NASKAH PUBLIKASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BULLYING
PADA REMAJA
Oleh:
AZNAN ADVIIS ARDIYANSYAH
ULY GUSNIARTI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008/2009
2
NASKAH PUBLIKASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BULLYING
PADA REMAJA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Uly Gusniarti, S.Psi., M.Si.)
3
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BULLYING PADA REMAJA
Aznan Adviis Ardiyansyah Uly Gusniarti
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya bullying (kecenderungan melakukan penindasan), bagaimana peroses terjadinya bullying dan juga bagaimana karakteristik dari pelaku (bully) dan individu yang rentan menjadi korban bullying (victim).
Subjek dalam penelitian ini adalah. Penelitian ini menggunakan empat subjek penelitian yang berdomisili di D.I. Yogyakarta. Tiga subjek penelitian adalah pelaku bullying sedangkan satu subjek penelitian yang lain adalah korban bullying.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying yang muncul pada responden penelitian adalah faktor pergaulan sosial tema yang muncul adalah kesetiakawanan dan dukungan teman-teman serta individu yang memiliki otoritas, faktor keluarga tema yang muncul adalah tanggapan orang tua yang menilai bullying sesuatu yang wajar dan biasa dilakukan oleh remaja dan salah satu anggota keluarganya ada yang menjadi pelaku bullying, faktor keinginan atau niat tema yang muncul adalah ingin mengganggu teman, serta faktor kebutuhan dengan tema yang muncul adalah kebutuhan untuk mendapatkan kekuasaan (need for power), kebutuhan untuk menunjukan dominasi (need for dominance) dan kebutuhan untuk menyerang (need for aggression). Faktor-faktor yang muncul tersebut memiliki hubungan satu antara lainnya karena dengan munculnya dua diantara ke-empat faktor tersebut maka bullying itu memiliki kecenderungan untuk terjadi. Keywords: Bullying, Bully, Victim.
4
Pengantar
Pendidikan pada saat ini merupakan faktor terpenting dalam menilai
kemampuan seseorang. Hal ini terlihat dari standar nilai kelulusan yang semakin
baik dan tinggi. Menurut Mudyahardjo (2008), defenisi pendidikan di bagi
menjadi dua yaitu defenisi secara luas dan defenisi sempit. Defenisi pendidikan
secara luas menyatakan pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup. Sedangkan defenisi sempit tentang pendidikan, Mudyahardjo (2008)
mengatakan pendidikan adalah sekolah dengan tujuannya adalah untuk
mempersiapkan hidup.
Sekolah maupun perguruan tinggi merupakan tempat yang paling tepat
untuk mendapatkan pendidikan karena di sekolah atau perguruan tinggi sendiri
terdapat beberapa instrumen penting yang membuat tujuan pendidikan dapat
terwujud, salah satunya adalah kurikulum pendidikan. Sekolah serta perguruan
tinggi juga dapat mempersiapkan hidup seseorang karena di sekolah serta
perguruan tinggi setiap individu akan mendapatkan pembekalan-pembekalan
kemampuan tertentu, seperti contohnya kemampuan otomotif untuk memperbaiki
kendaraaan bermotor. Instansi pendidikan formal juga akan memberikan ijazah
yang berguna untuk individu dalam mencari pekerjaan dan menggapai cita-cita.
Secara tidak langsung, pendidikan formal dapat dikatakan tempat untuk
mendapatkan pendidikan dan kemampuan yang bertujuan untuk mempersiapkan
hidup seseorang. Pendidikan formal juga menjanjikan keamanan dalam
mendapatkan pendidikan. Selain itu pendidikan formal juga didukung oleh para
5
pendidik yang memiliki kompetensi mengajar yang baik dan berkualitas. Akan
tetapi kenyataan yang ada memperlihatkan tempat-tempat pendidikan formal juga
merupakan tempat yang paling harus diwaspadai dan diperhatikan, karena di
beberapa instansi pendidikan terkadang terjadi kekerasan dan penindasan.
Kekerasan dan penindasan yang terjadi di dalam pendidikan formal
terkadang tidak disadari oleh masyarakat. Kekerasan dan penindasan yang terjadi
di sekolah contohnya seperti pelecehan seksual yang dilakukan guru,
penganiayaan guru terhadap muridnya dan juga pemalakan yang merupakan
bagian dari bullying (penindasan). Banyak sekali masyarakat dan pendidik yang
tidak memahami akan bahaya bullying. Dalam defenisinya, bullying adalah
perilaku agresif dan negatif dalam lingkungan sosial (Junn dan Boyatzis, 2004).
Walaupun begitu berbahayanya perilaku bullying terkadang ada beberapa
pendidik dan juga siswa dan bahkan para orang tua yang menyatakan bahwa
bullying itu tidak berbahaya dan merupakan bagian dari perkembangan remaja hal
ini terungkap dari hasil wawacara dengan responden penelitian. Bullying ini juga
dikatakan perilaku negatif, perilaku agresif dan harus diwaspadai (Junn dan
Boyatzis, 2004).
Fenomena bullying ini sendiri tidak hanya dirasakan di dalam negeri saja
akan tetapi di luar negeri juga terdapat kasus-kasus bullying seperti yang dialami
Katherine Jane (16) dari Pulau Lewis, Skotlandia, yang nekat bunuh diri dengan
menenggak segenggam obat akibat perilaku bullying yang telah diterima olehnya.
Tujuh minggu sebelum ia mengakhiri hidupnya, Katherine sempat diserang oleh
beberapa temannya saat pulang sekolah. Bukan hanya itu, beberapa telepon gelap
6
mengancam akan penggundulan rambutnya jika hasil ujiannya bagus, sehingga
hal itu menjadikannya semakin depresi. Akan tetapi, Katherine tidak melaporkan
kejadian tersebut kepada kedua orang tuanya. Belakangan diketahui, salah
seorang yang menyerangnya adalah Michelle, orang yang sudah dikenal Katherine
sejak 8 tahun silam. Michelle dan Katherine pernah berfoto bersama dengan Santa
Klaus dan tampak riang bersama. Akan tetapi, kenyataannya berbeda dan
akhirnya Michelle sendiri didakwa 3 bulan penjara karena ikut ambil bagian
dalam penyerangan terhadap Katherine (http//www.google.com//bullying/
Kekerasan yang Harus Hilang dari Pendidikan.htm).
Sedangkan di Indonesia sendiri banyak kejadian yang menunjukan bahwa
di dunia pendidikan Indonesia telah terjadi tindakan bullying terhadap siswanya.
Seperti contohnya peristiwa yang terjadi di IPDN, yang kemudian menyebabkan
salah satu prajanya meninggal dunia akibat kekerasan yang dilakukan oleh praja
yang lebih tinggi statusnya atau biasa disebut kakak tingkat maupun pem-
bimbingnya (http//www.google.co.id/ bullying/YPHA - Yayasan Pemantau Hak
Anak.html).
Peristiwa lainnya adalah peristiwa di STIP dimana terjadi bullying saat
melakukan kegiatan pengenalan lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi
kegiatan bermanfaat. akan tetapi, kejadian itu berubah menjadi kegiatan yang
merugikan siswa lainnya karena ulah individu yang tidak bertanggung jawab.
Berdasarkan teori Olweus (Junn dan Boyatzis, 2004) bullying terjadi kerena
adanya perbedaan kota dan kebudayaan. Akan tetapi fakta yang ada
memperlihatkan bahwa bullying ini terjadi dikarenakan individu yang memiliki
7
dendam terhadap orang lain atau ingin melampiaskan emosi yang ada kepada
pihak-pihak yang tidak memiliki kekuatan dan dukungan dari individu yang
memiliki kekuasaan.
Berdasaran wawancara penelitian, peneliti menemukan bullying terjadi
karena siswa sekolah itu sendiri dan bukan karena sekolah atau tempat pendidikan
tersebut memiliki kebudayaan melakukan kekerasan. Bullying ini sendiri dapat
terjadi karena ada individu yang memicu hal tersebut, contohnya adalah bullying
yang terjadi di IPDN, yang ternyata tidak semua siswanya menjadi pelaku akan
tetapi pelakunya hanyalah beberapa siswa saja.
Bullying juga dapat terjadi kemungkinan karena adanya dukungan dari
pihak-pihak yang memiliki kekuatan dan otoritas di dalam lingkungan pendidikan,
contohnya adalah kasus di IPDN. Dimana pembimbing praja di IPDN yang
seharusnya menjadi tempat berlindung dan mencurahkan isi hatinya peraja yang
ada di IPDN kemudian menjadi pihak yang mendukung perilaku bullying yang
dilakukan oleh senior IPDN kepada juniornya. Dengan kenyataan yang seperti itu
terlihat bahwa bullying ini terjadi dikarenakan adanya dukungan dari pihak yang
memiliki otoritas seperti dukungan dari pembimbing sehingga kemudian bullying
terjadi di IPDN.
Hal ini juga didukung oleh Fakta, dari penelitian Yayasan Sejiwa, yang
menyatakan tidak ada satu pun sekolah di Indonesia yang bebas dari bullying.
Bahkan, di sekolah yang menjadi contoh pun itu terjadi, seperti di IPDN dan
STIP. Di beberapa sekolah swasta terkemuka sendiri praktek bullying berlanjut
hingga di luar lingkungan sekolah seperti yang terjadi di Pati, Jawa Tenggah
8
dengan fenomena geng nero yang melakukan bullying di luar sekolah. yang
memprihatinkan, kecenderungan bullying di lingkungan dunia pendidikan ini baik
itu verbal, psikologis, atau fisik semakin keras dari waktu ke waktu dilihat dari
efek ke korban. (http//www.google.com/ bullying/Budaya Kekerasan di Lembaga
Pendidikan - Sabtu, 14 April 2007.htm).
Walaupun di beberapa sekolah yang sangat maju sudah menciptakan
sistem yang cukup efektif untuk mengurangi insiden-insiden bullying dan
memberi dukungan pada korban bullying. Akan tetapi, berdasarkan pernyataan
responden, yang menyatakan respon sekolah terhadap fenomena kekerasan dan
bullying di sekolah sendiri sangat minim, dimana ada beberapa guru yang hanya
membiarkan kejadian-kejadian serta kasus-kasus tersebut terjadi di lingkungan
sekolah. (http//www.google.com/bullying/ Kekerasan yang Harus Hilang dari
Pendidikan.htm).
Bullying tidak hanya terjadi karena ada pelaku saja, akan tetapi bullying
juga terjadi dikarenakan ada korban bullying (victims). Dalam defenisinya,
Bullying adalah interaksi antara individu yang melakukan bullying (dominan)
terhadap individu yang kurang memiliki dominan dengan cara menunjukkan
perilaku agresif (Craig, Pepler dan Atlas, 2000). Jadi, dapat dikatakan bullying
memiliki kecenderungan terjadi apabila terjadi interaksi antara individu yang
dominan dengan individu yang kurang dominan dengan cara menunjukan perilaku
agresif.
Fakta yang ada menunjukkan bahwa tidak semua pelakunya memiliki fisik
yang besar dan kuat, bahkan yang menjadi pelakunya adalah individu yang
9
memiliki keberanian lebih dari yang lainnya. Dalam fenomena bullying ini sendiri
pelaku bullying (bully) ini menjadi pemicu terjadinya bullying. Dengan adanya
pelaku bullying kemudian akan memunculkan bullying-bullying lainnya yang
dikarenakan dendam untuk membalas dan melampiaskan kepada orang lain, dan
dengan adanya pelaku kemudian memunculkan pihak-pihak lain seperti pihak
yang menjadi korban salah satunya.
Menurut Berthold dan Hoover (2000), korban bullying memiliki
karakteristik tendensi akan ketakutan, tidak menyukai dirinya sendiri dan
cenderung berdiam diri dirumah setelah pulang dari sekolah. Bullying juga
memiliki pengaruh secara jangka panjang dan jangka pendek terhadap korban
bullying. Pengaruh jangka pendek yang ditimbulkan akibat perilaku bullying
adalah depresi karena mengalami penindasan, menurunya minat untuk
mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan oleh guru, dan menurunnya
minat untuk mengikuti kegiatan sekolah (Berthold dan Hoover, 2000). Sedangkan
akibat yang ditimbulkan dalam jangka panjang dari penindasan ini seperti
mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan baik terhadap lawan jenis, selalu
memiliki kecemasan akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari
teman-teman sebayanya (Berthold dan Hoover, 2000).
Menurut Riauskina, dkk. (2005), salah satu dampak dari bullying yang
paling jelas terlihat adalah kesehatan fisik. Beberapa dampak fisik yang biasanya
ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir
pecah-pecah, dan sakit dada, terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja
tidak masuk sekolah. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden
10
yang terjadi di IPDN, dampak fisik ini bisa mengakibatkan kematian pada korban
bullying.
Selain itu bullying juga akan memberikan efek jangka panjang seperti
menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian
sosial yang buruk (Riauskina dkk., 2005). Dari penelitian yang dilakukan
Riauskina, dkk. (2005), ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak
emosi negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak
nyaman dan merasa terancam. Akan tetapi tidak berdaya menghadapinya. Dalam
jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah
diri bahwa dirinya tidak berharga dan kesulitan menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial juga muncul pada para korban (Riauskina dkk., 2005). yang
paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya
gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu
merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-
trauma (post-traumatic stress disorder) (Riauskina dkk., 2005).
Jadi, dapat dikatakan bahwa bullying ini sendiri terjadi kemungkinan
dikarenakan ada interaksi antara pelaku dengan korban bullying. Berdasarkan
fenomena tersebut kemudian memunculkan keinginan peneliti untuk melakukan
penelitian terhadap para pelaku bullying yang bertujuan untuk mendapatkan
gambaran bagaimana bullying itu dapat terjadi berdasarkan gambaran pelaku serta
menggambarkan bagaimana karakteristik dari pelaku bullying (bully).
11
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian kualitatif yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya bullying (kecenderungan
melakukan penindasan), bagaimana peroses terjadinya bullying dan juga
karakteristik dari pelaku dan individu yang rentan menjadi korban bullying.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memperkaya dan
menambah pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu psikologi khusunya
psikologi pendidikan, sosial dan perkembangan.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian kualitatif ini diharapkan dapat membantu para
pengajar (guru) dan juga orang tua dalam mengurangi terjadinya perilaku
bullying (penindasan). Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memacu
peneliti lain untuk meneliti tentang bullying yang terjadi di dunia pendidikan
Indonesia agar dapat menciptakan dunia pendidikan yang aman dan nyaman
bagi siswa.
Keaslian Penelitian
Dalam bagian ini akan diungkapkan beberapa penelitian terdahulu yang
serupa akan tetapi tidak sama dengan penelitian yang berjudul faktor-faktor yang
mempengaruhi bullying pada remaja, diantaranya adalah :
12
1. Karen A. Berthold dan John H. Hoover (2000) melakukan penelitian yang
berjudul “Correlates of Bullying and Victimization among Intermediate
Students in the Midwestern USA”. Penelitian ini menggunakan 591 subjek
yang berasal dari 13 sekolah di amerika. Hasil penelitian Karen dan John
menunjukan ada hubungan antara bullying dengan Victimiztion yang juga
dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin.
2. Panayiotis Kalliotis (2000) melakukan penelitian yang berjudul Bullying
as a Special Case of Aggresion. Penelitian Panayiotis ini melibatkan 117
subjek yang terdiri dari 68 subjek berjenis kelamin perempuan dan 49
orang subjek berjenis kelamin laki-laki. Usia untuk rata-rat subjek adalha
sekitar 11 tahun hingga 12 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti
tidak menemukan perbedaan berdasarkan jenis kelamin.
3. “A Qualitative Investigation of Bullying” merupakan penelitian yang
dilakukan Hoover, dkk (2003). Penelitian ini kemudian di publikasikan
pada tahun 2003. subjek pada penelitian ini adalah anak sekolah yang
berusia antara 10 tahun hingga 13 tahun dan jumlah subjeknya adalah 6
orang anak, 4 orang anak perempuan dan 2 orang anak laki-laki. Penelitian
ini bertujuan untuk menegtahui bagaimana cara mengatasi berdasarkan
pengamatan subjek. Salah satu bentuk penanganannya adalah membalas
para pelaku dengan balasan yang setimpal, seperti dipukul balas di pukul.
Hasil wawancara ini juga tidak mendapatan subjek pria yang menjadi
korban bullying.
13
4. Penelitian lain yang mengangkat tema bullying juga dilakukan oleh Ken
Rigby dengan judul “Addressing Bullying In Schools Theoretical
Perspectives and Their Implications”. Penelitian ini hanya berorientasi
pada studi kasus yang membandingkan perbedaan lima pandangan teoritis
yang bertujuan untuk mendukungan ke empirisan teori yang ditelaah.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu maka penelitian ini sapat
dikatakan merupakan penelitian yang asli, terutama terlihat dari segi:
1. Keaslian subjek penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan subjek penelitian yang
merupakan pelaku bullying semenjak masa sekolah hingga perguruan
tinggi, yang bertujuan untuk melihat dampak yang ditimbulkan karena
memiliki kecendrungan melakukan bullying.
2. Keaslian alat ukur
Penelitian ini menggunakan alat ukur yang berupa pertanyaan-pertanyaan
dalam bentuk wawancara yang aspek pertanyaannya disesuaikan dengan
teori bullying Olweus (Junn dan Boyatzis, 2004). selain melihat aspek
pertanyaan dalam wawancara yang dilakukan juga disesuaikan
berdasarkan kategori bullying (http//www.google.com/bullying/“Bullying”
dalam Dunia Pendidikan (bagian 1) « POPsy! - Jurnal Psikologi
Populer.htm).
14
Pengertian Bullying
Penindasan (bullying) merupakan angka yang signifikan di dalam
kehidupan siswa (Santrock, 2001). Bullying melibatkan perilaku agresif (Rigby,
2004). Pengertian agresif sendiri adalah suatu serangan, serbuan atau tindakan
permusuhan yang ditujukan kepada seseorang atau benda (Chaplin, 2005).
Sedangkan, agresifitas (Chaplin, 2005) sendiri adalah kecenderungan habitual
(yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan, dominasi sosial, kekuasaan
sosial secara ekstrem. Olweus (Krahe, 2005) mendefenisikan bullying adalah
perilaku negatif seseorang atau lebih kepada korban bullying yang dilakukan
secara berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu bullying juga
melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya
berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk
melawan tindakan negatif yang diterima korban (Krahe, 2005). Walaupun
perilaku agresif dengan bullying memiliki kesamaan dalam melakukan serangan
kepada orang lain, akan tetapi ada perbedaan antara bullying dengan perilaku
agresif yang terletak pada jangka waktu melakukannya dimana bullying terjadi
secara berkelanjutan dengan jangka waktu yang lama, sehingga menyebabkan
korbannya terus-menerus berada dalam keadaan cemas dan terintimidasi,
sedangkan perilaku agresif serangan yang dilakukan hanya dalam satu kali
kesempatan dan dalam waktu yang pendek (Krahe, 2005). Bullying dapat
berbentuk tindakan langsung maupun tidak langsung berbeda dengan perilaku
agresif yang hanya berbentuk tindakan langsung (Krahe, 2005).
Olweus berpendapat tidak ada perbedaan yang signifikan antara bullied
15
dengan bullying dalam perbedaan kelas sosial (Pereira dkk., 2004). Menurut para
siswa di Amerika perilaku bullying yang dianggap legal adalah ungkapan-
ungkapan secara verbal atau yang sering disebut dengan memberikan nama-nama
panggilan yang buruk atau yang baik (Labeling) (Santrock, 2001). Bullying adalah
interaksi antara individu yang melakukan bullying ( individu yang dominan)
terhadap individu yang kurang memiliki dominan dengan cara menunjukan
perilaku agresif (Craig, Pepler dan Atlas, 2000). Menurut Olweus, bullying adalah
Bentuk-bentuk perilaku dimana terjadi pemaksaan atau usaha menyakiti secara
psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih
'lemah', oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih 'kuat' (Djuwita, 2006).
Bullying juga memiliki pengaruh secara jangka panjang dan jangka pendek
terhadap korban bullying. Pengaruh jangka pendek yang ditimbulkan akibat
perilaku bullying adalah depresi karena mengalami penindasan, menurunnya
minat untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan oleh guru, dan
menurunnya minat untuk mengikuti kegiatan sekolah (Berthold dan Hoover,
2000). Sedangkan akibat yang ditimbulkan dalam jangka panjang dari penindasan
ini seperti mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan baik terhadap lawan
jenis, selalu memiliki kecemasan akan mendapatkan perlakuan yang tidak
menyenangkan dari teman-teman sebayanya (Berthold dan Hoover, 2000).
Menurut Peterson (Berthold dan Hoover, 2000) penindasan ini akan
mempengaruhi harga diri (self esteem) dan pengaruh ini merupakan pengaruh
yang ditimbulkan dari pengaruh jangka panjang. Menurut Olweus (Berthold dan
Hoover, 2000) Penindasan (bullying) itu memiliki pengaruh yang besar hingga
16
dewasa dan saat masa sekolah akan menimbulkan depresi pada diri individu dan
juga dapat menimbulkan perasaan tidak bahagia saat mengikuti sekolah, karena
dihantui oleh perasaan cemas dan ketakutan.
Prilaku agresi pada masa kecil itu merupakan manifestasi dari gaya hidup
yang dikembangkan oleh orang tua dan akan terus berlanjut hingga masa remaja
dan dewasa (Berthold dan Hoover, 2000). Selain itu Olweus dan Alsaker juga
menyatakan bahwa penindasan merupakan perilaku anti-sosial yang dilakukan
oleh pelajar dan perilaku ini dapat menimbulkan resiko di lingkungan sekolah dan
kehidupan (Berthold dan Hoover, 2000).
Berdasarkan penelitian Kalliotis (2000), ia menyatakan bahwa penindasan
ini sering terjadi pada lingkungan sekolah yang disebabkan adanya isolasi yang
dilakukan oleh teman-teman sebayanya karena perbedaan tingkat sosial dan
ekonomi pelajar.
Berdasarkan pandangan-pandangan yang ada dapat disimpulkan bahwa
Bullying itu sebagai berikut:
1. Bullying merupakan perilaku yang ilegal, negatif dan juga agresif yang
ada di dalam lingkungan sosial. Bullying memiliki perbedaan dengan
perilaku agresif yang terlihat dari perbedaan jangka watu, dimana bullying
akan berkelanjutan sedangkan perilaku agresif hanya satu kali kesempatan
dengan waktu yang pendek. Pengaruh yang ditimbulkan ada dua yaitu
pengaruh jangka pendek dan juga jangka panjang.
2. Bullying ini memiliki pengaruh hingga dewasa dan perilaku ini
merupakan manifestasi gaya hidup orang tuanya di masa kecil seseorang.
17
3. Perilaku ini sering terjadi akibat adanya isolasi yang dilakukan oleh
teman-teman sebaya. Akibat yang nyata adalah muncul depresi pada diri
seseorang yang menjadi korban bullying.
Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan umum bahwa
bullying adalah suatu perilaku agresif, ilegal, negatif seperti memukul dan
mengejek yang ada di lingkungan sosial dan terjadi karena adanya isolasi sosial.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bullying
Banyak tindakan bullying yang terjadi ini dipengaruhi berbagai faktor-
faktor yang ada. Dalam penelitian Olweus yang paling banyak mendapat
perlakuan penindasan ini adalah individu yang berasal dari budaya atau negara
yang berbeda dengan lingkungannya.
Terjadinya bullying di sekolah merupakan suatu proses dinamika
kelompok, di mana ada pembagian-pembagian peran (Djuwita, 2006). Peran-
peran tersebut adalah: Bully, Asisten Bully, Reinforcer, Victim, Defender dan
Outsider. Bully, yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, yang
berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying. Asisten juga terlibat aktif
dalam perilaku bullying, namun ia cenderung tergantung atau mengikuti perintah
bully. Reinforcer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut
menyaksikan, mentertawakan korban, memprovokasi bully, mengajak siswa lain
untuk menonton dan sebagainya. Outsider adalah orang-orang tahu bahwa hal itu
terjadi, namun tidak melakukan apapun, seolah-olah tidak peduli (Djuwita, 2006).
Selain itu hal ini terjadi juga karena bully juga tidak mendapatkan konsekuensi
negatif dari pihak guru/sekolah, maka dari sudut teori belajar, bully mendapatkan
18
reward atau penguatan dari perilakunya. Si bully akan mempersepsikan bahwa
perilakunya justru mendapatkan pembenaran bahkan memberinya identitas sosial
yang membanggakan. Pihak-pihak Outsider, seperti misalnya guru, murid, orang-
orang yang bekerja di sekolah, orang tua, walaupun mereka mengetahuinya akan
tetapi tidak melaporkan, tidak mencegah dan hanya membiarkan saja tradisi ini
berjalan karena merasa bahwa hal ini wajar, sebenarnya juga ikut berperan
mempertahankan suburnya bullying di sekolah-sekolah. Dengan berjalannya
waktu, pada saat korban merasa naik status sosialnya (karena naik kelas) dan telah
"dibebaskan melalui kegiatan inisiasi informal" oleh kelompok bully, terjadilah
perputaran peran. Korban berubah menjadi bully, asisten atau reinforcer untuk
melampiaskan dendamnya (Djuwita, 2006).
Huesmann dan Eron (Craig, Pepler dan Atlas, 2000) mengidentifikasikan
tiga proses kontekstual yang mungkin dapat meningkatkan perilaku agresif
(bullying) yang diantaranya adalah dengan cara mengamati perilaku agresif
dimana seseorang dapat mempelajari terlebih dahulu, kemudian setelah itu terjadi
penerimaan perilaku agresif dan setelah itu perilaku agresif tersebut akan
mendapatkan dukungan dan reinforcement. Contoh dari reinforcement yang
didapat adalah kekuatan dan kendali.
Menurut Olweus (Craig, Pepler dan Atlas, 2000) karekteristik dari para
korban bullying (victims) adalah korban merupakan individiu yang pasif, cemas,
lemah, kurang percaya diri, kurang popular dan memiliki harga diri yang rendah.
Korban tipikal bullying juga bisanya adalah anak-anak atau remaja yang
pencemas, yang secara sosial menarik diri, terkucil dari kelompok sebayanya dan
19
secara fisik lebih lemah dibandingkan kebanyakan teman sebayanya (Krahe,
2005). Sedangkan pelaku bullying biasanya kuat, dominan dan asertif dan
biasanya pelaku juga memperlihatkan perilaku agresif terhadap orang tua, guru,
dan orang-orang dewasa lainnya (Krahe, 2005). Sedangkan menurut olweus
pelaku bullying biasanya kuat, agresif, impulsive, menunjukan kebutuhan atau
keinginan untuk mendominasi dan memperlihatkan kekerasan (Berthold dan
Hoover, 2000). Selain itu para pelaku bullying juga biasanya kurang mendapatkan
pengawasan orang dewasa saat dirumah, memiliki kebiasaan meminum alkohol,
merokok atau menghisap tembakau, berbuat curang saat ujian (mencontek) dan
membawa senjata saat ke sekolah (Berthold dan Hoover, 2000).
Di tempat-tempat pendidikan biasanya terdapat kontrol yang diciptakan
untuk memberikan siswanya pelajaran hukuman melakukan kesalahan. Kontrol
yang diberikan ini memberikan andil bagi terciptanya bullying. Secara tidak
langsung bullying ini terjadi karena budaya pendidikan yang telah ada di sebuah
sekolah (Junn dan Boyatzis, 2004).
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya perilaku penindasan adalah
kesalahan inidvidu dalam memandang hukuman yang diberikan kepada siswa
(Junn dan Boyatzis, 2004). Selain itu bullying juga dipengaruhi oleh dukungan
orang yang memiliki kekuatan dan otoritas (Junn dan Boyatzis, 2004).
Menurut hasil penelitian Berthold dan Hoover (2000), faktor yang memicu
terjadinya bullying adalah tayangan yang diberikan televisi. Selain itu tingkatan
status dalam sekolah juga menjadi faktor resiko, contohnya IPDN.
20
Berdasarkan data yang telah ada, maka secara umum dapat disimpulkan
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying ini adalah kebudayaan yang
ada dalam sekolah, memiliki orang yang berkuasa dan berpengaruh dan juga
tontonan yang diberikan oleh televisi.
Metode Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pelaku bullying dengan usia antara
delapan belas tahun hingga dua puluh tiga tahun yang berdomisili di
D.I.Yogyakarta. pengambilan subjek penelitian ini didasarkan teori atau konstruk
operasional, kriteria tertentu, tujuan penelitian dan observasi. Metode
pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan wawancara tak-terstruktur,
mendalam dan dengan menggunakan pedoman umum (interview guide). Data
kualitatif yang diperoleh kemudian di analisis dengan menggunakan content
analysis.
Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, peneliti menemukan
bahwa hasil penelitian ini menggambarkan tema-tema yang muncul pada faktor-
faktor yang mempengaruhi bullying. Tema-tema yang muncul pada faktor-faktor
yang mempengaruhi bullying adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tema-tema faktor-faktor yang mempengaruhi bullying
Kategori Tema-tema faktor-faktor yang
mempengaruhi bullying
Pergaulan sosial (hubungan dengan
Peer group)
1. Kesetiakawanan untuk membantu
teman
2. Dukungan teman-teman dan individu
21
yang memiliki otoritas
Hubungan keluarga 1. Menganggap bahwa perilaku bullying
sebagai hal yang wajar dan biasa
2. Salah satu bagian keluarga ada yang
menjadi pelaku bullying
Keinginan Ingin mengganggu teman
Kebutuhan 1. Kebutuhan Untuk menunjukan
dominasi
2. Kebutuhan untuk mendapatkan
kekuatan
3. Kebutuhan untuk menyerang
Pembahasan
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bullying
Pembahasan pertama adalah berkenaan dengan tema-tema faktor-faktor
yang mempengaruhi bullying. Tema-tema faktor-faktor yang mempengaruhi
bullying yang dimaksud adalah gambaran atau deskripsi mengenai fenomena yang
terjadi. Dalam hal ini khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi bullying,
adapun tema-tema faktor-faktor yang mempengaruhi bullying yang terbentuk dari
faktor pergaulan sosial seperti kesetiakawanan untuk membantu teman atau
memiliki dukungan teman-teman dan individu yang memiliki otoritas. Peneliti
melihat hal tersebut berdasarkan fakta-fakta dan analisis data yang menyebutkan
bahwa pergaulan sosial dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan
bullying. Santrock (2003) melihat bahwa teman sebaya merupakan aspek
terpenting bagi remaja, dan berdasarkan hasil analisis data ditemukan tema yang
mengatakan mereka berkelahi dengan orang lain demi menjaga teman-teman
22
mereka yang tertindas atau menunjukan rasa kesetiakawanan mereka terhadap
teman-teman mereka serta karena mendapatkan dukungan dari teman-teman dan
individu yang memilikin kekuasaan. Tanpa disadari saat tema-tema tersebut
terpenuhi maka kemudian akan memunculkan bullying kepada pihak lain.
Faktor kedua adalah keluarga. Keluarga adalah lingkungan pertama yang
dimasuki oleh setiap individu. Keluarga merupakan pemberi dukungan terhadap
para anggota keluarga lainnya baik berupa dukungan yang positif maupun negatif.
Dalam hasil analisis keluarga menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya
bullying karena adanya tanggapan orang tua yang menilai bullying sesuatu yang
wajar dan biasa dilakukan oleh remaja. Selain itu perilaku ini juga akan muncul
apabila salah satu anggota keluarganya ada yang menjadi pelaku bullying itu
sendiri. Bandura (Alwisol, 2004) mengatakan bahwa perubahan tingkah laku
seseorang berhubungan dengan self-efficacy seseorang. Menurut bandura self-
afficacy dapat naik atau turun dikarenakan empat hal yaitu, performance
accomplishment, vicarious experience, social pesuation dan emotiona (Alwisol,
2004). Berdasarkan hal tersebut maka seseorang yang salah satu keluarganya
seorang pelaku bullying maka kemungkinan akan mempengaruhi anggota
keluarga yang lainnya, karena anggota keluarga yang lainnya akan mengamatinya
sebagai model (vicarious experience). Contohnya saja pada dua responden
penelitian memperlihatkan bahwa kakak dari responden juga seorang pelaku
bullying, dan mereka mencontoh kakaknya karena didalam keluarga juga
menganggap perilaku tersebut wajar dan apabila tema-tema tersebut terpenuhi
maka akan terjadi bullying.
23
Faktor ketiga adalah keinginan atau niat. Dalam ayat Al-Qur’an
menyatakan bahwa “Setiap perilaku diawali dengan niat“. Selain berdasarkan ayat
tersebut hasil analisis data juga menemukan bahwa keinginan atau niat itu juga
akan memunculkan kecenderungan melakukan bullying, tema yang muncul adalah
keinginan untuk mengganggu teman. Berdasarkan sumber data tersebut maka
keinginan atau niat ini juga apabila terpenuhi akan memunculkan bullying.
Faktor ke-empat adalah kebutuhan yang muncul dari dalam diri pelaku
bullying. Menurut Murray (Alwisol, 2004) kebutuhan (need) adalah konstruk
mengenai kekuatan di bagian otak yang mengorganisir berbagai proses seperti
persepsi, berfikir, dan berbuat untuk mengubah kondisi yang ada dan tidak
memuaskan. Kebutuhan bisa dibangkitkan oleh proses internal, tetapi lebih sering
dirangsang oleh faktor lingkungan dan semua kebutuhan tersebut saling
berhubungan satu dengan lainnya dalam berbagai cara (Alwisol, 2004).
Berdasarkan hasil analisis data, ada tiga kebutuhan yang ditemukan dan di-
indikasikan memberikan sumbangan kepada perilaku bullying. Tema yang muncul
dari faktor kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk mendapatkan kekuasaan (need
for power), kebutuhan untuk menunjukan dominasi (need for dominance) dan
kebutuhan untuk menyerang (need for aggression).
Berdasarkan kesimpulan dan pengkatagorian tema-tema diatas dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bullying adalah pergaulan
sosial, keluarga, keinginan dan kebutuhan.
Penjelasan di atas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi bullying dan
akan diperjelas dengan gambar pada halaman berikutnya.
24
Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi bullying
Keterangan:
Mempengaruhi
Tema yang muncul
Hubungan faktor-faktor
Pendapat Pelaku tentang korban
Sombong
Pintar
Memiliki uang jajan
lebih
Sok-Sokan
Tidak populer
Lemah
KORBAN BULLYING
Mengganggu teman
Pergaulan sosial
Keinginan
kesetiakawanan Dukungan dari
teman dan individu yang memiliki
kekuasaan
Kebutuhan
need for aggression
need for dominance
need for power
Keluarga
Orang tua yang menganggap
wajar dan biasa
Salah satu anggota keluarga
ada yang menjadi pelaku
PELAKU BULLYING
25
Proses Terjadinya Bullying di Sekolah
Berdasarkan hasil analisis data, ada beberapa peran yang terlihat
berpengaruh dalam terjadinya bullying, di antaranya adalah bully, asisten bully,
reinforcer, outsider dan victim. Yang menjadi peran paling utama adalah bully
atau mereka yang menjadi pemimpin dalam melakukan bullying. Selain itu bully
juga berperan sebagai individu yang memulai bullying terlebih dahulu, setelah
bully maka asisten bully memberikan bantuan apa bila victim atau korban
melawan dengan apa yang dilakukan bully.
Selain itu, berdasarkan analisis data reinforce juga memiliki peran yang
cukup penting, dimana saat akan terjadi hingga akhir terjadinya bullying,
reinforcer memberikan semangat kepada bully dan asisten bully untuk melakukan
bullying, dan saat bully sudah melaksanakan bullying, reinforce akan memberikan
pujian-pujian. Selain itu reinforcer dan asisten bully juga berperan sebagai
pemberi informasi kepada bully tentang korbannya dan juga biasanya
memberitahukan bahwa tidak akan ada pihak-pihak yang akan melaporkan
kegiatan yang akan dilakukan oleh bully. Sedangkan berdasarkan analisis data
tentang outsider, disini ditemukan hal yang berbeda dengan teori yang
menyatakan outsider hanya diam saja tidak melaporkan, dari analisis data
ditemukan outsider hanya diam saja bukan karena tidak mau tahu dengan apa
yang terjadi, akan tetapi outsider disini diam saja tidak melaporkan kepihak lain
untuk mengghindari menjadi korban bullying. Jadi berdasarkan analisis data
outsider diam saja dikarenakan mereka mendapatkan ancaman dari pihak bully
sehingga menimbulkan ketakutan menjadi korban.
26
Karakteristik Pelaku dan Individu yang Rentan Menjadi Korban Bullying
Berdasarkan Persepsi Pelaku Bullying
Kareakteristik individu yang rentan menjadi korban bullying adalah
individu yang lemah, tidak popular, sombong, memiliki uang jajan yang lebih
banyak dari anak lain serta individu yang sok-sokan. Sedangkan para pelakunya
adalah individu yang memiliki keberanian dukungan individu yang kuat, perokok,
pemabuk, cenderung bermasalah disekolah seperti bolos atau melawan guru dan
mencontek saat melakukan ujian.
Bentuk Perilaku yang Digunakan Untuk Melakukan Bullying
Bentuk perilaku yang cenderungan digunakan dalam melakukan bullying
adalah tipe penindasan secara fisik dimana pelakunya cenderung melakukan
pemukulan misalnya. Sedangkan tipe ke-dua adalah tipe penindasan secara verbal
dimana pelakunya cenderung akan memaki-maki, mengejek dan membentak
korban bullying.
Dampak Bullying Bagi Para Pelaku Bullying (Bully)
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan bullying ini bukan
hanya memberikan dampak-dampak kepada para korban bullying saja akan tetapi
ada beberapa dampak yang dirasakan oleh pelaku bullying. Dampak-dampak yang
muncul adalah dampak jangka pendek yang merupakan dampak yang
memberikan nilai positif kepada pelaku seperti dihormati oleh orang lain, merasa
hebat dan serta merasa memiliki kekuasaan. Selain itu dampak jangka panjang
yang merupakan dampak negatif yang dirasakan oleh pelaku setelah melakukan
27
bullying seperti muncul rasa penyesalan, dijauhi oleh beberapa teman-teman dan
merasa bersalah.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang berpengaruh besar terhadap terjadinya bullying adalah sebagai berikut;
faktor pergaulan sosial tema yang muncul adalah kesetiakawanan dan dukungan
teman-teman serta individu yang memiliki otoritas; faktor keluarga tema yang
muncul adalah tanggapan orang tua yang menilai bullying sesuatu yang wajar dan
biasa dilakukan oleh remaja dan salah satu anggota keluarganya ada yang menjadi
pelaku bullying; faktor keinginan atau niat tema yang muncul adalah ingin
mengganggu teman; faktor kebutuhan dan tema yang muncul adalah kebutuhan
untuk mendapatkan kekuasaan (need for power), kebutuhan untuk menunjukan
dominasi (need for dominance) dan kebutuhan untuk menyerang (need for
aggression). Namun setiap faktor-faktor di atas memiliki hubungan satu dengan
yang lainnya, yang apabila tidak terpenuhi beberapa faktor maka bullying tersebut
memiliki kecenderungan tidak akan terjadi akan tetapi sebaliknya jika terpenuhi
maka ada kecenderungan bullying akan terjadi.
Saran
Mencermati hasil penelitian yang telah dilakukan, serta dengan
mempertimbangkan berbagai kendala yang penulis hadapi di lapangan, ada
beberapa saran yang dapat di sampaikan antara lain:
1. Kepada pelaku bullying, hendaknya saat ini sudah menyadari bahaya dari
perilaku bullying itu sendiri baik bagi pelakunya sendiri maupun para
28
korbannya. Selain itu perilaku seperti itu hanya akan memunculkan
perilaku-perilaku bullying lainnya, seperti yang terjadi dibeberapa institut
tinggi negeri. Dari sudut agama juga sudah sangat jelas dilarang menyakiti
sesama makhluk hidup. Jadi hendaknya saat ini hal itu di jadikan
pengalaman yang bertujuan untuk mengantisipasi bullying sehingga tidak
ada lagi perilaku bullying di dunia pendidikan Indonesia.
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar mencoba menggunakan
responden yang variatif misalnya siswa SMA, SMP atau SD. Dalam
penentuan responden penelitian saat menggunakan metode observasi
disarankan untuk mencoba merancang dua metode observasi seperti cek
list dengan sepeciemen record yang tujuannya untuk memperkaya data
penelitian. Saat menentukan significant others disarankan untuk mencoba
memiliki cadangan responden yang menjadi significant others hal ini
untuk menghindari hal-hal yang tidak dapat diduga seperti kematian,
pindah alamat dan bencana alam.
29
Daftar Pustaka
Alwilsol. 2004. “Psikologi Kepribadian edisi Revisi”. Malang: Universitas Muhammadiayah Malang Press.
Berthold, K. A. and Hoover, J. H. 2000. “Correlates of Bullying and Victimization
among Intermediate Students in the Midwestern USA”. Sage Publication Volume 21, No. 1 .
Chaplin, J. P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Craig, W. M., Pepler, D. and Atlas, R. 2000. “Observations of Bullying in the
Playgroup and in the Classroom”. Sage Publication Volume 21, No. 1 . Djuwita, R. 2006. Masalah Tersembunyi Dalam Dunia Pendidikan Di Indonesia.
Workshop Bullying. 29 April. Jakarta: Universitas Indonesia (UI) http//www.google.com/bullying/WEBSITE--Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.htm14/05/2007.
Hoover, J.H., Gamliel, T., Daughtry, D. W. and Imbra. C.M. 2003. “A Qualitative
Investigation of Bullying”. Sage Publication Volume 24 No.4. Junn, E. N. and Boyatzis, C. J. 2004. “Annual Editions: Child Growth and
Development”. United States of America: McGraw-Hill/Duskhin. Kalliotis, P. 2000. “ Bullying as a Special Case of Aggresion”. Sage publication
Volume 21, No. 1 April 2000. Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif - Buku Panduan Psikologi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Mudyahardjo, R. 2008. “Pengantar Pendidikan”. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. Pereira, B., Mendoca, D., Neto, C., Valente, L. and Smith, P. K. 2004. “Bullying
in Portuguese Schools”. Sage Publication Volume 25 No. 2. Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S. R. (2005). ”Gencet-gencetan” di
mata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah kognitif tentang arti, skenario, dan dampak ”gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial, 12 (01), 1 – 13. http://www.google.co.id/bullying/“Bullying” dalam Dunia Pendidikan (bagian 1) « POPsy! - Jurnal Psikologi Populer.htm 14/05/2007.
Rigby, K. 2004. “Addressing Bullying In Schools Theoretical Perspectives and
Their Implications”. Sage Publication Volume 25 No.3.
30
Santrock, J. W. 2001. “Adolecence, eighth edition”. United Setate: McGraw-Hill. Santrock, J. W. 2003. “Perkembangan Remaja”. Jakarta: Penerbit Erlangga. http//www.google.com/bullying/Budaya Kekerasan di Lembaga Pendidikan -
Sabtu, 14 April 2007.htm. http//www.google.com//bullying/Kekerasan yang Harus Hilang dari
Pendidikan.htm 14/05/2007. http//www.google.co.id/bullying/YPHA - Yayasan Pemantau Hak Anak.html
14/05/2007.
31
IDENTITAS PENULIS
Nama : Aznan Adviis Ardiyansyah NIM : 04 320 362 Alamat : Jl. Gorongan No. 267 RT.06/RW.20, Condong Catur, Sleman,
Yogyakarta.
No. Telepon : 085228982980 E-mail : [email protected]