i
NILAI-NILAI PERJUANGAN PALESTINE PADA
NOVEL GADIS KECIL DI TEPI GAZA KARYA
VANNY CHRISMA W DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIKAN AKHLAK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
EVI TRIYANI
NIM 111 11 060
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
ii
iii
NILAI-NILAI PERJUANGAN PALESTINE PADA
NOVEL GADIS KECIL DI TEPI GAZA KARYA
VANNY CHRISMA W DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIKAN AKHLAK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
EVI TRIYANI
NIM 111 11 060
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
iv
v
vi
vii
MOTTO
لِِد َوَسَخطُ الرَّ بِّ فِي َسَخِط الَوا لِدِ ِر َضى الرَّ بَّ فِي ِر َضى الَوا
“Ridho Tuhan berada diridha orang tuanya, murka Tuhan
berada di murka orang tua” (HR. Tirmidzi)
viii
PERSEMBAHAN
Puji syukur keadirat Allah Swt atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
mempersembahkan skripsi ini kepada:
1. Bapak dan Ibundaku tercinta, Bapak Hudi Wiyono atau sering disapa
Bapak Jimin dan Ibu Munjayanah tak lupa bapak ibu mertuaku Bapak
Wandi dan Ibu Karsih yang selalu memberikan semangat tanpa henti dan
telah banyak berkorban tanpa letih. Terimakasih atas cinta, kasih sayang,
doa, serta nasihat yang tak henti terucap. Kalian adalah muara kasih dan
sayang yang Allah Swt berikan untuk membimbing dan menuntun menuju
Ridzo-Nya. Semoga Allah Swt selalu memberikan kesehatan, keselamatan
dan keridzoan pada setiap langkah kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Amin
2. Suamiku Wardoyo dan anakku yang lahir pada 2 juli 2017 yang menjadi
motivasi terbesarku untuk terus maju. Semoga Allah Swt selalu memberi
kesehatan pada kalian.
3. Kakak Nur Kholis, ponakanku Najwa Nafi‟atul Maghfiroh, keluarga besar
MI dan RA Klero, rekan-rekanita PAC IPNU IPPNU Kecamatan Getasan,
keluarga besar UPTB KB dan PP Kecamatan Getasan, keluarga besar
MWC, MUSLIMAT, FATAYAT, ANSOR, BANSER Kecamatan
Getasan, PIK-R Lereng Merbabu desa Tajuk, PERMATA desa Tajuk,
alumni MTs. Sudirman angkatan 2007/2008, dan sahabat-sahabatku yang
selalu menjadi motivasi serta inspirasi tersembunyi dalam hidupku.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.”
Segala puji bagi Allah Swt. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih telah menghadirkan sosok ibu dan bapak dalam kehidupan umat di
dunia ini. Shalawat beriring salam kepada Nabi besar Muhammad Saw. yang
sangat menjunjung tinggi seorang ibu serta bapak, tidak hanya kepada ibu
bapaknya sendiri tetapi terhadap semua orang tua.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat
guna memperoleh gelar sarjana pendidikan agama Islam. Skripsi ini adalah
“NILAI-NILAI PERJUANGAN PALESTINE PADA NOVEL GADIS KECIL DI
TEPI GAZA KARYA VANNY CHRISMA W DALAM PRESPEKTIF
PENDIDIKAN AKHLAK.” Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai
pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. Dengan penuh
kerendahan hati, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
x
4. Ibu Maslikhah, S.Ag., M.Si. sebagai Dosen Pembimbing akademik dan
selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan
dan mengorbankan waktunya untuk mnyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah mentransfer ilmunya,
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
6. Bagian akademik, staf dan karyawan yang telah memberikan layanan serta
bantuan.
7. Bapak dan Ibu penulis (Bapak Hudi Wiyono dan Ibu Munjayanah), kakak
penulis (Mas Nur Kholis), ponakan penulis (Ndug Najwa) yang telah
memberikan dukungan moril, materil, motivasi dan inspirasi terdasyat.
8. Suami tercinta (Wardoyo) dan anakku tercinta (Adam Dzulhilmi) yang
melengkapi kehidupanku dan yang selalu mendukung serta memberi
motivasi untuk tetap berjuang.
9. Sahabat–sahabatku Ndug Nur, Rif‟ah, Rini, Mb Miza, Dwi, Martini, Siti,
Ndug Iin, Ratih, Anisa, Ukhty Grup, Mb Ropik terimakasih atas
dukungan, motivasi serta inspirasinya.
10. Teman–teman seperjuanganku angkatan 2011, khususnya teman–teman
PAI kelas B.
11. Semua pihak yang telah membantu dna mendukung serta memotivasi
penyelesaian skripsi ini, semoga amal kebakan kalian dibalas dengan
kebaikan pula dari Allah Swt.
xi
xii
ABSTRAK
Triyani, Evi. 2017. Nilai-Nilai Perjuangan Palestine pada Novel Gadis Kecil di
Tepi Gaza Karya Vanny Chrisma W dalam Perspektif Pendidikan Akhlak.
Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:
Maslikhah, S.Ag., M.Si.
Kata Kunci: Nilai-Nilai Perjuangan, Pendidikan Akhlak
Kehidupan modern ini menjadi penyebab kemerosotan akhlak anak bangsa
jika tidak disesuaikan dengan pemahaman pendidikan akhlak di tengah-tengah
masyarakat. Pendidikan akhlak tidak hanya diperoleh dari lingkungan keluarga, di
sekolah, di masyarakat atau pendidikan lainnya di luar pendidikan kelas.
Pendidikan akhlak dapat diperoleh dari berbagai sumber. Salah satunya adalah
melalui karya sastra yang bermutu dan berkualitas. Karya sastra selain sebagai
sarana hiburan juga dapat digunakan sebagai sarana belajar. Salah satunya adalah
novel Gadis Kecil di Tepi Gaza karya Vanny Crisma W. yang sarat akan
pendidikan akhlak. Fokus penelitian yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimana nilai-
nilai perjuangan Palestine dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza karya Vanny
Chrisma W. 2. Bagaimana nilai-nilai perjuangan Palestine dalam Perspektif
Pendidikan Akhlak. 3. Bagaimana implikasi nilai-nilai perjuangan Palestine pada
novel Gadis Kecil di Tepi Gaza karya Vanny Chrisma W dalam Pendidikan
Akhlak.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library research),
menggunakan pendekatan deskriptif analisis dengan menggambarkan dan
menjelaskan teks-teks dalam novel yang mengandung tentang nilai-nilai
perjuangan Palestine dan pendidikan akhlak dengan menguraikan dan
menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang didiskripsikan.
Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi (documentation research
methode), analisis data yang menggunakan skripsi ini adalah analisis isi (content
analysis).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) Nilai-nilai perjuangan Palestine
mengandung akhlak terhadap Allah Swt (menerima takdir, taqwa, menaati
perintah Allah, khauf dan raja‟, tawakal, ikhlas), akhlak terhadap orang tua (birrul
walidain dan kasih sayang), akhlak terhadap diri sendiri (amanah, pantang
menyerah, ketegaran, cita-cita, tegas, gigih dan sabar), dan akhlak terhadap negara
(intifadah dan membela negara). (2) Implikasi nilai-nilai perjuangan Palestine
dalam pendidikan akhlak yaitu memberi kesan pesan agar selalu bersikap tegar
dalam setiap cobaan, selalu menjaga amanah yang diberikan orang tua, menerima
apapun takdir Allah Swt, serta berikhtiyar melawan perbuatan yang salah.
Seorang anak yang mempunyai akhlak mulia akan senantiasa menjaga dirinya
untuk tetap melakukan setiap kebaikan serta menjauh dari setiap kejahatan.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ……………………………………………………………………… i
LEMBAR BERLOGO …………………………………………………………... ii
JUDUL ………………………………………………………………………….. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………………………. iv
PENGESAHAN KELULUSAN ………………………………………………… v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ……………………………………… vi
MOTTO ………………………………………………………………………... vii
PERSEMBAHAN ……………………………………………………………... viii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. ix
ABSTRAK ……………………………………………………………………... xii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………... xvi
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………... 1
B. Fokus Masalah ……………………………………………….. 7
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 7
D. Kegunaan Penelitian …………………………………………. 8
E. Metode Penelitian ……………………………………………. 9
F. Penegasan Istilah …………………………………………… 13
G. Sistematika Penulisan Skripsi ……………………………… 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………... 17
A. Gambaran Umum Novel …………………………………… 17
1. Pengertian Novel ……………………………………….. 17
2. Unsur-unsur Novel ……………………………………... 18
3. Tujuan Membaca Novel ………………………………... 34
4. Hubungan Novel dengan Karya Ilmiah ………………… 35
xiv
B. Pendidikan Akhlak ………………………………………… 37
1. Pengertian Pendidikan Akhlak …………………………. 37
2. Tujuan Pendidikan Akhlak ……………………………... 43
3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ……………………. 45
BAB III BIOGRAFI …………………………………………………….. 52
A. Biografi Pengarang …………………………………………. 52
B. Biografi Novel ……………………………………………… 54
1. Tema ……………………………………………………. 54
2. Penokohan ……………………………………………… 54
3. Alur …………………………………………………...... 67
C. Nilai-nilai Perjuangan Palestine dalam Novel Gadis Kecil di
Tepi Gaza…………………………………………………... 75
BAB IV ANALISIS DATA …………………………………………….. 93
A. Nilai-Nilai Perjuangan Palestine dalam Perspektif Pendidikan
Akhlak …………………………………………………….. 93
1. Akhlak Terhadap Allah ……………………………….. 93
2. Akhlak Terhadap Orang Tua ………………………….. 101
3. Akhlak Terhadap Diri Sendiri ………………………… 104
4. Akhlak Terhadap Sesama Manusia …………………… 111
5. Akhlak Terhadap Negara ……………………………... 113
B. Implikasi Nilai-Nilai Perjuangan Palestine pada Novel Gadis
Kecil di Tepi Gaza KaryaVannyChrisma W dalam Pendidikan
Akhlak ……………………………………………………. 115
xv
BAB V PENUTUP ……………………………………………………. 116
A. Kesimpulan ……………………………………………….. 116
B. Saran ………………………………………………………. 119
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 121
LAMPIRAN – LAMPIRAN
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Daftar Nilai SKK
Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis
Lampiran 5 Sinopsis Novel Gadis Kecil di Tepi Gaza
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu karya yang sarat akan pendidikan akhlak adalah novel
Gadis Kecil di Tepi Gaza karya Vanny Crisma W. Novel ini menceritakan
tentang perjalanan hidup gadis kecil Palestine yang berusia 11 tahun dan
menjadi salah satu dari korban agresi militer Israel di Gaza pada tanggal 27
Desember 2008. Palestine merupakan nama tokoh utama dalam novel Gadis
Kecil di Tepi Gaza. Palestine adalah gadis kecil yang tinggal sebatang kara
di pengungsian Jabaliyah, Gaza. Di sana ia bertemu dengan seorang pemuda
yang bernama Yanaan, yang memimpin anak-anak pengungsi lain di
Jabaliyah. Yanaan sangat menyukai sosok Palestine yang terkenal kuat dan
gigih. Palestine juga bertemu dengan Adeeba, salah satu korban kekejian
Israel, yang baru kehilangan ibunya. Adeeba, gadis berusia delapan tahun
dan memiliki indra ke enam itu dapat melihat masa depan. Adeeba bisa
melihat Palestine yang nantinya akan terkena tembak oleh serdadu Israel
ketika melakukan aksi lempar kotoran kuda yang dibentuk menjadi seperti
batu. Sebuah rudal telah menghancurkan rumah Palestine serta menewaskan
ibu dan dua saudaranya saat mereka di dalam sebuah rumah. Akibat agresi
militer tersebut, Palestine menjadi sebatang kara dan harus tinggal di kamp
pengungsian Jabaliyyah, Gaza, selama beberapa waktu. Sedangkan ayahnya
telah memutuskan untuk menjadi seorang Hamas (Harakat al-Muqawamah
2
al-Islamiyya) sebelum agresi Desember itu. Hamas adalah tentara Palestina
yang berjuang melawan tentara Israel.
Novel ini menceritakan perjalanan panjang Palestine yang menjadi
korban agresi militer Israel. Seorang gadis yang memperjuangkan hidupnya
demi untuk bertemu dengan ayahnya dan memberitahukan bahwa ibu dan
kedua saudaranya telah meninggal dunia. Palestine ingin menemui sang
ayah agar ayahnya tidak menjadi stres jika mengetahui keluarganya telah
meninggal dunia. Selain itu, Palestine ingin memberikan cincin yang
diambil dari jari ibunya.
Aku hanya berharap bisa bertemu dengan ayahku, itu saja. Sekedar
untuk memberikan cincin emas peninggalan ibuku. Agar jika ia tahu
kami semua mati, pria yang terkenal gigih dan tak pantang menyerah
itu tidak mendadak menjadi gila (Chrisma, 2011: 38).
“Ini cincin peninggalan ibuku saat bom itu meledakkan seiisi
rumahku, dan ibuku terkena reruntuhan bangunan, mati.
Ditangannya ada cincin ini. Aku mengambilnya untuk ayahku”
(Chrisma, 2011: 116).
Palestine seorang gadis yang kuat dan gigih, perjuangan hidupnya
untuk menemui ayahnya yang menjadi anggota Hamas sangat menginspirasi
dan menarik untuk dibaca karena sarat dengan pendidikan akhlak.
Pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai proses internalisasi nilai-nilai
akhlak mulia ke dalam pola pikir (mindset), ucapan dan perbuatannya, serta
dalam interaksinya dengan Tuhan, manusia (dengan berbagai strata sosial,
fungsi, dan perannya) serta lingkungan alam jagat raya (Nata, 2013: 209).
Pendidikan adalah proses untuk mengembangkan kemampuan sikap
dan bentuk tingkah laku dalam masyarakat dia hidup. Manusia mendapatkan
3
berbagai macam pengetahuan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi
sepanjang hayat (Ihsan, 2005:2). Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1, menuliskan pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Akhlak memiliki arti “kebiasaan berkehendak”, yang berarti bahwa
kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut
akhlak. Selanjutnya, apabila kehendak itu membiasakan memberi, kebiasaan
akhlak ini ialah akhlak dermawan. Kehendak yang menjadi kebiasaan
menciptakan karakter seseorang itu sendiri, yang terjadi secara spontan atau
tiba-tiba. Akhlak juga dikatakan menangnya keinginan dari beberapa
keinginan manusia dengan langsung berturut-turut. Maksut dari menangnya
keinginan adalah orang yang selalu menguasai keinginannya dari kebiasaan,
contohnya kebiasaan memberikan harta (dermawan).
Akhlak mencakup pengertian terciptanya keterpaduan antara
kehendak Khalik (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia). Tata perilaku
seseorang terhadap orang lain dan lingkungan baru mengandung banyak
nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut
didasarkan kepada kehendak Khaliq (Tuhan). Akhlak bukan saja merupakan
tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama
4
manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun (Ilyas, 2007: 1).
Pendidikan akhlak merupakan modal penting dalam kehidupan yang
akan membentuk pribadi menuju masa depan yang lebih cerah. Pendidikan
akhlak akan membentuk pribadi kuat meski mengalami cobaan yang berat.
Seorang anak dengan bekal pendidikan akhlak akan lebih bertanggung
jawab pada dirinya sendiri meski tanpa kedua orang tuanya. Anak
merupakan sosok terpenting yang akan menjadi penerus bangsa. Pendidikan
yang sesuai akan membawa mereka menjadi insan yang selalu mengemban
amanah meski dalam kondisi peperangan. Pendidikan akhlak akan
membawa seseorang untuk selalu mengingat Allah Swt dalam kondisi
apapun. Kehidupan yang modern ini menjadi penyebab kemerosotan akhlak
anak bangsa jika tidak disesuaikan dengan pemahaman pendidikan akhlak di
tengah-tengah masyarakat. Pendidikan akhlak tidak hanya diperoleh dari
lingkungan keluarga, di sekolah, di masyarakat atau pendidikan lainnya di
luar pendidikan kelas. Pendidikan akhlak dapat diperoleh dari sumber mana
saja. Salah satunya adalah melalui karya sastra yang bermutu dan
berkualitas. Selain sebagai sarana hiburan, karya sastra novel juga dapat
digunakan sebagai sarana belajar dan pendidikan. Salah satunya adalah
novel Gadis Kecil di Tepi Gaza karya Vanny Crisma W. Nabi Saw telah
mengangkat kedudukan mulia dan menjelaskan bahwa sebaik-baik bekal
hamba kepada Tuhannya pada hari kiamat adalah akhlak mulia, dan sesuatu
yang paling berat timbangan orang Mukmin adalah akhlak mulia (Shulha,
5
2008:90). Orang Islam wajib mencontoh akhlak Nabi Muhammad Saw
sebagaimana firman Allah Swt:
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (Qs.
Al-Ahzab: 21).
Novel Gadis Kecil di Tepi Gaza menceritakan secara singkat sebab
terjadinya peperangan antara Palestina dan Israel. Dimana pada sekitar
tahun 2000-1500 sebelum Masehi, Istri Nabi Ibrahim As., Siti Hajar,
mempunyai anak, Nabi Ismail As., yang kemudian menjadi bapaknya
bangsa Arab, sementara Siti Sarah mempunyai anak, Nabi Ishaq As., yang
kemudian mempunyai anak, Nabi Ya‟qub As. alias Israel (Israil). Anak
keturunannya disebut Bani Israel sebanyak tujuh orang dan salah satunya
bernama nabi Yusuf As., yang ketika kecil dibuang oleh saudara-saudaranya
yang dengki kepadanya. Nasibnya yang baik membawanya ke tanah Mesir
dan kemudian ia menjadi bendahara Kerajaan Mesir. Ketika masa paceklik,
Nabi Ya‟qub As. beserta saudara-saudaranya Yusuf berimigrasi ke Mesir.
Populasi anak keturunan Israel alias Nabi Ya‟qub As. membesar.
Pada sekitar tahun 1550-1200 sebelum Masehi, politik di Mesir
berubah. Bangsa Israel dianggap sebagai masalah bagi negara Mesir.
Banyak dari bangsa Israel yang lebih pintar dari orang asli Mesir dan
6
menguasai perekonomian. Oleh pemerintah Fir‟aun, bangsa Israel
diturunkan statusnya menjadi budak.
Periode 1200-1100 sebelum Masehi, Nabi Musa As. memimpin
bangsa Israel meninggalkan Mesir, lalu mengembara ke Gurun Sinai
menuju tanah yang dijanjikan, asalkan mereka taat kepada Allah Swt. Hal
ini dikenal dengan cerita Nabi Musa As. membelah laut ketika bersama
dengan bangsa Israel dikejar-kejar oleh tentara Mesir menyeberang Laut
Merah. Namun, saat bangsa Israel diperintah untuk memasuki tanah
Palestina mereka membandel. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam Qs. al-
Maidah ayat 24:
dan berkata, Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya
selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya. Karena itu, pergilah kamu
bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami
hanya duduk menanti di sini saja‟ (Al-Maa‟idah/5: 24).
Akibatnya, mereka dikutuk Allah Swt dan hanya berputar-putar saja
di sekitar Palestina. Bani Israel adalah bani yang hidupnya terkantung-
kantung dan tidak memiliki negara sehigga mereka berpindah-pindah dari
Syria, Mesir, diusir di Jerusalem dan dipenjara di Babylonia, kemudian
kembali lagi, kemudian terjadi pemberontakan, berulang begitu seterusnya.
Hingga pada akhirnya, mereka ingin kembali merebut tanah Palestina
sampai kini.
7
Seorang siswa untuk mencapai cita ideal pendidikan Islam yaitu
menciptakan insan kamil, maka nilai-nilai perjuangan Palestine menjadi
menarik dan penting untuk dikaji melalui penelitian. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
perjuangan Palestine dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza berjudul
“NILAI-NILAI PERJUANGAN PALESTINE PADA NOVEL GADIS
KECIL DI TEPI GAZA KARYA VANNY CHRISMA W DALAM
PERSPEPKTIF PENDIDIKAN AKHLAK”.
B. Fokus Masalah
Rumusan masalah berisi penegasan mengenai pertanyaan-pertanyaan
yang hendak dicarikan jawabannya melalui penelitian. Di dalamnya
tercakup keseluruhan ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan
identifikasi dan pembatasan masalah (Maslikhah, 2013: 302).
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana nilai-nilai perjuangan Palestine dalam perspektif
pendidikan akhlak?
2. Bagaimana implikasi nilai-nilai perjuangan Palestine pada novel
Gadis Kecil di Tepi Gaza karya Vanny Chrisma W dalam pendidikan
akhlak?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan pernyataan sasaran yang ingin dicapai
dalam penelitian. Isi dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada rumusan
8
masalah. Perbedaannya terletak pada bentuk keilmuannya dalam rumusan
masalah, kalimatnya berbentuk pertanyaan, maka dalam tujuan penelitian
berbentuk kalimat pernyataan (STAIN Salatiga, 2008: 16).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai perjuangan Palestine dalam perspektif
pendidikan akhlak.
2. Untuk mengetahui implikasi nilai-nilai perjuangan Palestine pada
novel Gadis Kecil di Tepi Gaza karya Vanny Chrisma W dalam
pendidikan akhlak.
D. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah dunia
pustaka secara khusus pada nilai-nilai perjuangan melalui novel dalam
perspektif pendidikan akhlak.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, efektifitas penyampaian pesan melalui karya
sastra ada 3 yaitu:
a. Bagi dunia sastra, diharapkan penelitian ini dapat memberi
masukan dan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat
sebuah karya, yaitu tidak hanya memuat tentang keindahan dan
hiburan semata sebagai daya jual namun juga memperhatikan isi
dan memasukkan pesan-pesan yang dapat diambil dari karya
9
sastra tersebut berupa nilai-nilai perjuangan dan pendidikan
akhlak.
b. Bagi dunia pendidikan, diharapkan dapat mengembangkan
pemikiran tentang pentingnya akhlak dalam pendidikan untuk
mengatasi pengaruh negatif dalam kehidupan.
E. Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 2006: 160).
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, cermat dan akurat, maka
pada penelitian ini akan digunakan tahap-tahapan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research), Penelitian pustaka adalah sesuatu penelitian yang dilakukan
di ruang perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisis data dari
perpustakaan, baik berupa buku-buku, periodikal-periodikal, seperti
majalah-majalah ilmiah yang diterbitkan secara berkala. Kisah-kisah
sejarah, dokumen- dokumen dan materi perpustakaan lainnya, yang
dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun suatu laporan ilmiah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis. Deskripsi analisis ini mengenai bibliografis yaitu
pencarian berupa fakta, hasil dan ide pemikiran seseorang melalui cara
mencari, menganalisis, membuat interpretasi serta melakukan
10
generalisasi terhadap hasil penelitian yang dilakukan (Moleong, 2005:
29).
Penelitian ini menggunakan literatur dan teks sebagai objek
utama analisis yaitu dalam penelitian ini adalah novel yang kemudian
dideskripsikan dengan cara menggambarkan dan menjelaskan teks-teks
dalam novel yang mengandung nilai-nilai pendidikan Islam dengan
menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-
teks yang dideskripsikan.
Penulis juga menggunakan pendekatan sastra dalam mengkaji
subyek penelitian yaitu pendekatan pragmatis. Pendekatan pragmatis
memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Pendekatan
pragmatis memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam
masyarakat, perkembangan, dan penyebarluasannya, sehingga
memberikan manfaat terhadap pembaca (Ratna, 2007: 71-72).
Pendekatan ini digunakan karena mempertimbangkan aspek kegunaan
dan manfaat karya sastra (novel) yang dapat diperoleh pembaca.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode
dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk
mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, legger, agenda maupun
buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan penelitian (Arikunto,
2006: 231).
11
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data
dapat diperoleh (Arikunto, 2006:129). Penulisan skripsi ini, sumber
data yang digunakan adalah beberapa sumber yang relevan dengan
pembahasan skripsi. Sumber data terdiri dari dua macam yaitu sumber
data primer dan sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan data utama yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu novel yang berjudul Gadis
Kecil di Tepi Gaza yang diterbitkan oleh DIVA Press pada tahun
2011. Novel Gadis Kecil di Tepi Gaza menceritakan perjalanan
gadis Palestine yang berjuang bertemu dengan ayahnya, serta
berjuang membela negaranya. Palestine adalah tokoh utama dan
sosok gadis kecil yang kuat dan gigih.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu berbagai literatur yang
berhubungan dan relevan dengan objek penelitian, baik itu berupa
transkrip, wawancara, buku, artikel di surat kabar, majalah,
tabloid, website, dan blog di internet yang berupa jurnal.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis isi, dengan
menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-
teks yang dideskripsikan. Isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua
12
macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang
terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi
adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi
(Ratna, 2007: 48).
Sebagaimana metode kualitatif, dasar pelaksaanaan metode
analisis isi adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran dalam metode
kualitatif memberikan perhatian pada situasi ilmiah, maka dasar
penafsiran dalam metode analisis isi memberikan perhatian pada isi
pesan. Oleh karena itulah, metode analisis isi dilakukan dalam
dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti menekankan bagaimana
memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang
terjadi dalam peristiwa komunikasi (Ratna, 2007: 49). Penelitian ini,
penulis akan mengkaji isi novel Gadis Kecil di Tepi Gaza yang
mengandung makna nilai-nilai perjuangan yang berkaitan dengan
pendidikan akhlak.
Langkah-langkah yang digunakan penulis dalam pengolahan
data adalah:
a. Langkah deskriptif, yaitu menguraikan teks-teks dalam novel
Gadis Kecil di Tepi Gaza yang mengandung makna nilai-nilai
perjuangan yang berkaitan dengan pendidikan akhlak.
b. Langkah interpretasi, yaitu menjelaskan teks-teks dalam novel
Serial Gadis Kecil di Tepi Gaza yang mengandung makna nilai-
nilai perjuangan yang berkaitan dengan pendidikan akhlak.
13
c. Langkah Analisis, yaitu menganalisis penjelasan dari novel
Gadis Kecil di Tepi Gaza yang mengandung makna nilai-nilai
perjuangan yang berkaitan dengan pendidikan akhlak.
d. Langkah mengambil kesimpulan, yaitu mengambil kesimpulan
dari novel Gadis Kecil di Tepi Gaza yang mengandung makna
nilai-nilai perjuangan yang berkaitan dengan pendidikan akhlak.
F. Penegasan Istilah
1. Nilai Perjuangan
Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan (Poerwodarminto, 1999:667). Sedangkan perjuangan berarti
segala sesuatu yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Jadi, nilai
perjuangan adalah hal-hal penting atau berguna yang dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan.
2. Pendidikan Akhlak
Pendidikan adalah menanamkan tabiat yang baik agar anak-anak
memiliki sifat yang baik dan pribadi yang utama (Zuhahrini, 1983: 27).
Pendidikan juga diatur dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses belajar pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
14
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Akhlak secara etimologis (lughatan) adalah bentuk jamak dari
khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Berakar dari kata Khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan
khalq (penciptaan). Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan.
Seakar dengan kata khaliq (Pencipta), maqhluq (yang diciptakan) dan
khalq (penciptaan) (Ilyas, 2007: 2). Sedangkan akhlak secara istilah
adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di
atas bumi. Jadi, pendidikan akhlak adalah upaya yang dilakukan dengan
sadar yang akan mendatangkan suatu perubahan sikap serta perilaku
seseorang yang dilakukan tanpa memerlukan pemikiran, sehingga
membentuk suatu perilaku baik dan terpuji yang tidak hanya mengatur
hubungan terhadap manusia tetapi juga hubungan terhadap Tuhan dan
alam semesta.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam
membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika hasil penelitian kualitatif,
secara garis besar sebagai berikut:
1. Bagian Awal
Bagian awal ini, meliputi: sampul, lembar berlogo, judul (sama
dengan sampul), persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan,
15
pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata pengantar,
abstrak, daftar isi, dan daftar lampiran.
2. Bagian Inti
Pada bagian inti dalam skripsi ini, memuat data:
BAB I: PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan ini meliputi latar belakang
masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulis skripsi.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum
tentang novel yang meliputi pengertian novel, unsur-unsur
novel, dan pendidikan akhlak yang mencakup pengertian
pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, dan ruang
lingkup akhlak.
BAB III: BIOGRAFI
Bab ini memuat tentang biografi penulis, biografi
novel yang mencakup tema, alur cerita, penokohan, gaya
bahasa dan latar dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza.
BAB IV: PEMBAHASAN
Bab ini akan disajikan pembahasan mengenai
Nilai-Nilai Perjuangan Palestine pada novel Gadis Kecil di
Tepi Gaza, Nilai-Nilai Perjuangan Palestine dalam
16
prespektif pendidikan akhlak, dan implikasi Nilai-Nilai
Perjuangan Palestine pada novel Gadis Kecil di Tepi Gaza
karya Vanny Chrisma W dalam pendidikan akhlak.
BAB V: PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan serta saran-
saran.
3. Bagian Akhir
Bagian akhir dari skripsi ini, memuat: Daftar Pustaka,
Lampiran-lampiran, dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Novel
1. Pengertian Novel
Novel (Inggris: novel) merupakan karya sastra yang sekaligus
disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya yang kemudian, novel
dianggap bersinonim dengan fiksi. Fiksi diartikan sebagai cerita
rekaan. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua karya yang
mengandung unsur rekaan disebut sebagai karya fiksi. Sebutan novel
berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle).
Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang
sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris: novelette), yang
berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak
terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 1995:
9).
Novel dibangun oleh unsur-unsur pembangun yaitu dua unsur
intrinsic dan ekstrinsik. Novel memiliki unsur peristiwa, plot, tema,
tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 1995: 10).
Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu
secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak
melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal itu
18
mencakup berbagai unsur cerita yang membangun novel itu
(Nurgiyantoro, 1995: 11).
2. Unsur-unsur Novel
Novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang
bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-
bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain
secara erat dan saling menggantungkan. Jika novel dikatakan sebagai
sebuah totalitas, misalnya unsur kata dan bahasa merupakan salah satu
bagian dari totalitas itu, salah satu unsur pembangun cerita dan salah
satu subsistem organism. Kata inilah yang menyebabkan novel juga
sastra pada umumnya menjadi berwujud. Unsur fiksi berikut
dijelaskan menurut pandangan tradisional dan diikuti pandangan
menurut Staton (1965) dan Chapman (1960) (Nurgiyantoro, 1995: 22-
23).
a. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang
menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur
yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya
sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang
(secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar
berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel
berwujud. Sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita membaca, unsur-
19
unsur cerita inilah yang akan kita jumpai jika kita membaca sebuah
novel. Unsur yang dimaksud untuk menyebut sebagian saja,
misalnya: peristiwa, cerita, plot, penokohan tema, latar, sudut
pandang cerita, bahasa dan gaya bahasa, dan lain-lain
(Nurgiyantoro, 1995: 23).
1) Tema
Tema (theme), menurut Staton (1965: 88) dan
Kenny (1966: 20), adalah makna yang dikandung oleh
sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung
dan ditawarkan oleh cerita (novel) itu, maka masalahnya
adalah: makna khusus yang mana dapat dinyatakan sebagai
tema tersebut (Nurgiyantoro, 1995: 66).
Pengertian tema menurut Staton (1965: 21), yaitu
yang mengartikan tema sebagai makna sebuah cerita yang
secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya
dengan cara yang sederhana. Tema menurutnya kurang
lebih dapat bersinonim dengan ide utama (central idea) dan
tujuan utama (central purpose) (Nurgiyantoro, 1995: 70).
Tema dalam sebuah karya sastra, fiksi, hanyalah
merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita
yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah
kemenyeluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi tema itu
sendiri amat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Hal
20
tersebut disebabkan karena tema hanya berupa makna atau
gagasan dasar umum suatu cerita (Nurgiyantoro, 1995: 74).
Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema
sebuah novel, secara lebih khusus dan rinci, Staton (1965:
22-23) mengemukakan adanya sejumlah kriteria yang
diikuti seperti ditunjukkan sebagai berikut:
a) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya
mempertimbangkan tiap detil cerita yang menonjol.
b) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat
bertentangan dengan tiap detil cerita.
c) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak
mendasarkan diri pada bukti-bukti yang dinyatakan baik
secara langsung maupun tak langsung dalam novel yang
bersangkutan.
d) Penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan
diri pada bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau
yang disarankan pada cerita (Nurgiyantoro, 1995: 87-
88).
2) Penokohan
Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku
cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan:
“Siapakah tokoh utama novel itu?” atau “Ada berapa orang
jumlah pelaku novel itu?”, atau “Siapakah tokok protagonis
21
dan antagonis dalam novel itu?”, dan sebagainya. Watak,
perwatakan dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap
para tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk
pada kualitas pribadi seorang tokoh. Seperti yang dikatakan
Jones (1968: 33), penokohan adalah pelukisan gambaran
yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995: 165).
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat
digunakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan
dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan
perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh bisa
saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penanaman
sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-protagonis-
berkembang-tipikal. Berikut ini pmbedaan tokoh yang
dilihat dari sudut pandang tertentu:
a) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan
penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama
senangtiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat
ditemui dalam setiap halaman buku cerita yang
22
bersangkutan. Sedangkan tokoh tambahan adalah
tokoh-tokoh tambahan yang pemunculannya dalam
keseluruhan cerita lebih sedikit, tak dipentingkan,
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan
tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung
(Nurgiyantoro, 1995: 176-177).
b) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis adalah tokoh yang kita
kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut
hero. Menurut Altenbernd dan Lewis dalam
Nurgiyantoro (1995: 178) tokoh merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal
bagi kita. Tokoh protagonist menampilkan sesuatu yang
sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita,
pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh
penyebab terjadinya konflik serta ketegangan.
c) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli
adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi
tertentu, satu sifat-watak tertentu saja. Sedangkan tokoh
bulat, kompleks, berbeda halnya dengan tokoh
sederhana, adalah tokoh yang memiliki dan diungkap
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi
23
kepribadian dan jati dirinya (Nurgiyantoro, 1995: 181-
183).
d) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Tokoh statis mnurut Altenbernd dan Lewis
dalam Nurgiyantoro (1995: 188) adalah tokoh cerita
yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau
perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh jenis ini tampak
seperti kurang terlibat dan terpengaruh oleh adanya
perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena
adanya hubungan antar manusia. Di pihak lain, tokoh
berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami
perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan
dengan perkembangan maupun perubahan peristiwa
serta plot yang dikisahkan.
e) Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Tokoh tipikal menurut Altenbernd dan Lewis
dalam Nurgiyantoro (1995: 190) adalah tokoh yang
hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya
dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau
kebangsaannya. Selain itu, tokoh tipikal merupakan
penggambaran, pencerminan, atau penunjukkan
terhadap orang, sekelompok orang dan seorang
24
individu sebagai bagian dari suatu lembaga yang ada di
dunia nyata. Sedangkan tokoh netral, di pihak lain
adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu
sendiri. Ia merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup
dan bereksistensi dalam dunia fiksi.
3) Alur (Plot)
Istilah alur sama dengan istilah plot maupun struktur
cerita. Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak
sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting
di antara berbagai unsure fiksi yang lain. Tinjauan struktural
terhadap karya fiksi pun sering lebih ditekankan pada
pembicaraan plot, walau mungkin menggunakan istilah lain
(Nurgiyantoro, 1995: 110).
Aziez dan Abdul Hasim (2010: 68) mendefinisikan
alur adalah suatu urutan cerita atau peristiwa yang teratur
dan terorganisasi. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu
cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang
berbagai macam (Aminuddin, 1991: 83).
Untuk menyebut plot, secara tradisional, orang juga
sering mempergunakan istilah alur atau jalan cerita.
Sedangkan dalam teori-teori yang berkembang lebih
kemudian dikenal adanya istilah struktur naratif, susunan,
dan juga sujet.
25
Abrams (1981: 138) dalam Nurgiyantoro
menjelaskan bahwa untuk memperoleh keutuhan sebuah
plot cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah plot
haruslah berdiri dari tiga tahap awal (beginning), tahap
tengah (midle), tahap akhir (end). Ketiga tahap tersebut
penting untuk dikenali, terutama jika kita bermaksud
menelaah plot karya fiksi yang bersangkutan.
a) Tahap Awal
Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut
sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada
umumnya berisi sejumlah informasi penting yang
berkaitan dengan berbagai hak yang akan dikisahkan
pada tahap-tahap berikutnya.
b) Tahap Tengah
Tahap tengah cerita yang dapat juga disebut
sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan
dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada
tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat,
semakin menegangkan.
c) Tahap Akhir
Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga
disebut sebagai tahap pelarian, menampilkan adegan
sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini misalnya berisi
26
bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada hal
bagaimanakah akhir sebuah cerita.
Wiyanto (2012: 215-216) membagi plot atau
alur menjadi tiga:
a) Alur maju yaitu apabila peristiwa-peristiwa dalam
cerita berurutan waktu maupun berurutan kejadian.
b) Alur mundur yaitu apabila peristiwa terakhir
didahulukan kemudian bergerak ke peristiwa-
peristiwa sebelumnya.
c) Alur campuran yaitu apabila susunan peristiwanya
ada yang maju dan ada yang mundur.
4) Sudut Pandang
Sudut pandang, point of view, viewpoint, merupakan
salah satu unsur fiksi yang oleh Staton digolongkan sebagai
sarana cerita, literary device. Walau demikian, hal itu tak
berarti bahwa perannya dalam fiksi tak penting. Sudut
pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya, bentuknya,
sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap
penyajian cerita. Reaksi afektif pmbaca terhadap sebuah
karya fiksi pun dalam banyak hal akan dipengaruhi oleh
bentuk sudut pandang (Nurgiyantoro, 1995: 246).
Abrams (1981: 142) dalam Nurgiyantoro
menyebutkan pengertian sudut pandang menyaran pada cara
27
sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan
yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa
yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada
pembaca. Dengan demikian, sudut pandang pada
hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara
sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan
dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam
karya fiksi, memang milik pengarang bahkan pandangan
hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun,
kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut
pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.
Sundut pandang banyak macamnya tergantung dari
sudut mana ia dipandang dan seberapa rinci ia dibedakan.
a) Sudut Pandang Orang Pertama
(1) Sudut pandang orang pertama sentral
Tokoh sentralnya adalah pengarang yang
secara langsung terlibat di dalam cerita. Kata ganti
yang digunakannya adalah kata ganti orang pertama
(saya, aku, kita) (Wiyanto, 2012: 218).
28
(2) Sudut pandang orang pertama sebagai pembantu
Sudut pandang ini menampilkan “aku” hanya
sebagai pembantu yang mengantarkan tokoh yang
menjadi tumpuan cerita (Wiyanto, 2012: 218).
b) Sudut Pandang Orang Kedua
Dalam sudut pandang ini, penulis menempatkan
pembaca sebagai karakter utama. Penulis sebagai
narator, menjelaskan apa yang dilakukan, dirasakan,
dan dipikirkan karakter utama sekaligus pmbaca. Sudut
pandang ini menggunakan kata ganti orang kedua yaitu
kamu, kau, anda atau dikau (Sambu, 2013: 78).
c) Sudut Pandang Orang Ketiga
(1) Sudut pandang orang ketiga serba tahu
Pengarang berada di luar cerita dan menjadi
pengamat yang tahu segalanya. Kata ganti yang
digunakan adalah kata ganti orang ketiga yaitu dia,
mereka, atau menyebutkan nama pelaku (Wiyanto,
2012: 218).
(2) Sudut pandang orang ketiga terbatas
Pengarang sebagai pengamat yang terbatas
hak ceritanya. Ia hanya mencritakan apa yang
dialami oleh tokoh yang menjadi tumpuan cerita
(Wiyanto, 2012: 218).
29
5) Latar atau Setting
Abrams (1981: 175) dalam Nurgiyantoro
menjelaskan latar atau setting yang disebut juga sebagai
landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan
waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan. Selain itu, Stanton (1965) dalam
Nurgiyantoro mengelompokan latar, bersama dengan tokoh
dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang
akan dihadapi dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara
faktual jika membaca cerita fiksi.
Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan
jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realitis
kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh ada yang terjadi (Nurgiyantoro, 1995:
217).
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur
pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial.
a) Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu atau tempat yang
dijumpai dalam dunia nyata, inisial tertentu atau
30
tempat yang biasamya berupa huruf awal (kapital)
nama suatu tempat, mungkin lokasi tertentu tanpa
nama jelas yang biasanya berupa penyebutan jenis
dan sifat umum tempat-tempat tertentu (Nurgiyantoro,
1995: 227)
b) Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah
“kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah
“kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro,
1995: 230).
c) Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat
mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang
cukup kompleks. Latar sosial juga berhubungan
dengan status sosial tokoh yang bersangkutan
(Nurgiyantoro, 1995: 233-234).
31
6) Gaya Bahasa
Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan
cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan,
alat, sarana, yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang
mengandung “nilai lebih” daripada sekedar bahannya itu
sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra
(Nurgiyantoro, 1995: 272).
Sedangkan gaya bahasa adalah cara khas dalam
menyampaikan pikiran dan perasaan. Gaya bahasa dapat
menimbulkan perasaan tertentu, dapat menimbulkan reaksi
tertentu dan dapat menimbulkan tanggapan pikiran pembaca
(Wiyanto, 2012: 218).
Teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan,
yang maknanya tak menunjuk pada makna harfiah kata-kata
yang mendukungnya, melainkan pada makna yang
ditambahkan atau makna yang tersirat (Nurgiyantoro, 1995:
299). Macam-macamnya adalah sebagai berikut:
a) Simile menyaran pada adanya perbandingan yang
langsung dan eksplisit dengan menggunakan kata-kata
tugas tertentu sebagai penanda keeksplisitan seperti:
seperti, bagai, bagaikan, sebagai, laksana, mirip, dan
sebagainya.
32
b) Metafora merupakan gaya perbandingan yang bersifat
tak langsung atau implicit.
c) Personifikasi merupakan gaya bahasa yang memberi
sifat-sifat benda mati dengan sifat-sifat seperti yang
dimiliki manusia sehingga dapat bersikap dan
bertingkah laku sebagaimana halnya manusia.
d) Metonimi merupakan sesuatu yang menunjukkan
adanya pertautan atau pertalian yang dekat.
e) Sinekdoke merupakan gaya yang juga tergolong gaya
pertautan, mempergunakan sebagian untuk menyatakan
keseluruhannya atau mempergunakan keseluruhan
untuk menyatakan sebagian.
f) Hiperbola merupakan suatu cara penuturan yang
bertujuan menekankan maksud dengan melebih-
lebihkannya.
g) Paradok adalah cara penekanan penuturan yang sengaja
menampilkan unsur pertentangan di dalamnya.
Selain gaya bahasa di atas, gaya bahasa dalam
Wikipedia (2015: 1-3) juga ada:
(1) Alegori yaitu menyatakan dengan cara lain melalui
kiasan atau penggambaran.
33
(2) Sinestesia yaitu suatu ungkapan rasa dari suatu
indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra
lainnya.
(3) Litotes yaitu ungkapan berupa penurunan kualitas
suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
(4) Emumerasio yaitu ungkapan penegasan berupa
penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
(5) Satire yaitu ungkapan yang menggunakan sarkasme,
ironi, atau parody, untuk mengecam atau
menertawakan gagasan, kebiasaan.
7) Amanat
Karya sastra selain berfungsi sebagai hiburan bagi
pembacanya, juga berfungsi sebagai sarana pendidikan.
Dengan kata lain, pengarang selain ingin menghibur
pembaca (penikmat) juga ingin mengajari pembaca. Ajaran
yang disampaikan itu dinamakan amanat. Jadi, amanat
adalah unsur pendidikan, terutama pendidikan moral, yang
ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca lewat
karya sastra yang ditulisnya. Unsur pendidikan ini tentu saja
tidak disampaikan secara langsung. Pembaca karya sastra
baru dapat mengetahui unsur pendidikannya setelah
membaca seluruhnya (Wiyanto, 2012: 218-219).
34
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang
berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung
mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.
Secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur
yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun
tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur
ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita
yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel
haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Wellek
dan Warren (1956), unsur ekstrinsik yang dimaksud adalah
keadaan subjektivitas individu pngarang yang memiliki sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu akan
mempengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur
biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang
dihasilkannya (Nurgiyantoro, 1995: 23-24).
3. Tujuan Membaca Novel
Tujuan membaca novel memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
a. Menambah Wawasan
Membaca akan memberikan wawasan yang lebih luas
keberagamaannya, yang membuat belajar dalam segala hal lebih
mudah. Seseorang yang membaca buku fiksi pun akan mengerti
tentang fakta-fakta yang ada dalam berbagai disiplin keilmuan
35
seperti agama, ekonomi, sejarah, geografi, politik, dan ilmu
pengetahuan (Maslikhah, 2013: 4-5).
b. Membaca akan Memiliki Kemampuan Kebahasaan yang Lebih
Baik
Membaca buku secara tidak langsung memberikan
kesempatan kepada seseorang untuk belajar ilmu praktek
kebahasaan. Menyusuri huruf, angka, tanda baca dan diksi yang
dapat memperkaya kemahiran dalam berbahasa praktis (Maslikhah,
2013: 6).
c. Sarana Hiburan
Bagi mereka yang menikmati novel akan merasa terhibur
atas sajian keindahan yang ada pada novel. Novel dapat dijadikan
sebagai media informasi, edukasi, dakwah, dan sebagainya.
Namun, semua itu harus disajikan dengan cara yang menghibur
(Sambu, 2013: 9).
d. Pembangkit Motivasi
Buku-buku yang bermuatan motivasi akan memberikan
kontribusi dalam membangkitkan dan mengusung energi positif
dari motivasi (Maslikhah, 2013: 8).
4. Hubungan Novel dengan Karya Ilmiah
Suatu karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis
dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian
yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan
36
memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati
oleh masyarakat akademik (Maslikhah, 2013: 36-37).
Karya tulis ilmiah berasal dari kata tulis atau tulisan dan
ilmiah. Tulis atau tulisan adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan sebuah karya tulis yang disusun berdasarkan tulisan,
karangan, dan pernyataan, serta gagasan sendiri ataupun orang lain
(Maslikhah, 2013: 38). Ilmiah berarti bersifat ilmu, atau memenuhi
syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Karya ilmiah adalah suatu karya
yang memuat dan mengkaji suatu masalah tertentu dengan
menggunakan kaidah-kaidah keilmuan. Artinya, karya ilmiah
menggunakan metode ilmiah dalam merumuskan permasalahan,
membahas permasalahan, menggunakan metode sebagai alat
bedahnya, membahas hasil kajiannya, dan menyajikan kajiannya
dengan bahasa baku dan tata tulis ilmiah. Di samping itu juga
menggunakan prinsip-prinsip keilmuan yang lain seperti objektif,
logis, empiris (berdasarkan fakta), sistematis, lugas, jelas, dan
konsisten (Maslikhah, 2013: 39).
Suatu karangan yang menyajikan fakta umum, tetapi tidak
disajikan dengan metodologi penulisan karya tulis ilmiah yang benar,
maka karangan tersebut tidak dapat dikelompokan ke dalam karangan
ilmiah (Kusmana, 2010: 3). Seperti halnya dalam karya sastra yang
berarti cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat.
Sedangkan karya fiksi dapat diartikan sebagai cerita rekaan. Akan
37
tetapi, pada kenyataannya tidak semua karya yang mengandung unsur
rekaan disebut karya fiksi. Dalam penulisan ini istilah dan pengertian
fiksi sengaja dibatasi pada karya yang berbentuk prosa, prosa naratif,
atau teks naratif (narrative text). Karya fiksi, seperti halnya dalam
kesastraan Inggris dan Amerika, menunjuk pada karya yang berwujud
novel dan cerita pendek (Nurgiyantoro, 1995: 8-9).
Apakah ada hubungan antara novel dan karya ilmiah? Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karya ilmiah merupakan
karya tulis yang dihasilkan atau diteliti dari realitas kehidupan sosial
yang nyata yang dapat dibuktikan kebenarannya. Sedangkan novel
adalah karya tulis yang diambil dari cerita yang tidak benar-benar
terjadi dalam kehidupan nyata. Berupa karangan yang mengandung
nilai-nilai kehidupan yang coba digambarkan penulis melalui cerita
yang ada didalam novel. Sehingga pembaca seakan-akan dibawa
dalam alur cerita novel seperti dalam kehidupan nyata.
B. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan (tarbiyah) memiliki beberapa definisi,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Definisi dalam studi sosial kontemporer
Kata pendidikan/education dengan lafal ini terhitung
baru dalam bahasa Eropa. Karena sebelum tahun 1527 M
38
dalam kamus bahasa Prancis belum ditemukan kata tersebut.
Pada tahun 1649 M lembaga ilmiah Prancis mendefinisikan
pendidikan/education sebagai pembentukkan jiwa dan raga,
tanpa membedakan antara pengajaran dan pendidikan.
Demikianlah definisi pendidikan menurut para pakar
pendidikan Barat. Adapun para filosof Barat, mereka
memberikan definisi yang bervariasi tentang pendidikan antara
lain:
- Mereka berpendapat bahwa pendidikan adalah
pembentukkan individu melalui pembentukkan jiwanya,
yaitu dengan membangkitkan kecenderungan-
kecenderungannya yang bermacam-macam.
- Sebagian lagi berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha
untuk membuat seseorang menjadi unsur kebahagiaan bagi
dirinya dan orang lain.
- Ada lagi yang berpendapat bahwa pendidikan adalah semua
yang dilakukan oleh kita dan orang lain untuk kepentingan
kita agar mencapai karakteristik yang sempurna.
Pada masa-masa selanjutnya definisi pendidikan menurut
para filosof Barat ini mengalami perkembangan luas
(Mahmud, 2004: 22).
39
2) Definisi dalam arab dan teks-teks Islam
Kata tarbiyah „pendidikan‟ dalam bahasa Arab dan
dalam definisi Islam sudah ada sejak dulu. Kata tarbiyah
sendiri derivasi dari kata rabb dan kata tarbiyah adalah kata
bendanya. Kata yang disusun dari huruf ra‟ dan ba‟
menunjukkan tiga hal:
a) Membenahi dan merawat sesuatu
b) Menetapi sesuatu dan menempatinya
c) Menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain
Definisi yang paling akhir ini adalah definisi Ibnu Faris
yang wafat pada tahun 395 H. Definisi ini mencakup semua
definisi tarbiyah „pendidikan‟ baik yang umum maupun yang
khusus. Pendidikan adalah kebaikan, perawatan, dan
pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan
menggabungkan unsur-unsur pendidikan di dalam jiwanya,
sehingga ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna
yang sesuai dengan kemampuannya. Adapun unsur-unsur
pendidikan tersebut adalah pendidikan ruhani, pendidikan
akhlak, pendidikan akal, pendidikan jasmani, pendidikan
agama, pendidikan sosial, pendidikan politik ekonomi,
pendidikan estetika, dan pendidikan jihad (Mahmud, 2004: 22-
23).
40
Tarbiyah atau pendidikan itu, adalah suatu persoalan
yang besar manfaatnya, tinggi nilainya, agung kadarnya dan
pula tiada sesuatupun yang setaraf dengannya dalam kemuliaan
dan keutamaannya (Ghalayini, 1976: 314).
Pendapat tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah proses mempengaruhi jiwa seseorang yang
dididik agar sesuai dengan apa yang diajarkan, baik secara
ruhani, fisik dan perbuatan keseharian dalam kehidupan
bermasyarakat.
b. Pengertian Akhlak
Secara etimologis (lughatan) akhlaq (bahasa arab) adalah
bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti
menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (Pencipta), makhluq
(yang diciptakan), dan khalq (penciptaan) (Ilyas, 2007: 1).
Akhlak juga diartikan kebiasaan berkehendak. Berarti
bahwa kehendak itu bisa membiasakan sesuatu maka kebiasaannya
itu disebut akhlak. Akhlak yang baik juga termasuk dalam budi
pekerti yang baik, adapun hakikat budi pekerti itu, ialah suatu
kesediaan yang telah ada di dalam batin, telah terhujam, telah
rasikh. Hal tersebut yang kemudian menimbulkan perangai dengan
mudahnya, sehingga timbulah sifat secara otomatis tanpa berfikir
lama. Kalau kesediaan itu dapat menimbulkan perangai yang
41
terpuji, perangai yang mulia itulah yang dinamai budi pekerti yang
baik (Hamka, 1992: 4).
Secara terminologis (ishthilahabn) ada beberapa definisi
tentang akhlak, diantaranya:
1) Menurut Imam Abu Hamid al-Ghazali
Kata al-khalq „fisik‟ dan al-khuluq „akhlak‟ adalah dua
kata yang sering dipakai bersamaan. Maksut dari kata al-khalq
adalah bentuk lahirnya, sedangkan al-khuluq adalah bentuk
batinnya (Mahmud, 2004: 28).
Al-Ghazali dalam Ilyas (2007: 1) mendefinisikan
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2) Menurut Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani
Al-Jurjani dalam Mahmud (2004: 32), yang terdapat
dalam bukunya at-Ta‟rifat sebagai berikut:
Akhlak adalah istilah bagi sesuatu yang tertanam kuat
dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan
mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Jika dari
sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut
akal dan syariat, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan
dengan akhlak yang baik. Sedangkan jika darinya terlahir
42
perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan
akhlak buruk.
3) Menurut Ibrahim Anis dalam Ilyas (2007: 2)
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk,
tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
4) Menurut Ahmad bin Mushthafa
Ahmad bin Mushthafa (Thasy Kubra Zaadah) dalam
Mahmud (2004: 33), ia adalah seorang ulama ensiklopedia
mendefinikan akhlak sebagai berikut:
Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-
jenis keutamaan. Keutamaan itu adalah terwujudnya
keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu: kekuatan berfikir,
kekuatan marah, kekuatan syahwat.
5) Ibnu Maskawih dalam Mansur (2007: 221)
Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
melalui pertimbangan pikiran lebih dulu.
Dari pendapat para tokoh di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang sudah
tertanam di dalam jiwa. Jiwa tersebut mendorong seseorang
melakukan suatu berbuatan tanpa melalui pemikiran yang
panjang. Sehingga jika tindakan atau perbuatan baik yang
43
dilakukan maka disebut dengan akhlak baik dan jika perbuatan
buruk yang dilakukan maka disebut akhlak buruk.
c. Pengertian Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai proses
internalisasi nilai-nilai akhlak mulia ke dalam pola pikir
(mindset), ucapan dan perbuatannya, serta dalam interaksinya
dengan Tuhan, manusia (dengan berbagai strata sosial, fungsi,
dan perannya) serta lingkungan alam jagat raya. Pendidikan
akhlak dalam Islam bukan sekadar objek kajian yang jauh dari
realitas. Akan tetapi, akhlak Islam ini dapat diaplikasikan dan
dapat ditiru oleh setiap manusia. Sehingga jika setiap individu
konsisten dengannya maka akan tercipta keamanan dan
ketentraman dalam masyarakat (Mahmud, 2004: 141).
Sedangkan pendidikan akhlak dari definisi pendidikan
dan akhlak di atas, juga dapat peneliti simpulkan bahwa
pendidikan akhlak adalah satu usaha sadar yang dilakukan oleh
manusia sebagai pembinaan dan penanaman perbuatan baik.
Berkembang terarah sesuai dengan perbuatannya.
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar
manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang
lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah Swt. Akhlak mulia
44
merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak Islam (Mahmud,
2004: 159).
Pendidikan akhlak juga mempunyai tujuan-tujuan lain
(Mahmud, 2004: 160) di antaranya:
a. Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu
beramal saleh;
b. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani
kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam; melaksanakan apa yang
diperintahkan agama dan meninggalkan apa yang diharamkan;
menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala
sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan mungkar;
c. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi
secara baik dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun
nonmuslim;
d. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau
mengajak orang lain ke jalan Allah Swt, melaksanakan amar
ma‟ruf nahi munkar dan berjuang fii sabilillah demi tegaknya
agama Islam;
e. Mempersiapkan insan beriman dan saleh, yang mau merasa bangga
dengan persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan
hak-hak persaudaraan tersebut, mencintai dan membenci karena
Allah, dan sedikit pun tidak kecut oleh celaan orang hasad selama
dia berada di jalan yang benar;
45
f. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia
adalah bagian dari seluruh umat Islam yang berasal dari berbagai
daerah, suku, dan bahasa. Atau insane yang siap melaksanakan
kewajiban yang harus ia penuhi demi seluruh umat Islam selama
dia mampu;
g. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga
dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat
tenaga demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi. Atau insan
yang rela mengorbankan harta, kedudukan, waktu, dan jiwanya
demi tegaknya syariat Allah Swt.
Tujuan pendidikan akhlak di atas, dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan adalah mempersiapkan generasi penerus yang
beriman dan beramal saleh, Mempertahankan fitrah manusia
sebagai hamba Allah Swt, serta untuk memperoleh kebahagiaan
dan keharmonisan dalam menjalani kehidupan baik di dunia
maupun di akhirat.
3. Ruang Lingkup pendidikan Akhlak
a. Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah ialah akhlak yang baik, yang berupa
semua akhlak yang baik-baik yang harus dianut dan dimiliki oleh
tiap orang, yang termasuk dalam akhlak mahmudah adalah
mengendalikan nafsu, benar atau jujur, ikhlas, qona‟ah dan malu
46
(Tatapangarsa, 1991: 147). Akhlak mahmudah atau akhlak yang
terpuji ada beberapa macam, diantaranya:
1) Akhlak terhadap Allah Swt.
Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah
akidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, karena
akhlak tersarikan dari akidah dan pancaran darinya. Oleh
karena itu, jika seseorang berakidah dengan benar, niscaya
akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula
sebaliknya, jika akidahnya salah dan melenceng maka
akhlaknya pun akan tidak benar (Mahmud, 2004: 84).
Pada dasarnya, akhlak manusia kepada Tuhan itu ialah
bahwa hendaknya manusia itu (Tatapangarsa, 1991: 20):
a) Beriman kepada Allah Swt ialah mengakui, mempercayai
atau menyakini bahwa Allah Swt itu ada, dan bersifat
dengan segala sifat yang baik dan maha suci dari segala
sifat yang buruk.
b) Beribadah atau mengabdi kepada-Nya dengan tulus ikhlas
dalam kehidupan sehari-hari, yang realisasinya berupa:
diamalkannya segala perintah Allah Swt dan dijauhinya
segala larangan.
Di antara akhlak mahmudah kepada Allah Swt
adalah taqwa, cinta dan ridha, ikhlas, khauf dan raja‟,
tawakkal, syukur, muraqabah, dan taubat.
47
a. Takwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah Swt
dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya (Ilyas, 2007: 17).
b. Cinta dan ridha adalah menempatkan Allah Swt pada posisi
kecintaan kita yang paling tinggi. Dengan cinta kita
mengharap ridha-Nya, dan dengan ridha kita mengharap
cinta-Nya (Ilyas, 2007: 28).
c. Ikhlas adalah beramal atau melakukan sesuatu semata-mata
mengaharapkan ridha Allah Swt (Ilyas, 2007: 29).
d. Khauf (takut) dan raja‟ (harap) adalah sepasang sikap batin
yang harus dimiliki secara seimbang oleh setiap muslim.
Khauf adalah kegalauan hati membayangkan sesuatu yang
tidak disukai yang akan menimpannya, atau
membayangkan hilangnya sesuatu yang disukai. Dan raja‟
adalah memautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada
masa yang akan dating (Ilyas, 2007: 37-39).
e. Tawakkal adalah membebaskan hati dari segala
ketergantungan kepada selain Allah Swt dan menyerahkan
keputusan segala sesuatunya kepada-Nya (Ilyas, 2007: 44).
f. Syukur berkaitan dengan hati, lisan, dan anggota badan.
Syukur adalah memuji si pemberi nikmat atas kebaikan
yang telah dilakukan (Ilyas, 2007: 50).
48
g. Muraqabah adalah kesadaran seorang muslim bahwa dia
selalu berada dalam pengawasan Allah Swt (Ilyas, 2007:
54).
h. Taubat adalah orang yang kembali dari sesuatu menuju
sesuatu, kembali dari sifat-sifat yang tercela menuju sifat-
sifat yang terpuji (Ilyas, 2007: 57).
2) Akhlak terhadap Rasulullah Saw
Beriman kepada Rasulullah Saw termasuk dalam rukun
iman yang kedua, setelah beriman kepada Allah Swt. Nabi
Muhammad adalah Nabi dan Rasul terakhir, tidak ada lagi nabi
sesudah beliau. Bagi orang yang beragama Islam, iman kepada
Nabi Muhammad saw. adalah modal utama di samping iman
kepada Allah, sebab kedua hal ini yang disebutkan dalam dua
kalimah syahadat Islam yang merupakan pintu gerbang masuk
agama Islam (Tatapangarsa, 1991: 85).
Di antara akhlak mahmudah kepada Rasulullah Saw
adalah mencintai dan memuliakan Rasul, mengikuti dan
menaati Rasul, dan mengucapkan shalawat serta salam.
3) Akhlak terhadap Kedua Orang Tua
Kedua orang tua menduduki tempat kedua sesudah
Tuhan dan Rasul- Nya, karena itu dari kalangan manusia di
muka bumi ini, tidak ada yang dapat menyamai kedudukan ibu
49
dan bapak yang sangat terhormat apalagi mengalahkannya
(Tatapangarsa, 1991: 95).
Akhlak terhadap kedua orang tua, antara lain: Birrul
Walidain, berbuat baik kepada ibu dan bapak yang telah
meninggal dunia, menghormati dan memuliakan kedua orang
tua dan membantu mereka secara fisik maupun materiil.
4) Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan
menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri
sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu
sebagai ciptaan dan amanah Allah Swt yang harus
dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya (Umiarso dan
haris, 2010: 112).
Akhlak terhadap diri sendiri antara lain: shidiq (benar
atau jujur), amanah (dipercaya), istiqomah (tegak lurus), iffah
(menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik), mujahadah
(mencurahkan segala kemampuan), syaja‟ah (berani),
tawadhu‟ (rendah hati), malu, sabar dan pemaaf.
5) Akhlak Bermasyarakat
Akhlak bermasyarakat antara lain: bertamu dan
menerima tamu, hubungan baik dengan tetangga, hubungan
baik dengan masyarakat, ukhuwah islamiyah, tolong
menolong, gotong royong.
50
6) Akhlak Bernegara
Akhlak bernegara antara lain: bermusyawarah,
menegakkan keadilan, amar ma‟ruf nahi munkar, hubungan
pemimpin dan yang dipimpin, memelihara kekayaan alam
semesta.
b. Akhlak Mazmumah
Akhlak mazmumah adalah akhlak yang tercela, akhlak yang
buruk yang harus dihindari dan dijauhi oleh setiap orang
(Tatapangarsa, 1991: 157). Akhlak mazmumah adalah semua sikap
kebalikan dari akhlak mahmudah.
1) Akhlak Mazmumah terhadap Allah Swt, diantaranya: tidak
mematuhi perintah Allah, menyekutukan Allah, tidak beriman
terhadap Allah dan semua akhlak buruk yang tidak menyakini
akan adanya Allah Swt.
2) Akhlak Mazmumah terhadap Rasulullah Saw, diantaranya:
tidak beriman terhadap Rasulullah, tidak mengikuti teladan
beliau dan semua akhlak buruk yang dilakukan untuk tidak
mempercayai beliau sebagai nabi dan rasul Allah.
3) Akhlak Mazmumah terhadap Diri Sendiri, diantaranya: tidak
menjaga dirinya sendiri, merugikan diri sendiri, berbuat egois,
dengki, dusta, khianat, pesimis dan zalim terhadap dirinya
sendiri.
51
4) Akhlak Mazmumah terhadap Orang Tua, diantaranya: tidak
mendengarkan perintah orang tua, aniaya, tidak berbakti
kepada kedua orang tua dan semua tindakan buruk yang dapat
menyakiti kedua orang tua.
5) Akhlak Mazmumah Bermasyarakat, diantaranya: tidak
berhubungan baik dengan tetangga, tidak menegakkan serta
tidak membina ukhuwah islamiyah, dan semua yang
seharusnya dilakukan tetapi tidak dilakukan dalam lingkungan
masyarakat.
6) Akhlak Mazmumah Bernegara, diantaranya: tidak berbuat adil,
dzalim, tidak menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar, dan
semua perbuatan buruk yang seharusnya dilakukan dalam
bernegara tetapi tidak dilakukan.
52
BAB III
BIOGRAFI
C. Biografi Pengarang
Nama “Vanny Crisma W.” merupakan nama pena dari penulis
ternama di Indonesia. Nama sebenarnya adalah Fani Krismawati.
Meskipun Vanny Crisma W adalah penulis yang telah mencetuskan karya-
karya best seller. Akan tetapi sangat sulit sekali mencari biodata dan atau
biografi di setiap karyanya. Ia hanya mencantumkan biodata singkat dalam
setiap karyanya. Vanny sepertinya memang tidak ingin mempublikasikan
secara umum tentang kehidupan pribadinya. Hanya terus berusaha
mencetuskan hasil karya yang terbaik.
Biodata atau biografi Vanny Crisma W dari berbagai sumber di
Novel dan di internet baik di blog atau fanpage Vanny Crisma W. Fani
krismawati adalah nama asli dari Vanny Crisma W Ia adalah seorang
penulis novel berbahasa Indonesia. Lahir pada tanggal 4 desember 1983.
Vanny lahir dan tumbuh di Sidoarjo Jawa Timur. Vanny telah mempunyai
seorang suami yang dalam novelnya disebutkan ucapan terimakasih
kepada suaminya. Meskipun sudah bersuami, tidak menghalangi Vanny
untuk menciptakan karya-karyanya yang sangat luar biasa dan bahkan
sebagian besar karyanya menjadi best seller. Vanny pernah bersekolah di
STIE Perbanas Surabaya.
53
Ciri khas penulis bernama asli Fani krismawati ini adalah
menyajikan gambaran cerita yang ada di dalam novel seperti nyata. Ia pun
mengangkat hal-hal yang sederhana tapi menggugah hati pembaca
novelnya. Banyak makna yang tersirat dalam karya sastranya, namun jelas
pemaparannya.
Di antara novel-novel karya Fani Krismawati adalah sebagai
berikut:
1. Deja Vu (Sheila);
2. Wo Ai Ni Allah (Diva Press, 2008);
3. Madah Cinta Shalihah (Diva Press, 2008);
4. Hati Jasmine (Diva Press, 2008);
5. Maimunah (Diva Press, 2008);
6. Cantik (Diva Press, 2008);
7. Menjadi Tua dan Tersisih (Diva Press, 2008);
8. Mendengarkan Suara Hati (Gara Ilmu, 2010);
9. Serrafona (Buku Biru, 2010);
10. Cerita Sebuah Pensil (Laksana, 2010);
11. Kisah Keluarga Tikus (Buku Biru, 2010);
12. Surat dari Sang Maha Pencipta (Flash Books, 2010);
13. Mr. Alasan (Flash Books, 2011);
14. Perempuan, Hallerina (Laksana, 2011);
15. Perjalanan 1000 Mil Pertama (Buku Biru, 2011);
54
16. Bumi Mekkah : Wanita Agung itu Bernama Khatidjah (Sabil,
2011);
17. Mimpi Jameelah (Flash Books: 2011).
D. Biografi Novel
1. Tema
Tema yang diambil dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza
karya Vanny yaitu kisah seorang gadis kecil yang menjadi korban
agresi militer Israel yang pada akhirnya hidup seorang diri dengan
selalu berpegang teguh dengan selalu mengemban amanah kedua
orangtuanya. Penulis novel ini berhasil menggambarkan kehidupan
warga Palestina dan berhasil menggabungkan antara sejarah, fakta
bahkan pengorbanan dalam sebuah tekad berjuang.
2. Penokohan
Tokoh-tokoh dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza adalah
Palestine, Yahded Haidar, Yanaan, Adeeba, Sarah Hanabi, Dalaj,
Faheemah, Iffat, Nenek Hajna, Hebrew, Abigail, Ammar Hasyim,
Latief, dan Fasakh.
a) Palestine (Tokoh Utama)
Palastine merupakan tokoh utama dan tokoh
protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza.
Palestine adalah tokoh utama yang pemberani dan
bertanggung jawab, konsisten serta kuat dan gigih. Selain
itu ia juga seorang gadis yang tidak pantang menyerah dan
55
penghafal Al-Qur‟an. Perjuangan untuk bertemu dengan
ayahnya selalu dihadapinnya dengan kuat dan tidak
meninggalkan apa yang menjadi ajaran agamanya.
“Ini nama pemberian ayahku, aku tidak mau
menggantinya. Walau harus mati, aku harus tetap
memakai nama Palestine. Agar sewaktu-waktu
ayahku bisa menemukan jasad dan makamku. Aku
tidak takut dilukai, apa pun itu!” (Chrisma, 2011:
31).
“Tidak Palestine tidak akan pernah menjadi
seorang pengecut. Intifadah adalah reaksi atas
keputusasaan, kekecewaan, dan kelemahan. Juga
kekredilan dari bangsa-bangsa arab dalam
menghadapi Israel. Intifadah adalah reaksi atas
kegagalan langkah-langkah yang dilakukan oleh
Hamas dalam membebaskan negeri mereka.
Begitu, bukan?” (Chrisma, 2011: 307).
“Untuk apa aku harus bersedih seperti kamu dan
mereka, jika aku sendiri pun tidak tahu apakah
setelah menit ini dan esok masih hidup” (Chrisma,
2011: 22).
Yanaan terkagum-kagum mendengar seorang gadis
kecil yang bisa menghafalkan surat al-Maa‟idah
dengan sangat lancar. “Ternyata, kau adalah
seseorang yang sudah pandai menghafal Qur‟an,”
pujinya pada Palestine (Chrisma, 2011: 46).
Tak lama kemudian, Palestine membaca sebuah
ayat suci al-Qur‟an yang selalu ia hafalkan dikala
tengah berada dalam kesempitan (Chrisma, 2011:
231).
Shalat Tahajjud daan sunnah lainnya tak akan
pernah lupa, walau ia masih merasa sedikit sakit
ketika bersujud terlalu lama karena dadanya yang
baru saja tertembus peluru itu rupanya belum
sembuh total dan menyisakan ngilu-ngilu jika ia
tengah merasa kedinginan (Chrisma, 2011: 366).
56
b) Yahded Haidar (Tokoh Utama)
Yahded Haidar juga merupaka tokoh utama dan
tokoh protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza.
Yahded adalah ayah dari Palestine yang berjuang menjadi
tentara Hamas demi untuk memenuhi amanah ibunya,
serta tekad berjihad demi membela negaranya. Yahded
adalah seorang yang memiliki sifat penyayang dan
penolong.
Tubuh Yahded tiba-tiba gemetar setelah
mendengar kabar buruk itu. Dunianya seakan-akan
hancur, tetapi ia harus mengingat konsekuensi
yang kuat dimana sebelum ia meninggalkan
mereka, mendapat kabar seburuk apa pun,
mentalnya tak boleh melemah atau bahkan menciut
(Chrisma, 2011: 62).
Di depan cermin, sosok lelaki itu berdiri tegap.
Memandangi seraut wajah dan jenggot tipis yang
memenuhi dagu panjangnya. Rambutnya yang
tipis, bahkan terlihat amat jarang, ditutupinya
dengan sebuah topi. Dadanya sedikit ditegapkan
untuk menampakkan kewibawaannya dan
kehebabatannya seperti para muslim yang berjuang
di medan perang. Diperbolehkan untuk
membusungkan dadanya sekadar untuk menakut-
nakuti lawan agar dianggap jauh lebih kuat
sehingga musuh takut dan kalah (Chrisma, 2011:
69).
“Aliyah, kami akan berusaha untuk mencari
ayahmu dan membebaskannya dari tahanan Israel,
tetapi kamu harus bisa bersabar karena untuk
membebaskan tahanan itu bukanlah hal yang
mudah” (Chrisma, 2011: 126).
“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih
dicintai Allah, daripada orang mukmin yang
lemah” (Chrisma, 2011: 132).
57
“Aku harus menemui putriku. Dia putriku,
Palestine. Izinkan aku masuk ke dalam!” (Chrisma,
2011: 174).
c) Yanaan (Tokoh Tambahan)
Yanaan merupakan tokoh tambahan dan tokoh
protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Yanaan
adalah pemuda yang ikut membantu mengurus anak-anak
yang berada di kamp pengungsian. Yanaan adalah pemuda
yang memiliki sifat baik hati, perhatian dan penolong.
Selain itu, ia adalah seorang penghafal al-Qur‟an dan
selalu mengingat segala sesuatu terjadi atas kehendak
Allah Swt saja.
“Bawalah itu dan simpanlah selalu disakumu untuk
keselamatanmu” (Chrisma, 2011: 32).
Ia menyodorkan tangannya untuk diajak
bersalaman. “Semoga kita bisa berkawan baik”
(Chrisma, 2011: 47).
“Dia bukan Allah, dia hanya anak kecil Palestine”
(Chrisma, 2011: 80).
Yanaan terus berkata padanya, “Palestine,
bertahanlah. Palestine, katakan siapa ayahmu
sebenarnya agar aku bisa mencarinya untukmu. Apa
benar namanya Yahded Haidar? Apa dia termasuk
seorang Hamas? Palestine, kau jangan mati dulu,
kau harus mengatakannya padaku!” (Chrisma, 2011:
122).
Yanaan menatap ke atas langit sambil membaca
sebuah ayat al-Qur‟an yang selalu ia hafalkan sejak
masih kecil (Chrisma, 2011: 166).
58
“Bagaimana cara agar aku bisa menghapus air
matamu, Palestine? Ayolah, kau harus kuat dan
bangun. Lihat Adeeba, dia ditinggal mati seluruh
keluarganya, tapi tetap tegar. Kau harus ikut
denganku, Palestine!” ujar Yanaan menekankan
suaranya ketika melihat gadis itu terus bediam
seperti patung (Chrisma, 2011: 187).
“Ingat, kau jangan pergi ke sana lagi. Jangan ke
mana-mana, Palestine,” tekannya kuat sebelum
pemuda itu beranjak pergi meninggalkan Palestine
sendirian di sana (Chrisma, 2011: 212).
“Palestine, kau di mana? Apa kau baik-baik saja?”
gumamnya pelan, kemudian tanpa sadar menangis
sesenggukan karena mencemaskan kondisi gadis itu.
Gadis sebatang kara (Chrisma, 2011: 292).
d) Adeeba (Tokoh Tambahan)
Adeeba merupakan tokoh tambahan dan tokoh
protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Adeeba
mempunyai anugrah indra ke enam. Sehingga ia bisa
mengetahui kejadian yang akan terjadi dan yang akan
menimpa orang-orang di sekelilingnya.
Palestine membaca buku yang diberikan untuknya,
dari Adeeba. Di dalam buku itu tertulis tanggal,
tempat kejadian, juga apa yang akan terjadi
(Chrisma, 2011: 73-74).
24 Desember 2008: Para pejuang Palestina di
Gaza menembakkan roket ke Israel.
27 Desember 2008: Israel melancarkan serangan
udara ke Gaza untuk menjawab serangan roket
dan mortir Hamas, menewaskan setidaknya 229
warga Paletina.
28 Desember 2008: Serangan udara Israel
mengenai Universitas Islam dan membidik
terowongan penyelundupan Jalur Gaza yang
menghubungkan Gaza ke dunia luar.
59
29 Desember 2008: Israel membom Kementrian
Dalam Negeri Palestina yang dikuasai Hamas dan
mengumumkan wilayah-wilayah seputar Jalur
Gaza sebagai zona militer tertutup. Saat yang
sama, para pejuang Palestina menembakkan roket-
roketnya makin dalam ke wilayah utara Israel.
31 Desember 2008: Dewan keamamnan PBB
menggelar sidang daruraat di mana usul genjatan
senjata Arab diabaikan tanpa pemungutan suara.
1 Januari 2009: Israel membunuh Nizar Rayyan,
pemimpin garis keras Hamas, lewat serangan
udara ke sebuah rumah di Jalur Gaza.
2 Januari 2009: Para pejabat Palestina
mengatakan Mesir mulai mengadakan
pembicaraan-pembicaraan lebih luas dengan
Hamas untuk menghentikan pertumpahan darah.
3 Januari 2009: Israel melancarkan ofensif darat
ke Jalur Gaza dengan mengirim tank-tank dan
infentari untuk berperang dengan Hamas.
Gadis kecil itu, Adeeba, menatap tajam wajah
Palestine dan berkata: “Apa kau percaya padaku,
kalau sebentar lagi sekolah PBB ini akan hancur?”
(Chrisma, 2011: 77).
“Akan ada seorang balita yang mati ditembak lalu
dimakan anjing. Tentara-tentara Israel itu tak
habis-habisnya menyakiti kita. Kau harus hati-hati,
kak” (Chrisma, 2011: 136).
e) Sarah Hanabi (Tokoh Tambahan)
Sarah Hanabi merupakan tokoh tambahan dan
protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Sarah
merupakan adik dari Yahded Haidar. Sarah juga
merupakan tante dari Palestine. Sarah di tangkap oleh
tentara Israel selama beberapa tahun, ia dilecehkan dan
diperlakukan tidak wajar. Tetapi sarah merupakan
sseorang perempuan yang memiliki sifat pemberani.
60
“Kau, laknat kau, orang Yahudi bangsat!”
(Chrisma, 2011: 154).
“Tidak, lebih baik kalian membunuhku daripada
aku harus menelanjangi diriku sendiri di depan
orang Yahudi terlaknat!” (Chrisma, 2011: 154).
f) Dalaj (Tokoh Tambahan)
Dalaj merupakan tokoh tambahan dan tokoh
protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Dalaj
merupakan teman Yahded Haidar dalam tahanan tentara
Israel. Namun, Dalaj hanya seorang warga sipil dan
Yahded adalah seorang tentara Hamas. Dalaj adalah
seorang yang memiliki sifat menjaga amanah dan berani.
Dalaj mendapat amanah memberikan surat kepada tahanan
Hamas, Yahded, dan berani meminta tolong seorang sipir
dengan memberinya uang untuk mengantarkan surat
tersebut.
“Tolong kau berikan surat ini pada tahanan Hamas
yang terasing di sana, Yahded. Tadi, putrinya
datang kemari memintaku untuk memberikan surat
ini pada ayahnya” (Chrisma, 2011: 47).
Dalaj menitipkan dua surat wasiat itu pada salah
seorang relawan yang hendak pergi ke Gaza
(Chrisma, 2011: 330).
g) Faheemah (Tokoh Tambahan)
Faheemah merupakan tokoh tambahan dan tokoh
antagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza.
Faheemah merupakan istri Dalaj yang juga menjadi
61
tahanan tentara Israel karena dicurigai sebagai
pemberontak. Faheemah mempunyai seorang anak yanng
ia titipkan pada ibunya. Faheemah adalah warga sipil biasa
yang setelah beberapa tahun dipenjara, akan segera
dibebaskan. Awalnya ia mempunyai sifat yang baik.
Namun, karena setelah pembebasannya, suaminya tidak
ikut dibebaskan hanya karena surat yang dititipkan
Palestine pada suaminya yang diketahui oleh tentara
Israel. Faheemah pun menjadi sangat pemarah dan
menjadi agresif.
“Dasar kau gadis bodoh! Gara-gara kau, suamiku
ditahan lagi sampai setahun, hanya karena
menyerahkan surat itu pada ayahmu! Tahu kamu?
Anak jalang! Pergi kau dari kehidupan kami, dan
jangan pernah menemui Iffat lagi atau Nenek
Hajna di sini. Pergi kau dari kehidupan kami! Anak
pembawa sial!” didorongnya tubuh gadis kecil itu
sampai terjatuh. Melihat tindakan agresif ibunya,
Iffat berteriak dan menangis histeris (Chrisma,
2011: 283).
“Tidak, ibu. Karena dialah suamiku tidak bisa
keluar! Dia ini pembawa malapetaka! Aku tidak
mau melihat gadis itu ada di hadapanku atau
kalian!” (Chrisma, 2011: 284).
h) Iffat (Tokoh Tambahan)
Iffat merupakan tokoh tambahan dan tokoh
protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Iffat
merupakan anak dari Dalaj dan Faheemah. Iffat adalah
gadis cacat yang kini duduk di atas kursi roda. Usianya
62
baru menginjak sembilan bulan tahun. Wajahnya cantik,
tapi sayang kaikinya lumpuh, diamputasi karena terkena
reruntuhan bangunan yang tepat mengenai kedua kakinya.
Kakinya terpasksa dipotong untuk membuatnya tetap
selamat dan bertahan hidup. Kecacatan yanng dialami Iffat
sama sekali tak membuatnya kehilangan keceriaannya. Ia
tetap dapat bermain, tersenyum, dan tertawa. Apalagi
semenjak kedatangan Palestine yang dibawa oleh
neneknya, Hajna (Chrisma, 2011: 259).
i) Nenek Hajna (Tokoh Tambahan)
Nenek Hajna adalah tokoh tambahan dan tokoh
protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Nenek
Hajna merupakan ibu dari Faheemah dan ibu mertua Dalaj
serta nenek dari Iffat. Nenek Hajna mempunyai sifat baik
dan penolong. Nenek Hajna menemukan Palestine dalam
keadaan yang memprihatinkan. Sehingga dibawanya
Palestine untuk ikut bersamanya dan membantunya untuk
bertemu dengan ayahnya.
“Ssst, di sini kau harus lebih berhati-hati dalam
berbicara. Jika tidak, mereka tak segan-segan
membunuhmu dan membunuhku” (Chrisma, 2011:
246).
“Apa kau sudah makan? Kau menginap di
rumahku saja. Di sana, aku tinggal bersama dengan
cucuku yang masih kecil. Dia seumuranmu, tapi
cacat dan duduk di atas kursi roda. Jika kau mau,
temanilah dia dan aku akan membantumu agar kau
63
bisa bertemu kembali dengan ayahmu di sini,”
tawarnya pada gadis itu (Chrisma, 2011: 247-248).
“Anak-anakku, kalian aku harap dapat menolong
gadis kecil ini, Palestine. Dia telah kurawat
beberapa bulan lamanya. Aku menemukannya
sendirian di jalan seperti anak kehilangan ibunnya.
Dia menangis. Lalu, aku membawanya ke rumah”
(Chrisma, 2011: 269).
j) Hebrew (Tokoh Tambahan)
Hebrew merupakan tokoh tambahan dan tokoh
antagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Hebrew
merupakan pemuda Israel yang memiliki sifat yang tidak
terpuji dan tidak berperikemanusiaan. Hebrew pernah
menembak Palestine karena Palestine dan teman-
temannya melakukan intifadhah. Hebrew merupakan
tentara muda Israel yang memiliki sifat tidak mudah
percaya dan kejam.
“Hati-hati Abigail, jangan-jangan kalung itu ada
bomnya,” seru Hebrew memeperingatkam Abigail
agar tetap waspada menghadapi anak-anak
Palestina (Chrisma, 2011: 115).
“Palestine, rasakan ini !!!” teriak Hebrew akhirnya
menarik pelatuknya. Teriakan Hebrew
mengejutkan Abigail. Ia menoleh ke arah Palestine
dan melihat peluru itu benar-benar terlepas. Peluru
itu meluncur menembus dada seorang gadis kecil,
dia adalah Palestine (Chrisma, 2011: 118).
“Menyingkir dari kami, atau kalian akan ku tembak
sekali lagi!!!” teriak Hebrew menguasai pimpinan
dan arahan (Chrisma, 2011: 121).
64
k) Abigail (Tokoh Tambahan)
Abigail merupakan tokoh tambahan dan tokoh
protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Abigail
adalah tentara Israel yang hanya berniat membalaskan
dendam atas kematian ayahnya yang meninggal akibat
serangan dari tentara Hamas. Meski menjadi tentara Israel,
Abigail mempunyai sifat yang jauh berbeda. Hal tersebut
disadari oleh Abigail sendiri, karena ada keturunan
muslim yang mengalir didarahnya dari kakeknya. Abigail
adalah wanita yang cantik dan baik hati serta memiliki
sifat peduli.
“Kalau kau mau ikut bersamaku, kau akan
kuselamatkan dari mereka, Palestine. Kau mau?”
(Chrisma, 2011: 115).
Abigail kembali membungkukkan punggungnya
walau dengan menampilkan seraut wajah yang
muram. “Dengar, Palestine, yang harus kau tahu
adalah bahwa ini kesalahan dari Hamas yang
terlebih dahulu melakukan serangan Desember lalu
ke Israel dan menimbulkan banyak korban. Lalu,
kamu berniat untuk membalasnya. Mengenai
kematian ibumu, aku turut berduka. Tapi, aku
berjanji akan melindungimu kalau tentara-tentara
lain hendak mengganggummu, Palestine. Kau
gadis yang cantik, semoga kau tidak menjadi salah
satu dari Hamas, kelak jika sudah
dewasa”(Chrisma, 2011: 116).
“Aku, aku ingin menjadi tentara… karena ingin
membela bangsaku” (Chrisma, 2011: 117).
“Hai, bagaimana keadaan dia, Palestine? Apa dia
baik-baik saja?” tanya Abigail berbisik (Chrisma,
2011: 169).
65
Abigail memiliki sebuah kotak musik kuno
peninggalan kakeknya yang ia simpan di dalam
tempat rahasianya. Karena kekeknya seorang
muslim pula, sengaja ia berikan benda itu untuk
Palestine. Sebuah lagu tentang bahagia meraih Idul
Fitri di malam akhir bulan Ramadhan (Chrisma,
2011: 172).
l) Ammar Hasyim (Tokoh Tambahan)
Ammar Hasyim adalah tokoh tambahan dan tokoh
protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Ammar
adalah teman dari Yahded Haidar yang juga menjadi
seorang Hamas. Ammar adalah seorang pemimpin
pasukan yang mempunyai tekad dan kemauan yang kuat
untuk berjuang.
“Yahded, seorang Hamas tidak boleh takut pada
apapun. Perhatikan cara memasang roket,
menyalakan api di sumbu, dan mengarahkan roket
itu, jangan sampai salah target” (Chrisma, 2011:
108).
“Yahded, sampai kapan kau bersikap lemah seperti
ini? Simpan foto itu kembali ke dalam saku dan
lanjutkan latihan berperang karena sebentar lagi
mungkin Israel akan menggencarkan serangannya.
Tidak ada waktu untuk itu, selamatkan dirimu dan
bangsa ini, lalu keluargamu. Aku akan meminta
seorang petugas mengawasi kondisi keluargamu di
Gaza. Sekarang, lanjutkan tugasmu sebagai
seorang Hamas. Allahu akbar, Yahded, kau harus
maju!!!” (Chrisma, 2011: 110).
m) Latief (Tokoh Tambahan)
Latief adalah tokoh tambahan dan tokoh protagonis
dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Latief merupakan
66
teman Yahded Haidar yang juga seorang Hamas. Latief
mempunyai sifat tegas dan tawwakal. Ia selalu
menguatkan temannya Yahded saat merasa putus asa.
“Mari kita pergi. Kita harus cepat sampai di Gaza
untuk melihat putrimu, Palestine. Ku dengar dia
selamat” (Chrisma, 2011: 126).
“Demi Allah, akku baru mendengarnya dari berita
dan laporan ketua kita. Kau tenang saja, Yahded.
Allah selslu menyertai hamba-Nya yang baik dan
selalu di jalan-Nya” (Chrisma, 2011: 127).
n) Fasakh (Tokoh Tambahan)
Fasakh merupakan tokoh tambahan dan tokoh
protagonis dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Fasakh
adalah teman dari Yanaan yang menjadi ketua dalam
memimpin anak-anak pengungsian yang terselamatkan.
Fasakh mempunyai sifat tawakal dan selalu berusaha serta
berdoa.
“Terlalu sulit untuk membawanya pulang kemari,
jika benar dia telah diculik. Mungkin aku bisa
melaporkan ini pada ketua Hamas agar bisa
ditindaklanjuti. Anak-anak Palastina yang
dipenjara sangat banyak. Apakah Palestine dapat
dibebaskan, kita terus berusaha dan berdoa pada
Allah agar diberi jalan,” ungkap Fasakh sebelum
mengakhiri perbincangan dan membubarkan rapat
(Chrisma, 2011: 252).
“Iya, tapi dia tetap selamat. Allah melindungi
anak-anak seperti mereka, calon penerus generasi
Palestina. Tidak boleh sampai mati semudah itu”
(Chrisma, 2011: 313).
67
3. Alur
Alur dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza ini mempunyai dua
alur yaitu:
a) Alur mundur
Pada bagian atau bab keempat, diceritakan nasip
Palestine yang sedang ada di kamp pengungsian Jabaliyah
tercatat 3 januari 2009, sedangkan pada bagian ke enam,
mengulang tanggal 27 desember 2008 dengan
menceritakan dan menggambarkan sosok ayah Palestine,
Yahded Haidar yang ada di perbatasan kafah (Chrisma,
2011: 47 dan 59).
b) Alur maju
Pada bagian ke 48, diceritakan nasib Palestine
yang berada di kamp pengungsian al-Ram tercatat 17
agustus 2009, sedangkan pada bagian ke 52 tercatat
tanggal 4 mei 2010 dengan menceritakan perjuangan
Palestine saat intifadah melawan tentara Israel (Chrisma,
2011: 285 dan 306).
c) Sudut Pandang
Sudut pandang dalam novel ini adalah sudut
pandang orang ketiga karena penulis menceritakan
seorang gadis kecil bernama Palestine sebagai tokoh
utama dalam novel.
68
Sosok Palestine memandangi selembar foto
keluarganya yang sempat ia selamatkan dari barang-
barang lainnya. Sesaat selepas gadis kecil itu berdiri
diam terpaku, menatap tiga sosok manusia jatuh
terlungkup dan terpendam pasir serta bebatuan dari
bangunan rumah yang disinggahinya (Chrisma,
2011: 15).
Gadis kecil itu tahu benar dari sang ayah bahwa jika
tiba-tiba terjadi suatu musibah dan kekacauan di
dalam kota Gaza, berarti aka nada peperangan besar
antara Palestina dan Israel (Chrisma, 2011: 17).
d) Latar atau Setting
(1) Latar tempat
(a) Rumah sakit Gaza
Palestine jatuh terduduk, sementara di
depannya tampak berlalu-lalang para dokter,
suster, dan pengantar korban yang ada di
ambulan menuju ruang gawat darurat
(Chrisma, 2011: 19).
Palestine masih dalam kondisi kritis.
Beberapa media yang diperbolehkan untuk
masuk dan mengambil gambar pun tidak
boleh berlama-lama. Selang-selang infus
yang dimasukkan dari dalam hidung
membantunya untuk memberikan cairan
agar ia tidak mengalami dehidrasi dan rasa
lapar (Chrisma, 2011: 137).
(b) Kamp jabaliyah
Di dalam tenda yang dibuat dari terpal
berwarna biru yang terhempas angin, sosok
gadis kecil itu duduk dan membenamkan
wajahnya dalam-dalam di atas lututnya yang
tak terluka. Angin dingin di malam hari
menerbangkan pintu tenda dan tak terasa
menembus dinding dadanya hingga masuk
ke dalam paru-paru si gadis kecil (Chrisma,
2011: 33-34).
69
Kamp Jabaliyah adalah salah satu kamp
pengungsian yang berada di dekat kota
Gaza. Jaraknya pun tak jauh dari perbatasan
Israel yang hanya berjarak 1,5 kilometer dan
paling sering mendapatkan serangan. Karena
letaknya yang tak begitu jauh dari jalur
Gaza, suara ledakan roket dan rudal itu
masih saja terdengar. Tubuh Palestine kini
gemetar menahan rasa dingin. Berkali-kali,
ia menghangatkan telapak tangan dengan
nafasnya sendiri (Chrisma, 2011: 34).
Ada seorang ibu muda yang tengah
menggendong bayinya yang masih kecil
berusia sekitar tujuh bulanan. Bayi itu terus-
menerus menangis. Sang ibu yang dibuat
kebungungan itu pun memutuskan untuk
keluar dari dalam tenda untuk mencari
bantuan dokter atau petugas kesehatan yang
ditugaskan di kamp pengungsi. gadis kecil it
uterus memperhatikan dari luar pintu tenda
yang dikibarkan sang angin malam
(Chrisma, 2011: 34-35).
Palestine adalah seorang gadis kecil
berkarakter kaku dan terkesan dingin. Di
area kamp pengungsian saja, ketika banyak
teman-temannya tengah bermain untuk
menghilangkan rasa sedih di dalam hati
mereka, gadis itu malah asyik duduk
menyendiri di dalam tenda pengungsian dan
meringkuk di balik sellimut tebalnya
(Chrisma, 2011: 48).
Sosok gadis kecil yang baru saja di
makamkan di dekat area tenda pengungsian,
malam hari itu mengheningkan semua
pengungsi dari keramaian, laknat dan
umpatan. Semuanya saling terdiam seraya
berdoa dan menenangkan diri mereka
masing-masing dari rasa kekalutan
(Chrisma, 2011: 53).
Di dalam tenda pengungsian, Adeeba
menuliskan sesuatu di atas kertas yang mana
70
sudah biasa ia lakukan untuk
menggambarkan sesuatu yang mana sudah
biasa ia lakukan untuk menggambarkan
sesuatu yang hendak terjadi (Chrisma, 2011:
181).
(c) Penjara maskobeyya
Dua orang sipir berdiri tepat di depan sel
tahanan yang mengurung seorang tahanan
bernama Dalaj. Ia sudah waktunya untuk
dibebaskan, tepat setahun lebih sedikit masa
pengurungannya yang bertambah karena ia
telah melakukan kesalahan dan pelanggaran.
Balamoth, sipir yang pernah mendapat skors
karena telah melanggar aturan itu membuka
pintu penjara (Chrisma, 2011: 322).
Suara gembok dan rantai besi yang mengikat
pintu sel itu sedikit membuat telinga Dalaj
terasa sakit dan bising. Dengan tangan yang
masih terikat, ia tak bisa berbuat apa-apa
(Chrisma, 2011: 322).
(d) Sekolah PBB
Adeeba berlari-lari keluar dalam tenda dan
masuk ke dalam sekolah PBB yang baru saja
dibangun dan dikhususkan untuk anak-anak
Palestina yang tak bisa lagi melanjutkan
sekolahnya. Sekolah PBB itu dipenuhi
dengan pengungsi penduduk Gaza, apalagi
anak-anak (Chrisma, 2011: 76).
Palestine member isyarat kepada Yanaan
agar menenangkan situasi yang mulai ricuh
dan gempar. Tetapi, sebagian pengungsi
yang berada di dalam sekolah PBB itu tetap
bersikeras untuk tidak mau keluar. Sebab,
mereka berpikir, bahwa hanya tempat itulah
yang paling aman dari yang lain (Chrisma,
2011: 77).
71
(2) Latar suasana
(a) Sedih
“Ibu, Ahmeed, Zaenab, kalian jangan
tinggalkan aku sendiri di sini. Ibu, dimana ayah?
Dimana?” Palestine menengadahkan kepada ke
atas tepat pada langit-langit rumah tengahnya telah
berlubang (Chrisma, 2011: 16).
(b) Mengerikan
Sipir itu membuka pintu sel tahanan dan
berteriak memanggil teman-temannya, “Hai,
Balamoth! Tahanan hamas itu mati dimakan
anjing” (Chrisma, 2011: 331).
(c) Mengharukan
Ia menatap seraut wajah yang tengah
tersenyum lebar padanya, “Ayah . . . kau benar
ayah, kan?” (Chrisma, 2011: 176).
(d) Senang
Adeeba selalu berteriak “Besuk perang
akan berhenti, besuk perang akan berhenti.!”
(Chrisma, 2011: 183).
(3) Latar waktu
(a) Malam hari
Tepat di kota Gaza, malam hari. Pada akhir
tahun 2008, beberapa kota tiba-tiba
72
dihancurkan oleh bom-bom dan rudal yang
membabi buta dari Negara seberang, Israel
(Chrisma, 2011: 15).
Suara dentuman bom dan rudal diwarnai
dengan semburan api yang menghiasi langit
kota Gaza malam hari itu, menjadikan
sebuah sejarah yang tak akan pernah
terlupakan (Chrisma, 2011: 18).
Hembusan angin malam hari itu
menggelayutkan dirinya untu sejenak
melepas lelah dan penat (Chrisma, 2011:
29).
Sosok gadis kecil yang bar saja di
makamkan di dekat area tenda pengungsian,
malam hari itu mengheningkan semua
pengungsi dari keramaian, laknat dan
umpatan (Chrisma, 2011: 52-53).
Kamp Jabaliyah, pukul 24.00 (Chrisma,
2011: 78).
Bunyi suara-suara pesawat jet dan roket
yang meluncur ke udara, membisingkan
telinga para penduduk Gaza di malam hari
itu (Chrisma, 2011: 164).
(b) Pagi hari
Kamp jabaliyah, sekolah PBB, 6 januari
2008 pukul 06.00 (Chrisma, 2011: 176).
Kamp pengungsian Jabliyah, pagi hari
(Chrisma, 2011: 135).
Kamp Jabaliyah, pukul 02.00 (Chrisma,
2011: 15).
Pemerintah Israel secara resmi
menghentikan serangan ke Jalur Gaza
terhitung 18 Januari 2009 pukul dua pagi
waktu setempat (Chrisma, 2011: 194).
73
(c) Siang hari
Pemuda itu menatap langit putih. Tak lagi
terdengar suara dentuman bom, roket dan
rudal (Chrisma, 2011: 219).
Kamp Jabaliyah, pukul 11.00 (Chrisma,
2011: 190).
Siang hari itu, ketika tubuh mereka terbasah
oleh keringat yang membuat pakaian mereka
tak lagi kering, terdengar suara langkah-
langkah kaki tentara-tentara Israel yang
membawa panci besar, mangkuk plastik,
juga air putih yang nanti akan dibagikan
pada mereka (Chrisma, 2011: 226).
e) Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam Novel Gadis
Kecil di Tepi Gaza yaitu:
(1) Majas hiperbola
(a) Tak terbayangkan, kini ia tengah melihat pancaran
api itu seakan-akan menembus langit ketujuh
(Chrisma, 2011: 19).
(b) Air mata Palestine kembali tergenang (Chrisma,
2011: 20).
(2) Majas personifikasi
(a) Rudal yang membabi buta dari Negara seberang,
Israel (Chrisma, 2011: 15).
(b) Cincin emas tak bermata (Chrisma, 2011: 17).
74
(c) Cincin itulah yang nantinya akan berbicara
(Chrisma, 2011: 24).
(d) Langit menangis, bumi menjerit, bergejolak
(Chrisma, 2011: 165).
(e) “Perang itu seperti Gelembung balon ini.
Pertamanya kecil, perlahan-lahan jika tiupan
semakin kuat, maka gelembung balon ini akan
membesar, besar, dan terus besar. Tapi tepat pada
satu titik di mana gelembung itu tak lagi dapat
membesar, apa yang terjadi?” (Chrisma, 2011:
197).
(f) Angkasa masih memancarkan cahaya-cahaya yang
bukan bintang itu, meluncurkan roket dan rudal
berikut suara tembakan-tembakan yang seakan-
akan menari-nari mencari mangsa (Chrisma, 2011:
181).
(g) “Aku sedang ingin bercinta dengan langit. Aku
merindukan semuanya” (Chrisma, 2011: 329).
(h) Menatap langit merah. Saat langit berwarna merah
saga. Dan, kerikil perkasa berlarian. Meluncur
laksana peluru (Chrisma, 2011: 53).
(3) Majas metafora
“Aku dimana?” (Chrisma, 2011: 184).
75
E. Nilai-nilai Perjuangan Palestine dalam Novel Gadis Kecil di Tepi
Gaza
1. Akhlak Terhadap Allah Swt
a. Menerima Takdir
Di dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza, ada beberapa
kutipan yang mengandung makna menerima takdir akan
ketetapan Allah Swt. kutipan tersebut adalah sebagai berikut:
“Ya Allah, apakah ini benar takdir semua ini adalah
takdir untuk kami” (Chrisma, 2011: 19).
“Palestine, jika suatu hari nanti kau saksikan anggota
keluargamu mati dihadapanmu, janganlah pernah
menangis sampai suaramu terdengar hingga membuat
orang lain tertular untuk ikut menangis. Janganlah kau
meratapi kematian keluargamu, entah mungkin Ayah,
Ibu, Ahmeed, serta Zaynab. Sebab jika begitu, artinya
kau tidak bisa menerima kuasa Allah atas takdir yang
telah diberikan kepada mereka. Palestine…, kau harus
bisa menjadi seorang gadis yang berbeda, gadis Palestina
yang kuat dan tidak lemah”(Chrisma, 2011: 20).
“Ya Allah, berikanlah mereka ketenangan di sisi-Mu,
amin…”(Chrisma, 2011: 20).
“Untuk apa aku harus bersedih seperti kamu dan mereka,
jika aku sendiri pun tidak tahu apakah setelah menit ini
dan esok masih bisa hidup. Bahkan, jika aku mati esok
pun, ibu dan dua saudaraku ini tak bisa menanngisiku.
Seseorang, jika sudah berada di ujung tebing, masihkah
ia menggunakan perasaannya untuk meratapi diri,
sementara ia sendiri sudah pasti tidak akan selamat?”
(Chrisma, 2011: 22).
Seorang ibu yang tidak terima bahwa anaknya telah
meninggal dunia. Ibu tersebut mengatakan bahwa Allah Swt
tidak adil, namun dokter berkata:
76
“Tidak ada yang tahu tentang takdir manusia.
Bergembiralah nanti kelak nyonya di akhirat ada
penolong kecil ini yang akan menarikmu masuk ke
dalam surga. Dialah penolongmu kelak, seharusnya kau
tidak perlu sesedih itu. Janji Allah tak akan pernah salah”
(Chrisma, 2011: 36).
Setelah sekian lama Palestine tidak bertemu dengan
ayahnya, akhirnya saat setelah Palestine sadar dari koma,
ayahnya menemuinya. Namun, pertemuan itu hanya sebentar,
karena saat ayahnya ingin mengambilkan minum untuk
Palestine, ayahnya ditangkap oleh tentara Israel.
Kembali gadis itu cemberut bukan main. Ia merasa
sangat khawatir jika terjadi sesuatu di luar terhadap
ayahnya yang baru saja ditemuinya setelah sekian lama
berpisah. Akankah ia ditakdirkan untuk kembali
berpisah? Palestine tiba-tiba menangis sesegukan. Gadis
itu menatap kosong langit-langit kamarnya, terbayang
seraut wajah yang beberapa saat lalu menemuinya tengah
tersenyum (Chrisma, 2011: 179-180).
Yanaan adalah pemuda yang sangat kagum dengan
kekuatan dan kegigihan Palestine. Hingga saat Palestine
menghembuskan nafas terakhirnya, Yanaan sangat terpukul.
“Ya Allah, mengapa kau takdirkan demikian jika
berakhir demikian? Apakah penderitaan gadis ini sudah
cukup bagi-Mu, ya Allah? Hingga kau ambil kembali apa
yang menjadi milik-Mu. Mengapa dia mati, sementara
ada harapan dari ayahnya yang membuatnya kuat untuk
hidup, ataukah harapan itu kini benar-benar sudah lenyap
sehingga ia pun ikut mati?”(Chrisma, 2011: 338).
“Jika semua ini takdir, mengapa harus seperti ini dan
secepat ini?” tuturnya sambil menangis terisak-isak. Ia
benar-benar sedih dan meratapi kematian Palestine
(Chrisma, 2011: 339).
77
b. Taqwa
Taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dan
mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhkan diri dari
larangan-Nya. Di dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza ada
beberapa kutipan yang mengandung makna taqwa. Salah
satunya ketika Palestine menceritakan tentang al-Qur‟an Nabi
kepada Iffat.
“Seorang sahabat Nabi, Jundub bin „Abdullah Ra.
Berpesaan „Bertakwalah kepada Allah dan bacalah al-
Qur‟an. Al-Qur‟an itu merupakan pelita dalam kegelapan
dan perhiasan di waktu siang. Selain itu, amalkanlah
isinya dalam berbagai kesempatan. Ketika bencana
turun, selamatkanlah diri sebelum harta kalian.
Ketahuilah, orang yang akan kecewa adalah yang
mengecewakan agamanya. Dan, orang yang celaka
adalah yang merusak agamanya. Ketahuilah pula, tidak
ada kemiskinan setelah mendapatkan surga, dan tidak
ada kekayaan jika dilemparkan ke neraka. Neraka tidak
mungkin membebaskan orang terperangkap di dalamnya.
Panasnya tidak pernah surut dan apinya tidak pernah
padam. Kau harus tahu bahwa seseorang bisa berhalang
dari surga hanya karena mengalirkan setetes darah
saudaranya yang seiman. Setiap kali dia mendekati salah
satu pintu surga, pintu itu menolak dan tidak
mengizinkannya untuk masuk. Ketahuilah, ketika
manusia mati, lalu dikuburkan, dia akan menimbulkan
bau busuk, lebih busuk dari kotorannya sendiri. Oleh
karena itu, jangan dicampuradukkan bau busuk itu
dengan kotoran. Bertakwalah kepada Allah dallam harta
kalian. Jangan pernah mengalirkan darah saudara
sendiri.‟ Dia pun berkata, „ketika bencana datang,
berikanlah hartamu, tapi jangan serahkan agamamu. Jika
kau terkena musibah, serahkan diri dan hartamu tapi
jangan agamamu. Orang yang rusak adalah yang rusak
agamanya. Sedangkan yang bangkrut adalah yang
kehilangan agamanya”(Chrisma, 2011: 260-262).
78
c. Menaati Perintah Allah
Menaati perintah Allah salah satunya adalah mendirikan
shalat. Di mana shalat adalah penolong terbaik ketika
membutuhkan bantuan. Meski Palestine selalu dalam kesusahan,
ia tak pernah meninggalkan shalat wajib maupun sunnahnya.
Karena baginya shalat memelihara dirinya dengan Tuhannya.
“Allahu akbar, hai kau! Kau tahu aku baru saja
mensucikan diri dan hendak shalat subuh. Tapi, kau
malah menghalang-halangi dan menunda waktu. Apa
pedulimu padaku? Jangan pernah bertanya lagi atau ku
lempar kau dengan batu!”(Chrisma, 2011: 42).
Shalat Tahajjud dan sunnah lainnya tak pernah lupa,
walau ia masih merasa sedikit sakit ketika bersujud
terlalu lama karena dadanya yang baru saja tertembus
peluru itu rupanya belum sembuh total dan menyisakan
ngilu-ngilu jika ia tengah merasa kedinginan (Chrisma,
2011: 266).
d. Khauf dan Raja‟
Perjuangan Palestine dengan harapan bisa segera
bertemu dengan ayahnya. Meski terkadang ia takut dan merasa
putus asa dalam perjuangannya. Berikut kutipan dialog yang
mengandung makna Khauf dan Raja‟:
Palestine menengadahkan wajahnya ke atas langit. Kini,
ia suka sekali menatap langit, tak kenal waktu. Tak juga
pagi, siang, sore, sampai malam pun ia sering kali
terlihat mengangkat wajahnya mengarah pada sang
langit. Berharap pada Sang Khalik yang sewaktu-waktu
dapat menghentikan peperangan dan meredam amukan
bom, rudal yang membabi buta (Chrisma, 2011: 23).
79
Kerinduhan Palestine terhadap ayahnya yang selalu
membuatnya khawatir dan selalu berharap agar bisa segera
menemui ayahnya.
Aku hanya berharap bisa bertemu dengan ayahku, itu
saja. Sekadar untuk memberikan cincin emas
peninggalan ibuku. Agar jika ia tahu kami semua telah
mati, pria yang terkenal gigih dan tak pantang menyerah
itu tidak mendadak menjadi gila (Chrisma, 2011: 39).
“Aku hanya rindu ayahku, itu saja. Apa ayahku masih
hidup atau sudah mati? Demi Allah, perasaanku benar-
benar tidak karuan. Jauh lebih baik aku tahu ayahku
sudah mati, dan aku tak akan pernah mencarinya lagi,
berharap dia kembali, daripada aku tahu ayahku
ditangkap dan dipenjara di Maskobeyya, sementara aku
tidak bisa menyelamatkannya” (Chrisma, 2011: 315).
Khauf yang berarti rasa takut dan Raja‟ yang berarti
rasa harap hanya kepada Allah Swt saja juga diperlihatkan oleh
seorang wanita Palestina yang bernama Sarah Hanabi yang
menjadi tahanan tentara Israel.
“arrrght, Allahu akbar.... Allahu akbar!” jeritnya
ketakutan (Chrisma, 2011: 152).
“Tidak, jangan! Aku mohon!” ia berteriak ketakutan dan
menangis sedu sedan laksana seorang Drupadi menjaga
kain yang membalut tubuhhnya dari tarikan adik
Duryudana, Dursasana. Di mana dengan nafsu yang
membara tak memperdulikan apa pun selain membuat
Drupadi telanjang dan ditertawakan oleh orang banyak,
termasuk suami-suaminya yang tengah berada di
sayembara judi itu. Sarah hanya berharap Sang Khaliq
memberikan perlindungan dan keselamatan untuknya.
Berkali-kali ia mentasbihkan nama-nama Allah yang
mana interogator-interogator itu terus menertawakannya
(Chrisma, 2011: 154).
80
e. Tawakal
Palestine menjawab pertanyaan seorang pemuda yang
juga menjadi korban ledakan bom-bom tentara Israel. Namun,
jawaban Palestine tidak sesuai yang diharapkan pemuda
tersebut, dimana Palestine menyerahkan segala urusan kepada
Allah Swt semata.
“Untuk apa aku harus bersedih seperti kamu dan mereka,
jika aku sendiri pun tidak tahu apakah setelah menit ini
dan esok masih bisa hidup. Bahkan, jika aku mati esok
pun, ibu dan saudaraku ini tak bisa menangisiku.
Seseorang, jika sudah berada di ujung tebing, masihkah
ia menggunakan perasaannya untuk meratapi diri,
sementara ia sendiri sudah pasti tak akan pernah
selamat?”(Chrisma, 2011: 22).
Palestine berdiri di atas bebatuan. Menatap langit merah.
Saat langit berwarna merah saga. Dan kerikil perkasa
berlarian. Meluncur laksana peluru. Terbang bersama
teriakan takbir “Allahu akbar”. Semua menjadi saksi.
Atas langkah keberaniamu. Semua menjadi saksi atas
langkah ketangguhanmu. Palestine, berdiri di atas
bebatuan (Chrisma, 2011: 53).
Yahded Haidar, ayah Palestine saat ingin memanggil
dokter dan mengambilkan air minum untuk Palestine. Ia melihat
di luar rumah sakit sudah banyak tentara Israel yang berjaga dan
mencari tentara Hamas yang mencoba menyamar sebagai rakyat
biasa. Dalam keadaan tersebut Yahded hanya bisa berpasrah diri
dan memohon kepada Allah untuk keselamatannya.
“Ya Allah, tolong selamatkan jiwaku” (Chrisma, 2011:
178).
81
Palestine dalam perjuangannya untuk bertemu dengan
ayahnya hingga dibuang tentara Israel yang dalam keyakinannya
mau mempertemukannya dengan ayahnya. Namun, Palestine
tidak sampai bertemu ayahnya lantas dibuang di jalanan dalam
keadaan lapar dan kesakitan.
“Tolong aku, apa ada orang di sini?! Tolong aku...!”
teriaknya dengan sisa-sisa tenaga yang ada, sebelum ia
kembali ambruk seketika. Dalam keheningan ruangan
yang mana ia merasa tengah berada di rumah kosong.
Tak lama kemuadian, Palestine membaca sebuah ayat
suci al-Qur‟an yang selalu ia hafalkan dikala tengah
berada dalam kesempitan. “Kullun nafsin dzaa-iqotul
mauut wa innamaa tuwaffauna ujurakum yaumal
qiyamati faman zuhziha „aninnaari waudkhilannal
jannata faqad faaz wamalhayaatud dunyaa illa mataa‟ul
ghuruur (QS. Ali-Imran: 185) (Chrisma, 2011: 231).
f. Ikhlas
Jeritan Palestine saat melihat ibu dan saudara-saudaranya
meninggal dalam keadaan yang mengenaskan. Namun Palestine
kembali menyerahkan sepenuhnya kehendak Tuhan di atas
segalanya.
“Palestine, jika suatu hari nanti kau saksikan anggota
keluargamu mati dihadapanmu, janganlah pernah
menangis sampai suaramu terdengar hingga membuat
orang lain tertular untuk ikut menangis. Janganlah kau
meratapi kematian keluargamu, entah mungkin Ayah,
Ibu, Ahmeed, serta Zaenab. Sebab jika begitu, artinya
kau tidak bisa menerima kuasa Allah atas takdir yang
telah diberikan kepada mereka. Palestine…, kau harus
bisa menjadi seorang gadis yang berbeda, gadis Palestina
yang kuat dan tidak lemah” (Chrisma, 2011: 20).
82
2. Akhlak Terhadap Orang Tua
a. Birrul walidain
Birrul walidain adalah berbakti kepada kedua orang tua.
Palestine sebagai tokoh utama dan seorang anak yang sangat
memagang amanah serta selalu berbakti kepada ayahnya. Adapun
beberapa pesan ayah palestine yang selalu dijaganya ialah:
“Gadis kecilku Palestine, jika sampai datangnya nanti
kedua bangsa yang bermusuhan ini tiba-tiba mengajukan
damai dan benar-benar damai, maka dunia sebentar lagi
akan hancur dan kiamat” (Chrisma, 2011: 14).
“Gadis kecilku Palestine, jika sampai datangnya nanti
kedua bangsa yang bermusuhan ini tiba-tiba mengajukan
damai dan benar-benar damai, maka dunia sebentar lagi
akan hancur dan kiamat” (Chrisma, 2011: 15).
Pada janji Palestine untuk sang ibunda sebelum ini. Gadis
kecil itu pernah berjanji pada ibunya, bahwa kelak ia akan
menjadi seorang yang bisa dibanggakan, seorang dokter
yang bertugas untuk menyelamatkan para korban perang
dan menolong para pengungsi yang menderita sakit
(Chrisma, 2011: 17).
“Ini nama pemberian ayahku, aku tidak mau
menggantinya. Walau harus mati, aku harus tetap
memakai nama Palestine. Agar sewaktu-waktu ayahku
bisa menemukan jasad dan makamku. Aku tidak takut
dilukai, apapun itu!” (Chrisma, 2011: 31).
“Palestine, jika ada orang asing, siapa pun itu,
menanyakan tentang diri ayah, dan dia benar-benar tidak
kamu kenali, meski dia mengaku menjadi teman kita,
sedarah Palestina, jangan mudah percaya. Jangan katakana
siapa diri ayah yang sebenarnya walau mereka seakan-
akan mengenal. Berjanjilah Palestine…!”(Chrisma, 2011:
42).
“Kata ayahku, kalau sampai tidak terjadi peperangan
seperti ini dan terjadi perdamaian, maka kiamat akan lekas
datang” (Chrisma, 2011: 199).
83
“Aku hanya rindu ayahkku, itu saja. Apa ayahku masih
hidup atau sudah mati? Demi Allah, perasaaku benar-
benar tidak karuan. Jauh lebih baik aku tahu ayahku sudah
mati, dan aku tidak akan pernah mencarinya lagi, berharap
dia kembali, daripada aku tahu ayahku ditangkap dan
dipenjara di Maskobeyya, sementara aku tidak bisa
menyelamatkannya” (Chrisma, 2011: 235).
Palestine berkata, “Langit itu hitam, Ayah! Tak ada lagi
putih di dalam dunia ini, semua berubah menjadi hitam.
Oh, ayahku…, meski dunia ini akan hancur, jika nanti aku
benar-benar telah mati. Akankah Allah „kan
mempertemukan denganmu, wahai Ayah?” (Chrisma,
2011: 236).
“Aku…,” tatap gadis itu memandang ke atas langit,
“Hanya ingin bertemu dengan ayahku. Itu saja” (Chrisma,
2011: 295).
Palestine berkata, “Oh, Ayahku. Apakah suara hati
berbisik ini adalah dirimu yang sedang berkata-kata
padaku? Ke manakah aku mencarimu, ayahku? Ke mana?”
(Chrisma, 2011: 295).
Palestine berkata, “Ayah, jika putus asa menderaku, lebih
baik aku dipertemukan dengan Ibu, juga Ahmeed dan
Zaynab saja” (Chrisma, 2011: 315).
b. Kasih sayang
Anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih sayang
(Ilyas, 2007: 173). Dimana seorang anak tercermin dari apa yang
dilakukan orang tuanya semasa mengasuh serta mendidiknya.
“Ibu, Ahmeed, Zaynab, huhuhu …, kalian jangan
tinggalkan aku sendiri di sini. Ibu, di mana ayah?
Dimana?” (Chrisma, 2011: 16).
Sebuah cincin yang selalu melekat di jari manis seorang
wanita yang sangat dikagumi dan dihormatinya. Cincin
emas tak bermata. Tangan halus yang terbalut dengan
balutan pasir, seolah-olah menunjukan sebuah tanda
84
bahwa tubuh ibunya berada di sana. Gemetar tubuh
Palestine saat menemukan posisi jasad ibundanya yang tak
lagi menunjukkan tanda-tanda kehidupan (Chrisma, 2011:
17).
“Lempar lagi, Yanaan, ini untuk kematian ibu dan dua
saudaraku! Ahmeed, Zaynab, ku balaskan dendammu,
hahaha! Rasakan!” (Chrisma, 2011: 308).
3. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
a. Amanah
Salah satu pengertian amanah dalam arti luas adalah
menyimpan rahasia orang lain, menjaga kehormatan orang
lain, menjaga dirinya sendiri dan menunaikan tugas yang
diberikan kepadanya (Ilyas, 2007: 89). Menunaikan tugas atau
pesan dari kedua orang tua termasuk perilaku ihsan kepada
mereka.
Ayahku, Haidar, berkata, “Gadis kecilku Palestine, jika
sampai datangnya nanti kedua bangsa yang bermusuhan
ini tiba-tiba mengajukan damai dan benar-benar damai,
maka dunia sebentar lagi akan hancur dan kiamat.”
Tanpa mengatakan apa alasan yang mendasari ayahku
berkata seperti itu. Aku hanya percaya dan
menanamkan dalam-dalam di alam bawah sadarku
(Chrisma, 2011: 14).
“Gadis kecilku Palestine. Jika sampai datangnya nanti,
kedua bangsa yang bermusuhan ini tiba-tiba
mengajukan damai dan benar-benar damai, maka dunia
sebentar lagi akan hancur dan kiamat” (Chrisma, 2011:
15).
“Palestine, jika suatu hari nanti kau saksikan anggota
keluargamu mati dihadapanmu, janganlah pernah
menangis sampai suaramu terdengar hingga membuat
orang lain tertular untuk ikut menangis. Janganlah kau
meratapi kematian keluargamu, entah mungkin Ayah,
85
Ibu, Ahmeed, serta Zaenab. Sebab jika begitu, artinya
kau tidak bisa menerima kuasa Allah atas takdir yang
telah diberikan kepada mereka. Palestine…, kau harus
bisa menjadi seorang gadis yang berbeda, gadis
Palestina yang kuat dan tidak lemah” (Chrisma, 2011:
20).
Gadis kecil itu tahu benar dari sang ayah bahwa jika
tiba-tiba terjadi musibah dan kekacauan di dalam kota
gaza, berarti akan ada peperangan besar antara
Palestine dan Gaza.
“Kata ayahku, kalau sampai tidak terjadi peperangan
seperti ini dan terjadi perdamaian, maka kiamat akan
segera datang” (Chrisma, 2011: 199).
Dalam sebuah percakapan antara Palestine dengan
seorang pemuda bernama Yanaan, Palestine tetap berpegang
teguh dengan namanya dan tetap menjaga pesan ayahnya untuk
tidak memberitahukan siapa sebenarnya ayahnya pada
siapapun.
“Siapa namamu, gadis bergaun putih? Sebutkan
namamu, biar aku catat di sini. Semua anak pengungsi,
aku yang bertanggung jawab” (Chrisma, 2011: 30).
“Palestine … !” (Chrisma, 2011: 30).
“Palestine? Siapa yang memberimu nama itu? Kalau
kau sudah sampai di kamp, kau harus mengganti
namamu. Kalau kau tiba-tiba bertemu dengan tentara
Israel, kau tak boleh menyebutkan namamu itu, kalau
tidak ingin dicelakai, Palestine.” Sarannya (Chrisma,
2011: 30).
“Ini nama pemberian ayahku, aku tidak mau
menggantinya. Walau harus mati, aku harus tetap
memakai nama Palestine. Agar sewaktu-waktu ayahku
bisa menemukan jasad dan makamku. Aku tidak takut
dilukai, apa pun itu!” (Chrisma, 2011: 31).
86
Ayahnya sering berkata kepada dirinya. “Palestine, jika
suatu hari nanti kau saksikan anggota keluargamu mati
dihadapanmu, janganlah pernah menangis sampai
suaramu terdengar hingga membuat orang lain tertular
untuk ikut menangis. Janganlah kau meratapi kematian
keluargamu, entah mungkin ayah, ibu, Ahmeed, serta
Zaynab. Sebab jika begitu, artinya kau tidak bisa
menerima kuasa Allah atas takdir yang telah diberikan
kepada mereka. Palestine . . . , kau harus bisa menjadi
seorang gadis yang berbeda, gadis Palestine yang kuat
dan tidak lemah” (Chrisma, 2011: 20).
Palestine, jika ada orang asing, siapa pun itu
menanyakan tentang diri ayah, dan dia benar-benar
tidak kamu kenali, meski dia mengaku menjadi teman
kita, sedarah palestina, jangan mudah percaya. Jangan
katakana diri ayah yang sebenarnya walau mereka
seakan-akan mengenal. Berjanjilah Palestine! (Chrisma,
2011: 41).
b. Pantang menyerah
Palestine adalah gambaran seorang gadis kecil yang
meski dalam cobaan yang membuatnya putus asa, ia tetap
memperjuangkan hidupnya demi untuk bertemu dengan
ayahnya.
Tidak, impian Palestine tidak boleh musnah! Aku harus
berjuang, walau tanpa daya. Tinggal dalam kamp
pengungsian seperti ini. Kurus . . . , sekurus-kurusnya.
Bahkan aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang
peperangan, yang hanya ku ingat lekat-lekat adalah
kata-kata ayah (Chrisma, 2011: 15).
Tanpa disadari, air mata Palestine pun menetes, walau
berkali-kali ia berusaha untuk menahannya karena
prinsip yang ditanamkan oleh ayahnya (Chrisma, 2011:
37).
87
c. Ketegaran
Pesan ayah Palestine untuk selalu tegar dalam kondisi
apapun. Sebab jati dirinya berasal dari apa yang diajarkan serta
dilakukan oleh ayahnya.
“Yang hanya ku tahu, ayahku, dialah yang mendidikku
seperti ini” (Chrisma, 2011: 22).
d. Cita-cita
Sebelum ibu Palestine meninggal dunia, ia sempat
berpesan pada palestine untuk tetap melanjutkan apa yang
menjadi harapannya selama ini.
Pada janji Palestine untuk sang ibunda sebelum ini.
Gadis kecil itu pernah berjanji pada ibunya, bahwa
kelak ia akan menjadi seorang yang bisa dibanggakan,
seorang dokter yang bertugas untuk menyelamatkan
para korban perang dan menolong para pengungsi yang
menderita sakit (Chrisma, 2011: 25).
e. Tegas
Nama yang telah orang tua adalah do‟a tersendiri bagi
kehidupan Palestine. Meski karena nama tersebut ia akan
celaka, namun ia tetap tidak mau mengubah namanya hanya
demi menyelamatkan dirinya sendiri.
“Ini nama pemberian ayahku, aku tidak mau
menggantinya. Walau harus mati, aku harus tetap
memakai nama Palestine. Agar sewaktu-waktu ayahku
bisa menemukan jasad dan makamku. Aku tidak takut
dilukai, apa pun itu!” (Chrisma, 2011: 31).
“Allahu akbar, hai kau! Kau tahu aku baru saja
mensucikan diri dan hendak shalat subuh. Tapi, kau
malah menghalang-halangi dan menunda waktu. Apa
pedulimu padaku? Jangan pernah bertanya lagi atau ku
lempar kau dengan batu!” (Chrisma, 2011: 42)
88
“Tidak, kalau begitu, tidak salahkah jika aku
membenci kalian? Membenci orang-orang Israel yang
sudah dikutuk Allah,” (Chrisma, 2011: 117).
f. Gigih
Dialog antara Palestine dan Yanaan mencerminkan
sifat kegigihan palestine yang membuat temannya Yanaan
salut dengannya.
“Tidak, Palestine tak akan pernah menjadi seorang
pengecut. Intifadah adalah reaksi atas keputusasaan,
kekecewaan dan kelemahan. Juga kekerdilan dari
bangsa-bangsa Arab dalam menghadapi Israel.
Intifadah adalah reaksi atas kegagalan langkah-langkah
yang dilakukan oleh Hamas dalam membebaskan
negeri mereka. Begitu, bukan?” (Chrisma, 2011: 307).
g. Sabar
Palestine yang hampir putus asa dengan takdir yang
harus dialami keluarga serta dirinya. Namun Palestine yakin
akan kehendak Tuhan yang akan mengirimkan bala bantuan
dari kesabarannya dalam berdo‟a.
“Ya Allah, Engkau pasti punya banyak malaikat
pelindung. Berikanlah perlindungan padaku atas
malaikat-malaikat yang Kau kirimkan untukku. Amin”
(Chrisma, 2011: 230).
Di dalam sebuah tenda yang dibuat dari terpal berwarna
biru yang terhempas angin, sosok gadis kecil itu duduk
dan membenamkan wajahnya dalam-dalam di atas
lututnya yang terluka. Angin dingin di malam hari
menerbangkan pintu tenda dan tak terasa menembus
dinding dadanya hingga masuk ke dalam paru-paru si
gadis kecil. Palestine terbatuk-batuk, menanti seseorang
membawakan selembar kain selimut agar ia tak terasa
kedinginan (Chrisma, 2011: 33-34).
89
4. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
a. Mengucapkan dan Menjawab Salam
Kewajiban muslim terhadap muslim yang lainnya
adalah mengucapkan salam dan menjawab salam. Ucapan
salam dalam ajaran Islam mengadung doa keselamatan. Contoh
mengucap salam dan menjawab salam dalam novel Gadis Kecil
di Tepi Gaza diantaranya sebagai berikut:
“Assalamu‟alaikum,” sapa pemuda itu sambil meringis
menahan sakit di tangan dan lutut (Chrisma, 2011: 21).
“wa‟alaikum salam.” “dimana ayahmu?” (Chrisma,
2011: 21).
”Assalamu‟alaikum, Kak Yanaan!” sapa gadis itu
kembali melempar punggung Yanaan dengan batu
kerikil (Chrisma, 2011: 294).
“wa… walalikumsalam, saudaraku seiman. Kau siapa?”
(Chrisma, 2011: 324).
b. Peduli
Sikap saling peduli dalam novel Gadis Kecil di Tepi
Gaza di antaranya:
“Untuk keselamatanmu, kalau sewaktu-waktu ada
terntara Israel hendak melukaimu, Palestine.” (Chrisma,
2011: 33).
“Yanaan, tolong naikkan Adeeba kepunggungku, kita
harus membawanya jauh dari sini, cepat! Kita harus
bersembunyi.” (Chrisma, 2011: 78).
90
c. Rendah Hati
Palestine adalah gadis kecil yang tidak suka dengan
pujian. Kutipan yang mengandung makna rendah hati sebagai
berikut:
“Namun gadis itu tak menunjukkan kesenangan akan
pujian. Ia bersikap dingin seperti es. Seolah-olah tak
memerlukan pujian akan kebiasaannya tersebut‟
(Chrisma, 2011: 46).
5. Akhlak Terhadap Negara
a. Intifadah
Di dalam novel Gadis di Tepi Gaza, ada beberapa
kutipan yang mengandung makna pembelaan terhadap negara.
Salah satunya saat Palestine mengajak anak-anak dalam
pengungsian untuk melakukan intifadah terhadap tentara
Israel.
“Apa kau mau sekarang kita melakukan intifadah?”
Gadis itu kembali mengambil batu-batu kecil dan
melemparkan ke segala arah. “Kita harus melakukan
gerakan intifadah untuk melampiaskan kekesalan kita,
bukan? Benar begitu Kak Yanaan?” (Chrisma, 2011:
293).
“Tidak, Palestine tak akan pernah menjadi seorang
pengecut. Intifadah adalah reaksi atas keputusasaan,
kekecewaaan, dan kelemahan. Juga kekerdilan dari
bangsa-bangsa Arab dalam mengahadapi Israel.
Intifadah adalah reaksi atas kegagalan langkah-langkah
yang dilakukan oleh Hamas dalam membebaskan
negeri mereka. Begitu bukan?” (Chrisma, 2011: 307).
91
b. Membela Negara
Banyak alasan untuk membela negara dan bangsa
mereka masing-masing. Di antaranya adalah pembelaan tentara
Israel yang saat ditanya oleh gadis kecil Palestine, ia
menjawab:
“Aku, aku ingin menjadi tentara... karena aku ingin
membela bangsaku” (Chrisma, 2011: 117).
Seorang yang menjadi tentara sudah memiliki tanggung
jawab untuk membela negara mereka masing-masing.
Palestina juga mempunyai tentara Hamas (Harakat al-
Muqawamah al-Islamiyah) yang bertugas membela dan
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Palestina. Oleh karena
itu, Yahded Haidar, ayah dari Palestine mengabdi untuk
menjadi seorang Hamas demi untuk melawan Israel.
Jika para Hamas ternyata sudah menguasai dengan
cepat dasar-dasar berperang, menembak, menyergap,
dan sebagainya, maka pelatihan itu kemballi diteruskan
di luar negeri: Iran, Suriah, dan Libanon (Chrisma,
2011: 106).
Jika tugas dari latihan itu sudah selesai, maka akan
dilanjutkasn dengan latihan melompati kawat berduri
yang sebelumnya, harus berlari cepat dan melompati
senapan yang diujungnya terdapat tombak. Jika itu
berhasil, maka Yahded harus melewati latihan yang
lainnya lagi. Di antaranya belajar mencari target
serangan dan musuh di mana tentara Israel
bersembunyi di balik benteng. Senjata-senjata artileri,
seperti rudal dan roket pun pastinya nanti akan
mengiringi kehidupan tugasnya sebagai seorang Hamas
(Chrisma, 2011: 108).
92
Dengan wajah tertutup dan hanya terlihat sepasang
mata, mereka semua terlihat antusias mengikuti acara
latihan perang. Balutan sleyer berwarna hijau pun
mengikat kepalanya sebagai tanda mereka adalah para
pembela Islam. Dan pada akhirnya, lelaki itu, Yahded,
berhasil menemukan sumbu roket dan mengarahkan
batang roket itu sesuai arah kompas, yaitu tepat pada
titik Israel (Chrisma, 2011: 109).
Orang-orang seperti mereka dilarang untuk merindu,
yang nantinya akan dapat menggugurkan tekad dan niat
kuat untuk berjuang demi tanah Palestina yang tidak
boleh dijajah oleh bangsa Yahudi (Chrisma, 2011:
109).
93
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Nilai-Nilai Perjuangan Palestine dalam Perspektif Pendidikan Akhlak
1. Akhlak Terhadap Allah Swt
a. Menerima Takdir
Takdir merupakan sebuah ketetapan, dimana segala
sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini telah menjadi
kehendak Allah Swt saja. Namun, ketetapan dan kehendak
yang telah Allah Swt tulis sejak manusia masih dalam
kandungan tersebut masih bisa diubah dengan ikhtiar, kemauan
serta do‟a. Bukan mengubah keutuhan takdir tersebut, namun
dengan cara menyeimbangkannya dengan cara berusaha serta
pasrah dengan hasil usaha yang telah dilakukan.
Takdir sendiri ada takdir baik dan takdir buruk, dimana
memang keduanya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Jika hanya takdir baik yang Allah Swt berikan
kepada manusia, bagaimana manusia mau berusaha dan
berdo‟a dan sebaliknya jika takdir buruk saja yang Allah Swt
berikan kepada manusia, bagaimana manusia mau bersyukur
atas segala sesuatu dalam kehidupan ini.
Keyakinan kita tentang hari kiamat adalah bahwa Allah
Swt menghendaki, Dia akan memasukan ke surga siapa saja
94
dari hamba-Nya yang dikehendaki-Nya karena karunia-Nya.
Dan apabila menghandaki, Dia akan memasukan ke neraka
siapa saja dari hamba-Nya karena keadilan-Nya. Semua
berbuat sesuai dengan kemampuan dan menuju yang telah
diciptakan untuknya (Shulha, 2008: 74).
“Kemudian Tuhannya memilihnya, Maka Dia menerima
taubatnya dan memberinya petunjuk.” (Qs. Thaa haa: 122).
Musa berkata: "Dan Apakah (kamu akan melakukan itu)
Kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan)
yang nyata ?" (Qs. Al-Syuuraa: 30).
Palestine sebagai tokoh utama dalam novel Gadis Kecil
di Tepi Gaza memberikan kesan yang mendalam bagi
kehidupan manusia, agar seseorang tidak mudah menyerah
dalam segala cobaan yang menimpa meski cobaan tersebut
adalah takdir buruk yang Allah Swt tetapkan. Meski kematian
adalah takdir dalam cobaan tersebut, selama masih bisa
berusaha mencegah kematian itu datang dengan cara yang
buruk maka lakukan dengan berusaha dan berdo‟a kematian
datang dengan cara yang baik.
95
Nasib para mukmin adalah baik. Jika menjalani
kemudahan, ia akan banyak bersyukur kepada Tuhan atas
karunia-Nya, dan jika ia berjalan di atas hal-hal yang sulit, ia
akan tetap memikulnya dengan sabar dan tabah, mengikuti
perintah-perintah Tuhan dan menerima kehendak dan
ketentuan-Nya. Apapun akibatnya adalah yang terbaik bagi
dirinya (Al-Hasyimi, 2004: 14).
Menerima takdir seperti perumpamaan orang hidup
bertaqwa. Orang bertaqwa di dunia ibarat berjalan di tengah
rimba belantara. Seseorang akan berjalan di dalam rimba
belantara secara hati-hati. Dia awas terhadap lobang supaya
tidak terpelosok di dalamnya, awas terhadap duri supaya tidak
melukai kulitnya, dan awas terhadap binatang buas supaya
tidak menerkamnya (Ilyas, 1999: 18). Seperti itulah orang yang
ingin menghindari akan takdir buruk yang akan menimpa
dirinya. Meski takdir tidak bisa diubah atas kehendaknya
sendiri, namun takdir yang buruk bisa diusahakan dengan
usaha mendapatkan hal yang terbaik dari takdir buruk tersebut.
b. Taqwa
Sebagai seorang muslim, wajib memelihara diri dari
siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangannya (Ilyas, 1999: 17). Allah Swt
berfirman:
96
“Hai orang-orang yang beriman, bertwaqwalah
kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam” (Qs. Ali-Imran: 102).
Palestine sebagai tokoh utama yang mampu menghafal
ayat-ayat al-Qur‟an dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza. Ia
juga pandai menceritakan kisah-kisah yang ada dalam al-
Qur‟an dan mampu menceritakannya kembali kepada seorang
gadis cacat bernama Iffat hingga ia merasa terharu mendengar
kisah tersebut.
c. Menaati Perintah Allah
Seorang muslim wajib menjalankan apa yang menjadi
hak dan kewajibanya sebagai seorang hamba yang patuh
menjalankan segala perintah dari Allah Swt. Menjalankan
perintah-Nya dan menjauhii segala larangan-Nya. Allah Swt
berfirman:
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah
kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al Anfal: 46).
Ketika mengalami berbagai macam bentuk cobaan yang
Allah Swt berikan, seorang muslim juga harus menanamkan
97
sifat ihsan dimanapun berada. Jika sifat ihsan pada diri seorang
muslim telah terpatri dalam hati, maka dimanapun ia berada
akan selalu melakukan kebaikan karena Allah Swt tidak pernah
meninggalkan seorang hamba dalam penngawasan-Nya.
Palestine dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza
merupakan korban kekejaman Israel. Ibu serta kedua
saudaranya telah meninggal, sedangkan ayahnya menjadi
anggota hamas. Palestine meski dalam kondisi sendiri dan
sangat mengenaskan, ia tetap menjalankan apa yang menjadi
perintah Allah Swt yang utama yaitu mendirikan shalat.
Karena bagi palestine hanya shalat yang menjadi penolongnya
saat ditimpa musibah.
d. Khauf dan Raja‟
Dominasi khauf menyebabkan sifat pesimisme dan
putus asa, sementara dominasi raja‟ menyebabkan seseorang
lalai dan lupa diri serta merasa aman dari azab Allah Swt
(Ilyas, 1999: 37). Khauf adalah kegalauan hati membayangkan
sesuatu yang tidak disukai yang akan menimpanya, atau
membayangkan hilangnya sesuatu yang disukainya (Ilyas,
2006: 38).
98
“(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah
Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa
takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah
Allah sebagai Pembuat perhitungan.”( Qs. Al-Ahzab:39).
Tokoh utama Palestine mengalami kegalauan hati akan
apa yang akan terjadi pada kehidupannya tanpa ada seseorang
dari keluarga yang mendampinginya. Palestine membayangkan
akan kematiaan setelah keluarga mereka mati akibat serangan
agresi militer Israel. Namun, kekuatan Palestine membawanya
untuk tidak takut akan ketetapan yang Allah Swt berikan.
Palestine yakin Allah Swt selalu bersamanya dalam keadaan
apapun selama ia selalu mengingat-Nya. Harapan yang baik
pun akan datang bersama dengan pemikiran yang positif selalu
bersamanya. Meski pada akhirnya Palestine membayangkan
akan adanya kematian yang sebentar lagi menghampirinya.
Raja‟ atau harap adalah memautkan hati kepada
sesuatu yang disukai pada masa yang akan datang (Ilyas, 1999:
41).
“Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita
tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa
99
dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari
rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Qs. Yusuf: 87).
Agama Islam menganjurkan bahwa rasa takut harus
bersumber dari rasa takut kepada Allah Swt. Hanya Allah Swt
saja yang berhak ditakuti. Semakin mengenal dan dekat
dengan Allah Swt semakin bertambah rasa takutnya kepada-
Nya.
e. Tawakal
Setelah beberapa usaha yang dilakukan namun seorang
muslim masih belum mendapatkan hasil yang diharapkan.
Selanjutnya seorang muslim tersebut harus berpasrah diri akan
ketetapan Allah Swt. Ketetapan yang buruk bukan berarti tidak
baik bagi seseorang, karena setelah berusaha yang terbaik,
Allah Swt juga akan memberikan yang terbaik meski tidak
sesuai dengan harapan diri sendiri.
Tawakal adalah membebaskan hati dari segala
ketergantungan kepada selain Allah Swt dan meyerahkan
keputusan segala sesuatunya kepada-Nya (Ilyas, 2007: 41).
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di
bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan
semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-
Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu
kerjakan.” (Qs. Huud: 123).
100
Banyak hal yang membuat Palestine merasa putus asa
akan takdir hidupnya tanpa kedua orang tuanya. Namun,
pikiran positif Palestine selalu mengajaknya untuk selalu
menyerahkan segala sesuatunya hanya kepada Allah Swt.
Tentunya dengan usaha dan do‟a yang sudah dilakukan
Palestine.
Tawakal atau berserah diri adalah menyerahkan
persoalan kepada Allah Swt, percaya penuh dengan
memandang positif pada yang diperintahkan. Sebenar-
benarnya tawakal akan menyebabkan terhindarnya manusia
dari kemiskinan karena dengan bertawakal kepada Allah Yang
Maha Agung, berarti kita telah menyimpan kebajikan yang
tiada tara di hari kiamat (Shulha, 2008: 71).
f. Ikhlas
Banyak orang mengartikan ikhlas setelah seseorang
kehilangan sesuatu yang berharga. Menerima segala sesuatu
yang terjadi dalam kehidupan dengan penuh kerendahan hari
dan mengembalikan segala sesuatu semata-mata hanya
menharap ridha Allah Swt. Ikhlas adalah berbuat tanpa
pamprih, hanya semata-mata mengharap ridha Allah Swt
(Ilyas, 2006: 29).
101
Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Qs.
Al-An‟am: 162).
Palestine meski hampir mengalami keputus asaan, ia
bangkit dan mengingat apa yang dijanjikan Allah Swt terhadap
orang-orang yang tidak mudah putus asa dan ikhlas
menghadapi cobaan semata-mata karena Allah Swt saja.
Palestine menerima segala sesuatu yang Allah Swt berikan
demi ayahnya.
2. Akhlak Terhadap Orang Tua
a. Birrul walidain
Berbakti kepada kedua orang tua termasuk amal
perbuatan yang utama setelah shalat lima waktu. Berbakti dan
berbuat baik kepada kedua orang tua serta memperlakukannya
dengan perlakuan yang baik.
Berbakti kepada orang tua adalah kewajiban bagi
seorang anak dan perintah dari Allah Swt. Perintah Allah Swt
yang harus ditaati dan dipatuhi. Kewajiban birrul walidain
bukan karena politik balas budi anak kepada kedua orang
tuanya, namun karena Allah memang memerintahkan
demikian (Sodiq, 2011: 77).
102
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa,”(Qs. An-Nisaa‟: 36).
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil
(yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat
kebaikanlah kepada ibu bapa,” (Qs. Al-Baqoroh: 83).
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Qs. Al-Israa‟: 23).
Surga adalah tempat bagi orang-orang yang memiliki
amal shalih dan menaati perintah orang tuanya (Yunila, 2013:
95). Seseorang yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya
setelah mematuhi perintah Allah maka akan memperoleh apa
yang seharusnya diperoleh.
Setelah ibu dan kedua saudaranya meninggal dunia
akibat serangan bom Israel, Palestine terus berusaha mencari
ayahnya. Kedua orang tuanya lah yang menjadi semangat
hidup Palestine, meski ibu yang selalu menasehatinya telah
103
tiada. Palestine selalu mendoakan kedua orang tuanya agar
selalu diberikan yang terbaik meski dalam dunia yang berbeda.
b. Kasih sayang
Seorang mukmin yang beriman akan selalu
menumbuhkan benih kebaikan bagi kedua orang tuanya
maupun lingkungan masyarakat. Kasih sayang terhadap orang-
orang yang lebih tua dan yang lebih utama adalah kasih sayang
terhadap kedua orang tuanya. Melakukan apa yang
diperintahkan orang tua dengan kebaikan, berbicara dengan
baik dan lembut, berperilaku yang membuat keduanya menjadi
senang dan beruasaha tidak membuat mereka sedih.
Mulyana dalam supriono (2006: 58) mengemukakan
berkasih sayang merupakan salah satu syarat agar kita
disayangi makhluk yang ada di langit.
Rasulullah saw. Bersabda: “tidaklah seorang anak
yang memandang wajah orang tuanya dengan penuh kasih
sayang, kecuali Allah memberikan ganjaran kepadanya seperti
orang yang beribadah haji yang makbul dan mabrur.” (HR.
Imam Rafi‟i).
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Qs. Al-Israa‟: 24).
104
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.”( Qs. Luqman:14).
Palestine dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza
memberi kesan yanng mendalam bagi kehidupan manusia.
Palestine mengasihi kedua orang tuanya meski ibunya telah
meninggal dan ayahnya tidak bersamanya. Kerinduhan akan
kehadiran kedua orang tuanya membuat Palestine menjadi
sosok gadis yang penyayang.
3. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
a. Amanah
Sebuah amanah merupakan keterkaitan dari berbagai
macam kewajiban dari aspek ibadah (Al-Fahham, 2006: 16).
Amanah artinya dipercaya seakar dengan kata iman. Sifat
amanah memang lahir dari kekuatan iman (Ilyas, 2007: 89).
105
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Qs. An-
nisaa‟: 58).
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.” (Qs.
Al-Ahzab: 72).
Dialog antara Palestine dan Yanaan memberikan pesan
yang luar biasa. Ungkapan Palestine untuk tetap menggunakan
namanya meski akan mengundang kematian bagi dirinya
sendiri. Bagi Palestine namanya adalah do‟a dari kedua orang
tuanya, kekuatan yang besar bagi dirinya, dan jalan satu-
satunya untuk bertemu dengan ayahnya.
b. Pantang menyerah
Seorang muslim tidak dianjurkan untuk menyerah
sebelum melakukan suatu usaha. Karena menyerah sebelum
berusaha serta berdo‟a adalah hal yang tidak disukai Allah
Swt. Firman Allah Swt:
106
Mereka menjawab: "Kami menyampaikan kabar gembira
kepadamu dengan benar, Maka janganlah kamu Termasuk
orang-orang yang berputus asa". (Qs. Al-Hijr: 55).
“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah,
melainkan kaum yang kafir.” (Qs. Yusuf: 87).
Pantang menyerah juga sebagai rasa putus asa akan
sesuatu hal yang tidak sesuai dengan hal yang diinginkan.
Palestine mengalami rasa putus asa setelah kematian ibu dan
saudaranya. Namun, Palestine kembali bangkit setelah
mengingat bahwa masih ada ayahnya yang masih hidup.
Palestine berusaha dan berdo‟a agar bisa berjumpa dengan
ayahnya, meski kematian yang akan menjadi jembatan yang
harus dilaluinya.
c. Ketegaran
Sebagai seorang yang beriman bersikap lemah dan
bersedih hati merupakan hal yang tidak disukai. Bersikap
lemah saat menghadapi ujian hanya akan membuat seseorang
tidak mempunyai semangat hidup. Sedangkan bersedih hati
yang mendalam akan membawa pada pemikiran yang negatif
dan akibatnya adalah stres. Firman Allah Swt.:
107
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling
Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
(Qs. Ali-Imron: 139).
Palestine tegar karena selalu mengingat akan adanya
pertolongan Allah Swt bagi seseorang yang selalu mengingat-
Nya. Palestine menjaga ketegarannya semata karena ingin
bertemu dengan ayahnya. Meskipun ketegarannya hanya
semata menutupi perasaan sedihnya sendiri.
d. Cita-cita
Harapan yang harus dicapai dengan sebuah usaha.
Usaha yang harus tetap dilakukan dengan sebuah do‟a. Helen
Keller dalam Asyhar dan Az Zahra (2012: 28) menekankan
bahwa hasil terbaik dari pendidikan adalah adanya sikap
toleransi, dimana karakter tidak bisa dikembangkan dalam
kemudahan dan ketenangan. Hanya pengalaman yang penuh
dengan tantangan dan penderitaan, kepribadian akan semakin
kuat, ambisi muncul dan kesuksesan tercapai.
Seorang gadis kecil bernama Palestine, yang
mempunyai cita-cita dan harapan setinggi langit. Meski
sekolahan yang dulu menjadi tempat bernaung semua cita-cita
sudah roboh akibat bom. Palestine yang bercita-cita menjadi
108
seorang dokter harus mengurungkan cita-citanya tersebut.
Dulu ibunya yang selalu bertanya akan cita-cita Palestine. Rasa
penyesalan muncul karena tidak dapat meneruskan cita-cita
yang dulu diungkapkanya pada ibunya.
e. Tegas
Yanaan dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza adalah
teman baru bagi Palestine. Yanaan berulang kali menanyakan
siapa nama gadis kecil yang baru ditemukanya dan
mengajaknya ke perkemahan pengungsi. Yanaan berulang kali
bertanya dan akhirnya gadis kecil itupun menjawab bahwa
namanya adalah Palestine. Setelah mendengar bahwa namanya
adalah Palestine seperti negaranya Palestina, Yanaan
menyuruh Palestine untuk mengubah namanya yang akan
menbahayakan dirinya. Namun, Palestine dengan tegas tidak
mau mengubah namanya dikarenakan nama tersebut dari
ayahnya.
Tegas bukan berarti tidak menghormati apa yang
dikatakan orang yang lebih tua. Tegas merupakan sifat orang
yang berprinsip. Optimis dalam menjalani kehidupan akan
menjadikan seorang muslim menjalani kehidupan dengan
bahagia, karena menjalani hidup yang optimis menciptakan
pemikiran yang positif.
109
f. Gigih
Setiap muslim dituntut untuk menghadapi segala
permasalahan dan urusannya dengan penuh keseriusan.
Artinya, mereka diharuskan untuk menggunakan dan
mengeluarkan segala kemampuan untuk merealisasikan tujuan
dan untuk mendapat ridha Allah Swt (Mahmud, 2004: 75).
Ibrahim berkata: "tidak ada orang yang berputus asa dari
rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat". (Qs. Al-
Hijr: 56).
Keseriusan Palestine dalam menuju apa yang menjadi
tujuan hidupnya setelah kematian ibunya adalah untuk
menemui ayahnya. Tujuannya untuk bertemu ayahnya tidak
mudah, bisa jadi kematian yang akan menjemputnya. Meski
begitu Palestine tetap gigih ingin menemui ayahnya dengan
melakukan berbagai cara.
g. Sabar
Seorang muslim yang memiliki sifat sabar sendiri akan
mampu menahan segala sesuatu yang tidak disukai oleh Allah
Swt. Orang-orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai
Allah Swt (Shulha, 2008: 67). Allah Swt. berfirman:
110
“Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-
sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang
bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang
menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula)
menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang
sabar.” (Qs. Al-Imron: 146).
Palestine mengahadapi cobaan tanpa kedua orang
tuanya dengan selalu bersabar. Bersabar dalam mengahadapi
musibah yang menimpa diri seorang mukmin adalah ujian dari
Allah Swt untuk menghapus kesalahan dan dosa-dosanya
(Shulha, 2008: 66). Hal itulah yang selalu diingat-ingat
Palestine, bahwa orang yang bersabar dari segala sesuatu yang
menimpanya adalah bentuk ujian bagi orang-orang yang
disayangi Allah Swt. Seperti dalam beberapa firman Allah Swt
berikut:
“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi
Allah adalah kekal. dan Sesungguhnya Kami akan memberi
Balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. An-
Nahl: 96).
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”(Qs. Al-Zumar: 10).
111
Seorang mukmin harus mengetahui bahwa Allah Swt
menguji kita sesuai dengan kadar keimanan kita. Apabila kadar
iman kita besar, Allah Swt akan memberi musibah yang lebih
besar. Apabila agama kita lemah, Allah Swt akan memberi
musibah yang ringan kepada kita (Shulha, 2008: 68). Namun,
semua terkandung kadar keimanan seseorang saat menghadapi
ujian itu sendiri.
Palestine juga sabar dalam menghadapi ujian akan
penyakit yang telah menimpanya karena tertembak oleh
Hebrew tentara Israel. Sabar terhadap penyakit, menahan diri
dari kegelisahan dan kebencian, menahan lisan dari keluhan
adalah bekal penting kehidupan seorang mukmin. Oleh karena
itu, kedudukan sabar terhadap iman, seperti kedudukan kepala
terhadap jasad. Tidak beriman orang yang tidak bersabar,
seperti halnya tidak memiliki jasad orang yang tidak memiliki
kepala (Shulha, 2008: 69).
4. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
a. Mengucapkan dan Menjawab Salam
Kewajiban muslim terhadap muslim yang lainnya
adalah mengucapkan salam dan menjawab salam. Ucapan
salam dalam ajaran Islam mengadung doa keselamatan.
Menurut Hidayati (1999:6) semua muslim adalah bersaudara.
oleh karena itu, bila engkau bertemu dengan teman-temanmu,
112
ketika menelepon, memasuki rumah, dan berpamitan kepada
orang tua ucapkanlah salam.
b. Peduli
Ibadah yang paling utama ialah saling mencintai karena
Allah Swt dan menjalin persaudaraan di dalam agama-Nya,
dan termasuk buah dari akhlak yang baik dan kedua-duanya
terpuji (Ghazali, 2007: 149).
c. Rendah Hati
Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih
dari orang lain, sementara orang yang sombong menghargai
dirinya secara berlebihan (Ilyas, 2007: 123). Pujian adalah
ujian. Di mana setiap ujian harus dihadapi dengan bijaksana.
Oleh karena itu bersifat rendah hati harus selalu ditanamkan
dalam kehidupan sehari-hari. Seperti tokoh utama dalam novel
Gadis Kecil di Tepi Gaza yang mempunyai sifat rendah hati.
Sikap rendah hati terhadap sesame manusia adalah sifat
mulia yang lahir dari kesadaran akan Kemahakuasaan Allah
Swt atas segala hamba-Nya. Manusia adalah makhluk yang
lemah yang tidak berarti apa-apa di hadapan Allah Swt.
manusia membutuhkan karunia, ampunan dan rahmat dari
Allah Swt (Ilyas, 2007: 123).
113
5. Akhlak Terhadap Negara
a. Intifadah
Intifadah adalah perjuangan merebut kemerdekaan
dengan segala dana dan tenaga tanpa menggunakan keekuatan
militer. Tujuan intifadah adalah reaksi atas keputusasaan,
kekecewaan, dan kelemahan. Juga, kekerdilan dari bangsa-
bangsa Arab dalam menghadapi Israel. Intifadah adalah reaksi
atas kegagalan yang dilakukan oleh Hamas dalam
membebaskan negeri mereka (Chrisma, 2011: 307).
Palestine dan Yanaan dalam novel Gadis Kecil di Tepi
Gaza sangat geram melihat kekejian bangsa Israel yang
beberapa hari yang lalu mereka berbohong akan menghentikan
seragan dan gencatan senjata. Palestine mengumpulkan semua
anak-anak untuk mengumpulkan batu-batu kecil yang nantinya
akan digunakan untuk menyerang tentara Israel. Aksi lempar
batu membuat tentara Israel geram, yang kemudian mengusir
anak-anak Palestina tersebut dengan menakut-nakuti mereka
dan mengarahkan tank-tank kepada mereka.
b. Membela Negara
Membela negara merupakan tugas bagi setiap warga
negara. Begitu pula apa yang dilakukan tentara-tentara Hamas
yang menjadi pejuang dalam pembelaan terhadap negara
mereka, Palestina. Hamas merupakan akronim dari kata
114
Harakat al-Muqawamah al-Islamiyah. Menjadi seorang tentara
Hamas tidaklah sangat mudah. Karena mereka harus
meninggalkan keluarga mereka untuk terus berjuang
melakukan serangan yang jitu kepada bangsa Israel.
Yahded Haidar dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza
adalah ayah dari Palestine. Yahded juga seorang Hamas, ia
memutuskan menjadi seorang tentara Hamas karena ia melihat
ibunya dibunuh dengan kejam oleh tentara Israel saat
melakukan serangan. Bagi bangsa Israel, anak laki-laki harus
dimusnahkan agar tidak menjadi penghalang atau penentang.
Yahded melihat ibunya dibunuh dengan kejam, hingga ia
memutuskan jika besar menjadi seorang tentara Hamas demi
membalaskan dendam ibunya terhadap tentara Israel. Meski
dengan berat hati, Yahded bertekad menjadi seorang Hamas
demi membela negaranya dan membalaskan kematian ibunya.
Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar iman
dengan kekafiran, sekali-kalu mereka tidak dapat memberi
mudharat kepada Allah sedikitpun dan bagi mereka azab yang
pedih” (QS. Al-Baqoroh: 177).
115
B. Implikasi Nilai-Nilai Perjuangan Palestine pada Novel Gadis Kecil di
Tepi Gaza karya Vanny Chrisma W dalam Pendidikan Akhlak
Islam telah mengajak dan menganjurkan kepada kaum muslimin
untuk memegang akhlak-akhlak mulia. Agama Islam juga sebagai agama
paripurna, nilai-nilai akhlak yang diajarkan Islam telah mencapai
kesempurnaan. Nilai-nilai akhlak tersebut membawa kebahagian di dunia
dan di akhirat (Mahmud, 2004: 20).
Para ulama Islam yang menulis tentang akhlak menjelaskan,
bahkan menekankan apa yang tak diperhatikan oleh para penulis Barat,
yaitu bahwa akhlak yang baik adalah apa yang dinilai baik oleh akal dan
syariat. Sedangkan akal saja tak cukup untuk menilai baik dan buruknya
suatu perbuatan. Ukuran akhlak yang baik adalah ia sesuai dengan syariat
Allah, berhak mendapatkan ridha-Nya, serta dalam memegang akhlak baik
ini sambil memperhatikan pribadi, keluarga, dan masyarakat, sehingga di
dalamnya terdapat kebaikan dunia akhirat (Mahmud, 2004: 36).
Akhlak sendiri biasa diartikan sebagai kebiasaan berkehendak,
dimana setiap kebiasaan dari orang yang baik akan menguasai keinginan
yang baik. Keistimewaan akhlak itu sendiri tumbuh melalui pengtahuan
yang menjadi pembiasaan, sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar
sedangkan akhlak dapat diperoleh dari kebiasaan. Pendidikan akhlak
dalam Islam sendiri merupakan pendidikan praktis, siap untuk
diaplikasikan dalam kehidupan bagi individu dan manusia seluruhnya
116
walaupun berbeda bahasa, warna, tempat dan waktu (Hafidz dan
Kastolani, 2009: 120).
Pendidikan akhlak tidak hanya mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhan saja, namun juga mengatur dari segi-segi kemanusiaan.
Misalnya hubungan dengan kedua orang tua yang telah melahirkan
manusia satu dengan yang lainnya. Dimana akhlak terhadap kedua orang
tua sangat penting diaplikasikan dalam kehidupan ini. Orang tua adalah
faktor penting dalam menciptakan akhlak itu sendiri. Dimana sifat dan
karakter seorang anak adalah pembiasaan dari pengamatan prilaku kedua
orang tuanya.
Pendidikan akhlak dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza yang
memuat akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap
diri sendiri, dan akhlak terhadap negara yang sangat dibutuhkan dalam
kehidupan. Keempatnya tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, dimana
akhlak terhadap Allah adalah hal yang paling utama dalam pendidikan
akhlak. Pendidikan Akhlak dapat diaplikasikan sesuai dengan syariat
Islam, dimana manusia yang mempunyai kebiasaan berkehendak dengan
baik akan menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang
dilarang. Akhlak mulia merupakan tujuan pokok pendidikan akhlak dan
manfaat akhlak yang mulia adalah keberuntungan hidup di dunia dan
akhirat.
Akhlak mulia adalah menahan marah karena Allah Swt,
menampakan kegembiraan, memberi maaf kepada orang-orang yang salah
117
kecuali apabila bermaksud memberi pelajaran dan menegakan hukum,
serta tidak mengganggu setiap muslim kecuali apabila bermaksud
mengubah kemungkaran dan mengembalikan hak yang dizalimi tanpa
melampaui batas (Shulha, 2008: 90).
Perjuangan Palestine dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza yang
memuat tentang akhlak mulia terhadap kedua orang tua melalui
pembiasaan untuk selalu menjaga amanah, tidak pantang menyerah, tegar
dalam segala cobaan, mencapai cita-cita dan tegas dalam berbuat. Hal
tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dimana dalam
novel Gadis Kecil di Tepi Gaza ini memberi kesan pesan agar selalu
bersikap tegar dalam setiap cobaan, selalu menjaga amanah yang diberikan
orang tua, menerima apapun takdir yang Allah Swt berikan, serta
berikhtiyar untuk berjuang melawan perbuatan yang salah.
Seorang anak yang mempunyai akhlak mulia akan senangtiasa
menjaga dirinya untuk tetap melakukan setiap kebaikan serta menjauh dari
setiap kejahatan. Hal tersebut akan dengan sendirinya direfleksikan dalam
kehidupan sehari-hari.
118
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nilai-Nilai Perjuangan Palestine dalam Perspektif Pendidikan Akhlak
Nilai-nilai perjuangan Palestine dalam perspektif pendidikan
akhlak mengandung akhlak terhadap Allah Swt, akhlak terhadap
orang tua, akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap negara.
a. Akhlak terhadap Allah Swt meliputi menerima takdir, taqwa,
menaati perintah Allah, khauf dan raja‟, tawakal, ikhlas.
b. Akhlak terhadap orang tua meliputi birrul walidain (berbakti
kepada kedua orang tua) dan kasih sayang.
c. Akhlak terhadap diri sendiri meliputi amanah, pantang menyerah,
ketegaran, cita-cita, tegas, gigih dan sabar.
d. Akhlak terhadap negara meliputi intifadah dan membela negara.
2. Implikasi Nilai-Nilai Perjuangan Palestine pada Novel Gadis Kecil di
Tepi Gaza karya Vanny Chrisma W dalam Pendidikan Akhlak
Perjuangan Palestine dalam novel Gadis Kecil di Tepi Gaza
yang memuat akhlak terhadap kedua orang tua melalui pembiasaan
untuk selalu menjaga amanah, tidak pantang menyerah, tegar dalam
segala cobaan, mencapai cita-cita dan tegas dalam berbuat. Hal
tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Novel Gadis
Kecil di Tepi Gaza ini memberi kesan pesan agar selalu bersikap tegar
119
dalam setiap cobaan, selalu menjaga amanah yang diberikan orang
tua, menerima apapun takdir yang Allah Swt berikan, serta berikhtiar
atau berusaha untuk berjuang melawan perbuatan yang salah. Seorang
anak yang mempunyai akhlak mulia akan senangtiasa menjaga dirinya
untuk tetap melakukan setiap kebaikan serta menjauh dari setiap
kejahatan. Hal tersebut akan dengan sendirinya direfleksikan dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Saran
1. Bagi Orang Tua
Pendidikan akhlak adalah hal yang paling mendasar yang harus
orang tua ajarkan kepada anak-anak sejak dini. Menanamkan akhlak
mulia sejak dini akan membentuk kepribadian yang baik pada seorang
anak. Karena pada hakikatnya orang tua menginginkan seorang anak
tumbuh dengan kepribadian yang baik. Bagi Dunia Pendidikan
Keberhasilan pendidikan tidak hanya diperoleh dari
pengetahuan umum saja. Namun hal yang paling menunjang
pendidikan adalah dimana pendidikan umum terpadu dengan
pendidikan agama. Banyak orang mengejar pendidikan umum saja
tanpa membekali seorang anak dengan pendidikan agama. Oleh
karena itu, penting bagi dunia pendidikan Islam untuk
mengimplementasikan pendidikan akhlak bagi peserta didik dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
120
2. Bagi Dunia Sastra
Dalam membuat karya sastra sebaiknya tidak hanya memuat
tentang keindahan dan hiburan semata sebagai daya jual. Namun,
harus memperhatikan isi dan kandungan yang ada dalam karya sastra
tersebut. Sehingga karya sastra tersebut tidak hanya sebagai daya jual
tetapi juga memuat pembelajaran akhlak yang bisa diambil dan
dimaknai sendiri oleh pembaca.
3. Bagi Karya Penelitian
Banyak karya sastra yang belum banyak dikaji oleh sebagian
orang. Karya sastra yang menginspirasi dan mengandung banyak
nilai-nilai pendidikan bahkan bermanfaat bagi kehidupan. Hal yang
bermanfaat bagi kehidupan tidak hanya dalam lingkungan sekitar,
namun juga dapat dikaji dari berbagai macam obyek karya sastra
melalui penelitian.
121
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimi, Muhammad Ali. 2004. Muslim Ideal. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV Sinar Baru.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chrisma, Vanny. 2011. Gadis Kecil di Tepi Gaza. Jogjakarta: DIVA Press.
Ghalayini, Syekh Mushthafa. 1976. Bimbingan Menuju Akhlak yang Luhur.
Semarang: Toha Putra.
Hafidz, Muhammad dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam antara Tradisi dan
Modernitas. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Hamka. 1992. Akhlaqul Karimah. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Hidayati, Anisa. 1999. Anak Sholeh Tanamkan Iman Sejak Dini. Yogyakarta:
Mitra Pustaka.
Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI.
Kusmana, Suherli. 2010. Merancang Karya Tulis Ilmiah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani.
Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah bagi Mahasiswa.
Yogyakarta: Trust Media.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nata, Abuddin. 2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer
tentang Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nurgiyanto, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: GADJAH
MADA UNIVERSITY PRESS.
Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir STAIN SALATIGA. 2008.
Poerwodarminto, WJS. 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sambu, Gari Rakai. 2013. Langkah Awal menjadi Penulis Fiksi. Yogyakarta:
Media Pressindo.
Shulha, Salma. 2008. La Tahzan For Muslimah. Bandung: DAR! Mizan.
122
Sodiq, Burhan. 2011. Titip Doa Buat Ibunda. Solo: Gazzamedia.
Tatapangarsa, Humaidi. 1991. Akhlaq yang Mulia. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Umiarso dan Haris Fathoni Makmur. 2010. Pendidikan Islam dan Krisis
Moralisme Masyarakat Modern. Jogjakarta: Ircisod.
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
Wiyanto, Asul. 2012. Kitab Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Galangpress.
Yunila, Wira. 2013. Sukses Besar dengan Doa dan Ridho Ibu. Yogyakarta: Buku
Pintar.
Zuhahrini. 1983. Metode Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional.
Wikipedia. 2016. Majas. https://id.m.wikipedia.org/wiki/majas diakses pada
tanggal 12 februari 2016 pukul 22:47 WIB
1
2
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Evi Triyani Fakultas :Tarbiyah dan Ilmu Keagamaan
Nim : 111 11 060 Progdi : PAI
P. A. : Maslikhah, S.Ag., M.Si.
NO
Jenis Kegiatan
Pelaksanaan
Jabatan
Nilai
1. Orientasi Pengenalan Akademik
dan Kemahasiswaan dengan
tema “Revitalisasi Gerakan
Mahasiswa di Era Modern untuk
Kejayaan Indonesia” oleh
Dewan Mahasiswa (DEMA)
STAIN Salatiga
20 – 22 Agustus 2011 Peserta 3
2. Membangun Mahasiswa Cerdas
Emosi, Spiritual, dan Intelektual
melalui Achievement
Motivation Training (AMT) oleh
CEC dan Ittaqo STAIN Salatiga
23 Agustus 2011 Peserta 2
3. Orientasi Dasar Keislaman
(ODK) dengan tema
“Menemukan Muara sebagai
Mahasiswa Rahmatan Lil
Alamin” oleh Panitia ODK
STAIN Salatiga
24 Agustus 2011 Peserta 2
4. Seminar Entrepreneurship dan
Koperasi oleh Koperasi
Mahasiswa (KOPMA) Fatawa
dan KSEI STAIN Salatiga
26 Agustus 2011 Peserta 2
5. USER EDUCATION
(Pendidikan Memakai) oleh
UPT Perpustakaan STAIN
Salatiga
19 September 2011 Peserta 2
3
6. Grand Opening Nisa‟,
“Hypnotherapy” (Concentrate
Your Mind, Get Your
Achivement) oleh Lembaga
Dakwah Kampus (LDK) Darul
Amal STAIN Salatiga
24 September 2011 Peserta 2
7. Bedah Buku “Super Teens Super
Leader” oleh KAMMI
Komesariat Salatiga
08 Oktober 2011 Peserta 2
8. Seminar Keperempuanan Korps
HMI-Wati (KOHATI) Salatiga
dengan tema “Jilbab Prespektif
Agama dan sosial oleh Korps
HMI-Wati (KOHATI)
Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) Cabang Salatiga
4 November 2011 Peserta 2
9. Pendakian Massal Gunung
Merbabu oleh Mapala Mitapasa
STAIN Salatiga
26 - 27 November
2011
Peserta 2
10. Seminar Pendidikan “Menuju
Pendidikan Indonesia yang
Ideal” oleh Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) STAIN
Salatiga
28 Desember 2011 Peserta 2
11. Bahasa Arab Sebagai Penunjang
Perkuliahan Mahasiswa oleh
Ittaqo STAIN Salatiga
17 Maret 2012 Peserta 2
12. Pendidikan Dasar Perkoperasian
dengan tema “Optimalisasi
Peran Koperasi dalam Dunia
Kemahasiswaan” oleh Koperasi
Mahasiswa (KOPMA) Fatawa
STAIN Salatiga
29 April 2012 Peserta 2
4
13. Agenda Milad X LDK Darul
Amal STAIN Salatiga “Cerpen
Islami” oleh LDK Darul Amal
STAIN Salatiga
17 Mei 2012 Peserta 2
14. Surat Pengesahan Pimpinan
Anak Cabang Ikatan Pelajar
Putri Nahdlatul Ulama (PAC-
IPPNU) Kecamatan Getasan
Periode 2012-2014 oleh
Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar
Putri Nahdlatul Ulama (PC-
IPPNU) Kabupaten Semarang
24 November 2012 Ketua Pimpinan
Anak Cabang
Ikatan Pelajar
Putri Nahdlatul
Ulama (PAC-
IPPNU)
Kecamatan
Getasan Periode
2012-2014
4
15. Pendidikan Lanjutan
Perkoperasian (PLP) se-Jateng
dengan tema “Membentuk
Karakter Enterpreneur yang
Berjiwa Koperasi” oleh Kopma
Fatawa STAIN Salatiga
30 November – 2
Desember 2012
Peserta 2
16. Seminar Nasional Kebangsaan
dengan tema “Menggagas
Menasionalismekan Ber-Agama;
Upaya Membingkai Perbedaan
Keberagamaan dalam Ke-
Indonesiaan” oleh Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama (IPNU) Kab.
Semarang
27 Desember 2012 Peserta 8
17. Orientasi Konselor/Pendidik
Sebaya Tingkat Kabupaten
Semarang oleh Badan Keluarga
Berencana dan Pemberdayaan
Perempuan (BKKPP) Kabupaten
Semarang
14 - 15 Maret 2013 Peserta 2
5
18. Seminar Nasional dengan tema
“Ahlusunnah Waljamaah dalam
Prespektif Islam Indonesia oleh
Dewan Mahasiswa (DEMA)
STAIN Salatiga
26 Maret 2013 Peserta 8
19. “Pelatihan Mendongeng” dalam
Rangka “Open House SD
Integral Hidayatullah Salatiga di
SD Integral Hidayatullah
Salatiga
29 Maret 2013 Peserta 2
20. Surat Keterangan Pengurus
Koperasi Mahasiswa (KOPMA)
Fatawa STAIN Salatiga oleh
Ketua STAIN Salatiga
22 April 2013 Pengurus Devisi
Perluasan
Ketrampilan
Wacana
(DEVLUNA)
4
21. Tafsir Tematik dengan tema
“Sihir dalam Prespektif Al-
Qur‟an dan Hukum Negara”
oleh JQH STAIN Salatiga
04 Mei 2013 Peserta 2
22. Bedah Buku “Sang Maha
Segalanya Mencintai Sang
Mahasiswa” oleh LDK Darul
Amal STAIN Salatiga
25 Mei 2013 Peserta 2
23. Seminar Naional
Entrepreneurship
“Menumbuhkan Jiwa
Entrepeneur Generasi Muda”
oleh KOPMA FATAWA
STAIN Salatiga
27 Mei 2013 Panitia 8
24. Rangkaian Milad LDK Darul
Amal STAIN Salatiga XI
dengan Acara Lomba STAIN
Salatiga
5 Juni 2013 Peserta 2
6
25. Pendidikan Lanjutan
Perkoperasian dengan tema
“Mengembangkan Kreatifitas
Entrepreneur Berbasis Koperasi”
oleh Kopma Fatawa STAIN
Salatiga
05 – 07 Juli 2013 Panitia 3
26. Seminar Nasional dengan tema
“Mengawal Pengendalian BBM
Bersubsidi, Kebijakan BLSM
yang tepat sasaran. Serta
Pengendalian Inflasi dalam
Negeri sebagai dampak kenaikan
harga BBM Bersubsidi oleh
Dewan Mahasiswa (DEMA)
STAIN Salatiga
08 Juli 2013 Peserta 8
27. Surat Keterangan telah
Mengikuti Kegiatan “Penguatan
Rekonsiliasi Elemen Masyarakat
dalam Rangka Peningkatan
Wawasan Kebangsaan” oleh
Badan Kesatuan Bangsa Politik
dan Perlindungan Masyarakat
Provinsi Jawa Tengah
27 - 28 Agustus 2013 Peserta 4
28. Kegiatan Sosialisasi Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal
Ika oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia
24 Oktober 2013 Peserta 8
7
29. Seminar Nasional dengan tema
“4 Pilar Kebangsaan Untuk
Mempertegas Karakter ke-
Indonesia oleh MPR RI bekerja
sama dengan Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama (IPNU) Kab.
Semarang
24 Oktober 2013 Peserta 8
30. Training Of Trainer (TOT) oleh
KOPMA FATAWA STAIN
Salatiga
22 - 24 November
2013
Panitia 3
31. Sertifikat Pelatihan Pengelola
Kelompok Pusat Informasi dan
Konseling (PIK) Remaja
Provinsi Jawa Tengah Oleh
Bidang Pelatihan dan
Pengembangan (Latbang)
Perwakilan BKKBN Provinsi
Jawa Tengah
18 – 21 Maret 2014 Peserta 4
32. Praktik Pengalaman Lapangan
(PPL) di MA AL-MANAR
Tengaran
11 Agustus - 11
Desember 2014
Peserta 2
33. Pelatihan Ustadz-Ustadzah
Taman Pendidikan Al Quran
(TPA) Bermain, Cerita,
Menyanyi Islami oleh Badko
TPQ Kecamatan Pabelan
7 Desember 2014 Peserta 2
34. Seminar Nasional Bahasa Arab
Ittaqo dengan tema
“Implementasi Kurikulum 2013
pada Mapel Bahasa Arab Dasar
dan Tingkat Menengah dalam
Upaya menjawab Tantangan
Pengajaran Bahasa Arab” oleh
Ittaqo STAIN Salatiga
4 November 2014 Peserta 8
8
9
10
11
12
13
SINOPSIS NOVEL
Judul : Gadis Kecil di Tepi Gaza
Pengarang : Vanny Chrisma W
Penertbit : Diva Prees
Kota : Jokjakarta
Tahun : November 2011
Halaman : 344
Tebal : 3 cm
Panjang : 21 cm
Lebar : 15 cm
Harga : Rp. 44.000
Novel ini mengisahkan tentang sosok seorang gadis bernama Palestine,
yang berusia 11 tahun, menjadi salah satu dari korban agresi militer Israel di Gaza
pada tanggal 27 Desember 2008. Sebuah rudal telah mengancurkan rumah
Palestine serta menewaskan ibu dan dua saudaranya saat berada di dalam rumah.
Sedang ayah Palestine telah memutuskan untuk menjadi seorang Hamas sebelum
14
terjadi agresi Desember itu. Ibu dan kedua saudaranya, Ahmeed dan Zaynab tewas
terkena ledakan roket yang juga mengenai atap rumahnya. Hanya gadis kecil
itulah yang selamat walau ia sedikit mengalami cedera ringan.
Palestine dibawa serta bersama dengan rombongan anak–anak Gaza lain
untuk mengungsi di kamp Jabaliyah, yang dirasa aman dari gangguan tentara –
tentara Israel yang membabi buta. Di sanalah, ia bertemu dengan seorang pemuda
berusia 14 tahun bernama Yanaan yang menjadi pemimpin anak–anak pengungsi
lain di Jabaliyyah. Yanaan sangat menyukai sosok Palestine yang terkenal kuat
dan gigih.
Palestine juga bertemu dengan Adeeba gadis berusia 8 tahun yang juga
salah satu korban kekejian Israel dan baru kehilangan ibunya. Adeeba memiliki
satu kelebihan indera ke enam untuk melihat masa lalu dan masa depan. Dan ia
pun juga tahu apa yang akan terjadi pada Palestine yang nantinya akan terkena
tembak oleh sersadu Israel dan sekolah PBB di Jabaliyyah yang akan hancur
lebur karena terkena ledakan roket yang diluncurkan oleh Israel. Namun, nasib
yang teramat pendek mengambil nyawa Adeeba selepas Palestine terkena
tembakan dari Hebrew, salah seorang tentara Israel yang tak memandang bulu dan
seenaknya menembak para pengungsi. Di mana saat itu, Palestine bersama dengan
teman–temannya yang lain hendak melemparkan barisan tentara Israel itu dengan
kotoran kuda yang dibuat menjadi seperti batu. Karena merasa sakit hati dan
marah, akibat lemparan kotoran kuda itu mengenai temannya, Abigail. Hebrew
pun akhirnya tak ragu–ragu lagi menembak Palestine dan mengenai dada sebelah
kanannya. Palestine koma selama beberapa hari dan disanalah ia akhirnya
15
dipertemukan pula dengan sang ayah yang menjadi anggota Hamas dan tengah
menyamar menjadi rakyat sipil ketika menjenguk putrinya yang tengah sakit.
Ketika keduanya saling bertemu dan melepas rindu, Palestine kala itu merasa
kehausan, meminta tolong ayahnya untuk mengambilkan ia air minum. Tapi naas,
rupanya tentara Israel tak lepas–lepas dari pandangannya terhadap Haidar.
Ditangkaplah ia secara diam–diam sehingga ia pun di terbangkan ke Yerussalem
bersama dua teman Hamas lainnya yang tertangkap.
Kisah sedih yang membuat banyak pembaca menangis ini, memang sangat
bagus dan menarik untuk dibaca. Apalagi ketika perjalanan gadis kecil itu
medatangi kota Yerussalem dengan ditemani beberapa tentara Israel yang hendak
dipindah tugaskan. Di sana ia tidak tahu jika diculik, saat ia tahu dirinya diculik,
Palestine sudah berkumpul dengan gadis–gadis Gaza lainnya yang juga diangkut
satu mobil denngannya. Perjalanan yang sepi , penuh dengan air mata dan siksaan
batin. Demi menjenguk dan menemui ayahnya di penjara Maskobeyya, ia pun
rupanya dibuang begitu saja oleh Hebrew agar tersesat di kota Yerussalem dan
mati kelaparan. Tapi nasib baik berada ditangannya, gadis kecil itu bertemu
dengan seorang wanita tua bernama Hajna yang menemukan Palestine di jalanan
dan membawanya pulang untuk diberi makan dan tempat tinggal. Rupanya ada
benang merah yang menyatu dan menghubungkan Palestine dengan Haidar, sang
ayah. Ia baru tahu kalau Hajna memiliki cucu perempuan kecil bernama Iffat yang
juga menjenguk ayah dan ibunya di penjara Maskobeyya. Saat itulah Palestine
menitipkan surat rindu itu untuk sang ayah yang dititipkan pada ayah Iffat. Tak
semudah yang dibayangkan, rupanya surat yang diberikan Palestine pada Dalaj,
16
ayahanda Iffat diketahui oleh kepala sipir dan menghukum Balamoth, si sipir yang
bertugas menjaga malam hari itu. Dalaj yang seharusnya keluar satu bulan lagi
tiba–tiba diundur menjadi satu tahun lagi.