PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO
TERHADAP PENURUNAN GEJALA PASIEN ASMA
KOTA TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep.)
OLEH :
NURDIANSYAH
108104000013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
iv
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nurdiansyah
Tempat, Tgl. Lahir : Bekasi, 20 Desember 1989
Alamat : Jl. Raya Pertamina Kp. Kedaung Ds. Kedung Jaya
Rt. 004 Rw. 002 No. 17 Kec. Babelan Kab. Bekasi
No. Telp/HP : 08561949405
e-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. MI Attaqwa 14 Kedaung, Bekasi-Jawa Barat
2. MTs Attaqwa 01 Pusat Putera, Bekasi-Jawa Barat
3. MA Attaqwa 01 Pusat Putera, Bekasi-Jawa Barat
Pengalaman Organisasi :
1. Ketua Dewan Ambalan Perguruan Attaqwa, Bekasi-Jawa Barat.
2. Kepala Bagian Kesehatan Pengurus Persatuan Pelajar Attaqwa (PPA), Bekasi-
Jawa Barat.
3. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan Ilmu Keperawatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Direktur Kesekretariatan Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, Banten.
5. Ketua Umum Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan HMI Cabang
Ciputat, Banten.
Penghargaan :
1. Juara 3 Pidato Bahasa Indonesia MTs Attaqwa Pusat Putra Tahun 2004
2. Juara 1 Puisi Bahasa Indonesia Mts Attaqwa Pusat Putra Tahun 2004
3. Juara 1 Musikalisasi Puisi Pon-Pes Attaqwa Putra Tahun 2007
4. Juara 1 Puisi Bahasa Inggris MA Attaqwa Pusat Putra Tahun 2007
5. Juara 1 Presentasi Ilmiah Pon-Pes Attaqwa Putra Tahun 2008
v
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, 05 Januari 2013
Nurdiansyah, NIM: 108014000013
Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan Gejala Pasien
Asma Kota Tangerang Selatan
xviii + 86 Halaman, 19 Tabel, 5 Gambar, 7 Lampiran
ABSTRAK
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronki berespons secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Seseorang
yang menderita asma mengalami gejala asma berupa batuk-batuk, sesak napas, bunyi
saat bernapas (wheezing atau ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur
karena batuk atau sesak napas. Teknik pernapasan Buteyko digunakan sebagai teknik
alami untuk menurunkan gejala asma dan keparahan asma. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala
asma pasien asma. Desain penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan
non-random control group pretest-postest. Sampel penelitian berjumlah 20 orang (10
orang sebagai kelompok intervensi dan 10 orang sebagai kelompok kontrol) yang
diambil secara quota sampling. Hasil penelitian adalah ada pengaruh kuat antara
teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma (p
value 0.00 dan nilai eta squared 0.93). Teknik pernapasan Buteyko dapat diterapkan
bagi pelayanan keperawatan sebagai intervensi keperawatan komplementer dalam
upaya menurunkan gejala asma. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis
dimasa yang akan datang maka perlu membandingkan teknik pernapasan Buteyko
dengan metode lain penurun gejala asma.
Kata Kunci: Asma, Teknik Pernapasan Buteyko, Gejala Asma
Daftar Bacaan: 58 (1999-2012)
vi
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PROGRAM STUDY OF NURSING SCIENCE
Paper, 05 January 2013
Nurdiansyah, NIM: 108104000013
The Effect of Buteyko Breathing Techniques to Decrease Patients Asthma
Symptoms in South Tangerang City
xviii + 86 Pages, 19 Tables, 5 Figure, 7 Appendix
ABSTRACT
Asthma is an intermittent, reversible, obstructive airway disease characterized
by increased responsiveness of the trachea and bronchi to various stimuli. A patient
with asthma have asthma symptoms such as coughing, dyspnea, wheezing, chest
tightness, pain or pressure and sleep disturbance due to cough or shortness of breath.
Buteyko breathing technique is used as a natural technique to reduce the symptoms of
asthma and asthma severity. This researched aims to determine the effect of the
Buteyko breathing technique to decrease patients asthma symptoms. The research
design was quasi-experimental design with a non-randomized control group pretest-
posttest. Sample this researched 20 persons (consisting of 10 persons as the
intervention group and 10 as control group) which were taken by quota sampling. As
the results, there was influence of the Buteyko breathing technique to decrease
patients asthma symptoms with large effect (p value 0.00 and eta square value 0.93). I
suggest when we will nursing interventions, Buteyko breathing technique can be
used decrease asthma symptoms as a complementary nursing intervention. The
researchers who intends to research the same way in next time must be compared the
Buteyko breathing technique with other methods of reducing the symptoms of
asthma.
Keywords: Asthma, Buteyko Breathing Technique, Asthma Symptoms
References: 58 (1999-2012)
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
limpahan kenikmatan kepada penulis, terutama kesehatan yang selalu dijaga-Nya
sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Solawat dan salam disampaikan kepada Muhammad SAW, penyampai pesan
ke-islaman dan menjadi inspirasi penulis untuk selalu terus melaksanakan kewajiban
yang diemban ini.
Manusia sebagai insan sosialis, yang sangat memerlukan manusia lainnya
dalam beraktivitas. Begitupula penulis sebagai insan yang selalu dibantu dalam
menyelesaikan penulisan ini mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
diantaranya:
1. Ayahanda Mulyadi dan Ibunda Maryanih yang memberikan kasih sayangnya
secara total kepada penulis dan selalu memberikan dukungan kepada penulis
untuk menyelesaikan penulisan ini.
2. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Pak Waras Budi Utomo, S.Kep., Ns., M.KM. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan dan pembimbing skripsi yang terus membimbing proses penelitian.
4. Ibu Eni Nuraeni S.Kep., Ns., M.Sc. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan
viii
5. Ibu Ernawati, S.Kp. M.Kep. Sp. KMB selaku Pembimbing yang tidak pernah
bosan memberikan arahan dan motivasi untuk menyelesaikan penulisan ini.
6. Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep serta Ibu Maftuhah, Ph.D. selaku penguji yang
memberikan masukan dan sarannya untuk menyempurnakan penulisan ini.
7. Keluarga besar Dosen Progam Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan
motivasi selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir skripsi.
8. Ketua Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Pak Dadang, M. Epid, Kepala
Puskesmas UPT Ciputat dan Ciputat Timur yang memberikan izin untuk
membantu mempermudah proses pengambilan data dalam penulisan ini.
9. Masyarakat Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur yang telah berpartisipasi
dalam penelitian.
10. Segenap Staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan.
11. Minfadillah dan Annisa Sri Mulyani adikku tercinta, serta Endah Nurfitriani
yang selalu menjadi pemberi senyum dan penyemangat saat penulis mulai jenuh
untuk menyelesaikan penulisan ini.
12. Kawan-kawan dan Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat,
Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan maupun Lembaga
Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI), Kanda Adi Hasan, S.Si, Kanda Wahyu,
Kanda Mahmudah, Kanda Kiki, Iah, Risma, Imam, Aan, Ihsan, Septi, Pura, Ica,
Mayang, Luqman, Titi dan lainya lagi yang tidak bisa disebutkan satu-persatu
namun tidak mengurangi kecintaan dan persahabatan penulis kepada kalian yang
ix
selalu bersama berjuang di kampus tercinta untuk mengabdi membangun
masyarakat serta membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
13. Kakak-kakak dan adik-adik BEM Ilmu Keperawatan Kak Egi, Kak Tya, Sandra,
Rusmanto serta lainnya yang memberikan motivasi terus kepada penulis dan
mengingatkan untuk segera menyelesaikan penulisan ini.
14. Adik-adik Forum Komunikasi Mahasiswa Attaqwa (FKMA) Yutih, Dirli,
Mahfudin, Anang, Dzul, Daus, Miftah dan lainya yang kadang penulis susahkan
untuk membantu penulis.
15. Teman – teman seperjuangan Angkatan 2008 yang telah memberikan dukungan
dan motivasi selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir Skripsi.
Layaknya sebuah pepatah ” Tiada Gading Yang Tak Retak ”, Penulis pun
menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tak lepas dari kekurangan, karena
sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah. Semoga kekurangan yang ada
dalam skripsi ini dapat dijadikan motivasi bagi adik – adik dari disiplin ilmu
Keperawatan untuk mengembangkan kembali penelitian yang dilakukan dan
kelebihan yang ada pada skripsi ini semoga dapat memberikan manfaat bagi segenap
jajaran institusi pendidikan di Bidang Keperawatan.
Billahi taufiq walhidayah
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Tangerang Selatan, 05 Januari 2013
Nurdiansyah
x
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 2
B. Perumusan Masalah .............................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 5
1. Tujuan Umum .................................................................................................... 5
2. Tujuan Khusus ................................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 8
A. Asma ..................................................................................................................... 8
1. Pengertian Asma ................................................................................................ 8
2. Jenis-jenis Asma ................................................................................................ 9
3. Etiologi ............................................................................................................. 10
4. Tanda dan Gejala Asma ................................................................................... 11
5. Klasifikasi Asma .............................................................................................. 12
xi
6. Pengukuran Keparahan dan Terkontrolnya Asma ........................................... 16
7. Patofisiologi Asma ........................................................................................... 21
8. Pengobatan Asma ............................................................................................. 23
9. Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................... 25
B. Teknik Pernapasan Buteyko ............................................................................... 31
1. Definisi ............................................................................................................ 31
2. Manfaat ............................................................................................................ 32
3. Teori Dasar Teknik Pernapasan Buteyko......................................................... 33
4. Tujuan .............................................................................................................. 34
5. Cara Melakukan Teknik Pernapasan Buteyko ................................................. 35
6. Konsep Transpor Karbon Dioksida dalam Darah ............................................ 40
7. Teori Karbon Dioksida Perspektif Buteyko .................................................... 41
8. Penelitian Terkait ............................................................................................. 43
C. Konsep Kebutuhan Dasar menurut Maslow dan Teori Self Care Orem ............. 44
D. Kerangka Teori ................................................................................................... 46
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL
....................................................................................................................... 47
A. Kerangka Konsep ............................................................................................... 47
B. Hipotesis ............................................................................................................. 48
C. Definisi Operasional ........................................................................................... 49
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 50
A. Desain Penelitian ................................................................................................ 50
B. Populasi dan Sampel ........................................................................................... 51
1. Populasi ........................................................................................................... 51
2. Sampel .............................................................................................................. 51
C. Tempat Penelitian ............................................................................................... 53
D. Waktu Penelitian ................................................................................................. 54
E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian ................................................... 54
xii
1. Alat Pengumpul Data ....................................................................................... 54
2. Prosedur Penelitian .......................................................................................... 55
F. Uji Validitas dan Realibilitas .............................................................................. 56
G. Pengolahan dan Analisa data .............................................................................. 57
1. Pengolahan Data .............................................................................................. 57
2. Analisa Data ..................................................................................................... 58
H. Etika Penelitian ................................................................................................... 60
1. Informed Consent ............................................................................................ 60
2. Anonimity (Tanpa Nama) ................................................................................ 61
3. Kerahasiaan (Confedentiality) ......................................................................... 61
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................. 63
A. Analisa Univariat ................................................................................................ 63
1. Karakteristik Responden .................................................................................. 64
2. Skor Gejala Asma Responden.......................................................................... 65
B. Analisa Bivariat .................................................................................................. 66
1. Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test) .................................................. 67
2. Uji Beda Dua Mean Independen ...................................................................... 68
3. Uji Dua Mean Dependen (Uji T Dependen) .................................................... 70
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 73
A. Interpretasi dan Hasil Diskusi ............................................................................. 73
1. Karakteristik Responden .................................................................................. 74
a. Karakteristik Responden Menurut Usia ...................................................... 74
b. Karakteristik Responden Menurut IMT ...................................................... 74
c. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ....................................... 75
2. Skor Gejala Asma Responden.......................................................................... 75
3. Perbandingan Penurunan Gejala Asma antara post teknik Pernapasan Buteyko
dan Post Kontrol .................................................................................................. 76
xiii
4. Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre-Post Teknik Pernapasan Buteyko dan
Perbedaan Gejala Asma Pre-Post Kontrol .......................................................... 79
B. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 83
C. Implikasi Hasil Penelitian ................................................................................... 83
1. Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan .................................................... 83
2. Implikasi Terhadap Keilmuwan ....................................................................... 84
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 85
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 85
B. Saran ................................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 2 Kuisioner Data Demografi dan Penapisan & Lembar Observasi
Gejala Asma Pada Pasien Asma
Lampiran 3 Langkah dan Laporan Pelaksanaan Teknik Pernapasan
Buteyko
Lampiran 4 Hasil Uji T-Test
Lampiran 5 Surat Permohonan Ijin Pengambilan Data
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7 Surat Pemberian Izin Pengambilan Data
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis (Sebelum
Pengobatan)................................................................................................... 14
Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat Berat Asma pada Pasien dalam Pengobatan ................ 15
Tabel 2.3 Derajat Kontrol Asma ................................................................................. 16
Tabel 2.4 Asthma Therapy Assessment Questionnaire (ATAQ) ................................ 17
Tabel 2.5 Kuisioner Asthma Control Test (ACT) ....................................................... 19
Tabel 2.6 Lembar Observasi Gejala Asma Mingguan ................................................ 21
Tabel 2.7 Nilai Normal dari Gas Darah Arteri ............................................................ 29
Tabel 2.8 Perubahan Asam-Basa pada Asidosis dan Alkalosis .................................. 30
Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................................... 49
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Usia ............................................................................ 64
Tabel 5.2 Data Demografi Berdaasarkan Indeks Massa Tubuh pada Responden
Penelitian....................................................................................................... 64
Tabel 5.3 Data Demografi Berdasarkan Jenis Kelamin pada Responden Penelitian .. 65
Tabel 5.4 Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1
dan Minggu Ke-2 pada Kelompok Intervensi ............................................... 65
Tabel 5.5 Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1
dan Minggu Ke-2 pada Kelompok Kontrol .................................................. 66
Tabel 5.6 Analisa Hasil Uji Normalitas Data Responden Intervensi dan Kontrol...... 67
Tabel 5.7 Analisa Hasil Perbedaan Rata-rata Skor Gejala Asma Kunjungan antara
Kelompok Intervensi dan Kontrol ................................................................ 68
Tabel 5.8 Analisa Hasil Uji Beda Dua Mean Independen Responden pada Kelompok
Kontrol dan Intervensi .................................................................................. 69
Tabel 5.9 Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Responden Pada Kelompok
Intervensi....................................................................................................... 70
Tabel 5.10 Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Responden Pada Kelompok Kontrol71
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
Gambar 2.1. Set Buteyko Minggu Ke-1 ..................................................................... 36
Gambar 2.2. Set Buteyko Minggu Ke-2 ..................................................................... 36
Gambar 2.3.Kerangka Teori ........................................................................................ 46
Gambar 3.1. Kerangka Konsep ................................................................................... 47
Gambar 4.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 50
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). Brunner dan Sudarth
(2002) mengatakan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten,
reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap
stimuli tertentu. World Health Organization (WHO) mendefinisikan asma sebagai
penyakit kronis bronkial, yaitu saluran udara yang menuju ke paru-paru (WHO,
2011). Istilah asma ini diambil dari kata yunani yang artinya terengah-engah dan
berarti serangan pendek. (Price dan Wilson, 2006).
Penyakit asma menjadi masalah yang sangat dekat dengan masyarakat karena
jumlah populasi yang menderita asma semakin bertambah. Hal tersebut dinyatakan
dalam survey The Global Initiative for Asthma (GINA), ditemukan bahwa kasus
asma diseluruh dunia mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 pasien
asma bertambah menjadi 400 juta jiwa (GINA, 2005). WHO pun mendukung
pernyataan tersebut dengan hasil penelitiannya yang memperkirakan bahwa 235 juta
2
orang saat ini menderita asma. Sebagian besar asma terkait kematian, hal ini
terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah-kebawah (WHO, 2011).
Di Indonesia penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar penyebab
kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2009). Hal ini sesuai dengan Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. SKRT tahun 1986
menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas)
bersama-sama dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,
bronkhitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau
sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronkhitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 (PDPI, 2006).
Selain itu, penelitian yang dilakukan di 37 puskesmas di Jawa Timur terhadap 6.662
responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) menunjukkan prevalensi asma
sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6% (PDPI, 2006).
Asma dapat menyebabkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dan
menurunkan produktivitas penderitanya (PDPI, 2006). Asma terbukti menurunkan
kualitas hidup penderitanya. Dalam sebuah studi ditemukan bahwa dari 3.207 kasus
yang diteliti, pasien yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau
olahraga sebanyak 52,7%, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir,
keterbatasan dalam aktivitas fisik sebanyak 44,1%, keterbatasan dalam aktivitas
sosial sebanyak 38%, keterbatasan dalam memilih karier sebanyak 37,9%, dan
keterbatasan dalam cara hidup sebanyak 37,1%. Bahkan, pasien yang mengaku
mengalami keterbatasan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga sebanyak 32,6%,
28,3% mengaku terganggu tidurnya minimal sekali dalam seminggu, dan 26,5%
3
orang dewasa juga absen dari pekerjaan. Selain itu, total biaya pengobatan untuk
asma sangat tinggi dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan
perawatan di rumah sakit (United States Environmental Protection Agency, 2004).
Biaya pengobatan untuk asma diperkirakan mencapai 850 poundsterling tiap
tahunnya (Thomas, 2004).
Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari
alergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara teratur, hidup sehat
dengan asupan nutrisi yang memadai, dan menghindari stres (Wong, 2003). Semua
penatalaksanaan ini bertujuan untuk mengurangi gejala asma dengan meningkatkan
sistem imunitas (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Akhir-akhir ini, para pasien asma mulai memanfaatkan terapi komplementer
(nonfarmakologis) untuk mengendalikan asma yang dideritanya. Jumlah pasien asma
yang sudah memanfaatkan terapi komplementer ini diperkirakan cukup tinggi yaitu
sekitar 42% dari populasi pasien asma yang ada di New Zealand (McHugh et al.,
2003).
Pengontrolan asma dengan terapi komplementer dapat dilakukan dengan
teknik pernapasan, teknik relaksasi, akupunktur, chiropractic, homoeopati,
naturopati dan hipnosis. Teknik-teknik seperti ini merupakan teknik yang banyak
dikembangkan oleh para ahli. Salah satu teknik yang banyak digunakan dan mulai
populer adalah teknik pernapasan. Dalam teknik ini diajarkan teknik mengatur napas
bila pasien sedang mengalami asma atau bisa juga bersifat latihan saja (The Asthma
Foundation of Victoria, 2002). Teknik ini juga bertujuan mengurangi gejala asma
dan memperbaiki kualitas hidup ( McHugh et al., 2003).
4
Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki cara bernapas
pada pasien asma adalah teknik olah napas. Teknik olah napas ini dapat berupa
olahraga aerobik, senam, dan teknik pernapasan seperti Thai chi, Waitankung, Yoga,
Mahatma, Buteyko dan Pranayama (Fadhil, 2009). Olahraga pernapasan sebagai
salah satu bentuk olah napas efektif terhadap menurunkan gejala asma mingguan dan
gejala asma bulanan pada pasien asma (Mardhiah, 2008). Beberapa teknik olah napas
ini tidak hanya khusus dirancang untuk pasien asma, karena sebagian dari teknik
pernapasan ini dapat bermanfaat untuk berbagai penyakit lainnya. Namun demikian,
ada juga beberapa teknik pernapasan yang memang khusus untuk pasien asma yaitu
teknik pernapasan Buteyko dan Pranayama (Thomas, 2004; Fadhil, 2009).
Menurut Douglas Dupler (2005) teknik pernapasan Buteyko merupakan
sebuah metode untuk mengatur asma. Teknik ini didasari oleh latihan pernapasan
yang bertujuan untuk mengurangi kontriksi jalan nafas. Buteyko merupakan sebuah
terapi yang mempelajari teknik pernapasan yang dirancang untuk memperlambat dan
mengurangi masuknya udara ke paru-paru, jika teknik ini dipraktikan sering, maka
dapat mengurangi gejala dan tingkat keparahan masalah pernapasan (Longe, 2005).
Courtney dan Cohen (2008) menyatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko dapat
memengaruhi perubahan pada gejala dispnea didasari pada efisiensi biomekanik
pernapasan. Metode pernafasan Butekyo juga memberikan pengaruh terhadap pasien
asma yang sedang mengalami terapi kortikosteroid inhalasi yaitu mengurangi
penggunaan terapi pengobatan tersebut (Cowie, et.al. 2007)
Pemberian latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan
memperbaiki buruknya sistem pernapasan pada pasien asma sehingga akan
5
menurunkan gejala asma (Kolb, 2009). Prinsip latihan teknik pernapasan Buteyko ini
adalah latihan teknik bernapas dangkal (GINA, 2005) dan teknik pernapasan
Buteyko ini efektif terhadap peningkatan derajat kontrol asma (Prasetya, 2011). Hal
tersebutlah yang mejadi latar belakang penulisan yang peneliti lakukan untuk
mencoba mengkaji dan meneliti lebih dalam terkait tentang pengaruh teknik
pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma.
B. PERUMUSAN MASALAH
Teknik pernapasan Buteyko banyak dilaporkan sebagai salah satu teknik
pernapasan yang dapat mengontrol asma. Maka dalam penelitian ini, peneliti ingin
melihat bagaimana pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala
pasien asma Kota Tangerang Selatan.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum:
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh teknik pernapasan
Buteyko terhadap penurunan gejala asma.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik demografi pasien asma di wilayah
Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.
b. Mengidentifikasi gejala asma sebelum melakukan teknik pernapasan Buteyko.
c. Mengidentifikasi gejala asma sesudah melakukan teknik pernapasan Buteyko.
6
d. Membandingkan antara asien asma diintervensi dengan kontrol tentang
penurunan gejala asma.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk klien :
Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pasien asma agar teknik
pernapasan Buteyko sebagai metode alternatif dalam mengontrol asmanya.
2. Untuk institusi pendidikan :
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk menambah wawasan
tentang pengaruh teknik pernapasan Buteyko pada pasien asma terhadap
penurunan gejala asma.
3. Untuk peneliti :
Penelitian ini mampu menjadi awal pola pemikiran peneliti untuk melakukan
penelitian-penelitian selanjutnya, sebagaimana peran perawat sebagai researcher.
4. Untuk penelitian akan datang :
Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar dalam pengembangan penelitian
lain dengan ruanglingkup yang sama.
E. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan desain studi kuasi eksperimen dan metode
pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer dengan
menggunakan intervensi langsung terhadap pasien asma. Intervensi yang digunakan
7
yaitu dengan teknik pernapasan Buteyko. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
asma di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Asma
Pernapasan memiliki fungsi yang sangat penting, dimana O2 (Oksigen) diperoleh
dari proses inspirasi untuk digunakan oleh sel tubuh, kemudian mengeliminasi CO2
(karbon dioksida) saat ekspirasi yang dihasilkan oleh sel (Sherwood, 2001). Terdapat
tiga langkah proses oksigenasi yaitu 1) ventilasi yang merupakan proses untuk
menggerakkan gas ke dalam dan keluar paru-peru, 2) perfusi sebagai fungsi utama
sirkulasi paru yaitu mengalirkan darah ke dan dari membran kapiler alveoli, dan 3)
difusi sebagai proses oksigenasi yang menggerakan molekul dari suatu daerah
dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah
(Potter dan Perry, 2006). Pada pasien dengan menderita asma dimana terjadi
obstruksi jalan napas difus revesibel yang akan mengganggu proses pernafasan
secara normal (Brunner dan Suddarth, 2002).
1. Pengertian Asma
Asma adalah satu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang namun reversibel, dan di antara episode penyempitan
bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. (Price dan
Wilson, 2006).
Brunner dan Suddarth (2002) mendefinisikan asma adalah penyakit jalan
nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam
secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
9
Asma didefinisikan juga sebaagai gangguan inflamasi kronik saluran napas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan (PDPI, 2006).
2. Jenis-jenis Asma
Asma terbagi menjadi tiga jenis, yaitu alergik, idiopatik dan gabungan
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Asma alergik disebabkan oleh alergen misalnya debu, bulu binatang,
ketome, serbuk sari dan lainnya. Alergen yang umumnya menyebabkan asma ini
adalah alergen yang penyebarannya melalui udara dan alergen yang secara
musiman. Pasien asma alergik biasanya memiliki riwayat penyakit alergi pada
keluarga dan riwayat pengobatan ekzema atau rhinitis alergik. Paparan alergik
inilah yang mencetuskan terjadinya serangan asma (Brunner dan Suddarth,
2002).
Asma idiopatik atau non alergi, merupakan jenis asma yang tidak
berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti
common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi lingkungan
dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-
adrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai
faktor pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonalergik dapat menjadi lebih
10
berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi
bronkhitis dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat
berkembang menjadi asma gabungan (Brunner dan Suddarth, 2002).
Asma gabungan, merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan.
Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau
nonalergi (Brunner dan Suddarth, 2002).
3. Etiologi
Pasien asma meskipun prevalensinya pada populasi Indonesia tidak kecil
yaitu 13/1000 (PDPI, 2006), namun etiologi pada asma menurut beberapa
referensi belum ditetapkan dengan pasti (Djojodibroto, 2009). Walaupun belum
ditetapkan dengan pasti, pada pasien asma terjadi fenomena hiperaktivitas
bronkhus. Bronkus pasien asma sangat peka terhadap rangsang imunologi
maupun non imunologi. Karena sifat tersebut, maka serangan asma mudah
terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik, metabolisme, kimia, alergen, dan
infeksi. Faktor penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan
sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Alergen utama seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari
rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrem
e. Aktivitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
11
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain seperti refluks gastro esofagus (Somantri, 2007).
Jenis kelamin dan obesitas merupakan faktor resiko asma. Pada jenis
kelamin, pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama
dan pada masa menopause perempuan lebih banyak. Sedangkan pada obesitas
atau peningkatan indeks massa tubuh (IMT) menjadi faktor resiko asma
dikarenakan mediator tertentu seperti leptin dapat memengaruhi fungsi saluran
napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan pasien obesitas dengan asma,
dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan
(Rengganis, 2008).
4. Tanda dan Gejala Asma
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di
timbulkan berupa batuk-batuk pagi hari, siang, dan malam hari, sesak napas,
bunyi saat bernapas (wheezing atau “ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan
gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel
dan episodeik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008; Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2006; Lewis et al, 2011).
Umumnya terdapat tiga gejala asma, yaitu batuk, dispnea dan mengi. Pada
beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan
12
asma sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan
jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang memengaruhi
ambang reseptor jalan napas. Serangan asma biasanya bermula mendadak
dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,
mengi, laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi,
sehingga mendorong pasien asma untuk duduk tegak dan menggunakan otot-otot
aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk
pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum yang
terdiri atas sedikit mukus mengadung masa gelatinosa bulat, kecil yang
dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder
terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbon dioksida, termasuk
berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi (Brunner dan Suddarth,
2002).
5. Klasifikasi Asma
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting
bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin
berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma
diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai
(PDPI, 2006)
Durasi asma berhubungan dengan menurunnya fungsi paru dan banyaknya
gejala asma (Zeiger, dkk., 1999). Umumnya pasien yang sudah dalam
pengobatan, dan pengobatan yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat.
13
Dipahami bahwa pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal paru,
oleh karena itu penilaian berat asma pada pasien dalam pengobatan juga harus
mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Pada tabel berikut, menunjukan
bagaimana melakukan penilaian berat asma pada pasien yang sudah dalam
pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani sesuai dengan gambaran
klinis yang ada, maka derajat berat asma naik satu tingkat. Contoh seorang
pasien dalam pengobatan asma persisten sedang dan gambaran klinis sesuai
asma persisten sedang, maka sebenarnya berat asma pasien tersebut adalah asma
persisten berat. Demikian pula dengan asma persisten ringan. Akan tetapi
berbeda dengan asma persisten berat dan asma intermiten pada tabel berikut.
Pasien yang gambaran klinis menunjukan persisten berat maka jenis pengobatan
apapun yang sedang dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat asma, dengan
kata lain pasien tersebut tetap asma persisten berat. Demikian pula pasien
dengan gambaran klinis asma intermiten yang mendapat pengobatan sesuai
dengan asma intermiten, maka derajat asma adalah intermiten (PDPI, 2006).
14
Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis
(Sebelum Pengobatan)
Derajat Asma Gejala Gejala
Malam
Faal paru
I. Intermiten Bulanan APE ≥ 80%
Gejala < 1 kali/minggu
Tanpa gejala di luar
serangan
Serangan singkat
≤ 2 kali
sebulan
VEP1 ≥ 80% nilai
prediksi
APE ≥ 80% nilai
terbaik
Variabiliti APE <
20%
II. Persisten
ringan
Mingguan APE > 80%
Gejala > 1 kali/minggu,
tetapi < 1 kali/hari
Serangan dapat
mengganggu aktiviti dan
tidur
> 2 kali
sebulan
VEP1 > 80% nilai
prediksi
APE > 80% nilai
terbaik
Variabiliti APE
20-30%
III. Persisten
sedang
Harian APE 60-80%
Gejala setiap hari
Serangan mengganggu
aktiviti dan tidur
Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
> 1 kali
seminggu
VEP1 60-80%
nilai prediksi
APE 60-80%
nilai terbaik
Variabiliti APE
>30%
IV. Persisten
berat
Kontinyu APE ≤ 60%
Gejala terus-menerus
Sering kambuh
Aktiviti fisik terbatas
Sering VEP1 ≤ 60% nilai
prediksi
APE ≤ 60 nilai
terbaik
Variabiliti APE
>30%
Persatuan Dokter Paru Indonesia.2006. ASMA; Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Di Indonesia. Jakarta:PDPI
15
Tabel 2.2. Klasifikasi Derajat Berat Asma pada Pasien dalam Pengobatan
Tahap Pengobatan yang digunakan saat penilaian
Gejala dan faal paru dalam
Pengobatan
Tahap I
Intermitten
Tahap 2
Persisten
Ringan
Tahap 3
Persisten
Sedang
Tahap I: Intermitten
Gejala < 1x/mgg
Serangan singkat
Gejala malam <2x/bulan
Faal paru normal diluar serangan
Intermiten Persisten
Ringan
Persisten
Sedang
Tahap II: Persisten Ringan
Gejala >1x/mgg, tetapi <1x/hari
Gejala malam >2x/bln, tetapi
<1x/mgg
Faal paru normal diluar serangan
Persisten
Ringan
Persisten
Sedang Persisten Berat
Tahap III: Persisten sedang
Gejala setiap hari
Serangan mempengaruhi aktiviti
daan tidur
Gejala malam >1x/mgg
60%<VEP1<80% nilai prediksi
60%<APE<80% nilai terbaik
Persisten
Sedang Persisten Berat Persisten Berat
Tahap IV: Persisten Berat
Gejala terus menerus
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP1 ≤60% nilai prediksi, atau
APE ≤60% nilai terbaik
Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat
Persatuan Dokter Paru Indonesia.2006. ASMA; Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Di Indonesia. Jakarta:PDPI
16
6. Pengukuran Keparahan dan Terkontrolnya Asma
Pada pasien asma, ada beberapa instrument yang digunakan untuk mengkaji
dan mengukur keparahan asma dan terkontrolnya asma. Kuisioner tersebut
seperti Asthma Control Test (ACT), dan Asthma Theraphy Assesment
Questionnaire (ATAQ) (Donell, 2009).
Menurut Global Strategy For Astma Management and Prevention GINA-
Global Initiative for Astha (2011), seorang penyandang asma dikatakan
terkontrol apabila memiliki 6 kriteria: (1) Tidak atau jarang mengalami gejala
asma; (2) Tidak pernah terbangun di malam hari karena asma; (3) Tidak pernah
atau jarang menggunakan obat pelega; (4) Dapat melakukan aktivitas dan latihan
secara normal; (5) Hasil tes fungsi paru-paru normal atau mendekati normal; (6)
Tidak pernah atau jarang mengalami serangan asma. Seperti tabel dibawah ini:
Tabel. 2.3 Derajat Kontrol Asma
Kriteria Penilaian
Terkontrol
(Semua
Penilaian)
Terkontrol
Sebagian
(Minimal Salah
Satu)
Tidak Terkontrol
Gejala harian/siang kurang dari 2
kali per minggu
lebih dari dua kali
perminggu
didapatkan tiga atau
lebih kriteria terkontrol
sebagian dalam
seminggu
gangguan aktivitas tidak ada kadang
gejala
malam/terbangun
tidak ada kadang
penggunaan obat
pelega
kurang dari 2
kali per minggu
lebih dari dua kali
perminggu
fungsi paru (PFR
atau VEP1)
Normal <80% prediksi atau
nilai terbaik (jika
diketahui)
Global Initiative fo Asthma.2011. Global Strategy For Asthma Management and
Prevention. www.ginasthma.org
17
Asthma Theraphy Assesment Quetionnaire (ATAQ) adalah kuisioner untuk
mengukur keparahan dan terkontrolnya asma yang memiliki 4 item pertanyaan
dan 4 poin pengukuran dalam 4 minggu terakhir yang mencangkup
terganggunya aktivitas harian seperti sekolah atau bekerja, bangun pada malam
hari, terkontrolnya asma menurut pasien, penggunaan beta2 agonist. Kemudian,
masing-masing elemen tersebut dibedakan dengan poin 0 diartikan baik dan poin
1 diartikan buruk. Dan total elemen tersebut dikatakan terkontrol baik jika total
nilai 0, tidak terkontrol baik jika total poin 1-2, dan sangat buruk dikontrol jika
total poin 3-4 (Donell MD, 2009). Berikut tabel ATAQ.
Tabel 2.4 Asthma Therapy Assessment Questionnaire (ATAQ)
No. Pertanyaan
1 Dalam 4 minggu terakhir ini, apakah Anda melewatkan sesuatu pekerjaan,
sekolah, atau kegiatan sehari-hari karena asma Anda? (1 poin untuk Ya)
2 Dalam 4 minggu terakhir ini, apakah Anda terbangun di malam hari karena asma
Anda? (1 poin untuk Ya)
3 Yakinkah Anda, bahwa asma Anda terkontrol dengan baik dalam 4 minggu
terakhir ini? (1 poin untuk Ya)
4 Apakah Anda menggunakan inhalasi untuk segera meredakan gejala asma? Jika
ya, dalam 1 hari berapa kali anda menyemprotkannya? (1 poin jika lebih dari 12
kali)
Keterangan: 0: terkontrol baik, 1-2: tidak terkontrol baik, 3-4: sangat buruk
Donell MD., Aaron, 2009. Measuring Asthma Control with Patient-Completed
Questiinnaires. www.chicagoasthma.org
Kontrol asma dapat dilakukan dengan cara yang mudah, efektif dan efisien
dengan Asthma Control Test yang disebut (ACT). Asthma Control Test (ACT)
adalah suatu uji skrening berupa kuisioner tentang penilaian klinis seseorang
pasien asma untuk mengetahui asmanya terkontrol atau belum. Kuisioner ini
dideesain untuk pasien berumur ≥ 14 tahun. Metode ini dilakukan dengan cara
meminta pasien untuk menjawab lima pertanyaan mengenai penyakit mereka.
Berapa sering penyakit asma mengganggu anda untuk melakukan pekerjaan
18
sehari-hari di kantor, di sekolah ataau di rumah, mengalami sesak napas, gejala
asma (bengek, batuk-batuk, sesak napas, nyeri dada, atau rasa tertekan di dada)
menyebabkan anda terbangun malam hari atau lebih awal dari biasanya,
menggunakan obat semprot atau obat oral (tablet/sirup) untuk melegakan
pernapasan dan bagaimana anda sendiri menilai tingkat kontrol asma anda
apakah sudah terkontrol atau belum? Setiap pertanyaan mempunyai lima
jawaban dan penilaian dari asma terkontrol sebagai berikut. Skor jawaban dari
kelima pertanyaan itu 25 artinya asmanya sudah terkontrol secara total, skor 20
sampai 24 berarti asmanya terkontrol baik, skor jawaban kurang dari atau sama
dengan 19 berarti asmanya tidak terkontrol (Donell MD, 2009). Berikut adalah
kuisioner ACT.
19
Tabel 2.5 Kuisioner Asthma Control Test (ACT)
No Pertanyaan Skoring
1 2 3 4 5
1 Dalam 4 minggu
terakhir, seberapa
sering penyakit asma
mengganggu Anda
dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari
di kantor, di sekolah,
atau di rumah?
Selalu Sering Kadang-
kadang
Jarang Tidak
Pernah
2 Dalam 4 minggu
terakhir, seberapa
sering Anda
mengalami sesak
napas?
Lebih
dari 1
kali
sehari
1 kali
sehari
3-6 kali
seminggu
1-2 kali
seminggu
tidak
pernah
3 Dalam 4 minggu
terakhir, seberapa
sering gejala asma
(bengek, batuk-
batuk, sesak napas,
nyeri dada atau rasa
tertekan di dada)
menyebabkan Anda
terbangun di malam
hari atau lebih awal
dari biasanya?
4 kali
atau lebih
seminggu
1-2 kali
seminggu
1 kali
seminggu
1-2 kali
sebulan
tidak
pernah
4 Dalam 4 minggu
terakhir, seberapa
sering Anda
menggunakan obat
semprot darurat atau
obat oral untuk
melegakan
pernapasan
> 3 kali
sehari
1-2 kali
sehari
2-3 kali
seminggu
< 1 kali
seminggu
tidak
pernah
5 Bagaimana penilaian
Anda terhadap
tingkat kontrol asma
Anda
tidak
terkontrol
sama-
sekali
kurang
terkontrol
Cukup
terkontrol
terkontrol
dengan
baik
Terkontrol
penuh
SKOR TOTAL:
Penilaian: <19 Tidak Terkontrol, 20-24: Terkontrol Baik, 25 terkontrol Total
Donell MD., Aaron, 2009. Measuring Asthma Control with Patient-Completed
Questiinnaires. www.chicagoasthma.org
20
Lembar observasi penurunan gejala asma, digunakan untuk mengidentifikasi
tingkat keparahan pasien asma yang mengukur gejala asma selama seminggu.
Keparahan gejala asma akan terlihat berdasarkan nilai total skor yang diperoleh,
semakin besar total skor yang diperoleh maka gejala asma yang dialami dalam
rentang waktu yang diukur semakin parah, sebaliknya semakin kecil nilai total skor
gejala asma yang diperoleh maka semakin kecil tingkat keparahan gejala asma yang
dialami dalam rentang waktu yang diukur. Gejala asma yang diukur dalam
seminggu ini adalah batuk, sesak, wheeze, dada tertekan, dan gangguan tidur.
(Mardhiah, 2009). Berikut adalah tabel lembar observasi gejala asma mingguan.
21
Tabel 2.6 Lembar Observasi Gejala Asma Mingguan
Gejala Tingkatan
Batuk Tidak pernah batuk (0)
Kadang-kadang batuk tapi tidak menganggu
aktivitas (1)
Sering batuk dan mengganggu aktivitas (2)
Sesak napas/ susah bernapas Tidak pernah sesak napas/susah bernapas (0)
Sedikit mengalami sesak napas/susah bernapas
tapi tidak mengganggu aktivitas (1)
Sangat sesak napas/susah bernapas dan
mengganggu aktivitas (2)
Bernapas dengan suara wheeze
(ngik…ngik…)
Tidak pernah bernapas dengan suara wheeze (0)
Kadang-kadang bernapas dengan suara wheeze
(ngik..ngik..) tapi tidak mengganggu aktivitas (1)
Sering bernapas dengan suara wheeze
(ngik..ngik..) dan mengganggu aktivitas (2)
Rasa tertekan di dada Tidak ada rasa tertekan di dada (0)
Sedikit ada rasa tertekan di dada (1)
Dada sangat tertekan (2)
Gangguan tidur karena batuk,
sesak napas/susah bernapas.
Tidak pernah mengalami gangguan tidur (0)
Pernah 1 kali terbangun dari tidur dengan batuk
atau sesak napas/susah bernapas (1)
2-3 kali atau lebih terbangun dari tidur dengan
batuk atau sesak napas/susah bernapas (2)
Mardhiah. 2009. Efektifitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma
Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.
Skripsi. Fakultas Keperawatan USU. 2009.
7. Patofisiologi Asma
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan
oleh satu atau lebih dari yang berikut: (1) kontraksi otot-otot yang mengelilingi
bronki, yang menyempitkan jalan napas; (2) pembengkakan membran yang
melapisi bronki; dan (3) pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu,
otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental, banyak
22
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi, dengan udara terperangkap di
dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui,
tatapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan
sistem saraf otonom (Brunner dan Suddarth, 2002).
Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk
terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian
menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk
sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin
serta antifilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru memengaruhi otot polos dan kelenjar napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan
pembentukan mukus yang sangat banyak (Brunner dan Suddarth, 2002).
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau
nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokontriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu
dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respons parasimpatis
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Selain itu, reseptor α- dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak
dalam bronki. Ketika reseptor α-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokontriksi;
23
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara reseptor α- dan β-adrenergik dikendalikan terutama oleh
siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan
penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokontriksi. Stimulasi reseptor-beta
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepaasan
mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah
bahwa penyekatan β-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya,
asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan kontriksi
otot polos (Brunner dan Suddarth, 2002).
8. Pengobatan Asma
Pada dasarnya pengobatan asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah
gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega (PDPI, 2006).
a. Pengontrol (Controllers)
Pengontrol merupakan pengobatan asma jangka panjang untuk
mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan
keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut
pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
1) Kortikosteroid inhalasi
2) Kortikosteroid sistemik
3) Sodium kromoglikat
4) Nedokromil sodium
5) Metilsantin
24
6) Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
7) Agonis beta-2 kerja lama, oral
8) Leukotrien modifiers
9) Antihistamin generasi kedua (antagonis -H1) (PDPI, 2006).
b. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.
Termasuk pelega adalah :
1) Agonis beta2 kerja singkat
2) Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat
pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal
tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan
dengan bronkodilator lain).
3) Antikolinergik
4) Aminofillin
5) Adrenalin (PDPI, 2006).
c. Metode alternatif pengobatan asma
Selain pemberian obat pelega dan obat pengontrol asma, beberapa cara
dipakai orang untuk mengobati asma. Cara tersebut antara lain homeopati,
pengobatan dengan herbal, ayuverdic medicine, ionizer, osteopati dan
25
manipulasi chiropractic, spleoterapi, buteyko, akupuntur, hypnosis dan lain-
lain (PDPI, 2006).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pengukuran Fungsi Paru
Umumnya pasien asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai
dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru
antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan pasien, dan parameter
objektif menilai berat asma (PDPI, 2006). Pengukuran faal paru digunakan
untuk menilai:
Obstruksi jalan napas
Reversibiliti kelainan faal paru
Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif
jalan napas
Metode penilaian faal paru yang diterima secara luas adalah pemeriksaan
spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE) (PDPI, 2006).
1) Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
kapasisti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa
melalui prosedur yang terstandar. Untuk mendapatkan nilai yang akurat,
diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable.
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP ,75% atau
VEP1 , 80% nilai prediksi (PDPI, 2006).
26
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma:
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75%
atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan , atau
setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat
membantu diagnosis asma.
Menilai deraajat berat asma (PDPI, 2006).
2) Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi adalah pengukuran jumlah udara
maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu
yang dilakukan dengan menggunakan peak flow meter atau spirometer.
Tujuan dari pengukuran ini adalah mengukur secara objektif arus udara
pada saluran napas besar (Rasmin, dkk., 2001).
Pada pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) yang diambil adalah
nilai rata-rata arus puncak ekspirasi tersebut. Yaitu suatu nilai rata-rata
aliran udara yang secara maksimum diekspiraksikan dengan paksa. Nilai
tersebut dapat membantu dalam memonitor bronkokontriksi pada asma,
dengan nilai rata-rata sampai dengan 600 L/min (Lewis, et.al., 2011).
Manfaat APE dalam diagnosis asma
27
Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14
hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu )
Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan
variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat
digunakan menilai derajat berat penyakit (PDPI, 2006).
b. Tes provokasi bronkhus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20%
atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum
dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih
(Muttaqien, 2011).
Pada pasien dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya
dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus
mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifitasinya rendah, artinya hasil
negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif
tidak selalu berarti bahwa pasien tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi
pada penyakit lain seperti rinitis alergi, berbagai gangguan dengan
penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasi, dan fibrosis kistik
(PDPI, 2006).
b. Pemeriksaan kulit
Pemeriksaan kulit menggunakan uji Prick yaitu uji dengan memasukan
alergen melalui tusukan jarum di kulit pada sisi volar lengan bawah.
28
Fungsinya untuk mengetahui ada tidaknya sensitisasi terhadap alergen
Rasmin, dkk., 2001)
Tes kulit positif dan teridentifikasi alergen spesifik adalah yang
menyebabkan reaksi lepuh dan hebat (Brunner dan Suddarth, 2002).
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Gas Darah Arteri.
Gas darah arteri menunjukkan hipoksik selama serangan akut.
Awalnya terdapat hipokapnea (Penurunan tekanan karbon dioksida dalam
darah arterial) dan respirasi alkalosis dan tekanan parsial karbon dioksida
(PCO2) yang rendah. Dengan memburuknya kondisi dan pasien menjadi
lebih letih, PCO2 dapat meningkat. PCO2 yang normal dapat menunjukkan
gagal napas yang mengancam. Karena PCO2 20 kali lebih dapat berdifusi
dibanding dengan oksigen, adalah sangat jarang bagi PCO2 untuk normal
atau meningkat pada individu yang bernapas dengan sangat cepat (Brunner
dan Suddarth, 2002).
Gas darah arteri (GDA) menggambarkan pertukaran gas antara paru-
paru dan darah. GDA pada eksaserbasi asma ringan akan menunjukan
alkalosis respiratori (Gershwin dan Albertson, 2001). Alkalosis
respiratorik adalah kondisi klinis di mana pH arterial lebih tinggi dari 7,45
dan PaCO2 kurang dari 38 mm Hg. Alkalosis respiratorik selalu
dikarenakan oleh hiperventilasi, yang menyebabkan kelebihan “blowing
off‟ karbon dioksida dan, selanjutnya penurunan dalam kondisi asam
karbonik plasma (Brunner dan Suddarth, 2002).
29
Sedangkan pada eksaserbasi asma berat tampilannya akan normal atau
menunjukan asidosis respiratori (Gershwin dan Albertson, 2001). Asidosis
respiratorik adalah gangguan klinis di mana pH kurang dari 7,35 dan
tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg.
Asidosis respiratorik selalu akibat tidak adekuatnya ekskresi karbon
dioksida dengan tidak adekuatnya ventilasi, sehingga mengakibatkan
kenaikan kadar karbon dioksida plasma (Brunner dan Suddarth, 2002).
GDA yang menunjukan normal atau asidosis respiratori pada
kekambuhan yang berat merupakan tanda buruk dan membutuhkan
bantuan ventilasi, pemantauan dan terapi secara intensif (Gershwin dan
Albertson, 2001).
Tabel 2.7. Nilai Normal dari Gas Darah Arteri
Pengukuran Gas Darah Simbol Nilai Normal
Tekanan CO2 PaCO2 35-45 mmHg (rata-rata 40
mmHg)
Tekanan O2 PaO2 80-100 mmHg
Persentase kejenuhan O2 SaO2 97
Konsentrasi ion hidrogen pH 7,35-7,45
Bikarbonat HCO3- 22-26 mEq/L
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi; Konsep Klinis, Proses-
proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
30
Tabel 2.8. Perubahan Asam-Basa pada Asidosis dan alkalosis
Gangguan asam-basa pH HCO3- PaCO2
Asidosis respiratorik ↓ ↑ ↑
Alkalosis respiratorik ↑ ↓ ↓
Asidosis metabolik ↓ ↓ ↓
Alkalosis metabolik ↑ ↑ ↑
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi; Konsep Klinis, Proses-
proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2) Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi
dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari
perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara
tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap antibiotik
(Muttaqien, 2011).
3) Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai
1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung
sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai
penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat
(Muttaqien, 2011).
31
4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat
hipoksia atau hiperkapnea (Muttaqien, 2011).
d. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial
biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi
asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasiss, dan lain-lain
(Muttaqien, 2011).
B. Teknik Pernapasan Buteyko
1. Definisi
Teknik pernapasan Buteyko adalah sebuah teknik pernapasan yang
dikembangkan oleh profesor Konstantin Buteyko dari Rusia. Ia meyakini bahwa
penyebab utama penyakit asma menjadi kronis karena masalah hiperventilasi
yang tersembunyi, dengan program dasar memperlambat frekuensi pernafasan
agar menjadi normal. Program tersebut termasuk sebuah panduan untuk
memperbaiki pernapasan diafragma (dada) dan belajar bernafas melalui hidung
(Lingard, 2008).
Motin mengatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko ini dikembang sejak
tahun 1940-an sebagai strategi untuk menurunkan gejala asma dengan prinsip
„breathe less‟ (bernapas lebih sedikit) (Thomas, 2004).
32
2. Manfaat
Teknik pernapasan ini terutama digunakan sebagai teknik alami untuk
menurunkan gejala asma dan keparahan asma. Selain itu, teknik pernapasan
Buteyko digunakan oleh para pasien asma untuk menurunkan
ketergantungannya terhadap obat. Metode ini juga bisa digunakan untuk
penyakit saluran pernapasan lain termasuk empisema dan bronkitis (Longe,
2005).
McKeown (2004) menyatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko berguna
untuk mengurangi ketergantungan pasien asma terhadap obat atau medikasi
asma. Selain itu, teknik pernapasan ini juga dapat meningkatkan fungsi paru
dalam memperoleh oksigen dan mengurangi hiperventilasi paru.
3. Teori Dasar Teknik Pernapasan Buteyko
Metode Buteyko merupakan konsep baru tentang manajemen asma.
Konsep Buteyko memahami secara fisiologis bahwa ketika pasien mengalami
serangan asma, hal ini disebabkan oleh bronkonspasme pada paru-paru sehingga
menyebabkan berkurangnya kadar karbon dioksida (CO2 dalam alveoli. Hal
tersebut mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan pada otot polos dalam
bronkus sehingga menimbulkan konstriksi pada bronkus dan susah bernapas.
Sehingga konsep metode Buteyko tersebut berusaha mengatasi masalah
penurunan kadar CO2 agar kembali pada kadar normal. Hal inilah yang akhirnya
menyebabkan relaksasi otot polos pada dinding bronkus dengan demikian
menghindari bronkospasme dan membuka jalan napas serta mencegah terjadinya
serangan asma (Novozhilov, 2004).
33
Selama serangan asma, pasien asma bernapas dua kali lebih cepat
dibandingkan orang normal, yang kemudian kondisi ini dikenal dengan istilah
hiperventilasi (Rakhimov, 2011). Teori Buteyko menyatakan bahwa dasar
penyebab dari penyakit asma adalah kebiasaan bernapas secara berlebihan (over-
breathing) yang tidah disadari (VitaHealth, 2006). Teori yang mendasari
Buteyko dalam mengembangkan teknik pernapasan ini adalah:
Bila pasien asma melakukan pernapasan dalam, maka jumlah CO2 yang
dikeluarkan akan semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan jumlah CO2 di
paru-paru, darah dan jaringan akan berkurang (Rakhimov, 2011).
Terjadinya defesisensi CO2 disebabkan oleh cara bernapas dalam yang
dapat menyebabkan pH darah menjadi alkalis. Perubahan pH dapat
menggganggu keseimbangan protein, vitamin dan proses metabolisme. Bila pH
mencapai nilai 8, maka hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolik yang
fatal (Rakhimov, 2011).
Terjadinya defesiensi CO2 menyebabkan spasme pada otot polos bronkus,
kejang pada otak, pembuluh darah, spastik usus, saluran empedu dan organ
lainnya. Bila pasien asma bernapas dalam, maka semakin sedikit jumlah oksigen
yang mencapai otak, jantung, ginjal dan organ lainnya yang mengakibatkan
hipoksia disertai hipertensi arteri (Rakhimov, 2011).
Kekurangan CO2 dalam pada organ-organ vital (termasuk otak) dan sel-sel
saraf meningkatkan stimulasi terhadap pusat pengendalian pernapasan di otak
yang menimbulkan rangsangan untuk bernapas, dan lebih lanjut meningkatkan
34
pernapasan sehingga proses pernapasan lebih intensif yang kemudian dikenal
dengan hiperventilasi atau over-breathing (Rakhimov, 2011).
Over-breathing dapat menyebabkan ketidakseimbangan kadar CO2 di
dalam tubuh (terutama paru-paru dan sirkulasi) sehingga hal ini akan mengubah
kadar O2 darah dan menurunkan jumlah O2 seluler. Keseimbangan asam-basa
tubuh juga dipengaruhi oleh pola napas dan konsentrasi O2 dan CO2. Pada
waktu serangan, over-breathing dapat menyebabkan stres pada tubuh
(Rakhimov, 2011).
Jika terjadi defisiensi CO2 pada udara di alveoli jalan satu-satunya untuk
mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan pada otot polos tersebut yaitu
dengan pengobatan. Bagaimanapun menurut pemahaman matode Buteyko, obat
tersebut hanya menangani gejala saja, sehingga jika pengobatan dihentikan maka
akan muncul kembali. Konsep metode Buteyko inilah yang mengatasi secara
alami terhadap defisiensi kadar CO2 dalam alveoli (Novozhilov, 2004).
4. Tujuan
Pada metode teknik pernapasan Buteyko, ada beberapa hal yang menjadi
tujuan dari teknik tersebut yaitu:
a. Memperbaiki pola pernapasan, sehingga mempertahankan keseimbangan
kadar CO2 dan oksigenasi seluler (Longe, 2005).
b. Berusaha menghilangkan kebiasaan buruk bernapas yang berlebihan untuk
menggantikannya dengan kebiasaan yang baru melalui pola napas yang
lambat dan dangkal, yang disebut “reduced breathing” (Longe, 2005).
35
c. Faktor alergen yang terhirup menjadi berkurang, serta keringnya dan iritasi
pada saluran napas pun berkurang (Longe, 2005).
d. Produksi mukus dan histamin menurun, infalamasi pun menurun serta
pernapasan menjadi lebih mudah (Longe, 2005).
5. Cara Melakukan Teknik Pernapasan Buteyko
Teknik pernapasan Buteyko dilakukan secara terus menerus selama 2
minggu, dilakukan tiga kali sehari. Idealnya, teknik pernapasan Buteyko ini
dilakukan sebelum sarapan, sebelum makan siang/malam dan sebelum tidur
(Brindley, 2010).
Sebelum melakukan teknik pernapasan Buteyko, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan antaralain; (1) Pemilihan tempat yang benar, karena latihan
Buteyko memerlukan konsentrasi yang baik, dimana ideal tempatnya harus
tenang, tidak ada gangguan seperti televisi, musik, suara telepon atau lainnya;
(2) Dilakukan secara rutin; (3) menentukan tujuan yang ingin dicapai (Brindley,
2010).
Teknik pernapasan Buteyko yang dilakukan selama 2 minggu ini, memiliki
setting latihan yang berbeda pada tiap minggunya (Brindley, 2010). Berikut
adalah setting tiap minggunya serta penjelasan pada tiap tahapan tekniknya:
36
1-2 menit
Nose clearing exercise (jika diperlukan) dan pengukuran nadi
↓
3 menit Control pause segera di ikuti relaxed breathing
↓
20-30 detik Istirahat sejenak
↓
3 menit Control pause segera di ikuti relaxed breathing
↓
20-30 detik Istirahat sejenak
↓
3 menit Control pause segera di ikuti relaxed breathing
↓
20-30 detik Istirahat sejenak
↓
3 menit Control pause segera di ikuti relaxed breathing
↓
2 menit Istirahat panjang
↓
pause dan pengukuran nadi terakhir Control
Gambar 2.1 Set Buteyko Minggu ke-1
Sumber: J.L Brindley, 2010
1-2 menit Nose clearing exercise (jika diperlukan) dan pengukuran nadi
↓
3 menit Control pause segera di ikuti reduced breathing
↓
20-30 detik Istirahat sejenak
↓
3 menit Control pause segera di ikuti reduced breathing
↓
20-30 detik Istirahat sejenak
↓
3 menit Extended pause segera di ikuti reduced breathing
↓
20-30 detik Istirahat sejenak
↓
3 menit Extended pause segera di ikuti reduced breathing
↓
2 menit Istirahat panjang
↓
Control pause dan pengukuran nadi terakhir
Gambar 2.2 Set Buteyko minggu ke-2
Sumber: J.L. Brindley, 2010
37
a. Nose Clearing Exercise
Latihan ini dilakukan sebelum memulai teknik pernapasan Buteyko dan
melakukan pernapasan hanya melalui hidung. Langkah latihan ini adalah
sebagai berikut:
Nodding- 10 kali
1) Anggukan kepala ke depan dan ke belakang secara perlahan. Hitung
secara perlahan sampai tiga ketika kepala ke belakang dan ke depan.
2) Hal ini dilakukan bersamaan dengan pernapasan. Yaitu ambil napas
ketika kepala ke belakang dan keluarkan napas ketika kepala ke depan.
Tipping-6 kali
1) Ambil napas dan keluarkan napas secara perlahan kemudian tahan
hidung.
2) Rebahkan kepala ke belakang tiga sampai enam kali ketika menahan
napas. Waktunya lebih cepat dari sebelumnya.
3) Lepaskan tangan dari hidung dan ambil napas secara perlahan. Jaga
mulut tetap tertutup
Hold and Blow-6 kali
1) Ambil napas dan keluarkan napas secara normal dan lembut kemudian
tahan hidung.
2) Tingkatkan tekanan pada belakang hidung dan coba tiup secara lembut.
Jangan sampai pipi tergelembung tetapi hanya sampai telinga merasa
ada letupan.
38
3) Jaga tekanan tersebut dan hitung sampai lima kemudian ambil napas
melalui hidung. Jaga mulut tetap tertutup.
b. Relaxed Breathing
1) Duduk secara nyaman dengan punggung lurus, kaki tidak menyilang
serta lutut-bahu direnggangkan. Pandangan agak ke atas atau tutup mata.
2) Letakkan tangan pada bagian atas dan bawah dada serta tenangkan diri
dengan cara bernapas dengan tenang dan perlahan melalui hidung.
3) Lalu, fokus pada area dimana merasakan gerakan napas. Konsentrasi
pada bagian sekitar bawah dada. Coba lepaskan pada area ini sebanyak
mungkin dan kurangi gerakan pada tangan bagian atas.
4) Setelah beberapa menit biarkan tangan istirahat di pangkuan. Sekarang,
relaksasikan serta istirahatkan otot-otot seperti pada muka, dagu, leher
dan pundak, bagian perut bawah, paha dan kaki. Pada saat ini mungkin
dirasakan sedikit kekurangan udara. Hal ini menunjukkan latihan berjalan
dengan baik.
5) Lanjutkan dengan perlahan teknik ini sekitar tiga menit kemudian
kembali bernapas normal. Jaga pernapasan melalui hidung dan sesekali
perhatikan pernapasan.
c. Control pause
Control pause memiliki dua fungsi, pertama adalah sebagai pengukur
peningkatan latihan dan kedua sebagai cara cepat untuk memproduksi rasa
kebutuhan udara derajat ringan ketika memulai siklus latihan Buteyko.
Langkah control pause adalah sebagai berikut:
39
1) Ambil napas secara normal dan keluarkan melalui hidung. Pegang/tahan
hidung secara lembut dan mulai hitung menggunakan stopwatch.
2) Tahan napas sampai merasa tahap awal mulai kekurangan udara.
3) Pada poin ini bebaskan hidung, ambil napas dengan lembut melalui
hidung dan hentikan stopwatch.
d. Extended pause
1) Ambil napas secara normal, keluarkan dan pegang hidung
2) Tahan napas di tambah 5-10 detik melampaui control pause sambil
menggunakan teknik distraksi seperti pindah dari kursi atau berjalan.
3) Lepaskan hidung, pastikan bernapas melalui hidung senyaman mungkin.
4) Segera mulai dengan reduced breathing dan relaksasi sampai merasakan
membutuhkan udara.
e. Reduced breathing
Latihan reduced breathing memerlukan agak sedikit udara sementara
itu tetap jaga tubuh agar relaksasi khususnya otot-otot pernapasan.
1) pastikan duduk secara nyaman dan bernapas melalui hidung.
2) Mulai dengan control pause dan beralih ke dalam reduced breathing
3) perhatikan jeda alami yang dirasakan antara bernapas dan istirahat yaitu
tidak bernapas untuk satu detik diantara pernapasan. Relaksasi sampai
merasakan sedikit kekurangan udara. Fokuskan pada otot-otot sekitar
dada bagian bawah dan perut.
4) Perhatikan ukuran dan kecepatan pernapasan. Letakkan jari tepat
dibawah hidung dan akan ditemukan perlambatan aliran udara yang
40
masuk dan keluar dari lubang hidung. Biarkan sampai merasakan
kebutuhan udara tetapi jangan sampai berlebihan. Kadang-kadang
gerakan menggeliat dan perenggangan otot-otot dapat membantu
membebaskan beberapa ketegangan otot yang muncul sebagai hasil dari
kurangnya udara.
5) Jaga terus pola reduced breathing dan kembali bernapas normal tanpa
melakukan sedikitpun pernapasan dalam (Buteyko reathing Association,
2010).
6. Konsep Transpor Karbon Dioksida dalam Darah
Homeostasis karbon dioksida (CO2) juga suatu aspek penting dalam
kecukupan respirasi. Transpor CO2 dari jaringan ke paru untuk dibuang
dilakukan dengan tiga cara. Sekitar 10% CO2 secara fisik larut dalam plasma,
karena tidak seperti oksigen (O2), CO2 mudah larut dalam plasma. Sekitar 20%
CO2 berikatan dengan gugus amino padaa Hb (karbaminohemoglobin) dalam sel
darah merah, dan sekitar 70% diangkut dalam bentuk bikarbonat plasma (HCO3-).
CO2 berikatan dengan air dalam reaksi berikut:
CO2+H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3
-
Reaksi ini reversibel dan disebut persamaan buffer asam bikarbonat-
karbonat. Keseimbangan asam-basa tubuh ini sangat dipengaruhi oleh fungsi
paru dan homeostasis CO2. Pada umumnya hiperventilasi (ventilasi alveolus
dalam keadaan kebutuhan metobolisme yang berlebihan) menyebabkan alkalosis
akibat ekskresi CO2 berlebihan dari paru; hipoventilasi (ventilasi alveolus yang
tidak memenuhi kebutuhan metabolisme) menyebabkan asidosis akibat retensi
41
CO2 oleh paru. Dengan memeriksa persamaaan, terbukti bahwa penurunan PCO2
seperti yang terjadi pada hiperventilasi, akan menyebabkan reaksi bergeser ke
kiri sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi H+ (kenaikan pH), dan
peningkatan PCO2 menyebabkan reaksi menjurus ke kanan, menimbulkan
kenaikan H+ (Penurunan pH) (Price dan Wilson, 2006).
Dalam proses ikatan tersebut terdapat reaksi pengabungan (coupling)
timbal-balik pengikatan proton dan O2 yang disebut efek bohr. Efek bohr terjadi
ketika karbon dioksida yang dihasilkan di jaringan perifer berikatan dengan air
untuk membentuk asam karbonat yang terurai menjadi proton dan ion
bikarbonat. Deoksihemoglobin bekerja sebagai dapar dengan mengikat proton
dan meyalurkannya ke paru-paru. Di paru-paru, penyerapaan oksigen oleh
hemoglobin membebaskan proton untuk berkombinasi dengan ion bikarbonat,
membentuk asam karbonat yang jika mengalami dehidrasi oleh karbonik
anhidrase akan menjadi karbon di oksida yang kemudian dihembuskaan keluar
(Murray, dkk., 2009)
7. Teori Karbon Dioksida Perspektif Buteyko
Pada tahun 1962 Prof. Konstantin P. Buteyko menjelaskan perbedaan
antara CO2 dalam darah dengan CO2 paru pada pasien asma yang menyebabkan
kerusakan jaringan paru sehingga menurunkan proses pertukaran gas. Buteyko
menjelaskan pada kasus tersebut peningkatan ventilasi disebabkan karena
kekurangan CO2 hanya pada paru yang akhirnya membuat peningkatan tonus
otot halus pada dinding bronkus dan menyebabkan bronkospasme (Novozhilov,
2004).
42
CO2 merupakan sistem pengatur keseimbangan asam-basa. Rendahnya
CO2 mengakibatkan alkalosis. Rendahnya CO2 tersebut disebabkan penggantian
dari pemisahan garis oksihemoglobin, dengan demikian tidak memungkinkan
terjadinya oksigenasi yang baik pada jaringan dan organ vital. Oksigenasi yang
buruk tersebut memicu terjadinya hipoxia dan gangguan medis lainnya. CO2
merupakan dilatator pembuluh pada otot halus, karena itu penurunan CO2 yang
signifikan dapat menyebaabkan spasme jaringan otak maupun jaringan bronkus.
Hiperventilasi juga disebabkan karena kehilangan CO2 secara progresif yang
mengakibatkan tingginya pernapasan dan rendahnya kadar CO2 (Stalmatski,
1999).
Sehingga pada teknik pernapasan Buteyko ada tiga jalan yang
menstabilkan kadar CO2 pada udara di alveoli/paru yaitu sebagai berikut:
a. Pengontrolan secara sadar.
Penurunan aliran digunakan sebagai pengontrolan secara sadar. Semua
latihan teknik pernapasan Buteyko didesain untuk menurunkan kedalaman
pernapasan dengan berbagai variasi.
b. Pelatihan
Melalui pelatihan inilah dapat meningkatkan aktivitas otot.
c. Mengenali penyebabnya
Mengenali dan menyingkirkan beberapa penyebab pada napas dalam.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan pernapasan seperti
makan berlebihan, terlalu banyak tidur, napas berlebih melalui berbicara,
43
stres yang panjang, dan kebiasaan lain. Metode Buteyko juga memberikan
saran terhadap pola diet dan gaya hidup seperti itu. (Novozhilov, 2004).
8. Penelitian Terkait
Teknik pernapasan Buteyko di Indonesia tidak begitu populer, namun
banyak hal-hal yang signifikan terhadap metode ini untuk menangani masalah
Asma. Berikut beberapa penelitiannya:
a. McHugh et.al (2003) menyatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko ini
merupakan teknik manajemen asma yang aman dan efisien. Hal tersebut
dibuktikan dengan penurunan penggunaan inhalasi steroid sebesar 50%
dan β2-agonist sebesar 85% dalam waktu 6 bulan.
b. Courtney dan Cohen (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
Breath Holding Time (waktu menahan napas) yang lebih rendah pada
metode Buteyko berhubungan dengan pola pernapasan dada. Hal ini
menunjukan bahwa perubahan pola napas dapat menyebabkan gejala
pernapasan seperti dispnea dan bahwasanya terapi pernapasan seperti
Buteyko ini mungkin mempengaruhi gejala tersebut, sehingga
meningkatkan efisiensi biomekanika pernapasan.
c. Teknik pernapasan Buteyko secara signifikan menunjukan penurunan
penggunaan β2 agonist, penggunaan inhalasi kortikosteroid, penurunan
penggunaan obat bronkodilator, dan peningkatan kualitas hidup (Burgess
J., et.al., 2011).
d. Prasetya, Arief Widhi (2011). Pengaruh Latihan Nafas Metode Buteyko
Terhadap Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan Derajat Kontrol
44
Penderita Asma Bronchiale di Puskesmas Pakis Kec. Sawahan Surabaya.
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa derajat kontrol asma (p= 0,002)
dan PEFR (p= 0,305). Dengan kesimpulan bahwa teknik pernapasan
Buteyko efektif terhadap peningkatan derajat kontrol asma tetaapi tidak
berpengaruh terhadap PEFR.
e. Mardhiah (2009) meneliti tentang Efektivitas Olahraga Pernapasan
Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga
Seni Pernaapasan Satria Nusantara Medan. Hasilnya menunjukan adanya
perbedaan gejala asma mingguan daan bulanan sebelum dan sesudah
olahraga pernapasan. Temuan pada penelitian tersebut menunjukan
bahwa terdapat penurunan gejala asma yang signifikan setelah olahraga
pernapasan secara teratur
C. Konsep Kebutuhan Dasar menurut Maslow dan Teori Self Care Orem
Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang
dapat digunakan perawat untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar
manusia pada saat memberikan perawatan. Menurut konsep ini, beberapa kebutuhan
manusia tertentu lebih besar daripada kebutuhan lainnya, oleh karena itu kebutuhan
dasar harus dipenuhi sebelum kebutuhan lainnya. Kebutuhan dasar manusia adalah
hal-hal seperti oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat
dan seks yang merupakan hal penting untuk bertahan hidup dan kesehatan. Oksigen
merupakan kebutuhan fisiologis yang paling penting. Tubuh tergantung pada oksigen
45
dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Untuk memenuhi oksigen dalam tubuh,
manusia harus dapat bernapas secara normal (Potter dan Perry,2005)
Dorothea Orem (1971) mengembangkan konsep tentang self care yang
didefinisikan sebagai keperawatan yang menekankan pada kebutuhan klien tentang
perawatan diri sendiri (Potter dan Perry, 2005).
Teori self care Orem merupakan teori keperawatan yang secara umum dibentuk
berdasarkan tiga hal berikut:
a. Teori self care menggambarkan kenapa dan bagaimana seseorang merawat
dirinya sendiri (Tomey dan Alligood, 2006).
b. Teori self care menggambarkan dan menjelaskan kenapa seseorang dapat
dibantu melalui keperawatan (Tomey dan Alligood, 2006).
c. Teori self care merupakan teori sistem keperawatan yang menggambarkan
dan menjelaskan hubungan yang harus dibawa dan dipelihara untuk
keperawatan yang akan menghasilkan sesuatu (Tomey dan Alligood, 2006).
Teori self care yang dikembangkan oleh Dorothea E. Orem memiliki sebuah
teori sistem yang dinamakan sistem dukungan edukatif. Hal ini berkaitan peran
seorang perawat sebagai edukator yang bertindak mengatur pelatihan dan
pengembangan self-care klien, pada akhirnya klien dapat menyempurnakan self-
care-nya tersebut (Tomey dan Alligood, 2006).
Dari delapan self care yang dibutuhkan oleh orang dewasa maupun anak-anak
salahsatunya yaitu perawatan intake udara yang cukup (Tomey dan Alligood, 2006).
Pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia sangat penting hal ini dikarenakan
udara/oksigen merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (Potter dan Perry,
46
2005) maka teori pemenuhan kebutuhan yang dilakukan oleh keperawatan yang
dilakukan untuk mengajarkan pasien harus dilakukan.
D. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, kerangka teori mengadopsi dan memodifikasi antara teori
asma dan penatalaksanaan asma.
Gambar 2.3. Kerangka Teori
Sumber: GINA (2011) PDPI (2004) dan Maslow dalam Potter & Perry (2005)
Pasien Asma
Gejala Asma: Batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di
dada, dan variabiliti
berkaitan dengan cuaca.
Penatalaksanaan serta Pengendalian
Asma:
1. Pengetahuan
2. Monitor
3. Menghindari faktor resiko
4. Pengobatan medis jangka panjang:
obat-obatan pengontrol dan obat-
obatan peringan.
5. Metode pengobatan alternatif:
buteyko, homeopati, pengobatan
dengan herbal, ayuverdic medicine,
ionizer, osteopati dan manipulasi
chiropractic, spleoterapi, akupuntur,
hypnosis.
6. Terapi penanganan terhadap gejala
7. Pemeriksaan teratur serta menjaga
kebugaran dan olahraga
Kebutuhan dasar manusia:
oksigen, cairan, nutrisi,
temperatur, eliminasi, tempat
tinggal, istirahat dan seks
Gejala Asma: Batuk, sesak
napas, mengi, dan rasa berat
di dada.
Kebutuhan oksigen
terpenuhi
Keterangan:
: diteliti
: Tidak diteliti
47
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel
independen dan variabel dependen.
Variabel independen adalah Teknik Pernapasan Buteyko. Variabel dependen
adalah penurunan gejala asma yang diukur menggunakan kuisioner tentang gejala
asma.
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka konsep diatas, peneliti ingin mengetahui apakah teknik
pernapasan Buteyko berpengaruh atau justru tidak berpengaruh terhadap penurunan
gejala pasien asma di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan.
Teknik Pernapasan
Buteyko pada Asma Gejala Asma
48
B. Hipotesis
Adapun hipotesa dari penelitian ini yang diajukan sehubungan dengan masalah
diatas:
1. Ada beda penurunan gejala asma sebelum dan sesudah dilakukan teknik
pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi
2. Ada beda penurunan gejala asma yang tidak dilakukan teknik pernapasan
Buteyko pada kelompok kontrol.
3. Ada beda skor gejala asma pada pasien asma sebelum dilakukan teknik
pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi dan kelopok kontrol.
4. Ada beda skor gejala asma pada pasien asma sesudah dilakukan teknik
pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
5. Ada beda penurunan gejala asma pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
49
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Independen
Teknik
Pernapasan
Buteyko
Teknik pernapasan Buteyko
yang dilakukan 3 kali sehari
selama 2 minggu dengan
beberapa prinsip teknik
seperti nose clearing
exercise, pengukuran nadi,
control pause, extended
pause, relaxed breathing
dan reduce breathing
- - Nominal
Dependen
Gejala
Asma
Gejala asma adalah
beberapa keluhan pasien
asma berupa gejala asma
mingguan seperti batuk,
sesak napas, wheezing, rasa
tertekan di dada, tidur yang
terganggu yang diobservasi
pada pasien asma
Lembar
observasi
gejala asma
mingguan
Skor gejala
asma dengan
nilai 0-10
Rasio
50
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental yaitu suatu
desain penelitian yang melakukan percobaan bertujuan untuk mengetahui suatu
gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat perlakuan tertentu (Setiadi, 2007).
Desain penelitian eksperimental pada penelitian ini menggunakan desain
eksperimen semu (quasy experimental design).
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan
non random control group pretest – postest. Dalam rancangan ini, pengelompokan
anggota sampel pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak dilakukan
secara random atau acak (Setiadi, 2007). Rancangan pada penelitian ini, dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.1 Desain Penelitian
C2 C 1
Intervensi
Teknik Pernapasan
Buteyko
E 2 E 1
51
Dibandingkan :
E1 – E2 = X1 (pretes -postes kelompok intervensi)
C1 – C2 = X2 (pretes-Postes kelompok kontrol)
E1 – C1 = X3 (pretes kelompok intervensi-kontrol)
E2 – C2 = X4 (postes kelompok intervensi-kontrol)
X1 – X2 = X5 (deviasi pretes-postes kelompok intervensi-kontrol)
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2004 dalam
Hidayat, 2008). Populasi penelitian ini adalah pasien asma di Kecamatan Ciputat
dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan usia 20-60 tahun.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian keperawatan,
kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi (Hidayat, 2008).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling kuota
yaitu cara pengambilan sampel dengan menentukan ciri-ciri tertentu sampai
jumlah kuota yang ditentukan (Hidayat, 2008).
52
Kriteria Inklusi:
a. Pasien asma ≥ 1 tahun.
b. Pasien asma yang berusia 20-60 tahun
c. Pasien asma intermitten dan persisten ringan.
d. Tidak merokok dan minum alkohol
Kriteria Eksklusi:
a. Pasien asma yang sedang serangan berat saat intervensi.
b. Pasien menderita penyakit lain yang dapat mengganggu fungsi ventilasi
paru.
c. Pasien menggunakan obat pencegah selama 3 bulan terakhir dan selama
penelitian.
d. Pasien melakukan latihan pernapasan lainnya selama penelitian.
Penulis membuat perhitungan besar sampel minimal berdasarkan hasil
perhitungan menggunakan uji hipotesis beda dua mean derajat kemaknaan 5%
kekuatan uji 95%, didapatkan besar sampel sebagai berikut ( Hidayat, 2008).
n = 2.σ² ( Z1-α + Z1-β )²
(μ1 – μ2)²
n = 2.1,464² (1,65 + 1,65)² = 9,45 dibulatkan 10
2,385²
53
Keterangan:
N = Jumlah sampel tiap kelompok
Z1-α = Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat
kemaknaan α (untuk α = 0,05 adalah 1,65)
Z1-β =Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa (power)
sebesar diinginkan (untuk β=0,05 adalah 1,65)
σ =Standar deviasi kesudahan (outcome) 1.464 (Mardhiah, 2009)
μ1 = mean outcome kelompok tidak terpapar 23,635 (Prasetya, 2011)
μ2 = mean outcome kelompok terpapar 21,25 (Prasetya, 2011)
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas, sampel yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 10 responden intervensi dan 10
responden kontrol. Untuk meminimalisir adanya drop out pada responden maka
ditambahkan 10% pada setiap kelompok responden. Maka jumlah responden
adalah 22 orang.
Pada penelitian ini akhirnya sampel hanya 20 orang dikarenakan 1 orang
dari responden yang diintervensi drop out maka responden kontrol pun 1 orang
dikeluarkan oleh peneliti.
C. Tempat Penelitian
Tempat dilakukan penelitian adalah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan.
54
D. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2012
dengan tiap responden dimonitor selama 2 minggu.
E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian
1. Alat Pengumpul Data
a. Timmer
Timmer seperti jam tangan atau jam dinding yang terdapat penunjuk
detik digunakan untuk menghitung waktu saat responden melakukan latihan
teknik pernapasan Buteyko.
b. Lembar Kuisioner Gejala Asma
Lembar observasi penurunan gejala asma mingguan mengacu pada hasil
penelitian yang di lakukan oleh Osman, McKenzie, Cairns, Friend, Godden,
Legge, Douglas (2001) (Mardhiah, 2011). Lembar kuesioner ini mengukur
gejala asma yang terjadi selama satu minggu.
c. Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat kerakteristik
responden yaitu, nama (inisial), usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi
badan.
55
d. Meteran Tinggi Badan
Meteran adalah alat untuk mengukur tinggi badan dalam satuan senti
meter (cm).
e. Timbangan berat badan
Timbangan berat badan adalah alat untuk mengukur berat badan dengan
satuan kilogram (kg).
2. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan langkah-langkah penelitian
sebagai berikut:
a. Melakukan pendataan terhadap populasi asma di wilayah yang dilakukan
penelitian dengan meminta data ke Puskesmas Ciputat dan Ciputat Timur dan
didapatkan 75 pasien asma.
b. Dari daftar 75 pasien asma, peneliti mengunjungi alamat pasien asma sesuai
data yang didapat dari puskesmas Ciputat dan Ciputat Timur kemudian
dilakukan penapisan apakah pasien tersebut sesuai dengan kriteria inklusi?
c. Sampai pada 47 pasien asma dari data tersebut, didapat 22 orang yang sesuai
dengan kriteria inklusi, lalu peneliti melakukan pengambilan sampel
intervensi terlebih dahulu dilanjutkan sampel kontrol.
d. Pada responden intervensi: teknik pernapasan Buteyko setting minggu ke-1
diajarkan terlebih dahulu, dan pada hari ke-7 diobservasi skor gejala asmanya
56
sekaligus diajarkan teknik pernapasan Buteyko untuk setting minggu ke-2.
Kemudian pada hari ke-14 diobservasi kembali skor gejala asmanya sekaligus
melakukan terminasi kepada responden.
e. Pada hari pertama dan kedua baik pada minggu pertama kunjungan maupun
minggu kedua kunjungan, responden intervensi dikontrol secara langsung ke
rumahnya oleh peneliti, hal ini untuk memvalidasi secara langsung responden
intervensi dalam melakukan teknik pernapasan Buteyko betul atau tidaknya
dalam melakukannya. Kemudian pada hari ketiga dan selanjutnya, peneliti
menggunakan telepon seluler.
f. Pada kelompok kontrol, pasien asma tidak diberikan intervensi teknik
pernapasan Buteyko, namun setelah penelitian selesai maka kelompok kontrol
diajarkan satu persatu teknik pernapasan Buteyko tersebut.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner lembar observasi penurunan gejala asma sudah pernah diuji
coba sebelumnya dalam penelitian Mardhiah (2009) sehingga uji validitas dan
uji reliabilitas instrumen penelitian ini mengacu pada uji validitas dan uji
reliabilitas penelitian tersebut. Uji validitas terhadap instrumen penelitian oleh
Mardhiah (2009) dilakukan oleh ahli yang berkompeten di dalam bidang paru
yaitu Prof. Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K) dan dinyatakan sudah valid. Jenis uji
validitas yang dilakukan yaitu validitas internal jenis construct validity yang
memperlihatkan kaitan antara dua gejala atau lebih yang tidak dapat diukur
secara langsung dan validitas isi yang menilai sejauhmana instrumen penelitian
57
ini memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut
tujuan tertentu (Setiadi, 2007).
Uji reliabilitas instrumen penelitian oleh Mardhiah (2009) dilakukan
dengan analisis cronbach alpha dengan hasil koefisen reliabilitas untuk
kuesioner gejala asma mingguan yaitu 0.673. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arikunto (2006), bahwa suatu instrumen akan reliabel jika memiliki nilai
reliabilitas lebih dari 0.600.
G. Pengolahan dan Analisa Data
Analisa data hasil penelitian dilakukan melalui dua tahapan utama yaitu
pengolahan data dan analisa data dengan menggunakan komputer. Analisa yang
digunakan pada penelitian ini adalah analisa univariat dan analisa bivariat.
1. Pengolahan Data
a. Editing, adalah upaya untuk memeriksa kembali lembar observasi yang telah
diisi, pengecekan yang dilakukan meliputi kelengkapan, kejelasan, relevansi
serta konsistensi jawaban responden. Data yang belum lengkap akan
dikembalikan kepada responden dan untuk diisi kembali pada saat itu juga.
b. Entri data, adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke
dalam master tabel atau data base komputer. Entri data pada penelitian ini
menggunakan aplikasi statistik.
c. Cleaning, yaitu proses pengecekan kembali data-data yang telah dimasukkan
untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama kesesuaian pengkodean yang
58
dilakukan. Apabila terjadinya kesalahan, maka data tersebut akan segera
diperbaiki sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang dilakukan.
2. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan univariant, dan bivariant kemudian dianalisis
dan diinterpretasikan lebih lanjut untuk menguji hipotesa. Dalam penelitian ini,
untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan. Analisa data yang dilakukan:
a. Analisa univariant
Yaitu analisa yang dilakukan pada tiap variable dari hasil
penelitian.Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi
dan presentasi dari tiap variable. Data disajikan dalam bentuk table distribusi
frekuensi sebagai bahan informasi (Notoatmodjo, 2007).
b. Analisa bivariant
Yaitu analisa data yang dilakukan pada dua variable yang diduga
mempunyai hubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2007).
1. Uji Beda Dua Mean Independen
Uji beda dua mean digunakan untuk mengetahui perbedaan antara
kelompok intervensi dan kelompok control. Tahapan yang harus dilalui
adalah:
59
Menentukan selisih pre test dan post test masing-masing kelompok.
Menguji homogenitas varian
Analisa dengan T independen.
Bila Pvalue ≤ 0,05 maka H0 ditolak, artinya ada perbedaan atau
hubungan, namun jika Pvalue ≥ 0,005 maka H0 diterima, artinya tidak
ada perbedaan atau hubungan diantara keduanya.
Untuk melihat seberapa kuat pengaruh teknik pernapasan Buteyko
terhadap penurunan gejala asma yaitu dengan menghitung nilai eta
squared, hal ini dilihat pada analisa T dependen maupun T independen.
Interpretasi nilai eta squared yang digunakan ialah > 0.01 artinya
pengaruh lemah, > 0.06 artinya pengaruh sedang dan > 0.14 artinya
pengaruh kuat (Pallant, 2001).
2. Uji Beda Dua Mean Dependent
Uji ini digunakan untuk melihat perbedaan pengaruh teknik
pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada saat pre test
dan post test. Tahapan yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah uji
normalitas, setelah diketahui hasilnya normal, maka dilakukan dengan
pengujian uji T dependen. Jika hasilnya tidak normal maka dilakukan
pengujian non parametric yaitu uji wilcoxon.
60
H. Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian khususnya dalam hal ini yang dijadikan
subjek penelitian adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar
manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga
penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan
manusia (Hidayat, 2008).
Dalam melakukan penelitian ada beberapa aspek yang merupakan menjadi
masalah etika yang sangat penting dalam penelitian. Hal tersebut dilandasi dengan
penelitian keperawatan yang berkaitan dengan manusia secara langsung. Masalah
etika yang harus diperhatikan adalah:
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar
subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika
subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.
Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain:
partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan,
61
komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,
kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi dan lain-lain (Hidayat, 2008).
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan
(Hidayat, 2008).
3. Kerahasiaan (Confedentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi
yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2008).
Kemudian karena penelitian ini intervensi langsung kepada manusia maka
ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi:
1. Prinsip Manfaat
Pada penelitian ini bermanfaat menurunkan gejala asma, beberapa
penelitian pun signifikan terhadap penurunan gejala asma.
2. Prinsip Menghormati Manusia
62
Pada penelitian ini, peneliti membebaskan kepada calon responden untuk
dapat berkontribusi dalam penelitian ini atau tidak dengan membuat informed
consent atau lembar persetujuan.
3. Prinsip Keadilan
Pada responden kontrol, peneliti telah mengajarkan teknik pernapasan
Buteyko ketika penelitian telah selesai dilakukan. Hal ini demi prinsip keadilan
karena tidak hanya responden intervensi yang diajarkan (Hidayat, 2008).
63
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian pengaruh teknik
pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala pasien asma di Kota Tangerang Selatan
wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2
minggu untuk setiap respondennya, dengan waktu 1 bulan pengumpulan data, intervensi
dilakukan tiga kali setiap hari, kemudian akan dibandingkan dengan skor gejala asma
mingguan sebelum dilakukan intervensi dan juga dibandingkan dengan pasien yang
kontrol. Penelitian dimulai pada hari Jumat sampai dengan hari Minggu dari tanggal 14
September sampai dengan tanggal 13 Oktober 2012. Penelitian ini telah dilakukan pada
20 pasien asma, dengan perincian 10 responden intervensi dan 10 responden kontrol.
Pengolahan data dalam penelitian menggunakan software statistik.
1. Analisa Univariat
Analisa Univariat menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik responden
yang meliputi usia, indeks massa tubuh (IMT), jenis kelamin, variabel skor gejala
asma mingguan, pada saat kunjungan awal, minggu ke-1 dan minggu ke-2 pada
responden intervensi dan juga variabel pada responden kontrol. Untuk data numerik
dengan menghitung mean, median, simpangan baku (Standar Deviasi), dan nilai
minimal dan maksimal, sedangkan untuk usia, IMT dan jenis kelamin menggunakan
data kategorik dengan menghitung persentase.
64
1. Karakteristik Responden
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Usia, September-Oktober 2012 (n = 20)
Variabel Klasifikasi Intervensi
n= 10
Kontrol
n= 10 Total %
USIA Remaja akhir (17-25) 1 0 1 5
Dewasa awal (26-35) 0 2 2 10
Dewasa akhir (36-45) 4 5 9 45
Lansia awal (45-55) 5 3 8 40
Total 10 10 20 100
Gambaran karakteristik responden yang menurut usia terbanyak adalah dewasa
akhir yaitu sebesar 45% kemudian klasifikasi lansia awal sebanyak 40%, klasifikasi
dewasa awal sebesar 10% dan klasifikasi remaja akhir 5%.
Tabel 5.2
Data Demografi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh pada Responden Penelitian,
September-Oktober 2012 (n = 20)
Variabel Klasifikasi Intervensi
n= 10
Kontrol
n= 10 Total %
IMT Kurus (17.0-18.5) 1 1 2 10
Normal (18.5-25.0) 8 9 17 85
Sangat Gemuk (>27.0) 1 0 1 5
Total 10 10 20 100
Gambaran karakteristik responden menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)
terbanyak adalah dengan klasifikasi normal yaitu sebesar 85% kemudian terdapat
klasifikasi kurus sebesar 10% dan klasifikasi sangat gemuk sebesar 5%.
65
Tabel 5.3
Data Demografi Berdasarkan Jenis Kelamin pada Responden Penelitian, September-
Oktober 2012 (n = 20)
Variabel Klasifikasi Intervensi
n= 10
Kontrol
n= 10 Total %
Jenis Kelamin
Laki-laki 3 3 6 30
Perempuan 7 7 14 70
Total 10 10 20 100
Gambaran karakteristik responden menurut jenis kelamin terbesar adalah
dengan jenis kelamin perempuan sebesar 70%. Kemudian jenis kelamin laki-laki
distribusinya sebesar 30%.
2. Skor Gejala Asma Responden
Tabel 5.4
Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1 dan
Minggu Ke-2 pada Kelompok Intervensi, September-Oktober 2012 (n=10)
Variabel Mean Median SD Min-Maks
Skor Kunjungan Awal 8.30 8.50 1.42 6-10
Skor Minggu Ke-1 3.10 3.00 1.10 2-5
Skor Minggu Ke-2 1.50 1.50 3.34 1-2
Distribusi skor gejala asma mingguan pada kelompok intervensi pada
kunjungan awal memiliki skor rata-rata sebesar 8.30 dengan skor terendah sebesar 6
dan skor tertinggi sebesar 10. Sedangkan distribusi skor gejala asma mingguan
intervensi pada minggu ke-1 memiliki skor rata-rata sebesar 3.10 dengan skor
terendah sebesar 2 dan skor tertinggi sebesar 5. Kemudian pada distribusi skor
66
gejala asma mingguan intervensi pada minggu ke-2 memiliki skor rata-rata sebesar
1.50 dengan skor terendah sebesar 1 dan skor tertinggi sebesar 2.
Tabel 5.5
Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1 dan
Minggu Ke-2 pada Kelompok Kontrol, September-Oktober 2012 (n=10)
Variabel Mean Median SD Min-Maks
Skor Kunjungan Awal 7.60 8.00 1.08 5-9 Skor Minggu Ke-1 7.70 8.00 1.16
Skor Minggu Ke-2 7.80 8.00 1.14
Distribusi skor gejala asma mingguan pada kelompok kontrol pada kunjungan
awal memiliki skor rata-rata sebesar 7.60. Sedangkan distribusi skor gejala asma
mingguan kontrol pada minggu ke-1 memiliki skor rata-rata sebesar 7.70.
Kemudian pada distribusi skor gejala asma mingguan kontrol pada minggu ke-2
memiliki skor rata-rata sebesar 7.80. Serta pada tiap kunjungan skor terendah
sebesar 5 dan skor tertinggi sebesar 9.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dengan menguji hipotesa penelitian untuk melihat seberapa
besar pengaruh intervensi terhadap gejala asma pada responden penelitian. Analisa
dilakukan pada kelompok intervensi maupun kontrol dengan variabel skor
kunjungan awal, skor minggu ke-1 dan skor minggu ke-2. Uji statistik yang akan
digunakan dalam penelitian adalah uji Beda Dua Mean Independent dan uji Beda
Dua Mean Dependen dengan tingkat kemaknaan 95% (alpha 0.05%).
67
1. Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test)
Uji normalitas pada statistik dugunakan untuk mengetahui apakah
distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni
distribusi data yang mampunyai pola seperti distribusi normal (distribusi data
tersebut tidak menceng ke kiri atau ke kanan). Syarat untuk dilakukan uji T
adalah data harus terdistribusi normal. Analisa yang digunakan untuk melihat
normalitas data digunakan uji Kolmogorov-Smirnov test. Jika nilai signfikan >
0.05 disimpulkan data terdistribusi normal.
Tabel 5.6
Analisa Hasil Uji Normalitas Data Responden Intervensi dan Kontrol, September-
Oktober 2012 (n=20)
Variabel Nilai Signifikan
Kelompok Intervensi
Nilai Signifikan
Kelompok Kontrol
Skor Kunjungan Awal 0.74 0.19
Skor Minggu Ke-1 0.61 0.32
Skor Minggu Ke-2 0.23 0.13
Pada skor kunjungan awal, minggu ke-1 dan minggu ke-2 kelompok
intervensi memiliki sifat berdistribusi normal. Hal tersebut dapat dilihat dari
nilai siginifikan pada skor kunjungan awal sebesar 0.74, skor minggu ke-1 0.61
dan skor minggu ke-2 0.20 dimana nilai signifikan lebih besar dari alpha
(>0.05).
Pada skor kunjungan awal, minggu ke-1 dan skor minggu ke-2 kelompok
kontrol memiliki sifat berdistribusi normal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
68
siginifikan pada skor kunjungan awal sebesar 0.19, skor minggu ke-1 0.32 dan
skor minggu ke-2 0.13 dimana nilai signifikan lebih besar dari alpha (>0.05).
Maka dapat disimpulkan dari hasil analisis uji normalitas pada data
tersebut, bahwa distribusi seluruh data bersifat normal.
2. Uji Beda Dua Mean Independen
Uji beda dua mean independen dalam hal ini digunakan untuk
menganalisis seberapa besar perbedaan nilai rata-rata pada responden intervensi
dengan responden kontrol.
a. Uji Beda Dua Mean Independen Kunjungan Awal
Nilai rata-rata yang dianalisis sebelum dilakukan teknik pernapasan
Buteyko antara responden intervensi dengan responden kontrol digunakan
untuk identifikasi homogenitas antar kelompok hal ini jika p value > 0.05.
Tabel 5.7
Analisa Hasil Perbedaan Rata-Rata Skor Gejala Asma Kunjungan Awal
antara Kelompok Intervensi dan Kontrol, September-Oktober 2012
Variabel Kelompok n Mean SD p value
Skor Kunjungan Awal Intervensi 10 8.30 1.45 0.23
Kontrol 10 7.60 1.08
Dari distribusi di atas dapat dilihat ternyata perbandingan rata-rata skor
gejala asma pada kunjungan awal tidak berbeda jauh dengan nilai sebesar
8.30 pada kelompok intervensi dan 7.60 pada kelompok kontrol, dan hasil uji
69
statistik menunjukkan bahwa kelompok intervensi dan kelompok kontrol
homogen, dengan p value 0.23.
b. Uji Beda Dua Mean Independen Minggu Ke-1 dan Minggu Ke-2
Uji beda dua mean independen dalam hal ini digunakan untuk
mengidentifikasi seberapa besar perbedaan penurunan nilai rata-rata pada
responden setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko dengan
membandingkan perubahan tersebut dengan kelompok kontrol yang tidak
mendapat intervensi. Hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 5.8
Analisa Hasil Uji Beda Dua Mean Independen Reponden pada Kelompok
Kontrol dan Intervensi, September-Oktober 2012
Variabel Kelompok N Mean SD P Value eta squared
Skor Minggu Ke-1 Intervensi 10 3.10 1.10 0.00 0.82
Kontrol 10 7.70 1.16
Skor Minggu ke-2 Intervensi 10 1.50 0.53 0.00 0.93
Kontrol 10 7.80 1.14
Tabel diatas dapat dilihat pada kelompok intervensi dan kontrol p value
pada skor minggu ke-1 dan minggu ke-2 sebesar 0.00 yaitu < 0.05 yang berarti
H0 ditolak, sehingga disimpulkan bahwa secara statistik ada perbedaan yang
bermakna rata-rata skor gejala asma pada minggu ke-1 dan minggu ke-2
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Sehingga secara statistik
70
disimpulkan ada perbedaan yang bermakna rata-rata skor gejala asma pada
responden yang dilakukan teknik pernapasan Buteyko dengan responden yang
tidak dilakukan teknik tersebut, dengan kata lain ada pengaruh teknik
pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma.
Kekuatan pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap perbedaan
rata-rata skor gejala asma dapat disimpulkan mempunyai pengaruh kuat hal ini
ditunjukan dengan nilai eta squared sebesar 0. 82 dan 0.93 (> 0.14).
3. Uji Beda Dua Mean Dependen (Uji T Dependen)
Uji beda dua mean dependen (uji T dependen) dalam hal ini digunakan
sebagai uji perbedaan rata-rata skor gejala asma mingguan sebelum dan sesudah
diberikan teknik pernapasan Buteyko. Uji ini dilakukan pada responden dengan
kelompok intervensi maupun kelompok kontrol sebagai berikut.
Tabel 5.9
Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Reponden Pada Kelompok Intervensi,
September-Oktober 2012
Analisis Variabel Mean n SD t p
value
Eta
squared
Pair 1 Skor Kunjungan
Awal
8.30 10 1.42 11.76 0.00 0.94
Skor Minggu Ke-1 3.10 10 1.10
Pair 2 Skor Kunjungan
Awal
8.30 10 1.42 16.33 0.00 0.97
Skor Minggu ke-2 1.50 10 0.53
71
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok intervensi analisis
pair 1 memiliki penurunan yang bermakna dengan p value 0.00 (<0.05). Pada
analisis pair 2 juga memiliki penurunan yang bermakna dengan p value 0.00
(<0.05).
Sehingga pada kelompok intervensi H0 ditolak, dengan demikian dapat
dijelaskan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada skor gejala asma
mingguan yang bermakna pada kondisi kunjungan awal dan sesudah dilakukan
latihan teknik pernapasan Buteyko.
Kekuatan pengaruh pada kelompok intervensi ditunjukan pada nilai eta
squared. Nilai eta squared pair 1 sebesar 0.94 dan pair 2 sebesar 0.97. Dari
hasil tersebut nilai eta squared menunjukan lebih besar dari 0.14 (> 0.14), ini
diinterpretasikan sebagai teknik pernapasan Buteyko memiliki pengaruh yang
kuat terhadap perbedaan rata-rata skor gejala asma mingguan responden.
Tabel 5.10
Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Reponden Pada Kelompok Kontrol,
September-Oktober 2012
Analisis Variabel Mean n SD p value
Pair 1 Skor Kunjungan Awal 7.60 10 1.08 0.34
Skor Minggu Ke-1 7.70 10 1.16
Pair 2 Skor Kunjungan Awal 7.60 10 1.08 0.17
Skor Minggu Ke-2 7.80 10 1.14
Tabel pada kelompok kontrol diatas dapat dilihat pada analisis pair 1 tidak
memiliki perbedaan rata-rata skor gejala asma yang bermakna, hal ini
72
ditunjukkan dengan p value sebesar 0.34 (>0.05). Pada analisis pair 2 juga tidak
terdapat perbedaan rata-rata skor gejala asma yang bermakna, hal ini
ditunjukkan dengan p value 0.17 (>0.05).
Sehingga pada kelompok kontrol H0 diterima, dengan demikian dapat
dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada skor gejala asma
mingguan pada kunjungan awal dengan skor minggu ke-1 dan minggu ke-2 pada
responden kelompok kontrol.
73
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang pembahasan yang meliputi intepretasi dan
diskusi hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan dalam bab V, keterbatasan
penelitian yang terkait dengan desain penelitian yang digunakan dan karakteristik
sampel yang digunakan, selanjutnya akan dibahas pula tentang bagaimana implikasi
hasil penelitian ini terhadap pelayanan dan pengembangan penelitian berikutnya.
A. Interpretasi dan Hasil Diskusi
Tujuan dilakukan penelitian ini seperti telah dijelaskan pada bab I adalah untuk
menjelaskan pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala pasien
asma kota Tangerang Selatan.
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di
timbulkan berupa batuk-batuk pagi hari, siang, dan malam hari, sesak napas, bunyi
saat bernapas (wheezing atau “ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur
karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodeik
berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2006; Lewis et al, 2011). Berikut ini akan di uraikan intepretasi hasil penelitian dari
semua variabel.
74
1. Karakteristik Responden
a. Karakteristik Responden Menurut Usia
Karakteristik responden pada penelitian ini berdasarkan usia terbanyak
adalah dewasa akhir yaitu rentang usia 36-45 tahun sebesar 45% dari total
sampel. Kemudian lansia awal yaitu rentang usia 45-55 tahun sebesar 40%.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Burhan (2001) bahwa perubahan faal
paru terjadi perlahan-lahan sesuai dengan pertambahan usia. Dan menurut
laporan survey di Inggris tentang kunjungan berobat pasien PPOK meningkat
sesuai dengan pertambahan usia. Angka konsultasi per 10.000 populasi naik
dari 417 pada umur 45-64 menjadi 866 pada umur 65-74 dan meningkat
menjadi 1032 pada umur 75-84 (Pearson et.al., 2007).
b. Karakteristik Responden Menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)
Bila diukur berdasarkan perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh) 85%
responden memiliki berat badan dengan klasifikasi normal. Hal ini belum bisa
dijelaskan secara pasti hubungannya dengan gejala asma yang dialami pasien
asma. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elisa (2000),
menyimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara status gizi pasien asma
dengan penyakit asma yang dideritanya.
75
c. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis kelamin pada penelitian ini adalah 30% laki-laki dan 70%
perempuan dengan total responden 20 orang. Prevalensi asma dipengaruhi
oleh banyak faktor, salah satunya adalah jenis kelamin. Pada masa kanak-
kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak perempuan 1,5:1
(Sundaru, 2004).
Sedangkan pada usia dewasa angka kejadian asma pada perempuan lebih
tinggi dibandingkan laki-laki (Wahyudi, 2008 dalam Relida, 2011). Pada
wanita dewasa mudah terserang asma, oleh karena selain masalah hormonal,
wanita juga lebih rentan terserang stres. Hal ini diperkirakan sebagai salah
satu faktor pemicu asma (Surjanto, 2001).
2. Skor Gejala Asma Responden
Gejala asma mingguan setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko pada
umumnya mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata skor
gejala asma pada kunjungan awal sebesar 8.30 kemudian pada kunjungan minggu
ke-1 menurun menjadi 3.10 dan pada kunjungan minggu ke-2 nilai rata-rata skor
gejala asmanya sebesar 1.50.
Hal ini berbeda pada kelompok responden yang tidak dilakukan teknik
pernapasan Buteyko, skor gejala asma pada kelompok ini rata-rata tidak berbeda
jauh dan tidak mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada kunjungan awal
76
skornya sebesar 7.60, kemudain pada minggu ke-1 sebesar 7.70 dan pada
kunjungan minggu ke-2 skor gejala asmanya sebesar 7.80.
Dari uraian diatas dapat dilihat perkembangan penurunan gejala asma pada
pasien asma setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko. Sesuai dengan
pendapat Dupler (2005) bahwa gejala asma dapat dikurangi dengan melakukan
teknik dan olah pernapasan secara teratur. Menurut penelitian yang dilakukan
Setyawan (2006), bahwa semakin sering melakukan olah pernapasan maka
frekuensi serangan asma akan semakin jarang terjadi.
3. Perbandingan Penurunan Gejala Asma antara post teknik Pernapasan
Buteyko dan Post Kontrol
Pada saat kunjungan awal, skor gejala asma responden kelompok intervensi
maupun kelompok kontrol adalah homogen dengan p value > 0.05. Namun ketika
dilakukan teknik pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi kemudian
dianalisis skor gejala asmanya baik hasil yang didapat pada kunjungan minggu
ke-1 dan minggu ke-2 dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan penurunan
yang signifikan dengan p value < 0.05 pada keduanya. Kemudian teknik
pernapasan Buteyko dinyatakan memiliki pengaruh kuat terhadap perbedaan
tersebut dengan nilai eta squared > 0.14.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mardhiah (2009), yaitu adanya pengaruh olah pernapasan terhadap penurunan
frekuensi asma. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Murphy (2005),
77
bahwa teknik pernapasan bagus dilakukan oleh pasien asma karena dapat
meningkatkan ventilasi paru pasien asma, sehingga gejala asma dapat dikurangi.
Teknik pernapasan dapat menurunkan gejala asma jika dilakukan dengan teratur
(Dupler, 2005).
Pada tahun 1998 juga telah dipublikasikan hasil penelitian yang diterbitkan
oleh Medical Journal of Australia (MJA) yang menyatakan bahwa studi yang
dilakukan kepada 39 orang asma secara acak ditugaskan untuk melakukan teknik
pernapasan Buteyko atau pada kelompok kontrol yang diberikan teknik relaksasi
dan latihan pernapasan yang tidak memerlukan hipoventilasi. Hasilnya
menunjukkan bahwa tiga bulan setelah mengikuti program Buteyko, responden
asma mengalami 81% makin berkurang gejala asma. Sebagaimana hasil tersebut,
mereka mengalami penurunan pengobatan pereda antiinflamasi rata-rata sebesar
96% dan pencegah steroid rata-rata sebesar 49%. Kemudian dari penelitian
tersebut orang yang melakukan teknik pernapasan Buteyko juga menunjukkan
cenderung mengarah peningkatan lebih besar pada pengukuran kualitas hidup
(Bowler et al, 1998 dalam Esteves, 2010).
McGowan (2003) pun melakukan penelitian klinis yang besar untuk
mengukur efek dari metode Buteyko tersebut. Pada penelitian tersebut awalnya
600 orang, pada akhirnya yang melengkapi percobaan sebesar 384 orang (64%).
Pasien tersebut yang telah diajarkan metode Buteyko, semua mengalami
peningkatan secara signifikan pada asma dengan menurunnya gejala, menurunnya
pengobatan dan meningkatnya kualitas hidup dengan perincian gejala asma
78
menurun rata-rata 98%, penggunaan inhalasi pereda menurun rata-rata 98%,
penggunaan inhalasi pencegah menurun rata-rata 92% dan seperti batuk dan flu
menurun rata-rata 20% (British Thoracic Society/McGowan et al, 2003 dalam
Esteves, 2010).
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Cowie (2008) yang mengkaji efektifitas intervensi non farmakologi pada pasien
dengan asma dengan terapi konvensional termasuk kortikosteroid inhalasi. Desain
penelitian yang digunakan adalah a randomized controlled trial yang memberikan
intervensi berupa teknik pernapasan Buteyko pada kelompok orang dewasa yang
menderita asma. Kelompok pembanding dilatih oleh seorang fisioterapis di teknik
pernapasan dan relaksasi. Variabel utama dari penelitian ini adalah kontrol asma
yang didefinisikan sebagai gabungan skor berdasarkan konsensus asma Kanada.
Hasil yang didapatkan kedua kelompok menunjukkan perbaikan yang substansial
dan yang sama dan proporsi yang tinggi dengan kontrol asma. Pada kelompok
Buteyko, proporsi kontrol asmanya terdapat peningkatan dari 40% sampai 79%
dan pada kelompok kontrol dari 44% sampai 72%. Selain itu kelompok Buteyko
dan kelompok kontrol dibandingkan secara signifikan terdapat penurunan terapi
inhalasi kortokosteroid (p=0.02). hal ini menunjukkan bahwa teknik Buteyko,
intervensi yang diakui dan dibuktikan secara luas atau sebagai program yang
intensif dibantu oleh fisioterapi nampaknya dapat menjadi tambahan keuntungan
untuk pasien asma yang diterapi dengan kortikosteroid inhalasi.
79
4. Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre-Post Teknik Pernapasan Buteyko
dan Perbedaan Gejala Asma Pre-Post Kontrol
Hasil distribusi skor gejala asma perintervensi dapat disimpulkan bahwa ada
beda rata-rata skor gejala asma sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dari 2
minggu intervensi dan 2 kali kunjungan pada minggu ke-1 dan minggu ke-2
mengalami penurunan skor gejala asma. Sedangkan distribusi skor gejala asma
pada kunjungan awal, minggu ke-1 dan minggu ke-2 pada responden kontrol tidak
mengalami penurunan skor yang signifikan. Kemudian dilihat pada kekuatan
pengaruh, teknik pernapasan Buteyko pengaruhnya kuat terhadap perbedaan skor
gejala asma pada kelompok intervensi tersebut dengan nilai eta squared > 0.14.
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa dengan melakukan teknik
pernapasan Buteyko dapat menurunkan gejala asma pada pasien asma. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil hipotesis penelitian. Data statistik menunjukkan
bahwa teknik pernapasan Buteyko yang dilakukan oleh pasien asma dengan
derajat asma ringan seebanyak 3 kali sehari selama 2 minggu dapat menurunkan
skor gejala asma.
Teknik pernapasan Buteyko yang merupakan teknik pernapasan
dikembangkan dari Russia oleh Prof. Konstantin Buteyko yang mengajarkan
untuk mengurangi pernapasan (breath less). Tujuan utamanya adalah menurunkan
ventilasi total (minute volume) selama sesi latihan, mengembalikan pusat kontrol
respirasi dan mengontrol jalan napas dalam masa yang lebih panjang. Tujuan lain
yang lebih penting adalah mendorong pernapasan hidung dari pada pernapasan
80
mulut dan tekhnik untuk membersihkan hidung diajarkan untuk menunjang hal ini
(Motin, 1999 dalam Thomas, 2004).
Teknik pernapasan Buteyko memiliki beberapa prinsip yang harus
dilakukan, yaitu nose clearing exercise (latihan pembersihan hidung), menghitung
denyut nadi selama satu menit, relaxed breathing (merelaksasikan pernapasan),
control pause (mengontrol jeda napas), extended pause (memanjangkan jeda
napas), dan reduce breathing (menurunkan aliran napas) (Brindley, 2010).
Ketika dilakukan nose clearing exercise, hal ini untuk memulai dan melatih
untuk membiasakan dengan pernapasan hidung, dimana semua latihan teknik
pernapasan Buteyko menghirup dan menghembuskan napas hanya melalui hidung
(Brindley, 2010). Brindley (2010) mengatakan bahwa hidung didesain untuk
pernapasan sedangkan mulut didesain untuk makan, minum dan berbicara.
Hidung juga diketahui memiliki pengaruh yang baik terhadap saluran
pernapasan bawah, hal tersebut karena hidung melakukan penghangatan,
penyaringan, dan pelembapan udara yang masuk (Bartley, 2004). Dorongan untuk
melakukan pernapasan melalui hidung tersebut, menurut Lundberg dan
Weitzbergb (1999) memungkinkan memengaruhi nitric oxide (NO), hal tersebut
merupakan salah satu mekanisme biokimia dari teknik pernapasan Buteyko. Dan
kadar persentase NO terbesar diproduksi di sinus paranasal. NO ini diperlukan
dalam jumlah besar secara fisiologis mampu merespon bronkodilatasi,
vasodilatasi, permeabilitas jaringan, respon imun, transpor oksigen,
neurotransmisi, respon insulin, memori, mood, dan belajar (Courtney, 2008).
81
Menghitung denyut nadi selama satu menit merupakan bagian teknik
pernapasan Buteyko. Hal ini menurut Brindley (2010) jika setelah melakukan
teknik pernapasan Buteyko kemudian denyut nadi sama atau lebih rendah maka
mengindikasikan bahwa yang melakukan teknik tersebut dalam keadaan relaks.
Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan Davis dkk., (1995) bahwa relaksasi
otot akan menurunkan denyut nadi dan tekanan darah, juga mengurangi keringat
dan frekuensi pernapasan (Purwanto,2006).
Relaxed breathing dalam teknik pernapasan Buteyko menganjurkan pada
beberapa unsur, yaitu bernapas yang tenang serta perlahan melalui hidung dan
melakukan pernapasan perut (Brindley, 2010). Bartley (2004) menyatakan bahwa
pola pernapasan yang perlahan memiliki peran dalam memeperbaiki kekuatan
diafragma. Kemudian merubah pola pernapasan menjadi pola pernapasan perut
mampu juga memengaruhi sensasi dari dispnea dan kebutuhan penggunaan
bronkodilator. Melakukan pernapasan perut juga mampu menurunkan jumlah
hiperinflasi atau jebakan udara dalam paru, yang umumnya ada pada pasien asma
(Courtney, 2008).
Control pause dan extended pause dalam teknik pernapasan Buteyko
merupakan mekanisme menahan napas (Brindley, 2010). Menahan napas adalah
bagian dari teknik Yoga maupun Buteyko, dimana ketika menahan napas yang
panjang seperti extended pause dalam hal ini, akan mengalami penurunan saturasi
oksigen yang kemudian mencapai saturasi maksimum ketika pertama kali
82
mengambil napas. Muka yang memerah, relaksasi diafragma yang kencang dan
merasakan pernapasan menjadi bebas (Courtney, 2008).
Salah satu akibat dari menahan napas juga memengaruhi pengembalian
pertukaran gas karbondioksida sehingga tubuh mampu mengabsorbsi kembali.
Menahan napas yang berkali-kali dapat meningkatkan produksi antioksidan
endogen dalam tubuh dan menaikkan batas ambang anaerobik, sehingga
meningkatkan kapasitas latihan ke tingkat yang lebih tinggi secara paksa
(Courteney, 2008).
Menghentikan napas dan memulai lagi ketika ada rangsangan bernapas
secara intensif dapat membantu mengembalikan irama pernapasan yang tidak
normal dengan cara yang sama juga untuk menghentikan aritmia jantung agar
kembali normal. Vasodilatasi serebral tersebut itu dihasilkan dari penurunan O2
atau peningkatan CO2 setelah menahan napas, hal itu mungkin juga membantu
mereset pola pernapasan melalui perubahan input ke pusat dan kemoreseptor
perifer (Courtney, 2008).
Reduce breathing juga merupakan salah satu metode yang ada dalam teknik
pernapasan Buteyko yang beberapa menit menurunkan aliran pernapasan
(Brindley, 2010). Menurunkan aliran pernapasan ini merupakan salah satu cara
menstabilkan kadar CO2 dalam paru dimana ketika seorang asma maka kadar CO2
dalam paru rendah yang berbanding terbalik dengan kadar CO2 dalam darah dan
sel (Novozhilov, 2007). Dimana teori Buteyko menyatakan bahwa hiperventilasi
83
yang terjadi pada pasien asma disebabkan hilangnya CO2 secara berlebihan
(Stalmatski, 1999).
B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini adalah 1) teknik pernapasan Buteyko yang
diajarkan pada pasien asma, peneliti pelajari dari buku dan berkonsultasi pada
pembimbing dan dosen program studi Ilmu Keperawatan UIN artinya tanpa dilatih
instruktur Buteyko profesional secara langsung. 2) pada saat dilakukan reduce
breathing, peneliti tidak menghitung frekuensi napas pada pasien asma, yang
nantinya akan melihat perbedaan aliran saat pasien napas biasa dengan reduce
breathing, dimana saat dilakukan reduce breathing aliran napas berkurang dari napas
biasanya. 3) untuk skoring gejala asma, peneliti tidak menggunakan skoring yang
ditetapkan oleh GINA, dan hanya menggunakan skoring gejala Asma yang
dikembangkan oleh Mardhiah (2009).
C. Implikasi Hasil Penelitian
Pada bab I telah disampaikan manfaat penelitian, sebenarnya penelitian ilmiah
mengandung dua manfaat yaitu, manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.
Kedua itu merupakan sarat dilakukannya suatu penelitian. Kedua manfaat ini
hendaknya bisa diimplikasikan terhadap pelayanan dan penelitian selanjutnya.
1. Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan
Setelah pasien asma melakukan teknik pernapasan Buteyko tiga kali sehari
selama 2 minggu, ternyata mendapatkan manfaat, diantaranya pasien merasa lebih
84
nyaman dan lega dalam bernapas, berkurangnya penggunaan obat-obatan pereda,
selain itu yang terlihat dalam penelitian ini adalah terjadinya penurunan skor
gejala asma yang signifikan. Teknik pernapasan Buteyko cukup mudah dilakukan
tanpa peralatan yang mahal dan tempat yang khusus.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perawat,
khususnya yang berada di pelayanan untuk mengembangkan promosi kesehatan
dan edukasi yang lebih baik lagi tentang manfaat teknik pernapasan Buteyko atau
terapi latihan napas dalam sebagai penatalaksanaan jangka panjang pasien asma,
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan asma.
2. Implikasi Terhadap Keilmuan
a. Dari hasil penelitian ini, teknik pernapasan Buteyko dapat menjadi salah satu
intervensi keperawatan komplementer pada manajemen penanganan asma bagi
pasien dengan asma.
b. Hasil penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh teknik pernapasan Buteyko
tehadap penurunan gejala asma pada pasien asma. Penelitian ini dilakukan tiga
kali sehari selama 2 minggu. Sampel penelitian ini adalah 20 orang pasien
asma yaitu dengan penjabaran 10 responden intervensi dan 10 responden
kontrol. Hasil penelitian ini dapat mendorong penelitian lanjutan dengan
perbandingan teknik lain dan sampel yang yang heterogen serta menggunakan
skoring yang telah dikembangkan oleh GINA.
85
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penelitian ini telah mengidentifikasi beberapa karakteristik dari 20 responden.
Usia responden terbanyak adalah dewasa akhir yaitu sebesar 45% kemudian
klasifikasi lansia awal sebanyak 40%, klasifikasi dewasa awal sebesar 10% dan
klasifikasi remaja akhir 5%. IMT responden 85% klasifikasi normal, 10%
klasifikasi kurus dan 5% klasifikasi gemuk. Jenis kelamin 30% laki-laki dan 70%
perempuan.
2. Skor gejala asma pada responden yang di intervensi teknik pernapasan Buteyko
mengalami penurunan sedangkan pada responden kontrol tidak mengalami
penurunan.
3. Perbandingan penurunan gejala asma antar post teknik pernapasan Buteyko dan
post kontrol ada perbedaan yang signifikan dengan p value <0.05 dan teknik
pernapasan Buteyko memiliki pengaruh kuat terhadap perbedaan tersebut dengan
eta squared > 0.14.
4. Perbandingan penurunan gejala asma pre-post teknik pernapasan Buteyko
memiliki perbedaan yang signifikan dengan p value < 0.05 dan teknik pernapasan
Buteyko memiliki pengaruh kuat terhadap perbedaan tersebut dengan eta squared
> 0.14. Namun pada perbandingan penurunan gejala asma pre-post pada
responden kontrol tidak mengalami perbedaan dengan p value > 0.05.
86
B. Saran
Berkaitan dengan simpulan diatas, ada beberapa hal yang dapat disarankan
untuk pengembangan dari hasil penelitian ini terhadap penurunan gejala asma pada
penderita asma.
1. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis diharapkan 1) mampu
menghadirkan praktisi Buteyko profesional dan mengajarkan peneliti kemudian
diajarkan kepada responden. 2) menggunakan skoring gejala asma yang telah
dikembangkan oleh GINA. 3) membandingkan teknik pernapasan Buteyko
dengan beberapa penatalaksanaan asma lainnya seperti tiup balon, senam asma,
renang dan lainnya.
2. Bagi pelayanan keperawatan kepada masyarakat
a. Dari penelitian ini diharapkan, perawat menangani pasien asma dapat membuat
program rehabilitasi dan promosi teknik pernapasan Buteyko pada pasien yang
menderita asma.
b. Teknik pernapasan Buteyko dapat dijadikan intervensi keperawatan pada
pasien dengan asma.
c. Evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan tersebut sangat penting untuk
melihat efek teknik pernapasan Buteyko.
DAFTAR PUSTAKA
Bartley, Jim. Physiology, Pseudoscience, and Buteyko.
http://www.nzma.org.nz/journal/117-1201/1062 diakses pada tanggal 12
November 2012. 2004.
Bass, P. What Is Asthma? Definition, Statistics, Types & Causes of Asthma.
http://asthma.about.com/od/asthmabasics/a/Asthma_whatis.htm diakses pada
tanggal 20 Nopember 2012 About.com: The New York Times Company. 2010.
Behman, Kliegman dan Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol 1. E/15. Jakarta:
EGC. 2000.
Brunner dan Suddarth. Buku Ajar Medikal-Bedah Vol.1 Ed.8. Jakarta: EGC. 2002.
Burgess, John., et. all. Systematic Review of the Effectiveness of Breathing Retraining in
Astha Management. http://erairways.org/ERAirways/Asthma_COPD_files.
diakses pada tanggal 22 Maret 2012. 2011.
Burhan E, Yunus F. Perubahan Faal Paru pada Orang Tua. J. Respir Indonesia. 2001.
Brindley, JL. Buteyko Practice Diary and Quick Reference Guide.
http://www.buteykobreathing.org diakses pada tanggal 23 April 2012. 2010.
Courtney, Rosalba dan Marc Cohen. Investigating the Claims of Konstantin Buteyko,
M.D., Ph.D.: The Relationship of Breath Holding Time to End Tidal CO2 and
Other Proposed Measures of Dysfunctional Breathing.
http://www.liebertonline.com/doi/abs/10.1089/acm.2007.7204, diakses pada
tanggal 02 November 2011. 2008.
Cowie, Robert L., et.al. A Randomised Controlled Trial Of The Buteyko Technique As
An Adjunct To Conventional Management Of Asthma.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0954611107005112, diakses
pada tanggal 02 November 2011. 2008.
Depkes RI. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, http://www.depkes.go.id, diakses
pada tanggal 01 November 2011. 2009.
Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC. 2009.
Dupler, Douglas. Buteyko: Gale Encyclopedia of Alternative Medicine.
http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3435100140.html. diakses pada tanggal 20
Nopember 2012. 2005.
Elisa. Status Gizi, Status Pertumbuhan, dan Asupan Makanan Pada Penderita Asma.
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-res-
2000-elisa-748-gizi&q=Anak. Diakses pada tanggal 20 Nopember 2012. 2000.
Esteves, Denise. The Buteyko Method: Breathing Your Way to Cure. 2010.
Fadhil. Teknik Pengolahan Nafas.
http://www.wikipedia.com/teknik_pengolahan_nafas.html, diakses pada tanggal
02 November 2011. 2009.
Gershwin, M. Eric dan Timothy E. Albertson. Brochial Asthma: A Guide for Practical
Understanding and Treatment. Ed. 6. London: Springer. 2001.
Global Initiative for Asthma (GINA). Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170. diakses
pada tanggal 02 November 2011. 2005.
Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika. 2008.
Kolb, P. Buteyko for the Reversal of Chronic Hyperventilation.
http://knol.google.com/k/alex-spence/buteyko, diakses pada tanggal 02 November
2011. 2009.
Lewis, et. al. Medical-Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical
Problems. Ed. 8. Missouri: Elsevier Mosby. 2011.
Lingard, Michael. The Buteyko Guide To Better Asthma Management. Ed. 1.
Hawkhurst: TotalhealthMatters!. 2008.
Mardhiah. Efektifitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada
Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.
Skripsi. Fakultas Keperawatan USU. 2009.
McHugh, P., Aitcheson, F., Duncan, B. & Houghton, F. Buteyko Breathing Technique
for asthma: an effective intervention.
http://www.nzma.org.nz/journal/vacancies.html, diakses pada tanggal 02
November 2011. 2003.
McKeown, Patrick. Close Your Mouth. Ireland: Buteyko Books an Imprint. 2004.
Murphy. A. The Buteyko (Shallow Breathing) Method for Controlling Asthma.
http://www.btinternet.com/~andrew.murphy/asthma_buteyko_shallow_breathing.
html. diakses pada tanggal 08 April 2012. 2005.
Murray, Robert. K., Daryl K. Granner dan Victor W. Rodwell. Biokimia Harper. Edisi
27. Jakarta: Penerbit Buku EGC. 2009.
Muttaqin, Arif. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Siste
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. 2011.
Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
2005.
Novozhilov, Andrey. Living without Asthma: The Buteyko Method. Germany: Mobiwell
Verlag. 2004.
Pallant, Julie. SPSS Survival Manual: A step by step guide to data analysis using SPSS
for Windows (Version 12). Sydney: Allen & Unwin. 2005.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. ASMA Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
di Indonesia, Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006.
Pearson MG, et. al. BTS Guidelines for The Management of COPD. Thorax.2007
Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawaatan:
Konsep, Proses dan Praktik. Vol. 2. Ed. 4. Jakarta: EGC. 2006.
Prasetya, Arief Widya. Pengaruh Latihan Nafas Metode Buteyko Terhadap Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR) dan Derajat Kontrol Penderita Asma Bronchiale di
Puskesmas Pakis Kec. Sawahan Surabaya. Tesis. Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga. 2011.
Price, S. A dan L.M. Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Vol.
2. Ed. 6. Jakarta: EGC. 2006.
Rakhimov, Artour. Normal Breathing: The Key to Vital Health. http://
www.normalbreathing.com diakses pada tanggal 20 April 2012.
Rasmin, Menaldi., et. al. 2001. Prosedur Tindakan Bidang Paru dan Pernapasan:
Diagnostik & Terapi. Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI. 2011.
Relida, Nova. Pengaruh Senam Asma Terhadap Kapasitas Fungsional Penderita Asma
Bronkial. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Univ. Muhammadiyah Surakarta.
2011.
Rengganis, Iris. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran
Indonesia Vol. 58 No. 11. 2008.
Roy, Chris Le. Asthma: Buteyko’s Theory. http://ezinearticles.com/?Asthma:-Buteykos-
Theory&id=368998 diakses pada tanggal 20 Nopember 2012. 2006
Santoso, Singgih. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: PT Alex Media
Komputindo. 2012.
Setiadi.. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007
Setyawan, Hery. Pengaruh Senam Asma Terhadap Frekuensi Serangan.Asma
Bronkial dan Biaya Pengobatan.
http://adln.lib.unair.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-s1-
2006-setyawanhe-2325 diakses pada tanggal 20 Nopember 2012.
Adln.lib.unair.ac.id: ADLN Digital Collections.2006.
Sherwood. Fisiologi Manusia Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005.
Somantri, Iman. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. 2007.
Stalmatski, Alexander. Freedom from Asthma: Buteyko’s Revolutionary Treatment.
London: Kyle Cathie Limited. 1999.
Sundaru, Heru. Asma Bronkial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006
Surjanto, E. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma. Dalam: Kumpulan Naskah Temu
Ilmiah Respirologi 2001. Laboratorium Paru FK UNS. Surakarta. 2001.
Tamer Y, Elmays. The Effect of Carbon Dioxide on Airway Tone.
http://gradworks.umi.com/MR/26/MR26341.html, diakses pada tanggal 02
November 2011. 2007.
The Asthma Foundations of Victoria. Terapi Pelengkap dan Penyakit Asma.
http://www.asthma.org.au/Portals/0/ComplementaryTherapies_IS_Indonesian.pdf,
diakses pada tanggal 02 November 2011. 2002.
Thomas, S. Buteyko: A useful tool in the management of asthma?. www.ijtr.co.uk/cgi-
bin/go.pl/library/article.cgi.pdf, diakses pada tanggal 01 November 2011. 2004.
Tomey, Ann Marriner dan Martha Raile Alligood. Nursing Theorist and Their Work.
Ed. 6. Missouri: Mosby Elsevier. 2006.
United States Environmental Protection Agency. Asthma Prevalence.
http://www.asthmacare.us/asthmaprevalence.html, diakses pada tanggal 01
November 2011. 2004.
VitaHealth. Asma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2006.
Weinberger, Steven E. Principles of Pulmonary Medicine. United States of America:
Saunders Elsevier. 2004.
WHO. Asthma. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en/index.html. diakses
pada tanggal 01 November 2011. 2011.
Wong, D.N. Nursing Care of Infants and Children. St Louis Missouri: Mosby. 2003.
Yayasan Asma Indonesia. Senam Asma Indonesia, Info Asma Media Informasi dan
Edukasi. Ed. 8. Jakarta: YAI. 2008.
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth.
Bapak/Ibu ....................................................................
Di Tangerang Selatan
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Nurdiansyah
NIM : 108104000013
Status : Mahasiswa Ilmu Keperawatan
Dengan ini memohon kepada bapak/ibu untuk bersedia menjadi responden pada
penelitian yang saya lakukan yang berjudul “PENGARUH TEKNIK
PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP PENURUNAN GEJALA
PENDERITA ASMA KOTA TANGERANG SELATAN”. Pada penelitian ini
identitas bapak/ibu akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan digunakan
untuk kepentingan penelitian. Demikian saya sampaikan, atas perhatian dan
partisipasinya saya ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Nurdiansyah
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Judul Penelitian : Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan
Gejala Penderita Asma Kota Tangerang Selatan
Peneliti : Nurdiansyah
No.Hp : 08561949405
Pembimbing :
1. Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB
2. Ns. Waras Budiutomo, S.Kep, MKM
Saya telah memahami tujuan, manfaat, prosedur, gambaran risiko dan
ketidaknyamanan yang mungkin terjadi, serta penjaminan kerahasiaan identitas
pada penelitian ini. Tanpa adanya unsur paksaan dan secara sukarela saya bersedia
menjadi responden dalam penelitian ini.
Ciputat, .... .......... 2012
Tanda Tangan Responden Tanda Tangan Peneliti
( ) Nurdiansyah
Kuisioner Data Demografi dan Penapisan
Nomor Responden : ..................................
Janis Kelamin : □Laki-laki □Perempuan
Usia : ..................... Tahun
Tinggi Badan : ..................... Cm
Berat Badan : ..................... Kg
Lama terdiagnosa asma : ..................... Tahun
Apakah anda merokok?
□Ya □Tidak
Apakah anda mengkonsumsi alkohol?
□Ya □Tidak
Apakah anda menggunakan obat penurun gejala asma selama tiga bulan terakhir
ini?
□Ya □Tidak
Apakah anda rutin melakukan olahraga pernapasan ?
□Ya □Tidak
Apakah anda menggunakan bronkodilator setiap hari ?
□Ya □Tidak
Berapa kali anda mengalami gejala asma dalam seminggu terakhir ini?
□ 1 kali □ 2 kali □ 3 kali/lebih
Berapa kali anda mengalami gejala asma dalam sehari itu?
□1 kali □ > 1 kali
Apakah serangan asma tersebut mengganggu aktivitas dan tidur anda?
□Ya □Tidak
Berapa kali dalam sebulan gejala asma pada malam hari terjadi pada anda?
□≤ 2 kali/bulan □ > 2 kali/bulan □> 1 kali seminggu
Lembar Observasi Gejala Asma Pada Penderita Asma
Isilah kuisioner dibawah dengan mencentang (√) tabel dengan angka yang sesuai
gejala asma yang anda rasakan selama satu minggu terakhir!
Tabel 1 Keterangan level gejala asma dan isian tanda centang gejala asma dalam
satu minggu terakhir
Gejala Tingkatan
Tanda
centang
(√)
Batuk Tidak pernah batuk (0)
Kadang-kadang batuk tapi tidak
menganggu aktivitas (1)
Sering batuk dan mengganggu
aktivitas (2)
Sesak napas/ susah
bernapas
Tidak pernah sesak napas/susah
bernapas (0)
Sedikit mengalami sesak napas/susah
bernapas tapi tidak mengganggu
aktivitas (1)
Sangat sesak napas/susah bernapas
dan mengganggu aktivitas (2)
Bernapas dengan suara
wheeze (ngik…ngik…)
Tidak pernah bernapas dengan suara
wheeze (0)
Kadang-kadang bernapas dengan
suara wheeze (ngik..ngik..) tapi tidak
mengganggu aktivitas (1)
Sering bernapas dengan suara wheeze
(ngik..ngik..) dan mengganggu
aktivitas (2)
Rasa tertekan di dada Tidak ada rasa tertekan di dada (0)
Sedikit ada rasa tertekan di dada (1)
Dada sangat tertekan (2)
Gangguan tidur karena
batuk, sesak napas/susah
bernapas.
Tidak pernah mengalami gangguan
tidur (0)
Pernah 1 kali terbangun dari tidur
dengan batuk atau sesak napas/susah
bernapas (1)
2-3 kali atau lebih terbangun dari
tidur dengan batuk atau sesak
napas/susah bernapas (2)
Hari/tanggal: .................. Pagi/Siang/Malam
LANGKAH MINGGU PERTAMA
TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO
1. LATIHAN PEMBERSIHAN HIDUNG
□ PENGANGGUKAN 10 KALI
□ PEREBAHAN 6 KALI
□ MENAHAN DAN MENIUPKAN 6 KALI
2. MENGHITUNG DENYUT NADI (1 MENIT) [......x/Mnt]
3. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]
4. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT)
5. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]
6. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT)
7. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]
8. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT)
9. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]
10. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT)
11. ISTIRAHAT (2 MENIT)
12. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]
13. MENGHITUNG DENYUT NADI [......x/Mnt]
Hari/tanggal: .................. Pagi/Siang/Malam
LANGKAH MINGGU KEDUA
TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO
1. LATIHAN PEMBERSIHAN HIDUNG
□ PENGANGGUKAN 10 KALI
□ PEREBAHAN 6 KALI
□ MENAHAN DAN MENIUPKAN 6 KALI
2. MENGHITUNG DENYUT NADI (1 MENIT) [......x/Mnt]
3. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]
4. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT) [......x/Mnt]
5. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]
6. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT) [......x/Mnt]
7. TAHAN NAPAS DIPERPANJANG [......x/Mnt]
8. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT) [......x/Mnt]
9. TAHAN NAPAS DIPERPANJANG [......x/Mnt]
10. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT) [......x/Mnt]
11. ISTIRAHAT (2 MENIT)
12. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]
13. MENGHITUNG DENYUT NADI [......x/Mnt]
Laporan Pelaksanaan Teknik Pernapasan Buteyko
Hari
Ke-
(1-7)
Waktu Pelaksanaan Pengukuran Nadi CP1 CP2 CP3 CP4 Pengukuran Nadi Terakhir CP
Terakhir Keterangan
1
Pagi
Siang
Malam
2
Pagi
Siang
Malam
3
Pagi
Siang
Malam
4
Pagi
Siang
Malam
5
Pagi
Siang
Malam
6
Pagi
Siang
Malam
7
Pagi
Siang
Malam
Hari
Ke-
(8-14)
Waktu Pelaksanaan Pengukuran Nadi CP1 CP2 EP1 EP2 Pengukuran Nadi Terakhir CP
Terakhir Keterangan
8
Pagi
Siang
Malam
9
Pagi
Siang
Malam
10
Pagi
Siang
Malam
11
Pagi
Siang
Malam
12
Pagi
Siang
Malam
13
Pagi
Siang
Malam
14
Pagi
Siang
Malam
DATA HASILOBSERVASI GEJALA ASMA PADA
PENDERITA ASMA YANG INTERVENSI BUTEYKO SELAMA 2 MINGGU
No. Nomor
Responden
JENIS
KELAMIN USIA
TINGGI
BADAN
BERAT
BADAN
INDEKS
MASSA
TUBUH (IMT)
SKOR
KUNJUNGAN
AWAL
SKOR
HASIL
MINGGU
KE-1
SKOR
HASIL
MINGGU
KE-2
1. i.1 Perempuan 54 156 52 21,37 8 2 2
2. i.2 Laki-laki 48 175 95 31,02 9 3 1
3. i.3 Perempuan 42 158 56 22,43 6 2 1
4. i.4 Laki-laki 23 173 62 20,72 6 4 1
5. i.5 Perempuan 37 160 61 23,83 10 4 2
6. i.6 Perempuan 38 154 46 19,40 9 4 2
7. i.7 Perempuan 47 157 47 19,07 8 2 1
8. i.8 Perempuan 36 164 55 20,45 8 3 2
9. i.9 Laki-laki 49 165 75 27,55 10 5 1
10. i.10 Perempuan 50 164 49 18,22 9 2 2
Keterangan :
1.Klasifikasi Umur: 17-25: remaja akhir, 26-35: dewasa awal, 36-45: dewasa akhir, 46-55: lansia awal dan 56-65: lansia akhir
2. Klasifikasi IMT: <17 : Sangat Kurus, 17.0-18.5: Kurus, 18.5-25.0: Normal, 25.0-27.0: Gemuk dan >27.0: Sangat Gemuk
DATA HASILOBSERVASI GEJALA ASMA PADA
PENDERITA ASMA KONTROL SELAMA 2 MINGGU
No. Nomor
Responden
JENIS
KELAMIN USIA
TINGGI
BADAN
BERAT
BADAN
INDEKS
MASSA
TUBUH (IMT)
SKOR
KUNJUNGAN
AWAL
SKOR
HASIL
MINGGU
KE-1
SKOR
HASIL
MINGGU
KE-2
1. c.1 Perempuan 36 157 48 19,47 5 5 5
2. c.2 Perempuan 48 156 50 20,55 8 8 8
3. c.3 Laki-laki 52 169 68 23,81 8 8 8
4. c.4 Perempuan 39 153 53 22,64 8 9 8
5. c.5 Perempuan 42 161 56 21,60 8 8 8
6. c.6 Perempuan 26 162 49 18,67 8 8 9
7. c.7 Laki-laki 42 167 68 24,38 7 7 7
8. c.8 Laki-laki 33 168 51 18,07 7 7 8
9. c.9 Perempuan 37 154 53 22,35 9 9 9
10. c.10 Perempuan 48 162 51 19,43 8 8 8
Keterangan :
1.Klasifikasi Umur: 17-25: remaja akhir, 26-35: dewasa awal, 36-45: dewasa akhir, 46-55: lansia awal dan 56-65: lansia akhir
2. Klasifikasi IMT: <17 : Sangat Kurus, 17.0-18.5: Kurus, 18.5-25.0: Normal, 25.0-27.0: Gemuk dan >27.0: Sangat Gemuk
ANALISA UNIVARIANT
USIA RESPONDEN
Intervensi
Usia Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
remaja akhir 1 10,0 10,0 10,0
dewasa akhir 4 40,0 40,0 50,0
lansia awal 5 50,0 50,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Kontrol
Usia Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
dewasa awal 2 20,0 20,0 20,0
dewasa akhir 5 50,0 50,0 70,0
lansia awal 3 30,0 30,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Total sample
Usia Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
remaja akhir 1 5,0 5,0 5,0
dewasa awal 2 10,0 10,0 15,0
dewasa akhir 9 45,0 45,0 60,0
lansia awal 8 40,0 40,0 100,0
Total 20 100,0 100,0
INDEKS MASSA TUBUH
Intervensi
Kategori IMT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Kurus 1 10,0 10,0 10,0
Normal 8 80,0 80,0 90,0
Sangat Gemuk 1 10,0 10,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Kontrol
Kategori IMT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Kurus 1 10,0 10,0 10,0
Normal 9 90,0 90,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Total Sample
Kategori IMT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Kurus 2 10,0 10,0 10,0
Normal 17 85,0 85,0 95,0
Sangat Gemuk 1 5,0 5,0 100,0
Total 20 100,0 100,0
JENIS KELAMIN
Kelompok Intervensi
Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Pria 3 30,0 30,0 30,0
Wanita 7 70,0 70,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Kelompok Kontrol
Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
pria 3 30,0 30,0 30,0
wanita 7 70,0 70,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Total Sampling
Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
pria 6 30,0 30,0 30,0
wanita 14 70,0 70,0 100,0
Total 20 100,0 100,0
SKOR GEJALA ASMA
Kunjungan Awal
Report Skor Kunjungan Awal
Jenis Kelompok Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Kontrol 7,6000 8,0000 1,07497 5,00 9,00
Intervensi 8,3000 8,5000 1,41814 6,00 10,00
Total 7,9500 8,0000 1,27630 5,00 10,00
Minggu Ke-1
Report Skor Minggu Ke-1
Jenis Kelompok Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
kontrol 7,7000 8,0000 1,15950 5,00 9,00
Intervensi 3,1000 3,0000 1,10050 2,00 5,00
Total 5,4000 5,0000 2,60364 2,00 9,00
Minggu Ke-2
Report Skor Minggu Ke-2
Jenis Kelompok Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
kontrol 7,8000 8,0000 1,13529 5,00 9,00
Intervensi 1,5000 1,5000 ,52705 1,00 2,00
Total 4,6500 3,5000 3,34467 1,00 9,00
ANALISA BIVARIANT
UJI NORMALITAS DATA
Uji Normalitas Data Kelompok Intervensi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-1 Skor Minggu Ke-2
N 10 10 10
Normal Parametersa,b
Mean 8,3000 3,1000 1,5000
Std. Deviation 1,41814 1,10050 ,52705
Most Extreme Differences
Absolute ,216 ,241 ,329
Positive ,148 ,241 ,329
Negative -,216 -,193 -,329
Kolmogorov-Smirnov Z ,684 ,763 1,039
Asymp. Sig. (2-tailed) ,738 ,606 ,230
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Uji Normalitas Data Kelompok Kontrol
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-1 Skor Minggu Ke-2
N 10 10 10
Normal Parametersa,b
Mean 7,6000 7,7000 7,8000
Std. Deviation 1,07497 1,15950 1,13529
Most Extreme Differences
Absolute ,345 ,302 ,370
Positive ,255 ,198 ,230
Negative -,345 -,302 -,370
Kolmogorov-Smirnov Z 1,091 ,955 1,170
Asymp. Sig. (2-tailed) ,185 ,321 ,130
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
UJI BEDA DUA MEAN INDEPENDENT
Kunjungan Awal
Group Statistics
Jenis Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error
Mean
Skor Kunjungan Awal kontrol 10 7,6000 1,07497 ,33993
Intervensi 10 8,3000 1,41814 ,44845
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Skor
Kunjungan
Awal
Equal
variances
assumed
,979 ,335 -
1,244 18 ,229 -,70000 ,56273 -1,88225 ,48225
Equal
variances not
assumed
-
1,244 16,775 ,231 -,70000 ,56273 -1,88847 ,48847
Minggu Ke-1
Group Statistics
Jenis Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Skor Minggu Ke-1 Kontrol 10 7,7000 1,15950 ,36667
Intervensi 10 3,1000 1,10050 ,34801
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Skor
Minggu Ke-
1
Equal variances
assumed ,115 ,738 9,099 18 ,000 4,60000 ,50553 3,53793 5,66207
Equal variances
not assumed
9,099 17,951 ,000 4,60000 ,50553 3,53772 5,66228
Eta squared = = = 0.821
Minggu Ke-2
Group Statistics
Jenis Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Skor Minggu Ke-2 Intervensi 10 1,5000 ,52705 ,16667
Kontrol 10 7,8000 1,13529 ,35901
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality
of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Skor
Minggu
Ke-2
Equal
variances
assumed
,679 ,421 -15,917 18 ,000 -6,30000 ,39581 -7,13157 -5,46843
Equal
variances
not assumed
-15,917 12,707 ,000 -6,30000 ,39581 -7,15711 -5,44289
Eta squared = = = 0.933
UJI BEDA DUA MEAN DEPENDENT
Uji Beda Dua Mean Dependen Kelompok Intervensi
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Skor Kunjungan Awal 8,3000 10 1,41814 ,44845
Skor Minggu Ke-1 3,1000 10 1,10050 ,34801
Pair 2 Skor Kunjungan Awal 8,3000 10 1,41814 ,44845
Skor Minggu Ke-2 1,5000 10 ,52705 ,16667
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-1 10 ,406 ,245
Pair 2 Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-2 10 ,372 ,290
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-
tailed) Mean Std. Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1
Skor Kunjungan
Awal - Skor
Minggu Ke-1
5,20000 1,39841 ,44222 4,19964 6,20036 11,759 9 ,000
Pair 2
Skor Kunjungan
Awal - Skor
Minggu Ke-2
6,80000 1,31656 ,41633 5,85819 7,74181 16,333 9 ,000
Eta squared = = = 0.939
Eta squared = = = 0.967
Uji Beda Dua Mean Dependen Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Skor Kunjungan Awal 7,6000 10 1,07497 ,33993
Skor Minggu Ke-1 7,7000 10 1,15950 ,36667
Pair 2 Skor Kunjungan Awal 7,6000 10 1,07497 ,33993
Skor Minggu Ke-2 7,8000 10 1,13529 ,35901
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-1 10 ,963 ,000
Pair 2 Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-2 10 ,929 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-
tailed) Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Skor Kunjungan Awal - Skor
Minggu Ke-1
-
,10000 ,31623 ,10000 -,32622 ,12622
-
1,000 9 ,343
Pair
2
Skor Kunjungan Awal - Skor
Minggu Ke-2
-
,20000 ,42164 ,13333 -,50162 ,10162
-
1,500 9 ,168