Download - Paper Sistem Pertanian Organik
1
MAKALAH SISTEM PERTANIAN ORGANIK
Diajkukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas
Mata Kuliyah Bahasa Indonesia pada Semester Gasal
Tahun Akademik 2013/2014
Dosen Pembimbing :
Furoidatul Husniah., S. S., M. Pd.
NIP.197902072008122002
Disusun Oleh :
Muhammad Malik Muqtadir
NIM.131510601172
P R O G R A M S T U D I A G R I B I S N I S
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER
2013
I
MAKALAH SISTEM PERTANIAN ORGANIK
Diajkukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas
Mata Kuliyah Bahasa Indonesia pada Semester Gasal
Tahun Akademik 2013/2014
Dosen Pembimbing :
Furoidatul Husniah., S. S., M. Pd.
NIP.197902072008122002
Disusun Oleh :
Muhammad Malik Muqtadir
NIM.131510601172
P R O G R A M S T U D I A G R I B I S N I S
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER
2013
II
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah subahanallah SWT atas segala
rahmat dan ridhonya sehingga penyusun “Makalah Bahasa Indonesia” Tahun
ajaran 2013/2014 dengan judul ” Sistem Pertanian Organik” sebagai Tugas
akhir Mata Kuliyah Bahasa Indonesia dapat di selesaikan. Adapun tujuan dari
penyusunan Makalah ini adalah guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan
mata kuliyah bahasa indonesia pada mata kuliyah umum. Penyusunan makalah ini
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, Oleh karena itu kami mengucapkan
terima kasih kasih sebesar besarnya kepada :
1. Dr.Ir.Jani Januar,MT., selaku dekan fakultas pertanian universitas jember.
2. Aryo Fadjar, SP,M.Si selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Jember
3. Dosen pengajar mata kuliyah bahasa indoesia yang telah memberikan
bimbingan mulai awal hingga akhir.
4. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan semangat dari awal
hingga terselesaikannya laporan akhir praktikum ini.
Kami menyadari menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna.
Penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. oleh karena itu saran dan
kritik yang sifatnya membangun selalu kami harapkan demi penyempurnaan dan
kebaikan.
Jember, Januari 2014
Penyusun
III
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ I
KATA PENGANTAR ...................................................................................... II
DAFTAR ISI ..................................................................................................... III
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan dan Manfaat ..................................................................................... 1
1.3.1 Tujuan ................................................................................................ 1
1.3.2 Manfaat ............................................................................................... 2
BAB 2. TINAJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pertanian Organik ........................................................................... 3
2.2 Standart Umum Pertanian Organik .............................................................. 3
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Standar Sistem Pertanian Oraganik .............................................................. 6
3.2 Masalah dan Tantangan Pertanian Organik ................................................. 9
3.3 Strategi Pengembangan Sistem Pertanian Organik ...................................... 10
BAB 4. Penutup
4.1 Simpulan ...................................................................................................... 12
4.2 Saran ............................................................................................................ 12
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Pertanian organik semakin mendapat perhatian dari sebagian masyarakat
baik di negara maju maupun negara berkembang, khususnya bagi mereka yang
sangat memperhatikan kualitas kesehatan, baik kesehatan manusia maupun
lingkungan. Produk pertanian organik diyakini dapat menjamin kesehatan
manusia dan lingkungan karena dihasilkan melalui proses produksi yang
berwawasan lingkungan.
Di beberapa negara maju, pertanian organik telah menunjukkan porsi yang
cukup signifikan dalam sistem produksi pangan. Misalnya di Austria, 10% dari
pangan berasal dari pertanian organik, di Swiss pangan organik mencapai
7,8%,dan di beberapa negara lainnya seperti Amerika Serikat, Perancis, Jepang
dan Singapura. Kemajuan dalam pertanian organik mencapai lebih dari 20%
setiap tahunnya (FAO, 1999).
Di Indonesia, sampai saat ini belum ada catatan yang jelas tentang
produksi pertanian organik. Namun beberapa tanaman hortikultura seperti sayuran
sudah mulai diproduksi dan dipasarkan di dalam negeri, meskipun masih dalam
jumlah yang sangat terbatas, dengan lokasi pengembangan terbatas. Oleh karena
itu, kesiapan teknologi untuk mendukung produksi pertanian organik perlu dikaji.
Tulisan ini dimaksudkan untuk menunjukkan sejauh mana kesiapan teknologi
budidaya pertanian organik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana standart umum pertanian organik ?
2. Apa saja masalah dan tantangan dalam pertanian organik ?
3. Bagai mana strategi dalam mengatasi masalah dan tantangan dalam
pertanian organik ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
a. Memberikan wawasan tentang pertanian organik
b. Menjelaskan konsep dari pertanian organik
2
1.3.2 Manfaat
a. Makalah ini dapat di jadikan sumber pengetahuan bagi mahasiswa
b. Makalah ini juga dapat di jadikan refrensi penulisan karya ilmiyah
yang lainnya
3
BAB 2. TINAJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pertanian Organik
Pertanian organik merupakan teknik pertanian yang tidak menggunakan
bahan kimia (non sintetik), tetapi memakai bahan-bahan organik (Pracaya, 2002).
Secara sederhana, pertanian organik didefinisikan sebagai sistem pertanian yang
mendorong kesehatan tanah dan tanaman melalui berbagai praktek seperti pendaur
ulangan unsur hara dari bahan-bahan organik, rotasi tanaman, pengolahan tanah
yang tepat serta menghindarkan penggunaan pupuk dan pestisida sintetik (IASA
dalam Dimyati,2002).
Sedangkan pengertian pertanian organik menurut FAO (1999) adalah
suatu sistem managemen yang holistik yang mempromosikan dan meningkatkan
pendekatan sistem pertanian berwawasan kesehatan lingkungan, termasuk
biodiversitas, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah.
Dalam pengertian ini ditekankan pada preferensi penerapan input of farm
dalam managemen dengan memperhatikan kondisi regional yang sesuai.
Pertanian organik didasarkan pada prinsip prinsip sebagai berikut (IFOAM,
2005): Prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan. Pertanian organik
harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja meniru dan
berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah,
tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan.
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan
terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Pertanian organik
harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat,
menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Keadilan
memerlukan sistem produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka, adil, dan
mempertimbangkan biaya sosial dan lingkungan yang sebenarnya.
2.2 Standart Umum Pertanian Organik
Pertanian organik (Organic Farming) adalah suatu sistem pertanian yang
mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolahan tanah dan
4
tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan bahan-bahan organik atau alamiah
sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan pestisida kecuali
untuk bahan-bahan uang diperkenankan (IASA 1990).
Produk organik adalah produk (hasil tanaman/ternak yang diproduksi
melalui praktek-praktek yang secara ekologi, sosial ekonomi berkelanjutan, dan
mutunya baik (nilai gizi dan keamanan terhadap racun terjamin). Oleh karena itu
pertanian organik tidak berarti hanya meninggalkan praktek pemberian bahan non
organik, tetapi juga harus memperhatikan cara-cara budidaya lain, misalnya
pengendalian erosi, penyianganm pemupukan, pengendalian hama dengan bahan-
bahan organik atau non organik yang diizinkan. Dari segi sosial ekonomi,
keuntungan yang diperoleh dan produksi pertanian organik hendaknya dirasakan
secara adil oleh produsen, pedagang dan konsumen (Pierrot 1991). Budidaya
organik juga bertujuan untuk meningkatkan siklus biologi dengan melibatkan
mikro organisme, flora, fauna, tanah, mempertahankan dan meningkatkan
kesuburan tanah, menghindari segala bentuk polusi dan mempertimbangkan
dampak sosial ekologi yang lebih luas.
Standar umum pertanian organik yang dirumuskan oleh IFOAM, International
Federation of Organic Agriculture Movements, (IFOAM 1992) tentang
budidaya tanaman organik harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai
berikut :
1. Lingkungan Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi bahan-bahan kimia
sintetik. Karena itu pertanaman organik tidak boleh berdekatan dengan
pertanaman yang memakai pupuk buatan, pestisida kimia, dan lain-lain yang
tidak dizinkan.
2. Bahan Tanaman Varietas yang ditanam sebaiknya yang telah beradaptasi
baik di daerah yang bersangkutan, dan tidak berdampak negatif terhadap
lingkungan.
3. Pola Tanam Pola tanam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip konservasi
tanah dan air, berwawasan lingkungan menuju pertanian berkelanjutan.
4. Pemupukan dan Zat Pengatur Tumbuh Bahan organik sebagai pupuk adalah
sebagai berikut :
5
a. Berasal dari kebun atau luar kebun yang diusahakan secara organik.
b. Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk hijau, jerami, mulsa lain,
urin ternak, sampah kota (kompos) dan lain-lain bahan organik asalkan tidak
tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun.
Pupuk buatan (mineral).
c. Urea, ZA, SP36/TSP dan KCl, tidak boleh digunakan .
d. K2SO4 (Kalium Sulfat) boleh digunakan maksimal 40 kg/ha; Kapur,
kieserit, dolomit, fosfat batuan boleh digunakan.
e. Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh digunakan.
5. Pengelolaan Organisme Pengganggu ‐ Semua pestisida buatan (kimia) tidak
boleh digunakan, kecuali yang diizinkan dan terdaftar pada IFOAM ‐
Pestisida hayati diperbolehkan.
6
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Standar Sistem Pertanian Organik
Departemen Pertanian telah menyusun standar pertanian organik di
Indonesia yang tertuang dalam SNI 01-6729-2002 (BSN, 2002). SNI sistem
pangan organik ini merupakan dasar bagi lembaga sertifikasi yang nantinya juga
harus diakreditasi oleh Deptan melalui PSA (Pusat Standarisasi dan Akreditasi).
SNI sistem pangan organik disusun dengan mengadopsi seluruh materi dalam
dokumen standar CAC/GL 32–1999, Guidelines for the production, processing,
labeling and marketing of organikally produced foods dan dimodifikasi sesuai
dengan kondisi Indonesia.
Bila dilihat kondisi petani di Indonesia, hampir tidak mungkin mereka
mendapatkan label sertifikasi dari suatu lembaga sertifikasi asing maupun dalam
negeri. Luasan lahan yang dimiliki serta biaya sertifikasi yang tidak terjangkau,
menyebabkan mereka tidak mampu mensertifikasi lahannya. Satu-satunya jalan
adalah membentuk suatu kelompok petani organik dalam suatu kawasan yang luas
yang memenuhi syarat sertifikasi, dengan demikian mereka dapat membiayai
sertifikasi usaha tani mereka secara gotong royong.
Namun ini pun masih sangat tergantung pada kontinuitas produksi mereka
(Husnain et al., 2005). Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam
pertanian organik, yaitu (a)sumber daya lahan, (b) benih, (c) pemupukan,
(d)pengendalian OPT secara terpadu, (e) zona penyangga, (f) pola tanam.
1. Sumber Daya Lahan
Untuk pertanian organik, lahan yang digunakan harus bebas dari bahan
kimia sintetis (pupuk dan pestisida). Bila lahan tersebut pernah digunakan untuk
pertanian non organik/(konvensional), harus dikonversi ke lahan organik secara
bertahap selama 1-2 tahun untuk tanaman musiman, dan 3 tahun untuk tanaman
keras. Lokasi untuk pertanian organik harus dipilih yang strategis, yaitu mudah
dijangkau, keamanan terjamin, tersedia sumber air. Menurut Abdurahman et al.
(2002), lahan yang dapat langsung digunakan untuk pertanian organik adalah
7
lahan-lahan yang tidak tercemar oleh bahan-bahan agrokimia sampai melewati
ambang batas, yaitu:
a) Lahan usahatani tanaman tahunan (tanaman industri dan buah-
buahan), skala kecil yang dikelola oleh petani dengan tidak atau
sedikit menggunakan pupuk dan pestisida;
b) Lahan usahatani tanaman semusim atau tanaman pangan yang
dikelola secara tidak intensif, dan;
c) Lahan yang pada saat ini bera atau belum diusahakan secara intensif
dan mempunyai potensi untuk pengembangan pertanian organik
(lahan alang-alang, tegalan, pekarangan)
2. Benih
Benih untuk budidaya organik adalah benih terpilih hasil dari produk
pertanian organik, dan tidak boleh berasal dari produk rekayasa genetik
(Genetically Modified Organism/GMO). Apabila tidak tersedia benih dari
pertanaman organik, benih konvensional dapat digunakan dengan batasan tertentu,
misalnya, sebelum ditanam benih tidak diperlakukan dengan senyawa kimia.
Tersedianya varietas unggul tahan OPT tertentu, yang dihasilkan melalui
pemuliaan konvensional akan mendukung pertanian organik secara signifikan.
Artinya, dengan menggunakan varietas tahan, akan mengurangi risiko serangan
OPT sehingga, penggunaan pestisida kimia dapat dihindari.
8
3. Pemupukan
Salah satu aplikasi dari prinsip pertanian berwawasan lingkungan adalah
mengoptimalkan penggunaan sumberdaya lahan, termasuk biodiversitas, siklus
biologi, dan aktivitas biologi tanah, melalui penggunaan pupuk alami hasil
dekomposisi mikroba. Sumber- sumber bahan organik yang tersedia di lokasi
perlu dioptimalkan penggunaannya. Beberapa jenis sumber bahan organik
dimaksud disajikan pada Tabel 1, sedangkan kadar hara dari bahan organik
disajikan pada Tabel 2.
4. Pengendalian OPT secara terpadu
9
Dampak negatif penggunaan pestisida di dalam sistem pertanian
konvensional, terhadap lingkungan telah banyak diketahui. Oleh karena itu, dalam
konsep pertanian organik, pengendalian OPT dilakukan secara terpadu di
antaranya dengan penanaman varietas tahan, pemanfaatan musuh alami, dan agens
hayati, serta perbaikan polatanam.
5. Zona Penyangga
Untuk memisahkan antara pertanian organik dengan yang bukan organik,
perlu dibuat suatu zona penyangga atau pembatas disekeliling pertanaman. Lebar
zona pembatas sekitar 25-50 kaki setara dengan 7,62–15,24 m (Anonim, 2007b),
tergantung dari kondisi lahan setempat. Zona penyangga tetap dapat ditanami
baik dengan tanaman pokok maupun tanaman lainnya. Bila ditanami dengan
tanaman pokok/utama, maka panen yang dihasilkan tidak dimasukkan sebagai
produk organik. Demikian pula hasil panen dari tanaman lainnya pada zona
penyangga juga harus dikategorikan sebagai produk non organik. Idealnya,
tanaman yang ditanam pada zona pembatas memiliki karakter tinggi tanaman 2
kali lipat dari tinggi tanaman pokok.
6. Pola Tanam
Setiap sistem pertanaman mempunyai kelebihan tersendiri, namun apapun
sistem tanaman yang akan diadopsi, harus bersifat sinergis baik terhadap tanaman
utama maupun tanaman lainnya. Secara umum penerapan pola tanam diharapkan
akan meningkatkan produksi tanaman utama, menambah kesuburan tanah,
mengurangi risiko kegagalan akibat OPT, dan meningkatkan hasil usahatani
(Anonim., 2007a).
3.2 Masalah dan Tantangan Pertanian Organik
Dalam pelaksanaan dan pengembangan sistim pertanian organik, beberapa
masalah dan tantangan yang dihadapi adalah sebagai berikut :
1. Pertanian organik menekankan pemberian bahan organik (pupuk organik)
Kadar hara bahan organik sangat rendah sehingga diperlukan dalam
jumlah banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Karena
itu butuh tempat penyimpanan, pengolahan dan ruang yang cukup.
10
Disamping itu membutuhkan biaya angkutan yang besar terutama jika
jarak kebun dan rumah sangat jauh. Dengan demikian diperlukan tenaga,
waktu dan biaya yang cukup dalam pengelolaan pertanian organik (Syers
dan Craswell 1995; Tandisau dan Sariubang 1995).
2. Pengakuan sebagai pelaku pertanian organik harus melalui proses
akreditasi dan sertifikasi. Pembentukan lembaga akreditasi untuk produk
tiap sub sektor di Indonesia mungkin belum terpenuhi. Karena itu masih
memerlukan waktu yang cukup untuk bisa mengembangkan pertanian
organik tiap komoditas.
3. Lembaga pendukung kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasaran, serta
pendukung lainnya harus dipersiapkan.
4. Sikap petani selama ini dininabobokan oleh cara pertanian yang relatif
serba cepat, mudah, kebutuhan relatif lebih sedikit sehingga menjadi
tantangan untuk dapat merobah kembali menjadi petani yang tekun, sabar
dan mau bekerja keras.
5. Diperlukan inovasi teknologi pemanfaatan bahan organik yang sederhana,
cepat, mudah diaplikasikan, tidak membutuhkan waktu dan tenaga yang
banyak dalam proses pembuatan dan penanganan sampai pada aplikasinya.
Ini merupakan tantangan bagi peneliti.
3.3 Strategi Pengembangan Sistem Pertanian Organik
Pengembangan sistem pertanian organik ke depan dalam jangka pendek di
Sulawesi Selatan lebih baik dan kemungkinan di arahkan ke daerah-daerah yang
masih mempertahankan sistem pertanian lokal-tradisional (daerah pegunungan,
pedalaman). Komoditas-komoditas yang dimungkinkan antara lain kopi arabika,
padi-padi lokal bermutu baik, tanaman rempah dan obat serta sayuran dan buah-
buahan. Kakao, merica, jambu mete (tanaman ekspor) juga potensial untuk
diusahakan dalam pertanian organik. Sistem integrasi tanaman-ternak juga
merupakan pilihan untuk dikembangkan kedepan.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, pemerintah perlu mendorong
terbentuknya lembaga sertifikasi produk pertanian organik yang dibutuhkan (yang
belum ada). Disamping itu pembentukan, pengembangan, dan penguatan
11
lembaga-lembaga pendukung seperti kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasran
perlu persiapan dan pembenahan. Berkaitan dengan itu diperlukan kegiatan
sosialisasi untuk memberi pemahaman dan bekal tentang makna dan manfaat
pertanian organik kepada masyarakat produsen (petani), konsumen (pengguna),
pedagang, pemerintah daerah, penyuluh serta pelaku pertanian dan institusi terkait
lainnya.
12
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pertanian modern (revolusi hijau) memberi andil yang besar dalam
kemajuan pembangunan pertanian, produksi meningkat, pendapatan dan
kesejateraan petani meningkat. Namun dampak negatif yang ditimbulkan
dirasakan mengganggu kelanjutan kehidupan.
Pertanian organik merupakan cara yang tepat dalam rangka mengatasi
dampak negatif teknologi modern sehingga pembangunan pertanian dapat terus
berjalan secara berkelanjutan, masyarakat aman, damai dan sejahtera.
Cara pertanian organik prospektif dikembangkan di Sulawesi Selatan,
walaupun akan menghadapi beberapa masalah dan tantangan dari aspek teknis
ekonomis, sosial dan kebijakan.
Pertanian organik memerlukan persyaratan-persyaratan khusus yang
ditetapkan oleh badan yang telah ditunjuk (terakreditasi). Karena itu
implementasi pertanian organik ke depan masih membutuhkan waktu dan
pembahasan.
Manfaat dan makna pertanian organik perlu disosialisasikan ke
masyarakat, petani, pengguna, pedagang, pemerintah, penyuluh dan lain-lain.
4.2 Saran
Untuk menciptakan lingkungan yang sehat melalui pertanian organik, hal
yang terpenting yang perlu diperhatikan adalah (a) bagaimana menekan
kehilangan hara dari jangkauan akar seminimal mungkin baik yang hanyut
melalui pencucian, aliran permukaan dan erosi, (b) bagaimana meningkatkan
tingkat daur ulang atau return flow dari sampah domestik (sampah kota) ke dalam
sistem pertanian pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan.
Upaya pemerintah yang mungkin dapat dilaksanakan untuk tetap
merangsang petani menjalankan sistem pertanian organik yang lebih ramah
lingkungan, antara adalah (a) memasyarakatkan usaha pemisahan sampah kota
antara sampah organik dan anorganik; mengisolir sampah yang mengandung
13
logam berat yang membahayakan kesehatan , (b) mengadakan pasar untuk produk
ecofarming dengan standar dan prosedur yang jelas. Saat ini dukungan
pemerintah sangat diperlukan, penundaan berarti semakin hancurnya lingkungan.
1
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, A., N. Suharta, D. Santoso, dan A.B. Siswanto. 2002. Potensi Lahan
untuk Pertanian Organik Berdasarkan Peta Pewilayahan Komoditas di
Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik, Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Hlm 91-98.
Anonim. 2007a. Buku Pedoman Penerapan Usahatani Non Kimia Sintetik Pada
Tanaman Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura.
hhtp://www.deptan. go.id/ditlinhorti/buku/pedoman.non.kimia.htm. 26
Desember 2013.
Bawolye, J. dan M. Syam. 2006. Bahan Organik dan Pupuk Kandang. Informasi
Ringkas Teknologi Padi. IRRI Rice Knowledge Bank
Htpp://www.puslittan.bogor.net;www.litbang.deptan.go.id;www.nowledge
bank.irri.org 26 Desember 2013.
BSN. 2002. Sistem Pangan Organik. SNI 01-6729-2002. Badan Standarisasi
Nasional
Dimyati, A. 2002. Dukungan Penelitian dalam Pengembangan Hortikultura
Organik. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik,
Jakarta. Hlm 109 – 128. FAO. 1999. Organik agriculture. Committee on
Agriculture. http://www.fao. org/unfao/bodies/coag/coag15/x0075e.htm.
25 Desmber 2013.
FAO. 1999. Organik agriculture. Committee on Agriculture. http://www.fao.
org/unfao/bodies/coag/coag15/x0075e.htm. Diakses pada 26 Desember
2013.
Husnain, H. Syahbudin, dan D. Setyorini, 2005. Mungkinkah Pertanian Organik
di Indonesia? Peluang dan Tantangan. Inovasi 4 (17): 8 – 13.
IFOAM. 2005. Principles of Organic Agriculture. IFOAM General Assembly.
Adelaide. Biocert.or.id/infoguide-info.php?id=76-23k. 25 Desember 2013.
Pracaya 2002. Bertanam Sayuran Organik diKebun, Pot dan Polybag. Jakarta: PT.
Penebar Swadaya .