-
PEDOMAN PEMBINAAN
USAHA JAMU RACIKAN
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN
2013
-
KATA PENGANTAR
Fuji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa
Pedoman Pembinaan Usaha Kecil Obat Tradisional ini telah berhasil
disusun oleh Tim yang terdiri dari Direktorat BIna Produksl dan Distribusi
Kefarmasian, bekerja sama dengan Direktorat Pelayanan Kesehatan
Tradisional, Alternatif dan Komplementer, Badan PPSDM Kementerian
Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UsahaMikro, Kecil dan Menengah, serta Gebungan Perusahaan Jamu.
Pedoman Pembinaan ini disusun berdasarkan amanat Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan,
Pembinaan, dan Pengembangan Industri, yang menyatakan bahwa
pembinaan industri bahan obat dan obat jadi termasuk obat asli Indonesia
dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan. Pelaksanaan PP 17 Tahun 1986
ini merupakan pelaksanaan pembangunan industri yang diamanatkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Penyusunan Pedoman ini juga berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 yang memberikan tugas dan kewajiban kepadaProvinsi dan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembinaan di bidangkefarmasian, termasuk usaha jamu racikan. Oleh karena itu Pedoman ini
diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi petugas di pusat, provinsidan kabupaten/kota dan pelaku usaha di bidang obat tradisional.
Dengan pedoman ini, pembinaan kepada usaha jamu racikandiharapkan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan komprehensif,
sehingga usaha jamu racikan dapat memenuhi persyaratan keamanan,kemanfaatan dan mutu.
Ill
-
Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan Pedoman ini. Kritik dan saran kami terima
dengan tangan terbuka untuk perbaikan buku pedoman ini di masa yangakan datang.
Jakarta, Maret2013
Direktur Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian
Dra. Engko Sosialine M., Apt.
NIP. 196101191988032001
IV
-
KATASAMBUTAN
Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,
bahwa atas perkenanan-Nya, buku Pedoman Pembinaan Usaha Jamu
Racikan ini dapat diselesaikan.
Pedoman Pembinaan Usaha Jamu Racikan merupakan salah satu upaya
pembinaan dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi obat
tradisional yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan untuk melindungi masyarakat terhadap peredaran obat
tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat dan
mutu sekaligus pengembangan usaha jamu racikan (UJR).
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi petugas yang
bertanggungjawab untuk pelaksanaan pembinaan di bidang usaha obat
tradisional termasuk pelaku usaha jamu racikan dalam rangka menunjang
pelayanan kesehatan sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.
Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Pedoman
Pembinaan Usaha Jamu Racikan ini.
Semoga Allah SWT meridhai hasil kerja kita, sehingga bermanfaat bagi
masyarakat dan bangsa Indonesia.
Jakarta, Maret2013
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan
Dra. Maura Linda Sitanggang, PhD
NIP 195805031983032001
-
PENANGGUNGJAWAB
Dra. Engko Sosialine M.,Apt-
(Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian)
TIM PENYUSUN
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
1. Dra. R. Dettie Yuliati,Apt.,M.Kes.
2. Dra Nadiah Rahim,Apt.,M.Kes.
3. Drs. Ellon Sirait,Apt.,MScPh.
4. Ikka Tjahyaningrum,S.Si.,Apt.
5. Dina Sintia Pamela,Apt.,M.Pharm.
6. Isnaeni Diniarti.S.Farm.,Apt.
7. AriAriefah,S.Farm.,Apt.
8. Nofiyanti
9. Damaris Parrangan
Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisionai, Alternatif dan
Kompiementer, Kementerian Kesehatan Ri:
1. dr. Rini Yudhi Pratiwi, MPET.
2. Budiman Sitepu, SKM., M.Kes.
3. dr. Maryono
Badan PPSDM Kementerian Kesehatan RI:
1. drg. Sri Sugiharti, M.Kes.
BPOM RI:
1. Drs. Sukiman Said Umar,Apt.
4. Dra. Mauzzati Purba, Apt.
5. Imeida Ester Riana P. ST. MKM.
6. Dra. Neliya Rosa,Apt.
vi
-
7. Rini Tria Suprantini
8. drh. Rachmi Setyorini.MKM.9. Meiske Lucie Tumbol,S.Si.,Apt.
10. Warmanto Firmansyah, S.Si.
11. Eka Tristy Dian R,S.Far.,Apt.
Kementerian Perindustrian Rl:
1. Dr. Ir. Sudarto,
Kementerian Pertanian Rl;
1. Ir. Ndarie Indartiyah
2. Yogawati Dwi Agustina
3. Fattiyah Rahmawati, S.T.P.
Kementerian Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Rl;
1. Drs. Nyak Ubin, M.Si.
2. Masruroh,S.Si.,MKM.
Gabungan Perusahaan Jamu:
1. DR. Charles Saerang
2. Kusuma Westrl,S.SI.,Apt.
3. Wasis Wisnu Wardhana
4. Jahja Hamdani Widjaja
Vll
-
DAFTAR ISI
Kata Pengantar iii
Kata Sambutan v
Tim Penyusun vi
Daftar Isi ix
Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Nomor HK.03.05/v/134/2013 Tentang Pedoman Pembinaan UsahaBidang ObatTradisional xi
Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Nomor HK.03.05/v/134/2013 Tentang Tim Penyusun PedomanPembinaan Usaha Bidang Obat Tradisional xv
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 1
2. Dasar Hukum 2
3. Tujuan 3
4. Sasaran 4
5. Pengertian 4
6. Ruang lingkup 5
BAB III PEMBINAAN USAHA JAMU RACIKAN
1. Tugas Pembinaan 6
2. Pembinaan Terhadap Pelaku Usaha Jamu Racikan 6
3. Pengenalan Terhadap Manfaat Obat Tradisional 8
4. Pengenalan Sediaan Jadi/Produk Jamu 8
5. Sanitasi Higiene 10
6. Tempat Usaha dan Cara Pemasaran 12
IX
-
7. Resiko Penggunaan Bahan Kimia Obat dan LaranganTerhadap Penggunaan Bahan Kimia Obat dan MinumanBeralkohol 12
8. Langkah-Langkah Pembinaan 13
BAB IV EVALUASI DAN TINDAK LAN JUT 14
BABV PENUTUP 15
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 17
-
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
NOMOR HK.03.05A//134/2013
TENTANG
PEDOMAN PEMBINAAN USAHA Dl BIDANG OBAT TRADISIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN,
Menimbang bahwa dalam rangka upaya pembinaan sarana usaha dibidang obat tradisional yang menunjang pengembanganusaha di bidang obat tradisional periu menetapkanKeputusan Direktur Jenderal tentang PedomanPembinaan Usaha di Bidang Obat Tradisional;
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentangPerindustrian (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Rl Nomor 8 Tahun 1999 tentangPerlindungan Konsumen (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentangKeterbukaan Informasi Publik (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentangKesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
xi
-
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986
tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan danPengembangan Indutri (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1987 tentang
Industri (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1987 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 3352);
7. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996Nomor 3637);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentangPengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1998 Nomor 3781);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4975);
Xll
-
11. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentangPekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
12. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1987 tentangPenyederhanaan Pemberian Izin Industri (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 22);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 1144/Menkes/PerA/lll/2010 tentangOrganisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan UsahaObatTradisional.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Kesatu
Kedua
Ketiga
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TENTANG
PEDOMAN PEMBINAAN USAHA Dl BIDANG OBAT
TRADISIONAL.
Pedoman Pembinaan Usaha di Bidang ObatTradisional,sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu
sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakanbagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
Pedoman Pembinaan Usaha di Bidang ObatTradisional,sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu merupakanlandasan kerja pelaksanaan pembinaan Usaha KecilObat Tradisional, Usaha Mikro Obat Tradisional, Usaha
Jamu Racikan dan Usaha Jamu Gendong,
xni
-
Keempat
Kelima
Keenam
Pedoman Pembinaan Usaha di Bidang Obat Tradisional,sebagaimana dimaksud pada Diktum Kedua agardigunakan sebagai pedoman oleh petugas kesehatandalam rangka pembinaan terhadap pelaku usaha.
Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan
Keputusan ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsidan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Maret 2013
DIREKTUR JENDERAL,
Dra. MAURA LINDA SITANGGANG, Ph.D
XIV
-
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
NOMOR HK.03.05A//133/2013
TENTANG
TIM PENYUSUN PEDOMAN PEMBINAAN
USAHADI BIDANG OBATTRADISIONAL
DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN,
Menimbang bahwa dalam rangka mempersiapkan sertamenyelenggarakan Pedoman Pembinaan Usaha diBidang Obat Tradisional perlu dibentuk Tim PenyusunPedoman Pembinaan Usaha Di Bidang Obat Tradisionalyang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal;
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentangKesehatan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5063);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentangPengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 138, TambahanLembaran Negara 3781);
3. Peraturan Pemerintah Rl Nomor 38 tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
XV
-
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 8737);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 1144/Menkes/PerA/l 11/201 Otentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan UsahaObatTradisional.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Kesatu
Kedua
Ketiga
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TENTANG
TIM PENYUSUN PEDOMAN PEMBINAAN USAHA Dl
BIDANG OBATTRADISIONAL.
Membentuk Tim Penyusun Pedoman Pembinaan UsahaDi Bidang ObatTradisional dengan susunan keanggotaansebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakanbagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
Tugas Tim sebagaimana dimaksud dalam Diktum Keduasebagai berikut:
1. Mengadakan persiapan dan koordinasi dengan pihakterkait;
2. Menyusun Draft Pedoman Pembinaan Usaha DiBidang ObatTradisional;
3. Melaksanakan pembahasan Draft PedomanPembinaan Usaha Di Bidang ObatTradisional; dan
XVI
-
4. Menyempurnakan draft setelah mendapat masukandalam pembahasan.
Keempat Dalam melakukan tugasnya Tim bertanggung jawab
kepada Direktur Jendera! Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
Kelima Masa tugas Tim terhitung mulai tanggai ditetapkannyaKeputusan ini sampai dengan akhirTahun 2012.
Keenam Segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan tugas Tim
dibebankan pada DlPA Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian Tahun 2012.
Ketujuh Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggai ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggai 7 Maret 2013
DIREKTUR JENDERAL,
Dra. MAURA LINDA SITANGGANG, Ph.D
xvii
-
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.03.05A//133/2013
TENTANG
TIM PENYUSUN PEDOMAN PEMBINAAN USAHADI
BIDANG OBATTRADISIONAL
TIM PENYUSUN
PEDOMAN PEMBINAAN USAHADI BIDANG OBATTRADISIONAL
Penasihat
Penanggung Jawab
Ketua
Sekretaris
Anggota
Direktur Jenderal Bina kefarmasian dan Alat
Kesehatan
Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Kepala Sub Direktorat Produksi dan DistribusiObatdan Obat Tradisional
Kepala Seksi Standardisasi Produksi dan
Distribusi
1. Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Humas;
2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian;
3. Kepala Seksi Perizinan Sarana Produksi dan
Distribusi;
4. Damaris Parrangan;
5. Nofiyanti.
Sekretariat 1. Isnaeni Diniarti, S.Farm., Apt.;
2. AriAriefah Hidayati, S.Farm., Apt.;
3. Diara Oktania.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 7 Maret 2013DIREKTUR JENDERAL,
Dra. MAURA LINDA SITANGGANG, Ph.D
XVI11
-
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Obat tradisional di Indonesia yang dikenal dengan nama jamu
merupakan bagian dari budaya bangsa sejak berabad-abad lalu
dan didasarkan pada pengetahuan empiris. Has!! Riskesdas tahun
2010 bahwa presentase penduduk Indonesia yang mengkonsumsi
jamu adalah sebesar 59,12% yang terdapat pada semua kelompok
umur dan dari jumlah tersebut 95,60% dapat merasakan manfaatnya
terhadap kesehatan.
Produk obat tradisional yang dikonsumsi masyarakat 69,26%
merupakan produksi Industri Kecil Obat Tradisional. Data pengawasan
obat tradisional tahun 2011 menunjukan bahwa dari 11.262 sampel
obat tradisional, 19,41% tidak memenuhi syarat. Untuk melindungi
masyarakat dari hal-hal yang merugikan kesehatan sebagai akibat
dari pembuatan obat tradisional yang tidak memenuhi syarat mutu
serta untuk menjamin keamanan, kemanfaatan dan mutu diperlukan
proses produksi yang memadai.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 tahun 2012
tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional
dan Peraturan Kepala Badan POM R1 Nomor HK.03.1.23.06.11.5629
tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik, Kementerian Kesehatan berwenang untuk
melaksanakan pembinaan terhadap sarana produksi obat tradisional.
Pembinaan dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan
usaha di bidang obat tradisional dan sekaligus melindungi masyarakat
dari peredaran obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan
keamanan, mutu dan manfaat.
-
Pembinaan yang dilakukan terhadap usaha jamu racikan meliputi
pembinaan yang bersifat teknis dan non teknis. Dalam rangka untuk
menunjang pelaksanakan pembinaan usaha jamu racikan ini, perlu
disusun pedoman yang dapat digunakan sebagai acuan oleh petugas
kesehatan di pusat, daerah dan peiaku usaha.
2. DASAR HUKUM
Pedoman Pembinaan Usaha Jamu Racikan ini didasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 93, Tamhan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4866);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Rl Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Rl Tahun 2009 Nomor 5063);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang
Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan
Industri (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Rl Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Rl Tahun 1996 Nomor 3637);
-
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Rl Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Rl Tahun 1998 Nomor 3781);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/
Kota (Lembaran Negara Rl Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Negara Rl Nomor 4737);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
904/Menkes/SKA/llll/2007 tentang Pemberian Kuasa
Pendelegasian Kewenangan Di Lingkungan Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1144/Menkes/PerA/lll/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor 006 Tahun 2012
tentang Industri dan Usaha ObatTradisional;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor 006 Tahun 2012
tentang Industri dan Usaha ObatTradisional;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor 007 Tahun 2012
tentang Registrasi Obat Tradisional;
13. Peraturan Kepala Badan POM Rl Nomor HK.03.1.23.06.11.5629
tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik.
3. TUJUAN
a. Meningkatkan kualitas jamu yang dibuat oleh usaha jamu racikanagar dapat memperoleh kepercayaan dari konsumen terhadapkeamanan, kemanfaatan dan mutu.
-
b. Meningkatan pangsa pasar melalui peningkatan pelayanan agarmendapat kepercayaan konsumen yang lebih luas.
c. Membantu perekonomian usaha rumah tangga.
4. SASARAN
Sasaran dari Pedoman ini adalah:
a. Petugas Kesehatan di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
b. Pelaku usaha di bidang Usaha Jamu Racikan.
c. Lintas sektor dan Lintas Program Terkait
5. PENGERTIAN
Dalam Pedoman ini digunakan beberapa istilah dengan batasan
pengertian sebagai berikut:
a. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan material, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turuntemurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkansesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
b. Jamu adalah obat tradisional Indonesia.
c. Usaha Jamu Racikan yang selanjutnya disebut UJR adalah usahayang dilakukan oleh depot jamu atau sejenisnya yang dimilikiperorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsungkepada konsumen.
d. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obattradisonal yang belum mengalami pengolahan apapun juga dankecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan.
e. Rajangan adalah sediaan obat tradsioanal berupa potongansimplisia, campuran simplisia, atau campuran simplisia dengansediaan galenik, yang penggunaannya dilakukan denganpendidihan atau penyeduhan dengan air panas.
-
f. Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogendengan derajat halus yang cocok; bahan bakunya berupa simplisia
sediaan galenik, atau campurannya.
g. Cairan Obat Dalam adalah sediaan obat tradisional berupa larutan
emuisi atau suspensi dalam air; bahan awalnya berasal dari serbuk
simplisia atau sediaan galenik dan digunakan sebagai obat dalam.
h. Sari Jamu adalah cairan obat dalam dengan tujuan tertentu
diperbolehkan mengandung etanol dengan kadar tidak lebih dari
1%.
i. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
j. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal pada Kementerian
Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan.
k. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya
disebut Kepala Badan adalah kepala badan yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan.
I. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut
kepala dinas adalah kepala unit yang bertanggungjawab di bidang
kesehatan di wilayah kerjanya.
m. Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan yang
selanjutnya disebut Kepala Balai adalah kepala unit pelaksanan
teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
6. RUANG LINGKUP
Pedoman ini meliputi aspek yang dibutuhkan dalam pembinaan
usaha jamu racikan untuk melakukan proses penyediaan bahan
awal, jamu jadi, dan proses peracikan serta penyajiannya. Selainitu, memfasilitasi pengembangan usaha jamu racikan agar dapat
mempromosikan dan memasarkan produknya dengan baik.
-
BAB II
PEMBINAAN USAHA JAMU RACIKAN
Pembinaan terhadap usaha jamu racikan dilaksanakan secara
berjenjang oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Mat Kesehatan,Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota baik
secara mandiri maupun secara bersama. Pembinaan UJR mencakupberbagai aspek yang dimaksudkan untuk peningkatan kualitas UJRsebagaimana diuraikan di bawah ini.
1. TUGAS PEMBINAAN
Tugas Pembinaan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kab/Kotaselaku pelaksana urusan pemerintahan di bidang kefarmasian sesuaidengan tugas pokok dan fungsinya.
2. PEMBINAAN TERHADAP PELAKU USAHA JAMU RACIKAN
Pembinaan terhadap pelaku usaha jamu racikan secara langsung
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
memberikan:
a. Pembekalan mengenai pemilihan simplisia yang baik
Sebelum menggunakan bahan sediaan herbal harus dipastikan
bahwa bagian tanaman obat yang akan dipergunakan harusbenar/tepat umur panen untuk menghindari terjadinya efekkandungan bahan yang tidak diinginkan. Untuk mendapatkanbahan tanaman obat segar maupun simplisia yang baik, terlebih
dahulu harus memperhatikan:
1) Umur bagian tanaman yang akan dipanen, hal ini akanberpengaruh terhadap kualitas bahan segar maupun simplisia.
Pada umumnya petani dan peracik/produsen tidak terlalumemperhatikan hal tersebut. Hasil panen yang belum cukup
umur masih mengalami perkembangan secara fisiologis,akibatnya timbul kerusakan fisiologis dan kandungan
-
senyawa aktifnya belum optimal. Kerusakan fisiologis sering
terjadi pada simplisia rimpang, biji dan buah. Jika simpiisia
yang dihasiikan dari tanaman yang belum cukup umur, maka
setelah dikeringkan menjadi simplisia, akan menurunkan
kualitas simplisianya sehingga menjadi keriput dan lebih
mudah hancur;
2) Sebagai bahan baku segar untuk racikan Jamu, dipilih bagian
tanaman (seperti daun, rimpang, bunga, biji dan sebagainya)
yang segar, masih dalam keadaan utuh, tidak cacat hasil
petik/panen dari pertanaman sehat yang tidak menggunakan
pupuk kimia/pestisida serta tidak terkena serangan ulat,
hama dan penyakit lainnya;
3) Simplisia yang akan digunakan sebagai racikan jamu, dipilih
simplisia yang benar-benar kering, tidak keriput, tidak retak
dan warna simplisia cerah menyerupai warna asli bahan segar.
Tidak terserang hama dan penyakit, tidak bercendawan/
berjamur atau berlumut serta tidak tercampur bahan lain.
Pelatihan tentang tata cara membuat/meracik jamu yang baik
dan benar sesuai dengan ketentuan.
Cara pembuatan jamu secara sederhana yaitu:
1) Pilih jenis simplisia yang tepat sesuai resep/petunjuk2) Semua bahan simplisia, sebelum digunakan harus dicuci
terlebih dahulu
3) Pada saat akan meraoik jamu, harus dicermati komposisinya4) Takaran harus sesuai petunjuk, jangan ditambah atau
dikurangi
5) Alat-alat yang digunakan harus bersih
6) Pada saat merebus sebaiknya menggunakan api kecil
Memfasilitasi pendanaan Kelompok Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (KUMKM)
-
Memfasilitasi dan mendorong usaha jamu racikan untuk
dapat mengakses permodaian dalam upaya peningkatan
pengembangan kelompok usaha bersama.
d. Pembekalan meliputi cara promosi dan memasarkan produk
Memasarkan dan mempromosikan jamu racikan menjadi produk
unggulan, membudayakan minum Jamu dan melestarikan ramuan
jamu antara lain dengan mengikuti pameran.
3. PENGENALAN TERHADAP MANFAAT OBAT TRADISIONAL
Pemanfaatan obat tradisional antara lain:
a. Meningkatkan kualitas kesehatan (peningkatan daya tahan tubuh/stamina).
b. Menjaga dan memelihara kesehatan.
0. Membantu mengurangi gejala/gangguan penyakit umum/tertentu,yaitu untuk pengobatan gangguan kesehatan.
4. PENGENALAN SEDIAAN JADI/PRODUK JAMU
Sebelum menggunakan jamu siap seduh maka pelaku usaha jamuracikan perlu mengetahui hal-hal sebagai berikut:
a. Jenis bentuk sediaan jamu yang dapat digunakan pada saat
penyajian adalah serbuk, cairan obat dalam dan rajangan.
b. Usaha jamu racikan harus menggunakan sediaan jadi jamuyang benar, untuk Itu maka pelaku usaha jamu racikan perlumemperhatikan segala sesuatu yang terdapat pada kemasan jamu
yaitu:
1) Nama produk jamu: nama yang ditulis oleh suatu perusahaanuntuk menamakan produk jamu tersebut.
2) Besar kemasan: ukuran kemasan jamu yang menyatakanjumlah jamu
3) Komposisi: jenis dan jumlah bahan kandungan simplisia didalam produk jamu, dapat tunggal atau kombinasi dari berbagaisimplisia.
-
4) Logo jamu: logo yang terdapat pada kemasan jamu.
5) Nama dan alamat industri: nama dan alamat industrl yang
memproduksi sediaan jamu
6) Aturan pakal: informasi cara penggunaan yang meliputi jumlah,
waktu, cara minum, berapa kail digunakan, cara menyajikan.
7) Nomor Izin Edar: tanda izin edar yang sah yang diberikan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Contoh : NoTR.XXXXXXXXX (untuk ObatTradisional Lokal)
No.TI.XXXXXXXXX (untuk ObatTradisional Impor)
No.TL.XXXXXXXXX (untuk ObatTradisional Lisensi)
8) Nomor bets: nomor kode produksi yang dikeluarkan Industri
obat tradisional
9) Batas kadaluarsa: batas tanggal yang menunjukkan batas
berakhirnya kemanfaatan jamu
10)Klalm Penggunaan: informasi mengenai kegunaan dari jamu.
11) Kontra Indikasi (bila ada): kondisi kesehatan dimana jamu tidak
boleh dipergunakan
12)Efek samping (bila ada): efek yang merugikan dan tidak
diharapkan karena penggunaan jamu.
13) Interaksi obat (bila ada): keadaan yang timbul jika jamu diberikan
bersamaan atau hampir bersamaan dengan jamu/obat lain.
14) Cara Penyimpanan: Suatu cara yang mengkondisikan agar
jamu tetap terpelihara mutunya.
15)Peringatan dan Perhatian (bila ada): tanda peringatan yang
harus diperhatikan pada setiap kemasan jamu
-
5. SANITASI HIGIENE
Sanitasi dan Higiene sangat diperlukan dalam pembuatan jamu racikan.
a. Sanitasi
1) Bahan awal jamu/sediaan jadi
Bahan awal jamu dapat digunakan dalam bentuk:
a. Bahan segar
Apabila menggunakan simplisia segar hendaknya terlebih
dahulu dilakukan proses pencucian dengan air bersih yang
mengalir. Pada perajangan dan proses selanjutnya untuk
sediaan godogan/rebusan dan seduhan digunakan air
standar air minum.
b. Simplisia kering/rajangan
Apabila menggunakan simplisia kering/rajangan terlebih
dahulu simplisia harus bebas dari jamur, setelah itu
dapat dilakukan proses penggodogan/perebusan atau
penyeduhan sesuai dengan takaran penggunaannya dengan
menggunakan air standar air minum.
0. Serbuk
Apabila menggunakan serbuk, serbuk yang digunakan
untuk penyeduhan tidak boleh berubah warna dan/atau
menggumpal. Proses atau penyeduhan dilakukan sesuai
dengan takaran penggunaannya dengan menggunakan air
standar air minum.
d. Sediaan jadi
Apabila menggunakan sediaan jadi produk dari industri yang
siap saji, maka dapat langsung diseduh dengan air minum
atau dicampur dengan produk yang dibuat segar oleh UJR.
2) Penyimpanan
Simplisia segar, simplisia kering/rajangan, serbuk dan sediaan
jadi harus disimpan pada tempat penyimpanan yang bersih dan
bebas dari hewan pengerat. Perlu diperhatikan bahwa sumber
utama kerusakan simplisia adalah air, kelembaban, sinar
10
-
matahari langsung, dan hewan pengerat seperti kutu, rayap dan
tikus.
Simplisia yang tersedia, disimpan dengan cara ditumpuk dan
tidak langsung mengenai lantai atau diberi alas palet, dengan
sistem penyimpanan yaitu barang yang pertama masuk terlebih
dahulu dikeluarkan.
3) Alat yang digunakan (pencucian alat yang digunakan)
Untuk pembuatan sediaan godogan hendaknya menggunakan
panel stainless steel, pengaduk, saringan yang hams dicuci
terlebih dengan sabun pada air mengalir.
4) Tempat meracik
Tempat meracik adalah ruangan yang digunakan untuk meracik
campuran jamu dan/atau bahan awal jamu yang akan disajikan
secara segar. Tempat yang digunakan harus bersih, tertata
dengan rapi dan terhindar dari binatang yang mengotori. Harus
tersedia tempat cud tangan yang dilengkapi dengan sabun.
Setelah melakukan peracikan, tempat meracik hendaknya
dibersihkan dan dirapikan kembali agar siap untuk melaksanakan
peracikan berikutnya.
5) Cara penyajian
Jamu disajikan menggunakan wadah gelas atau cangkir yang
bersih disertai sendok untuk mengaduk, terutama untuk Jamu
campuran dengan bahan tambahan lain seperti madu dan telur.
6) Pembuangan limbah (limbah cucian dan limbah sampah)
Limbah sisa hasil rajangan, limbah sisa minum jamu yang
terdapat pada gelas, limbah cucian gelas harus dipastikan
terbuang agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
b. Higiene
Higiene/Kebersihan diri pelaku jamu:
1) Pelaku usaha jamu racikan harus sehat.
2) Pelaku usaha jamu racikan harus berpakaian rapi dan bersih
-
agar kemungkinan adanya kotoran yang menempel pada
pakaian tidak jatuh pada jamu yang diracik.
3) Pelaku usaha jamu racikan hams mencuci tangan dengan
sabun sebelum meracik jamu.
6. TEMPAT USAHA DAN CARA PEMASARAN
Lokasi tempat usaha jamu racikan berada di lokasi yang bersih dan
aman serta sebaiknya berada pada posisi yang mudah dijangkau oleh
masyarakat agar mudah dalam mempromosikan dan memasarkan
produkjamu yang dibuat.
7. RESIKO PENGGUNAAN BAHAN KIMIA OBAT DAN LARANGAN
TERHADAP PENGGUNAAN BAHAN KIMIA OBAT DAN MINUMAN
BERALKOHOL
Usaha Jamu Racikan diiarang menggunakan bahan kimia obat (BKO)
dan minuman beralkohol sebagai bahan tambahan dalam campuran
jamu, karena akan menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan
dan dapat berakibat fatal. Agar jamu dengan BKO tidak sampai
digunakan oleh UJR, pelaku usaha perlu mengikuti informasi terbaru
berupa Public Warning yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan.
Apabila petugas Pembina menemukan produk ber-BKO, dapat
dilakukan tindak lanjut penemuan produk ber-BKO berdasar Public
Warning BPOM:
1. Jika dalam jumlah sedikit, produk ber-BKO yang ditemukan dapat
langsung dimusnahkan di tempat oleh pemilik dan disaksikan oleh
petugas Dinas Kesehatan.
2. Pemusnahan yang dilakukan dibuat berita acara dan dibuat
tembusan kepada Balai POM setempat.
3. Pemusnahan dilakukan oleh pemilik UJR dan membuat surat
pernyataan persetujuan pemusnahan di atas materai.
4. Jika dalam jumlah besar, produk ber-BKO segera dipisahkan
dan diberi tanda "Dalam Pengawasan Dinas Kesehatan" untuk
12
-
kemudian segera dilaporkan kepada Balai POM untuk dilakukan
pemusnahan.
LANGKAH-LANGKAH PEMBINAAN
Pembinaan terhadap UJR dengan kegiatan di atas hendaknya
dilaksanakan dengan cara terencana dan berkesinambungan
dengan tujuan agar pelaku UJR senantiasa mengikuti pedoman yang
diberikan, khususnya terkait dengan sanitasi, higiene dan penggunaan
bahan untuk pembuatan sediaan. Pembinaan dilaksanakan dengan
melakukan kunjungan lapangan kepada pelaku UJR dan mengevaluasi
secara langsung kondisi dan pelaksanaan UJR sesuai urutan aspek
pembinaan yaitu perencanaan, pelaksanaan, analisis, dan dampak
pembinaan dengan menggunakan instrumen yang disiapkan.
13
-
BAB IV
EVALUASI DAN TINDAK LANJUT HASIL PEMBINAAN UJR
1. EVALUASI HASIL PEMBINAAN
Evaluasi hasil pembinaan UJR perlu dilaksanakan secara
berkesinambungan dengan memperhatikan semua aspek pembinaan
yaitu perencanaan, pelaksanaan, analisis, dan dampak pembinaan
sehingga hasil evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar
untuk melakukan perbaikan berkelanjutan dalam rangka pelaksanaan
pembinaan yang lebih baik.
2. TINDAK LANJUT PEMBINAAN
Hasil pembinaan hams ditindaklanjuti dengan memperhatikan masalah
dan kendala yang dihadapi sehingga pelaksanan pembinaan itu dapat
memberikan dampak positif terhadap kemajuan UJR.
14
-
BAB V
PENUTUP
Pedoman ini disusun dengan maksud untuk digunakan sebagai
acuan dalam melakukan pembinaan secara menyeluruh kepada UJR
agar menghasilkan jamu racikan yang memenuhi persyaratan keamanan,
manfaat dan mutu sehingga aman dikonsumsi oleh masyarakat.
Setiap petugas yang melakukan pembinaan hams mengacu
pada pedoman ini sehingga dapat memberikan pembinaan yang sesuai
ketentuan peraturan yang berlaku. Selain itu pedoman ini diharapkan
dapat dimanfaatkan oleh pihak lain yang berkepentingan seperti pelaku
usaha sehingga dapat meningkatkan kemampuannya dalam meracik jamu
yang balk.
15
-
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Cara Pembuatan ObatTradisional Yang Baik. Badan PengawasObat dan Makanan Republik Indonesia. 2011;
Pedoman Pengeiolaan dan Pemanfaatan Tanaman Obat KeiuargaKementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011;
Peraturan Pemerintah Nomor72tahun 1998tentang Pengamanan SediaanFarmasi dan Alat Kesehatan;
Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian UrusanPemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsidan Pemerintah Daerah Kab/Kota;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 tahun 2012 tentang Industri danUsaha Obat Tradisional;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MEnkes/PerA/l 11/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja KementerianKesehatan Republik Indonesia.
16
-
FORM PEMANTAUAN DAN KUESIONER
PEMBINAAN UJR
Informasi Umum :
1. Name UJR
2. Pemilik
3. Tahun Pendirian
4. Alamat
5. Kabupaten
6. Provinsi
7. Telp
8. Jumlah Jamu yang Disajikan
Per Hari
Informasi UJR
1. Karyawan
No. Mama Karyawan PendidikanPelatihan
yang pernahdijalankan
Keterangan
17
-
2. Sanitasi
No. Bangunan Ya Tidak Ket
1.a. Tersedia jamban atau alat cud tangan yang
dilengkapi sabun dan terpisah dari ruang produksi.
a. Dinding , langit-langit, lantai dalam keadaanbersih
0. Tersedianya tempat sampah yg tertutup
d. Ruangan harus terhindar dari serangga, binatangpengerat, atau binatang lain yang mengganggu.
e. Adanya penerangan dan ventilasi yg baik
2. Karyawan
a. Pada saat melaksanakan pembuatan sediaanharus dalam keadaan bersih menggunakanpakaian bersih dan pelindung pakaian
b. Pada saat melaksanakan kegiatan cud tanganterlebih dahulu harus menggunakan sarung tanganagar tidak terkontaminasi
3. Higiene
A.Peralatan Ya Tidak Ket
a. Peralatan terbuat dari stanles steel
b. Pada saat pembuatan sediaan peralatan dijamindalam keadaan bersih
c. Peralatan dicuci setelah dipergunakan dandikeringkan
d. Peralatan disimpan dalam kondisi bersih danterbungkus rapi
18
-
e. Wadah penyimpanan bahan baku harus keringdan tertutup
f. Wadah sediaan jadi harus terbuat dari gelas kacadan tertutup
g. Wadah gelas kaca yang digunakan harus dibilasterlebih dahulu (pembilasan dengan air panas)
h. Wadah gelas kaca yang sudah tidak layakdigunakan, harus segera diganti (seperti: gelaskaca yang sudah buram, retak)
B. Ruangan
a. Sebelum melaksanakan pembuatan sediaan harusdijamin ruangan dalam keadaan bersih
b. Setelah melaksanakan pembuatan sediaanruangan harus dibersihkan kembali
c. Pada saat melaksanakan kegiatan pembuatanmenggunakan tutup kepala
d. Harus menggunakan masker bila dalam keadaansakit
e. Pada saat proses pembuatan sediaan karyawandilarang makan, minum dan merokok
4. Penyediaan bahan baku
A. Sumber Bahan Baku Herba / Simplisia
No.Mama Bahan Baku
Simplisia/Herba
BanyaknyaBahan Baku yang
Digunakan
Pemasok Bahan Baku
Mama Alamat Ket
19
-
B. Penyediaan Bahan Baku
Bahan Baku Ya Tidak Ket
a. Menggunakan bahan baku simplisia yg segar (tidaklayu, warna yg cerah, masih dalam keadaan utuh tidakrusak dan tidak terserang hama)
b. Menggunakan simplisia yg telah tua/masak/masaksempurna dan dalam keadaan segar
c. Melakukan pemilahan terhadap bahan baku simplisia
d. Melakukan pencucian bahan baku simplisia dengan airbersih yang mengalir
e. Bila akan dilakukan penyimpanan bahan baku, makabahan baku tersebut harus disimpan dalam wadahyang diberi label
5. Pembuatan
Pembuatan Ya Tidak Ket
a. Pembuatan menggunakan air bersih standar air minum
b. Pada pembuatan hindari kontaminasi silang
c. Pada pembuatan menggunakan alat yang sesuaidengan kegunaannya
d. Pembuatan sediaan sesuai dengan komposisi dantakaran yang sudah ditetapkan
e. Pembuatan sediaan harus dilakukan sesuai dengankebutuhan 1 hah
f. Pada pembuatan sediaan tidak boleh ditambahkanbahan kimia obat apapun
g. Pembuatan sediaan per hah harus tercatat
20
-
6. Pelayanan
A. Jenis Sediaan Jamu yang Disajikan
No
Jenis
Jamu yangDisajikan
KomposisiJumlah
Konsumen yangDilayani per Hari
HargaJual
Keterangan
1
2
3
4
5
B. Proses pelayanan
Pelayanan Ya Tidak Ket
a. Tempat pelayanan harus memadai
b. Tempat pelayanan harus bersih (lantai, binding,langit-langit, meja, kursi)
c. Tempat proses melaksanakan peracikan harus bersihdan kering
d. Karyawan yang melaksanakan pelayanan bersih, rapidan ramah
e. Karyawan yang melakukan kegiatan peracikan Jamumenggunakan penutup kepala, sarung tangan untukmenghindari kontaminasi dari rambut maupun tangan
f. Peracikan jamu dilakukan hanya berdasarkanpesanan dari pembeli
g. Peracikan jamu ditambah dengan sediaan jamu jadidari industri harus yang teregistrasi
21
-
h. Peracikan jamu tidak dapat ditambah dengan bahankimia obat
i. Wadah gelas dan sendok yang dipakai dalampenyajian hams dalam keadaan bersih dan kering
j. Pencucian wadah gelas dan sendok yang dipakaidalam penyajian hams menggunakan air bersih
k. Usaha jamu racikan tidak boleh menjual sediaanjamu jadi yang mengandung bahan baku obat {PublicWarning BPOM)
1. Informasi tentang komposisi jamu racikan diberikankepada pembeli dengan benar
7. Daftar Jamu yang Disediakan Oleh Usaha Jamu Racikan
No Mama JamuJumlah
Komposisi
Keteranqan
Sediaan Jamu Jadi Racikan
1
2
3
4
5
8. Saran
22
-
9. Kesimpulan
Evaluasi hasil Quesioner
Output selaras dengan pelaksanaan tindak lanjut
Tindak Lanjut Hasil Pemantauan
I. Teknis
11. Non Teknis
20
UJR : Tim Pembina UJR:
23
-
I
9 786022
Pedoman Pembinaan Usaha Jamu Racikan 2013Pedoman Pembinaan Usaha Jamu Racikan 2013