1
PANGANTAN TANDHU TRADISI PERNIKAHAN MASYARAKAT DESALEGUNG KABUPATEN SUMENEP
Oleh: Venita Nurdiana
Prodi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri MalangJalan Semarang 5 Malang
Email: [email protected]
Abstrak
Masyarakat Legung memiliki tradisi pernikahan yang unik yangdisebut Pangantan Tandhu. Pangantan tandhu bermakna pengantentandu yaitu adat pernikahan Desa Legung Timur yang proses tahapanpelaksanaan mempelai wanita diusung menggunakan tandu (tandhu).Proses pelaksanaan tradisi ini melibatkan dukungan ratusan orang. Hal inikarena prosesi ini dilaksanakan dalam tiga hari yang meliputi tiga tahapyaitu tahap persiapan, inti pelaksanaan pernikahan dan tahap akhirpelaksanaan pangantan tandhu. Penelitian ini menggunakan jenispenelitian kualitatif yaitu diawali dengan kehadiran peneliti, lokasipenelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data,pengecekan keabsahan temuan, tahap-tahap penelitian. Penelitian inimenggunakan sumber-sumber utama berupa wawancara dan observasiserta dokumen dari desa berupa dokumentasi foto, data monografi berupadokumen dari BPS (Badan Pusat Statistik ).
Kata Kunci : Pangantan Tandhu, Pernikahan, Desa Legung, Sumenep
Abstract
Legung society, Batang-batang District, has a unique marriagetradition which called pangantan tandhu. Pangantan tandhu has meaningthe bride who was carried on the shoulders. This procession involvedsupporting of thousand people who helped to carry the tandhu on. Thisprocession was carried out for three days which consist of three phases,preparing, main and last procession. The method used in this study is themethod of qualitative which begins with presence of researcher, researchlocation, datum resources, technic of collecting data, analysis data,verification of validity data, phases of research. Use of this method makesthe main data source is oral source, observation and photos document,monographi document issued by the Department of Statistic Center.
Key words: Pangantan Tandhu, Marriage, Legung District, Sumenep
2
Pendahuluan
Tradisi merupakan aspek kebudayaan daerah dan sekaligus produk
dari sejarah lokal yang dapat menambah khasanah budaya daerah
bahkan nasional. Dalam perubahan amandemen UUD 1945 pasal 32 ayat
1 disebutkan bahwa “Negara Memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia
di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan bermasyarakat
dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Hal itu
menunjukkan bahwa setiap daerah diberi kebebasan seluas-luasnya
untuk menampilkan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat serta terus
menjaga kelestariannya dari peradaban dan kemajuan zaman. Suharsono
(1996), berpendapat bahwa tradisi adalah suatu perbuatan yang diulang-
ulang oleh sebagian masyarakat dalam bentuk yang sama jika dilanggar
tanpa menimbulkan sangsi yang nyata dan tegas. Dari pengertian tradisi
di atas mempunyai suatu pola yang sama yakni suatu kejadian yang
diulang-ulang milik masyarakat pendukungnya.
Pada masyarakat yang masih menjunjung tinggi adat leluhurnya,
perubahan besar dalam fase kehidupan seseorang ditandai dengan
upacara adat. Upacara adat tersebut sebagai permohonan kepada Tuhan
Yang Maha Esa agar orang tersebut dalam kehidupan baru mendapat
perlindungan, keselamatan dan keberkahan. Dalam upacara tersebut
hubungan antara manusia dengan Tuhan selain diungkapkan melalui doa
juga melalui simbol-simbol. Dalam simbol-simbol tersebut terkandung
nilai-nilai luhur yang apabila diresapi menjadi pedoman bagi orang yang
bersangkutan dalam mengarungi kehidupan berikutnya. Pernikahan
3
adalah salah satu fase kehidupan manusia yang membawa berbagai
perubahan dalam kehidupan seseorang, baik berubah secara individual
maupun hubungannya dengan orang tua dan masyarakat di sekitarnya.
Pernikahan merupakan salah satu unsur kebudayaan yang
berpengaruh dan cukup penting bagi masyarakat. Hal ini dibuktikan
dengan diselenggarakannya upacara-upacara menjelang ritus peralihan
dari masa remaja ke masa hidup berkeluarga. Masyarakat menganggap
bahwa upacara untuk merayakan ritus berkeluarga ini memiliki fungsi
sosial yang penting yaitu untuk menyatakan kepada khalayak ramai
tingkat hidup yang baru telah dicapai oleh individu.
Penyelenggaraan pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang
sangat penting dalam adat istiadat masyarakat Sumenep. Kabupaten
Sumenep memiliki potensi wisata yang sangat besar. Keadaan tersebut
menjadikan Kabupaten Sumenep memiliki karakteristik yang unik (Dinas
Pariwisata, 2000:1-5). Beberapa produk budaya di Kabupaten Sumenep
antara lain: kerapan sapi, sape sono’, tan-Pangantanan, kesenian ludruk,
saronen, orkes tongtong, musik gamelan (klenengan), mamaca (macapat),
ojhung, tarian muang sangkal, upacara adat nyadar, upacara pernikahan,
upacara adat pengantin ngekak sangger dan upacara petik laut. Semua
hasil tersebut, menunjukkan bahwa masyarakat Sumenep sangat
menghormati leluhurnya dan memiliki karakteristik dalam pengembangan
budaya.
Salah satu daerah Kabupaten Sumenep yang masih memegang
kuat tradisi daerah adalah Desa Legung Timur. Desa Legung Timur
4
merupakan suatu desa di pinggir pantai utara Kabupaten Sumenep yang
mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah nelayan. Di desa ini
sejak lama memiliki sebuah tradisi pernikahan rakyat yang sangat dikenal
dan dibanggakan oleh masyarakat di sana yaitu Pangantan Tandhu.
Istilah Pangantan Tandhu secara harfiah berarti pengantin yang diusung
menggunakan tandu, sedangkan pengertian secara lengkap adalah adat
pernikahan masyarakat Legung Timur yang setiap proses tahapan
pelaksanaan mempelai wanita diusung menggunakan tandu. Tradisi
pernikahan ini sangatlah unik karena dalam prosesinya melibatkan
ratusan orang (tidak termasuk tamu undangan) serta tradisi pernikahan
semacam ini hanya satu-satunya di daerah Sumenep, bahkan di Madura.
Desa Legung Timur terletak di wilayah Sumenep paling utara.
Daerah Legung Timur adalah daerah pesisir. Desa Legung Timur memang
memiliki karakteristik masyarakat yang unik selain tradisi pernikahannya.
Menurut Chandra (2010: 2) masyarakat Legung Timur dikenal dengan
sebutan manusia pasir. Kehidupan dan aktivitas manusia pasir yang
terdengar sedikit unik dan mungkin aneh bagi yang baru pertama kali
mendengarkan. Bahkan tidur dan memasak pun mereka lakukan di atas
pasir. Ada ungkapan “ranjang dipajang, pasir digelar”, artinya di daerah
Pesisir kasur hanya menjadi pajangan belaka di kamar atau di rumah
karena sejak kecil masyarakatnya memang sudah terbiasa tidur di pasir.
Menurut masyarakat Legung, pasir dipercaya bisa menyembuhkan
penyakit. Kebiasaan mereka beraktivitas di pasir bukanlah sesuatu yang
disengaja namun merupakan suatu kebiasaan yang tidak disengaja dan
5
akhirnya menjadi aktivitas mereka sehari-hari, selain itu karena tempat
tinggal mereka juga di daerah pesisir.
Upacara pernikahan merupakan salah satu tradisi yang bersifat
penting dan mengakar di masyarakat. Hampir di semua wilayah ,
masyarakat adat menempatkan masalah pernikahan sebagai urusan
keluarga dan masyarakat. Upacara-upacara adat itu dapat berlaku sejak
dilakukannya ketika lamaran, pelaksanaan pernikahan ataupun
sesudahnya. Pernikahan bukan semata-mata urusan pribadi yang
melakukan pernikahan itu. Di kalangan masyarakat umumnya tidak cukup
hanya melakukan pernikahan menurut ketentuan agama saja, melainkan
dengan melaksanakan upacara adat baik dalam bentuk sederhana
ataupun dalam bentuk besar-besaran. Hal itu menunjukkan bahwa
upacara pernikahan adalah hal yang sangat penting bagi kalangan
masyarakat tertentu dan bahkan menjadi suatu keharusan untuk
melaksanakannya.
Metode penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, nilai secara holistik dan deskripsi dengan
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005:6).
Penelitian ini mengggunakan wawancara terbuka sehingga akan mampu
6
menelaah serta memahami beberapa persoalan yang berkaitan dengan
sikap, perasaan, perilaku individu, maupun kelompok. Data-data yang
dikumpulkan berupa data deskriptif yang kemudian dituangkan dalam
bentuk laporan dan uraian. Penelitian ini tidak menggunakan angka-angka
statistik walaupun tidak menolak kuantitatif (Nasution, 1996: 9).
Teknik ini dilakukan agar peneliti mendapatkan data yang lengkap.
Dengan demikian, data penelitian diharapkan mencapai keakuratan yang
maksimal. Kehadiran peneliti adalah sebagai pengumpul data melalui
wawancara secara langsung dengan beberapa informan dan instansi
terkait. Peneliti hadir selama 6 bulan bertempat tinggal di rumah orang tua
kurang lebih berjarak 30 km dari desa Legung Timur. Pemilihan lokasi
penelitian ini menggunakan terknik purposive sampling (penentuan lokasi
sesuai dengan kesesuaian kompetensinya dengan rumusan masalah).
Lokasi penelitian desa Legung dipilih sebagai lokasi penelitian dengan
pertimbangan adanya kebiasaan masyarakat yang melaksanakan tradisi
pernikahan Pangantan Tandhu. Sumber data adalah subyek dimana data
dapat diperoleh (Arikunto, 1991: 102).
Sumber data utama peneliti adalah hasil observasi, hasil
wawancara dan dokumen-dokumen. Data dalam penelitian ini adalah Data
ini diperoleh dari hasil observasi dan wawancara yaitu dengan
mewawancarai para narasumber. Pemilihan narasumber dalam penelitian
ini menggunakan teknik snowball sampling. Permasalahan dalam
penelitian ini akan menentukan batas-batas informan itu akan dipilih.
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
7
tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Kegunaan informan bagi
peneliti untuk mendapatkan informasi atau data tentang pelaksanaan
tradisi Pangantan Tandhu dan nilai-nilai pendidikan yang ada di dalamnya.
Narasumber-narasumber tersebut diantaranya:
1. Bapak Busadin 55 th (pelaku pangantan tandhu)
2. Ibu Muamana 40 th (pihak pelaksana pangantan tandhu dari pihak laki-
laki)
3. Ibu Latipa 45 th (pihak pelaksana pangantan tandhu dari pihak
perempuan)
4. Bapak Rahimin 37 th (pelaku pangantan tandhu)
5. Bapak Salamet 55 th (pihak pelaksana pangantan tandhu dari pihak
laki-laki)
Metode wawancara ini dimaksudkan untuk mengumpulkan
informasi; pengertian dari tradisi Pangantan Tandhu, pelaksanaan
upacara tradisi Pangantan Tandhu, nilai-nilai pendidikan dari Pangantan
Tandhu. Data sekunder diperoleh dari sumber yang meliputi dokumen dari
desa berupa dokumentasi foto, data monografi berupa dokumen dari BPS
(Badan Pusat Statistik ) dan Dinas Pendidikan disertai browsing internet.
Untuk memeriksa keabsahan data maka digunakan teknik
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan data lain di luar data primer untuk keperluan pemeriksaan
atau sebagai pembanding dari data itu (Moeloeng, 2005; 330). Hal ini
dilakukan dengan cara; membandingkan hasil pengamatan dengan isi
8
dokumentasi yang meliputi pelaksanaan dari tradisi Pangantan Tandhu,
membandingkan hasil wawancara antara informan satu dengan yang lain.
Pembahasan
Istilah pangantan tandhu secara istilah yang digunakan oleh
masyarakat desa Legung Timur untuk menyebut pengantin yang diusung
menggunakan tandu, sedangkan pengertian secara lengkap adalah adat
pernikahan masyarakat Legung, Kecamatan Batang-batang, yang setiap
proses tahapan pelaksanaan mempelai wanita diusung menggunakan
tandhu atau tandu. Tradisi pernikahan ini sangatlah unik karena dalam
prosesinya melibatkan ratusan orang (tidak termasuk tamu undangan)
serta tradisi pernikahan semacam ini hanya satu-satunya di daerah
Sumenep, bahkan di Madura. Uniknya lagi, tradisi pangantan tandhu ini
tidak mutlak bagi mereka yang melakukan pernikahan (akad nikah)
melainkan apabila ada yang bertunangan juga dilaksanakan acara
pangantan tandhu yang membedakan adalah pada proses inti
pelaksanaan pangantan tandhu itu sendiri.
Rahimin menjelaskan,
Pelaksanaan pangantan tandhu di desa Legung Timur itu ada duamacam, yang pertama hanya bertunangan yang kedua memangmengadakan pernikahan atau gabai. Bedanya adalah jika hanyabertunangan hanya ada proses pangantan arak tetapi sebaliknya jikamemang ada pernikahan (akad nikah) maka proses pangantan tandhudimulai dari awal hingga proses akhir. (Wawancara pada tanggal 3September pukul 08.00 WIB).
Busadin menambahkan,
Hal yang membedakan terjadinya akad nikah pada pangantan tandhuadalah pada proses babbarang. Yaitu berupa hantaran bahan-bahan yang
9
diperlukan sebagai jamuan untuk orang-orang yang datang pada acaraakhir yaitu pangantan jajar. (Wawancara pada tanggal 3 September 2012pukul 08.00 WIB).
Hal-hal mengenai tradisi Pangantan Tandhu yang dilaksanakan tidak
diketahui sejak kapan dimulai karena tidak ada cerita tutur yang
menjelaskan itu. Ini dihubungkan dengan karakter para orang terdahulu
yang umumnya mereka adalah santri walau tidak di pondok pesantren,
namun mereka mendapat pendidikan pertama di langgar atau surau
dimana mereka di didik untuk sami’na waatha’na, jadi mereka hanya
mendengar dan taat. Dari mereka lahir, tumbuh menjadi bayi, anak,
tumbuh menjadi remaja hingga dewasa lalu dinikahkan oleh orang tua
mereka hanya mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tua mereka
untuk dipraktekkan nanti kembali pada anak mereka kelak. Kejadian ini
berlangsung begitu lama tidak ada yang tahu kapan permulaan pangantan
tandhu ini dimulai beserta tradisi lainnya seperti tajin sanapora, tajin mera
pote, peret kandhung, toron tana, nyanyokor, kerapan sapi, tok tok, ojung
tidak diketahui kapan mulai dilaksanakan hanya yang bisa diidentifikasi
waktu pelaksanaannya. Perlengkapan untuk pengantin pangantan tandhu
terdiri dari busana pengantin tradisional berupa pakaian adat pernikahan
lengkap. Berikut gambar lengkap untuk pakaian adat pernikahan
pangantan tandhu baik pakaian adat pengantin pria dan wanita adalah
sama.
Pakaiannya bernama rapek sejenis sarung terdiri dari tiga warna yaitu
merah kuning hijau. Di belakang punggung diikat kain lagi yang disebut
10
dengan sasembung. Menggunakan sabuk perut dan lengan, untuk perut
disebut dengan napending sedangkan lengan disebu dengan kalebbau.
Untuk perlengkapan leher diberi dua macam kalung yaitu kalung yang
biasa disebut dengan kalong mantan dan kalong malathe atau kalung dari
bunga melati. Pada hiasan kepala di kening diberi hiasan yang disebut
dengan karpatu biasanya berbentuk seperti rangkaian setengah lingkaran
yang bergelombang. Di atas kepala dipakaikan semacam mahkota yang
disebut dengan jemmong. Mahkota tersebut juga diberi hiasan berupa
rumbai-rumbai yang menjuntai ke bawah berwarna hijau yang biasanya
disebut dengan ganggung/rambai. Selain itu juga dihiasi dengan kembang
mabar atau bunga mawar, juga terdapat kembang kananga atau bunga
kenanga, rol merah dan sejenis konde yang biasanya disebut dengan
tanduk.
Untuk tata rias wajah pengantin atau make up seperti tata rias
wajah pengantin pada umumnya yang terdiri dari (blush on, eye shadow,
eye liner, lipstik, bedak, foundation, alis, penjepit bulu mata, bedak kuning
dan sebagainya), sanggul, konde, kembang goyang, gading kuning,
bunga melati , bunga sedap malam, bingkisan, panyanggek (berupa
sepasang ayam dari kayu yang melambangkan tekad pengantin pria yang
ulet dalam menempuh kehidupan.), dulban (merupakan sejenis roti
kemudian di atas roti tersebut ditancapkan bendera berupa uang kertas.
Uang kertas tersebut bisa bermacam-macam nominalnya semakin besar
angka nominal uangnya maka semakin tinggi pula status sosial dari pihak
pengantin pria), bunga sekar mayang kelapa, pangonong, judang (sejenis
11
talam atau wadah), sirih dan pinang, kendi, damar kambang (sejenis
lampu minyak), aneka macam kue, gendhung,gempa’, jaran kenca’,
tembang-tembang macapat (masyarakat Madura bisanya menyebut
dengan mamaca. Isi dari mamaca tersebut berupa hadits-hadits dari Nabi
Muhammad SAW), topeng dalang , sinden.
Pra Pelaksanaan Pangantan Tandhu
Proses awal pernikahan dimulai dengan tahapan mencari jodoh
dan persiapan fisik dari calon pengantin. Pada tahapan mencari jodoh
dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan sebutan:
1. Ngen-angen
Pada proses ini orang tua akan berusaha mencari calon istri untuk
anaknya yang sudah dewasa dan berkeinginan mencari pasangan hidup
dengan meminta bantuan kepada seseorang yang disebut dengan
pangadha’. Pada umumnya orang yang dianggap sesepuh adalah orang
yang tepat untuk menjadi sebagai pangadha’
Busadin menjelaskan,
Pangadha’ adalah orang yang dianggap sesepuh. Orang yangdihormati dan disegani. Tidak ada imbalan atau sejenisnya bagiseorang pangadha’ karena semua yang terlibat dalam acara ini adalahmasih kerabat keluarga. (Wawancara pada tanggal 3 September 2012pukul 09.00 WIB).
Salamet menambahkan,
Dari sejak zaman dahulu sampai sekarang yang selalu mencari jodohuntuk anaknya adalah dari pihak pria. Ini adalah adat yang harusdipegang teguh. (Wawancara pada tanggal 3 September 2012 pukul09.00 WIB).
2. Arabas Pagar
12
Peran pangadha’ mencari keterangan calon pengantin yang
diincarnya melalui kerabat dekat atau tetangga gadis untuk memperoleh
keterangan apakah sang gadis sudah mempunyai tunangan atau tidak.
Setelah melalui proses tersebut maka dimulailah proses lanjutan yang
disebut dengan masa abakalan atau tunangan.
Salamet menjelaskan,
Peran pangadha’sangatlah berat karena akan mencarikan calonpengantin untuk kerabatnya. Calon pengantin yang dicari adalah gadisyang baik dan kalau bisa juga masih mempunyai hubungankekerabatan. (Wawancara pada tanggal 3 September pukul 09.00WIB).
3. Nyabak jajan / lamaran
Calon mempelai laki-laki mengirimkan seperangkat alat-alat
keperluan wanita yang dibawa oleh rombongan secara beriringan seperti
kain, seperangkat perhiasan emas (bagi yang mampu), beddha’, serta
segala macam kue-kue dan makanan khas daerah tersebut yang disebut
dengan ban-giban. Selang beberapa hari setelah menerima pemberian
dari pihak laki-laki maka pihak wanita segera membalas dengan memberi
seperangkat keperluan calon laki-laki dengan berbagai macam masakan
atau makanan serta ikan yang dibawa oleh kerabat dekat. Proses ini
disebut dengan balassan. Setelah proses ini selesai maka resmilah
mereka bertunangan.
Setelah ketiga proses itu sudah dilaksanakan maka proses
selanjutnya adalah proses persiapan fisik dari calon pengantin, terdiri dari
dua tahap, yaitu:
1. Proses Epengit
13
Setelah proses nyaba’ jajan / peminangan dilakukan proses epengit.
Epengit berarti dipingit. Kegiatan ini dikhususkan bagi calon pengantin
wanita. Tujuan dari kegiatan ini adalah secara fisik agar selalu kelihatan
selalu segar tanpa adanya kegiatan yang melelahkan di luar rumah.
Kedua agar tidak terjadi hubungan ilegal dengan pria lain yang
mempunyai tujuan untuk merusak status pertunangan mereka. Ketiga,
secara psikologis untuk menghindarkan diri dari roh-roh halus. Mereka
mempunyai kepercayaan semacam yang disebut dengan ero’-toro’ /epo’-
capo’ atau terkena roh halus.
Latipa menjelaskan,
Calon pengantin wanita harus dipingit karena hal tersebut merupakanbagian dari ritual yang harus dilaksanakan. Hal ini juga demi kebaikancalon pengantin wanita agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.Misalnya, tidak akan diganggu oleh pria lain yang berniat tidak baik yaituuntuk merusak status pertunangan, kemudian untuk menghindari diri darigangguan roh-roh halus atau barang ghaib. (Wawancara pada tanggal 3September pukul 11.00 WIB).
2. Proses Mamapar
Berikutnya adalah persiapan fisik dari calon pengantin yaitu berupa
kegiatan mamapar . Mamapar merupakan kegiatan meratakan gigi,
karena anggapan orang setempat, gigi yang indah adalah gigi yang rata.
Muamana menjelaskan,
Ada kegiatan mamapar agar calon pengantin mempunyai gigi yangindah, rata agar enak dipandang mata. Apabila calon pengantin terlihatmenawan maka akan bahagia semuanya. (Wawancara pada tanggal 3September 2012 pukul 11.00 WIB).
14
Proses Inti Pelaksanaan Pangantan Tandhu
Pada hari H pelaksanaan atau akad nikah dilaksanakan di rumah
mempelai wanita. Satu hari menjelang hari H ada ritual yang harus
dilaksanakan yaitu seorang penjaga khusus yang dituakan dari pihak pria
dengan berpakaian serba tertutup membawa kendi berisi air dan damar
kambang agar nyala damar kambang tetap menyala baik, karena segala
sesuatu bisa diprediksi dari nyala api damar kambang dan orang orang
tertentu yang memiliki keahlian khusus membaca jalannya nyala damar
kambang.
Air dalam kendi harus dituangkan sedikit demi sedikit di sepanjang
perjalanan menuju rumah mempelai wanita, sedangkan damar kambang
diletakkan di kamar wanita. Damar kambang dan kendi berisi air berfungsi
sebagai pembukaan jalan demi keselamatan kedua mempelai agar
terhindar dari gangguan orang dan roh-roh halus ketika pelaksanaan
acara kabin atau akad nikah. Satu hal yang harus dihindarkan oleh
pelaksana ritual ini adalah dilarang berbicara dengan orang lain di
sepanjang perjalanan menuju rumah mempelai wanita.
Dalam pelaksanaan damar kambang memiliki sandingan yang harus
selalu ada yaitu jajan pasar atau jajan bastaan 7 macam satu jenis jajan.
Ada kembang dhu’ remmek yang terdiri atas kembang cempaka yang
diberi kembang melati dan mawar serta ditaburi kembang babur (daun
pandan yang dirajang). Hal kembang ini dimaksudkan agar kehidupan
yang dijalani bisa berkembang dan membawa nama harum keluarga.
Kembang dhu’ remmek dalam bahasa madura dhu’ berarti ungkapan
15
kesakitan atau pengharapan atau keluhan yang diucapkan dalam do’a
kepada Allah, misal dhu guste pangeran (yang artinya ya Allah). Remmek
artinya merasakan badan tidak sehat karena kecapkan atau berarti hancur
berkeping keping yang kalau diartikan secara harfiah dhu” remmek
mengandung arti pengharapan pada Allah agar keluarga ini tentram damai
tidak mengalami perpecahan dan kehancuran. Berikut merupakan proses
inti dari pelaksanaan Pangantan Tandhu:
1. Pangantan Ngekka’ Sangger
Pagi hari rombongan pengantin pria diiringi bunyi-bunyian kesenian
hadrah dan saronen menuju ke rumah mempelai wanita untuk
melaksanakan upacara ngekka’sangger. Di Madura orkes saronen
dikaitkan dengan sapi (pada waktu karapan sapid an untuk pertandingan
kecantikan sapi betina), dengan kuda (untuk upacara ritual di makam
keramat atau untuk pesta perkawinan), (Helene Bouvier, 2002:56). Di
belakangnya beriringan para remaja serta orang dewasa membawa
barang-barang yang disebut bingkisan (barang bawaan pihak laki-laki)
penganten pria dengan gagah menaiki kuda hias (jaran serek) busana
pengantin yang dipakai masih belum lengkap. Iring-iringngan membawa
beberapa macam bingkisan berupa:
a. Barisan pertama atau panyangge’, berupa sepasang ayam dari kayu
yang melambangkan tekad pengatin pria yang ulet dalam menempuh
kehidupan.
b. Barisan kedua membawa dulban, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya dulban adalah sejenis roti kemudian di atas roti tersebut
16
ditancapkan bendera berupa uang kertas. Uang kertas tersebut bisa
bermacam-macam nominalnya semakin besar angka nominal
uangnya maka semakin tinggi pula status sosial dari pihak pengantin
pria. Hal tersebut juga melambangkan tekad pengantin pria
memberikan kesejahteraan material dalam menempuh kehidupan
bersama secara lahir batin.
c. Barisan ketiga, pembawa bunga sekar mayang kelapa melambangkan
kehidupan yang selalu berlimpah rezeki.
d. Barisan empat, pembawa sirih dan pinang dengan lengkap
e. Barisan kelima, pembawa pangonong melambangkan kesanggupan
dan keuletan kita sebagai petani dalam mengolah pertanian dan
perkebunan yang makmur.
f. Barisan keenam, pembawa judang berupa sebuah peti yang berisi
keperluan rumah tangga.
g. Barisan ketujuh, pembawa aneka macam kue. Pada tahapan ini
disebut juga babbarang yaitu mengantarkan bahan-bahan yang
diperlukan sebagai jamuan untuk orang-orang yang datang pada
acara akhir yaitu pangantan jajar. Jenis barang yang dibawa adalah
berupa kue dan jenis lauk
Dudul, bajik, tettel bahan berupa palotan, nyeor, gula merah.
Khusus tettel tidak memerlukan gula. Palotan memiliki spesifikasi melekat
atau perekat. Nyeor yang diambil santannya biasaya yang sudah tua,
orang memiliki sifat ketuaan seperti nyeor tadi diharapkan bersifat
bijaksana. Gula merah dimaksudkan memiliki keberanian menghadapi
17
hidup, cobaan dan tantangan serta memiliki masa depan yang manis
dalam artian cerah. Dudul yang bertekstur halus dilambangkan dengan
wanita sedang bajik yang teksturnya kasar dilambangkan dengan laki laki,
dan tettel yang hanya berwarna putih melambangkan harta yang bersih
halal. Dudul dan bajik pasangan jajan yang selalu ada, ini dimaksukan
pasangan ini selalu ada bersama, akur, tidak bertengkar, lengket dan
bekerja sama. Dengan adanya tettel mereka diharapkan mencari atau
mendapatkan harta dengan cara yang halal dan baik.
Makanan yang disebut dengan jajan bastaan (biasanya disebut
dengan jajan bastaan racek petto’atau terdiri dari tujuh macam kue yang
dilumuri dengan gula dan nama kue tersebut disesuaikan dengan
bentuknya. Bahan dari kue tersebut adalah palotan atau ketan dan tellor
atau telur. Jajan bastaan 7 macam dimaksudkan 7 macam sifat manusia
yang harus dijaga agar selamat di dunia dan akhirat. Ketujuh sifat itu
adalah; sombong, tamak, kikir, takabbur, suka bergunjing, suka
mengganggu, malas. Kue dan lauk yang dibawa menuju rumah mempelai
wanita ini diletakkan dalam satu wadah yang ditempatkan dalam satu
tandhu yang diusung oleh empat orang laki-laki dengan diiringi oleh
tabuan saronen, gendhung, dan gempa’.
Pada serambi depan rumah mempelai wanita disediakan sebuah
tugas untuk mempelai pria yaitu ngekka’sangger. Ngekka’ berarti merajut,
menyusun bilah-bilah bambu menjadi satu sehingga bisa dipakai untuk
alas kasur di ranjang yang disebut sangger. Adapun arti dari tugas itu
adalah:
18
a. Pernikahan bagi masyarakat di sana bukanlah merupakan pertautan
kedua mempelai, melainkan masuknya pengantin pria dalam keluarga
besar sang istri. Gambaran dalam sangger yang terbuat dari bilah-
bilah bambu yang tersusun rapi dalam satu ikatan dan tahan dalam
menghadapi tantangan hidup.
b. Pernikahan itu bukan hanya pertautan dua manusia laki-laki dan
perempuan tapi dalam arti yang lebih luas lagi yaitu pertautan dua
keluarga besar kedua mempelai sehingga menjadi satu kesatuan
ikatan kekerabatan
c. Mendidik atau sebagai pembelajaran bagi pengantin pria agar selalu
arif, tertib, dan memegang sopan santun serta sabar seperti halnya
rangkaian sangger.
2. Pangantan Arak
Proses ini bertujuan untuk memberitahukan pada seluruh warga
bahwa mereka telah menjadi suami istri yang sah. Proses ini telah
melibatkan banyak orang karena pangantan arak ini pelaksanaannya
seperti karnaval. Urutan dari pangantan arak ini sebagai berikut:
a. Barisan pertama, terdiri dari para lelaki yang memegang tombak terdiri
dari 10-30 orang. Barisan ini disebut dengan kelompok acara.
b. Barisan kedua, ada kelompok pangantan sonnat atau pangantan
duddu’. Barisan ini terdiri dari kelompok laki-laki atau perempuan yang
menunggang kuda biasanya disebut dengan jaran kenca’. Jaran
kenca’ ini adalah kuda khusus yang terlatih untuk melakukan gerakan-
gerakan tarian sesuai dengan irama tabuan yang mengiringi. Irama
19
yang mengiringi adalah saronen, gendhung, hadrah dan gempa’.
Kelompok ini bisa terdiri dari 10 baris atau lebih. Dalam setiap baris
ada dua pangantan sonnat yang diiringi satu saronen. Jumlah yang
harus disediakan untuk barisan pangantan sonnat ini tergantung pada
kesepakatan kedua belah pihak mempelai. Pakaian yang digunakan
hampir sama dengan pakaian pangantan agung. Pangantan sonnat
atau pangantan duddu’ ini bisa juga memakai tandhu, jadi pada
barisan ini menggunakan dua sarana yaitu jaran kenca’ dan tandhu.
c. Barisan ketiga, ratusan famili dari pihak perempuan yang turut serta
dalam acara pangantan arak ini.
d. Barisan keempat, pangantan agung (mempelai wanita) yang duduk di
dalam tandhu dengan diusung empat orang laki-laki. Tandhu yang
dipakai memang sudah disediakan dan bukan dibuat secara
mendadak. Pengantin wanita telah menggunakan pakaian lengkap
sesuai dengan tradisi turun temurun, diiringi oleh saronen, gedhung,
hadrah dan gempa’.
e. Barisan kelima, pangantan agung (mempelai pria) dengan
menunggang kuda yang ditutup oleh kuade. Kuda yang dinaiki juga
dinamakan jaran kenca’. Kuda yang ditunggangi pengantin pria
berjalan di bawah naungan kuade yang juga diusung oleh empat
orang laki-laki. Kuda tersebut juga menari sesuai dengan irama yang
mengiringinya.
Berikut salah salah satu gambar dari proses pangantan arak
20
Proses pangantan arak ini dimulai dari rumah tukang rias dan berakhir di
rumah mempelai wanita dengan memakan jarak sekitar ±2 km dan para
pengusung tandu ini tidak mengalami pergantian hingga di rumah
pengantin wanita. Untuk jaran kenca’ dikendalikan oleh dua orang.
Saronen (semacam alat musik tiup ) dimainkan oleh tujuh orang dengan
satu penari. Gendhung (semacam alat musik tabuh) dibawa oleh dua
orang dan yang memainkan hanya satu orang. Gempa’’ (semacam alat
musik berupa gendang) biasanya dimainkan satu orang sedangkan
hadrah biasanya dimainkan lima orang. Jadi jika dikalkulasi orang-orang
yang terlibat dalam proses acara pangantan arak ini adalah:
a. Kelompok acara 30 orang
b. Pangantan sonnat/duddu’ 10 pasang dan 10 pasang jaran kenca’ dan
tiap pasang ada saronen, gedhung, gempa’ dan hadrah. Kelompok ini
ada sekitar 175 orang.
c. Pengiring pangantan agung perempuan yang ada di belakang
pangantan sonnat atau duddu’ sekitar 100 orang.
d. Pangantan agung perempuan, empat orang pembawa tandhu,
pemain saronen, gedhung, gempa’, dan hadrah dan diiringi keluarga
mempelai wanita sekitar 50 orang jadi kelompok ini melibatkan sekitar
75 orang.
e. Pangantan agung pria, empat orang pembawa kuade, kelompok
saronen tujuh orang, dua orang pengendali kuda dan sekitar 100 famili
mempelai laki-laki. Keseluruhan total yang berpartisipasi dalam acara
ini sekitar 448 orang.
21
Tahap Akhir Pelaksanaan Pangantan Tandhu
Pada proses yang terakhir ini disebut pangantan jajar. Jajar artinya
mempertemukan kedua mempelai dalam hajad atau pesta pernikahan
yang diselenggarakan oleh pihak wanita. Iring-iringan pangantan jajar
terdiri dari pangantan bini’ kemudian di belakang pangantan bini’ diiringi
alat musik tabuh-tabuhan yang terdiri dari gendhung, hadrah, gempak.
Disusul kemudian dengan pangantan lake’dengan mengendarai jaran
serek atau kuda yang dipayungi kuade dan diiringi oleh saronen.
Sesampainya di beranda rumah pengantin wanita kedua mempelai
didudukan di atas tala kuningan yang berisi beras serta dilapisi kain
kuning yang disebut lekser talam. Kemudian dilanjutkan dengan nyacap
yaitu para sesepuh kerabat dan sanak famili meneteskan air dengan
menggunakan kuntum melati yang direndam dalam air dan sisa air harus
diminum oleh kedua mempelai dengan harapan mudah-mudahan dikaruni
rezeki serta keturunan saleh dan sholeha serta ketentraman dalam
bahtera kehidupan.
Selanjutnya kedua mempelai duduk bersanding di pelaminan dan
untuk menghibur para tamu undangan biasanya dihibur oleh topeng
dalang semalam suntuk atau hiburan kesenian mamaca lengkap dengan
sindennya. Pada saat malam telah bertambah larut kedua mempelai siap
masuk ke peraduan yang diikuti dengan tembang-tembang mamaca.
Tembang-tembang mamaca yang dilatunkan umumnya berisi hadits-
hadits dari Rasulullah SAW.
22
Di dalam pelaksanaan tradisi pangantan tandhu ini terdapat
beberapa hal yang berkenaan dengan masalah pemilihan tanggal yaitu
bulan, hari, weton dan jam. Hal ini bertujuan agar jika memilih tanggal
yang baik maka selama pelaksanaan pangantan tandhu akan mengalami
keselamatan dan kelancaran sebaliknya jika memilih tanggal yang buruk
maka akan mengalami kesengsaraan atau celaka. Berikut nama bulan
beserta artinya
1. Bulan Muharram/Sora artinya menimbulkan perebutan harta atau
wanita
2. Bulan Safar/Sappar artinya banyak hutang bisa berlaku pada yang
menikahkan atau yang dinikahkan.
3. Bulan Rabiul Awal/Molod artinya salah satu ada yang meninggal bisa
berlaku pada yang menikahkan atau yang dinikahkan.
4. Bulan Rabiul Akhir/Rasol artinya bisa menimbulkan perceraian
5. Bulan Jumadil Awal artinya mendapatkan masalah
6. Bulan Jumadil Akhir artinya kaya
7. Bulan Rajab artinya kaya anak
8. Bulan Sya’ban/Rebba artinya bahagia/senang
9. Bulan Ramadhan artinya banyak bencana
10.Bulan Syawal artinya banyak hutang
11.Bulan Dzulkaidah/Takepe’ artinya miskin
12.Bulan Dzulhijah artinya berkecukupan
Berikut ini jumlah atau nilai dari nama hari dan weton beserta arti dari
jumlah angka tersebut
23
1. Minggu 5
2. Senin 4
3. Selasa 3
4. Rabu 7
5. Kamis 8
6. Jumat 6
7. Sabtu 9
8. Manis/Legi 5
9. Pahing 9
10.Pon 7
11.Wage/Baji 4
12.Kliwon/Kalebun 8
13.Jumlah 10 artinya langit/gunung
14.Jumlah 11 artinya bunga
15.Jumlah 12 artinya setan
16.Jumlah 13 artinya bintang
17.Jumlah 14 artinya bulan
18.Jumlah 15 artinya matahari
19.Jumlah 16 artinya air
20.Jumlah 17 artinya bumi besar
21.Jumlah 7 artinya bumi kecil
22.Jumlah 8 artinya api kecil
23.Jumlah 18 artinya api besar
24.Jumlah 9 artinya arat
24
Keterangan: misalnya jika menikah pada hari Rabu Manis berarti angka
dari Rabu adalah 7 sedangkan angka dari Manis adalah 5 jika dijumlahkan
adalah 7+5 = 12 dan angka 12 adalah setan. Maka pernikahan pada hari
tersebut tidak boleh terjadi karena takut menjadi seperti setan juga yang
perlu dihindari adalah api kecil dan api besar. Untuk jam juga ada jam-jam
tertentu yang tidak boleh dilakukan pernikahan karena bisa
mengakibatkan mati atau celaka. Jam-jam tersebut biasanya juga
digunakan untuk melakukan carok.
1. Jumat jam 08.00-19.00
2. Sabtu jam 06.00-11.00
3. Minggu jam 10.00-17.00
4. Senin jam 08.00-15.00
5. Selasa jam 06.00-07.00
6. Rabu jam 12.00-15.00
7. Kamis jam 10.00-15.00
Kesimpulan
Pernikahan merupakan salah satu unsur kebudayaan yang
berpengaruh dan cukup penting bagi masyarakat. Istilah Pangantan
Tandhu secara garis besar berarti pengantin yang diusung menggunakan
tandu, sedangkan pengertian secara lengkap adalah adat pernikahan
masyarakat Legung, Kecamatan Batang-batang, Kabupaten Sumenep
yang setiap proses tahapan pelaksanaan mempelai wanita diusung
menggunakan tandu. Tradisi pangantan tandhu memiliki beberapa fungsi
25
dan makna dalam pelaksanaannya. Fungsinya sebagai alat mempertebal
rasa solidaritas suatu kolektif, sebagai alat pendidikan, sebagai alat
peningkatan ekonomi, sebagai pengesahan dan pelestarian kebudayaan,
sebagai sarana rekreatif, dan sebagai upaya melestarikan keturunan.
Makna simbolik yang terkandung dalam tradisi adalah menjunjung tinggi
nilai pernikahan serta penghormatan terhadap kaum wanita yang sudah
bersuami. Selain itu juga bermakna bahwa di tengah-tengah arus
globalisasi, mereka tetap konsisten dalam menjaga kebudayaan bangsa.
Begitu juga kehidupan gotong royong yang masih kental dan rasa
kebersamaan merupakan karakter khas dari masyarakat. Nilai yang
terkandung dalam tradisi tersebut berujung pada nilai moral sosial yang
meliputi nilai ketuhanan, menghormati orang lain, kegotong royongan,
mempererat hubungan kekeluargaan, kerukunan begitu juga pada nilai
moral individu yang meliputi tanggung jawab, permohonan restu,
kemandirian, kesabaran, kepatuhan, dan rela berkorban.
26
DAFTAR RUJUKAN
Buku
Anonim. 2000. Kepariwisataan Kabupaten Sumenep Ditinjau Dari SegiKelembagaan. Sumenep: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumenep.
Arikunto, S. 1991. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rieneka Cipta
Badan Pusat Statistik. 2009-2010. Kabupaten Sumenep.
Dinas Pariwisata. 2000. Kebudayaan Pariwisata Kabupaten Sumenep. KabupatenSumenep.
Moeloeng, L. J.2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja RosdaKarya
Nasution, S.1996. Metodologi Penelitian Naturalistic Kualitatif. Bandung :Tarsito
Pranowo, M Bambang. 1998. Islam Faktual Antara Tradisi dan Relasi Kuasa.Yogyakarta: Adi Cita Rasa Kuasa.
Subaharianto, Andang. 2004.Tantangan Industrialisasi Madura (TerbenturKultur, Menjungjung Leluhur). Malang: Bayumedia Publishing.
Suharsono. 1996. Fungsi Upacara Bagi Masyarakatnya Pendukungnya PadaMasa Kini. Jakarta ; Depdikbud.
Pramita, Chandra Enggar. 2010. Kepemimpinan Oreng Beddhel di Desa LegungTimur, Kecamatan Batang-batang, Kabupaten Sumenep (1999-2009).Jurusan Sejarah. Skripsi: tidak diterbitkan. Universitas Negeri Malang
Daftar Informan
1. Bapak Rahimin, umur 37 tahun, beralamat desa Legung, pekerjaan nelayan2. Bapak Busadin, umur 55 tahun, beralamat desa Legung, pekerjaan guru SDN
Legung Timur Sumenep3. Bapak Salamet, umur 55 tahun, beralamat desa Batang-Batang, pekerjaan
guru SDN Batang-Batang Sumenep4. Ibu Latipa, umur 40 tahun, beralamat desa Legung, pekerjaan ibu rumah
tangga5. Ibu Muamana, umur 45 tahun, beralamat desa Legung, pekerjaan ibu rumah
tangga