ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
85
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM PANDANGAN ISLAM
Suswanto
STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi, Jl.Gatot Subroto Km 3 No.3 Tebing Tinggi Sumatera Utara, Telp: (0621) 21428
Email : [email protected]
Abstrak : Orangtua sebagai pendidik pertama dan utama memegang peranan penting dalam keberhasilan
anak dimasa mendatang. Banyak orangtua belum tahu atau tidak mau tahu bagaimana mendidik dan
sangat sedikit yang memperhatikan apakah proses pendidikannya berhasil atau tidak. Seolah-olah
berumah tangga tidak memiliki dasar (ilmu) dalam menjalani setiap proses kehidupan rumah tangganya.
Itu sebabnya, awal pendidikan anak dimulai dari pendidikan orangtua sebelum memiliki anak. Ada
pepatah yang menyatakan bahwa “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Materi pendidikan dalam
keluarga dapat disamakan dengan istilah kurikulum. Kurikulum adalah separangkat pembelajaran yang
akan diberikan kepada anak. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang mampu menjawab seluruh
kebutuhan anak sebagai amanah dan hasil pendidikan. Untuk itu, orangtua perlu memiliki kurikulum
yang dijadikan sebagai landasan proses pembelajaran dan atau pembiasaan anak di rumah. Kurikulum
yang baik dan disusun secara sistematis ooleh orangtua dapat menentukan hasil pendidikan yang
berhasilguna dan berdayaguna dalam menjawab tantangan hidup dan kehidupan. Dalam pendidikan
Islam, materi terpenting yang harus disamapikan kepada anak adalah perlunya memperkokoh keimanan
anak agar mampu bersaing dalam proses kehidupan, tidak mudah berubah kearah negatif. Penekanan
aspek ibadah dalam materi pendidikan juga menentukan keberhasilan proses pendidikan. Mengajarkan
kepada anak untuk taat dan patuh kepada orangtua, memiliki akhlak yang mulia. Dalam pendidikan anak
di rumah juga sangat dibutuhkan pembelajaran sejarah. Untuk menyampaikan isi pendidikan (kurikulum)
tidak akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa penggunaan metode dan model dalam rumah. Orangtua
yang baik adalah orangtua yang mampu dalam memilih dan mempergunakan berbagai metode dan
mampu menjadi model untuk anak-anaknya. Metode yang baik akan memudahkan anak dalam menerima
dan memahami materi pembelajaran yang ada. Orangtua harus memiliki sikap professional dalam
mendidik dan membimbing anak-anaknya. Orangtua memiliki tugas yang kompleks, bukan hanya sekedar
memberikan makan dan pakaian.
Kata Kunci : Pendidikan Anak, Pandangan Islam
PENDAHULUAN
Pendidikan anak menjadi salah
satu kewajiban orangtua diantara
kewajiban-kewajiban lainnya.
Pendidikan anak menentukan apakah
pertumbuhan dan perkembangan anak
menuju arah (tujuan) yang diharapkan
kedua orangtua. Tentunya, setiap
orangtua menginginkan anak-anaknya
menjadi anak yang berguna, beriman dan
bertakwa kepada Allah swt. Perwujudan
tujuan tersebut harus diimbangi dengan
kompetensi orangtua dalam mendidik,
kurikulum yang dipergunakan, metode
(cara) dalam mendidik, bimbingan dan
pelayanan serta media pendidikan yang
dipergunakan. Setiap anak memiliki
potensi yang harus dibangkitkan dan
dikembangkan sebagaimana mestinya.
Pendidikan menjadi tolak ukur apakah
potensi manusia tersebut dapat tumbuh
dan berkembang kearah yang lebih baik.
Al Qur-an sudah mengabarkan bahwa
setiap manusia yang lahir membawa
fitrahnya masing-masing. Fitrah di sini
maksudnya adalah bakat (potensi).
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
86
Potensi manusia apabila tidak
dikembangkan, maka tidak dapat
menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa (insan kamil). Hanya dengan
pendidikan potensi manusia dapat
ditumbuhkembangkan sehingga
berhasilguna dan berdayaguna.
Pendidikan pada hakikatnya adalah
membantu anak menemukan jati diri
sehingga memahami dan mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai manusia.
Orangtua sebagai pendidik
pertama dan utama memegang peranan
penting dalam keberhasilan anak dimasa
mendatang. Banyak orangtua belum tahu
atau tidak mau tahu bagaimana mendidik
dan sangat sedikit yang memperhatikan
apakah proses pendidikannya berhasil
atau tidak. Seolah-olah berumah tangga
tidak memiliki dasar (ilmu) dalam
menjalani setiap proses kehidupan
rumah tangganya. Itu sebabnya, awal
pendidikan anak dimulai dari pendidikan
orangtua sebelum memiliki anak. Ada
pepatah yang menyatakan bahwa “buah
jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Materi
pendidikan dalam keluarga dapat
disamakan dengan istilah kurikulum.
Kurikulum adalah separangkat
pembelajaran yang akan diberikan
kepada anak. Kurikulum yang baik
adalah kurikulum yang mampu
menjawab seluruh kebutuhan anak
sebagai amanah dan hasil pendidikan.
Untuk itu, orangtua perlu memiliki
kurikulum yang dijadikan sebagai
landasan proses pembelajaran dan atau
pembiasaan anak di rumah. Kurikulum
yang baik dan disusun secara sistematis
ooleh orangtua dapat menentukan hasil
pendidikan yang berhasilguna dan
berdayaguna dalam menjawab tantangan
hidup dan kehidupan. Dalam pendidikan
Islam, materi terpenting yang harus
disamapikan kepada anak adalah
perlunya memperkokoh keimanan anak
agar mampu bersaing dalam proses
kehidupan, tidak mudah berubah kearah
negatif. Penekanan aspek ibadah dalam
materi pendidikan juga menentukan
keberhasilan proses pendidikan.
Mengajarkan kepada anak untuk taat dan
patuh kepada orangtua, memiliki akhlak
yang mulia. Dalam pendidikan anak di
rumah juga sangat dibutuhkan
pembelajaran sejarah.
Untuk menyampaikan isi
pendidikan (kurikulum) tidak akan
berjalan sebagaimana mestinya tanpa
penggunaan metode dan model dalam
rumah. Orangtua yang baik adalah
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
87
orangtua yang mampu dalam memilih
dan mempergunakan berbagai metode
dan mampu menjadi model untuk anak-
anaknya. Metode yang baik akan
memudahkan anak dalam menerima dan
memahami materi pembelajaran yang
ada. Orangtua harus memiliki sikap
professional dalam mendidik dan
membimbing anak-anaknya. Orangtua
memiliki tugas yang kompleks, bukan
hanya sekedar memberikan makan dan
pakaian.
Dewasa ini, banyak terjadi
berbagai tindakan dan kesalahan yang
dilakukan anak usia muda. Proses
tindakan yang tidak baik dapat
disebabkan dari ketidaktahuan orangtua
dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai pendidik di rumah
tangga. Ketiadaan waktu, sebagai akibat
proses kerja diluar rumah yang
berlebihan, menjadi urutan pertama
penyebab anak melakukan kesalahan
(dosa). Kutrang cerdasnya orangtua
dalam memanajemen waktu, anak
menjadi korban. Di samping itu, Ibu
yang bekerja di luar rumah juga menjadi
pemicu ketidakberhasilan orangtua
mendidik anak-anaknya. Apabila
ditelusuri periode kehidupan yang
ditempuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan
beberapa fase, seperti masa pranatal,
balita, kanak-kanak remaja, dewasa dan
tua. Masa yang sangat menentukan
adalah sejak anak lahir sampai dengan
usia 6 tahun, karena pada usia ini secara
fisik maupun psikhologis anak belum
berdaya, mereka hanya menerima apa
yang diberikan oleh orang dewasa,
pikiran dan hatinya masih suci, bagaikan
kertas putih yang belum ternoda dan
tergores sesuatu. Maka apa yang
didengar dan dilihatnya akan diserap si
anak dan langsung tersimpan dalam
memorinya. Untuk merespon
perkembangan anak, maka perlu
diberikan pendidikan anak usia dini
(PAUD).
Islam sangat mementingkan
pendidikan anak dimulai sedini
mungkin, bahkan sebelum kelahiran
(dalam kandungan) si ibu telah
dianjurkan untuk melakukan pekerjaan
yang baik dan menyenangkan. Tujuanya
adalah agar anak menjadi sehat, tangkas,
cerdas dan tangguh dalam menghadapi
berbagai tantangan, sehingga menjadi
generasi penerus yang mampu
menjalankan tugas-tugas yang
diamanahkan kepadanya. Gutama
(2005) menjelaskan bahwa, pendidikan
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
88
anak usia dini bagaikan the golden age
atau usia emas yang menentukan masa
depannya, sekaligus masa kritis dalam
kehidupan anak. Untuk itu pada masa
tersebut sangat tepat meletakkan dasar-
dasar pengembangan kemampuan fisik,
agama, bahasa, sosial emosional, konsep
diri, seni dan etika yang didasarkan nilai-
nilai akhlak, agar seluruh potensinya
tumbuh dan berkembang secara
maksimal. Di samping itu, penanaman
cinta kepada Allah swt dan RasulNya
menjadi terpenting sehingga anak mau
dan mampu beribadah. Selanjutnya
Allah Swt. mengingatkan para orang tua
seperti dijelaskan dalam al- Qur’an :
ش خي ينٱولي لذ خليفهمي مني تركوا لوي
فلييتذقوا علييهمي خافوا ضعفا يذة ذر
ٱ لسديداللذ قولواقوي ٩ولي
Artinya : Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan Perkataan yang benar.
Ayat di atas memberikan garis
tegas kepada orangtua untuk benar-benar
mendidik anak-anak mereka. Tidak
boleh orangtua meninggalkan anak-anak
di belakang mereka dengan kondisi
lemah, lemah di sini maksudnya adalah
lemah keimanan, lemah agama,
ekonomi, ibadah dan ilmu pengetahuan.
Tulisan ini berusaha mengungkapkan
konsepsi Islam terhadap pendidikan anak
usia dini, bagaimana seharusnya peranan
orang tua yang diberi amanah, langkah-
langkah apa yang harus dilakukannya,
sehingga peranan yang optimal dari
orang tua diharapkan melahirkan
generasi yang berakhlak dan bermoral
masa mendatang.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang
dipergunakan dalam kesempatan ini
adalah metode library research dengan
pendekatan kualitatif deskriftif.
Berdasarkan ini, perpustakaan menjadi
acuan utama dalam menyelesaikan
berbagai permasalahan yang ada dengan
merujuk kepada buku-buku yang relevan
dengan judul penelitian
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
89
HASIL PENELITIAN
1. Anak Usia Dini Dalam
Pandangan Para Ilmuwan
Suryabrata (2005 : 186)
menjelaskan bahwa Aristoteles
mengatakan pertumbuhan dan
perkembangan anak, terbagi pada dua
fase. Fase pertama, mulai anak umur 0
sampai 7 tahun, yang disebut masa anak
kecil ke masa bermain. Fase kedua, anak
umur 7 sampai 14 tahun, disebut masa
anak, yang dikenal dengan masa belajar
rendah. Sedangkan Zakiah Daradjat
(1995 : 15) mengemukakan bahwa anak
usia 3-4 tahun dikenal sebagai masa
pembangkang atau masa krisis. Dari segi
pendidikan justru masa itu terbuka
peluang ketidak patuhan, sekaligus
merupakan landasan untuk menegakkan
kepatuhan. Saat itu, anak terbuka
peluang kearah kesediaan menerima
yang sesungguhnya. Setelah itu anak
memiliki kesadaran batin. Di sinilah
mulai dibutuhkan sentuhan pendidikan
untuk menumbuhkan motivasi
pendidikan kearah tujuan pendidikan.
Kedua teori ini mengarahkan pendidikan
pada awal anak mengenal lingkungan
sekitar. Pada dsaat ini, anak belum
memiliki usia untuk menentang atau
membangkang (menurut pendapat
Zakiah Dradjat), namun pada usia seperti
di atas justru anak masih banyak melihat
dan meniru serta lebih fokus dalam
permainan. Pada saat usia ini, Islam
menganjurkan kepada orangtua untuk
memulai pendidikan dengan
menanamkan keimanan yang dapat
dimulai dengan mengenalkan kepada
anak huruf-huruf Al Qur-an, atau juga
mengenalkan kepada anak beberapa
ibadah sederhana, seperti menerima
dengan tangan kanan, ikut melakukan
ibadah sholat di samping atau di
belakang orangtua.
Dalam Islam tidak ada istilah anak
belajar pada fase awal atau rendah.
Sebenarnya, pendidikan anak dimulai
sejak anak itu diberikan nama. Mengapa
demikian, memberikan nama yang baik
juga dapat mempengaruhi kepribadian
dan sikap anak setelah dewasa (besar).
Justru anak usia 7 tahun sudah banyak
yang mampu menghafalkan Al Qur-an
dan bahkan hafal 30 Juz. Keterlambatan
memberikan pendidikan agama kepada
anak usia 0-4 tahun dapat berakibat
kurang baik terhadap anak. Dengan
demikian anak usia dini dalam
pertumbuhan dan perkembangannya
dapat dikategorikan dalam beberapa
tahapan antara lain : masa bayi (usia
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
90
sejak lahir sampai usia 12 bulan), masa
todler ( balita, usia 1-3 tahun, masa
prasekolah ( usia 3 sampai dengan 6
tahun ) dan masa awal pendidikan dasar
( usia 6 sampai dengan 8 tahun). Anak
bagaikan kaset kosong, maka harus diisi
dengan berbagai kegiatan yang
berfaedah, mendengarkan lantunan ayat
suci Al Qur-an dapat dijadikan salah satu
metode dalam membantu anak untuk
cinta kepada Al Qur-an. Rasul pernah
mengingatkan kepada kita dengan
perkataan Beliau ‘ajarkanlah anakmu
diusia 7 tahun untuk melakukan sholat,
jika 10 tahun tidak sholat, maka
pukullah. Pukul di sini maksudnya, didik
dan ajarkan anakmu sholat sehingga ia
cinta dan gemar melakukan ibadah
sholat. Orangtua dewasa ini mengalami
kegagalan dalam menyuruh anaknya
untuk sholat. Isi disebabkan lalainya
orangtua dalam mengikuti perkataan
Rasul Muhammad saw.
2. Fungsi Pendidikan Anak Usia
Dini
Dalampelaksanaan pendidikan
anak usia dini ada beberapa hal yang
perlu untuk diperhatikan dari
perkembangan dan pertumbuhan anak
diantaranya :
a. Aspek Biologis
Pertumbuhan fisik, anak lahir
dalam keadaan lemah, belum berdaya,
perlu mendapatkan bantuan pertolongan
orang dewasa di sekelilingnya, karena
tubuhnya belum tumbuh secara
sempurna. Demikian pula kemantapan
dan kesempurnaan perkembangan
potensi yang dibawa sejak lahir, baik
jasmani maupun rohani memerlukan
pemeliharaan dan latihan. Fisiknya akan
sehat jika diberikan makanan yang
bergizi dan keterampilannya akan
dimiliki apabila dilatih. Begitu pula
perkembangan akal dan mentalnya akan
berfungsi secara baik, apabila
pemeliharaan dan kematangan
berfikirnya dapat diarahkan pada
pengeksplorasian perkembangannya.
Sedangkan Jalaluddin (2005;64)
mengemukakan, proses perkembangan
fisik manusia terjadi secara periodik,
yang terdiri dari periode pertumbuhan,
periode pencapaian kematangan, periode
usia baya dan periode penuaan. Masa
pertumbuhan yaitu pada periode ini
pertumbuhan anak sangat cepat,
terutama pada tahun-tahun pertama.
Masa ini dimulai semenjak lahir sampai
akhir dewasa ( umur 0 s - d 30 tahun ).
Pada usia tiga puluhan individu dianggap
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
91
telah memiliki kematangan penuh, baik
dari segi fisik maupun intelektual.
Periode pencapaian kematangan
yaitu manusia berada di atas usia tiga
puluhan dan sebelum empat puluhan.
Masa ini dipredeksi kemampuan fisik
dan intelektual mencapai kematangan.
Sementara pada usia baya atau usia
pertengahan merupakan usia yang tidak
spesifik, tidak tua dan tidak juga muda
yaitu antara usia empat puluhan sampai
enam puluhan. Tahap ini telah melewati
puncaknya dan telah mulai menurun dari
segi fisik dan mental secara perlahan-
lahan, namun penurun itu masih sulit
dirasakan. Adapun periode penuaan
yaitu seusia lanjut yang merupakan usia
mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di alam ini yaitu dikala berumur
60-an sampai akhir kehidupan. Seperti
yang dijelaskan Rasulullah dalam hadis :
“ masa penuaan itu umur umatku adalah
enam puluh hingga tujuh puluh tahun “ (
H.R, Muslim dan Nasai ).
b. Aspek Emosi
Menurut Tafsir (2004:79), emosi
merupakan warna afektif yang menyertai
setiap keadaan atau perilaku individu,
yakni perasaan – perasaan tertentu yang
dialami pada saat menghadapi suatu
situasi tertentu, seperti gembira, putus
asa, sedih, terkejut, benci, cinta dan
sebagainya.
Setiap individu memiliki emosi yang
tumbuh dan berkembang secara alami
yang dimulai semenjak lahir
berkembang hingga mencapai
kedewasaan anak. Hal ini disebabkan
pertambahan usia dan kematangan
masing-masing individu Walaupun
emosi itu ada tetapi kemunculannya
disebabkan adanya stimulan, misalnya
anak menangis karena lapar atau dahaga
(Baradja : 2005 : 213). Emosi ini akan
berkembang sesuai dengan suasana hati
atau perkembangan afektif individu.
Sebagai suatu reaksi psikologis,
emosi itu memiliki ciri, antara lain : 1)
lebih bersifat sebjektif dari pada
peristiwa psikologis lainnya seperti
pengamatan dan berfikir, 2) bersifat
tidak tetap (fakultatif), 3) banyak
bersangkut paut dengan peristiwa
pengenalan panca indera. Spesifik emosi
pada anak berbeda dengan orang
dewasa, emosi pada anak berlangsung
tidak lama dan berakhir dengan cepat,
terlihat lebih kuat, bersifat sementara,
sering terjadi, mudah diketahui dari
tingkah lakunya. Sedangkan pada orang
dewasa terjadi sebaliknya (
Yusuf:2004;116).
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
92
Menurut Islam dianjurkan
memberikan ransangan kepada anak
dengan cara membisikkan kalimat-
kalimat tayyibah dan do’a-do’a serta
membiasakan perilaku terpuji dalam
kehidupan sehari-hari, seperti dijelaskan
nabi dalam hadis, “ tali keimanan yang
paling kuat ialah cinta kepada Allah dan
benci karena Allah “(HR.Ath- Thabrani).
Untuk itu agar emosi yang muncul
berkategori positif, maka perlu diberi
ransangan dengan perasaan bahagia,
cinta, senang, bersemangat terhadap hal-
hal yang terpuji, baik yang menyangkut
dengan kehidupan maupun keyakinan
terhadap agama. Dengan demikian, anak
akan tumbuh dan berkembang menjadi
pribadi-pribadi yang disenangi
dilingkungannya.
c. Aspek Kecerdasan (IQ)
Menurut Bloom, bahwa
perkembangan intelektual anak terjadi
sangat pesat pada tahun-tahun awal
kehidupannya, dimana sekitar 50%
variabilitas kecerdasan orang dewasa
sudah terjadi ketika anak berusia 4
tahun. Peningkatan berikutnya terjadi
pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada
pertengahan atau akhir dasawarsa kedua
(Direktorat PLS : 2003 : 14). Sedangkan
Wismiarti (2007) Gardner
mengemukakan peran pendidik adalah
membangun sel otak sebanyak mungkin,
semakin banyak sambungannya,
semakin tebal myelin-nya, maka anak
semakin cerdas. Oleh karena itu, anak
perlu diberi ransangan khusus, yaitu
dengan cara memberikan pengalaman
yang beragam sehingga dapat
memperkuat perkembangan kecerdasan
anak.
Perkembangan otak anak
menurut psikologi akan terjadi pada usia
0 s.d 8 atau 9 tahun, masa ini merupakan
yang sangat menentukan untuk menggali
dan mengembangkan potensinya, karena
disaat bayi lahir sudah memiliki sekitar
100 miliar neuron (sel otak) atau 75%
dari jumlah sel otak orang dewasa.
Waktu yang sangat kritis masa
penyempurnaan itu terjadi sampai
hingga usia 6 tahun, dengan
perkembangan paling pesat direntangan
3 tahun pertama. Sel-sel syaraf tersebut
haruslah rutin distimulasi, dan
didayagunakan agar terus berkembang
jumlahnya, jika tidak distimulasi, maka
jumlah sel tersebut akan semakin
berkurang kecerdasan berfikir anak.
Dari hasil peneilitan
menunjukan, perkembangan otak anak
90% terjadi pada usia di bawah 7 tahun,
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
93
masa 3 tahun pertama membangun
fondasi struktur otak yang berdampak
permanen, dan pengalaman positif dan
negatif pada masa kanak-kanak akan
mempengaruhi perkembangan emosi
ketika dewasa (Megawangi : 2007).
Tentunya pendidikan di bawah 7 tahun
menjadi sangat strategis, dalam
mengasah dan mengasuh anak menjadi
manusia-manusia yang trampil dan
cekatan.
Dengan demikian, semakin
banyak ransangan yang positif dalam
otak anak, semakin besar peluang untuk
sukses menjadi orang-orang yang cerdas,
menjadi pembelajar sejati dan menjadi
sehat emosinya. Karena itu orang tua,
guru dan masyarakat (lingkungan)
dituntut untuk berbuat sebaik mungkin,
untuk membangun sambungan sel syaraf
otak anak, sehingga anaknya mempunyai
kemampuan berpikir yang tinggi dan
luas.
d. Aspek Kepribadian Anak
Karakter atau sifat seseorang
yang terorganisir dalam diri individu
sebagai sistem perilaku dalam
penyesuaian diri dengan lingkungannya
merupakan potret dari kepribadian. Jadi
kepribadian itu merupakan gerakan
dinamis dalam diri sesorang, yang
kadangkala dipengaruhi lingkungan,
penyesuain diri terhadap lingkungan.
Penyesuain yang menyangkut dengan
kepribadian itu berkaitan dengan hal-hal,
karakter, tempramen, sikap, stabilitas
emosional, responsiblitas dan sosial.
Dengan demikian kepribadian itu
terbentuk oleh tempramen dan karakter
yang dimiikinya. Mubarok (2001;83)
menyatakan bahwa, tempramen
merupakan corak reaksi seseorang
terhadap berbagai ransangan yang
berasal dari lingkungan dan dari dalam
diri sendiri. Perkembangan pola
kepribadian dipengaruhi oleh 3 faktor
yaitu, bawaan, pengalaman awal dari
keluarga, dan pengalaman dalam
kehidupan selanjutnya. Pengalaman awal
merupakan dasar kepribadian yang
selanjutnya, anak yang mendapat
pengalaman awalnya interaksi yang
positif, tentunya akan membentuk
kepribadian yang positif dan terpuji.
Pembentukan kepribadian
seseorang anak, terdapat perbedaan
pendapat para ahli; antara lain, Pertama,
teori nativisme, mengemukakan bahwa
anak tumbuh dan berkembang sesuai
pembawaan sejak lahir yang bersifat
kodrati, pendidikan yang diberikan tidak
ada fungsinya. Anak tanpa dididik dan
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
94
dibimbing akan tumbuh kemampuannya
secara alami. Kedua, teori emperisme,
teori ini populer dengan teori tabularasa
artinya, anak lahir bagaikan kertas putih,
anak lahir dalam keadaan bersih,
maksudnya bahwa pembentukan
manusia ditentukan oleh faktor luar,
manusia ditentukan oleh lingkungan
serta usaha-usaha pendidikan bukan
pengaruh bawaan. Ketiga, teori
konvergensi, pendapat ini merupakan
perpaduan antara nativisme dan
emperisme, mengemukakan bahwa
lingkungan dan pembawaan, keduanya
memiliki peran yang sama, yang dapat
memberikan pengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jadi menurut pendapat teori ini, antara
pembawaan dan lingkungan keduanya
harus dilatih secara baik, tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Prinsipnya
teori ini ada kemiripan dengan
pandangan Islam terhadap bawaan dan
pertumbuhan anak..
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
MENURUT KONSEPI ISLAM
Menurut pandangan Islam, setiap
anak yang dilahirkan kedunia dalam
keadaan suci dan bersih atau lebih
populer dengan istilah ” fitrah ” . Fitrah
berarti suatu potensi yang dianugerahkan
Allah secara langsung kepada setiap
anak manusia yang baru lahir. Manusia
makhluk yang dikarunia fitrah beragama,
dengan istilah ” homo devinans dan
homo religous ” yaitu makhluk ber-
Tuhan atau beragama. Fitrah beragama
merupakan potensi dasar yang
berpeluang untuk berkembang, namun
perkembangan itu akan banyak
dipengaruhi oleh orang tua, seperti hadis
Nabi Saw ” Setiap manusia dilahirkan
dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang
tuanyalah yang dapat mengarahkan
anaknya, apakah ia menjadi Yahudi,
Nasrani atau Majusi ” (H.R, Bukhari).
Hadis tersebut mengisyaratkan bahwa
faktor pendidikan orang tua memegang
peranan yang sangat menentukan dalam
menanamkan kesadaran beragama pada
anak. Senada dengan itu diungkapkan
Tafsir (2004:91), untuk menjadikan anak
yang cerdas, sehat, dan memiliki
penyesuain sosial yang baik, peranan
keluarga sangat dominan. Keluarga
merupakan salah satu faktor penentu
utama dalam perkembangan
keperibadian anak, disamping faktor-
faktor lain.
Untuk itu, supaya fitrah yang
dimiliki anak dapat tumbuh dan
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
95
berkembang sesuai dengan tuntunan
Islam, maka sejak awal anak harus
ditanamkan nilai-nilai ajaran Islam.
Adapun nilai-nilai Islam yang menjadi
pilar utama terdiri dari 3 tiang pokok
yaitu, aqidah, syari’ah, dan akhlak. Tiga
prinsip pokok itu bagaikan trichotomi
yang mempunyai peranan yang amat
menentukan dalam pembinaan anak.
1. Penanaman Aqidah /
Keyakinan
Aqidah berisikan keyakinan terhadap
adanya Tuhan dan ajaran yang benarnya
datang dari Tuhan, meyakini dalam hati
secara kokoh, tiada keraguan dan dipilih
menjadi jalan hidup (Ensiklopedi Islam:
94 : 208). Karena itu aqidah menjadi
fondamen atau dasar utama dalam
kehidupan seseorang, inti dari aqidah
adalah iman. Maka iman itu adalah
engkau meyakini sepenuhnya peracaya
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rasul-rasul-Nya,
hari kebangkitan dan qadha serta qadar
(Ensiklopedi Islam:94;209). Iman
intinya adalah tauhid yaitu mengesakan
Allah yang diungkapkan dalam
syahadatain.
Tauhid mempunyai pengaruh dalam
segala aspek kehidupan seseorang
muslim, sosial, budaya, ideologi, politik,
pendidikan dan lain-lainnya. Iman
merupakan kunci pokok membentuk ke
Islaman seseorang. Seseorang dapat
dikatakan muslim manakala ia sudah
beriman, antara Iman dan Islam
merupakan satu kesatuan yang saling
mengisi. Iman tiada artinya tanpa amal
shaleh, dan amal shaleh akan sia-sia
tanpa dilandasi dengan Iman kepada
Allah (Q.S. al-Ashr 1-3). Oleh karena
itu, keenam rukun iman yaitu,
keprcayaan kepada Allah, Malaikat-
malikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-
rasul-Nya, Hari berbangkit dihari akhirat
nanti, serta qadha dan qadhar semestinya
ditanamkan kepada si anak semenjak
usia dini, karena kepercayaan itu tidak
akan tumbuh dan berkembang pada diri
anak kecuali dengan pembinaan dan
latihan secara rutinitas.
2. Penanaman Syari’ah / Ibadah
Mematuhi ketentuan-ketentuan
Allah yang dijelaskan Rasulullah dalam
kehidupan manusia di dunia untuk
mencapai kebahagian hidup di akhirat,
baik yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, maupun hubungan
sesama manusia serta hubungan dengan
alam sekitar, hal ini termasuk dalam
objek pembahasan Syari’ah. Para ulama
membagi syari’ah pada dua kategori,
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
96
yaitu ibadah dan muamalah. Sedangkan
ibadah berarti tunduk, patuh, taat,
mengikuti perintah dan do’a (Q.S.
Yasin:60 ). Menurut Ashidiqie (1954;5)
para fuqaha’; ibadah adalah segala
ketaatan yang dikerjakan untuk
mencapai keridhaan Allah dan
mengharapkan pahala-Nya di hari
akhirat. Sedangkan ulama tauhid
merumuskan bahwa ibadah adalah
meng-Esakan Allah dan merendahkan
diri serta menundukan jiwa kepada
Allah.
Dari rumusan diatas, bahwa
cakupan ibadah sangat luas dan semua
pekerjaan yang dilandasi ikhlas dan
untuk mencari ridha Allah. Sedangkan
dalam implementasi nya ibadah dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu ibadah
khusus (mahdhah) dan ibadah umum
(ghairu mahdhah). Pertama ibadah
khusus, yaitu ibadah yang cara
pelaksanaanya dan materi ditentukan
secara jelas dan rinci dalam al-Qur’an
dan as-Sunnah Nabi, seperti,
pelaksanaan shalat lima waktu, puasa
ramadhan, zakat dan haji. Kedua ibadah
umum, menurut al- Qardhawi
(2003;109), yaitu semua aktivitas
muslim dalam memenuhi hajat hidup
dan kewajibannya, baik dengan Allah
maupun dengan sesama manusia serta
dengan alam sekitarnya, sertanya untuk
motivasi mencapai ridha Allah.
Dengan demikian, baik ibadah
khusus (mahdhah) maupun ibadah
umum (ghairu mahdhah), mempunyai
peran yang sangat penting, karena
ibadah itu dapat memberikan perasaan
bahagia dan tentram serta puas dalam
kehidupannya. Khusus untuk anak dalam
usia dini, nilai-nilai inilah yang perlu
disemai dan ditanamkan dalam jiwa
mereka, tentu saja ibadah dalam artian
yang sangat sederhana, yang sesuai
dengan tingkat perkembangan
pemikirannya.
Adapun ibadah yang perlu
ditanamkan pada anak usia dini, yaitu
dalam bentuk pengenalan dan latihan
melakukan rukun Islam yang lima,
terdiri dari; pengucapan dua kalimat
syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.
Begitu pula ibadah umum, dalam bentuk
pengenalan dan pembiasaan
mengucapkan kalimat tayyibah,
perbuatan-perbuatan yang baik, seperti
berbakti kepada orang tua, menyayangi
teman, menolong tetangga, berinfak,
membantu fakir miskin dan lain-lain.
Dengan adanya pengenalan, pembiasaan
dan latihan sejak dini, maka kelak
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
97
sewaktu anak menjadi remaja dan
dewasa terbiasa melakukan ibadah dan ia
merasakan bahwa ibadah itu adalah salah
satu kebutuhan yang wajib dilaksanakan.
3. Pembinaan Akhlak
Kata akhlak berasal dari khalaqa
yang artinya kelakuan, tabiat, watak,
kebiasaan kelaziman, dan peradaban.
Maskawaih (1934;3) menjelaskan
bahwa, akhlak ialah sifat yang tertanam
dalam jiwa, mendorong melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan. Sedangkan menurut
Nata (1996;25) al-Ghazali
mengemukakan bahwa akhlak adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan beraneka ragam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Memperhatikan rumusan diatas,
bahwa akhlak merupakan manipestasi
dari gambaran jiwa seseorang yang
terwujud dalam sikap, ucapan dan
perbuatan. Tentunya akhlak prilaku yang
sungguh-sungguh, bukanlah permainan
silat lidah, sandiwara. Aktivitas itu
dilakukan dengan ikhlas semata-mata
menuju ridha-Nya. Disisi lain, akhlak
merupakan prilaku yang timbul dari hasil
perpaduan antara hati nurani, perasaan,
pikiran, bawaan dan kebiasaan yang
menyatu, membentuk suatu kesatuan
tindak akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup. Dari kelakuan itu
lahirlah perasaan (moral) yang terdapat
dalam diri manusia sebagai fitrah,
sehingga ia mampu membedakan antara
yang baik dengan yang buruk (
Daradjat:1995;10). Penerapan akhlak
dapat dipandang dari dua sisi, yaitu
secara vertikal dan horizontal.
Adapun akhlak secara vertikal
adalah berakhlak kepada Allah yaitu
suatu tatacara etika melakukan hubungan
atau komunikasi dengan Allah sebagai
tanda syukur atas rahmat dan kurnia-Nya
yang beraneka ragam. Sedangkan akhlak
secara horizontal yaitu sikap dan etika
perbuatan terhadap diri sendiri, terhadap
sesama manusia dan terhadap alam
sekitarnya.
Untuk menumbuhkan generasi
penerus yang berakhlakul karimah, maka
perlu diberikan dan ditanamkan kepada
anak semenjak usia dini tata cara
berakhlak, baik kepada Allah, terhadap
diri sendiri dan lingkungan keluarga
serta alam sekitar. Untuk itu agar anak
terhindar dari akhlak tercela, pembinaan
akhlak perlu dilakukan sejak usia dini,
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
98
melalui latihan, pembiasaan, dan contoh
suri teladan dari anggota keluarga
terutma orang tua, sebab apa yang
diterima dan dialami anak sejak dini
akan melekat pada dirinya dan akan
membentuk kepribadiannya.
WADAH PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI.
Tempat berlangsung pendidikan
anak pada usia dini dapat dilakukan
melalui tiga wadah yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat.
a. Proses pendidikan pertama kali
berlangsung dalam lingkungan
keluarga Keluarga merupakan
institusi terkecil yang memiliki
peranan strategis dalam menanamkan
pendidikan anak, karenanya keluarga
menjadi sumber utama dalam proses
penanaman nilai-nilai dan
pengetahuan tentang kewajiban serta
pengamalan ajaran agama Islam,
maka keluarga tidak boleh
mengabaikan penanaman moralitas
agama. Kesalahan pendidikan dalam
keluarga berakibat fatal pada
pertumbuhan, anak akan mengalami
krisis moralitas, bahkan menjadi
ateistik dan mudah dipengaruhi oleh
ide-ide yang merusak kepribadiannya.
Menurut Yazlan (1989;151),
pendidikan akhlak dalam keluarga
merupakan hal yang sangat penting dan
fundamental untuk membina generasi
muda sehat dan berbudi pekerti luhur
serta tangguh menghadapi godaan dan
kerusakan moral. Pengalaman
keagamaan dan keteladanan orang tua
sangat mempengaruhi sikap dan perilaku
anak. Pendidikan orang tua yang
dilakukan dirumah, akan memberikan
pengaruh yang dominan, keluarga
merupakan idola anak, sehingga apa saja
yang terjadi dalam keluarga akan
membekas pada jiwa anak, terutama
pada usia dini, hal ini seperti yang
diungkapkan ; pengaruh diwaktu kecil
jauh lebih besar dan lebih menentukan
dalam kehidupan anak dikemudian hari (
Daradjat;1979;46).
b. Proses pendidikan kedua berlangsung
di sekolah. Sekolah memiliki peranan
penting dan strategis dalam upaya
mewujudkan anak didik yang cerdas
dan berakhlak mulia. Di sekolah, guru
merupakan pusat perhatian anak, guru
sebagai tolak ukur bagi perangi anak
didik,sehingga ada pepatah: ” guru
kencing berdiri, anak kencing berlari
” artinya guru sebagai panutan bagi
murid. karena pada usia dini, segala
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
99
tindak tanduk baik sikap, ucapan
maupun perbuatan akan ditiru oleh
anak didik. Untuk itu budaya di
sekolah harus sesuai dengan budaya
dirumah, budaya islami harus
dipupuk di sekolah, begitu juga
sebaliknya. Jika antara budaya rumah
dan sekolah berbeda, anak akan
kesulitan bahkan bingung untuk
mengidentifikasi perbuatan mana
yang perlu dicontoh dan ditauladani.
c. Proses pendidikan ketiga berlangsung
di masyarakat. Lingkungan
/masyarakat juga cukup banyak
mempengaruhi prilaku anak, dalam
masyarakat akan ditemui berbagai
budaya, dimana sikap dan perilaku
memiliki karakter yang beragam, baik
prilaku positif maupun negatif akan
dilihat oleh anak, baik disengaja
maupun tidak disengaja, hal tersebut
akan memberi pengaruh pada memori
anak. Untuk menghidupkan pola
masyarakat yang religus dan
masyarakat yang baik menjadi suatu
kemestian bagi semua pihak,
sehingga tumbuh masyarakat
harmonis dan teratur. Sehingganya,
perlu diciptakan motode yang
menarik minat anak untuk tumbuh
dan berkembang sesuai dengan
tuntunan ajaran Islam, mungkin saja
metode menceriterakan tokoh-tokoh
agama yang berhasil membina umat,
pemimpin yang Islami, pemuka-
pemuka yang berkepribadian dan
sebagainya.
KESIMPULAN
Anak merupakan amanah Tuhan
yang dititipkan kepada orang tua,
hatinya yang masih suci merupakan
permata yang tak ternilai, bersih, dan
suci dari segala coretan dan lukisan.
Orang tua mempunyai peranan yang
sangat strategis dan penting dalam
mendidik dan mengasuhnya. Pada usia
antara 0 s.d 6 tahun ( usia dini )
merupakan masa yang tepat bagi orang
tua untuk mengarahkan pertumbuhan
dan perkembangan anak, baik dari segi
fisik, agama, daya pikir, sosial
emosional, maupun bahasa dan
komunikasi yang seimbang menuju
pribadi yang sempurna. Untuk
mewujudkan anak yang berkualitas
seperti sehat jasmani dan rohani, cerdas
pemikirannya, dan terpuji akhlaknya,
maka Islam memberikan konsep
pendidikan anak usia dini yaitu dengan
menanamkan aqidah Islam,
membiasakan beribadah dan
ISSN 2621-9034 VOLUME 02 Tahun 2019
MUBTADA : Jurnal Ilmiah Dalam Pendidikan Dasar STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
100
memberikan contoh teladan yang baik.
Hal tersebut sebagai landasan
pembentukan kepribadian anak
selanjutnya. Sebaliknya kesalahan dalam
meletakan dasar pendidikan pada masa
ini, sangat sulit memperbaiki di masa
mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Baradja, Abu Bakar. (2005). Psikologi
Perkembangan, Tahapan-tahapan
dan aspek- aspeknya, Jakarta :
Studia Pres.
Daradjat, Zakiah. (1995). Pendidikan
Islam dalam Keluarga dan
Sekolah, Jakarta; CV.Ruhama.
Direktorat PLS dan Pemuda. (2003).
Konsep Dasar Pendidikan Anak
Usia Dini, Jakarta : Depdiknas.
Ensiklopedi Islam, (1994). Jakarta :
PT.Ichtiar Baru Va Hoeve, cet.2.
Gutama. (2005). dalam Makalah
menyambut hari Anak Nasional,
Sosialisasi Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), Jakarta : Kowani.
Jalaluddin, (2005). Psikologi Agama,
Jakarta; Raja Grafindo Persada.
Megawangi, Ratna. Makalah seminar
Anak Usia Dini, Pengasuhan dan
pendidikan Anak Usia Dini Untuk
Membangun Karakter, Jakarta :
Al-Azhar.
Maskawaih,Ibnu. (1934). Tahzibi al-
akhlak wa Farhil al-Araq; At-
Thaba’ah al-Misri; Mesir.
Mubarok, Achamd. (2001). Psikologi
Qur’ani, Jakarta : Pustaka Firdaus.
Al-Qardhawi, Yusuf. (2003). Menuju
Pemahaman Islam yang Kaffah,
Jakarta; Ihsan Cemerlang.
Suryabrata, Sumadi. (2005). Psikologi
Pendidikan; Jakarta : Raja
grafindo.
Shaliba, Jamil dan Abudin Nata. (1996).
Akhlak Tasawuf, Jakarta :
Rajawali, Press.
Tafsir, Ahmad. (2004). Cakrawala
Pemikiran Pendidikan Islam,
Bandung: Mimbar Pustaka.
Wismiarti. (2007). Pendidikan Anak
Usia Dini, Makalah Seminar,
Jakarta : Al-Azhar.
Yazlan, Miqdad. (1989). al-Baitu al-
Islamy, Potret Rumah Tangga
Islami, terj. SA.Zemo, Solo :
Pustaka Man.