1
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP CITRA POLRI
DENGAN KETERLIBATAN KERJA PADA ANGGOTA POLRI DI
POLRES WONOSOBO
Oleh :
DAHLI FIATRY
M. BACHTIAR,.Drs.,MM
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2006
2
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP CITRA POLRI
DENGAN KETERLIBATAN KERJA PADA ANGGOTA POLRI DI
POLRES WONOSOBO
Telah disetujui Pada Tanggal
_________________________
Dosen Pembimbing Utama
M. BACHTIAR,.Drs.,MM
3
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP CITRA POLRI
DENGAN KETERLIBATAN KERJA PADA ANGGOTA POLRI DI
POLRES WONOSOBO
Dahli Fiatry M.Bachtiar
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap citra Polri dengan keterlibatan kerja pada anggota polisi. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini ada hubungan antara persepsi terhadap citra Polri dengan keterlibatan kerja pada anggota Polri. Semakin tinggi persepsi terhadap citra Polri, semakin tinggi keterlibatan kerja. Sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap citra Polri, semakin rendah keterlibatan kerja.
Responden dalam penelitian ini adalah anggota polisi yang berjumlah 75 orang. Teknik pengambilan menggunakan metode cluster sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala persepsi terhadap citra Polri yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Mappiare (Putriana, 2004) dan buku saku perilaku anggota Polri dan skala keterlibatan kerja yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Lodahl dan Kejner (Armaliani, 1988).
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12.0 untuk menguji apakah ada hubungan antara persepsi terhadap citra Polri dengan keterlibatan kerja pada anggota Polri. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0,404 p= 0,000 (p<0,01) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap citra Polri dengan keterlibatan kerja. Jadi hipotesis diterima.
Kata kunci : Persepsi terhadap Citra Polri, Keterlibatan Kerja
4
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia sekarang ini sedang mengalami perubahan yang sangat
intensif dibandingkan waktu-waktu yang lalu. Keadaan yang demikian itu tentunya
sangat berpengaruh terhadap fungsi-fungsi yang dijalankan oleh badan atau lembaga
masyarakat yaitu suatu sikap yang bijaksana apabila badan atau lembaga dalam
masyarakat mau merenungkan kembali fungsinya.
Badan atau lembaga yang ada dalam masyarakat antara lain adalah Kepolisian
Republik Indonesia (Polri) yang merupakan suatu bagian dari birokrasi pemerintahan
yang secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Polisi adalah petugas yang
terus-menerus memberikan perhatian terhadap pemecahan soal-soal kejahatan dan
memberikan pelayanan publik dalam menangani kejahatan (Banurusman, 1995).
Hal itu disebabkan oleh kebutuhan dasar masyarakat akan keamanan dan
ketertiban. Masyarakat tidak akan bisa membangun kehidupannya dengan baik bila
tidak ada suatu tingkat keamanan tertentu, karena begitu dekatnya hubungan antara
polisi dengan masyarakat, maka masyarakat menaruh banyak harapan kepada polisi
sehingga penampilan polisi banyak mendapat perhatian, hasil dari interaksi antara
harapan masyarakat dan penampilan polisi yang membuahkan suatu citra polisi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa anggota polisi, untuk
menjalankan tugas, polisi harus berpegang pada aturan formal yaitu Undang-Undang
Kepolisian Negara Republik Indonesia No.02 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
5
pada Bab III pasal 13 menyatakan bahwa tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia
adalah a) memelihara keamananan ketertiban masyarakat, b) menegakkan hukum,
dan c) memberi perlindungan, pengayom dan pelayanan kepada masyarakat. Artinya,
perilaku polisi harus sesuai dengan berbagai aturan yang telah ditetapkan.
Menurut anggota polisi tersebut luasnya tugas polisi terutama di lapangan,
ternyata terbentur pada berbagai keterbatasan mulai dari jumlah personil, Sumber
Daya Manusia (SDM), sarana dan prasarana misalnya kendaraan, alat-alat, fasilitas,
lingkungan juga mempengaruhi tugas polisi seperti masyarakat, politik dan ekonomi..
Berdasarkan buku saku perilaku anggota Polri sebagai pelindung, pengayom
dan pelayan masyarakat yaitu hubungan dengan masyarakat di lingkungan sekitar
tempat tinggal, misalnya mempelopori dilakukannya siskamling atau menampung
keluhan-keluhan masyarakat dalam hal keamanan, kemudian dalam hubungan dengan
masyarakat di lingkungan umum, misalnya bertanggungjawab mengamankan lokasi
tugasnya, tidak melakukan pungli, terakhir dalam hubungannya dengan masyarakat di
markas atau kantor, misalnya berada di tempat kerja, memberikan salam kepada
masyarakat yang datang dan tidak pilih kasih dalam pelayanan. Yang kemudian
disimpulkan menjadi empat aspek citra polisi yaitu dalam dalam lingkungan
masyarakat, pelayanan, lingkungan kerja dan pakaian dan penampilan..
Contoh lain polisi sebagai pengayom dan pembina masyarakat akan terlihat,
dalam sosok Polisi Sahabat Anak atau Polisi di desa-desa sebagai Polisi Bintara
Keamanan dan Ketertiban Masyarakat di Desa (Babinkamtibmas). Dalam figur ini
6
mereka haruslah polisi yang ramah, murah senyum, disenangi dan dicintai oleh
masyarakat yang berinteraksi dengan dirinya. Tetapi disisi lain polisi haruslah
menjadi sosok yang garang, menakutkan, tidak kompromi terutama bila ia sebagai
reserse pemburu kejahatan, karena hal ini fungsional bagi polisi dan melekat
padanya.
Ditinjau secara psikologis, polisi yang menjaga ketertiban dan keamanan selalu
berinteraksi dengan masyarakat dalam menjalankan tugasnya. Hingga terbentuknya
suatu citra, ada proses psikologis yang kompleks mulai dari interaksi itu sendiri
hingga terbentuknya citra.
Kotler (1984) citra adalah serangkaian pesan kepercayaan yang dimiliki
seseorang atau kelompok terhadap obyek. Dalam citra terdapat unsur informasi,
kesan dan kepercayaan terhadap suatu obyek yang kemudian akan dipersepsikan
sebagai suatu kepribadian. Menurut Assael (Rohmani, 2002) citra adalah persepsi
total terhadap suatu obyek yang merupakan hasil pengolahan informasi yang
didapatkan individu dari berbagai sumber dari waktu ke waktu. Dimana masyarakat
berperan penting dalam menilai perilaku anggota polisi karena tidak lepas dari tugas
polisi sebagai pelayan masyarakat, sehingga keberadaan polisi sangat mudah disoroti
terutama apabila ada kekurangannya. Dengan melihat hal tersebut perkembangan
citra tergantung pada hubungan sosial dan merupakan proses yang panjang dan sering
atau tidak menyenangkan karena terkadang citra yang diproyeksikan tidak selalu
positif.
7
Persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan yaitu merupakan
proses yang berwujud diterimanya stimulus melalui alat reseptornya sehingga
individu menyadari apa yang dilihat dan didengarnya (Walgito, 1991). Kreck ( Arifin
dkk, 2003) Persepsi sebagai proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh
seseorang, Individu yang berbeda akan melihat hal yang sama dengan cara yang
berbeda. Peran persepsi dipandang penting karena bagaimana ia melihat dirinya
sendiri dalam menjalankan tugas yang dampaknya terhadap perilaku individu di
tempat kerja, apakah dapat menumbuhkan keterlibatan kerja terhadap pekerjaannya.
Walgito (1991) Faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi adalah faktor
internal (perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan dan aspek-
aspek lain yang ada dalam diri individu), faktor eksternal (faktor stimulus itu sendiri
dan lingkungan).
Seorang anggota Polri yang mempunyai keterlibatan kerja adalah seseorang
yang identitas dirinya dipengaruhi oleh pekerjaannya sehingga akan
bertanggungjawab dalam pekerjaannya, akan menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai penegak hukum, pelindung dan pengayom masyarakat, sadar betapa
bernilainya pekerjaan sebagai polisi sehingga akan mendorong timbulnya suatu
kebanggaan profesi. Lodahl & Kejner (Kanungo, 1982) faktor-faktor yang
mempengaruhi keterlibatan kerja antara lain faktor pribadi seperti a) usia,
b) pendidikan, c) jenis kelamin, d) sistem nilai, e) tingkat kebutuhan, dan f) status
perkawinan, faktor situasional seperti a) karakteristik, b) level pekerjaan, c) perlakuan
8
pimpinan, d) partisipasi dalam pengambilan keputusan, faktor hasil kerja seperti
kepuasan kerja.
Dinamika terjadinya keterlibatan kerja yang tinggi pada seorang polisi
ditentukan dengan adanya harapan yang sangat besar terhadap pekerjaannya, yaitu
karena pekerjaannya adalah bagian penting dari hidupnya, sehingga kejadian-
kejadian penting yang terjadi pada pekerjaannya lebih penting baginya.
Hasil penelitian yang dilakukan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian,
Universitas Gadjah Mada (Litpol, 2006) mengemukakan bahwa penegakkan
keamanan, perlindungan pada masyarakat dan pelayanan kepada masyarakat yang
dilakukan polisi dinilai masih rendah karena kehadiran aparat Polri dinilai dengan
pungutan (resmi atau tidak resmi) dan perlindungan pada praktek amoral dan
masyarakat menilai bahwa pelayanan Polri dirasakan tidak mempermudah, melainkan
mempersulit. Yang terbayang dalam benak masyarakat ketika berurusan dengan
polisi adalah pungutan liar, prosedur yang berbelit-belit, pelayanan yang tidak
transparan, sikap membeda-bedakan dan sambutan yang tidak ramah.. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut tampak jelas keterlibatan kerja polisi masih rendah dan jauh
dari harapan masyarakat.
Hasil wawancara dengan angoota polisi tersebut juga menyatakan bahwa
masyarakat selalu berkeinginan memperoleh pelayanan tercepat didalam urusan
apapun walaupun dengan memperoleh resiko. Keinginan ini pun menjadi penyebab
terciptanya kasus uang sogok, pihak kepolisian yang terkena akibatnya karena
9
kebetulan urusan seperti itu memang wewenang Kepolisian. sampai saat ini yang
berkaitan dengan public service dan perijinan-perijinan masih sangat kurang
memuaskan bagi masyarakat. Namun dalam hal penyelesain masalah seperti
terjadinya pembunuhan, pengeroyokan dan pembunuhan mulai mampu diatasi
dengan baik sehingga fungsinya sebagai pelindung bagi masyarakat sudah dirasakan
oleh masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan yang telah diuraikan diatas sangat menarik untuk diteliti karena
diasumsikan bahwa peran persepsi anggota Polri terhadap citra yang diberikan
masyarakat kepada Polri dipandang penting karena berguna untuk mengevaluasi diri
pribadi dan mengembangkan nilai-nilai serta pandangan yang diperoleh dari
lingkungan sosialnya. Maksudnya adalah Polri yang bertugas sebagai penegak
hukum juga dituntut utuk menjalankan fungsi sosial yaitu bagaimana polisi melihat
diri mereka sendiri dalam menunaikan tugas pokoknya atau yang disebut penilaian
diri sendiri yaitu bagaimana anggota Polri memandang pekerjaannya dan
dihubungkan dengan kondisi dirinya dan pandangan masyarakat terhadap dirinya.
Penilaian seseorang atau sikap seseorang di dalam hubungannya dengan pekerjaan
merupakan hal yang mendorong seseorang dalam aktivitas kerjanya. Seseorang yang
bekerja sebagai polisi dan mempunyai persepsi positif terhadap pekerjaannya dapat
mempunyai keterlibatan kerja.
Keterlibatan kerja anggota polisi dipengaruhi oleh persepsi terhadap citra Polri.
Anggota Polri yang terlibat dalam pekerjaan memandang pekerjaan dengan sangat
10
serius, mempertaruhkan nilai dan identitas dirinya pada pekerjaan sehingga ia mampu
menilai dirinya berdasarkan peranannya dalam bekerja yang didapat dari umpan balik
lingkungannya yaitu masyarakat. Dengan permasalahan diatas peneliti ingin
mengetahui sejahumana hubungan antara persepsi anggota Polri terhadap citra polisi
dengan keterlibatan kerja pada anggota Polri.
DASAR TEORI
1. Pengertian Keterlibatan Kerja
Berbagai istilah digunakan untuk menjelaskan keterlibatan kerja. Beberapa ahli
menggunakan istilah yang berbeda – beda untuk menggambarkan konsep ini.
Rabinowitz dan Hall (1977) mempunyai dua konsep tentang keterlibatan kerja, yaitu
a. Keterlibatan kerja sebagai Performance Self Esteem Contingency yang
didefenisikan sebagai seberapa jauh seseorang dipengaruhi oleh level atau
tingkatan Performance. Bahwa seseorang yang mempunyai keterlibatan kerja
akan menganggap bahwa pekerjaannya merupakan suatu hal yang penting dari
atau bagi kehidupannya dan terlibat secara pribadi dengan situasi kerjanya.
b. Keterlibatan kerja sebagai suatu component of self image menurut Lodahl dan
Kejner (Armaliani, 1988) yaitu identitas seseorang secara psikologis dapat
dikenali dari pekerjaannya atau seberapa penting pekerjaan tersebut bagi self
image.
11
Kanungo (1979) keterlibatan kerja merupakan konsep kognitif karena
mengandung kepercayaan bahwa pekerjaan itu mempunyai potensi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya yang penting.
Locke (Adlinsyah, 1992) menyatakan orang yang terlibat dalam pekerjaannya
merupakan orang yang melaksanakan tugasnya dengan serius dan nilai-nilai yang
penting dipertaruhkan pada pekerjaan tersebut. Secara emosional orang yang terlibat
dalam pekerjaan dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman kerja dan secara mental
akan terikat oleh pekerjaannya.
Feinberg (Armaliani, 1988) mengemukakan seseorang yang terlibat dengan
pekerjaannya adalah seseorang yang menganggap pekerjaannya sebagai bagian
penting dalam kehidupannya dan seseorang yang sangat dipengaruhi oleh
keseluruhan situasi kerjanya (seperti : pekerjaan itu sendiri, teman sekerja,
perusahaan), mungkin karena dia merasa bahwa pekerjaannya merupakan tempat
untuk pemuasan kebutuhan-kebutuhan, misalnya akan harga diri.
2. Aspek – Aspek Keterlibatan Kerja
Keberadaan keterlibatan kerja menurut Lodahl dan Kejner (Armaliani, 1988)
ditentukan oleh aspek-aspek sebagai berikut
a. Adanya harapan yang sangat besar tehadap pekerjaannya yaitu pekerja percaya
dengan mengerjakan pekerjaan itu, pekerja akan memperoleh pengakuan juga
memiliki kesempatan untuk mewujudkan kepribadiannya di dalam
12
pekerjaannya dapat melakukan pekerjaan dengan baik sehingga pekerja
mempunyai perasaan bangga akan pekerjaan tersebut
b. Adanya rasa tanggungjawab yang besar terhadap pekerjaannya yaitu pekerja
merasa dirinya dapat menyelesaikan pekerjaan yang penting dan berguna
c. Adanya keterlibatan emosi terhadap pekerjaannya yaitu pekerja merasa bahwa
dirinya mengerjakan pekerjaan itu karena dirinya sendiri yang ingin
melakukannya bukan karena di perintah agar melakukannya
d. Adanya kebanggaan terhadap pekerjaannya, ambisi umum, dan keinginan untuk
mobilitas ke atas yaitu pekerjaan itu menarik dan memberikan tantangan karena
kesulitan yang terkandung di dalamnya dan apabila pekerjaan itu telah
diselesaikan dengan memuaskan akan timbul rasa bangga karena telah berhasil
melaksanakannya
e. Adanya kesiapan menghadapi tugas yaitu pekerjaan itu sesuai dengan pekerja
yang bersangkutan sehingga pekerja dengan mudah mengerjakan pekerjaan itu.
3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keterlibatan Kerja
Penelitian Tining dan Spry (Haryanto, 1993) para pekerja dalam melakukan
pekerjaannya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, tekanan-tekanan dari tempat kerja,
kondisi fisik, relasi sosial ditempat kerja dan karakteristik pekerja itu sendiri juga
cukup menentukan (seperti usia, pengalaman kerja dan riwayat kelurga dan
sebagainya).
13
Lodahl & Kejner (Armaliani, 1988) keterlibatan kerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti
1. Faktor Pribadi seperti
a. Usia
b. Pendidikan,
c. Jenis kelamin
d. Sistem nilai (etika protestan). Menurut Djawa (1993) sistem nilai misalnya
setiap orang memiliki nilai – nilai tersendiri terhadap suatu pekerjaan, ada
yang menilai pekerjaan sebagai sesuatu yang sangat berarti yang
berpengaruh terhadap harga diri dan ada juga yang beranggapan bahwa
pekerjaan adalah kewajiban atau juga yang menganggap sebagai suatu
rahmat sehingga bekerja di rasakan sebagai sesuatu yang mulia. Lodahl
(Djawa, 1993) mengemukakan bahwa determinasi utama dari keterlibatan
kerja adalah orientasi nilai terhadap pekerjaan yang diperoleh dan dipelajari
terlebih dahulu dari proses sosialisasi individu.
e. Tingkat kebutuhan dan
f. Status perkawinan.
2. Faktor Situasional seperti
1) Karakteristik pekerjaan
14
2) Level pekerjaan
3) Perlakuan pimpinan
4) Partisipasi dalam pengambilan keputusan.
3. Faktor Hasil Kerja seperti
1) Kepuasan kerja
Menurut Rabinowitz dan Hall (1997) ada tiga faktor yang mempengaruhi
keterlibatan kerja, yaitu :
a. Keterlibatan kerja sebagai karakteristik personal yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan kepribadian seseorang seperti usia, jenis kelamin, dan pendidikan
b. Keterlibatan kerja sebagai situasi kerja, adanya situasi kerja yang
memungkinkan individu mengontrol dan menyediakan kesempatan untuk
menggunakan kemampuannya akan lebih melibatkan individu di dalam
pekerjaannya dibandingkan dengan pekerjaan yang kurang memiliki
karakteristik tersebut.
b. Keterlibatan kerja sebagai karakteristik hasil kerja.
4. Pengertian Persepsi
Persepsi menurut Walgito (1991) mengatakan persepsi merupakan suatu proses
yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat indera. Namun proses itu tidak berhenti begitu
saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan
15
proses persepsi. Oleh karena itu proses penginderaan tidak lepas dari proses persepsi,
dan proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi.
Persepsi merupakan proses dalam diri individu untuk dapat mengenali dirinya
sendiri dan keadaan sekitarnya (Walgito, 1991). Selanjutnya Davidoff (Walgito,
1991) menerangkan bahwa dalam persepsi terjadi proses mengorgaisasikan kemudian
mengiterpretasikan stimulus yang diindera, sehingga individu menyadari, mengerti
tentang apa yang diindera itu. Menurut Gibson (1982) persepsi merupakan suatu
proses pengenalan maupun proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang
individu. Kesan yang diterima sangat tergantung pada pengalaman-pengalaman yang
diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta faktor-faktor luar maupun faktor
dalam yang ada pada diri individu.
Menurut kamus lengkap psikologi (Chaplin, 1989) persepsi diartikan sebagai
proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan
indera, kesadaran dari proses-proses organis, satu kelompok penginderaan dengan
penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman dimasa lalu, variabel yang
menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisme dalam
melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, dan kesadaran intuitif
mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu.
16
5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Walgito (1991) faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :
a. Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai
alat indera atau reseptor
b. Alat indera atau reseptor, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus yang
merupakan syarat fisiologis
c. Adanya perhatian terhadap objek, yang merupakan syarat psikologis
Selain itu Kech dan Crutchfield (Rahmat, 1996), menyebutkan beberapa faktor
persepsi yang membuat berbeda, yaitu:
a. Faktor Fungsional : faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu
dan hal – hal yang termasuk dalam faktor – faktor personal. Karakteristik
individu yang memberikan respon pada stimulus lebih menentukan persepsi.
b. Faktor Struktural : faktor yang berasal sifat stimulus fisik dan efek – efek
syaraf yang ditimbulkan pada system syaraf individu.
6. Citra
Citra dalam kamus psikologi (Gulo, 1982) merupakan terjemahan dari image
yaitu gambaran yang menyerupai penyajian gambaran orang, tempat atau sesuatu
barang.
Kotler (1984) citra adalah serangkaian kesan kepercayaan yang dimiliki
seseorang atau kelompok terhadap obyek. Dalam citra terdapat unsur informasi,
17
kesan dan kepercayaan terhadap suatu obyek yang kemudian akan dipersepsikan
sebagai suatu kepribadian.
Assael (Rohmani, 2002) citra adalah persepsi total terhadap suatu obyek yang
merupakan hasil pengolahan informasi yang didapatkan individu dari berbagai
sumber dari waktu ke waktu.
Beberapa unsur yang mempengaruhi terhadap pembentukan citra menurut
Mappiare (Putriana, 2004) yaitu
a. Lingkungan masyarakat sangat berpengaruh terhadap citra dan ada atau
tidaknya penilaian diri yang positif.
b. Pelayanan
c. Lingkungan kerja
d. Pakaian dan penampilan yang standar
7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Citra Polri
Masalah citra individu tidak bisa dipisahkan dengan dirinya sendiri sebab citra
yang terbangun dan tercipta dari individu itu sendiri. Menurut Banurusman (1995)
ada beberapa faktor yang mempengaruhi citra polisi yaitu
a. Sumber Daya Manusia, dimana sistem pendidikan dan latihan yang dsiapkan
hanya dibekali ilmu pengetahuan dan ketrampilan dan kemampuan teknis yang
mendasar. Sedangkan masalah-masalah yang dihadapi polisi di lapangan lebih
banyak.
18
b. Jumlah Personil, keterbatasan personil polisi sangat dirasakan apabila
dilapangan membutuhkan penjagaan yang sangat ketat oleh anggota kepolisian
misalnya demonstrasi, pemilu dsb
c. Fasilitas, berupa anggaran, peralatan, pendapatan anggota polisi yang sangat
rendah dibanding negara-negara lain. Namun demikan hal ini bukanlah alasan
untuk anggota Polri tidak berprestasi
d. Lingkungan seperti masyarakat, ekonomi dan politik
8. Aspek-Aspek Citra Polri
Menurut Sitompul (1985) pada dasarnya sikap dari anggota kepolisian yang
bertugas dilapangan sangat menentukan dan sebagai cermin bagi Polri dalam
mewujudkan polisi idaman yang disukai oleh masyarakat. Mappiare (Putriana, 2004)
mengemukakan unsur yang mempengaruhi terhadap pembentukan citra dan
berdasarkan buku saku perilaku anggota Polri sebagai pelindung, pengayom dan
pelayan masyarakat maka implementai perilaku tersebut dirumuskan dengan
pendekatan tempat dimana anggota Polri berada atau bertugas, yaitu
a. Lingkungan masyarakat yaitu bagaimana memberikan bantuan kepada
masyarakat seperti :
1) Mengajak masyarakat memelihara ketentraman dan ketertiban
2) Mempelopori dilakukannya siskamling
19
3) Menampung keluhan masyarakat dalam hal keamanan, bersama-sama
mencari solusi atau dilaporkan secara fungsional
4) Memberikan arahan atau nasihat dalam hal keamanan kepada warga
masyarakat
5) Mengajak masyarakat untuk taat kepada hukum
6) Melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan
7) Mengajak mayarakat untuk tidak main hakim sendiri
8) Jangan melakukan pungli atau pemerasan terhadap masyarakat
9) Berikan petunjuk dan arahan bagi masyarakat yang memerlukan
b. Pelayanan adalah melayani masyarakat dengan kemudahan cepat, simpatik,
seperti :
1) Selalu siap dan bersedia memberikan pertolongan
2) Jangan biarkan masyarakat menunggu
3) Segera respon atas kejadian yang menimpa masyarakat
4) Memberikan salam kepada masyarakat yang datang
5) Jangan pilih kasih dalam pelayanan
6) Dahulukan orang lanjut usia, wanita dan anak-anak
7) Tanyakan keperluan masyarakat
8) Respon atas laporan atau pengaduan untuk melakukan penangkapan dan
penahanan
9) Janjikan untuk memberikan atensi atas laporan masyarkat
20
c. Lingkungan kerja adalah dalam setiap kiprahnya polisi mengutamakan tindakan
yang bersifat persuasive dan edukatif seperti :
1) Bertanggung jawab mengamankan lokasi tugasnya
2) Berikan perlindungan yang dibutuhkan oleh saksi secara proposional
3) Segera kejar dan tangkap pelaku di tempat
4) Berada ditempat kerja
5) Menjaga kebersihan dan kerapihan ruang kerja
6) Jangan bercanda atau ngobrol dengan teman pada saat bertugas
7) Arahkan penanganan secara professional
d. Pakaian dan penampilan standar yaitu polisi menjunjung tinggi etika berpakaian
dan berkepribadian di dalam lingkungan kerja dan masyarakat seperti :
1) Berpakaian rapih
2) Sikap tampang yang bersih
3) Jangan bersikap angkuh
4) Tak bersikap overacting
5) Berbicara dengan sopan dan bahasa yang santun
6) Bersikap bijaksana dan adil
7) Mengucapkan terimakasih bagi masyarakat yang membantu
8) Tidak membentak atau bersuara keras
21
9. Pengertian Persepsi terhadap Citra Polisi
Persepsi merupakan proses yang didahului oleh penginderaan berupa stimulus.
Dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar diri individu tetapi juga dapat datang
dari dalam diri individu yang bersangkutan (Davidoff, 1981). Bila yang dipersepsi
dirinya sendiri sebagai objek persepsi, maka dalam memersepsi diri sendiri orang
akan melihat bagaimana keadaan dirinya sendiri dan orang dapat mengevaluasi
tentang dirinya sendiri.
Persepsi terhadap citra polisi merupakan proses pengorganisasian dan
penginterpretasikan yang dilakukan oleh polisi terhadap serangkaian kesan
kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat berdasarkan informasi, kesan dan
kepercayaan yang didapatnya.. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan atau pernyataan
polisi terhadap citra yang diberikan masyarakat terhadap polisi.
Persepsi mengenai citra oleh pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda,
karena setiap individu menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek situasi tadi
yang mengandung arti khusus sekali bagi dirinya.
10. Hubungan antara Persepsi terhadap Citra dengan Kerterlibatan Kerja
Seseorang dalam menjalankan atau melaksanakan pekerjaannya harus
mengikuti aturan – aturan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan masalah –
masalah. Menurut Hurlock (Afiatin, 2001) persepsi seseorang terhadap sikap orang
lain terhadap dirinya adalah lebih penting dari pada sikap orang lain itu sendiri yang
22
berarti proses dalam diri individu untuk mengenal diri sendiri dan keadaan sekitranya
karena dalam persepsi terjadi proses penginderaan
Persepsi seseorang terhadap citra yang diberikan orang lain perlu diperhatikan
karena menyangkut kepercayaan atau kesan yang diberikan orang lain kepada setiap
perilaku individu yang didengar dan dilihat orang lain. Persepsi mengenai citra oleh
pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda, karena setiap individu
menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek situasi tadi yang mengandung arti
khusus sekali bagi dirinya.
Dalam lingkungan organisasi persepsi terhadap pandangan orang lain
mempunyai pengaruh didalam menentukan hasil kerja seseorang. Adanya
pelaksanaan terhadap tugas – tugas yang diberikan untuk orang lain diharapkan
adanya respon dari seseorang terhadap tugas yang disampaikannya yakni pandangan
atau kognisi terhadap tugas yang dilaksanakannya tersebut, seberapa besar tugas itu
berarti tergantung pada pelaksanaan tugas, penerimaan dan apa yang disampaikannya
sehingga apabila tugas yang dilaksanakan berbeda dengan apa yang diharapkan oleh
orang lain maka akan menimbulkan kesan buruk atau ketidakpercayaan terhadap
orang yang melaksanakan tugas tersebut. Persepsi ini sangat berpengaruh terhadap
sikap dan perilaku, bila seseorang yang bekerja dalam situasi yang mendukung dan
menerima pekerjaannya dengan senang hati dan yang akhirnya dia kan terlibat dan
berprestasi dalam pekerjaannya.
23
Citra suatu lembaga menjadi mudah terbentuk karena banyaknya yang menaruh
harapan terhadap lembaga tersebut, sehingga kinerja lembaga tersebut banyak
mendapat perhatian. Kaitan antara hasil interaksi antara harapan dan kinerja itulah
yang membuahkan citra. Sifat – sifat pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang bisa
menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia menjalankan pekerjaan yang bisa
menyenangkan orang lain dan bisa juga tidak menyenangkan bagi orang lain karena
pekerjaan yang dilakukannya selalu mendapat penilaian dari orang lain.
Keterlibatan kerja seseorang dipengaruhi oleh persepsi terhadap citra. Sikap
terhadap pekerjaan mempengaruhi perilaku kerja dengan memandang citra yang
diberikan orang lain kepada seseorang dan bagaimana seseorang memandang
pekerjaannya dan dihubungkan dengan kondisi dirinya dan pandangan orang lain
terhadap seseorang.
HIPOTESIS
Ada hubungan antara persepsi terhadap citra Polri dengan keterlibatan kerja
pada anggota Polri di Polres Wonosobo
24
METODE PENELITIAN
Identifikasi Penelitian
Dalam penelitian ini variabel-variabel yang digunakan adalah :
1. Variabel Tergantung : Keterlibatan Kerja
2. Variabel Bebas : Persepsi terhadap Citra
Definisi Operasional
Keterlibatan Kerja adalah suatu tingkatan yang menunjukkan sampai seberapa
jauh seseorang mengidentifikasikan diri secara psikologik dengan pekerjaannya akan
sampai seberapa penting kerja bagi keseluruhan citra dirinya atau internalisasi nilai-
nilai tentang sifat baik dan pentingnya pekerjaan. Alat ukur yang digunakan, yaitu:
skala Keterlibatan Kerja dengan skor satu sampai empat. Data yang diperoleh
menunjukkan tinggi rendahnya keterlibatan kerja subyek, semakin tinggi skor yang
diperoleh, semakin tinggi pula keterlibatan kerja subyek dan semakin rendah skor
yang diperoleh, semakin rendah keterlibatan kerja subyek.
Persepsi terhadap citra didefinisikan sebagai proses pengorganisasian dan
penginterpretasikan yang dilakukan oleh seseorang terhadap serangkaian kesan
kepercayaan yang diberikan oleh orang lain berdasarkan informasi, kesan dan
kepercayaan yang didapatnya. Alat ukur yang digunakan, yaitu: skala Persepsi
terhadap Citra dengan skor satu sampai empat. Semakin tinggi skor yang diperoleh
25
subyek, semakin baik persepsi terhadap citra, semakin rendah pula persepsi terhadap
citra.
Subyek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua anggota Polri yang berada dibawah
kesatuan Polres Wonosobo, yang berjumlah 227 orang anggota Polri. Sedangkan
sampel penelitian ditetapkan dengan metode cluster sampling sebanyak 75 subyek
yaitu anggota polisi yang bekerja dilapangan dan di kantor yang diambil dari lima
fungsi yaitu samapta, reserse kriminal, satlantas, binamitra dan intelkam.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
keterlibatan kerja, skala persepsi terhadap citra Polri
Metode Analisis Data
Dengan metode penelitian yang memiliki satu variabel tergantung dan satu
variabel bebas dan kedua variabel tersebut merupakan data dengan tipe interval
dimana keduanya memiliki skor. Hipotesis menggunakan teknik korelasi product
moment dengan formula Pearson (Azwar, 1996). Dengan teknik product moment jika
koefisien korelasi yang signifikan, hal ini menunjukkan adanya hubungan antara
variabel bebas dengan variabel tergantung. Sebaliknya jika koefisien korelasi tidak
signifikan maka tidak terdapat hubungan antara variabel bebas denagn variabel
26
tergantung. Hitungan statistik untuk mengetahui hasil analisis yaitu menggunakan
fasilitas komputer SPSS 12.00 for window
Hasil Penelitian
1. Diskripsi Responden Penelitian
Responden dari penelitian ini adalah anggota polisi Polres Wonosobo Jawa
Tengah sejumlah 75 orang subyek dengan perincian 29 orang samapta, 16 orang
reserse kriminal, 15 orang satlantas, 8 orang binamitra, dan 7 orang intelkam.
2. Diskripsi Data penelitian
Gambaran tentang data penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel dskripsi
penelitian dibawah ini, dimana dari data tersebut dapat diketahui fungsi-fungsi
statistik dasar yang dapat dilihat secara lengkap pada tabel 1 berikut :
Tabel 1 :
Deskripsi hasil penelitian
Variabel Skor Yang Dimungkinkan Skor yang Diperoleh
(Hipotetik) (Empirik)
Xmax Xmin µ ? Xmax Xmin µ ?
Keterlibatan 132 33 82,5 16,5 119 74 99,08 8,172
kerja
Persepsi terhadap 156 39 97,5 19,5 155 96 133,03 14,873
citra Polri
Catatan : µ = rerata ; s = standar deviasi
27
Sebaran hipotetik dalam skala keterlibatan kerja dapat diuraikan untuk
mengetahui keadaan subyek penelitian yang berdasarkan pada kategorisasi standar
deviasi, dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2 :
Kriteria Kategorisasi Data Variabel Keterlibatan Kerja
Kategori Skor Jumlah Persentase
Tinggi 99 < X 31 58,67
Sedang 66 < X < 99 44 41,33
Rendah X < 66 0 0
Skala keterlibatan kerja terdiri dari 33 aitem ynag setiap aitemnya di beri skor
minimum 1 dan skor maksimum 4. Sebaran hipotetik pada skor keterlibatan kerja
diketahui nilai terendah X < 66, nilai tertinggi adalah 99 < X. Luas jarak sebenarnya
adalah 99 (132 – 33 = 99) sehingga setiap satuan standar deviasinya bernilai (132 –
33)/6 = 16,5 dan mean teoritisnya bernilai (132 + 33)/2 = 82,5. Hasil pengolahan
yang ditunjukkan dalam tabel diatas terlihat bahwa keseluruhan jumlah subyek yaitu
75 orang mayoritas skor keterlibatan kerja berada pada tingkat sedang sebesar
58,67%.
Sebaran hipotetik dalam skala persepsi terhadap citra Polri dapat diuraikan
untuk mengetahui keadaan subyek penelitian yang berdasarkan pada kategorisasi
standar deviasi, dapat dilihat pada tabel 3
28
Tabel 3 :
Kriteria Kategorisasi Data Variabel Persepsi terhadap citra Polri
Kategori Skor Jumlah %
Tinggi 117 < X 59 78,67
Sedang 78 < X < 127 16 21,33
Rendah X < 78 0 0
Skala persepsi terhadap cita Polri terdiri dari 39 aitem yang setiap aitemnya di
beri skor minimum 1 dan skor maximum 4. Sebaran hipotetik pada skor keterlibatan
persepsi terhadap citra Polri diketahui nilai terendah X < 78, nilai tertinggi adalah
117 < X. Luas jarak sebenarnya adalah 117 (156 – 39 = 117) sehingga setiap satuan
standar deviasinya bernilai (156 – 39)/6 = 19,5 dan mean teoritisnya bernilai (156 +
39)/2 = 97,5. Hasil pengolahan yang ditunjukkan dalam tabel diatas terlihat bahwa
keseluruhan jumlah subyek yaitu 75 orang mayoritas skor persepsi terhadap citra
Polri berada pada tingkat tinggi sebesar 78,67 %.
3. Reliabilitas Penelitian
Uji reliabilitas terhadap skala keterlibatan kerja menghasilkan koefisien alpha
sebesar 0,886 dengan koefisien aitem total berkisar antara 0301 sampai 0,672. Uji
reliabilitas terhadap skala persepsi terhadap citra Polri menghasilkan koefisien alpha
sebesar 0,963 dengan koefisien aitem total berkisar antara 0303 sampai 0,787
29
4. Uji Asumsi
Sebelum dilakukan analisis data penelitian atau uji hipotesis. Uji asumsi
mencakup uji normalitas dan uji linearitas.
a. Uji Normalitas
Tabel 4 : Hasil Uji Asumsi Normalitas Variabel Skor KS-Z P Keterangan
Keterlibatan kerja 0,870 0,436 Normal Persepsi terhadap citra Polri 1,017 0,252 Normal
Syarat agar data memiliki sebaran normal adalah p > 0,05. Hasil uji normalitas
yang tertera pada tabel 9 diketahui bahwa variabel keterlibatan kerja memiliki p =
0,436 (p > 0,05), sehingga variabel keterlibatan kerja memiliki sebaran normal atau
setiap data terdistribusi normal, begitu pula dengan variabel persepsi terhadap citra
Polri memiliki p = 0,252 (p > 0,05) sehingga variabel persepsi terhadap citra Polri
memiliki sebaran normal atau setiap data terdistribusi normal, sehingga dapat
disimpulkan bahwa masing-masing variabel memiliki sebaran data terdistribusi
normal.
b. Uji linieritas
Uji linier dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 12.0 yaitu
untuk statistic compare means. Berdasarkan hasil perhitungan untuk variabel persepsi
terhadap citra Polri dengan keterlibatan kerja diperoleh nilai F linieritas sebesar
30
20,004 dan p = 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap citra Polri
berpengaruh secara linier terhadap keterlibatan kerja pada anggota polisi.
5. Hasil Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menguji apakah persepsi terhadap citra Polri
dengan keterlibatan kerja, peneliti menggunakan alat analisis product moment.
Analisis statistik menggunakan bantuan program SPSS 12.0 for windows. Hasil
analisis r = 0,404 dengan p = 0,000 (p < 0,01), dengan demikian hipotesis yang
berbunyi “ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap citra Polri dengan
keterlibatan kerja pada anggota Polri” diterima.
Berdasarkan uraian di atas, nampak bahwa apabila memiliki persepsi yang
positif terhadap citra Polri maka akan meningkatkan keterlibatan kerjanya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisi data yang telah dilakukan menyebutkan
hipotesis penelitian yang berbunyi “Ada hubungan antara persepsi terhadap citra Polri
dengan keterlibatan kerja pada anggota polisi di Polres Wonosobo” diterima, hal ini
ditunjukkan r = 0,404 dengan p = 0,000 (p < 0,01). Pernyataan ini menunjukkan
bahwa ada hubungan dan sangat signifikan antara persepsi terhadap citra Polri
dengan keterlibatan kerja pada anggota Polri di Polres Wonosobo. Berarti semakin
31
tinggi persepsi terhadap citra polisi yang dimiliki responden maka keterlibatan kerja
yang dimilikinya semakin tinggi pula
B. Saran-saran
1. Bagi responden penelitian
Persepsi terhadap citra Polri sebaiknya perlu terus ditingkatkan, hal ini akan
membantu dalam menumbuhkan keterlibatan kerja individu itu sendiri, terbukti dari
hasil penelitian bahwa individu yang memiliki persepsi terhadap citra Polri yang
tinggi maka keterlibatan kerja yang dimilikinya akan tinggi pula.
2. Bagi Polres Wonosobo
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan Polres Wonosobo dapat melakukan
upaya peningkatan kualitas anggota polisi. Salah satu saran dari penulis adalah untuk
sesering mungkin berinteraksi dengan masyarakat sehingga akan menumbuhkan citra
positif dimata masyarakat.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang juga tertarik dengan bahasan yang sama,
disarankan untuk menggunakan variabel-variabel yang lain yang dapat
mempengaruhi persepsi terhadap citra Polri seperti faktor pribadi, faktor situasional
dan faktor hasil kerja.
32
DAFTAR PUSTAKA
Adlinsyah. 1992. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Keterlibatan Kerja karyawan Kandatel. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Afiatin, T. 2001. Persepsi Terhadap Diri Dan Lingkungan Pada Remaja
Penyalahguna Napza. Jurnal Psikologika. No. 12 tahun VI 2001 Armaliani, L. 1988. Hubungan Antara Keterlibatann Kerja, Keikatan dan Motif
Prestasi dengan Prestasi Kerja Karyawan pada Barito Pacifik Timber Group Jelapat - Banjarmasin Kalimantan Selatan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Banurusman, 1995. Polisi, Masyarakat dan Negara. Yogyakarta: Bigraf Publishing Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi ( Penerjemah : Dr. Kartini Kartono ).
Penerbit : PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. Djawa, A. 1993. Hubungan antara Persepsi terhadap Konflik Peran dalam
Hubungannya dengan Keterlibatan Kerja pada karyawan PT. Tiga Arga Bandung. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., Donnely Jr, J. H. 1986. Organisasi & Manajemen
(Terjemahan Djoerban Wahid). Jakarta : Penerbit Erlangga. Gulo, Dali. 1982. Kamus Psychology. Bandung: Penerbit Tonis. Haryanto, H. 1995. Survai tentang K-3 Dan Kondisi Kerja Psikis Serta Hubungannya
Dengan Kepuasan Kerja. Jurnal Anima, Vol. Xl – No. 41, Oktober-Desember 1995.
33
Kanungo, R.N. 1979. Measurement of Job and Work Involvement. Journal of Applied Psychology. Vol 67, 3. 341-349
Kartono, K.1985. Psikologi Sosial untuk Manajemen Perusahaan dan Industri.
Jakarta : Rajawali Kelana, M. 1984. Hukum Kepolisian. (Ed ketiga, Cetakan keempat) Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. Pol. Kep/32/VII/2003 tanggal
1 Juli 2003 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. Pol. Kep/33/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Kepolisan Negara Republik Indonesia
Kunarto. 1997. Etika Kepolisian. Jakarta : PT. Cipta Manunggal
Litpol. 2005. Profesional dan Kinerja Polri. Penelitian. http://www.google.com/2005 Lubis, M. 1988. Citra Polisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Putriana, Y.A. 2004. Hubungan Citra Diri dengan Kepercayaan Diri pada Remaja
Putri SMU 3 Jambi. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Philip, K.1984. Dasar-dasar pemasaran Jilid 1. Terjemahan : Td. Wilhelmus.W.
Bolowatun. Jakarta: CV Intermedis Rakhmat, J. 2003. Psikologi Komunikasi. Ed Revisi. Cet ke – 19. Bandung: PT.
Remaja Rodakarya Offset
34
Robbins, P.S. 2001. Perilaku Organisasi (Alih bahasa : Hadayana Pujaatmaka). Jakarta: PT. Prenhallindo
Robinowitz, S and Hall,D.T. 1997. Organizational Research on Job Involvement.
Psychological Bulletin. 84, 265-288 Rahadjo, S dan Tabah, A.1993. Polisi Pelaku dan Pemikir, Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama Rohmani, S. 2002. Citra Bank Mandiri dan BCA. Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
Sitompul, D.P.M & Syah Perenong, Edward. 1985. Hukum Kepolisian di Indonesia (Suatu bunga Rampai). Bandung. Tarsito
Tabah, A. 1993. Patroli Polisi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Utami, T.L.D. 2004. Hubungan antara Persepsi terhadap Organisasi Pembelajaran
dengan Kepuasan Kerja pada Wartawan Media Cetak di Yogyakarta . Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Walgito, B.1991. Psikologi Sosial (Sutau Pengantar). Yogyakarta: Andi Offset
35
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP CITRA POLRI
DENGAN KETERLIBATAN KERJA PADA ANGGOTA POLRI DI
POLRES WONOSOBO
Oleh :
DAHLI FIATRY
M. BACHTIAR,.Drs.,MM
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2006
36