Download - Pengayaan Bronkitis Douglas (11-241) Word
BRONKITIS
Disusun oleh :
OLEH
DOUGLAS TIGOR MANGOLOI HUTAHAEAN
1161050241
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 5 OKTOBER 2015 – 12 DESEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Bronkitis
Paru – paru merupakan salah satu organ vital bagi kehidupan manusia yang
berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran
oksigen yang dibutuhkan manusia dan mengeluarkan karbondiksida yang merupakan
hasil sisa proses pernapasan yang harus dikeluarkan dari tubuh, sehingga kebutuhan
tubuh akan oksigen terpenuhi. Udara sangat penting bagi manusia, tidak menghirup
oksigen selama beberapa menit dapat menyebabkan kematian. Itulah peranan penting
paru – paru. Cabang trakea yang berada dalam paru – paru dinamakan bronkus, yang
terdiri dari 2 yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Organ yang terletak di bawah
tulang rusuk ini memang mempunyai tugas yang berat, belum lagi semakin
tercemarnya udara yang kita hirup serta berbagai bibit penyakit yang berkeliaran di
udara. Ini semua dapat menimbulkan berbagai penyakit paru – paru. Salah satunya
adalah penyakit yang terletak di bronkus yang dinamakan bronchitis. Bronkitis
(Bronkitis inflamasi-Inflamation of bronchi) digambarkan sebagai inflamasi dari
pembuluh bronkus. Inflamasi menyebabkan bengkak pada permukaannya,
mempersempit pembuluh dan menimbulkan sekresi dari cairan inflamasi.Jumlah
virus yang melakukan invasi besar sekali.
Bronchitis adalah suatu peradangan bronchioles, bronchus, dan trachea oleh
berbagai sebab. Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti
rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza,
1
dan Coxsackie virus. Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronchus yang
disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun
parasit. Ada 2 jenis bronchitis yaitu bronchitis akut dan kronik.
Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus
lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi
elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya
bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat
memblok aliran udara ke paru-paru dan dapat merusaknya.
II. Epidemiologi
a. Orang
Hasil penelitian mengenai penyakit bronkitis di India, data yang diperoleh untuk
usia penderita ( ≥ 60 tahun) sekitar 7,5%, untuk yang berusia (≥ 30-40 tahun) sekitar
5,7% dan untuk yang berusia (≥ 15-20 tahun) sekitar 3,6%. Selain itu penderita
bronkitis ini juga cenderung kasusnya lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan, hal ini dipicu dengan keaktivitasan merokok yang lebih cenderung
banyak dilakukan oleh kaum laki-laki.
b. Tempat dan Waktu
Penduduk di kota sebagian besar sudah terpajan dengan berbagai zat-zat polutan
di udara, seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, asap pembakaran dan asap
rokok, hal ini dapat memberikan dampak terhadap terjadinya bronchitis.25 Bronkitis
2
lebih sering terjadi di musim dingin pada daerah yang beriklim tropis ataupun musim
hujan pada daerah yang memiliki dua musim yaitu daerah tropis.
c. Determinan
i. Host
1. Umur
Suatu penelitian yang dilakukan di Brasil pada tahun 2010 diperoleh
kemungkinan relatif bronkitis kronik terlihat pada laki-laki (OR= 2,17, 95%
CI 1,50- 3,13), pendapatan keluarga yang rendah (OR = 2,60, 95% CI 1,47-
4,47 untuk kuartil terendah) rendah sekolah (OR=4,65, 95% CI 2,36-9,18
bagi merka dengan tidak sekolah).
2. Merokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitis. Terdapat hubungan yang
erat antara merokok dan penurunan VEP (volume eksipirasi paksa) 1 detik.
Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus
bronkus dan metaplasia skuamusepitel saluran pernapasan juga dapat
menyebabkan bronkitis akut.27 Penelitian di Brazil pada tahun 2010
mendapatkan hasil peneltian dengan kebiasaan merokok (OR = 6,92, 95% CI
4,22-11,36 unruk perokok dari 20 atau lebih rokok per hari).
3. Infeksi
Eksaserbasi bronkitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi
3
paling banyak adalah Hemophilus influenza dan Streptococus pneumonie.
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh virus, bakteri dan (terutama) organisme
yang menyerupai bakteri (Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia).
4. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi
bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga
menyebabkan bronkitis adalah zat-zat pereduksi seperti O2, zat-zat
pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, dan ozon.
5. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau
tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa-1-antitripsin yang merupakan
suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja
enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada
peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Kematian pada bronkitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih jelek.
ii. Agent
Bronkitis dapat disebabkan oleh virus (virus influenza, respiratory
syncytical virus), bakteri dan organisme yang menyerupai bakteri
(Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia).
4
iii. Environment
Pencemaran udara merupakan masalah paling serius di daerah perkotaan.
Urbanisasi mengakibatkan meningkatnya aktivitas manusia dan kepadatan
penduduk. Peningkatan penduduk akan diikuti oleh semakin meningkatnya
kebutuhan di bidang transportasi, Kegiatan industri juga mengakibatkan
meningkatnya pencemaran dan Universitas Sumatera Utara akan berdampak
terhadap menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini akan berpengaruh terhadap
meningkatnya berbagai kasus penyakit, termasuk bronchitis.
III. Etiologi
Secara umum penyebab bronkitis dibagi berdasarkan faktor lingkungan dan
faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi
polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri
(Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikroplasma), infeksi virus (RSV,
Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor polusi udara
meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis. Sedangkan
faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat penyakit paru
yang sudah ada.
5
IV. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi.
Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel
globet meningkat jumlahnya, fungsi sillia menurun, dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan dan akibatnya bronchioles menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli
yang berdekatan dengan bronchioles dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis,
mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam
menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih
rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronchial lebih lanjut terjadi
sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya,
mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan mengakibatkan
emphysema dan bronchiectasis.
Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa bronkus dan
peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltasi sel-sel radang dan edema pada mukosa
sel bronkus. Pembentukan mukosa yang terus menerus mengakibatkan melemahnya
aktifitas silia dan faktor fagositosis dan melemahkan mekanisme pertahananya
sendiri. Pada penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang
terjadi dalam saluran napas.
6
V. Gejala Klinis
Gejala Klinis Bronkitis, sebagai berikut:
Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi
setiap hari. Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi
dari pasien ke pasien. Dahak berwarna yang bening, putih atau hijau
kekuningan.
Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan
penyakit. Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas
dengan aktivitas dan mulai batuk.
Gejala kelelaha, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit
kepala dapat menyertai gejala utama.
Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.
VI. Pemeriksaan
Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien
mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa
adanya bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut dan eksaserbasi
akut. Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat
ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring
hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi
7
dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi
lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah.
Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri,
sputumnya akan seperti nanah.29 Untuk pasien anak yang diopname, dilakukan
dengan tes C-reactive protein, kultur pernapasan, kultur darah, kultur sputum, dan tes
serum aglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari
bakteri atau virus. Jumlah leukositnya berada > 17.500 dan pemeriksaan lainnya
dilakukan dengan cara tes fungsi paru-paru dan gas darah arteri.
VII. Tatalaksana
a. Terapi Farmakologi
i. Antibiotika (Penicilin)
Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan
pada protein pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai
reseptor pada bakteri, penghambat sintesis dinding sel dengan menghambat
transpeptidasi dari peptidoglikan, dan pengaktifan enzim autolitik di dalam
dinding sel, yang menghasilkan kerusakan sehingga akibatnya bakteri mati.
Antibiotik golongan penisilin yang biasa digunakan adalah amoksisilin.
ii. Mukolitik dan Ekspektoran
Bronkitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan penebalan mukus. Perubahan dan banyaknya
8
mukus sukar dikeluarkan secara alamiah, sehingga diperlukan obat yang dapat
memudahkan pengeluaran mukus.
Mukus mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan
cairan/eksudat infeksi. Mukolitik bekerja dengan cara memecah glikoprotein
menjadi molekulmolekul yang lebih kecil sehingga menjadi encer. Mukus
yang encer akan mendesak dikeluarkan pada saat batuk, contoh mukolitik
adalah asetilsistein.
Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan muku dalam bronkus
sehingga mudah dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah
guaifenesin. Guaifenesin bekerja dengan cara mengurangi viskositas dan
adhesivitas sputum sehingga meningkatkan efektivitas mukociliar dalam
mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan.
iii. Bronkodilator
1. Beta-2 agonis (Simpatomimetika)
Obat-obat simpatomimetika merupakan obat yang mempunyai aksi serupa
dengan aktifitas simpatis. Sistem saraf simaptis memgang peranan penting
dalam menentukan ukuran diameter bronkus. Ujung saraf simpatis yang
menghasilkan norephinepherin, epinefrin dan isoproterenol disebut adrenergik
(Dipiro, et al., 2008). Adrenergik memiliki dua reseptor yaitu alfa dan beta.
Reseptor beta terdiri beta 1 dan beta 2. Beta 1 adrenergik terdapat pada
jantung, beta 2 adrenergik terdapat pada kelenjar dan otot halus bronkus.
Adrenergik menstimulasi reseptor beta 2 sehingga terjadi bronkodilatasi.
9
2. Metilxantin
Teofilin merupakan golongan metil santin yang banyak digunakan,
disamping kafein dan dyphylline. Kafein dan dyphylline kurang paten
dibandingkan dengan teofilin. Obat golongan ini menghambat produksi
fosfodiesterase. Dengan penghambatan ini penguraian cAMP menjadi AMP
tidak terjadi sehingga kadat cAMP seluler meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan bronkodilatasi. Obat-obat metilsantin antara lain aminofilin dan
teofilin.
b. Terapi Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan cara :
Jangan sampai menirup asap, dapat dilakukan dengan mengguakan
masker.
Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan olahraga dan latihan
pernapasan sesuai yang diajarkan tenaga medis.
Istirahat cukup, serta asupan nutrisi yang baik.
VIII.Prognosis
Prognosis tergantung manajemen yang tepat dan assessment penyakit yang
mendasari.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Supriyatno, Bambang. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak . Sari Pediatri
2006; 8 (2):100-6.
2. Setyanto, D. B. Batuk Kronik pada Anak: Masalah dan Tatalaksana. Sari Pediatri
2004; 6 (2):64-70.
3. Sutoyo, D. K. Bronkitis Kronis dan Lingkaran yang tak Berujung Pangkal
(Vicious Circle). Jurnal Respirologi 2006; 8 (2):1-8.
4. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta, EGC, 2000; 2:1483-6.
11