.
5. Terjadinya pertukaran pendapat, cerita, pikiran, sehingga muncul
kebudayaan baru.
6. Perbudakan
F. Perkembangan Peradaban dan Intelektual
Peradaban Islam berkembang pesat pada masa Abbasiyah. Dunia
Islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur. Dunia Islam
sudah sibuk mengadakan penyelidikan di laboratorium dan obsevatorium.
Hal ini disebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad saw telah
menimbulkan dorongan untuk menumbuhkan suatu kebudayaan baru
yaitu kebudayaan Islam. Dorongan itu mula-mula menggerakkan
terciptanya ilmu-ilmu pengetahuan dalam lapangan agama (ilmu naqli),
bermunculanlah ilmu-ilmu agama dalam berbagai bidang. Kemudian,
ketika umat Islam keluar dari Jazirah Arab mereka menemukan
16 Ibid. 17 Samsul Nizar, Op. cit., hlm 72.
8
perbendaharaan Yunani. Dorongan dari agama ditambah pengaruh dari
perbendaharaan Yunani menimbulkan dorongn untuk munculnya berbagai
ilmu pengetahuan di bidang akal (ilmu aqli). 18
Selain itu, perkembangan peradaban pada masa Abbasyah ditandai
dengan pembangunan kota. Sebelum dibangun oleh Al-Manshur, Baghdad
merupakan daerah yang sempit dan kecil. Lalu ia mendatangkan insinyur-
insinyur teknik, para arsitek dan pakar ilmu ukur. Biaya pembangunan
kota Baghdad mencapai 4.800.000 ribu dirham sedangkan jumlah pekerja
mencapai 100.000 ribu orang. Selain itu, jumlah mesjid di Baghdad
mencapai 300.000 ribu buah.19
Sedangkan pada perkembangan intelektual sikap para khalifah
Abbasiyah sangat mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam. Mereka mengumpulkan para ilmuwan dan pemikir
sehingga mereka berhasil merumuskan karya-karya agung demi
kemajuan peradaban Islam.20 The Abbasid Dynasty, like others in Moslem
history, attained its most brilliant period of political and intellectual life
soon after its establishment.21
Ilmu pengetahuan berkembang pesat pada masa Abbasiyah, terutama
di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, dan sejarah. Dalam
lapangan astromoni terkenal nama Al-Farazi sebaagai astronom Islam
yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Fargani menulis ringkasan ilmu
astronomi yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Gerard
Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal
nama Al-Razi dan
Ibn Sina. Dalam bidang optika Abu Ali Al-Hasan ibn Al-Haythami, terkenal
sebagai orang menentang pendapat bahwa, mata mengirim cahaya ke
benda yang dilihat. Menurut teorinya bendalah yang mengirim cahaya ke
mata, hal ini telah terbukti kebenarannya. Di bidang kimia terkenal nama
18 Musyrifah Sunanto, Op. cit., hlm. 54.19 Erawadi. Op. cit., hlm. 45-46. 20 Ibid. 21 Philip K. Hitti, Loc. cit.
9
Jabir ibn Hayyan. Selain itu, tokoh-tokoh terkenal dalam filsafat antara lain
Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.22
G. Keruntuhan Dinasti Abbasiyah
Faktor-faktor yang membuat Dinasti Abbasiyah menjadi lemah dan
kemudian hancur dapat dikelompokkan menjadi faktor intern dan faktor
ekstern. Diantara fakto-faktor intern adalah:23
1. Adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang
terhimpun dalam Dinasti Abbasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki.
2. Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama
yang ada, yang berkembang menjadi pertumapahan darah.
3. Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial yang
berkepanjangan.
4. Terjadinya kemerosotan tingkat perekonomian, sebagai akibat dari
bentrokan politik.
Sedangkan faktor-faktor ekstern yang terjadi adalah:24
1. Berlangsungnya perang salib yang berkepanjangan dalam beberapa
gelombang.
2. Sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan,
yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat
ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.
H. Penutup
Masa Abbasiyah merupakan masa keemasaan Islam. Pada masa ini,
ilmu pengetahuan berkembang pesat, banyak para ilmuwan Islam yang
lahir pada masa ini. Adapun sistem pemerintahan pada masa Abbasiyah
tetap meniru cara Umayyah. Sistem politik Abbasiyah yang dijalankan
antara lain: para khalifah tetap dari keturunan Arab murni, kota Baghdad
sebagai ibukota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu
pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting,
22 Badri Yatim., Op. cit., hlm 57-58. 23 Abu Su’ud, Loc. cit.24 Ibid., hlm. 82.
10
kebebasan berpikir sebagai HAM diakui penuh, dan para menteri
keturunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan.
Namun, ditengah-tengah berbagai konflik baik intern dan ekstern yang
terjadi pada periode akhir Abbasiyah menyebabkan dinasti ini mengalami
kemunduran. Adapun faktor-faktor intern kemunduran Abbasiyah adalah:
1. Adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang
terhimpun dalam Dinasti Abbasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki.
2. Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama
yang ada, yang berkembang menjadi pertumapahan darah.
3. Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial yang
berkepanjangan.
4. Terjadinya kemerosotan tingkat perekonomian, sebagai akibat dari
bentrokan politik.
Sedangkan faktor-faktor ekstern yang terjadi adalah:25
1. Berlangsungnya perang salib yang berkepanjangan dalam beberapa
gelombang.
2. Sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan,
yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat
ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.
I. Daftar Kepustakaan
Erawadi. Sejarah dan Peradaban Islam. Padangsidimpuan: STAIN. 2009.
Hitti, Philip K. History of Arab. London: Redwood Burn Limited. 1974.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2009
Su’ud, Abu. Islamologi Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta. 2003.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Kencana. 2003.
25 Ibid., hlm. 82.
11
Suwito dan Fauzan. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2008.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2010.