Transcript
Page 1: Pencoklatan Non Enzimatis

Nama : Tedy Tarudin

NIM : 1000684

Jurusan : Pendidikan Teknologi Agroindustri

VI. PEMBAHASAN

Reaksi pencoklatan nonenzimatis merupakan reaksi yang biasa dikehendaki.

Reaksi pencoklatan akan menghasilkan bahan berwarna coklat, dimana tanpa

pengaruh dari enzim. Reaksi pencoklatan nonenzimatis meliputi karamelisasi,

reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat vitamin C.

Salah satu contoh pencoklatan nonenzimatis adalah pembuatan roti. Warna coklat

pada roti merupakan warna yang dikehendaki oleh produsennya sesuai dengan

kebutuhannya. Reaksi demikian disebut reaksi Maillard.

Reaksi Maillard terjadi antara gugus amin (asam amino) dan gula pereduksi

(gugus keton atau aldehidnya). Pada akhir reaksi terbentuk pigmen coklat

melanoidin yang memiliki bobot molekul besar. Reaksi yang diawali dengan

reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula dengan asam amino pada protein

ini membentuk glukosilamin. Selain gugus aldehid/keton dan gugus amino, faktor

yang memengaruhi reaksi Maillard, adalah suhu, konsentrasi gula, konsentrasi

amino, pH, dan tipe gula.

Dalam proses pembuatan roti tidak hanya pencoklatan saja yang dikehendaki oleh

produsennya namun pengembangan roti pun dikehendaki oleh produsen. Factor

yang mempengaruhi dalam proses pengembangan roti yaitu: jenis tepung terigu

yang digunakan, cara pemberian ragi, cara menguleni adonan/pencampuran, dan

fermentasi.

Page 2: Pencoklatan Non Enzimatis

Tepung terigu merupakan hasil olahan dari gandum, jenis bahan baku yang paling

ideal untuk pembuatan roti, tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan roti

adalah tepung yang mempunyai kualitas baik, karena tepung terigu mampu

menyerap air dalam jumlah besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat,

memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah halus,

tekstur lembut, volume besar serta mengandung protein paling tinggi yaitu

berkisar antara 8%-14%. Didalam tepung terigu terdapat senyawa yang

dinamakan gluten. Hal ini yang membedakan tepung terigu dengan tepung

tepung lainnya (Anomim 1, 2007).

Pada umumnya tepung terigu berdasarkan kategori dapat dikelompokkan menjadi

3 tepung terigu berprotein rendah, sedang, tinggi. Dalam praktikum ini kita

menggunakan tepung terigu yang berprotein tinggi yaitu cakra kembar dan tepung

berprotein sedang yaitu segitiga biru.

1. Tepung terigu protein rendah.

Tepung terigu berkadar Gluten rendah memiliki kandungan protein antara 7,5 – 9

persen. Umumnya digunakan untuk membuat kue kering ataupun cake yang

menggunakan terigu gluten rendah memiliki tekstur yang lebih lembut dan

struktur yang lebih lembut. Contohnya tepung terigu kunci biru.

2. Tepung terigu protein sedang (Tepung serba guna)

Sesuai namanya, tepung terigu serba guna ini bisa dipakai untuk roti , cake, aneka

pastry dan kue kerinng, hanya saja hasilnya tidak maksimal jika menggunakan

terigu semestinya. Roti yang menggunakan sedang akan lebih empuk tetapi

volumenya tidak akan sebesar yang menggunakan terigu bergluten tinggi.

Sedangkan kue kering yang menggunakan tepung terigu sedang, hasilnya tidak

akan serenyah yang memakai terigu kadar protein rendah. namun jika membuat

kue kering yang dicetak atau dibentuk dengan menggunakan tangan, paling baik

memakai terigu sedang karena kadar gluten yang ada didalamnya membuat ikatan

Page 3: Pencoklatan Non Enzimatis

dalam adonan lebih kuat sehingga tidak mudah hancur atau pecah. Contohnya,

tepung terigu segitiga biru.

3. Tepung terigu protein tinggi

Memiliki kadar Gluten sekitar 12-14 persen sehingga memiliki kandungan protein

yang cukup tinggi. Terigu ini biasanya digunakan untuk membuat roti atau

adonan yang menggunakan ragi (yeast) sebagai bahan pengembang.

Protein yang tinggi dapat memberikan struktur yang kuat sekaligus tekstur liat

yang dibutuhkan oleh adonan. Tidak hanya itu saja, tepung terigu jenis ini juga

cocok untuk pembuatan mie. Contohnya tepung terigu cakra kembar.

Tepung terigu mengandung dua macam protein yang memegang peranan penting

dalam pembuatan roti, yaitu protein gluten berfungsi menentukan struktur

produk roti dan memberikan kekuatan pada adonan untuk menahan gas dari

aktivitas ragi, dan glutenin memberikan elastisitas dan kekuatan untuk

perenggangan terhadap gluten. Kandungan gizi tepung terigu yang baik akan

mempunyai komposisi kadar air 13%, kadar protein 12-13%, kadar hidrat arang

72-73%, kadar lemak 11/2 %, pada saat bercampur dengan air yang berfungsi

sebagai kerangka roti, membuat adonan tidak mudah pecah pada waktu diroll dan

menahan gas CO2 hasil fermentasi. Gas CO2 yang tertahan dalam kerangka

jaringan gluten dapat lolos kembali apabila kerangka gluten yang terbentuk tidak

kuat, akibatnya roti menjadi kempes kembali setelah dioven (Haryono, 1992).

Adapun pengertian dari gluten adalah campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari

protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma (dan juga tepung yang

dibuat darinya) beberapa serealia, terutama gandum, gandum hitam, dan jelai.

Dari ketiganya, gandumlah yang paling tinggi kandungan glutennya. Kandungan

gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam tepung, dan terdiri dari

protein gliadin dan glutenin. Gluten membuat adonan kenyal dan dapat

mengembang karena bersifat kedap udara. Sedangkan Glutenin adalah satu dari

Page 4: Pencoklatan Non Enzimatis

dua protein penyusun gluten. Kualitas roti sangat ditentukan oleh subunit-subunit

glutenin yang tergantung pada tepung terigu yang dipakai. Yang terutama adalah

susunan asam amino yang terangkai menjadi protein glutenin. Hal ini memiliki

pengaruh yang kuat terhadap perilaku reologi adonan roti.

Selain jenis tepung terigu yang digunakan factor yang mempengaruhi dalam

pengembangan roti adalah cara pemberian ragi. Ragi pun terdiri dari 2 jenis yaitu

ragi biasa dan ragi instan. Apabila menggunakan ragi biasa (bukan instant),

larutkan dahulu dalam air hangat (45°C), lalu diamkan hingga berbuih selama ±15

menit. Hindari menggunakan air panas, karena hal ini akan membuat ragi akan

mati. Sebaiknya larutkan ragi bersama sedikit gula pasir dan tepung terigu, agar

lebih cepat tumbuh. Apabila selama ±15 menit larutan ragi masih terlihat tidak

berbuih, berarti ragi tersebut telah mati dan jangan Anda gunakan. Hal ini akan

membuat roti Anda menjadi bantat. Namun bila menggunakan ragi instant seperti

Fermipan, Saff, maka ragi bisa langsung Anda campurkan ke dalam tepung terigu

tanpa perlu dilarutkan terlebih dahulu, diamkan sampai larutan berbuih.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan cara penambahan ragi ada tiga

perlakuan yaitu langsung tuang, dilarutkan dalam air suhu ruang, dan dilarutkan

dalam air dengan suhu berkisar 40° C. dimana semua perlakuan tersebut

bertujuan untuk mengetahui pengaruh dalam pengembangan roti. Perlakuan

lainnya adalah prose pencampuran dengan air es dimana bertujuan untuk menjaga

agar suhu adonan tetap dingin sehingga aktivitas yeast dapat diatur sesuai waktu

yang diinginkan, apabla tidak menggunakan air es maka suhu dalam adonan akan

meningkat sehingga aktivitas yeast akan lebih cepat dan pada proses fermentasi

akhir tidak akan maksimal.

Selain dua hal yang telah dipaparkan diatas untuk menghasilkan roti yang

mengembangnya maksimal maka cara pencampuran / menguleni adonan pun

harus dengan benar dimana Dalam proses pencampuran adonan terjadi distribusi

komponen- komponen bahan secara seragam dan mendehidrasi partikel -partikel

tepung sehingga dihasilkan adonan yang mempunyai kadar air cukup. Selain itu,

Page 5: Pencoklatan Non Enzimatis

pencampuran dapat membentuk gluten yang nantinya dapat menahan gas (Scade,

1975 dalam Sulistyaningsih, 1986).

Menurut Charley (1982), ketika partikel -partikel tepung gandum dibasahi dan

kemudian diperlakukan secara mekanis, akan terbentuk massa yang lekat dan

mempunyai sifat viskoelastis yang disebut gluten. Air yang diserap oleh protein

dapat mencapai 200% dari beratnya, sedangkan pati akan menyerap air kurang

lebih 30% dari beratnya (Lowe, 1943). Kemampuan tepung untuk mengikat air

mempengaruhi sifat-sifat adonan.

Pencampuran yang kurang akan menghasilkan adonan yang kurang elastis atau

kalis, selain itu volume roti sangat kurang dan roti mudah runtuh ( collapse)pada

saat mengembang sebelum pemanggangan, hal ini disebabkan kemampuan gluten

yang kurang dalam menahan gas dalam adonan Sedangkan pencampuran yang

berlebihan akan merusak struktur gluten Adonan roti tawar yang terbentuk pada

proses pencampuran harus bersifat elastis dan ketika direntang dapat kembali

seperti semula (Charley, 1982).

Selanjutnya untuk menghasilkan roti yang mengembang maka proses

fermentasinnya pun harus diperhatikan, yaitu dimana Suhu ruangan 35° C dan

kelembaban udara 75% merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi

adonan roti. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi

dalam adonan roti. Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin lama

proses fermentasi. Selama peragian, adonan menjadi lebih besar dan ringan

(Mudjajanto, 2004).

Selain apa yang telah di paparkan penambahan air dalam pembuatan rpti pun

menjadi salah satu factor yang dapat mempengaruhi karena Air merupakan

komponen penting dalam bahan baku pembuatan roti bakery, karena air dapat

mempengaruhi penampilan, tekstur, serta cita rasa makanan, kandungan air dalam

bahan makanan roti ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan

bahan, kandungan air pada produk roti di tentukan pada saat penggolahan dimulai

penggadonan, air sangat menentukan pada pengolahan makanan roti, tanpa air

Page 6: Pencoklatan Non Enzimatis

pengolahan makanan tidak dapat berlangsung, air juga di gunakan sebagai

ingerdient makanan olahan (Auinger Pfund, 1999).

Air pada proses penggolahan juga dapat berfungsi sebagai penghantar panas dan

pelarut dan sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat, air yang

digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9, makin tinggi pH maka roti yang

dihasilkan tidak mudah hancur karena absorbsi air meningkat dengan

meningkatnya pH, selain pH air yang digunakan harus air yang memenuhi

persyaratan air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa

(Auinger Pfund, 1999).

Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 26-38% dari campuran

bahan yang akan digunakan, jika lebih dari 38% adonan akan menjadi sangat

lengket dan jika kurang dari 28% adonan akan menjadi rapuh sehingga sulit

dicetak (Astawan, 2006).

Penambahan margarin dalam proses pembuatan roti bertujuan untuk memberi cita

rasa gurih, mengurangi remah roti, mempermudah pemotongan, serta dapat

memperlunak kulit roti, serta berfungsi untuk memperpanjang daya simpan,

memperkeras tekstur agar tidak meleleh pada suhu kamar, dan mempertinggi titik

didih untuk memenuhi tujuan pengovenan. Ciri-ciri margarin yang menonjol

adalah bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah,

teksturnya mudah dioleskan, serta segera dapat mencair di dalam mulut, (Anonym

5, 2004).

Penambahan garam dapur dalam proses pembuatan roti bertujuan untuk

mengontrol proses fermentasi ragi. Jika tidak ada garam, fermentasi berjalan lebih

cepat dan gula habis ‘dimakan’ ragi. Akibatnya warna kulit roti menjadi pucat

dan berkerut karena tidak ada gula. Garam juga berfungsi menstabilkan

kekokohan gluten di dalam menahan gas sehingga adonan tidak mudah turun.

Fungsi lainnya, garam memperbaiki cita rasa roti menjadi lebih gurih dan lebih

awet (Sutomo, 2008).

Page 7: Pencoklatan Non Enzimatis

Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan, jadi mengendalikan

pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh

racunnya, beberapa mikroorganisme seperti bakteri dapat tumbuh dalam larutan

garam yang hampir jenuh, tetapi mikroorganisme ini membutuhkan waktu

penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan

(Buckle, et al., 1987).

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka diperoleh semua hasil

pembuatan roti tersebut yang secara keseluruhan mempunyai karakteristik

masing-masing. Adapun pembahasanya akan dijelaskan dibawah ini.

1. Tepung Terigu Segitiga Biru dengan Penambahan Ragi Langsung Tuang

Berdasarkan hasil praktikum roti yang dihasilkan dalam perlakuan ini yaitu

pengembangan yang maksimal, pencoklatan yang minimal, tekstur yang empuk

dan pori-pori yang padat. Walaupun dalam perlakuan ini menggunakan tepung

terigu yang berprotein sedang namun hasil pengembangan dan tekstur yang

didapat secara maksimal, hal ini dipengaruhi oleh waktu fermentasi yang cukup.

Untuk pencoklatan yang minimal dan pori-pori yang padat disebabkan oleh

penggunaan tepung terigu yang berprotein sedang sehingga kadar glutennya pun

sedang.

2. Tepung Terigu Cakra Kembar dan Segitiga Biru dengan Penambahan

Ragi Dilarutkan Terlebih Dahulu dalam air suhu ruang

Dalam perlakuan ini pencampuran tepung terigu cakra kembar dan segitiga biru

(2:1) menghasilkan pengaruh yang tidak signifikan karena proses pencampuran

dengan kadar protein yang berbeda maka akan menghasilkan tepung yang berbeda

pula. Untuk pengembangan pada perlakuan ini didapat hasil yang kurang dari

perlakuan sebelumnya, tekstur yang dihasilkan empuk dan luarnya renyah hal ini

disebabkan oleh waktu fermentasi yang sesuai, untuk pencoklatan tidak terlalu

maksimal, dan untuk pori-pori di dapat hasil pori-pori yang renggang kecil.

Page 8: Pencoklatan Non Enzimatis

3. Tepung Terigu Segitiga Biru dengan Penambahan Ragi dilarutkan

dalam air dengan suhu berkisar 45° C

Dalam perlakuan ini di dapat hasil pengembangan yang maksimal, pencoklatan

yang lebih maksimal dibandingkan perlakuan yang sebelumnya, tekstur yang

empuk, dan pori-porinya kecil pada. Pada perlakuan ini dihasilkan roti yang

pengembangannya maksimal, seharusnya pengembangan yang dihasilkan tidak

terlalau maksimal apabila dilihat berdasarkan jenis tepung terigu yang digunakan.

Namun pengembangan ini pun dapat menjadi maksimal apabila dipengaruhi oleh

perlakuan dalam pemberian ragi dan waktu fermentasi yang sesuai waktu yang

diinginkan.

4. Tepung terigu Cakra Kembar dengan Penambahan Ragi Langsung

Tuang

Berdasarkan hasil yang diperoleh untuk roti yang menggunakan tepung terigu

berprotein tinggi ini menghasilkan pengembangan yang kurang maksimal

dibandingkan tepung terigu yang berprotein sedang, pencoklatan yang cukup,

tekstur empuk, dan pori-pori yang tidak terlalu padat jika dibandingkan dengan

yang menggunakan tepung terigu sedang. Namun pengembangan yang kurang

maksimal ini dapat disebabkan oleh perlakuan pemberian ragi dan waktu

fermentasi yang kurang maksimal.

5. Tepung Terigu Cakra Kembar dengan Penambahan Ragi Dilarutkan

Terlebih Dahulu dalam air suhu ruang

Dalam perlakuan ini di dapat hasil pengembangan yang maksimal, pencoklatan

yang cukup, tekstur empuk, pori-pori renggang besar. Hal ini sesuai dengan

beberapa literatur yang digunakan dimana apabila tepung terigu yang berprotein

tinggi maka roti yang dihasilkan pengembangan maksimal, tekstur empuk dan

pori-pori renggang.

Page 9: Pencoklatan Non Enzimatis

6. Tepung Terigu Cakra Kembar dengan Penambahan Ragi dilarutkan

dalam air dengan suhu berkisar 45° C

Dalam perlakuan ini di dapat hasil pengembangan yang maksimal,

pencoklatan yang cukup, tekstur empuk, pori-pori renggang besar. Hal ini

disebabkan oleh penggunaaan tepung terigu berprotein tinggi dan perlakuan

pemberian ragi sehingga hasil yang di dapat pun maksimal.

Page 10: Pencoklatan Non Enzimatis

VII. KESIMPULAN

Penggunaan tepung terigu yang berbeda kadar proteinnya terlihat secara

signifikan setelah roti siap dikonsumsi. Secara umum penggunaan tepung terigu

yang berprotein tinggi akan menghasilkan roti yang pengembangannya maksimal

dibandingkan penggunaan tepung terigu yang berkadar protein sedang. Untuk

perlakuan pemberian ragi tidak terlihat signifikan hal tersebut disebabkan oleh

pengunaan ragi instan. Mungkin akan lain hasilnya apabila dibedakan

perlakuannya antara penggunaan ragi instan dan ragi biasa.

Reaksi Maillard dalam praktikum ini kurang terlihat karena tidak adanya

penambahan gula karena gula merupakan penyebabnya. Penggunaan suhu

pemanggangan pun menjadi salah satu pengaruh reaksi Maillard.

Page 11: Pencoklatan Non Enzimatis

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Muhammad. 2010. Karbohidrat 2. _____.______.

Hasan, Ummu. 2010. These Are Stories About Food In crucial Life (Food Story2).

[Online]. Tersedia : "./FOOD STORY2 Reaksi Pencoklatan Enzimatis

dan Non-enzimatis_files/navbar.htm. [21 November 2011]

Roessalina Wijayanti, Yovita. 2007. Substitusi Tepung Gandum (Triticum

aestivum) dengan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) pada

Pembuatan Roti Tawar. Jurusan Teknologi Pangan Dan Hasil Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Wibowo, Derik. 2009. Laporan Magang di Perusahaan Roti Milano Surakarta.

Jurusan Teknologi hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret: Surakarta.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama:

Jakarta.

____.____. Tips Membuat Roti. [terhubung berkala] tersedia:

http://resepkoki.com. (17 November 2011).


Top Related