0
Pendalaman dan Strategi
Pemanfaatan Bonus Demografi di
Indonesia
Komisi Pemuda PPI Dunia, PPI Brief No. 10 / 2020
Penulis: Narendra Ning Ampeldenta, Edwin Hartarto, Valya
Andyani, Muhammad Arrayyaan Makiatu
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Sejatinya visi dan misi komisi kepemudaan dari PPI dunia adalah membantu pemangku
kepentingan untuk membangun pemuda Indonesia yang lebih berkualitas dan relevan
untuk masa-masa mendatang, terlebih lagi dalam masa bonus demografi indonesia dan
juga era IoT yang sudah di depan mata.
2. Kajian ini mengulas variabel krusial sebagai pendorong (Input) dan penarik (Input after
process) yang menentukan kualitas pemuda dan juga lahan pemuda untuk berkarya
dalam rangka menghasilkan nilai tambah dalam bentuk barang maupun jasa. Sebagai
faktor pendorong yaitu khusunya Pendidikan. Dalam kajian ini berdasarkan diskusi
dengan para mentor dan ahli, pendidikan indonesia mempunyai masalah besar seperti
tercermin pada skor PISA, kesejahteraan guru dan minat belajar di tingkat pendidikan
dasar.
3. 3 Faktor krusial telah dikonsultasikan sebagai faktor krusial diantara permasalahan
pendidikan lain. Selain itu, sebagai penarik, Kecakapan pemuda untuk menyongsong
era IoT (Internet of Things) setelah mengalami process pendidikan adalah sebuah hal
yang sangat tidak bisa dielakkan dalam kesempatan pemuda untuk berkarya dengan
daya innovasi dan kreativitas. Di kajian ini, pemuda diperkenalkan dengan peluang
kerja dan bisnis dengan memanfaatkan prinsip IoT di berbagai bidang sektor usaha
yang bernilai tinggi, seperti perikanan berorientasi ekspor, pertambangan, pengolahan
material, pertanian. Sehingga dengan kajian ini pemangku kepentingan dapat
memperoleh pandangan untuk membangun pemuda dengan tepat berdasarkan faktor
pendorong dan penarik seperti di atas.
Pendahuluan
Saat ini dunia sedang berada di depan Gerbang Revolusi Industri 4.0. Dimana Revolusi
tersebut akan merubah drastis cara kita berhubungan satu sama lain, hidup, bekerja, bahkan
sampai kepada bagaimana cara kita mendidik generasi mendatang. Perubahan tersebut terjadi
dikarenakan pemanfaatan teknologi pintar, diantaranya kecerdasan buatan (Artificial
Intelligence), big data, augmented reality, blockchain, Internet of Things (IoT), dan
otomatisasi. Teknologi tersebut akan mendisrupsi banyak aspek dunia industri di seluruh dunia
dengan kecepatan yang begitu cepat.
2
Tren Global
Agar tetap kompetitif di lingkungan yang terglobalisasi, industri perlu terus mengembangkan
sistem produksi agar tetap bisa mengakomodasi permintaan pasar yang terus berubah.
Pemanfaatan teknologi dimaksimalkan untuk mencapai tingkat efisiensi produksi, berekspansi
ke pasar baru, dan bersaing pada produk-produk baru untuk basis konsumen global yang
jumlahnya meningkat dengan hadir nya teknologi. Dalam periode 2018 – 2022, setidaknya
ada empat kemajuan teknologi yang secara spesifik akan mendominasi dalam dunia industri,
antara lain internet seluler berkecepatan tinggi (ubiquitous high-speed mobile internet),
kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), adopsi big data yang meluas dalam berbagai
bidang, dan cloud technology.
Di tahun 2022, 85 persen responden dari perusahan menyatakan akan mengadaptasi user and
big data analytics dalam kegiatan produksi mereka. Investasi bisnis dalam skala yang cukup
besar diperkirakan akan hadir untuk mengembangkan Machine Leaning dan augmented and
virtual reality. Beberapa teknologi robotik terbaru saat ini sudah banyak di adopsi oleh dunia
Industri dan akan terus berkembang, antara lain non-humanoid land robots, stationary robots,
dan fully automated aerial drones1.
3
Sebagaimana kekuatan komputasi berkembang secara eksponensial, hal ini akan memberikan
dampak terhadap beragam kategori pekerjaan, khususnya yang melibatkan tenaga kerja manual
yang repetitif dan akurat secara mekanis, yang mana pekerjaan yang berlandaskan hal tersebut
kemungkinan besar akan mengalami otomasi. Dalam sebuah sensus ekonomi Amerika Serikat
belum lama ini, yang menarik korelasi antara teknologi dan pengangguran, menunjukkan
bahwa inovasi-inovasi dalam bidang informasi dan teknologi cenderung meningkatkan
produktivitas dengan mengganti peran para pekarja yang ada, dibanding menciptakan produk
baru yang memerlukan tenaga kerja baru2 .
Sebuah penelitian dari Oxford Martin School3 telah mengukur korelasi dan dampak dari
perkembangan teknologi dan pengangguran, dengan memeringkatkan beberapa profesi
berbeda bedasarkan kemungkinan terkena risiko otomasi (dengan menggunakan skala “0“ yang
berarti tidak berisiko sampai ke “1“ yang berarti paling berisiko terkena otomasi). Ketika
ketika melihat penelitan tersebut, polarisasi yang lebih besar terhadap pasar tenaga kerja akan
menjadi tren kedepan. Lanskap ketenagakerjaan akan bertumpu pada pekerjaan-pekerjaan yang
mengandalkan kemampuan kreatif dan kognitif dibanding kemampuan rutin dan repetitif.
4
Profesi Dengan Kemungkinan Paling Rentan Terkena Otomasi
Kemungkinan Jenis Pekerjaan
0,99 Telemarketer
0,99 Petugas Pajak
0,98 Juru Taksir Asuransi
0,98 Wasit Olahraga
0,98 Sekertaris Legal
0,97 Pramusaji
0,97 Kontraktor Tenaga Kerja Pertanian
0,97 Makelar Rumah
0,94 Kurir dan Pembawa Pesan
Profesi Dengan Kemungkinan Paling Tidak Rentan Terkena Otomasi
Kemungkinan Jenis Pekerjaan
0,0031 Pekerja Sosial untuk Kesehatan Mental dan
Penyalahgunaan Obat-obatan
0,0040 Koreografer
0,0043 Psikolog
0,0055 Manajer Sumber Daya Manusia (HRD)
0,0065 Analis Sistem Komputer
0,0077 Ahli Antropologi dan Arkeologi
0,0100 Ahli Kelautan
0,0130 Manajer Penjualan
0,0150 Kepala Eksekutif
Kondisi dan Gambaran di Indonesia
Kondisi dan gambaran masa depan ketenagakerjaan di Indonesia bisa jadi mengarah kepada
tren yang lebih positif. Meskipun jumlah pekerjaan yang berisiko terotomasi mencapai 16
persen dari jumlah total pada tahun 2030, yakni setara dengan 23 juta pekerjaan, diperkirakan
ada 27 sampai 46 juta pekerjaan baru dapat diciptakan pada periode yang sama. Pekerjaan
5
seperti mengumpulkan dan memproses data, pekerjaan yang mengandalkan aktivitas fisik juga
repetitif memiliki potensi tinggi untuk terotomasi, yakni diatas 70 persen4.
Penciptaan dan pemanfaatan 27 sampai 46 juta pekerjaan baru tentunya bisa menjadi penting
dikarenakan bonus demografi yang sedang dialami Indonesia. Pemanfaatan bonus demografi,
yang mengarah kepada pemanfaatan lapangan kerja baru tersebut tentunya bergantung kepada
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dalam hal ini kualitas pemuda Indonesia. Pada tahun
2018, angka partisipasi sekolah Indonesia hanya mencapai 26,37 persen dari jumlah total
Pemuda Indonesia5.
Aspek angka partisipasi pendidikan tinggi dan pengangguran terbuka pemuda Indonesia harus
menjadi perhatian ke depan, dikarenakan masih terdapat gap yang cukup tinggi, yang
dikhawatirkan akan menghambat pemanfaatan bonus demografi di Indonesia.
Data Proyeksi Pemuda Indonesia (Sumber: Badan Pusat Statistik dan Kemenpora)
No. Indikator 2018 2019 2020 2024 2029 2030
1 Jumlah Pemuda
(juta jiwa)
63,82 64,57 65,18 67,61 70,65 71,26
2 Angka Partisipasi
Sekolah
26,37 27,40 32,56 32,56 37,73 38,76
3 Proporsi pendidikan
SMA (%)
39,03 39,93 40,83 44,43 48,93 49,83
4 Proporsi Pendidikan
Tinggi (%)
8,22 8,45 8,68 9,59 10,72 10.95
6
5 Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (%)
60,80 60,59 60,38 59,54 58,49 58,28
6
Tingat
Pengangguran
Terbuka (%)
13,92 14,40 14,88 16,81 19,22 19,70
Dari tabel diatas kita bisa simpulkan pada tahun 2018, hanya satu dari 12 anak Indonesia yang
berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Bedasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
pada Februari 2019, menunjukkan bahwa pengangguran dari kalangan Diploma I, II, III
mencapai 6,89 persen dan SMA sebesar 6,78 persen. Angka pengangguran dari kalangan
Universitas, yang minimal memegang ijazah S-1, mencapai 6,24 %. Penyumbang angka
pengangguran tertinggi terdapat dari kalangan SMK, yakni sebesar 8,63 persen.
Hal ini menandakan angka pengangguran terdidik di Indonesia masih cukup tinggi, terlebih
dari kalangan SMK yang didesain untuk mencegah pengangguran. Tingginya angka
pengangguran dari kalangan terdidik menandakan tidak adanya link and match dari dunia
pendidikan dengan sektor tenaga kerja.
Jika kita melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun ke belakang yang berkisar
diangka 5 persen, hal ini bisa dimengerti dikarenakan penduduk yang bekerja didominasi oleh
mereka yang berpendidikan rendah. Dari total persentasi angka tenaga kerja di Indonesia, 59
persen berasal dari mereka yang berpendidikan maksimal SMP.
Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Februari 2018 & 2019
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
7
Kerangka Klasifikasi Skill yang Dibutuhkan
Untuk menyambut bonus demografi tentunya dibutuhkan skill dan mindset yang tepat. Data
dari Departemen Ketenagakerjaan Amerika Serikat melampir skill dan keterampilan apa yang
dibutuhkan untuk menyambut industri ke depan6. Dalam hal Indonesia, tentunya harus
disesuaikan dengan budaya dan karakteristik Indonesia yang terkenal dengan gotong-royong
dan kekeluargaan. Dengan mengamati kondisi di Indonesia, skills yang terlampir dibawah
dirasa cocok untuk diterapkan sesuai dengan kearifan dan budaya di Indonesia.
Simpul Kompetensi (Skill) Jabaran Kompetensi (O*NET) Deskripsi
Analytical Thinking and
Innovation
Analytical Thinking Kemampuan untuk menganalisa
sebuah Informasi dan penggunaan
logika untuk mengatasi masalah
Innovation Kemampuan untuk berfikir kreatif
dan mencari strategi alternatif
untuk mengembangkan ide dan
jawaban terkait pemecahan sebuah
masalah
Complex Problem-solving Complex Problem-solving Kemampuan mengidentifikasi
masalah yang kompleks dan
meninjau informasi terkait untuk
mengembangkan dan
mengevaluasi opsi dan
mengimplementasikan solusi
Creativity, Originality, and
Initiative
Initiative Kesediaan untuk mengambil
tanggung jawab dan menghadapi
tantangan
Creativity Kemampuan untuk mencari dan
mengimplementasikan ide-ide
dalam mengatasi masalah
Responsibilty Kemampuan untuk membuat
keputusan sendiri
Originality Kemampuan untuk memunculkan
ide yang tidak biasa terhadap
situasi tertentu, atau
mengembangkan cara-cara kreatif
untuk menyelesaikan masalah
Critical Thinking and Analysis Critical Thinking Kemampuan menggunakan logika
dan penalaran untuk
8
mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan dari solusi alternatif,
kesimpulan atau pendekatan untuk
masalah
Monitoring Memantau / menilai kinerja diri,
orang lain, atau organisasi untuk
melakukan perbaikan atau
mengambil tindakan korektif
Emotional Intelligence
Concern for others Peka terhadap kebutuhan dan
perasaan orang lain serta
memahami dan membantu dalam
sebuah pekerjaan
Cooperation Kemampuan untuk bersikap
kooperatif dan kolaboratif dalam
memecahkan suatu masalah
Social Orientation Kemampuan untuk bekerja sama
didalam tim dan terhubung dengan
tim
Social Perceptiveness Kemampuan untuk menganalisa
reaksi orang lain dan memahami
mengapa mereka bereaksi
demikian
Persuasion and Negotiation Negotiation Berusaha menyatukan dalam
sebuah konflik dan berusaha
mendamaikan perbedaan
(rekonsiliasi)
Persuasion Mengajak orang lain untuk
mengubah pikiran/pandangan dan
perilaku kearah positif
Reasoning, Problem Solving,
and Ideation
Idea Generation and Reasoning
Abilities
Kemampuan untuk mengelola
informasi dalam pemecahan
masalah
Quantitative Abilities Kemampuan untuk melibatkan
kemampuan matematika dalam
pemecahan masalah
Service Orientation Service Orientation Secara aktif mencari cara untuk
membantu orang lain
Leadership and Social Influence Leadership Kemampuan untuk memimpin,
mengambil perubahan,
menawarkan pendapat dan arahan
9
Social Influence Memiliki dampak positif terhadap
orang lain dalam organisasi,
menunjukan karakter dan energi
positif serta kepemimpinan
Sumber Data: WEF Future Jobs 2018, US Departement of Labor
Pekerjaan-pekerjaan Baru Yang Akan Muncul di Indonesia7:
Persentase Adopsi Teknlogi Baru Dalam Industri:
Sumber Data: WEF Future Jobs 2018, US Departement of Labor
10
Success Story Negara Lain dan Bagaimana Indonesia dapat Mengatasi Kesenjangan
Keterampilan di Masa Depan
Pendekatan yang berbeda harus mulai dipikirkan pemerintah untuk menjembatani kesenjangan
keterampilan di masa depan. Untuk melakukannya, menetapkan kerangka kerja yang spesifik
dan terukur untuk membantu pelaku bisnis dan institusi pendidikan untuk mengakses dan
memfasilitasi penyediaan keterampilan baru di masa depan dirasa penting untuk mulai
dilakukan.
Contoh-contoh dari negara yang sukses memanfaatkan bonus demografi dan mengatasi gap
keterampilan diharapkan bisa menawarkan alternatif kebijakan dan menutup kesenjangan
keterampilan di masa depan. Kami telah merangkum contoh-contoh yang dirasa cocok untuk
diterapkan dan didefinisikan kembali untuk menciptakan dasar yang kuat dalam
pengembangan keterampilan untuk menyambut era Industri 4.0 di Indonesia8 .
1. Memperkenalkan Materi dan Konsep Pengajaran Keterampilan Teknologi di Sekolah
dan Universitas
Contoh Studi Kasus:
Sekolah-sekolah dan Universitas di Tiongkok telah menyesuaikan materi pelajaran mereka
dengan permintaan Industri baru masa depan yang berbasis pada keterampilan teknologi.
Banyak dari institusi pendidikan di Tiongkok menerapkan bahan pengajaran untuk
pengenalan keterampilan teknologi melalui model buku seperti “Fundamentals of Artificial
Intelligence“. Pengenalan konsep Kecerdasan Buatan dan pendekatan kepada teknologi
juga dikenalkan ke pelajar-pelajar dari lintas disiplin yang lain.
Demikian pula dengan beberapa sekolah dasar di Amerika Serikat yang mengaplikasikan
keterampilan teknologi didalam materi pelajaran mereka, seperti pengembangan web dalam
berbagai mata pelajaran termasuk Kimia bahkan Sejarah.
Pendekatan Bagi Indonesia
Sekolah dan Universitas di Indonesia dapat mengintegrasikan keterampilan teknologi ke
dalam mata pelajaran yang diajarkan. Memberikan sekolah kebebasan untuk membentuk
program pembelajaran mereka sendiri mengenai keterampilan teknologi mana yang dapat
diintegrasikan sebagai komponen dalam pembelajaran menjadi hal yang harus
dipertimbangkan.
11
Sebagai contoh, dalam kelas bahasa Inggris, Sekolah dapat mengenalkan sebuah program
pemrograman secara billingual. Pelatihan robotika dasar juga dapat diintegrasikan dengan
pelajaran yang ada, misalnya dalam pelajaran geografi, siswa dapat diarahkan untuk
membangun sebuah mesin kecil yang dapat mengambil sampel bumi. Tentunya, peran
Pemerintah untuk merancang, menjembatani, dan mengalokasikan anggaran untuk fokus
tersebut dirasa penting untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi era Industri 4.0.
2. Mengenalkan Konsep Pengajaran Lintas-Disiplin di Sekolah dan Universitas
Contoh Studi Kasus:
Finlandia telah mengenalkan sebuah konsep project-based learning dibanding materi
pengajaran secara konvensional seperti matematika dan sejarah klasik. Ide ini dimaksudkan
untuk menumbuhkan semangat kolaborasi antar siswa dan mengembangkan kemampuan
problem-solving dari peserta didik.
Pendekatan Bagi Indonesia:
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan oleh instansi pendidikan ialah
memperkenalkan metode pengajaran dengan konsep kerja proyek (project-work-methods)
dan self-developed future skills untuk diajarkan kepada siswa dari lintas disiplin ilmu,
seperti kerja tangkas dan entrepreneurial thinking dibanding dengan hanya belajar dengan
fokus pada satu mata pelajaran tertentu.
3. Membangun Pusat Penelitian Keteramplan Masa Depan (Future Skills Research
Hubs)
Contoh Studi Kasus:
Untuk memastikan bagaimana penelitian tentang keterampilan masa depan dapat
diimplementasikan, pada tahun 2017 Frankfurt School of Finance & Management
mendirikan sebuah lembaga think tank dan pusat penelitian, yakni Frankfurt School
Blockchain Center. Lembaga ini dirancang sebagai pusat penelitian dan mempelajari
bagaimana implikasi blockchain untuk bisnis dan administrasi. Pusat Penelitian dan
Lembaga ini juga bertujuan sebagai platform berbagi pengetahuan bagi para pembuat
kebijakan, pelaku industri Start-Ups, juga pakar dan pelaku Industri lain.
12
Pendekatan Bagi Indonesia:
Pusat-pusat atau Hub seperti tadi dapat juga diterapkan di Indonesia dengan universitas bisa
menjadi pelopor. Setiap universitas diharapkan dapat membuat pusat atau hub tersebut yang
mengarah pada pengembangan keterampilan baru masa depan (sebagai contoh, Pusat atau
Hub untuk Data Analyst atau Pusat pengembangan robot cerdas). Sinergi antara pendidikan
dasar dan menengah (SD-SMA) bisa terjadi dalam pusat tersebut, sebagai contoh, adanya
sharing pengetahuan dengan sekolah juga bekerja-sama dalam merumuskan bahan ajar apa
yang akan diterapkan dikelas.
Untuk memacu keaktifan dari pusat tersebut, beasiswa juga akan diberikan kepada pengajar
yang terlibat dalam penelitian terkait industri dan keterampilan masa depan. Pemberian
tambahan Credit-Point untuk mahasiswa dapat memacu keaktifan untuk memanfaatkan
pusat tersebut. Hal ini dapat juga memberikan dorongan untuk terciptanya penelitian dan
budaya kolaborasi lintas-disiplin yang baru.
Pusat tersebut juga dapat digunakan sebagai penghubung antara dunia usaha, dalam hal ini
pelaku bisnis dengan institusi pendidikan. Pemerintah dapat menyediakan dana yang hanya
dapat diakses jika pelaku bisnis bekerja sama dengan pusat tersebut dalam rangka
melakukan penelitian tertentu yang bersifat customer-oriented.
13
Faktor Kesejahteraan Pendidik Sebagai Variable Kualitas
Pendidikan
Pendahuluan
Di Indonesia, sistem pendidikan nasional diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 pada Pasal I:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Sedangkan mengenai tenaga kependidikan dan pendidik juga diterangkan:
“Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.”
“Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan.”
Pembahasan
Meningkatnya Harapan terhadap Para Pendidik
Secara mendasar, para guru dituntut memiliki pengetahuan luas dan mendalam mengenai
spesifik disiplin ilmu tertentu, kurikulum terkait, dan bagaimana cara belajar siswa. Tuntutan
perkembangan era industri 4.0 menambah permintaan pada aspek pendidikan agar mencapai
tujuan para siswa di masa depan. Oleh karena itu tugas yang dibebankan kepada para guru
bertambah menjadi lebih menantang lagi.
Para pendidik diharapkan mampu membekali para siswa dengan kemampuan kognitif dan
mengembangkan juga kemampuan non-kognitif, diantaranya kepercayaan diri dan hubungan
kolaboratif antar siswa. Ditambah lagi dengan permintaan untuk mampu menangani siswa
secara efektif dan berkolaborasi dengan para guru lain dan orang tua siswa. Selain itu, para
pendidik juga dalam praktik mengajarnya seringkali dihadapkan dengan problem yang tidak
terduga dan harus mampu menanganinya secara tepat.
14
Faktor Penentu Kinerja Pendidik
Berbagai pengamatan menunjukkan bahwa faktor kesejahteraan pendidik berdampak pada
motivasi, efektifitas, dan komitmen kerja mereka. Masalah yang bisa muncul kemudian adalah
berkurangnya minat untuk mengajar yang bermuara pada krisis guru.
Faktor kepuasan guru terhadap pekerjaannya adalah salah satu pendorong kinerja, dimana
kepuasan ini sebanding dengan tingkat profesionalitas. Profesionalitas yang dimaksud
diantaranya mencakup: kepercayaan diri pada profesi, persiapan dan pembelajaran yang
matang, penerapan profesional secara kolektif, decision making berdasarkan apa yang
dikuasainya, penerimaan tanggung jawab, dan akuntabilitas secara profesional atas nama
pekerjaan.
Selain yang disebutkan di atas, metode pelatihan guru profesional yang paling baik untuk
diterapkan adalah, selain pelatihan dasar mengajar, ialah pelatihan in-service yang berbasis
sekolah (Firman dan Tola, 2008), dimana pengembangan profesionalitas dilakukan di sekolah,
dipimpin oleh kepala sekolah dengan guru di suatu sekolah, sehingga mereka mampu
menciptakan lingkungan yang paling ideal juga untuk diterapkan di sekolah-sekolah. Mereka
mengajar dan mempelajari proses pembelajaran di kelas-kelas, di mana sebelum dan
sesudahnya dilakukan diskusi grup mengenai cara efektif dalam mengajarkan tema tertentu,
kemudian dievaluasi, dan diimplementasikan. Keaktifan kepala sekolah dalam manajemen dan
pembelajaran pengajaran ini akan berdampak positif pada keberlangsungan perbaikan atmosfer
pengajaran di samping profesionalitas dan pengalaman guru. Pelatihan serupa juga telah sukses
dilakukan di Singapura dan Shanghai, dan dikembangkan juga menjadi proyek riset kolaboratif
di Jepang dan Finlandia.
15
Penghargaan terhadap Pengajar
Sumber: Andreas Schleicher (2018), Valuing our Teachers and Raising their Status: How Communities Can Help, International Summit on the Teaching
Profession, Figure 4.1, http://dx.doi.org/10.1787/9789264292697-en
Meskipun para pendidik memainkan peran penting dalam pendidikan, Teaching and Learning
International Survei (TALIS 2013) mendapati secara mengejutkan bahwa hanya sepertiga dari
tenaga pengajar yang meyakini bahwa pekerjaan mereka dihargai. Sejauh mana para pendidik
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan memiliki keterkaitan kuat dengan kecenderungan
penghargaan masyarakat terhadap profesi mereka.
Relasi Kepuasan Pengajar terhadap Nilai PISA
Menurut survei yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-operation and
Development (OECD) melalui penilaian asesmen Programme for International Student
Assessment (PISA), persentase pendidik dengan persepsi bahwa pekerjaannya adalah sesuatu
yang dihargai di masyarakat berbanding positif dengan peningkatan nilai PISA yang
merepresentasikan kualitas pendidikan. Hal ini terlihat pada negara-negara dengan persentase
pendidik dengan persepsi positif yang besar, mereka memiliki learning outcome yang unggul.
16
Sumber: Andreas Schleicher (2018), Valuing our Teachers and Raising their Status: How Communities Can Help, International Summit on the Teaching
Profession, Figure 4.2, http://dx.doi.org/10.1787/9789264292697-en
Bagaimana menimbulkan kecintaan belajar dan passion pada siswa SD
Pendahuluan
Di tahun 2018, Indonesia memperoleh rata-rata skor 382 dalam survei PISA (The Programme
for International Student Assessment). Survei ini dilakukan 3 tahun sekali untuk menguji
kemampuan siswa di berbagai negara di seluruh dunia berdasarkan tiga kategori: kemampuan
membaca, pemahaman matematika dan pemahaman sains. Hasil survei ini menunjukkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-73 dari dari 79 negara yang berpartisipasi, bahkan
jauh di belakang negara-negara yang kekuatan ekonominya lebih lemah daripada Indonesia,
seperti contohnya Peru, Kazakhstan, dan Maroko. Sebagai perbandingan, negara yang
menduduki peringkat tertinggi adalah Republik Rakyat Cina dengan rata-rata skor 579.
Negara-negara lain yang menempati posisi tinggi adalah Singapura, Kanada, Finlandia, dan
Irlandia. Survei ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia belumlah optimal.
Meskipun survei PISA hanya melibatkan murid berusia 15 tahun yang sedang menduduki
jenjang pendidikan menengah (SMP), tentunya hasil ini tidak terlepas dari sistem pendidikan
dasar (SD) yang menjadi fondasi dari jenjang pendidikan berikutnya. Sejak maraknya tema
Revolusi Industri 4.0, para pemangku kebijakan ditantang untuk memperbaiki pendidikan di
Indonesia. Revolusi Industri 4.0 akan menuntut para tenaga kerja di masa depan untuk memiliki
17
skill set dan know-how yang berbeda dari sistem pendidikan tradisional yang selama ini
diterapkan. Kecintaan kepada proses pembalajaran dan passion merupakan poin penting dalam
meningkatkan kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran dan berpikir kritis serta
kreatif. Bagaimanakah Indonesia dapat menembuhkan rasa cinta belajar, terutama di kalangan
murid jenjang pendidikan dasar (SD), sehingga nantinya dapat mendorong mereka untuk
menimbulkan inovasi-inovasi yang selaras dengan tuntutan Revolusi Industri 4.0?
Hipotesa
Pendidikan di Indonesia masih menitikberatkan penguasaan hafalan dan perolehan nilai,
sehingga mengabaikan fakta bahwa setiap siswa adalah individu yang memiliki minat dan
bakat yang berbeda-beda. Selain itu, keberanian bertanya para siswa juga masih sangat rendah.
Akibatnya, siswa hanya belajar untuk lulus ujian dan mendapatkan nilai bagus, dan
melewatkan poin terpenting dalam proses edukasi, yaitu pemahaman dan pembentukan
karakter serta pemecahan masalah.
Idealnya, sistem pendidikan Indonesia harus dapat menawarkan sistem pendidikan yang
memungkinkan siswanya untuk tidak hanya menghafal, namun memahami materi. Para
pengajar harus dapat mendorong siswa untuk berani bertanya dan berpikir kritis. Sebaiknya
sekolah juga dapat menawarkan lingkungan pembelajaran yang kondusif untuk menciptakan
inovasi. Tentunya, minat dan bakat siswa juga perlu diperhitungkan. Terlebih lagi, sekolah
perlu menghindari beban pelajaran yang terlalu berlebihan, sehingga murid dapat menyisakan
waktu luangnya untuk mendalami minat dan bakat masing-masing.
Kajian
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim pernah menegaskan bahwa di masa
depan, kompetensi menghafal tidak lagi dibutuhkan. Kompetensi yang dibutuhkan masyarakat
Indonesia saat ini meliputi kreativitas, kemampuan bekerja sama dan berkolaborasi, berpikir
dan memproses informasi secara kritis, mempertanyakan validitas sebuah informasi,
pemecahan masalah dan kemampuan berempati. Jika kita lihat sistem pendidikan di negara-
negara maju, kita akan menemukan pola yang serupa dengan pernyataan Nadiem Makarim. Di
Finlandia contohnya, para siswa tidak diwajibkan untuk mengambil ujian terstandardisasi
dalam bentuk apapun. Para guru memiliki kebebasan dalam menentukan sistem penilaian para
muridnya, yang seringkali didasari oleh kemampuan individu masing-masing murid.
Meskipun begitu, dalam survei PISA, Finlandia menempati posisi ketujuh dengan rata-rata
18
skor 516. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menghafal dan lulus ujian bukanlah faktor
krusial dalam suatu sistem pendidikan. Terlebih di jenjang SD, fokus dari pendidikan
seharusnya bukan kompetensi menghafal. Usia yang masih dini seharusnya menjadi saat yang
kondusif untuk menumbuhkan rasa kecintaan dalam ”belajar“ melalui aktivitas bebas, kreatif,
dan eksploratif, dan bukan melalui beban menghafal. Oleh karena sebab inilah, di Finlandia,
masa SD baru dimulai ketika siswa berusia 7 tahun.
Dari beberapa faktor yang disebutkan oleh Nadiem Makarim, salah satu faktor yang menarik
adalah “kemampuan mempertanyakan validitas sebuah informasi”, atau dengan kata lain,
kemampuan bertanya dan berpikir kritis. Di Indonesia, guru tidak pernah salah. Mengkoreksi
guru sama dengan menjadi murid yang tidak sopan. Jika kita perhatikan, arus input informasi
di kelas-kelas SD di Indonesia lebih banyak satu arah, yaitu dari guru ke murid. Murid tidak
didorong untuk berani bertanya, apalagi berdiskusi. Fenomena ini kontraproduktif terhadap
kemajuan belajar siswa. Dalam era Revolusi Industri 4.0, proses yang hanya menuntut input
informasi searah akan dapat dengan mudah dilaksanakan oleh mesin maupun komputer. Yang
tidak dapat tergantikan adalah SDM yang mampu berpikir kritis, mengkoreksi informasi yang
salah serta beradaptasi. Jika cara berpikir ini tidak ditanamkan sejak SD, maka Indonesia akan
mengalami kesulitan untuk mempersiapkan SDM nya dalam menyambut Revolusi Industri 4.0.
Untuk memungkinkan siswa mempraktikkan keterampilan pemecahan masalah, rasa ingin tahu
dan literasi kegagalan, sekolah perlu menyediakan lingkungan belajar yang akan
memungkinkan siswa untuk menjadi pencipta menggunakan berbagai alat bantu fisik dan
digital. Ini dapat membantu memperdalam kecintaan belajar para siswa yang akan mendorong
mereka untuk memahami dunia melalui proses yang membutuhkan kolaborasi dan kreativitas.
Fasilitas seperti laboratorium bukan hanya perlu memenuhi fungsi tradisionalnya sebagai alat
bantu untuk memahami relasi antara teori dan praktik, namun juga perlu menjadi media bagi
para siswa untuk berkreasi dan berinovasi.
Selain itu, guru perlu memperhitungkan minat dan bakat masing-masing siswa. Di Indonesia,
Kurikulum K-13 tidak memungkinkan para siswa SD untuk menentukan mata pelajaran yang
mereka harus ambil berdasar minat dan bakat masing-masing. Sebagai perbandingan, di
Finlandia, siswa dapat mengalokasikan 20% dari total waktu mereka untuk mendalami subjek
pilihan masing-masing. Selain itu, pada umumnya sekolah menawarkan guided counseling
untuk membantu para siswa menyusun jadwal pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat
mereka. Sistem ini memungkinkan para siswa untuk menyadari lingkup ketertarikan mereka
19
sejak dini dan ikut berperan aktif dalam menentukan masa depan mereka. Dalam hal ini,
sekolah dapat mengadaptasi sistem di Finlandia dengan memperluas dan mengoptimalkan
fungsi dari guru bimbingan konseling (guru BK) yang memang sudah dimiliki oleh banyak SD
di Indonesia.
Selain itu, beban pekerjaan rumah (PR) juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan. Di
Indonesia, PR dengan jumlah yang bertumpuk seakan sudah menjadi tradisi. Tujuan dari PR
adalah membantu murid memperdalam dan mengulang materi. Namun, jika beban dari PR ini
melebihi yang seharusnya, murid akan kehilangan konsentrasi dan waktu luang yang
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mendalami minat dan bakat masing-masing. Di
Finlandia, setiap minggunya murid hanya menghabiskan waktu 3 jam untuk mengerjakan PR.
Sebagai gantinya, murid didorong untuk mengambil kelas ekstrakurikuler untuk mendalami
minat mereka. Selain itu, isi dari PR perlu didesain untuk tidak berkisar di pemecahan soal
yang formulatif, melainkan lebih tentang memahami dunia empirik di sekitarnya ataupun
pemecahan masalah yang menuntut kreativitas. Dengan begitu, selama mengerjakan PR, skill
problem solving para siswa juga akan diasah.
Tentu saja, setiap negara memiliki ciri khas masing-masing dalam sistem pendidikannya.
Sistem pendidikan di Indonesia, terlepas dari segala kekurangannya, merupakan produk dari
berbagai proses revisi dan adaptasi bertahun-tahun yang telah disesuaikan dengan kondisi di
Indonesia. Dalam usaha memperbaiki sistem pendidikannya, Indonesia tidak bisa mencontoh
persis negara lain – penyesuaian tetap perlu. Namun, jika Indonesia berpegang teguh kepada
komitmennya untuk menyambut bonus demografi di tahun 2035-2045, maka Indonesia harus
berani mengakui poin-poin kekurangan dalam pendidikannya dan memulai gebrakan baru,
dimulai dari sistem pendidikan sekolah dasar yang – sesuai dengan namanya – memang
merupakan dasar dari segala langkah berikutnya.
Pengaplikasian IoT Untuk Membuka Lapangan Kerja Berkualitas dari
Hasil System Pendidikan
Pendahuluan
Sejatinya Indonesia adalah bangsa yang besar terdiri dari 34 Provinsi yang tersebar menjadi
17000-an pulau yang tersebar dengan total penduduk 260-an juta jiwa. Tetapi hal lain dari
bangsa yang besar ini masih terjadinya pemusatan populasi, keberadaban dan budaya di pulau
jawa, dimana di pulau Jawa sendiri masih belum merata. Hal ini dapat kita indikasikan salah
20
satunya dari data pendapatan perkapita Indonesia tiap provinsi yang masih terlihat ketimpangan
yang signifikan.
Disisi lain Indonesia mengalami bonus demografi dimana populasi usia produktif Indonesia
megalami surplus sehingga generasi muda indonesia di daerah mempunyai potensi yang besar
sebagai penggerak Inovasi teknologi dan roda perekonomian. Selain itu dunia global pun
mengalami revolusi teknologi industry 4.0, dimana digitalisasi menjadi lumrah di tiap
kehidupan manusia yang membawa kemudahan pada kehidupan bermasyarakat dan potensi
akselerasi pertumbuhan pada perekonomian. Berdasarkan 3 hal diatas yaitu ketimpangan
pendapatan, bonus demografi di daerah-daerah dan era revolusi industri 4.0 dimana semua alat
akan terhubung dengan Internet dan terdigitalisasi (IoT), beberapa sektor usaha pencipta
lapangan kerja untuk pemuda yang berpotensi di daerah harus dikembangkan dan mengalami
digitalisasi agar menjadi relevan untuk kegiatan value added dari supply chain di dunia global,
baik dari aspek marketing, produksi, dan development (pengembangan). Dengan adanya
21
digitalisasi, sektor usaha dimudahkan dan dimungkinkan menjadi global, walaupun terletak
jauh dari pusat perkotaan. Berikut ini sektor-sektor yang berpotensi dikembangkan di beberapa
daerah di Indonesia secara umum di setiap daerah: Pertanian, Perikanan Tambak (Fish
Farming/Aquaculture), Pengolahan barang Tambang (Smelter).
Dalam hal ini kajian meng-exclude perikanan tangkap dikarenakan skala industri yang tidak
sustainable bila terjadi massivikasi (over fishing). Digitalisasi pengolahan barang tambang
akan menjadi hal yang sangat menjanjikan dikarenakan kebutuhan barang tambang sendiri
yang meningkat seperti untuk Li-Ion battery, komponen mobil listrik, kendaraan roda 2 listrik,
gadget, dll. Hal ini bisa di lakukan dengan alat-alat yang lebih murah dari pada tahun-tahun
sebelumnya, dikarenakan kemajuan teknologi seperti MicroProcessor Rasberry Pi atau Micro-
PC , dimana alat alat ini berperan meminta data dari control SCADA / PLC (Programable Logic
Controller) untuk dijadikan sebagai tampilan dashboard dan Big Data untuk analisa
selanjutnya.
Pertanian
Dalam pertanian faktor yang dapat mempengaruhi produksi lahan memang sangat banyak
sekali, mulai dari cuaca, kandungan air dan kimia dalam tanah, curah hujan, risiko bahaya dari
hama, dan lainnya. Dimana permintaan produk pertanian secara global akan megalami
peningkatan pesat karena populasi dunia yang akan menyentuh 9.8 milliar, dengan terbatasnya
lahan pertanian di seluruh dunia dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Dalam kemajuan
teknologi, faktor kunci kinerja pertanian dapat dianalisa dan diprediksi dengan mengekstrak
data dari lahan pertanian. Tentu saja dimana lahan pertanian akan di pasang banyak wireless
multi-sensors dan sebagainya, sehingga data-data yang dibutuhkan dapat diterima oleh sistem
operasi dan dijadikan sebagai bahan analisa, seperti gambaran pada berikut:
22
sehingga dalam intinya, produksi pertanian bisa dapat ditingkatkan dengan sumber daya yang
lebih hemat dan beban kerja yang akan lebih sedikit dengan luasan lahan yang tetap. Berikut
ini aspek-aspek yang dapat di realisasikan dengan implementasi IoT di Agriculture:
1.) Data Lahan pertanian dikumpulkan oleh sensor pertanian pintar, seperti. kondisi cuaca,
kualitas tanah, kemajuan pertumbuhan tanaman atau kesehatan ternak. Sehingga faktor yang
mempengaruhi dapat lebih terkontrol.
2.) Manajemen biaya dan pengurangan limbah berkat peningkatan kontrol atas produksi.
Mampu melihat anomali dalam pertumbuhan tanaman atau kesehatan ternak, Anda akan dapat
mengurangi risiko kehilangan hasil panen Anda.
3.) Peningkatan efisiensi bisnis melalui proses otomatisasi. Dengan menggunakan perangkat
pintar, kita dapat mengotomatisasi beberapa proses di seluruh siklus produksi seperti irigasi,
pemupukan, atau pengendalian hama.
4.) Kualitas dan volume produk ditingkatkan. Dapatkan kontrol yang lebih baik atas proses
produksi dan pertahankan standar kualitas tanaman dan kapasitas pertumbuhan yang lebih
tinggi melalui otomatisasi.
5.) yang paling terpenting selain sisi produksi juga, produkt pertanian bisa juga di marketingkan
secara global melalui jaringan internet dan petani juga bisa melihat langsung apa yang di
butuhkan customer sehingga produktnya relevant bagi pasar (direct B-2-B).
23
Perikanan Tambak (aquaculture )
Perikanan merupakan salah satu pencarian utama bagi penduduk pesisir yang tidak berada di
perkotaan, dimana mata pencaharian mereka kebanyakan sebagai nelayan (perikanan tangkap),
selain itu pula produkt produkt perikanan Indonesia sangat punya potensi untuk menjadi
produkt dengan value-added tinggi yang berorientasi Export seperti Lobster (Tambak), Tuna
(Tambak), Udang (Tambak) dan lainnya. Dengan adanya constraint over fishing karena masif
nya exploitasi populasi ikan di perairan Indonesia. Maka perikanan tambak (Fish Farming)
merupakan salah satu solusinya. dengan potensi digitalisasi pada perikanan tambak memang
sangatlah besar, dikarenakan peningkatan produksi perikanan per satuan luas tambak yang
tergantung dari banyak faktor, sama halnya seperti pertanian dimana faktor yang kompleks
seperti temperatur, kadar pH, konduktivitas elektrik pada air, kandungan kimia pada air, dan
lainnya. Hal ini mengakibatkan analisa menjadi kompleks dan terkadang harus dilakukan
dengan multi sensor fusion dan machine learning (AI) algorithm. Berikut ini hal hal potensial
bila IoT dan Digitalisasi dilakukan di sektor perikanan tambak Indonesia:
1.) Pada tambak Udang (Air Asin), tempteratur dan kadar garam pada air sangat mempengaruhi
pertumbuhan udang dan perkembangbiakannya, sehingga dengan alat digitalisasi yang murah
menggunakan sensor temperature dan micro processor seperti Raspberry PI kondisi tambak
akan bisa di ketahui dan di analisa secara real-time untuk keputusan yang akan diambil dengan
cepat
2.) Dalam dunia tambak, terutama untuk Tuna Farming dimana Indonesia harus memulai ini di
jangka waktu dekat, populasi ikan menjadi faktor analisa yang penting, selama ini bilang
tambak sangat besar untuk menghitung jumlah populasi ikan sangat sulit. Untuk hal ini
perhitungan berdasarkan image-recognition dengan AI (deep learning) sangat membantu
3.) Dengan populasi ikan yang terhitung dengan jelas, khususnya pada tuna farming, akan
banyak optimisasi pada beberapa faktor dan parameter yang bisa dilakukan sebagaimana figure
berikut:
24
Pengolahan barang tambang
Link:[10]
Dimana Indonesia kala ini memiliki keharusan untuk mengolah sumber daya alamnya sendiri
dan juga potensi Indonesia sebagai global player pada industri logam dan mineral, Pengolahan
barang tambang seperti Smelting menjadi isu sentral. Smelter pada normalnya, sangat
membutuhkan capital investment yang sangat tinggi dan juga tingkat process automatisasi yang
tinggi, sehingga kerusakan alat-alat yang kompleks dapat mengakibatkan berhentinya operasi
plant dengan cost yang di akibatkan karena maintenance dan berhentinya produksi sangatlah
tinggi dan dihindari. Aplikasi IoT dan digitalisasi dalam industri pengolahan mineral dapat
menghindari hal ini terjadi dengan beberapa potensi sebagai berikut:
1.) Mendeteksi kerusakan tanpa memberhentikan operasi alat-alat (Predictive
Maintenance), dimana secara konvesional (Planned Maintenance), alat alat akan di check
secara berkala dan menstop pengoprasian hanya untuk memeriksa ketersediaan alat-alat
processing. Hal ini dapat di hindari dengan metode predictive maintenance yang menggunakan
multi sensor Fusion untuk pengambilan data, micro system architecture untuk pusat kontrol
25
terhubung internet dan software dengan Artificial Intelligence untuk analisa. Sehingga pada
saat plant beroperasi, decision maker tetap dapat mengetahui kondisi dari processing plant.
2.) Dengan terhubungnya processing plant dengan jaringan internet, bagian yang
dibutuhkan untuk kepentingan maintenance dan ekspansi plant yang dulunya harus dipesan
dari pabrik, sekarang bisa diproduksi secara lokal di tempat processing plant berada dengan
3D-printing, dimana data bagian CAD akan bisa diunduh dan dicetak oleh 3D-Printing. Hal ini
dapat mengurangi cost dari plant idle time, part logistic dan lainnya.
3.) Selain itu pula ada Software Asisstance dengan algorithma AI, yang bisa membantu
operator control system dengan SCADA di smelter untuk mengetahui keadaan entire process
plant dengan adanya analisa otomatis. Sehingga operator bisa cepat menentukan keputusan
dalam operasi entire plant bilamana ada terjadinya hal-hal yang anomali pada beberapa
parameter processing plant.
4.) Kemajuan Multi-Sensor Fusion dengan kemampuan wireless yang bisa mengukur tanpa
dilakukan oleh orang dari jarak jauh dan ketepatan yang jitu menjadikan digitalisasi dan
aplikasi IoT pada processing plant menjadi lebih feasible bagi kalangan industri. Karena hal
ini dapat mengurangi biaya personil dan menghindari kecelakan kerja dimana alat pemrosessan
sangat berbahaya bagi manusia didekatnya.
5.) Dengan IoT, kita dapat menganalisa secara realtime raw material yang ada di storage
sehingga tidak terjadi overloading atau lost stockpile, sehingga storage yang ada bisa
digunakan dengan optimal pembuktian dan hasil dari digitalisasi di beberapa sektor tersebut
dari peluang digitalisasi di atas, pemuda Indonesia perlu diberikan pendidikan dan mindset
dengan insight-insight bahwa kesempatan terbuka lebar bila skill set dan mindset mereka
relevan dengan digitalisasi di dunia.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Strategic Drivers of New Business Models; World Economic Forum Future Jobs, 2018
2. Dampak kepada Substitusi Tenaga Kerja; Revolusi Industri Keempat Klaus Schwab
3. Carl Benedikt Frei & Michael Osborne, Oxford University,2013
4. Automation and the Future of Work in Indonesia, McKinsey & Company, 2019
5. Data Proyeksi Pemuda Indonesia sampai dengan 2030, Badan Pusat Statistik & Kementrian
Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2018
6. Classification of skills used, base on O*NET content model, World Economic Forum Future
Jobs, 2018
7. Indonesia’s future Industry profile, World Economic Forum Future Jobs, 2018
8. Future Skills, World Goverment Summit, in partnership with McKinsey&Company, 2019
9. Andreas Schleicher (2018), Valuing our Teachers and Raising their Status: How Communities
Can Help, International Summit on the Teaching Profession,
http://dx.doi.org/10.1787/9789264292697-en
10. Andreas Schleichter (2018), PISA 2018: Insights and Interpretations, OECD
11. Harry Firman dan Burhanuddin Tola (2008), The Future of Schooling in Indonesia, CICE
Hiroshima University, Journal of International Cooperation in Education, Vol.11 No.1 (2008)
pp.71 ~ 84
12. https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf
13. https://ilmu-pendidikan.net/pendidikan/komponen-utama-sistem-pendidikan
14. https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2019/05/22/8-things-every-school-must-do-to-
prepare-for-the-4th-industrial-revolution/#53d7354a670c
15. https://www.oecd.org/pisa/PISA-results_ENGLISH.png
16. https://www.oecd.org/pisa/publications/PISA2018_CN_FIN.pdf
17. https://edukasi.kompas.com/read/2019/10/16/07115281/soft-skill-jadi-bekal-pustakawan-
hadapi-disrupsi-revolusi-industri-40?page=all
18. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191214032015-20-456911/nadiem-sebut-
kompetensi-menghafal-tak-lagi-dibutuhkan?
19. https://bigthink.com/mike-colagrossi/no-standardized-tests-no-private-schools-no-stress-10-
reasons-why-finlands-education-system-in-the-best-in-the-world
20. https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2019/05/22/8-things-every-school-must-do-to-
prepare-for-the-4th-industrial-revolution/#57c6ea3c670c
21. http://www.ncee.org/wp-content/uploads/2010/04/Finland-Education-Report.pdf
22. https://www.fatherly.com/love-money/education/schools-days-around-world/
23. Mubarak, Dr. H. A. Zaki. Problematika Pendidikan Kita: Masalah-masalah Pendidikan Faktual
dari Guru, Desain Sekolah dan Dampaknya. Depok: Ganding Pustaka 2019. 127.
27
24. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/31/inilah-pdrb-34-provinsi-di-indonesia-
pada-2018
25. https://ieeexplore.ieee.org/document/8784034
26. https://itnext.io/agriculture-is-the-most-essential-form-of-food-production-for-humanity-
c43d5621fe23
27. https://easternpeak.com/blog/iot-in-agriculture-5-technology-use-cases-for-smart-farming-
and-4-challenges-to-consider
28. https://www.metso.com/blog-hub/mining-minds/intelligent-minerals-processing-powered-by-
ai-and-iot/
29. https://www.automationworld.com/factory/iiot/blog/13319348/improving-uptime-for-mineral-
processing
30. https://www.slideshare.net/MetsoGroup/intelligent-minerals-processing-powered-by-ai-and-
iot
31. https://www.kernelsphere.com/smart-pond
32. http://www.libelium.com/controlling-fish-farms-water-quality-with-smart-sensors-in-iran/
33. https://new.abb.com/metals/digital
34. https://www.researchgate.net/publication/334091423_IoT_Based_Automated_Fish_Farm_Aq
uaculture_Monitoring_System
35. https://www.sojitz.com/en/news/2017/08/20170808.php
28
TENTANG PENULIS
Narendra Ning Ampeldenta, Hocshule Rhein-Main, Bachelor of
Engineering, Interdisziplinäre Ingenieurwissenschaften
Edwin Hartarto, Karlsruhe Institute of Technology (KIT), Master of
Science, Mechanical Engineering (Artificial Intelligence for Industrial
Automation and Robotics)
Muhammad Arrayyan Makiatu, Bachelor of Science (Renewable
Energy), University of Stuttgart, Germany.
Valya Andyani, Karlsruhe University of Applied Science (Hochschule
Karlsruhe), Master of Engineering, Construction Management