PENETAPAN PARAMETER STANDAR SPESIFIK EKTRAK
ETANOL 96% RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale
var. Rubrum)
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun oleh:
Gemi Khofi Nastiti
P17335115040
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
BANDUNG
2018
i
PENETAPAN PARAMETER STANDAR SPESIFIK EKTRAK
ETANOL 96% RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale
var. Rubrum)
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Diploma III
Jurusan Farmasi
Disusun oleh:
Gemi Khofi Nastiti
P17335115040
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
BANDUNG
2018
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri,
Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
Telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Gemi Khofi Nastiti
NIM : P17335115040
Tanda Tangan :
Tanggal : 17 Juli 2018
iii
iv
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KTI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Poltekkes Kemenkes Bandung, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Nama : Gemi Khofi Nastiti
NIM : P17335115040
Jurusan : Farmasi
Jenis karya : Karya Tulis Ilmiah
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Farmasi Hak Bebas Royalti Noneksklusif
(Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
PENETAPAN PARAMETER STANDAR SPESIFIK EKTRAK ETANOL
96% RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale var. Rubrum)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Farmasi berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Bandung
Pada tanggal : 17 Juli 2018
Yang menyatakan
(GEMI KHOFI NASTITI)
vi
This little present i dedicate to my parents, my two older brother, my
grandmother and my big family who endlessly provide motivate. Big
thanks for always supporting me.
My best friend from junior and vocational school that I can not mention
one by one that always support and motivate. Thanks for always be my
besties ever and thanks for always supporting me.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT., atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul
“Penetapan Parameter Spesifik Ekstrak Etanol 96% Rimpang Jahe Merah
(Zingiber officinale var. Rubrum). Tujuan dibuatnya karya tulis ini untuk
memenuhi salah satu syarat untuk melakukan penelitian tepat pada waktunya.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan karya tulis ini sebaik mungkin,
penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini. Akhir kata
penulis berharap, semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Kedua orangtua beserta kedua kakak, serta keluarga besar yang tak henti-
hentinya selalu memberikan dorongan moril, materil, spiritual hingga karya
tulis ini dapat terselesaikan dengan baik, serta menjadi sumber motivasi
penulis untuk selalu mengejar cita-cita dan selalu memberikan yang terbaik;
2. Dra. Mimin Kusmiati, M.Si.,Apt., selaku Ketua jurusan Farmasi Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung;
3. Lully Hanni Endarini, M.Farm., Apt selaku Dosen pembimbing akademik dan
pembimbing KTI yang telah membimbing selama penulis menjadi mahasiswa
serta membimbing, mengarahkan, memberi ilmu, memberi masukkan dan
saran sehingga karya tulis ilmiah ini sampai pada penyusunan KTI;
4. Nany Djuhriah, S.Pd.,M.T., dan Dra.Elvi Trinovani, M.Si., selaku penguji
yang telah memberikan kritik, saran dan arahan dalam proses penyempurnaan
karya tulis ini;
5. Seluruh staf dosen Farmasi Poltekkes Kemenkes Bandung yang telah
membekali penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama proses perkuliahan;
6. Sahabat yang selalu memberi nasihat, motivasi, dan semangat dalam
menggapai cita-cita;
viii
7. Teman-teman Pharmafive 2015 yang selalu memberi semangat, motivasi, dan
perhatian selama penulis menempuh perkuliahan dan penelitian;
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala
bantuan dan kerjasamanya
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Bandung, Juli 2018
Penulis
ix
ABSTRAK
PENETAPAN PARAMETER STANDAR SPESIFIK EKTRAK ETANOL
96% RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale var. Rubrum)
GEMI KHOFI NASTITI
Jahe merah merupakan salah satu sumber daya alam Indonesia yang memiliki
banyak manfaat bagi kesehatan. Salah satu kandungan senyawa yang terdapat
pada jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) yaitu minyak atsiri yang
menghasilkan bau khas aromatik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat parameter
standar spesifik dan kadar minyak atsiri yang terkandung dalam jahe merah
(Zingiber officinale var. Rubrum). Metode penelitian ini merupakan deskriptif
yang meliputi makroskopik, mikroskopik, kadar sari larut air, kadar sari larut
etanol, dan minyak atsiri yang diambil dengan menggunakan alat destilasi uap
sederhana. Data analisa yang didapat berupa tabel dengan rata-rata dan standar
deviasi. Hasil penelitian yang didapat merupakan organoleptis rimpang jahe
merah (Zingiber officinale var. Rubrum) secara makroskopik dan mikroskopik,
kadar sari larut air sebesar 19,1026 ± 3,1788%, kadar sari larut etanol sebesar
19,9105 ± 0,9654 %, dan rendemen minyak atsiri sebesar 0,4 ± 0,2 sehingga hasil
penelitian dapat memenuhi syarat.
Kata Kunci : Jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum), kadar minyak atsiri.
x
ABSTRACT
DETERMINATION OF SPECIFIC STANDARD ETHANOL 96% EXTRACT
OF RED GINGER (Zingiber officinale var Rubrum)
GEMI KHOFI NASTITI
Red Ginger is one of Indonesia's natural resources that has many health benefits.
One of the compounds contained in red ginger (Zingiber officinale var Rubrum) is
an essential oil that produces a distinctive aromatic odor. This study aims to see
the specific standard parameters and the essential oil content contained in red
ginger (Zingiber officinale var Rubrum). This research method is descriptive
which include macroscopic, microscopic, water soluble extract, ethanol soluble
extract, and essential oil extracted by using simple steam distillation apparatus.
Data analysis obtained in the form of tables with average and standard deviation.
The result of the research is organoleptis of red ginger rhizome (Zingiber
officinale var Rubrum) macroscopically and microscopically, water soluble juice
level 19,1026 ± 3,1788%, ethanol soluble extract 19,9105 ± 0,9654%, and the
essential oil content of 0.4 ± 0.2 so that the results of the study can be eligible.
Keywords: Red ginger (Zingiber officinale var Rubrum), essential oil content.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………...i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………..…..iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................... ….v
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………….....vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG………………………..…………xvii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan umum .......................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan khusus ......................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1 Tinjauan Botani ............................................................................................. 5
xii
2.1.1 Klasifikasi Tanaman ............................................................................... 5
2.1.2 Nama Lain............................................................................................... 6
2.1.3 Morfologi Tanaman ................................................................................ 6
2.1.4 Jenis Jahe ................................................................................................ 7
2.1.5 Kegunaan .............................................................................................. 11
2.2 Kandungan Kimia ........................................................................................ 11
2.2.1 Terpenoid .............................................................................................. 12
2.2.2 Minyak Atsiri ........................................................................................ 13
2.3 Tinjauan Parameter Standar ........................................................................ 14
2.4 Tinjauan Simplisia ...................................................................................... 16
2.5 Ekstrak ....................................................................................................... 18
2.6 Kromatografi ............................................................................................... 20
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis...................................................................... 20
2.7 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 21
2.8 Definisi Operasional .................................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 23
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................ 23
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 23
3.2.1 Tempat Penelitian ................................................................................. 23
3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................................... 23
3.3 Populasi dan sampel .................................................................................... 23
3.4 Bahan Penelitian .......................................................................................... 24
3.4.1 Bahan Tanaman .................................................................................... 24
3.4.2 Bahan Kimia ......................................................................................... 24
3.5 Alat Penelitian ............................................................................................. 24
xiii
3.6 Metode Penelitian ....................................................................................... 24
3.6.1 Penyiapan Simplisia .............................................................................. 24
3.6.2 Pengamatan Serbuk Simplisia rimpang jahe merah (Zingiber officinale
Var. Rubrum) Makroskopik dan Mikroskopik .............................................. 24
3.6.3 Penetapan Kadar Sari Larut Air ............................................................ 25
3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ....................................................... 25
3.6.5 Penetapan Kadar Minyak Atsiri ............................................................ 25
3.7 Rencana Pengolahan dan Analisis Data ..................................................... 26
BAB IV HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 27
4.1 Hasil Pengamatan ........................................................................................ 27
4.1.1 Makroskopik dan Mikroskopik ............................................................. 27
4.1.2 Penetapan Kadar Sari Larut air ............................................................. 31
4.1.3 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ....................................................... 31
4.1.4 Penetapan Kadar Minyak Atsiri ............................................................ 32
BAB V Kesimpulan dan Saran .......................................................................... 35
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 35
5.2 Saran ............................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36
LAMPIRAN ......................................................................................................... 39
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 a Rimpang jahe merah………………………………………….5
Gambar 2.1 b Rimpang jahe merah irisan melintang……………………….6
Gambar 2.2 a Rimpang jahe gajah…………………………………………...7
Gambar 2.2 b Rimpang jahe gajahirisan melintang………………………….8
Gambar 2.3 a Rimpang jahe emprit………………………………………….8
Gambar 2.3 b Rimpang jahe emprit irisan melintang………..………………9
Gambar 2.4 Kerangka pemikiran…………………………………………22
Gambar 4.1 Simplisia rimpang jahe merah (Zingiber officinale
var.Rubrum)………………………………………………….28
Gambar 4.2 Serbuk rimpang jahe merah (Zingiber officinale var.
Rubrum)………...……………………………………………29
Gambar 4.3 Butir pati pada rimpang jahe merah dengan pelarut air
perbesaran 40x........…………………………………………30
Gambar 4.4 Parenkim dengan sel sekresi dengan pelarut kloralhidrat pada
perbesaran 40x………………………………………….......31
Gambar 4.5 Serabut dengan pelarut kloralhidrat pada perbesaran
40x…………………………………………………………..31
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik tiga jenis utama jahe……………………………….9
Tabel 2.2 Karakteristik mikroskopik rimpang jahe dan rimpang jahe
merah………………………………………………………….…..10
Tabel 2.3 Definisi Operasional……………………………………………...22
Tabel 4.1 Hasil Penetapan Kadar Sari Larut Air…………………………….32
Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Sari Larut Etanol………………………...32
Tabel 4.3 Rendemen Minyak Atsiri………………………………………....34
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Penyiapan simplisia dan serbuk simplisia rimpang jahe
merah…………………………………………………………39
Lampiran 2 Proses Pembuatan Ekstrak………………………………….40
Lampiran 3 Uji mikroskopik serbuk rimpang jahe merah……………….41
Lampiran 4 Kadar sari larut etanol……………………………………….42
Lampiran 5 Kadar sari larut air………………………………………...…42
Lampiran 6 Minyak atsiri…………………………………………………43
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Sari Larut Air…………………………..44
Lampiran 8 Perhitungan Kadar Sari Larut Etanol………………………..45
Lampiran 9 Perhitungan Rendemen Minyak Atsiri………………………46
Lampiran 10 Perhitungan Bobot Jenis Minyak Atsiri……………………..47
xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan Nama Pemakaian pertama pada
halaman
COX Siklooxigenase 1
ha Hektar 2
Ton/ha Ton per hektar 2
RI Republik Indonesia 2
dpl Diatas permukaan laut 6
m Meter 6
mm Milimeter 6
cm Centimeter 6
kg Kilogram 9
C Carbon 11
IPP Isopentenil pirofosfat 12
DMAPP Dimetilalil pirofosfat 12
PAM Perusahaan air minum 16
ALT Angka Lempeng Total 17
g gram 17
AKK Angka Kapang Khamir 17
Koloni/g Koloni per gram 17
KLT Kromatografi lapis tipis 19
Rf Retention factor 21
ml mililiter 25
l liter 25
LP Larutan pereaksi 25
v/b Volume per bobot 26
KG-SM Kromatografi Gas –
Spektroskopi Massa
35
LAMBANG
% Persen 2 oC Derajat celsius 11
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumber daya alam. Potensi
kekayaan alam yang dimiliki sangat melimpah. Garis khatulistiwa yang
membentang di negara Indonesia mengakibatkan matahari setiap saat dapat
dijumpai, sehingga tumbuh-tumbuhan dapat tumbuh sepanjang tahun. Berbagai
macam jenis tumbuhan tropis mendominasi negara ini (Tustiyani, 2013). Sejak
dahulu manusia berusaha mengatasi berbagai penyakit dengan berbagai macam
obat, terutama dari tumbuhan. Upaya pencarian tumbuhan berkhasiat obat telah
lama dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah
keanekaragaman senyawa yang telah ada. Hasil pencarian dan penelitian
tersebut kemudian dilanjutkan dengan upaya pengisolasian senyawa murni dan
turunannya sebagai bahan dasar obat modern atau pembuatan ekstrak untuk obat
fitofarmaka (Lestari 2010).
Jahe merah adalah salah satu tanaman yang berasal dari family Zingiberaceae
yang memiliki khasiat sebagai obat. Pada pengobatan tradisional di China, jahe
digunakan secara luas untuk mengobati sakit kepala, mual dan pilek. Pada praktik
pengobatan herbal di Ayurvedic dan Barat untuk pengobatan radang sendi,
gangguan rematik dan ketidaknyamanan otot (Dedov dkk., 2002). Jahe merah ini
pula digunakan sebagai agen antiinflamasi. Menurut Grzanna dkk (2005)
menyatakan bahwa jahe merah dapat menekan sintetis prostaglandin dengan
menghambat siklooksigenase (COX) dan menekan biosintesis leukotriene dengan
menghambat 5-lipooksigenase. Menurut Bremeen dkk (2011), senyawa gingerol
dan shogaol pada jahe bertanggung jawab pada aktivitas antiinflamasi melalui
penghambatan spesifik pada COX-2. Komponen senyawa kimia yang terkandung
pada jahe terdiri dari minyak menguap, minyak tidak menguap dan pati. Minyak
atsiri termasuk minyak menguap dan merupakan komponen yang memberi bau
2
khas, sedangkan oleoresin, yang terdiri dari gingerol, zingiberen, shogaol
termasuk minyak tidak menguap yang memberi rasa pahit dan pedas (Ravindran
dan Babu, 2005).
Jahe dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2011
luas panen mencapai 5.491 ha, dengan produksi 94.133 ton dan produktivitas
13,11 ton/ha (BPS,2011). Selain untuk konsumsi di dalam negeri jahe juga di
ekspor. Sebelum tahun 1999 Indonesia merupakan eksportir utama jahe ke pasar
dunia. Pada tahun 1999 volume pasokan jahe Indonesia ke pasar dunia mencapai
21,17%, turun menjadi 0,94% pada tahun 2007 (FAO,2010).
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus
semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan,
keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang
untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Sedangkan, standarisasi dalam
kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara
pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu
kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi persyaratan standar (kimia, biologi dan
farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian
umumnya. Dengan kata lain, standarisasi juga berarti proses menjamin bahwa
produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai keamanan,
kualitas dan khasiat. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu
faktor biologi dari bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia dari
bahan obat tersebut. Standarisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik
dan parameter standar non spesifik (Departemen Kesehatan RI,2000). Maka dari
itu, pada penelitian ini dilakukan penetapan parameter spesifik ekstrak etanol
96% rimpang jahe merah (Zingiber officinale Var. Rubrum) ini dapat dijadikan
parameter acuan sebagai standar mutu pada rimpang jahe merah (Zingiber
officinale Var. Rubrum).
3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hasil penetapan parameter standar spesifik ekstrak etanol 96%
dan rendemen minyak atsiri rimpang jahe merah (Zingiber officinale Var.
Rubrum)?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui data penetapan parameter spesifik ekstrak etanol 96% dan
rendemen minyak atsiri rimpang jahe merah (Zingiber officinale Var. Rubrum).
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui makroskopik simplisia rimpang jahe merah (Zingiber
officinale Var. Rubrum).
2. Mengetahui mikroskopik simplisia rimpang jahe merah (Zingiber
officinale Var. Rubrum).
3. Mengetahui kadar senyawa larut dalam air dari ekstrak etanol 96%
rimpang jahe merah (Zingiber officinale Var. Rubrum).
4. Mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol ekstrak etanol 96%
rimpang jahe merah (Zingiber officinale Var. Rubrum).
5. Mengetahui rendemen minyak atsiri dalam simplisia rimpang jahe merah
(Zingiber officinale Var. Rubrum).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat memberikan data autentik mengenai karakteristik
makroskopik dan mikroskopik pada jahe merah (Zingiber officinale Var.
Rubrum).
2. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan keterampilan dalam
merangkai dan menggunakan mikroskopik dan alat destilasi uap untuk
menguji kadar minyak atsiri yang terkandung dalam simplisia rimpang
jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum).
4
3. Bagi instansi, dapat menambah informasi dan pengetahuan sehingga bisa
dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya.
4. Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi mengenai kadar minyak
atsiri yang terkandung dalam simplisia dari jahe merah (Zingiber officinale
Var. Rubrum).
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Botani
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Berdasarkan Integrated Taxonomic Informaton System (ITIS) (2015), jahe
merah diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale var. Rubrum
Gambar 2.1 a Rimpang jahe merah
6
Gambar 2.1 b Rimpang jahe merah irisan melintang
2.1.2 Nama Lain
Tanaman jahe memiliki beberapa sebutan, antara lain gember (Aceh), halia
(Gayo), goraka (Manado), halia, sipadas (Minangkabau), lai (Sunda), jahe (Jawa),
jae (Madura), lia tana’, lia (Gorontalo), gihoro, gisoro (Ternate) (Heyne,1987).
Di luar negeri dikenal dengan nama ginger, red ginger (Inggris), sunthi (Kanada),
adrak, sunthi (Hindi), djahe (Belanda) (Khare,2007;Ross,1999).
2.1.3 Morfologi Tanaman
Jahe hanya bisa bertahan hidup didaerah tropis, penanamannya hanya
didaerah katulistiwa seperti Asia Tenggara, Brasil, dan Afrika. Saat ini Ekuador
dan Brasil menjadi pemasok jahe terbesar di dunia (Agoes, 2010).
Jahe tumbuh subur di ketinggian 0-1.500 dpl, kecuali jenis jahe gajah di
ketinggian 500-950 m. Untuk bisa berproduksi optimal, dibutuhkan curah hujan
2.500-3.000 mm per tahun, kelembapan 80% dan tanah lembap dengan pH 5,5-
7,0 dan unsur hara tinggi. Tanah yang digunakan untuk penanaman jahe tidak
boleh tergenang. Mempunyai batang semu dengan tinggi 30-100 cm. Akarnya
berbentuk rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan
dengan bau menyengat. Daun menyirip dengan panjang 15-23 mm dan panjang 8-
15 mm. Tangkai daunnya berbulu halus. Bunga jahe tumbuh dari dalam tanah
berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5-5 cm dan lebar 1,5-1,75 cm. Gagang
7
bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan.
Bibir bunga dan kepala putik ungu. Tangkai putik berjumlah dua (Agoes,2010).
2.1.4 Jenis Jahe
Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu rempah-rempah dalam suku
temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti
temulawak (Curcuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit
(Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas
galanga), dan lain-lain yang telah digunakan secara luas di dunia baik sebagai
bumbu dapur maupun sebagai obat medis terhadap penyakit-penyakit ringan. Jahe
berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Bagian utama yang
dimanfaatkan pada tanaman jahe adalah rimpang jahe. Berdasarkan morfologinya
(ukuran, bentuk, dan warna rimpang), di Indonesia dikenal tiga jenis jahe, yaitu
jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah atau dikenal jahe sunti (Paimin dan
Murhananto, 1991).
Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak
rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari
kedua varietas lainnya. Jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun
berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Jahe ini cocok untuk
ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya
(Koswara, 1995). Ciri jahe gajah ini dapat terlihat pada gambar 2.2 a dan gambar
2.2 b.
Gambar 2.2 a Rimpang jahe gajah
8
Gambar 2.2 b Rimpang jahe gajah irisan melintang
Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe emprit memiliki struktur
rimpang kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung, dan berlapis. Daging
rimpang berwarna putih kekuningan. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua.
Kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah sehingga rasanya
lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan,
atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya (Syukur, 2002; Hamiudin,
2007). Ciri dari jahe emprit dapat terlihat pada gambar 2.3 a dan gambar 2.3 b.
Gambar 2.3 a Rimpang jahe emprit
9
Gambar 2.3 b Rimpang jahe emprit irisan melintang
Jahe merah rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil daripada jahe putih
kecil. Sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga
memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok
untuk ramuan obat-obatan. Diantara ketiga jenis jahe tersebut, jahe merah
mempunyai kandungan minyak atsiri yang tinggi (Yuliani et al., 1991 diacu
dalam Rosita et al., 1997). Berdasarkan hasil karakteristik ketiga jahe tersebut
berdasarkan morfologi dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik tiga jenis utama jahe
Bagian tanaman Jahe gajah Jahe emprit Jahe merah
Struktur rimpang Besar berbulu Kecil berlapis Kecil berlapis
Warna irisan Putih
kekuningan
Putih
kekuningan
Jingga muda
sampe merah
Berat per rimpang
(Kg)
0,18-2,08 0,10-1,58 0,20-1,40
Diameter per
rimpang (cm)
8,47-8,50 3,27-4,05 4,20-4,26
Kadar minyak atsiri
(%)
0,82-1,66 1,50-3,50 2,58-3,90
Kadar pati (%) 55,10 54,70 44,99
Kadar serat (%) 6,89 6,59 -
Kadar abu (%) 6,60-7,75 7,39-8,90 7,46
Sumber: Dimodifikasi dari Rostiana dkk. (1991); Sri Yuliani dan Risfaheri (1990) diacu
dalam Bermawie, dkk (1997)
10
Adapun perbedaan jenis jahe secara mikroskopik dari rimpang jahe
(Zingiber officinale) dengan rimpang jahe merah (Zingiber officinale
var.Rubrum), sebagai berikut:
Tabel 2.2 Karakteristik mikroskopik rimpang jahe dan rimpang jahe merah
Bagian mikroskopik Rimpang jahe Rimpang jahe merah
Serabut
Butir pati
Berkas pengangkut
Parenkim dengan sel
sekresi
-
Pembuluh kayu
-
11
Periderm
-
Jaringan gabus
tangensial
-
Sumber: Kemenkes RI (2008)
2.1.5 Kegunaan
Jahe merah memiliki banyak kegunaan dalam dunia kesehatan. Penelitian
untuk menguji aktivitas farmakologi maupun untuk mengisolasi komponen aktif
sudah banyak dilakukan dan semakin berkembang. Pada pengobatan tradisional
China dan India, jahe merah digunakan untuk mengatasi penyakit batuk, diare,
mual, asma, gangguan pernapasan, sakit gigi, dan artritis rheumatoid, dyspepsia,
dan morning sickness. Beberapa efek farmakologi yang sudah diuji baik pada
hewan coba maupun secara in vitro adalah antioksidan, antiemetik, antikanker,
antiinflamasi akut maupun kronis, antipiretik, dan analgesik (Joanne, Anderson,
Phillipson,2007 ; Ross,1999).
2.2 Kandungan Kimia
Jahe mengandung banyak senyawa aktif yang berbeda secara signifikan
antara varietas tanaman dan daerah tumbuhnya. Hidrokarbon yang kebanyakan
terdiri dari hidrokarbon monoterpenoid dan sesquiterpen mencakup komponen
volatil jahe dan memberikan aroma dan rasa yang berbeda untuk jahe. Senyawa
non volatil termasuk gingerol, shogaol, paradol, dan zingeron. Zingeron
diproduksi selama pengeringan jahe secara langsung dan juga degradasi termal
oleh dari gingerol atau shogaol (Ahmad dkk,2015). Komponen utama dari jahe
12
segar adalah senyawa homolog fenolik keton yang dikenal sebagai gingerol.
Gingerol sangat tidak stabil dengan adanya panas dan pada suhu tinggi akan
berubah menjadi shogaol. Shogaol merupakan komponen utama jahe kering yang
lebih pedas dibandingkan gingerol (Mishra,2009).
Pada jahe kering teridentifikasi sebanyak 115 senyawa, di antaranya 88
senyawa pernah dilaporkan (Jolad dkk.,2005). Senyawa [6]-,[8],-[10]-,[12]-
gingerdion juga teridentifikasi. Gingerol sebagai komponen utama jahe dapat
terkonversi menjadi shogaol atau zingeron. Senyawa paradol sangat serupa
dengan gingerol yang merupakan hasil hidrogenasi dari shogaol. Shogaol
terbentuk dari gingerol selama proses pemanasan. Kecepatan degradasi dari [6]-
gingerol menjadi [6]-shogaol tergantung pada pH, stabilitas terbaik pada pH 4,
sedangkan pada suhu 100oC dan pH 1, degradasi perubahan relatif cukup cepat.
2.2.1 Terpenoid
Terpenoid merupakan komponen yang biasa ditemukan dalam minyak atsiri.
Sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan
kelipatan lima. Terpenoid mempunyai kerangka karbon yang terdiri dari dua atau
lebih unit C5 yang disebut unit isopren (Achmad, 1986). Berdasarkan jumlah
atom C yang terdapat pada kerangkanya, terpenoid dapat dibagi menjadi
hemiterpen dengan 5 atom C, monoterpen dengan 10 atom C, seskuiterpen dengan
15 atom C, diterpen dengan 20 atom C, triterpen dengan 30 atom C, dan
seterusnya sampai dengan politerpen dengan atom C lebih dari 40 (Nagegowda,
2010; Dewick, 2009).
Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak
atsiri di dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan.
Golongan pertama adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat melalui
jalur biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang
terbentuk dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta,
2000). Pada tahun 1959, J.W Cornforth menemukan dua bentuk isopren yang aktif
yaitu isopentenil pirofosfat (IPP) dan dimetilalil pirofosfat (DMAPP). Kedua
isopren ini harus ada untuk keperluan sintesa terpenoid oleh organisme.
13
Penyelidikan selanjutnya menunjukan bahwa IPP dan DMAPP berasal dari asam
mevalonat. Kemudian diketahui pula bahwa satu-satunya sumber karbon bagi
asam mevalonat, IPP dan DMAPP adalah asam asetat (Achmad, 1986).
2.2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu jenis minyak nabati yang memiliki
banyak manfaat. Karakteristik fisiknya berupa cairan kental yang dapat disimpan
pada suhu ruang. Bahan baku minyak ini diperoleh dari berbagai bagian tanaman
seperti daun, bunga, buah, biji, kulit biji, batang, akar, dan atau rimpang. Salah
satu ciri utama minyak atsiri itu mudah menguap dan beraroma khas. Karena itu,
minyak ini banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan wewangian dan
kosmetika (Rusli, 2010).
Sebagian besar minyak atsiri merupakan fraksi menguap pada destilasi,
senyawa yang bertanggung jawab terhadap rasa dan bau atau aroma berbagai
tumbuhan. Pemanfaatannya secara komersial sebagai basis parfum alami, remph-
rempah dan flavor dalam industri makanan (Sirait, 2007). Adapun cara mengolah
minyak atsiri yaitu:
1. Penyulingan (Destilasi)
Penyulingan adalah suatu proses pemisahan secara fisik suatu campuran dua
atau lebih produk yang mempunyai titik didih yang berbeda dengan cara
memdidihkan terlebih dahulu komponen yang mempunyai titik didih rendah
terpisah dari campuran.penyulingan merupakan metode ekstrasi yang tertua dalam
pengolahan minyak atsiri. Metode ini cocok untuk minyak atsiri yang tidak mudah
rusak oleh panas, misalnya minyak cengkeh, nilam, sereh wangi, pala, akar wangi,
dan jahe (Widiastuti, 2012). Penyulingan adalah suatu proses pemisahan secara
fisik suatu campuran dua atau lebih produk yang mempunyai titik didih yang
berbeda dengan cara memdidihkan terlebih dahulu komponen yang mempunyai
titik didih rendah terpisah dari campuran.penyulingan merupakan metode ekstrasi
yang tertua dalam pengolahan minyak atsiri. Metode ini cocok untuk minyak atsiri
yang tidak mudah rusak oleh panas, misalnya minyak cengkeh, nilam, sereh
wangi, pala, akar wangi, dan jahe (Widiastuti, 2012).
14
2. Pressing (expression)
Pengepresan dilakukan dengan memberikan tekanan pada bahan menggunakan
suatu alat yang disebut hydraulic atau expeller pressing. Beberapa jenis minyak
yang dapat dipisahkan dengan pengepresan adlah minyal almond, lemon, kulit
jeruk, dan jenis minyak atsiri lainnya.
3. Ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction)
Ekstraksi minyak atsiri menggunakan pelarut, cocok untuk mengambil minyak
bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas. Pelarut yang dapat
digunakan untuk mengekstrasi minyak atsiri antara lain kloroform, alkohol,
aseton, eter, serta lemak.
4. Adsorbs dengan lemak padat (enfluerensi)
Sedangkan enfluerasi digunakan khusus untuk memisahkan minyak bunga-
bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendaman minyak yang tinggi (Widiastuti,
2012).
2.3 Tinjauan Parameter Standar
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus
semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan,
keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang
untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Obat herbal dan berbagai tanaman memiliki peran penting dalam bidang
kesehatan bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia maka perlu dilakukan
upaya penetapan standar mutu dan keamanan ekstrak tanaman obat. Rangkaian
proses melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data
farmakologis, melibatkan analisis fisik, dan mikrobiologi berdasarkan kriteria
umum keamanan (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam (tumbuhan obat)
disebut standarisasi bahan obat alam atau standarisasi obat herbal. Standarisasi
15
secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang terukur secara
farmakologis dan menjamin keamanan konsumen (Saifudin dkk,2011). Sehingga
standarisasi obat herbal dapat mencakup dua aspek, yakni:
1. Aspek parameter spesifik: yakni berfokus pada senyawa atau golongan
senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis
kimia yang dilibatkan ditujukkan untuk analisa kuantitatf dan kualitatif
terhadap senyawa aktif.
2. Aspek parameter non spesifik: yakni berfokus pada aspek kimia,
mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan
stabilitas missal kadar logam berat, aflatoksin, kadar air, dan lain-lain.
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan
aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung terhadap
aktivitas farmakologis tertentu. Penentuan kadar senyawa yang bertanggung
jawab terhadap aktivitas farmakologi tanaman obat sebenarnya adalah inti utama
tujuan standarisasi ekstrak. Idealnya senyawa marker adalah senyawa yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologi. Hingga saat ini tidak semua
tanaman yang digunakan sebagai obat herbal, jamu, dan suplemen makanan sehat
diketahui senyawa aktifnya (Syaifudin dkk,2010)
Menurut Syaifudin dkk (2010) untuk menentukan kandungan kimiawi ini
melibatkan metode analisis kuantitatif yang didahului uji kualitatif. Untuk
menentukan kandungan kimiawi diperlukan senyawa marker. Senyawa marker
memiliki salah satu kriteria, berikut:
1. Senyawa aktif merupakan senyawa yang langsung bertanggung jawab
terhadap aktivitas.
2. Senyawa utama disebut juga major compound yakni senyawa yang secara
kuantitatif dominan di dalam suatu tanaman obat.
3. Senyawa identitas merupakan senyawa yang khas, unik, eksklusif, hanya
terdapat pada suatu tanaman obat.
4. Senyawa aktual merupakan senyawa apapun yang terdapat di dalam
tanaman yang dianalisis.
16
2.4 Tinjauan Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat belum mengalami
pengolahan apapun, umumnya dalam keadaan kering, langsung digunakan sebagai
obat dalam atau banyak digunakan sebagai obat dalam sediaan galenik tertentu
atau digunakan sebagai bahan dasar untuk memperoleh bahan baku obat.
Sedangkan sediaan galenik berupa ekstrak total mengandung dua atau lebih
senyawa kimia yang mempunyai aktivitas farmakologi dan diperoleh sebagai
produk ekstraksi bahan alam serta langsung digunakan sebagai obat atau
digunakan setelah dibuat bentuk formulasi sediaan obat tertentu yang sesuai
(Departemen Kesehatan RI,1979).
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan bahan obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi 3 macam, yakni simplisia
nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral) (Dirjen POM Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional,2000).
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian
tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Yang dimaksud eksudat tumbuhan adalah
isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara
tertentu dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati nilainya yang dengan
cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa seyawa kimia
murni (Dirjen POM Direktorat Pengawasan Obat Tradisional,2000).
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni (Departemen Kesehatan RI,1979).
c. Simplisia pelikan (mineral) adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
pelikan yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni (Departemen Kesehatan RI,1979).
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun
kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal dan untuk
dapat memenuhi persyaratan minimal tersebut. Ada beberapa faktor yang
berpengaruh, antara lain adalah:
17
1. Bahan baku simplisia.
2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku
simplisia.
3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga
faktor tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan (Dirjen
POM Direktorat Pengawasan Obat Tradisional,2000).
Pembuatan simplisia :
Tahapan penanganan simplisia pascapanen, yaitu sebagai berikut:
1) Sortasi Basah
Sortasi basah perlu dilakukan karena bahan baku simplisia harus benar dan
murni, artinya berasal dari tanaman yang merupakan bahan baku simplisia yang
dimaksud, bukan dari tanaman lain. Perlu dilakukan pemisahan dan pembuangan
bahan organik asing atau tumbuhan atau bagian tumbuhanlain yag terikat. Bahan
baku simplisia juga harus bersih, artinya tidak boleh tercampur dengan tanah,
kerikil, atau pengotor lainnya, misalnya serangga atau bagiannya.
2) Pencucian
Pencucian bahan baku simplisia tidak menggunakan air sungai karena
cemarannya tinggi. Pencucian sebaiknya menggunakan air dari mata air, sumur
atau air ledeng (PAM). Setelah bahan baku simplisia dicuci ditiriskan agar
kelebihan air cucian keluar. Pada air untuk mencuci bahan baku simplisia dapat
dilarutkan kalium permanganat dengan kadar 0,125-0,25 promil untuk menekan
angka lempeng total (ALT) pada pencucian rimpang, setelah rimpang dicuci
menggunakan kalium permanganat, dilakukan pembilasan dengan air mengalir.
ALT diperbolehkan lebih dari 107 koloni/g; angka kapang khamir (AKK) tidak
boleh lebih dari 104koloni/g.
3) Perajangan
Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar pengeringan berlangsung
lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan “manual” atau dengan mesin perajang
singkong dengan ketebalan yang sesuai. Jika perajangan terlalu tebal, pengeringan
akan terlalu lama dan mungkin dapat membusuk atau berjamur. Perajangan yang
18
terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia karena oksidasi atau
reduksi. Alat perajang atau pisau yang digunakan sebaiknya bukan dari besi,
misalnya dari “stainless steel” atau baja nirkarat.
4) Pengeringan
Pengeringan merupakan cara mengawetkan simplisia agar simplisia tahan
lama dan tidak terurai kandungan kimianya karena pengaruh enzim. Selain itu,
pengeringan yang cukup akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan
kapang (jamur). Misalnya, jamur Aspergillus flavus akan menghasilkan aflatoksin
yang sangat beracun dan dapat menyebabkan kanker hati.
2.5 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati ataupun hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan massa yang yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes
RI, 2000).
Ekstraksi suatu tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau fisika
suatu bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan, yaitu tanaman obat.
Pembuatan ekstrak memiliki beberapa tahapan (Depkes RI, 2000).
a. Pembuatan serbuk simplisia
Simplisia dibentuk menjadi serbuk agar proses pembasahan dapat merata
dan difusi zat aktif meningkat.
b. Cairan pelarut
Pelarut digunakan untuk memisahkan zat aktif. Farmakope menyatakan
etanol merupakan pelarut yang baik digunakan secara universal. Pelarut dipilih
secara selektif tergantung pada zat aktif yang diharapkan. Ethanol dapat
melarutkan zat dari tanaman tanpa merusak bagian dari tanaman tersebut.
c. Pemisahan dan pemurnian
Tahapan memisahkan zat aktif yang diharapkan sehingga mendapatkan
ekstrak murni.
19
d. Pengeringan ekstrak
Pengeringan ekstrak bertujuan untuk menghilangkan pelarut dari bahan
sehingga menghasilkan massa kering rapuh.
e. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia awal.
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibedakan menjadi dua cara
yaitu; cara dingin dan cara panas. Cara dingin terbagi menjadi dua yaitu; maserasi
dan perkolasi, sedangkan cara panas terbagi menjadi lima jenis yaitu; refluks,
soxhlet, digesti, infus, dan dekok (Departemen Kesehatan RI,2000).
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar) (Departemen Kesehatan RI,2000). Maserasi merupakan cara
ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan
kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan,
ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai
waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian
dalam sel dengan yang masuk kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi
segera berakhir (Voigt,1994).
Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti dilakukan
pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama,
dan seterusnya (Departemen Kesehatan RI,2000).
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut sampai sempurna (exhaustive
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) (Departemen Kesehatan RI, 2000).
20
2.6 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit
dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam
dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam
bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding
kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase
gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair
dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair (Rohman
dan Gandjar,2007).
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada
pengelompokannya. Menurut Rohman (2007), berdasarkan pada mekanisme
pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi :
a) Kromatografi adsorbsi
b) Kromatografi partisi
c) Kromatografi pasangan ion
d) Kromatografi penukar ion
e) Kromatografi eksklusi ukuran, dan
f) Kromatografi afinitas
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas :
a) Kromatografi kertas
b) Kromatografi lapis tipis
c) Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), dan
d) Kromatografi gas (Rohman dan Gandjar, 2007).
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia yang terdiri
atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat
21
gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa
larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan diletakkan
di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase
gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).
Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl,
1985).
Kromatogarafi lapis tipis merupakan cara analisis cepat yang memerlukan
bahan yang sedikit. Untuk peneliti pendahuluan kandungan flavonoid suatu
ekstrak, sudah menjadi kebiasaan umum untuk menggunakan pengembang
beralkohol pada pengembangan pertama dengan kromatografi lapis tipis, misalnya
butanol - asam asetat-air (Markham, 1988).
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa
yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon. Sebagai fase diam
digunakan senyawa yang tak bereaksi seperti silika gel atau alumina. Silika gel
biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk memberikan kekuatan pada lapisan
dan menambah adesi pada gelas penyokong. Pengikat yang biasa digunakan
adalah kalsium sulfat (Sastrohamidjojo, 2002).
Metode dalam KLT dapat dihitung nilai Retention factor (Rf) dengan
persamaan :
Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang
susunannya mirip, sering kali harga Rf berdekatan satu sama lainnya
(Sastrohamidjojo, 2002).
2.7 Kerangka Pemikiran
Dalam rangka pemenuhan aspek keamanan dari rimpang jahe merah
(Zingiber officinale var. Rubrum), khasiat dan kualitas sebagai tanaman obat
maka perlu dilakukan penetapan parameter standar spesifik dan non spesifik
22
rimpang jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) meliputi identifikasi
makroskopik dan mikroskopik serbuk, kadar air, kadar abu total, kadar abu larut
asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar minyak atsiri, dan susut
pengeringan.
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran
2.8 Definisi Operasional
Tabel 2.3 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara
ukur
Alat
ukur
Hasil
ukur
Skala
ukur
Kadar
sari larut
air
Banyaknya
senyawa yang
dapat tersari
dengan pelarut
air.
Gravimetri Timba-
ngan
analitik
% Skala
rasio
Kadar
sari larut
etanol
Banyaknya
senyawa yang
dapat tersari
dengan pelarut
etanol.
Gravimetri Timba-
ngan
analitik
% Skala
rasio
Kadar
minyak
atsiri
Banyaknya
campuran
kompleks yang
merupakan
senyawa menguap
bersama uap air.
Ekstraksi
cair-cair
Corong
pisah
% Skala
rasio
Rimpang Jahe Merah
(Zingiber officinale var.
Rubrum)
PENETAPAN PARAMETER
STANDAR SPESIFIK EKTRAK
ETANOL 96% RIMPANG JAHE
MERAH (Zingiber officinale var.
Rubrum)
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif. Data
berupa pengamatan dari ciri makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar sari
larut air, penetapan kadar sari larut etanol 96%, dan penetapan kadar minyak
atsiri dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Var. Rubrum).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia jurusan Farmasi dan
Laboratorium Terpadu Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada pertengahan bulan April -
Mei 2018.
3.3 Populasi dan sampel
Populasi adalah suatu kesatuan subjek pada wilayah dan waktu tertentu.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang jahe merah
(Zingiber officinale Var. Rubrum) yang berasal dari kebun percobaan Manoko
Lembang. Sampel penelitian yang akan diambil adalah rimpang dari tanaman jahe
merah (Zingiber officinale Var. Rubrum).
24
3.4 Bahan Penelitian
3.4.1 Bahan Tanaman
Bahan tanaman atau bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah
rimpang jahe merah (Zingiber officinale Var. Rubrum).
3.4.2 Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian antara lain : kloralhidrat,
etanol 96%, aqua destilata, kloroform, n-heksan.
3.5 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat alat mikroskop
cahaya (Digital Leica®), object glass, cover glass, seperangkat alat destilasi uap,
labu alas bulat, hot plate, pipet tetes, gelas kimia (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex),
oven (Memmert®), batang pengaduk, gelas ukur (Pyrex), cawan uap, corong,
kertas saring, timbangan analitik, blender, rotary epavorator, pipet volume.
3.6 Metode Penelitian
3.6.1 Penyiapan Simplisia
Simplisia yang didapatkan dari Kebun Percobaan Manoko Lembang, Jawa
Barat. Simplisia dibuat menjadi serbuk halus dengan cara memasukkan simplisia
rimpang jahe merah (Zingiber officinale Var. Rubrum) kedalam blender.
Disimpan di wadah kering tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
3.6.2 Pengamatan Serbuk Simplisia rimpang jahe merah (Zingiber officinale
Var. Rubrum) Makroskopik dan Mikroskopik
Identifikasi serbuk secara makroskopik dilakukan dengan mengamati warna,
bau dan rasa serbuk. Sedangkan identifikasi secara mikroskopik dilakukan dengan
pengamatan fragmen pengenal dengan menggunakan mikroskop. Fragmen
pengenal yang diamati adalah butir amilum yang banyak, pembuluh kayu, berkas
25
pengangkut, periderm, serabut dan jaringan gabus tangensial (Departemen
Kesehatan RI,2008)
3.6.3 Penetapan Kadar Sari Larut Air
Dimaserasi sejumlah 5,0 g ekstrak selama 24 jam dengan 100 mL kloroform
LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20 mL filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Residu
dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen
senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (Departemen
Kesehatan RI, 1989).
Kadar sari larut air = ) )
)
3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Dimaserasi sejumlah 5,0 g ekstrak selama 24 jam dengan 100 mL etanol
(96%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk
menghindarkan penguapan etanol, kemudian diuapkan 20 mL filtrat hingga kering
dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Residu dipanaskan pada
suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut
dalam etanol (96%). Dihitung terhadap ekstrak awal (Departemen Kesehatan RI,
1989).
Kadar sari larut etanol = ) )
)
3.6.5 Penetapan Rendemen Minyak Atsiri
Penetapan rendemen minyak atsiri dilakukan dengan metode destilasi uap
air.Timbang seksama sejumlah bahan yang diperkirakan mengandung minyak
atsiri, masukkan ke dalam labu yang bersaring. Masukkan 600 sampai 800 mL
akuades, hubungkan labu dengan labu berisi simplisia, kemudian dipasang
pendingin dan buret penampung minyak. Tambahkan 3 sampai 4 mL n-heksan
26
ke dalam buret. Panaskan dengan tangas udara, sehingga penyulingan berlangsung
dengan lambat tetapi teratur. Setelah penyulingan selesai, biarkan selama tidak
kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Rendemen minyak
atsiri dihitung dalam % v/b.
3.7 Rencana Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan masing-masing parameter standar
dapat dilampirkan dalam bentuk tabel dan hasil pemeriksaan makroskopik
berdasarkan organoleptik dan mikroskopik dilihat pada tabel gambar.
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Rimpang jahe merah (Zingiber officinale var.Rubrum) yang diperoleh dari
Kebun Percobaan Manoko, Lembang, Jawa Barat. Penentuan parameter spesifik
yang dilakukan pada simplisia rimpang jahe merah (Zingiber officinale var.
Rubrum) ini meliputi pengujian makroskopik, mikroskopik, kadar sari larut air,
kadar sari larut etanol dan kadar minyak atsiri. Pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui kadar minyak atsiri dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale
var.Rubrum) yang digunakan dalam menentukan mutu simplisia. Selain itu,
menjadi pendukung untuk mencapai simplisia atau ekstrak yang aman, berkhasiat,
dan berkualitas. Hasil dari pengujian parameter spesifik dan kadar minyak atsiri
adalah sebagai berikut.
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Makroskopik dan Mikroskopik
Pemeriksaan makroskopik simplisia rimpang jahe merah (Zingiber
officinale var.Rubrum) dilakukan dengan mengamati bentuk fisik dari simplisia
yang bertujuan pengenalan awal yang sederhana seobjektif mungkin serta dapat
menentukan ciri khas dari simplisia rimpang jahe merah (Zingiber oficinale var.
Rubrum).
Berdasarkan hasil pengamatan makroskopik simplisia yang terdapat dalam
gambar 4.1 yaitu rimpang agak pipih, pada bagian ujung bercabang, bentuk bulat
telur atau oval memanjang, memiliki permukaan yang kasar dan memiliki bau
aromatik yang khas. Dalam bentuk potongan memanjang, panjang 2-3 cm,
tebalnya 0,5-1 cm. Pada bagian sisi berwarna coklat kemerahan, sedangkan pada
bagian tengah berwarna putih kekuningan.
28
Gambar 4.1 Simplisia Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale
var.Rubrum)
Sedangkan serbuk rimpang jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum),
memiliki ciri yaitu, serbuk berwarna coklat kekuningan, bau khas jahe dan
terdapat serabut halus, rasa pedas. Seperti yang tertera pada gambar 4.2. Serbuk
simplisia ini kemudian digunakan untuk diamati secara mikroskopik. Pengamatan
secara mikroskopik ini bertujuan untuk melihat fragmen pengenal rimpang jahe
merah (Zingiber officinale var. Rubrum).
29
Gambar 4.2 Serbuk Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum)
Hasil dari mikroskopik rimpang jahe merah terdapat butir pati seperti yang
tertera pada gambar 4.3, butir pati dapat terlihat dengan menggunakan pelarut air
dan juga kloralhidrat pada perbesaran 40x. Butir pati yang terdapat pada rimpang
jahe merah setelah dilakukan pengulangan pati tersebut mirip dengan pati
gandum. Yakni berbentuk butir tunggal besar, dilindung oleh butiran kecil.
Bentuk serupa lensa bundar atau jorong, kadang berbentuk ginjal. Hillus terletak
ditengah tidak jelas bertupa titik atau celah, lamella tidak jelas.
Gambar 4.3 butir pati pada rimpang jahe merah dengan pelarut air perbesaran
40x
30
Gambar 4.4 Parenkim dengan sel sekresi dengan pelarut kloralhidrat pada
perbesaran 40x
Rimpang jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) mengandung minyak
atsiri. Minyak atsiri merupakan kandungan senyawa yang terdapat pada rimpang
jahe merah. Pada umumnya mikroskopik rimpang jahe terdapat parenkim dengan
sel sekresi. Sel sekresi yang dikeluarkan oleh rimpang jahe merah (Zingiber
officinale var. Rubrum) merupakan minyak atsiri yang terkandung dalam rimpang
jahe merah seperti yang tertera pada gambar 4.4 diatas. Pada rimpang jahe pula
terdapat serabut khas seperti yang tertera pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Serabut dengan pelarut kloralhidrat pada perbesaran 40x
Pada pengujian mikroskopik terdapat perbedaan berdasarkan sumber dari
rimpang jahe (Zingiberis officinale). Hal ini disebabkan oleh perbedaan alat
mikroskopik cahaya yang digunakan juga keahlian tangan dalam menggunakan
mikroskopik.
31
4.1.2 Penetapan Kadar Sari Larut air
Penetapan kadar sari larut air merupakan aspek pengujian pada parameter
spesifik yang dilakukan untuk menguji sari dari ekstrak etanol 96% rimpang jahe
merah (Zingiber officinale var. Rubrum) yang dilakukan untuk membandingkan
jumlah senyawa pada ekstrak yang tersari dengan pelarut air. Rendemen yang
didapat dalam tiga kali percobaan dapat memenuhi persyaratan pada rimpang jahe
pada umumnya, yaitu:
Tabel 4.1 Hasil Penetapan Kadar Sari Larut Air
Parameter Hasil (%) Rata-rata ± SD
Kadar Sari Larut air
18,2971 %
19,1026 ± 3,1788% 16,4040%
22,6067%
Pada umumnya, senyawa dalam rimpang jahe yang dapat terlarut dalam air
lebih besar dari kadar etanol. Namun, dari hasil pengujian menunjukkan bahwa
kadar sari larut air sebesar 19,1026 ± 3,1788%. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa polar yang dapat terlarut dalam air lebih kecil daripada jumlah senyawa
kurang polar (semi polar maupun non polar) yang terlarut dalam etanol. Pada
proses penguapan pula waktu yang dibutuhkan lebih kurang 30 sampai 45 menit.
Dari ketiga percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang signifikan hal
ini disebabkan karena waktu penguapan yang tidak sempurna, sehingga ekstrak
yang masih berada dalam cawan menyisakan air.
4.1.3 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Penetapan kadar sari larut etanol merupakan aspek pengujian pada
parameter spesifik yang dilakukan untuk menguji sari dari ekstrak etanol 96%
rimpang jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) yang dilakukan untuk
membandingkan jumlah senyawa pada ekstrak yang tersari dalam etanol 96% .
32
Rendemen yang telah didapat dalam tiga kali percobaan dapat memenuhi
persyaratan rimpang jahe pada umumnya, yaitu:
Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Parameter Hasil (%) Rata-rata ± SD
Kadar Sari Larut
Etanol
18,8607%
19,9105 ± 0,9654 % 20,1108%
20,7601%
Pada umumnya, senyawa dalam rimpang jahe yang dapat terlarut dalam
etanol 96% lebih kecil yaitu tidak kurang dari 4,3% (Depkes RI,1989). Dari hasil
pengujian menunjukkan bahwa kadar sari larut etanol sebesar 19,9105 ± 0,9654%.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah seyawa polar yang dapat larut dalam air lebih
kecil daripada jumlah senyawa yang kurang polar (semi polar maupun non polar)
yang dapat terlarut dalam etanol. Pada proses penguapan pula waktu yang
dibutuhkan lebih kurang 30 sampai 45 menit. Dari ketiga percobaan yang telah
dilakukan, didapatkan hasil yang signifikan hal ini disebabkan karena waktu
penguapan yang tidak sempurna, sehingga ekstrak yang masih berada dalam
cawan menyisakan etanol dan disebabkan pula oleh bentuk sediaan yang mana
pada pengujian rimpang jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dibuat
ekstrak kental dengam menggunakan etanol 96%, sehingga dapat terjadi tarik-
menarik antara pelarut dengan ekstrak etanol 96% rimpang jahe merah (Zingiber
officinale var. Rubrum).
4.1.4 Penetapan Rendemen Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang terdiri atas
campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang
berbeda. Sebagian besar minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan.
Menurut Public Ledger, 2006 minyak jahe diketahui memiliki berbagai fungsi,
33
diantaranya digunakan dalam industri kosmetik, makanan, aromaterapi dan
farmasi.
Menurut Guenther (1952), minyak jahe mengandung banyak senyawa
kimia, diantaranya zingiberin, kamfen, curcumin, felandren, sitral, sineol dan
zingiberol. Minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) yang
didapat dari hasil penyulingan berwana bening hingga kuning pucat.
Destilasi atau penyulingan merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali kedalam bentuk cairan. Zat yang memliki titik
didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu.
Tabel 4.3 Nilai rendemen Minyak Atsiri jahe merah (Zingiber officinale
var. Rubrum)
Parameter Hasil (%) Rata-rata ± SD
Nilai rendemen
minyak atsiri
0,6%
0,4 ± 0,2 % 0,4%
0,2%
Pengujian minyak atsiri dengan metode destilasi uap ini membutuhkan
waktu yang cukup panjang yakni 4-5 jam. Salah satu cara untuk destilasi yang
sempurna juga dengan cara mengurangi tekanan pada temperatur tetap. Tetapi
yang lebih umum mendestilasi pada tekanan tetap dengan menaikkan temperatur.
Sedangkan, berdasarkan titik didih dari air dan n-heksan memiliki titik didih yang
tinggi. Titik didih n-heksan adalah 69oC dan bersifat non polar, sedangkan titik
didih air adalah 100oC dan bersifat polar. Pada saat praktikum, didapat nilai bobot
jenis dari minyak atsiri yaitu 0,783 g/ml. Sehingga, minyak atsiri yang terkandung
dalam rimpang jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) terikat pada n-
heksan. Untuk menghilangkan n-heksan ataupun air yang terkandung dalam hasil
minyak atsiri diuapkan dengan alat penguap sederhana.
34
Nilai rendemen minyak atsiri yang dihasilkan dari 500 g rimpang jahe
merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dengan pengulangan sebanyak 3 kali
cukup besar seperti yang tertera pada tabel 4.3 diatas. Pada percobaan ini, peneliti
belum dapat menentukan kadar minyak atsiri dikarenakan keterbatasan waktu.
Sehingga, data yang didapat berupa nilai rendemen minyak atsiri dari 500 g
rimpang jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dengan nilai rendemennya
sebesar 0,4 ± 0,2 %. Hal tersebut disebabkan oleh tekanan udara dari luar alat
destilasi sehingga menyebabkan minyak atsiri yang dikeluarkan tidak begitu
besar.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan:
1. Makroskopik rimpang jahe merah memiliki bentuk bulat telur atau
potongan memanjang, memiliki permukaan yang kasar, berwarna coklat
kemerahan dan bau aromatik yang khas.
2. Mikroskopik serbuk rimpang jahe merah dengan mengamati fragmen
pengenal diantaranya berupa butir pati, serabut, parenkim dengan sel
sekresi.
3. Kadar sari larut air yaitu sebesar 19,1026 ± 3,1788%.
4. Kadar sari larut etanol yaitu sebesar 19,9105 ± 0,9654 %
5. Kadar minyak atsiri dalam 500 gram simplisia rimpang jahe merah yaitu
sebesar 0,4 ± 0,2%
5.2 Saran
Untuk melengkapi kekurangan dari penelitian ini, dapat dilakukan dengan
membandingkan kadar minyak atsiri yang diperoleh dengan cara pengambilan
minyak atsiri dengan metode lain. Analisis minyak atsiri jahe merah meliputi
analisis kualitatif dan kuantitatifnya dapat dilakukan dengan menggunakan KG-
SM.
36
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Sjamsul Arifin. 1986. Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam.
Universitas Terbuka : Jakarta.
Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Salemba Medica. Palembang
Agusta, A.2000.Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit
ITB Press. Hal 25.
Ahmad, Rasool, Bilal, Rehman, Bhat, Amin, Arif, Afzal, Hussain, Bilal, dan
Mir.2015.A Review on Pharmcological Properties of Zingerone (4-(4-
Hydroxy-3-methoxphenyl)-2-butanone).The Scientific World Journal.
Vol.2015: 1-6
Bermawie N, Hadad EA, Martono B, Ajijah N, dan Taryono. 1997. Plasma
Nutfah dan Pemuliaan. Di dalam Jahe Monograf Nomor 3. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
BPS.2011.Statistik Tanaman Biofarmaka.BPS.Jakarta, hlm.76
Bremeen,R.B., Tao, Y., dan Li, W.2011. Cyclooxygenase-2 Inhibitors in Ginger
(Zingiber officinale) Fitoterapia.Vol. 82 (1): 38-43.
Departemen Kesehatan RI.1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI,Hal. 155-161.
Departemen Kesehatan RI.1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI.2000.Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
FAO.2010.[http://faostat.fao.org/site/535/desktop/default.aspx?Page
ID=535#ancor]
Guenther, E.1952. The essential Oils Volume 5. D. Van Nostrand Com pany Inc.
New York. 420 pp.
Grzanna,R., Lindmark, L., dan Frondoza, C.G.2005.Ginger an Herbal Medicinal
Product with Broad Anti-Inflammatory Action.International. Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and Research. Vol. 35:209-216
Hamiudin. 2007. Budidaya Jahe (Zingiber officinale).
www.skma.org/...budidaya.../204-budidaya-jahe-zingiber-officinale.pdf
[13 Februari 2010].
37
Heyne,K.1987.Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan
IT IS (Integrated Taxonomic Information System).2015. Taxonomic Hierarchy.
[Tersedia online pada]:
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt.html [3 Oktober 2015]
Joanne, B.,Linda,A. Anderson., Phillipson, J. David.2007. Herbal Medicines third
edition [computer software]. German: Pharmaceutical Press
Jolad, Lantz, Chen, Bates, dan Timmermann. 2005. Commercially Processed Dry
Ginger (Zingiber officinale): Composition and Effect on LPS-stimulated
PGE2 Production. Phytochemistry. Vol. 66 (13): 1614-1635.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2008.Farmakope Herbal Indonesia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Khare, C.P.2007.Indian Medicinal Plants.India: Springer Science+Bussiness
Media, LCC.
Koswara S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Lestari P. 2010. Karakteristik simplisiadan isolasi senyawa triterpenoida/steroida
dari herba suruhan [skripsi]. Medan. Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara.
Markham, K.R. 1988. Cara mengidentifikasi flavonoid. Diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB
Mishra, P. 2009. Insalation, spectroscopic characterization and molecular
modeling studies of mixture of curcuma longa, ginger and seeds
offenugrek.International Jurnal Of Pharmtech Research. 1:79-95.
Paimin FB dan Murhananto. 1991. Budidaya, Pengolahan, dan Perdagangan
Jahe. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rohman, A. dan Gandjar, I.G.2007.Kimia Farmasi Analisis.Cetakan pertama.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Publick,Ledger.2006.Daily Market Price. Agra Informa Ltd. Kent,UK
Rosita SMD, Moko H, dan Sudiarto. 1997. Sejarah dan Penyebaran. Di dalam:
Jahe Monograf Nomor 3. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bogor.
38
Ross, Ivan. 1999. Medical Plants of the World Chemical Constituent,Traditional
and Modern Medicinal Uses. New Jersey: Humana Press
Rusli, M.S.2010. Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. Jakarta: PT. Agromedia
Pustaka
Sastrohamidjojo, H. 2002. Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Liberty
Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi.Bogor: Departemen
Pendidikan dan Budaya Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Ilmu Hayati IPB.
Stahl, E.1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.Diterjemahkan
oleh: Kosasih Padwinata dan Iwang Soediro. Bandung: ITB
Syukur, C. 2002. Agar Jahe Berproduksi Tinggi, Cegah Layu Bakteri dan
Pelihara Secara Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya
Tustiyani, Isna., Sugiyanta, Melati, M. 2014. Karakter Morfologi dan Fisikokimia
Beras dengan Berbagai Dosis Pemupukan Organik dan Hayati pada
Budidaya Padi Organik. J. Agron. Indonesia 42(3):187-194.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan : S. Noerono.
Gadjah Mada University Press. Indonesia
Widiastuti, Ira. 2012. Sukses Agribisnis Minyak Atsiri. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Yuliani, Sri dan Risfaheri. 1990. Identifikasi berbagai klon minyak jahe. Buletin
Littro V(2): 65-72
39
LAMPIRAN
Lampiran 1 Penyiapan simplisia dan serbuk simplisia rimpang jahe merah
40
Lampiran 2 Proses Pembuatan Ekstrak
41
Lampiran 3 Uji mikroskopik serbuk rimpang jahe merah
42
Lampiran 4 Kadar sari larut etanol
Lampiran 5 Kadar sari larut air
43
Lampiran 6 Minyak atsiri
44
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Sari Larut Air
Diketahui:
No Bobot cawan kosong
(W0) Bobot simplisia (W1)
Bobot cawan +
ekstrak (W2)
1 22,7001 gram 5,0057 gram 23,6160 gram
2 22,6997 gram 5,0000 gram 23,5199 gram
3 25,9786 gram 5,0078 gram 26,7896 gram
Perhitungan:
% Kadar Sari Larut Air =
1 %K.S.L.Air =
= 18,2971%
2 %K.S.L.Air =
= 16,4040%
3 %K.S.L.Air =
= 22,6067%
Rata-rata 19,1026 ± 3,1788%
45
Lampiran 8 Perhitungan Kadar Sari Larut Etanol
Diketahui:
No Bobot cawan
kosong (W0)
Bobot simplisia
(W1)
Bobot cawan +
ekstrak (W2)
1 26,2359 gram 5,0014 gram 27,1792 gram
2 25,3767 gram 5,0018 gram 26,3826 gram
3 25,9779 gram 5,0072 gram 27,0174 gram
Perhitungan:
% Kadar Sari Larut Etanol =
1 %K.S.L.Etanol =
= 18,8607%
2 %K.S.L.Etanol =
= 20,1108%
3 %K.S.L.Etanol =
= 20,7601%
Rata-rata 19,9105 ± 0,9654 %
46
Lampiran 9 Rendemen Minyak Atsiri
Diketahui :
No Bobot Simplisia Volume minyak
1 500 gram 3 ml
2 500 gram 2 ml
3 500 gram 1 ml
Perhitungan :
% Rendemen Minyak atsiri =
1 % Rendemen minyak atsiri =
= 0,6%
2 % Rendemen minyak atsiri =
= 0,4%
3 % Rendemen minyak atsiri =
= 0,2%
Rata-rata 0,4 ± 0,2
47
Lampiran 10 Perhitungan Bobot Jenis Minyak Atsiri
Diketahui:
Bobot botol kosong Bobot botol isi Bobot botol isi – bobot
botol kosong
26,07 gram 30,7680 gram 4,6980 gram
Volume minyak atsiri: 6 ml
Perhitungan :
= 4,6980 g
6ml
= 0,783 g/ml