Download - Pbl Blok 30 (Sken 1)
Makalah PBL
Pembunuhan dengan Kekerasan Tajam
Priskillia Alberta Kristiawan
102010225
04 Desember 2013
Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email: [email protected]
Skenario:
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di
bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju
(yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat
ke sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. posisi tubuh relatif mendatar, namun leher
memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih
dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah
ketiak yang putus dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang
memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam. Perlu diketahui bahwa rumah
1
terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP adalah suatu daerah perbukitan yang berhutan
cukup lebat.
Pendahuluan
Penemuan mayat mencurigakan merupakan sebuah peristiwa dalam ilmu Forensik yang
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.Beberapa kriteria telah ditetapkan dalam mencurigai
adanya peristiwa yang berkaitan dengan penemuan mayat yang mencurigakan, diantaranya
adalah pembunuhan.Dalam masyarakat kejadian pembunuhan bukan merupakan hal yang jarang
ditemui lagi. Oleh karenanya, penting bagi seorang dokter, baik dokter umum maupun dokter
spesialis, dapat memperkirakan cara dan sebab mati dengan memiliki pengetahuan tentang
berbagai aspek ilmu forensik.
Dalam skenario ini, penemuan mayat dengan bekas luka yang mencolok pada kekerasan
tajam menguatkan kemungkinan kekerasan, pembunuhan dan penganiayaan pada korban.
Aspek Hukum
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan1
Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.1
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau
untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap
tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan
hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun.1
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.1
2
Kualifikasi Luka :
Pengertian kualifikasi luka disinisemata-mata pengertianIlmu Kedokteran Forensik sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab
IX pasal 90.1
Pasal 351
a. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
b. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
c. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
d. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
e. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353
a. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
b. Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
c. Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun
Pasal 354
a. Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan
berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
b. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun.
Pasal 355
a. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
b. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lams lima belas tahun.
Pasal 356
3
Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan
sepertiga:
a. Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau
anaknya;
b. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejsbat ketika atau karena menjalankan
tugasnya yang sah;
c. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang herbahaya bagi nyawa atau
kesehatan untuk dimakan atau diminum.
Pasal 90
Luka beratberarti:
1.Jatuh sakit atau mendapatluka yang tidak memberi harapan akan sembuh samasekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut;
2.Tidak mamputerus-menerusuntukmenjalankan tugasjabatan atau pekerjaan pencarian;
3.Kehilangan salah satu panca indera;
4.Mendapat cacat berat;
5.Menderita sakit lumpuh;
6.Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
7.Guguratau matinya kandungan seorang perempuan
Prosedur medikolegal
Otopsi forensik/medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga
meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan,
maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan
adanya penyidikan suatu perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal adalah :1,2
• Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas.
• Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian.
4
• Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda
penyebab dan pelaku kejahatan.
•Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya
penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang
diperoleh dari pemeriksaan medis.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal :1,2
1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.
2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang.
3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.
4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu
sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari
pemeriksaan fisik.
5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.
6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada
kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan
lain-lain harus diperoleh.
7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.
8 Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.
9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.
Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal adalah:
1.Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk surat
izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.
2.Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut.
3.Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan
penunjang yang harus dilakukan.
4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak
diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :
5
5. Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan
laporan otopsi.
Dasar hukum
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter dalam membantu
peradilan:
Pasal 133 KUHAP :
• Ayat 1:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
• Ayat 2:
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
• Ayat 3:
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yg
memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian
lain badan mayat.
Pasal 134 KUHAP
1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 179 KUHAP:
6
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.1
III. Visum et Repertum
Pihak yang berwenang meminta VeR : Penyidik
Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan. Penyidikan adalah tindak lanjut setelah
benar telah terjadi suatu kejadian. Adapun kategori penyidik menurut pasal 6 ayat (1) jo PP
27 tahun 1993 pasal 2 ayat (1) adalah Pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Satu.
Sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua.2,3,4
Pihak yang berwenang membuat VeR :Dokter
Kemudian penyidik meminta saksi ahli dalam hal ini dokter yang bertugas sebagai saksi ahli
atau pemeriksaan yang dapat membantu penyidikan. Kewajiban dokter melakukan
pemeriksaan kedokteran forensik atas korban apabila diminta secara resmi oleh penyidik
yang diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli akan dijadikan bukti yang sah di
depan siding pengadilan (pasal 184 KUHAP). Pelanggaran atas kewajiban dapat dikenakan
sanksi pidana (ps 216 atau 244 KUHP).
Pengertian Keterangan ahli adalah sesuai dengan pasal 1 butir 28 KUHAP:“ Keterangan ahli
adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidan guna kepentingan
pemeriksaam”. Keterang ahli dapat diberikan secara lisan di depan sidang pengadilan (pasal
186 KUHAP), dapat pula diberikan pada masa penyidikan dalam bentuk laporan penyidik
(Penjelasan Pasal 186 KUHAP), atau dapat diberikan dalam bentuk keterangan tertulis di
dalam suatu surat (pasal 187 KUHAP). Sehubung dengan pengertian di atas dapatlah
dikemukakan beberapa hal penting:2-4
1. Pihak yang berwenang meminta Keterangan Ahli. Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1)
yang berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik. Penyidik
pembantu juga mempunyai wewenang tersebut sesuai dengan pasal 11 KUHAP.
7
2. Pihak yang berwenang membuat Keterangan Ahli. Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1),
yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang menyangkut tubuh manusia dan
membuat Keterangan Ahli adalah dokterahli kedokteran kehakiman (forensik), dokter dan
ahli lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut dikatakan bahwa
yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli sedangkan yang
dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.
3. Prosedur permintaan Keterangan Ahli. Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus
dilakukan secara tertulis, dan hal ini secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayaat
(2), terutama untuk korban mati.
4. Penggunaan Keterangan Ahli. Penggunaan keterangan ahli atau dalam hal ini visum et
repertum adalah hanya untuk kepentingan peradilan. Dengan demikian berkas Keterangan
Ahli hanya boleh diserahkan kepada penyidik (instansi) yang memintanya.
Prosedur permintaan VeR : tertulis
Penggunaan VeR: kepentingan peradilan dan tidak boleh digunakan untuk penyelesaian
claim Asuransi
Penyerahan VeR
Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam
ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil
pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga
bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan
pro yustisia. Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum
mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang
berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban). Ada lima
bagian tetap dalam laporan Visum et repertum, yaitu:
1. Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et
repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat
dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
2. Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung
dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan penyidik
pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu
pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
8
3. Pemberitaan. Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan", berisi semua keterangan
pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak berhubungan
dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai
rahasia kedokteran.
4. Kesimpulan. Bagian ini berjudul "kesimpulan" dan berisi pendapat dokter terhadap hasil
pemeriksaan, berisikan:
a.Jenis luka
b. Penyebab luka
c.Sebab kematian
d.Mayat
e.Luka
f.TKP
g.Penggalian jenazah
h.Barang bukti
i.Psikiatrik
5.Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et
repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan
mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana/KUHAP".2-4
Tanatologi
Tanatologi adalah bagian dari kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yng mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam
tanatologi dikenal beberapa istilah mati, yaitu :4
Mati somatis. terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu susunan
sarf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap. Tidak ditemukan
refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak
pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi.
Mati suri adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana, namun dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan
bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.
Mati seluler adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah
kematian somatis.
9
Mati serebral adalah rusaknya kedua hemisfer otak yang irreversibel kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya masih berfungsi dengan bantuan alat.
Mati otak (batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neronal intrakranial yang
irreversibel, termasuk batang otak dan serebelum.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseoranf berupa tanda
kematian. Tanda-tanda kematian ini dapat berupa tanda kematian tidak pasti dan pasti :4
a. Tanda kematian tidak pasti
1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut
relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran daerah-daerah yang tertekan,
misalnya daerah belikat dan bokong mayat yang terlentang.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih
dapat dihilangkan dengan meneteskan air.
b. Tanda kematian pasti
Lebam mayat (livor mortis). Setelah kemtian klnis maka eritrosit akan menempati
tempat terbawah akibat gaya gravitasi bumi, mengisi vena dan venula, membentuk
bercak warna merahungu (lividae) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian
tubuh yang tertekan. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit post-
mortem, makin lama intensitasnya makin bertambah dan menetap setelah 8-12 jam.
Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat
berpindah jika posisi mayat diubah. Lebam mayat dapat digunakan untuk
memperkirakan sebab kematian, misalanya lebam berwarna merah terang pada
keracunan CO dan CN, berwarna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat dan
sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya
lebam mayat yang menetap dan memperkirakan saat kematian. Lebam mayat yang
10
belum menetap atau kmasih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian
kurang dari 8-12 jam.
Kaku mayat (rigor mortis). Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan
miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen habis dan energi tidak terbentuk lagi,
maka aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku. Kaku mayat dibuktikan
dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tmpak 2 jam setelah mati klinis,
dimulai dari bagian luar tubuh ke arah dalam. Setealh mati klini 12 jam, kaku mayat
menjadi lengkap dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Faktor-faktor
yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu
tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot kecil dan suhu lingkungan yang
tinggi.
Penurunan suhu tubuh (algor mortis). Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses
pemindahan panas dari suatu benda ke benda lainnyayang lebih dingin. Kecepatan
penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaba, posisi tbuh,
bentuk tubuh dan pakaian. Penuruna suhu tubuh aka lebih cepat pada suhu rendah,
udara lembab, tubuh kurus, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, posisi terlentang,
orang tua atau anak kecil. Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan
saat mati melalui pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di TKP.
Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali pengukuran pada suhu rektal dengan
interval yang sama (minimal 15 menit).
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat aurtolisisn dan
kerja bakteri. Setelah seseorang meninggal, bakteri akan masuk ke jaringan dan
merkembang biak dalam darah, yang merupakan media yang baik. Sebagian besar
bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses
pembusukan ini terbentuk gas-gas alkan, H2S, HCN, asam amino dan asam lemak.
Pembusukan baru tampak 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum. Selanjutnya, kulit ari akan terkelupas atau
membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk. Pembentuk gas di
dalam tubuh dimulai dari gaster dan usus sehingga mengakibatkan ketegangan pada
dinding perut dan keluarnya cairan kemerahan melalui mulut dan hidung. Gas yang
terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabamya derik
(krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yan menyeluruh, tetapi
11
ketegang terbesar terdapat di daerah dengan jaringa longgar, seperti skrotum dan
payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua
lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan
di dalam rongga sendi. Larva lalat akan dijumpai setelah pembusukan nyata, yaitu
kira-kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberap
pasca mati di alis mata, sudut nata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur lalat
tersebt kemudian kana menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Alat dalam tubuh
akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Prostat dan uterus
non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan
pembusukan. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5oC
hingga sekitar suhu normal tubuh, kelembaban udara yang cukup, banyak bakteri
pembusuk, tubuh gemuk, penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat
juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibanding
yang ada di air dan tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan nayat yang berada di
tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir lambat membusuk, karena hanya
memiliki sedikit bakteri pada tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada
bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.
Adiposera ada;ah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringa lunak tubuh pasca mati.
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh bahkan di dalam hati, tetapi
lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanay perubahan berbentuk bercak,
dapat terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas.
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh bertahan hingga bertahun-
tahun. sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masij
dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudh terbentuknya adiposera adalah
kelembaban dan lemak tubuh yang cukup, suhu hangat dan invasi bakteri ke jaringa
post-mortem. Sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir dan suhu yang
dingin. Pembusukan akan terhamabat oleh adanya adiposera, karena derajat
keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah.
Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
cepat cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna
12
gelap, keriput dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat tumbuh pada
lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah,
aliran udara yan baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu).4
Interpretasi Temuan
Interpretasi peristiwa dan hasil berdasarkan kasus :
1. Mayat laki-laki yang dijumpai telah mulai membusuk dan mati dalam keadaan tertelungkup
disungai penuh batu-batuan dan bagian bawah celana panjang yang digulung hingga
setengahtungkai bawah.
Pembusukan mulai tampak 24 jam pasca kematian berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah disebabkan terbentuknya sulf-met-Hb. Secara bertahap warna kehijauan
iniakan menyebar ke seluruh tubuh dan bau busuk akan tercium.
Turut diperhatikan keadaan sekitar TKP yang mungkin mempengaruhi prosespembusukan
menjadi lebih cepat
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata yaitu 36-48
jampasca mati.
Dengan mengidentifikasi spesies lalat dan panjang larvanya maka dapat diketahui usialarva
tersebut yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian korban.
Korban mati dalam keadaan tertelungkup maka harus dipastikan apakah kepalanya
terbenam di dalam air atau tidak walaupun pada saat dijumpai sungai dalam keadaan
kering.
Bawah celana yang digulung harus dicurigai bahwa sebelumnya sungai ini tidak kering dan
si korban berencana untuk menyeberangi sungai atau mungkin juga digulung oleh
pembunuh untuk mengelirukan penyidik.
2. Lehernya terikat dengan lengan baju miliknya sendiri dan ujung lengan baju yang lain terikat
kepohon perdu setinggi 60cm. Posisi tubuh saat ditemui relative mendatar.
Korban ditemui memakai kaos oblong saja, dan dengan kaos luar yang dipakai digunakan
untuk mengikat lehernya, maka terjadi penjeratan dalam kasus ini.
Dengan ketinggian pohon yang rendah dan posisi tubuh yang mendatar, dapat disangkal
bahwa korban mati karena bunuh diri, tetapi karena kasus pembunuhan.
13
Pemeriksaan dalam harus mendapatkan hasil kematian bukanlah disebabkan asfiksia
mekanik untuk menyangkal dugaan bunuh diri.
3. Ada satu luka terbuka ditemui di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak
yang putus dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri sesuai
kekerasanakibat benda tajam.
Luka terbuka di daerah ketiak kiri menunjukkan pembuluh darah yang putus,maka
kemungkinan pembuluh darah yang putus adalah pembuluh darah besar yang menyebabkan
korban meninggal karena perdarahan yang massif.
Luka terbuka di daerah tungkai bawah kiri dan kanan menunjukkan kemungkinan korban
cuba untuk melepaskan diri maka pembunuh menyayat tungkai kakinya ataupun
menggunakan kaki untuk menyerang pembunuhnya terdapatnya tangan dan leher terikat..
Pada pemeriksaan dilihat bagaimana dengan tepi luka,dinding luka,kedalaman dan sudut
luka. Dipastikan apakah luka pada tungkai adalah luka tangkis akibat perkelahian atau
tidak,dan apakah luka di daerah ketiak bersifat fatal
Identifikasi
Identifikasi forensik
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan untuk menentukan identitas
seseorang dimana sangat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat
fatal dalam proses peradilan. Identifikasi forensik terutama pada kasus jenazah yang tidak
dikenal, yang telah membusuk, hangus terbakar, bencana alam serta potongan tubuh manusia
atau kerangka.4
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan
memberikan hasil positif:
1. Pemeriksaan sidik jari
Membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante mortem.
Karena ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang sangat tinggi maka harus
dilakukan penanganan terhadap jari jenazah sebaik-baiknya seperti membungkusnya
dengan kantung plastik.
14
2. Metode visual
Memperlihatkan jenazah kepada orang-orang yang merasa kehilangan anggota
keluarga atau temannya. Metode ini hanya efektif apabila jenazah belum
membusuk sehingga wajah dan tubuhnya masih bisa dikenali orang. Metode ini
harus diperhatikan mengingat adanya faktor emosi yang membenarkan atau
sebaliknya menyangkal jenazah.
3. Pemeriksaan dokumen
Dokumen kartu identifikasi seperti KTP, SIM, Paspor yang mungkin dijumpai
pada pakaian yang dikenakan jenazah. Perlu diingat pada kecelakaan masal atau
bencana alam, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet terdekat jenazah
belum tentu milik jenazah.
4. Pemeriksaan pakaian dan perhiasan
Pakaian dan perhiasaan yang dikenakan jenazah mungkin dapat membantu
identifikasi bila diketahui merek, ukuran, motif, inisial nama pemilik, atau badge
walaupun sudah terjadi pembusukan. Apabila anggota ABRI, makan identifikasi
lebih mudah karena adanya nama serta NRP pada kalung logam dan pakaiannya.
5. Identifikasi medik
Menggunakan tinggi bada, berat badan, warna rambut, warna mata, adanya
kecacatan/kelainan khusus atau tattoo. Metode ini memiliki ketepatan cukup
tinggi karena dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara
termasuk pemeriksaan sinar-X. Bahkan pada tengkorak/kerangka masih apat
dilakukan metode ini. Dengan metode ini dapat ditentukan jenis kelamin, ras,
perkiraan umur dna tinggi badan.
6. Pemeriksaan gigi
Meliputi pencatatan data gigi/odontogram dan rahang yang dapat dilakukan
dengan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta rahang.
Odontogram memiliki data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa
gigi dsb. Seperti sidik jari, setiap individu memiliki susunan gigi yang khas.
7. Pemeriksaan serologik
15
Bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah dengan memeriksa rambut,
kuku dan tulang. Namun sekarang sedang berkembangnya metode identifikasi
DNA yang memiliki ketepatan sangat tinggi.
8. Metode ekslusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumalh orang
yang dapat diketahui identitasnya seperti penumpang pesawat udara, kapal laut,
dsb. Bila sebagian besar korban telah ditentukan identitasnya dengan
menggunakan metode identifikasi lain, maka sisa korban yang tidak dapat
ditentukan diidentifikasi menurut daftar penumpang yang tersedia.
Identifikasi potongan tubuh manusia (kasus mutilasi)
Bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia atau binatang, dan
apabila manusia apakah potongan-potongan tersebut berasal dari satu tubuh. Penentuan lain
meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan, keterangan lain seperti kecacatan, penyakit yang
pernah diderita, status sosial ekonomi, kebiasaan tertentu serta cara pemotongan tubuh yang
mengalami mutilasi.
Untuk memastikan potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan pemeriksaan
seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik, dan serologic berupa reasi
antigen-antibodi (reaksi presipitin). Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan
makroskopik dan diperkuat dengan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks
wanita seperti drum stick pada lekosit dan Barr body pada sel epitel.3
Identifikasi kerangka
Bertujuan untuk membuktian bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras,
jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, cirri-ciri khusus, deformitas, kekerasan pada tulang
dan bila mungkin melakukan konstruksi wajah. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan
memperhatikan keadaan kering tulang.
Bila terduga kerangka tersebut berasal dari seseorang tertentu maka dilakukan identifikasi
dengan membandingkan data ante mortem seperti foto terakhir wajah orang tersebut semasa
16
hidup dan dilakukan metode sumperimposisi yaitu dengan menumpukan foto rontgen tulang
tengkorang diatas foto wajah yang dibuat berurukan sama dan diambul dari sudut pemotretan
yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.
Untuk memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia, dapat dilakukan
pemeriksaan anatomic dan apabila hanya terdapat sepotong tulang saja, maka perlu dilakukan
pemeriksaan serologic dan histologik (menghitung jumlat dan diameter kanal-kanal Havers).
Untuk menentukan ras dapat dilakukan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi
geligi, tulang pangguk atau tulang lainnya seperti arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas
pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk kearah ras Mongoloid.
Jenis kelamin ditentukan dengan pemeriksaan tulang panggul, tengkorak, sternum, tulang
panjang serta scapula dan metacarpal. Pada panggul indeks isio-pubis (panjang pubis dikali 100
dibagi panjang isium) merupakan ukuran yang sering digunakan. Nilai laki-laki 83,6 dan wanita
99,5.4
Cara Kematian
Cara kemantian menjelaskan bagaimana penyebab kematian itu datang. Cara kematian
secara umum dapat dikategorikan sebagai wajar, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan yang
tidak dapat dijelaskan (pada mekanisme kematian yang dapat memiliki banyak penyebab dan
penyebab yang memiliki banyak mekanisme, penyebab kematian dapat memiliki banyak cara).
Seseorang dapat meninggal karena perdarahan masif (mekanisme kematian) dikarenakan luka
tembak pada jantung (penyebab kematian), dengan cara kematian secara pembunuhan (seseorang
menembaknya), bunuh diri (menembak dirinya sendiri), kecelakaan (senjata jatuh), atau tidak
dapat dijelaskan (tidak dapat diketahui apa yang terjadi).5
Dalam kasus ini, cara kematian yang memungkinkan terjadi pada korban akibat
pembunuhan yang berencana. Korban dan pelaku saling berkelahi dan akhirnya korban melarikan
diri ke perbukitan dimana terdapat sungai, pelaku diduga membunuh korban di sungai dengan
adanya tanda-tanda kekerasa tajam pada ketiak kiri saat korban menangkis dengan tangannya yang
menyebabkan pendarahan kemudian korban terjatuh dan adanya luka sayat ketika korban ingi
melarikan diri maka pelaku menyayat pada tungkai kaki. Sampai akhirnya korban tidak dapat
17
bergerak dan pendarahan massif pada ketiak kirinya. Setelah korban meninggal, korban diikatkan
pada dahan pohon dengan maksud pelaku untuk menghilangkan jejak..
Perkiraan Saat Kematian
Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk
memperkirakan saat mati.
1. Perubahan pada mata.
Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan berwarna
kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (taches noires
sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar
dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih
dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-
kira 6 jam pasca mati.2
Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam
pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.
Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola
mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30
menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian
hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi.
Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna
kuning juga tampak di sekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid
yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang
jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan
lebih pucat.
Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang
mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-kelabu.
18
Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur.
Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen
pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh
darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap.2
2. Perubahan dalam lambung.
Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk
memberi petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan
isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang,
kulit tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban
sebelum meninggal telah makan makanan tersebut.
3. Perubahan rambut.
Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut 0,4mm/hari, panjang rambut kumis dan
jenggot dapat digunakan untuk memeprkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi
pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia
mencukur.
4. Pertumbuhan kuku.
Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertmbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1mm/
hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila diketahui saat terakhir yang
bersangkutan memotong kuku.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal.
Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam,
kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar
kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai
10 jam dan 30 jam.
6. Peningkatan kadar kalium.
19
Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan
saat kematian antara 24 jam hingga 100 jam pasca mati.
7. Analisis darah
Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak
memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut
diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati.
Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam
darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.
8. Reaksi supravital
Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama dengan reaksi tubuh seseorang
yang hidup.
Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih
dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan
sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat
menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.2
Pemeriksaan Luka
Pada pemeriksaan terhadap tanda kekerasan/ luka, perlu dilakukan pencatatan yang teliti
dan objektif terhadap:2
Letak luka
pertama-tama sebutkan regio anatomis luka yang ditemukan, dengan juga mencatat letaknya
yang tepat menggunakan koordinat terhada garis/ titik anatomis yang terdekat.
Jenis luka
tentukan jenis luka, apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka
Bentuk luka
sebutkan bentuk luka yang ditemukan. Pada luka yang terbuka sebutkan pula bentuk luka setelah
luka dirapatkan.
Arah luka
dicatat arah dari luka, apakah melintang, membujur, atau miring.
20
Tepi luka
perhatikan tepi luka apakah rata, teratur atau berbentuk tidak beraturan.
Sudut luka
pada luka terbuka, perhatikan apakah sudut luka merupakan sudut runcing, membulat, atau
bentuk lain.
Dasar luka
Perhatikan dasar luka, jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan rongga badan.
Sekitar luka
perhatikan adanya pengotoran, terdapatnya luka/ tanda kekerasan lain di sekitar luka.
Ukuran luka
luka diukur dengan teliti. Pada luka terbuka, ukuran luka diukur juga setelah luka yang
bersangkutan dirapatkan.
Saluran luka
Penentuan saluran luka dilakukan in situ. Tentukan perjalanan luka serta panjang luka.
Penentuan ini baru dapat ditentukan pada saat dilakukan pembedahan mayat.
Pada kasus tersebut didapatkan adanya satu luka terbuka didaerah ketika kiri yang
memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus diakibatkan oleh kekerasan benda tajam
dengan ciri-ciri: tepi atau dinding luka rata, tidak ada jembatan jaringan, tidak ada luka lecet atau
memar, berbentuk garis lurus.4
Pada luka ini diakibatkan oleh luku tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda
penyebabnya apakah berupa pisau bermata satu jika sudut luka lancip dan yang lain tumpul,
sedangkan pisau bermata dua jika kedua sudut lancip. Tetapi benda tajam bermata satu dapat
menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja
yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.
Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabny,
demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam karena
adanya faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban. 4
Selain itu didapatkan beberapa luka terbuka pada daerah tungkai bawah kanan dan kiri
yang memiliki ciri-ciri sesuai dengan kekerasan benda tajam. Luka ini dapat diakibatkan oleh
21
adanya luka sayat atau luka iris mempunyai kedua sudut lancip dan dalam luka tidak melebihi
panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat
pergeseran senjata sewaktu ditarik atau bergeraknya korban.
Pada korban juga didapatkan ada penjeratan dengan leher terikat lengan baju dan ujung
lengan lain terikat pada dahan pohon. Penjeratan dapat berupa penekanan benda berupa tali,
rantai, ikat pinggang, kain, dan sebagainya. Pada penjeratan biasanya merupakan kasus
pembunuhan. Pada penjeratan terdapat jerat yang melingkari leher, simpul mati dan terdapat
jejas jerat pada leher yang mendatar, emlingkari leher dan biasanya setinggi atau lebih rendah
dari rawan gondok. Bila jerat lebar, lunak maka jejas mungkin tidak ditemukan pada otot-otot
leher sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaus
kaki akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm. Sedangkan bila jejas kasar,
seperti tali, maka tali bila tali bergesekan pada saat korban melawan akan menyebabkan luka
lecet di sekitar jejas jerat yang tampak berwarna cokelat dan banyak terdapat resapan darah pada
otot leher sebelah dalam.4
Pemeriksaan Medis
Pemeriksaan medis yang dilakukan dibagi menjadi pemeriksaan luar dan pemeriksaan
dalam dimana pemeriksaan ini haruslah menyeluruh dari kepala hingga ke kaki. Pemeriksaan
juga dapat dibagi menjadi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan laboratorium. Hasil temuan yang dapat diperoleh berupa luka akibat kekerasan,
percobaan pembunuhan , dan dapat juga penyakit yang diderita orang tersebut. 2
Pada kasus didapatkan korban mendapatkan luka akibat kekerasan tajam dan kecurigaan
asfiksia akibat adanya penjeratan pada leher korban dengan menggunakan baju korban.
Keduanya berujung pada kematian akibat hipoxia pada jaringan (circulatory hipoxia dan hipoxic
hipoxia). Selain itu perlu juga dibedakan apakah penjeratan yang dilakukan pelaku dilakukan
sebelum korban meninggal ataukah setelah korban meninggal.
Dengan pemeriksaan klinis yang teliti, maka hal – hal tersebut dapat diidentifikasi. Pada
kasus dianggap penyulit lainnya negatif, yang artinya pembahasan pemeriksaan terbatas pada hal
– hal yang berkaitan dengan percobaan pembunuhan pada kasus, yaitu berupa asfiksia dan
perlukaan akibat kekerasan benda tajam.
Pada perlukaan akibat benda tajam, dapat ditemukan beberapa luka bila kasus adalah
percobaan pembunuhan. Hal ini terjadi akibat korban yang berusaha melawan. Perlukaan dapat
22
berupa luka lecet, luka tusuk, luka bacok, dan lainnya. Dalam kasus ini pembunuhan akibat luka
tusuk dan luka sayat.
Selain itu, terdapat juga asfiksia yang dapat terjadi sebelum atau sesudah kematian
korban. Namun, dalam kasus pembunuhan ini dilakukan penjeratan setelah kematian maka
kemungkinan asfisksia tida ada. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan luar dan dalam
untuk asfiksia, seperti berikut:4
Pemeriksaan luar pada asfiksia. Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan
sianosis pada bibir, ujung – ujung jari dan kuku. Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan
dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk lebih ecapat. Distribusi lebam
lebih luas akibat CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar
membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan cepatnya
proses kematian.
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas
pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar
masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang –
kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi
dan palpebra yang terjadi pada fase 2, Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah
meningkat terutama dalam vena, venula, dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel
kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik –
bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot.
Kapiler yang lebih mudah pecah adakah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada
konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang – kadang dijumpai pula di kulit wajah.
Penulis lain mengatakan bahwa Tardieu’s spot ini tumbul karena permeabilitas kapiler yang
meningkat akibat hipoksia.4
Pemeriksaan bedah jenazah pada asfiksia. Kelainan yang umum ditemukan pada
pembedahan jenasah korban mati akibat asfiksi adalah:
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat
pasca mati.
2. Busa halus di dalam saluran pernafasan.
23
3. Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat,
berwarna lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak mengeluarkan
darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang
jantung daerah aurikular ventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah
pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalamterutama daerah otot
temporal, mukosa epiglotis dan daerah subglotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
6. Kelainan – kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung
atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus
vena submukosa dengan dinding tipis).
Selain itu, mungkin juga terdapat perlukaan lain, seperti luka akibat kekerasan benda
tumpul yang akan terlihat bila perlukaan terjadi sebelum pasien meninggal. Apabila pasien sudah
meninggal kemudian baru terbentur dengan benda tumpul (batu misalnya), maka luka memar
tidak akan muncul lagi, atau pada pemeriksaan histopatologik tidak akan ditemukan adanya
tanda peradangan pada luka tersebut, karena respon tubuh pasien sudah mati.
Lakukan juga pemeriksaan terhadap seluruh organ pasien yang dibantu dengan
pencocokan data antemortem untuk mengetahui penyakit pasien sebagai penyulit penentuan
penyebab kematian dan juga diperiksa seluruh bagian tubuh lain terhadap kecurigaan penyebab
kematian lainnya, misalnya pemeriksaan pada hepar ditemukan steatosis alkoholism yang
menandakan korban merupakan pecandu alkohol, atau ditemukan perdarahan pada organ – organ
dalam yang mengindikasikan keracunan antikoagulan seperti warfarin.4
Kesimpulan
Berdasarkan skenario tersebut diketahu bahwa gambaran umum luka yang diakibatkan
karena kekerasan benda tajam berupa luka tusuk pada ketiak kiri yang berakibat pada pendarahan
massif dan adanya beberapa luka sayat atau iris pada tungkai bawah kanan dan kiri yang memiliki
cirri-ciri dalah tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan
dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Selain itu didapatkan juga adanya penjeratan pada leher
24
yang terikat lengan baju dan ujung lengan lainnya terikat pada dahan pohon. Mayat terebut telah
mengalami pembusukkan, berarti diketahui bahwa mayat sudah lebih dari 24 jam.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kemungkinan korban ini melarikan diri ke sungai
saat terjadi pertengkaran dengan pembunuh dan saat di tepi sungai korban dibunuh oleh pelaku
dengan kekerasan tajam setelah itu meninggal dilakukan penjeratan oleh pembunuh untuk
menghilangkan jejaknya.
Daftar Pustaka
1. Bagian Kedokteran Fornesik. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994: 11-4, 37-9.
2. Bagian Kedokteran Fornesik. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2000: 14-9, 74.
3. Oktavinda S. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013:
6.
4. Bagian Kedokteran Fornesik. Ilmu kedokteran fornesik. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997: 3-16, 25-36, 42, 55-61,197,200.
5. Dix J and Calaluce R. Guide to forensic pathology. New York: CRC Press; 2000. p. 30-1.
25