REFERAT
PEMILIHAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA
ENSEFALOPATI HIPERTENSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati
Bantul
Diajukan Kepada :dr. R. Yoseph Budiman Sp. S
Disusun oleh :Fergiawan Indra Prabowo
20080310074
SMF ILMU PENYAKIT SARAFRSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
Pemilihan Obat Antihipertensi pada Ensefalopati Hipertensi
Disusun oleh:
Fergiawan Indra Prabowo
20080310074
Telah dipresentasikan pada:
Desember 2013
Bantul, Desember 2013
Menyetujui dan mengesahkan,
Pembimbing
dr. R. Yoseph Budiman Sp.S
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi sampai saat ini merupakan masalah penting dalam dunia
kesehatan karena prevalensinya yang tinggi dan komplikasi jangka panjang yang
diakibatkannya. Dari penelitian menyatakan bahwa 1,8–28,6% penduduk yang
berusia di atas 20 tahun adalah penderita hipertensi (Sidabutar&Wiguna, 2000).
Hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan
berbagai macam komplikasi. Apabila tekanan darah meningkat dengan cepat
dapat terjadi kerusakan pada target organ yaitu otak, mata, jantung, ginjal, dan
pembuluh darah lainnya yang dapat mengancam jiwa penderita, maka keadaan ini
dikenal sebagai kegawatdaruratan hipertensi (Pranatu, 2007; Winarto, 1997).
Hipertensi krisis ialah keadaan klinik membahayakan karena peningkatnya
tekanan darah secara tiba-tiba dimana tekanan diastolik mencapai 130 mmHg atau
lebih yang disertai gengguan atau kerusakan pada target organ menurut tingkat
kegawatannya dan untuk kepentingan tindakan, hipertensi krisis dibagi menjadi
dua (Sidabutar&Wiguna. 2000; Pranatu, 2001; Wuryanto, 1997; Alpert&Ripe,
2005; Anonim 2006),
a. Hipertensi gawat darurat (Hipertensi emergensi)
Yaitu keadaan klinik hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan
darah dalam waktu kurang dari satu jam. Penurunan tekanan darah dimasukkan
untuk mencegah atau mengurangi resiko yang akan mengancam jiwa penderita
karena komplikasi/kerusakan target organ.
b. Hipertensi mendesak (Hipertensi urgensi)
Yaitu keadaan klinik hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan
darah dalam beberapa jam atau harus dikendalikan dalam jangka waktu 24 jam.
Pada keadaan ini tidak disertai kerusakan tetapi potensial menyebabkan kerusakan
target organ.
Hipertensi ensefalopati yang merupakan bagian hipertensi krisis dan yang
merupakan hipertensi emergensi dimana angka kejadiannya sebenarnya sulit
diketahui.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hipertensi
1.1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada
populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sidabutar, 2000).
Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus
menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90
mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan
kardiak output (Sidabutar, 2000)
1.2. Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan Sevent Report of the Joint National Committee, hipertensi
dibagi sebagai berikut (WHO, 1999):
Klasifikasi Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
Normal
Prehipertensi
Hipertensi Stage 1
Hipertensi Stage 2
< 120
120-139
140-160
> 160
Dan < 80
Atau 80-89
Atau 90-99
Atau > 100
1.3. Etiologi Hipertensi
Hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup
dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga
variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan
abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut
jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme.
Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh
2
penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi
(Houston, 1989).
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi
apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat
gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang
berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran
darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal.
Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik
akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah.
Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik
( Houston, 1989).
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat
terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau
responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal
tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan
Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan
demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah
melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam
afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik.
Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin
mulai mengalami hipertrifi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel
akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa
darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi,
serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.(Houston,
1989).
1.4. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
3
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Houston,
1989).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus
keadaan hipertensi ( Houston, 1989).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Houston, 1989).
4
1.5. Diagnosis Hipertensi
1.6. Pengobatan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilihat dalam diagram berikut yang
diambil dari Sevent Report of the Joint National Committee (WHO, 1999).
5
Obat pilihan pada pasien hipertensi dengan penyakit lain yang memaksa:
(sumber: JNC VII)
Pasien dengan CKD memerlukan perhatian. Suatu penelitian yang dilakukan oleh
Aryanti, 2008, menyatakan bahwa dapat terjadi penurunan eliminasi obat
antihipertensi yang ekskresi utamanya di ginjal. Obat golongan ACEI, BB, dan
diuretik perlu dilakukan penurunan dosis. Perlu juga dilakukan pemilihan obat,
karena beberapa obat mempunyai efek samping yang merusak ginjal (NIH, 2007).
6
Tabel Obat-Obat Antihipertensi
Kelas Obat (Nama Dagang) Dosis
Penggunaan
(Mg/hari)
Frekuensi
Penggunaan/hari
Diuretik Tiazide Klorotiazide (Diuril)
Klortalidone (generik)
Hidroklorotiazide
(Mikrozide,
HidroDIURIL†)
Polythiazide (Renese)
Indapamide (Lozol†)
Metalazone (Mykrox)
Metalazone (Zaroxolyn)
125-500
12,5-25
12,5-50
2-4
1,25-2,5
0,5-1,0
2,5-5
1-2
1
1
1
1
1
1
Loop Diuretik Bumetanide (Bumex†)
Furosemide (Lasix†)
Torsemid (Demadex†)
0,5-2
20-80
2,5-10
2
2
1
Diuretik Hemat
Kalium
Amiloride (Midamor†)
Triamterene (Dyrenium)
5-10
50-100
1-2
1-2
Aldosteron
Reseptor Bloker
Eplerenone (Inspra)
Spironolakton
(Aldactone†)
50-100
25-50
1
1
Beta bloker Atenolol (Tenormin†)
Betaxolol (Kerione†)
Bisoprolol (Zebeta†)
Metaprolol (Lopressor†)
Metoprolol Extended
Release (Toprol XL)
Nadolod (Corgard†)
Propanolol (Indera†l)
Propanolol Long acting
(Inderal LA†)
25-100
5-20
2,5-10
50-100
50-100
40-120
40-160
60-180
20-40
1
1
1
1-2
1
1
2
1
2
7
Timolol (Blocadren†)
Beta bloker
aktivitas
simpatomimetik
intrinsik
Acebutolol (Sectral†)
Penbutolol (Levatol)
Pindolol (Generik)
200-800
10-40
10-40
2
1
2
Kombinasi
Alpha dan Beta
Bloker
Carvedilol (Coreg)
Labetolol (Normodyne,
Trandate†)
12,5-50
200-800
2
2
ACEI Benazepril (Lotensin†)
Captopril (Capoten†)
Enalapril (Vasotec†)
Fosinopril (Monopril)
lisinopril (Prinivil,
Zestril†)
moexipril (Univasc)
perindopril (Aceon)
quinapril (Accupril)
ramipril (Altace)
trandolapril (Mavik)
10-40
25-100
5-40
10-40
10-40
7.5-30
4-8
10-80
2.5-20
1-4
1
2
1-2
1
1
1
1
1
1
1
Angiotensin II
Antagonis
candesartan (Atacand)
eprosartan (Teveten)
irbesartan (Avapro)
losartan (Cozaar)
olmesartan (Benicar)
telmisartan (Micardis)
valsartan (Diovan)
8-32
400-800
150-300
25-100
20-40
20-80
80-320
1
1-2
1
1-2
1
1
1-2
CCB – Non
Dihidropiridin
Diltiazem extended
release
(Cardizem CD, Dilacor
XR, Tiazac†)
diltiazem extended release
180-420
120-540
80-320
120-480
120-360
1
1
2
1-2
1
8
(Cardizem LA)
verapamil immediate
release (Calan, Isoptin†)
verapamil long acting
(Calan SR, Isoptin SR†)
verapamil—Coer, Covera
HS, Verelan PM)
CCB-
Dihidropiridin
amlodipine (Norvasc)
felodipine (Plendil)
isradipine (Dynacirc CR)
nicardipine sustained
release (Cardene SR)
nifedipine long-acting
(Adalat CC, Procardia
XL)
nisoldipine (Sular)
2,5-10
2,5-20
2,5-10
60-120
30-60
10-40
1
1
2
2
1
1
Alpha 1 Bloker doxazosin (Cardura)
prazosin (Minipress†)
terazosin (Hytrin)
1-16
2-20
1-20
1
2-3
1-2
Alpha 2 agonis
sentral dan obat
lainnya yang
bekerja sentral
clonidine (Catapres†)
clonidine patch (Catapres-
TTS)
methyldopa (Aldomet†)
reserpine (generic)
guanfacine (Tenex†)
0,1-0,8
0,1-0,3
250-1000
0,1-0,25
0,5-2
2
1 Minggu
2
1
1
Vasodilator
Langsung
hydralazine (Apresoline†)
minoxidil (Loniten†)
25-100
2,5-80
2
1-2
1.7. Komplikasi Hipertensi
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
9
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
aneurisma (Gifford, 2001).
Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang
bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian
tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa
kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak
(Gifford, 2001).
Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena
hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium
mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan
perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan
(Gifford, 2001).
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan
mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein
akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik. Gagal jantung
atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung
dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain
sering disebut edma.Cairan didalam paru – paru menyebabkan sesak
napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering
dikatakan edema (Spitalewitz, 2008).
Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan
10
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium
diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma
serta kematian (Spitalewitz, 2008).
2. Hipertensi Emergensi
2.1. Definisi
Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan
kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus
diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat
tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan
dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang
terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi
darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan
patokan >220/140 (Wuryanto, 1997).
2.2. Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana
terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat
pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi
organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat
mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan subarakhnoid,
perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark
miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem
organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik (Kaplan, 2004).
2.3. Faktor Resiko Hipertensi Emergensi
Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
Kehamilan
Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
Pengguna NAPZA
11
Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen)
2.4. Klasifikasi Hipertensi
Tabel Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
KategoriTekanan Darah
Sistolik
Tekanan Darah
Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
(Hipertensi ringan)140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2
(Hipertensi sedang)160-179 mmHg 100-109 mmHg
Stadium 3
(Hipertensi berat)180-209 mmHg 110-119 mmHg
Stadium 4
(Hipertensi maligna)210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh
kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi
berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70
tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan
darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur
dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 % (WHO, 1999).
2.5. Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun
sekunder, dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan
tekanan diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih
dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar
luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan
patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina akan
12
timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat
mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling
terpercaya dari hipertensi maligna (Houston, 1989).
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun
penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-
160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga
tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak.
Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah
otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible (Houston, 1989).
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan
menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan
pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme
adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi
pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala (Houston, 1989).
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami
perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg,
sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg.
Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas
tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan
asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan
darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara (Houston, 1989):
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan
kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga
meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk
sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam
darah.
13
Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas
memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan
keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun.
2.6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hipertensi emergensi umumnya adalah gejala organ target
yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung
dan diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat,
gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada
gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan
tekanan darah umumnya (Kaplan, 2004).
Gambaran Klinik Hipertensi Darurat
Tekanan
darah
Funduskopi Status
neurologi
Jantung Ginjal Gastrointestinal
> 220/140
mmHg
Perdarahan,
eksudat,
edema
papilla
Sakit kepala,
kacau,
gangguan
kesadaran,
kejang.
Denyut jelas,
membesar,
dekompensasi,
oliguria
Uremia,
proteinuria
Mual, muntah
Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak
hany dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya
kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat
mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai
contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati,
gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik >
140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita
hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi
ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul
walaupun TD 160/110 mmHg (Kaplan, 2004).
14
2.7. Diagnosis
Diagnosis hipertensi emergensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena
hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang
minimal kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
2.7.1 Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting
ditanyakan :
a. Riwayat hipertensi, lama dan beratnya.
b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c. Usia, sering pada usia 30 – 70 tahun.
d. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).
e. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )
f. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem
paru, nyeri dada ).
g. Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsi.
2.7.2 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua
lengan, mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah
jantung kongestif, diseksi aorta ). Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.
Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising
jantung dan ronki paru.
Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi
ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta
lain seperti penyakit jantung koroner.
2.7.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula
darah dan
elektrolit.
Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak
15
Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala,
ekokardiogram, ultrasonogram.
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan
tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan
klinis penderita. Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan
pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari
keadaan yang merugikan atau munculnya masalah baru (Langton, 2000).
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat
bekerja cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan
darah dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang
tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal (Langton, 2000).
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak
terburu-buru. Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan
iskemik pada otak dan ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1
menit sampai 2 jam dan diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam.
Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI).
Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25
ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk
penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi
Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-
40 mg. Penderita harus dirawat inap (Calhoun, 2020).
Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi
Parameter Hipertensi Mendesak Hipertensi Darurat
Biasa Mendesak
Tekanan
darah
(mmHg)
> 180/110 > 180/110 > 220/140
Gejala Sakit kepala,
kecemasan;
Sakit kepala
hebat, sesak napas
Sesak napas, nyeri dada,
nokturia, dysarthria,
16
sering kali tanpa
gejala
kelemahan, kesadaran
menurun
Pemeriksaa
n
Tidak ada
kerusakan organ
target, tidak ada
penyakit
kardiovaskular
Kerusakan organ
target; muncul
klinis penyakit
kardiovaskuler,
stabil
Ensefalopati, edema
paru, insufisiensi ginjal,
iskemia jantung
Terapi Awasi 1-3 jam;
memulai/teruska
n obat oral,
naikkan dosis
Awasi 3-6 jam;
obat oral
berjangka kerja
pendek
Pasang jalur IV, periksa
laboratorium standar,
terapi obat IV
Rencana Periksa ulang
dalam 3 hari
Periksa ulang
dalam 24 jam
Rawat ruangan/ICU
Adapun obat hipertensi oral dapat dipakai untuk hipertensi mendesak
(urgency)
Tabel Obat hipertensi oral
Obat Dosis Efek / Lama
Kerja
Perhatian khusus
Captopril 12,5 - 25 mg
PO; ulangi per
30 min ; SL, 25
mg
15-30 min/6-8
jam ; SL
10-20 min/2-6 jam
Hipotensi, gagal ginjal,
stenosis arteri renalis
Clonidine PO 75 - 150 ug,
ulangi per jam
30-60 min/8-16
jam
Hipotensi, mengantuk,
mulut kering
Propanolo
l
10 - 40 mg PO;
ulangi setiap 30
min
15-30 min/3-6 jam Bronkokonstriksi, blok
jantung, hipotensi
ortostatik
Nifedipin
e
5 - 10 mg PO;
ulangi setiap 15
menit
5 -15 min/4-6 jam Takikardi, hipotensi,
gangguan koroner
17
SL, Sublingual. PO, Peroral
hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk pemakaian
parenteral
Tabel Obat hipertensi parenteral
Obat Dosis Efek / Lama
Kerja
Perhatian khusus
Sodium
nitroprusside
0,25-10 mg /
kg / menit
sebagai infus
IV
langsung/2-3
menit setelah
infus
Mual, muntah, penggunaan
jangka panjang dapat
menyebabkan keracunan
tiosianat, methemoglobinemia,
asidosis, keracunan sianida.
Selang infus lapis perak
Nitrogliserin 500-100 mg
sebagai infus
IV
2-5 min /5-
10 min
Sakit kepala, takikardia,
muntah, , methemoglobinemia;
membutuhkan sistem
pengiriman khusus karena obat
mengikat pipa PVC
Nicardipine 5-15 mg / jam
sebagai infus
IV
1-5 min/15-
30 min
Takikardi, mual, muntah, sakit
kepala, peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 amp
per 250 cc
Glukosa 5%
mikrodrip
30-60 min/
24 jam
Ensepalopati dengan gangguan
koroner
Diltiazem
5-15
ug/kg/menit
sebagi infus
IV
1-5 min/ 15-
30 min
Takikardi, mual, muntah, sakit
kepala, peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi
18
Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi
emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat
yang tepat sehingga tidak memperparah keadaannya.
Tabel Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi
Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan
Darah
Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera
mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside,
nicardipine
Sekunder untuk
bantuan iskemia
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin,
labetalol
10% -15% dalam 1-2
jam
Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside,
labetalol
20% -25% dalam 2-3
jam
Kelebihan
katekolamin
Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2
jam
Hipertensi
ensefalopati
Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3
jam
Subarachnoid
hemorrhage
Nitroprusside, nimodipine,
nicardipine
20% -25% dalam 2-3
jam
Stroke Iskemik nicardipine 0% -20% dalam 6-12
jam
AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.
Pengobatan khusus krisis hipertensi
1. Ensefalopati Hipertensi
Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa terjadi
dari hipertensi esensial atau hipertensi maligna, feokromositoma dan eklamsia.
Biasanya tekanan darah naik dengan cepat, dengan keluhan : nyeri kepala, mual-
muntah, bingung dan gejala saraf fokal (nistagmus, gangguan penglihatan,
babinsky positif, reflek asimetris, dan parese terbatas) melanjut menjadi stupor,
19
koma, kejang-kejang dan akhirnya meninggal. Obat yang dianjurkan : Natrium
Nitroprusid, Nicardipin, Labetolol, dan Diazoxide.
2. Gagal Jantung Kiri Akut
Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai
akibat dari bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan
membaik bila tensi telah terkontrol.
Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid. Pemberian Diuretik IV
akan mempercepat perbaikan
3. Feokromositoma
Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor akan
berakibat kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya timbul mendadak : nyeri
kepala, palpitasi, keringat banyak dan tremor. Obat pilihan : Pentolamin 5-10 mg
IV.
4. Deseksi Aorta Anerisma Akut
Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom yang
meluas. Bila terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala yang timbul
biasanya adalah nyeri dada tidaj khas yang menjalar ke punggung perut dan
anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup aorta atau
cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Pengobatan dengan
pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah diturunkan terlebih dulu dengan
obat pilihan : Trimetapan atau Sodium Nitroprusid.
5. Toksemia Gravidarum Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan
kebingungan. Obat pilihan : Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin.
6. Perdarahan Intrakranial
Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-hati,
karena penurunan tekanan yang cepat dapat menghilangkan spasme pembuluh
darah disekitar tempat perdarahan, yang justru akan menambah perdarahan.
Penurunan tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 % atau diastolik
dipertahankan sekitar 110-120 mmHg Obat pilihan : Trimetapan atau Hidralazin.
3. Hipertensi Ensefalopati
3.1. Definisi
20
Hipertensi ensefalopati adalah sindroma klinis akut reversibel sebagai
akibat kenaikan tekanan darau secara tiba-tiba yang ditandai dengan perubahan-
perubahan neurologis mendadak, atau sakit kepala hebat, gangguan kesadaran,
mual, muntah, rasa mengantuk dan bingung bila tidak segera diobati terjadi
kejang dan koma. Jarang terjadi gangguan syaraf seperti hemiparese, afasi, atau
kebutaan akan kembali normal apabila tekanan darah diturunkan. Keadaan ini
dapat terjadi pada orang normal (normotensi) yang oleh sesuatu sebab tekanan
darahnya mendadak naik. Keadaan ini biasanya timbul apabila tekanan diastolik
melebihi 140 mmHg dan krisis lebih sering terjadi pada usia 40-60 tahun setelah
menderita hipertensi 2-10 tahun (Kaplan, 2004).
3.2. Etiologi
Krisis hipertensi pada penderita yang dulunya normotensi kemungkinan
karena glomerulonefitis akut, reaksi terhadap obat monamin oksidase inhibitor
(MAO), feokromasitoma atau toksemia gravidarum (Kaplan, 2004).
Sedangkan pada penderita yang telah mengindap hipertensi kronis, krisis
hipertensi terjadi karena glomerulonefritis, pielonefritis atau penyakit vaskuler
kolagen, lebih sering pada hipertensi renovaskuler dengan kadar renin tinggi
(Kaplan, 1994).
Jenis krisis hipertensi adalah :
1. Ensefalopati hipertensi.
2. Krisis hipertensi karena pelepasan katekolamin
3. Krisis hipertensi karena perdarahan intrakranial (intra serebral atau arakhnoid)
4. Krisis hipertensi yang berhubungan dengan edema paru akut.
5. Krisis hipertensi yang berhubungan dengan penyakit ginjal, biasanya pada
glomerulonefritis akut.
6. Diseksi aneurisma aorta akut.
7. Eklampsia dan preeklampsia.
3.3. Patofisiologi Dan Gambaran Klinis
Tekanan darah dipengaruhi curah jantung dan tahanan perifer sehingga
semua yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akanmempengaruhi
21
tekanan darah. Secara mudah tekanan darah dapat dituliskan dengan formulasi
sebagai berikut (Houston, 1989):
“ Tekanan darah = curah jantung x tahanan perifer”
Selain curah jantung dan tahanan, sebenarnya tekanan darah dipengaruhi
juga oleh tekanan atrium kanan akan tetapi karena tekanan atrium kanan
mendekati nol, nilai tersebut tidak banyak mempunyai pengaruh.
Berbagai hal seperti faktor genetik, aktivasi saraf simpatis, faktor
hemodinamik, metabolisme natrium dalam ginjal, gangguan mekanisme pompa
natrium (sodium pump) dan faktor renin, angiotensin, aldosteron dibuktikan
mempunyai kaitan dengan peningkatan tekanan darah pada hipertensi esensial
(Houston, 1989).
Hipertensi krisis pada umumnya terjadi atas dasar adanya hipertensi
sebelumnya baik primer/esensial maupun sekunder. Selain tingginya tekanan
diastolik, kecepatan meningkatnya tekanan darah (secara tiba-tiba) memegang
peranan dalam timbulnya hipertensi krisis.Dimana tekanan darah mendadak
meningkat melampaui batas kemampuan ortoregulasi pembuluh darah otak
(Houston, 1989).
Sindrom klinik ini timbul karena adanya dilatasi arteri otak dan nekrosis
fibrinoid dan arterial yang luas. Dilatasi arteri ini disebabkan oleh gagalnya sistem
ortoregulasi sirkulasi otak, sehingga aliran darah otak meningkat dan
menyebabkan edem otak. Perdarahan otak biasanya disebabkan karena tekanan
darah yang tinggi mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil yang dapat
menembus ke dalam jaringan otak (Houston, 1989).
Edema serebri ialah hal yang mendasari timbulnya gejala klinik hipertensi
encephalopati. Hipertensi ensefalopati apabila ditangani dengan cepat dan tepat
bersifat reversibel. Gejala klinik yang tampak : sakit kepala hebat, mual, muntah,
rasa mengantuk dan bingung bila tidak segera diobati terjadi kejang dan koma,
jarang terjadi gangguan syaraf seperti : hemiparese, afasia atau kebutaan. Gejala
yang berat ini terjadi sekitar 24-48 jam. Biasanya berhubungan dengan hipertensi
Maligna (Houston, 1989).
Gejala klinis Hipertensi ensefalopati mungkin timbul mendadak atau
pelan-pelan dan biasanya didahului atau disertai nyeri kepala yang berat.
22
Manifestasi neurologik bervariasi, tetapi biasanya berakhir dengan kejang dan
koma. Kelainan patologik primer yang mendasari adalah emboli kecil multipel di
otak yang berkaitan dengan edema serebri. Proses ini terjadi akibat vasokontriksi
yang menyertai tekanan darah yang meninggi. Vasokontriksi arteri di otak lebih
ringan dibanding vasa perifer, tetapi ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler di otak dan edema (Houston, 1989).
Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi
ensefalopati yaitu (Houston, 1989) :
1. Teori “Over Autoregulation”
Dengan kenaikan TD menyebabkan spasme yang berat pada arteriole
mengurangi aliran darah ke otak (CDF) dan iskemi. Meningginya permeabilitas
kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding kapiler, udema di otak, petekhie,
pendarahan dan mikro infark.
2. Teori “Breakthrough of Cerebral Autoregulation”
Bila TD mencapai threshold tertentu dapat mengakibtakan transudasi,
mikoinfark dan oedema otak, petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole.
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami
perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg,
sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg.
Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas
tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan
asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak (Houston, 1989).
3.4. Diagnosa
3.4.1. Anamnesa
23
Riwayat singkat harus diketahui pada saat pasien masuk, khususnya yang
paling penting mengenai riwayat hipertensi dan riwayat penggunaan obat
antihipertensi. Riwayat harus dipusatkan pada gejala-gejala neurologis, fungsi
ginjal dan gejala-gejala gangguan jantung. Semuanya bertujuan untuk menilai
tingkat kerusakan target organ. Beberapa hal yang penting untuk ditanyakan pada
pasien dengan hipertensi krisis terdapat pada tabel.
Tabel Hal yang penting ditanyakan pada pasien hipertensi krisis
Kategori Hal yang ditanyakan Keterangan
Riwayat sekarang Riwayat hipertensi Umumnya menderita
hipertensi
Umur Umumnya 40-60 tahun
Penurunan berat badan
Gejala neurologi
- Gangguan penglihatan
- Nyeri kepala
(headache)
- Pusing (Dizziness)
- Kecemasan
Mencari tanda kerusakan
target organ. Harus
dibedakan antara Hipertensi
ensefalopati dan Kelaianan
neurologi lain atau Dengan
kecemasan
Gejala ginjal Mencari kerusakan ginjal
- Gross Hematuria
- Penurunana urine
output
Gejala jantung
- Gejala gagal ginjal
kongestif dan udem paru
- Nyeri dada
Mencari kerusakan target
organ (jantung) harus
dibedakan dengan udem paru
karena sebab lain.
Riwayat penyakit Riwayat
glomerulonefritis
24
dahulu Riwayat pielonefritis
Riwayat kehamilan Masalah yang terjadi
saat kehamilan
Hipertensi krisis dengan
toxemia
Riwayat penggunaan
obat sekarang
MAO inhibitor
Obat anti hipertensi
Gravidarum berat
(eklampsia)
3.4.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada pengukuran tekanan darah yang
akurat dan bukti/tanda adanya kerusakan target organ, khususnya pemeriksaan
funduskopi dan pemeriksaan neurologik. Pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan
hipertensi krisis dapat dilihat tabel.
Tabel Hasil pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan hipertensi krisis.
Sistem Hasil pemeriksaan Keterangan/signifikasi
Keadaan umum Ansietas, gelisah Hipertensi ensefalopati atau
kecemasan (ansietas)
Vital sign Tekanan darah 180/120
(pada pengukuran pada
kedua lengan)
Tekanan darah yang sangat
tinggi tanpa tanda hipertensi
krisis seperti tidak ada
kerusakan target organ dan
papiledem
Mata Perdarahan dan eksudat
pada fundus, papil edema
Papile tidak selalu dapat
dijumpai
Jantung/dada Rale
S3
S4
Bukti adanya dekompensasai
ventrikel kiri
Pembuluh darah Arterial Bruits Bukti penyakit arteri
Perifer Nadi berkurang Karotis atau penyakit
Arterosklerosis pembuluh
perifer
Hati-hati terjadi penurunan
Tekanan darah dengan cepat
25
Neurologik Tanda-tanda kelainan Bedakan hipertensi
Fokal Ensefalopati dengan
Keadaan gawat darurat
Neurologis karena sebab lain.
3.5. Penatalaksanaan
Dasar-dasar penanggulangan krisis HT
Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena
penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun
lambat. Tetapi dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat
menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak,
jantung, dan ginjal. Untuk menurunkan TD sampai ke tingkat yang diharapkan
perlu diperhaikan berbagai faktor antara lain keadaan hipertensi sendiri ( TD
segera diturunkan atau bertahap, pengamatan problema yang menyertai krisis
hipertensi perubahan dari aliran darah dan autoregulasi TD pada organ vital dan
pemilihan obat anti hipertensi yang efektif untuk krisis hipertensi dan monitoring
efek samping obat (Calhoun, 1990).
Autoregulasi
Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh
terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada
resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi /
dilatasi pembuluh darah (Calhoun, 2000).
Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara
mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi.
Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan. Bila TD turun, terjadi
vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran
darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure ( MAP ) 60 – 70
mmHg (Calhoun, 2000).
Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah
yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan
26
manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.Autoregulasi otak
ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang disebabkan oleh
stretch receptors pada otot polos arteriol otak, hipoksia mempunyai peranan dalam
perubahan metabolisme di otak (Calhoun, 2000)..
Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan TD yang cepat sampai batas
hipertensi, masih dapat ditolelir. Pada penderita hipertensi kronis, penyakit
cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan
bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada TD
yang lebih tinggi (Calhoun, 2000)..
Straagaard pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg
pada 13 penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan dengan 73 mmHg
pada orang normotensi (Calhoun, 2000)..
Penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantar group
normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol
cenderung menggeser autoregulasi k earah normal (Calhoun, 2000)..
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun
hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira
25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi,
pengurangan MAP sebanyak 20–25% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari
apakah emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut
ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30
menit dan bisa lebir rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya.
Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk
pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan
TD dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih
rendah dari 170 – 180/100 mmHg (Calhoun, 2000)..
3.5.1. Dasar pengobatan
Seperti keadaan klinik yang gawat lainnya, penderita hipertensi krisis sebaiknya
dirawat di ruang intensif.
Pengobatan hipertensi ensefalopati dapat dibagi :
a. Penurunan tekanan darah
27
Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat mungkin tetapi
seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak boleh terlalu
rendah karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ.
Untuk menentukan tingkat tekanan darah yang diinginkan perlu ditinjau kasus
demi kasus. Terutama untuk penderita tua, tekanan daarah perlu dipertahankan
pada tingkat yang tinggi. Juga penderita dengan hipertensi kronik yang disertai
isufisiensi serebral, tekanan darah tidak boleh terlalu rendah sebagai pegangan,
tekanan darah dapat diturunkan mencapai tekanan darah sebelum terjadi krisis
(Langton, 2000).
b. Pengobatan target organ
Walaupun penurunan tekanan darah yang tepat dapat memperbaiki fungsi target
organ pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan khusus untuk
mengatasi kelainan target organ yang terganggu (Langton, 2000).
3.5.2. Obat anti hipertensi
Untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi krisis diperlukan obat-obat
hipertensi khusus yaitu obat-obat yang mempunyai sifat : bekerja cepat, efektif,
aman dengan sedikit efek samping. Obat-obat yang dapat digunakan untuk
hipertensi ensefalopati harus dirawat di rumah sakit dan harus diberikan (Langton,
2000) :
Obat anti hipertensi parenteral dapat berupa : sodium nitroprusid, diazoxid,
labetolol, nitrogliserin, hidralazin (obat parenteral)
hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk pemakaian
parenteral
Tabel Obat hipertensi parenteral
Obat Dosis Efek / Lama
Kerja
Perhatian khusus
Sodium
nitroprusside
0,25-10 mg /
kg / menit
sebagai infus
IV
langsung/2-3
menit setelah
infus
Mual, muntah, penggunaan
jangka panjang dapat
menyebabkan keracunan
tiosianat, methemoglobinemia,
asidosis, keracunan sianida.
28
Selang infus lapis perak
Nitrogliserin 500-100 mg
sebagai infus
IV
2-5 min /5-
10 min
Sakit kepala, takikardia,
muntah, , methemoglobinemia;
membutuhkan sistem
pengiriman khusus karena obat
mengikat pipa PVC
Nicardipine 5-15 mg / jam
sebagai infus
IV
1-5 min/15-
30 min
Takikardi, mual, muntah, sakit
kepala, peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 amp
per 250 cc
Glukosa 5%
mikrodrip
30-60 min/
24 jam
Ensepalopati dengan gangguan
koroner
Diltiazem
5-15
ug/kg/menit
sebagi infus
IV
1-5 min/ 15-
30 min
Takikardi, mual, muntah, sakit
kepala, peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi
Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi
emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat
yang tepat sehingga tidak memperparah keadaannya (Langhton, 2000).
Tabel Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi
Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan
Darah
Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera
mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside,
nicardipine
Sekunder untuk
bantuan iskemia
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin,
labetalol
10% -15% dalam 1-2
jam
Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3
29
labetalol jam
Kelebihan
katekolamin
Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2
jam
Hipertensi
ensefalopati
Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3
jam
Subarachnoid
hemorrhage
Nitroprusside, nimodipine,
nicardipine
20% -25% dalam 2-3
jam
Stroke Iskemik nicardipine 0% -20% dalam 6-12
jam
AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.
Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika
hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita
dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti
hipertensi intravena ( IV ) (Gonzale, 1998).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial
maupun venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2
dosis 1 – 6 ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif,
hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila
dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5
menit, duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V.
Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i.
V bolus. Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of
action 4 – 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75
mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan
shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5
– 1 jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v
30
bolus : 10 – 40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central
ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk
mengurangi volume intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi,
meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut
dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on
action 15 – 60 menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.
Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 – 20
mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 –
10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan
menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara
infus i.v. Onset of action : 1 – 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek
samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi,
mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 –
80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of
action 5 – 10 menit Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit
kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2
jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable
dan komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem
syaraf simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30
– 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + )
demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of
actionnya bisa tak terduga dan khasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai
untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v
pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose
dengan titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah
1 jam atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut
31
kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan
sindroma putus obat.
32
BAB III
PEMBAHASAN
Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak
(sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ
target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera,
dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat
kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam
menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tetapi dipihak lain,
penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan
aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal.
Pentingnya mengenal autoregulasi otak, autoregulasi adalah penyesuaian
fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan
perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan
perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah (Calhoun, 2000).
Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara
mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi.
Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan. Bila TD turun, terjadi
vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran
darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure ( MAP ) 60 – 70
mmHg (Calhoun, 2000).
Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah
yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan
manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.Autoregulasi otak
ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang disebabkan oleh
stretch receptors pada otot polos arteriol otak, hipoksia mempunyai peranan dalam
perubahan metabolisme di otak (Calhoun, 2000)..
Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan TD yang cepat sampai batas
hipertensi, masih dapat ditolelir. Pada penderita hipertensi kronis, penyakit
33
cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan
bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada TD
yang lebih tinggi (Calhoun, 2000).
Penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantar group
normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol
cenderung menggeser autoregulasi k earah normal (Calhoun, 2000).
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,
ditaksir bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah
resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan
MAP sebanyak 20–25% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah
emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun
oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit dan
bisa lebir rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita
hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan
infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan
lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 –
180/100 mmHg (Calhoun, 2000).
Pengobatan hipertensi ensefalopati dapat dibagi :
a. Penurunan tekanan darah
Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat mungkin tetapi
seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak boleh terlalu
rendah karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ.
Untuk menentukan tingkat tekanan darah yang diinginkan perlu ditinjau kasus
demi kasus. Terutama untuk penderita tua, tekanan daarah perlu dipertahankan
pada tingkat yang tinggi. Juga penderita dengan hipertensi kronik yang disertai
isufisiensi serebral, tekanan darah tidak boleh terlalu rendah sebagai pegangan,
tekanan darah dapat diturunkan mencapai tekanan darah sebelum terjadi krisis
(Langton, 2000).
b. Pengobatan target organ
34
Walaupun penurunan tekanan darah yang tepat dapat memperbaiki fungsi target
organ pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan khusus untuk
mengatasi kelainan target organ yang terganggu (Langton, 2000).
Untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi krisis diperlukan obat-obat
hipertensi khusus yaitu obat-obat yang mempunyai sifat : bekerja cepat, efektif,
aman dengan sedikit efek samping. Obat-obat yang dapat digunakan untuk
hipertensi ensefalopati harus dirawat di rumah sakit dan harus diberikan (Langton,
2000). Obat anti hipertensi parenteral dapat berupa : sodium nitroprusid, diazoxid,
trimetophan, labetolol, nicardipin, nitrogliserin, hidralazin (obat parenteral)
35
BAB IV
KESIMPULAN
Ensefalopati hipertensi merupakan jenis dari krisis hipertensi dan merupakan
hipertensi emergensi.
Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena
penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun
lambat.
Penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi
dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal
Obat-obat yang dapat digunakan untuk ensefalopati hipertensi dapat berupa :
sodium nitroprusid, labetolol, nicardipin, fenoldopam (obat parenteral)
Pada ensefalopati hipertensi target penurunan tekanan darah 20-25% dalam 2-
3 jam.
36
DAFTAR PUSTAKA
Alpert J. S, Rippe J.M. 2005. Hypertensive Crisis in manual of Cardiovascular
Diagnosis and Therapy, Asean Edition Little Brown and Coy Boston, 149-
60.
Andradi, S. Akibat Lanjut Hipertensi di Bidang Neurologi, Cermin Dunia
Kedokteran, 1999; 7-15.
Anonim, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito I, Komite Medik
RSUP Dr. Sardjito dan FK UGM Yogyakarta, Yogyakarta, 2006, 54-60.
Calhoun D.A, Oparil . S ; 2000 : Treatmenet of Hypertensive Crisis, New Engl J
Med, 323 : 1177-83.
Gifford R.W, 2001 : Management of Hypertensive Crisis, JAMA SEA,266; 39-
45.
Gonzale D.G, Ram C.SV.S., 1998 : New Approaches for the treatment of
Hypertensive Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.
Houston MC ; 1989 : Pathoplysiology Clinical Aspects and treatment Dis, 32, 99-
148.
Kaplan, N.M. Clinical Hypertension, 6th en. William & Wilkins, Boltimore,
Maryland, USA, 2004; 90-281.
Langton D, Mcgrath B ; 2000 : Refractory Hypertantion and Hypertensive
Emergencies in Hypertention Management, Mc Leman & Petty Pty
Limited, Australia, 169-75.
National Institutes of Health. The sixth report of the joint national committee on
prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure.
NIH Publication;2007.
Pranatu, S. Krisis Hipertensi, Cermin Dunia Kedokteran, 2001; 48-50-67.
Rachman, O.S. Akibat Lanjut Hipertensi di Bidang Kardiologi, Cermin Dunia
Kedokteran, 1999; 57 : 4-10.
Sidabutar R.D, Wiguna P. Hipertensi Esensial, dalam Soeparman dan Waspadji S,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2000; 205-
223.
Spitalewitz S, Porush JG. Hypertensive emergencies and urgencies. Dalam:
Glassock RJ editor. Current therapy in nephrology and hypertension, 4th
ed. St Louis: Mosby-Year Book Inc; 2008. p.323-7.
World Health Organization-International Society of Hypertension. Guidelines for
the management of hypertension. Guidelines subcommittee. J Hypertens
1999;17:151-83.
Wuryanto, Kegawatdaruratan Hipertensi, Ceramah Ilmiah Hipertensi, editor
Sutjipto, R.M, Sarodja M. Iqbal, PAPDI Cabang Yogyakarta bersama
FK UGM/RSUP Sardjito dan Kanwil Depkes Prop. DIY, Yogyakarta,
1997; 152-184.