Download - Penyadapan INA - Australia
1. Australia menyadap Indonesia
Merdeka.com - Hubungan Indonesia dengan Australia belakangan memanas.
Penyebabnya, intelijen Australia menyadap sejumlah pejabat di tanah air. Tak
tanggung-tanggung komunikasi yang dilakukan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) dan istri, Bu Ani pun ikut disadap.
Hal ini tentu membuat rakyat Indonesia murka. Para hacker yang terpanggil jiwa
nasionalisme-nya lantas melancarkan serangan terhadap sejumlah situs strategis
milik pemerintah Australia. Dari situs intelijen hingga situs bank central Australia
dibuat lumpuh tak berdaya.
Sementara itu, Presiden SBY pun bersikap tegas atas aksi Australia itu. Dalam
jumpa persnya di Istana Negara, Rabu (20/11) kemarin, SBY mengutarakan
kekecewaannya atas penyadapan yang dilakukan Australia.
"Bagi saya pribadi, bagi Indonesia, penyadapan yang dilakukan Australia sulit
dimengerti. Saya sulit untuk memahaminya mengapa itu harus dilakukan," kata SBY.
SBY bahkan meminta sejumlah kerjasama antara Indonesia dengan Australia dari
bidang ekonomi hingga militer dihentikan. SBY juga menarik pulang Duta Besar RI
untuk Australia.
2. Sadap Indonesia, PM Australia tak mau minta maaf
Merdeka.com - Perdana Menteri Australia, Tony Abbott menolak meminta maaf
kepada Indonesia atas penyadapan yang telah dilakukan pada 2009 silam. Hal itu
diungkapkan Abbott di depan parlemen Australia, Selasa (19/11).
Dalam sebuah rapat di parlemen, Tony Abbott mengatakan bahwa mereka
melakukan penyadapan karena ingin membantu negara tetangga dan para sekutu
mereka. Meski Abbott sudah mengutarakan alasan negaranya menyadap Indonesia,
dia mengesankan ada banyak hal yang masih ditutupi.
Salah satu contohnya ketika dia enggan mengomentari terlalu banyak tentang
penyadapan yang dilakukan pihak intelijen Australia terhadap beberapa petinggi
termasuk Presiden SBY.
"Indonesia memang adalah negara sahabat Australia. Saya juga 'menyesal' akan
retaknya hubungan kedua negara ini. Akan tetapi, kenapa Australia harus meminta
maaf ke Indonesia?" jelasnya seperti dikutip ABC (19/11).
Ini cara Australia menyadap Indonesia
Merdeka.com - Komunikasi Indonesia selama ini disadap Singapore Telecom
(SingTel), operator telekomunikasi milik pemerintah Singapura. Singtel yang memiliki
35 persen saham di Telkomsel ini disebut oleh Edward Snowden, intelijen AS yang
menjadi whistleblower, memfasilitasi akses bagi badan-badan intelijen yang
mencakup telepon dan lalu lintas internet.
Demikian informasi yang disampaikan Sydney Morning Herald, Jumat (22/11). Media
Australia itu menyebutkan, apa yang dilakukan SingTel adalah bagian dari kemitraan
antara badan-badan intelijen negara, yang meluas ke rekan Inggris dan Amerika,
untuk memanfaatkan kabel serat optik bawah laut yang menghubungkan Asia, Timur
Tengah dan Eropa (SEA-ME-WE).
SEA-ME-WE-3 merupakan kabel serat optik telekomunikasi bawah laut yang selesai
pada tahun 2000 dengan panjang 39.000 km.
Menurut SMH yang dikutip juga dari IndoICT, berdasarkan data dari intelijen
Australia didapat informasi bahwa Singapura bekerja sama dalam mengakses dan
berbagi komunikasi yang dibawa oleh kabel SEA-ME-WE-3 kabel. Badan nasional
Australia juga mengakses lalu lintas kabel SEA-ME-WE-3 yang mendarat di Perth.
Dengan kabel yang melintasi Asia Tenggara, Timur Tengah dan Eropa Barat, maka
hampir semua negara yang dilintasi dalam posisi tidak aman. Pasalnya, selain
Singapura dan Australia, Inggris dan Amerika pun mendapat informasi penting hasil
penyadapan. Praktik ini disebut-sebut sudah berjalan hingga 15 tahunan.
Program penyadapan yang dilakukan untuk memanen data dari email, pesan instan
(instan messaging), telepon password dan sebagainya, yang dilakukan dari lalu
lintas data melalui kabel serat optik bawah laut diketahui berkode sandi TEMPORA.
TEMPORA merupakan program intersepsi yang dimotori Inggris melalui Government
Communications Headquarters (GCHQ).
Selain itu, kabar mengejutkan mengenai penyadapan yang terjadi di Indonesia juga
disampaikan harian The Australian. Media ini menuliskan bahwa pemerintah
Australia juga menyadap satelit Palapa milik Indonesia. Pihak yang diduga
menyadap adalah Australian Signals Directorate (ASD), salah satu direktorat di
Kementerian Pertahanan Australia yang bertanggung jawab atas signals intelligence
(SIGNIT).
Informasi mengenai penyadapan satelit ini diungkap Des Ball, professor dari
Australian National University's Strategic and Defence Studies Centre. Dalam artikel
itu, Satelit Palapa disebut-sebut sebagai sasaran kunci penyadapan yang dilakukan
Australia.
Sebelum mencuat soal penyadapan satelit Palapa, surat kabar Australia Sidney
Morning Herald pada 29 Oktober 2013 juga mengabarkan adanya penyadapan yang
dilakukan pemerintah AS terhadap pemerintah Indonesia. Bahkan bukan hanya
Jakarta, AS juga disebut-sebut menyadap semua negara di Asia Tenggara lainnya.
Australia Sadap Telepon Presiden SBY 15 HariTEMPO.CO, Jakarta - Bocoran dokumen mantan intel Amerika Serikat, Edward Snowden,
mengungkapkan intelijen Australia menggunakan segala cara untuk mengumpulkan data
intelijen dari Indonesia, termasuk menyadap telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dokumen yang diperoleh ABC danGuardian Australia, yang berasal dari bocoran US
National Security Agency, menunjukkan Australia mencoba menyadap percakapan telepon
Presiden SBY. "Dokumen ini juga menunjukkan upaya intelijen melacak aktivitas telepon
Presiden SBY selama 15 hari pada Agustus 2009," demikian dilansir laman ABC News pada
Senin, 18 November 2013.
Dokumen rahasia ini berasal dari Defense Signals Directorate atau sekarang disebut
Australia Signals Directorate. Dokumen ini menunjukkan untuk pertama kali sejauh mana
pencapaianAustralia dalam mematai-matai Indonesia. Slogan yang tercantum pada bagian
bawah halaman adalah, "Mengungkapkan rahasia mereka, melindungi milik kita." Dokumen
itu menunjukkan intelijen Australia secara aktif mencari strategi jangka panjang memantau
aktivitas telepon Presiden SBY.
Target pengintaian intelijen Australia juga termasuk tokoh lingkaran dekat Presiden, seperti
Ibu Negara Kristiani Herawati Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, eks Wakil Presiden
Jusuf Kalla, hingga juru bicara Presiden dan menteri. Nama-nama lain yang tercantum
dalam dokumen adalah Andi Mallarangeng, Hatta Rajasa, Sri Mulyani, Widodo Adi Sucipto,
dan Sofyan Djalil.
Dokumen berjudul "3G impact and update" itu merupakan dokumen intelijen Australia dalam
memantau peluncuran teknologi 3G di Indonesia dan Asia Tenggara. Di sana sejumlah
pemimpin Indonesia menjadi target penyadapan. Pada salah satu halaman dengan judul
"Indonesia President Voice Events" ditampilkan call data record (CDR). Data ini merekam
pemilik menelepon dan ditelepon siapa, namun tidak mencakup rekaman pembicaraan.
Tetapi halaman lain dokumen ini menunjukkan intelijen Australia mencoba menyadap
percakapan Presiden SBY. Catatan di bawah halaman dokumen menunjukkan panggilan itu
kurang dari semenit dan tak cukup lama untuk disadap.
Snowden: Singapura Diduga Bantu AS-Australia Sadap Indonesia
Liputan6.com, Dua negara sahabat Indonesia, Singapura dan Korea Selatan,
disebut-sebut memainkan peran kunci membantu Amerika Serikat dan Australia
dalam menyadap jaringan telekomunikasi di seluruh Asia. Demikian menurut
dokumen rahasia yang dibocorkan mantan kontraktor intelijen AS, Edward Snowden.
Informasi terbaru yang terkuak ke publik termasuk keterlibatan Australia dan
Selandia baru dalam penyadapan satelit komunikasi global.
Seperti dikabarkan The Age, Senin (25/11/2013), peta rahasia Badan Keamanan AS
(NSA) mengungkap AS dan partner berbagi intelijennya atau yang dikenal dengan
'Five Eyes', menyadap kabel serat optik berkecepatan tinggi di 20 lokasi di seluruh
dunia.
Operasi penyadapan tersebut melibatkan kerja sama dengan pemerintahan lokal
dan perusahaan telekomunikasi atau melalui operasi 'diam-diam dan rahasia'.
Operasi intersepsi kabel bawah laut adalah bagian dari jaringan global, yang dalam
dokumen perencanaan NSA yang dibocorkan, memungkinkan kemitraan Five Eyes
-- AS, Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru -- melacak 'siapapun, di mana
pun, kapan saja, dalam apa yang digambarkan sebagai " zaman keemasan " sinyal
intelijen.
Peta NSA, yang dipublikasikan koran Belanda, NRC Handelsblad Minggu malam
menunjukkan bahwa AS mempertahankan cengkeramannya pada saluran
komunikasi trans-Pasifik dengan fasilitas intersepsi di pantai Barat Amerika Serikat,
juga di Hawaii dan Guam -- menyadap lalu lintas kabel komunikasi di Samudra
Pasifik serta saluran komunikasi antara Australia dan Jepang.
Indonesia-Malaysia Jadi 'Target'
Peta itu juga mengonfirmasi bahwa Singapura, salah satu pusat komunikasi dunia,
menjadi 'pihak ketiga' yang bekerja sama dengan 'Five Eyes'.
Pada Agustus lalu, Fairfax Media melaporkan, badan mata-mata elektronik Australia,
Defence Signals Directorate (DSD) bekerja sama dengan intelijen Singapura untuk
menyadap kabel SEA-ME-WE-3 yang membentang dari Jepang, melintasi
Singapura, Djibouti, Suez, Selat Gibraltar, ke Jerman Utara.
Sumber-sumber intelijen Australia kepada Fairfax mengatakan bahwa divisi intelijen
dan keamanan yang amat rahasia pada Kementerian Pertahanan Singapura bekerja
sama dengan DSD dalam rangka mengakses dan berbagi komunikasi yang dibawa
oleh kabel SEA-ME-WE-3 dan SEA-ME-WE-4 yang membentang dari Singapura ke
kawasan selatan Prancis.
Akses ke saluran telekomunikasi internasional difasilitasi oleh operator
telekomunikasi milik pemerintah Negeri Singa, SingTel, adalah elemen kunci
ekspansi hubungan intelijen dan pertahanan Australia-Singapurea selama lebih dari
15 tahun.
Dimiliki secara mayoritas oleh Temask Holdings -- yang dimiliki Pemerintah
Singapura, Sing Tel dikabarkan memiliki hubungan dekat dengan badan intelijen
Singapura.
Ahli intelijen Australia dari Australian National University, Profesor Des Ball
mendeskripsikan, sinyal intelijen Singapura "mungkin yang paling maju" di Asia
Tenggara, setelah pertama kali dikembangkan dalam kerjasama dengan Australia di
pertengahan 1970-an dan kemudian memanfaatkan posisi Singapura sebagai pusat
telekomunikasi regional.
Indonesia dan Malaysia disebut-sebut sebagai target kunci kerja sama intelijen
Australia dan Singapura sejak 1970-an. Banyak rute lalu lintas telekomunikasi dan
internet dua negara melewati Singapura.
Peran Korsel
Peta rahasia NSA yang dibocorkan juga menujukkan, Korea Selatan adalah titik
kunci intersepsi di mana kabel di Pusan menyediakan akses ke komunikasi internal
China, Hong Kong, dan Taiwan.
Badan Intelijen Korsel selama ini diduga menjadi kolaborator bagi Badan Pusat
Intelijen AS (US Central Intelligence Agency), NSA, juga Badan Intelijen Australia.
Peta NSA dan dokumen lain yang dibocorkan oleh Snowden dan diterbitkan oleh
surat kabar Brasil O Globo juga mengungkapkan detail baru pada integrasi fasilitas
penyadapan sinyal intelijen Five Eyes di Australia dan Selandia Baru.
Dan untuk kali pertamanya, diungkap fasilitas penyadapan satelit DSD di Kojarena,
dekat Geraldton di Australia Barat dengan kode 'STELLAR'. fasilitas serupa di
Waihopai, Selandia Bary diberi kode “IRONSAND”.
Sementara, fasilitas DSD yang di Shoal Bay dekat Darwin tidak diidentifikasi. Namun
ketiganya itu terdaftar oleh NSA sebagai fasilitas primer pengumpulan satelit
komunikasi asing (FORNSAT).
Pemantauan komunikasi satelit di seluruh Asia dan Timur Tengah juga didukung
fasilitas NSA di pangkalan Angkatan Udara AS di Misawa, Jepang, fasilitas
diplomatik AS di Thailland dan India. Juga fasilitas Government Communications
Headquarters (GCHQ) Inggris di Oman, Nairobi Kenya, dan pangkalan militer Inggris
di Cyprus.
Bocoran peta NSA juga menunjukkan kabel bawah laut yang diakses NSA dan
GCHQ melalui fasilitas militer di Djibouti dan Oman, memastikan pemantauan
maksimum terhadap komunikasi di Timur Tengah dan Asia Selatan. (Ein/Yus)
Kasus Penyadapan, PM Australia Kirim Surat Ke SBY
Jakarta,Menits.Com - Perdana Menteri Australia Tony Abbot telah membuat surat balasan untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai kasus penyadapan.
"Saat ini dalam proses pengiriman," kata Abbott kepada wartawan di Sydney, Sabtu, sebagaimana dilansir dari situs The Australian.
Disebutkan dalam kesempatan itu Abbott belum bersedia menjelaskan isi surat balasan untuk menjawab surat yang dikirimkan Presiden Yudhoyono pada Rabu (20/11) malam.
"Saya pikir salah bila menyebutkan apa yang saya sampaikan dalam surat itu sebelum Presiden menerima surat balasan dari saya," kata Abbott.
Presiden Yudhoyono menyurati Abbott berisi protes dan meminta penjelasan dan sikap resmi serta tanggung jawab terkait isu penyadapan itu.
Saat itu, Yudhoyono juga menyampaikan sikap resmi pemerintah Indonesia.
Kepala Negara mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan tersebut, mengingat Indonesia dan Australia merupakan tetangga sekaligus mitra apalagi pada 2015, kedua negara telah meningkatkan hubungan kerja sama bilateral menjadi kemitraan strategis.
"Kalau ada yang mengatakan intelijen itu bisa melakukan apa saja, saya justru bertanya, intelijen itu arahnya kemana, kenapa harus menyadap kawan bukan lawan, saya menganggap ini masalah yang serius, bukan hanya aspek hukum, saya kira hukum di Indonesia dan Australia tidak memperbolehkan menyadap pejabat negara lain," katanya.
Presiden menambahkan, yang lebih penting kalau berpikir jernih, ini tentu berkaitan dengan moral dan etika sebagai sahabat, sebagai tetangga, sebagai mitra yang sebenarnya menjalin hubungan yang baik.
"Kalau Australia juga ingin menjaga hubungan baik dengan Indonesia, saya masih tetap menunggu penjelasan dan sikap resmi Australia," kata Presiden.
Presiden juga memutuskan menghentikan tiga kerja sama RI-Australia yakni kerja
sama pertukaran informasi dan data intelijen antara kedua negara, menghentikan seluruh kerjasama latihan bersama anatara TNI dengan Australia, dan kerja sama operasi militer terkait dengan penyelundupan manusia.
"Tidak mungkin dilanjutkan kalau tidak yakin tidak ada penyadapan," kata Presiden seusai melakukan pertemuan dengan Menkopolhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menlu Marty Natalegawa, Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman, dan Duta Besar Indonesia untuk Australia Najib Riphat Kesoema. Dubes Najib Riphat telah kembali setelah dipulangkan ke Tanah Air sejak 19 November 2013.
Yudhoyono menyatakan pemerintah RI mengharapkan sekali lagi penjelasan dan sikap resmi dari Australia atas penyadapan itu sebagaimana yang telah diminta melalui Menlu sejak beberapa minggu lalu bahwa AS dan Australia diduga melakukan penyadapan terhadap Indonesia.
"Apalagi dugaan kuat penyadapan itu terjadi," kata Kepala Negara.(afp/ant/don)
BIN sebut nama Edward Snowden di kasus penyadapan SBYMerdeka.com - Badan Intelijen Negara (BIN) sampai saat ini masih menelusuri
kebenaran informasi penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY), yang diduga dilakukan oleh agen intelijen Inggris. BIN sendiri telah
mengklarifikasi ke beberapa negara.
"Penyadapan sikap kita jelas, penyadapan terjadi pada 2009, dan upaya-upaya
untuk melakukan klarifikasi dengan beberapa negara sudah dilakukan dengan
beberapa negara," ujar Kepala BIN Marciano Norman usai menandatangani MoU
dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur,
Rabu (31/7).
Jenderal bintang tiga ini mengatakan, selama penelusuran belum selesai, BIN belum
sepenuhnya percaya atas pemberitaan yang diucapkan oleh Edward Snowden yang
telah membeberkan perihal penyadapan tersebut.
"Satu hal yang harus kita pahami bahwa sumber berita itu yang namanya ES yang
sekarang ada di salah satu negara pelariannya, jangan dianggap akurat 100 persen.
Karena dia dalam posisi buronan, dia optimalkan berbagai cara untuk menimbulkan
ketegangan antar negara G-20 dengan cara menyampaikan ini penyadapan, ini
penyadapan," jelasnya.
Sebelumnya, kabar mengejutkan datang dari media Australia. Media negeri Kanguru
bernama Fairfax Media yang membawahi The Age dan The Sydney Morning Herald,
memberitakan SBY dan rombongan telah disadap saat menghadiri KTT G-20 di
London, Inggris, pada 2009 lalu.
DPR ngaku punya kontak langsung dengan Edward SnowdenMerdeka.com - Edward Snowden merupakan salah satu orang yang paling dicari
oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) saat ini. Sebab, mantan agen Badan
Keamanan Nasional AS (NSA) itu kerap membocorkan data rahasia yang dimiliki
negeri Paman Sam.
Salah satunya soal penyadapan yang dilakukan AS kepada sejumlah pemimpin
negara dunia. Beberapa waktu lalu, Snowden dikabarkan berada di Rusia dan
mendapat perlindungan sementara dari pemerintah komunis negeri itu.
DPR RI mengaku telah memiliki kontak dengan Snowden. Wakil Ketua DPR Priyo
Budi Santoso mengatakan, dirinya mendapat informasi jika Snowden di Rusia
sangat dilindungi oleh pemerintah setempat. Saat ini, Snowden didampingi oleh
pengacara hebat Rusia.
"Sekarang kita tahu bahwa Edward Snowden di sana didampingi terus oleh salah
satu lawyer hebat di Rusia, dan sekarang saya mempunyai kontak langsung dengan
Edward Snowden," ujar Priyo di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/11).
Priyo mengaku akan mencoba segera membicarakan wacana pertemuan dengan
Edward Snowden. Hal ini dilakukan guna mencari informasi lebih dalam tentang data
NSA khususnya soal penyadapan.
"Dan akan kita pikirkan perlukah kita kontak Edward untuk mencari sisi penting
sejauh mana penyadapan itu, barang apa saja yang disadap, apa sudah
menyangkut isi perut atau sadapan tidak penting, atau sadapan yang sangat
mengganggu. Itu yang mau kita cari," tegas dia.
Menurutnya, pertemuan dengan Snowden amat penting agar bola liar tentang
penyadapan tak semakin liar. "Ketemu langsung email untuk mengetahui sejauh
mana sebenarnya drajat kerusakan yang mereka tahu, yang disadap apa kan
sekarang isunya liar," pungkasnya.
Salah satu rahasia yang dibocorkan Snowden adalah mengenai penyadapan yang
dilakukan AS dan Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),
Bu Ani dan sejumlah pejabat di tanah air. Hal itu sontak menuai reaksi keras dari
tanah air.
Penyadapan itu biasa
Merdeka.com - Bangsa ini mungkin perlu berterima kasih pada surat kabar the
Guardian lantaran lansirannya soal penyadapan telepon intelijen Australia pada
pemerintah Indonesia membuka mata aparat negara ternyata selama ini Indonesia
tidak luput dari pengawasan negara-negara besar. Meski demikian Negeri Kangguru
itu hanya menjadikan hal ini kecil dan ogah menanggapi.
Abbott mengatakan kepada parlemen Australia bahwa semua pemerintahan
mengumpulkan informasi dan semua pemerintahan tahu bahwa setiap negara
mengumpulkan informasi, tetapi dia tidak akan memberikan komentar terkait insiden
yang dituduhkan itu, seperti dilansir situs zdnet.com, Senin (18/11).
"Pemerintah Australia tidak pernah berkomentar pada masalah intelijen tertentu, ini
telah menjadi tradisi lama kedua pemerintahan terkait kepercayaan politik, dan saya
tidak bermaksud untuk mengubah itu pada hari ini," kata Abbott.
Diketahui, berdasarkan dokumen Edward Snowden, pembocor rahasia Badan
Keamanan Amerika (NSA), menunjukkan intelijen Australia telah menyadap
pembicaraan telepon SBY selama 15 hari di bulan Agustus 2009. Data itu berasal
dari Agen Intelijen Elektronik Australia (Defence Signal Directorate sekarang
berubah menjadi Australia Signals Directorate).
Tidak hanya itu, berdasarkan laporan tersebut, penyadapan juga ditujukan bagi
pejabat dan orang dekat SBY , seperti Ani Yudhoyono , Wakil Presiden Boediono ,
mantan Wapres Jusuf Kalla , Juru Bicara Presiden Dino Patti Djalal dan Andi
Mallarangeng .
Selain itu Australia juga menyadap Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Menko
Ekuin Sri Mulyani, Menko Polhukam Widodo AS, dan Menteri BUMN Sofyan Djalil.
Namun tentu saja ini bukan soal isi penyadapan namun lebih ke persoalan etika.
Meski menjadi selentingan hangat bahkan di media-media Australia namun hal ini
bukanlah masalah besar bagi mereka. "Warga kami hanya sedikit khawatir
hubungan kedua negara jadi lain. Tapi ya sudahlah," ujar Simon Butt, profesor
hukum dari Universitas Sydney ditemui merdeka.com di Hotel Royal Kuningan,
Jakarta (18/11).
Dari alasan ini wajar jika Abbot menolak berkomentar bahkan meminta maaf.
Menurutnya tidak ada yang perlu dibesar-besarkan. Penyadapan yakni hal biasa
untuk kepentingan personal suatu bangsa terutama terkait dengan warga negaranya
yang datang ke wilayah lain.
Yusril: SBY Tidak Tegas Atasi Kasus Penyadapan Australia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza
Mahendra menilai sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak tegas
dalam kasus penyadapan Australia. Menurut Yusril, pemulangan Dubes RI untuk
Australia bukanlah langkah tegas.
"Presiden harusnya mengambil suatu langkah diplomatik untuk mngatasi masalah.
Tapi Presiden tidak ambil langkah yang keras, justru memanggil pulang dubes kita di
Australia, bukan usir dubes Australia pulang ke negaranya," kata Yusril di Jakarta,
Minggu (24/11/2013).
Yusril mengatakan penyadapan merupakan pelanggaran. Sebuah negara, kata
Yusril, tidak bisa menggunakan fasilitas kedataan untuk melakukan kegiatan mata-
mata.
"Walaupun mereka membangun opini yang disadap itu korupsinya dan akan
serahkan ke KPK. Kalau itu dilakukan ya kita terimakasih. Pada dasarnya itu tidak
bisa menjadi pembenaran untuk lakukan kegiatan mata-mata di negara lain,"
ungkapnya.
Yusril menegaskan kegiatan diplomatik harus tetap terbuka diketahui banyak pihak.
"Jadi salah besar Australia gunakan fasilitas kedutaannya untuk kegiatan mata-
mata. Masalah ini serius," ujar Yusril.
Penghentian kerjasama militer yang dilakukan SBY, ujar Yusril juga tidak
berdampak. Bila ingin tegas, Yusril menyarankan Indonesia menghentikan
kerjasama terkait kepentingan utama Australia yakni imgran gelap.
"Kalau itu diputuskan Australia akan kelabakan. Ini latihan militer engga ada
manfaatnya," tuturnya.
'Australia menyadap karena sangat tergantung kepada Indonesia'
Merdeka.com - Mantan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI, Mayjen
(Purn) Sudrajat menilai bahwa salah satu alasan utama Australia menyadap
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY ) karena Indonesia dianggap negara
penting. Penyadapan dari Australia ini pun tak hanya dilakukan kepada SBY ,
namun diketahui juga pada istri SBY , Ani Yudhoyono dan beberapa pejabat
penting lainnya sejak tahun 2009 silam.
"Kita nggak bisa curigai Australia punya ketakutan apa. Tapi yang jelas dia menilai
Indonesia penting," kata Sudrajat di Rumah GagasanPartai Amanat
Nasional (PAN), Jakarta Selatan, Rabu (27/11) malam.
Menurut Sudrajat, alasan penyadapan tersebut sangatlah masuk akal. Sebab,
Indonesia dinilai merupakan negara tetangga dekat yang paling maju dari Australia.
"(Karena Indonesia) negara tetangga yang paling besar. Orang Australia kan orang
putih yang ada di Asia. Dia ada di negeri orang sebenarnya. Dia di lingkupi culture
yang berbeda dengan dia, dan masyarakat yang paling bisa dekat dihubungi adalah
Indonesia," ujarnya.
Mantan Duta Besar RI untuk Republik Rakyat China (RRC) ini mencontohkan, aspek
perdagangan di Indonesia juga dinilai menjadi momok untuk negeri kanguru
tersebut. Sebab aspek perdagangan juga sangat mempengaruhi ekspor dua negara
itu.
"Bahaya nggak, misalnya saja terjadi huru-hara saja di Indonesia. Akan terganggu
berapa ton daging yang di ekspor ke Indonesia, berapa susu yang di ekspor ke
Indonesia, berapa terigu dan lain-lain, dari aspek perdagangan. Jadi sebenarnya
sangat tergantung orang Indonesia. Bahaya yang mengancam dari berbagai aspek
untuk Australia ya Indonesia," paparnya.
Sudrajat menambahkan, adalah suatu hal yang lumrah jika suatu negara ingin
mengetahui lebih jauh pemimpin negara lainnya. Hal tersebut juga berlaku untuk
Australia dan Indonesia. Pemerintah Australia akan berusaha mengorek lebih dalam
informasi tentang Presiden SBY dan anak-anak buahnya.
"Dari aspek lain ya, suatu negara biasanya kita ingin tahu karakter pemimpinnya
masing-masing. Karena dari karakter pemimpin itu nanti bisa terbaca. Jadi kalau
menurut saya sebenarnya Australia sendiri yang tak menginginkan Indonesia tidak
stabil. Jadi kepentingan Australia terhadap Indonesia itu hanya stabilitas Indonesia,"
imbuh mantan Dirjen Strategi Pertahanan ini.
AUSTRALIA MENYADAP, INDONESIA
MERATAPSabtu, 30 November 2013 01:22
Lima negara mengendalikan dunia: Amerika Serikat, Australia, Inggris, Selandia
Baru, dan Kanada. Semua negeri itu berasal dari satu rumpun, yaitu Inggris Raya.
Mereka bekerja sama melakukan penyadapan di seluruh dunia. Mereka berbagi
tugas, setelah itu mereka mendistribusikan hasil penyadapannya tersebut ke mereka
masing-masing. Tentu saja pada tahap berikutnya hasil sadapan itu dibagi ke mitra-
mitra utama mereka. Tujuannya tentu untuk kemajuan negeri dan kesejahteraan
rakyat mereka.
Sadap menyadap dalam dunia intelijen dan diplomasi merupakan hal yang biasa.
Yang penting jangan tertangkap basah. Namun penyadapan kali ini memang
istimewa, karena merupakan kolaborasi lima negara. Dengan demikian ada pihak-
pihak yang mendapat keuntungan khusus secara bersama-sama. Ada semacam
persekongkolan. Itulah yang membuat respons dunia menjadi emosional. Sejumlah
negara penting dan kuat menunjukkan kemarahannya secara serius, seperti yang
ditunjukkan Jerman. Sebagian negara lagi merespons relatif serius, seperti
diperlihatkan Arab Saudi.
Indonesia, sebagai negara yang dikenal memiliki masyarakat yang nasionalistik,
memiliki respons yang tak kalah keras. Walaupun proses kemarahannya merayap
dulu. Bahkan komunitas hacker Indonesia sudah lebih dulu melangkah. Mereka
meretas sejumlah situs milik pemerintah maupun masyarakat Australia. Ternyata,
para peretas Australia tak tinggal diam. Mereka membalas dengan meretas situs
milik Garuda Indonesia, Angkasa Pura, dan Kemendikbud. Sampai di sini,
pemerintah masih terus meredam. Bahkan isu peretasan situs-situs milik Indonesia
dibantah. Di sisi lain, pemerintah juga mengimbau agar para peretas Indonesia
menghentikan aksinya. Namun kemudian memuncak setelah Menlu melakukan
langkah diplomatik dengan memanggil duta besar Indonesia di Canberra. Ujungnya
adalah jumpa pers Presiden, yang antara lain mengancam untuk menghentikan
sejumlah kerja sama militer.
Pihak Australia sendiri terlihat menyepelekan isu ini. Tekanan agar PM Australia
untuk meminta maaf kepada Indonesia tak dipenuhi. Hubungan Indonesia-Australia
memang selalu naik-turun. Australia selalu berada pada titik arogansi dan agresif.
Banyak hal yang sudah dilakukan. Menerbitkan Buku Putih yang menyebut adanya
bahaya dari utara. Menerbitkan Buku Putih tentang persoalan-persoalan dalam
negeri Indonesia. Tindakan pasukan Australia yang over acting saat mendaratkan
pasukannya di Timor Timur (kini Timor Leste). Terakhir masalah ‘turut campurnya’
Australia dalam masalah pemotongan hewan ternak. Australia selalu menempatkan
dirinya lebih tinggi dari Indonesia. Tak salah jika Marty Natalegawa menyebutnya
sebagai “bukan tetangga yang baik”. Tetangga yang berisik.
Upaya Indonesia untuk berswasembada daging pun ‘digagalkan’ Australia. Negeri
itu menolak rencana Indonesia yang akan membuka keran impornya, agar tak
tergantung dari Australia. Tapi kemudian dilawan dengan kelangkaan daging.
Akhirnya Indonesia bertekuk lutut karena diembeli ancaman terhentinya beragam
kerja sama Indonesia dan Australia di bidang-bidang pertanian lainnya.
Dalam politik global dan regional, tiap-tiap negara telah memiliki mitra tersendiri.
Tiap-tiap negara juga memiliki proyeksinya masing-masing. Dalam konteks itu,
Indonesia selalu ditempatkan sebagai negara pemasok tenaga kerja murah,
penyedia sumber daya alam, dan pasar yang besar. Indonesia berada dalam kasta
yang rendah. Masih sama dengan posisi di masa cultuur stelsel di masa kolonial
dulu. Karena itu ketika G-20 terbentuk pada 2008, dan Indonesia disertakan,
Singapura termasuk negara yang tak nyaman. Namun kedekatan hubungan
Presiden SBY dengan Presiden George W Bush membuat posisi Indonesia tetap
aman. Lahirnya Trans Pacific Partnership membuat posisi Indonesia coba diping-
girkan lagi. Aliansi ini semacam koreksi terhadap APEC, yang salah satunya
dipelopori Indonesia. Aliansi ini tak melibatkan Indonesia. Hanya ada 12 negara,
yaitu AS, Australia, Selandia Baru, Kanada, Jepang, Singapura, Malaysia, Brunei
Darussalam, Vietnam, Cile, Meksiko, dan Peru. Sebagian besarnya bekas jajahan
Inggris, mirip dengan lima negara aliansi penyadapan.
Untuk menjadi bangsa besar memang tak mudah. Harus pandai meniti pergulatan
politik global dengan segala aliansi dan kepentingan tiap-tiap negara. Namun modal
pokoknya adalah adanya persatuan dan kesatuan tiap-tiap negeri. Pada titik inipun
Indonesia sangat sulit. Negeri ini mudah dipecah-pecah, diobok-obok, dan diadu
domba. Persatuan dan kesatuan itu tak cukup di level politik, yang paling penting
justru di level ekonomi. Untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa penghasil
bahan baku pun begitu sulit. Kita dipaksa terus untuk menjadi penghasil bahan
mentah. Yang diuntungkan adalah para tetangga terdekat kita. Mereka menikmati
bisnis kayu, batubara, emas, timah, pasir besi, nikel, rotan, minyak, CPO, dan seba-
gainya. Lalu mereka mengembalikan lagi sebagiannya untuk dikonsumsi Indonesia
atau menjualnya ke negara-negara maju. Di titik inilah kita mengalami kesulitan di
industri kimia dasar, industri elektronika, industri otomotif, alat berat, dan juga listrik.
Mereka juga memasok berbagai kebutuhan Indonesia lainnya. Kemandirian dan
kemajuan Indonesia menjadi ancaman bagi para tetangga kita.
Kita tak bisa menyalahkan para tetangga kita. Kita juga tak boleh marah atau
membenci para tetangga kita. Mereka sedang berjuang untuk memajukan negerinya
masing-masing. Mereka sedang berjuang untuk menyejahterakan rakyatnya masing-
masing. Yang harus kita koreksi adalah kemampuan kita untuk bersatu, mandiri, dan
berencana secara benar dan baik. Tanpa kemampuan itu, posisi kita akan tetap
sama dengan posisi di masa tanam paksa di masa kolonial Belanda dulu. Saat itu
kita menjadi penyedia buruh murah, hasil alam, dan sebagai pasar. Saat ini, kita
baru merdeka secara politik, tapi belum merdeka secara ekonomi dan cara berpikir.
Kita baru bisa memerintah negeri ini sendiri, tapi belum bisa memajukan negara dan
belum bisa menyejahterakan rakyat. Tak ada waktu lagi berdebat, sumberdaya alam
kita sudah makin habis. (rol)