perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
NASKAH PUBLIKASI
ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERIPIK KETELA UNGU
DI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Program Studi Agrobisnis
Oleh :
Rinda Saptianuri
H 1308508
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
PERNYATAAN
Dengan ini kami selaku Tim Pembimbing Skripsi Mahasiswa Program
Sarjana :
Nama : Rinda Saptianuri
NIM : H 1308508
Jurusan/Program Studi : Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Menyetujui Naskah Publikasi Ilmiah yang disusun oleh yang bersangkutan
dan dipublikasikan dengan / tanpa*) mencantumkan nama tim pembimbing
sebagai Co-Author.
*) Coret yang tidak perlu
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Ir. Darsono, Msi NIP. 19660611 199103 1 002
Pembimbing Pendamping
Nuning Setyowati, SP. MSc NIP. 19820325 200501 2 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERIPIK KETELA UNGU
DI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR
RINDA SAPTIANURI H 1308508
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, risiko usaha, dan efisiensi usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.
Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di Desa Karanglo dan Desa Bandardawung Kecamatan Tawangmangu, karena hanya wilayah tersebut yang memproduksi keripik ketela ungu di Kabupaten Karanganyar. Pengambilan responden dilakukan dengan teknik sensus dan diperoleh responden yang berjumlah 19 produsen. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pencatatan. Analisis data yang digunakan meliputi analisis biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas, analisis risiko serta analisis efisiensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya rata-rata yang dikeluarkan produsen keripik ketela ungu dalam satu bulan selama bulan Oktober 2010 sebesar Rp 28.092.681,90. Penerimaan rata-rata yang diperoleh pengusaha adalah sebesar Rp 36.340.580,36 dan keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen keripik ketela ungu adalah sebesar Rp 8.247.898,46 dengan profitabilitas sebesar 23,00%.
Nilai koefisien variasi usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar 0,93 atau lebih besar dari 0,5 dan batas bawah keuntungan Rp -7.047.041,60 atau bernilai negatif (L < 0), maka dapat dinyatakan bahwa usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memiliki peluang mengalami kerugian. Usaha industri keripik ketela ungu yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan R/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar 1,29.
Kata Kunci : Analisis Usaha, Keripik Ketela Ungu, Keuntungan, Risiko, Efisiensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
BUSSINESS ANALYSIS AT AGROINDUSTRY OF PURPLE CASSAVA CHIP IN TAWANGMANGU DISTRICT
KARANGANYAR REGENCY
RINDA SAPTIANURI H1308508
ABSTRACT
The aims of this research is to analyse how much the cost is, income, profit, profitability, business risk, and business efficiency at agroindustry of purple cassava chip in Tawangmangu district, Karanganyar regency.
Basic method of research used is analytic descriptive method. It was performed purposively, that is in Karanglo and Bandardawung village of Tawangmangu district, because only that village which produce of purple cassava chip in Karanganyar regency. The taking of responds was performed with census technic and it was gained respondents amounting 19 producers. Data used is primary data and secondary data. Technique of data collecting used consist of analyzis cost, income, profit and profitability, risk analyzis, and analyzis of efficiency.
The result of the research showed that average total cost which is issued by producers of purple cassava chip in a moth for October 2010 is 28.092.681,90 rupiah. Average income which gained by producers is 36.340 580,36 and average profit gained by producer of purple cassava chip is 8.247.898,46 with profitability amounting 23,00%.
Coeficient value of agrobusiness variation of purple cassava chip in Tawangmangu of Karanganyar regency amounting 0,93 or greater from 0,5 and ground limit of profit is – 7.047.041,60 or has negative value (L<0), so it can be stated that agro industry business of purple cassava chip in Tawangmangu of Karanganyar regency has chanche to be unprofitable. The business industry of purple cassava chip which is performed up to now has been efficient which is showed by ratio R/C is more than 1, that is 1,29.
Keywords : Bussiness analysis, Puprple Cassava Chip, Profit, Risk, and Efficiency
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri pangan merupakan salah satu bidang yang sangat penting
peranannya dalam perekonomian Indonesia. Di samping mampu memenuhi
kebutuhan pangan Indonesia, juga dapat menghasilkan devisa bagi negara.
Keberadaan industri pangan di Indonesia dapat menyerap tenaga kerja dalam
jumlah yang cukup banyak serta mampu mendorong berdirinya industri
penunjang seperti industri pengolahan makanan, industri mesin dan peralatan
pengolahan pangan maupun industri agribisnis atau agroindustri.
Agroindustri mempunyai rentang pengertian yang amat lebar.
Agroindustri adalah suatu kegiatan yang mengolah bahan yang dihasilkan dari
usaha pertanian dalam arti luas, baik dari pertanian tanaman pangan, maupun
non pangan, peternakan ataupun perikanan. Agroindustri merupakan
industrialisasi di bidang pertanian dalam rangka peningkatan nilai tambah dan
daya saing produk pertanian. Agroindustri merupakan solusi penting untuk
menjembatani keinginan konsumen dan karakteristik produk pertanian yang
variatif dan tidak tahan lama bila disimpan (Nopianto, 2010).
Agroindustri dapat menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional.
Setidaknya ada lima alasan utama, yaitu : (1) industri pengolahan mampu
mengubah keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, yang akhirnya
akan memperkuat daya saing produk; (2) produk agroindustri memiliki nilai
tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan
perekonomian nasional; (3) agroindustri memiliki keterkaitan yang besar baik ke
hulu maupun ke hilir, sehingga mampu menarik kemajuan sektor lain; (4)
memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) sehingga terjamin
keberlanjutannya; dan (5) berpeluang mengubah struktur ekonomi nasional dari
pertanian ke industri (Supriyati dan Tarigan, 2008).
Salah satu cara yaitu mewujudkan penganekaragaman pangan
sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan
pangan pokok saja. Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
menjadi berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama
disimpan. Bentuk olahan tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan
lainya. Umbi-umbian merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia.
Umbian-umbian mempunyai kandungan gizi yang cukup memenuhi jika
dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Jenis umbi-umbian yang sering
ditemukan di pasaran antara lain jenis talas-talasan, ketela rambat, kentang, ketela
pohon. Ketela rambat mempunyai kulit tipis dan berkadar air tinggi sehingga
perlu penanganan yang baik selama proses panen, dan pengangkutan serta
penyimpanan sebelum dimanfaatkan. Apabila kulit yang tipis tersebut rusak,
maka akan mudah sekali mikroorganisme (bakteri, jamur, dan lain-lain) masuk ke
dalam umbi, sehingga seluruh bagian umbi akan cepat rusak. Untuk
memperpanjang masa simpan, ketela rambat dapat diolah dan dijadikan sebagai
camilan dengan cara direbus, digoreng, atau dijadikan keripik (Anonim, 2008).
Ketela rambat (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman yang
mempunyai potensi besar di Indonesia. Penghasil utama ketela rambat di
Indonesia adalah Jawa dan Irian Jaya. Peluang perluasan areal panen masih
sangat terbuka. Dan dengan perbaikan teknik budidaya dan penggunaan
varietas unggul nasional, dapat meningkatkan produktivitas ketela rambat
(Anonim, 2010).
Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Tengah, hampir semua di
Kabupaten/Kota terdapat budidaya ketela rambat. Dari 35 Kabupaten/Kota di
Jawa Tengah, hanya 5 Kabupaten/Kota yang tidak terdapat budidaya ketela
rambat. Luas panen, rata-rata produksi dan produksi ketela rambat di 30
Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Tabel 1. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Produksi Ketela Rambat di Jawa Tengah Tahun 2008
No. Kabupaten/ Kota
Ketela Rambat Luas
Panen (Ha)
Rata-rata Produksi (Kw/Ha)
Produksi (Ton)
1. Kab. Cilacap 293 133,04 3.898 2. Kab. Banyumas 85 130,12 1.106 3. Kab. Purbalingga 327 122.69 4.012 4. Kab. Banjarnegara 291 129,42 3.766 5. Kab. Kebumen 66 125,76 830 6. Kab. Purworejo 58 124,48 722 7. Kab. Wonosobo 841 134,01 11.270 8. Kab. Magelang 1.298 144,53 18.760 9. Kab. Boyolali 35 126,29 442 10. Kab. Klaten 65 136,31 886 11. Kab. Wonogiri 245 140,53 3.443 12. Kab. Karanganyar 557 148,65 8.280 13. Kab. Sragen 5 74 37 14. Kab. Grobogan 118 129,07 1.523 15. Kab. Blora 422 130,09 5.490 16. Kab. Rembang 240 128,88 3.039 17. Kab. Pati 78 126,41 986 18. Kab. Kudus 138 115,22 1.590 19. Kab. Jepara 50 120 600 20. Kab. Demak 165 123,82 2.043 21. Kab. Semarang 692 131,73 9.116 22. Kab. Temanggung 356 125,08 4.453 23. Kab. Kendal 256 132,58 3.394 24. Kab Batang 669 126,25 8.446 25. Kab. Pekalongan 209 121,55 2.504 26. Kab. Pemalang 301 128,34 3.869 27. Kab. Tegal 229 128,54 2.939 28. Kab. Brebes 283 141,31 3.999 29. Kota Salatiga 36 121,67 438 30. Kota Semarang 61 125,08 763
Jumlah 8466 133,1 112.689
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah 2009
Berdasarkan Tabel 1, salah satu wilayah di Indonesia yang
membudidayakan ketela rambat adalah Kabupaten Karanganyar. Meskipun
pada tabel tersebut luas lahan dan produksi ketela rambat di Kabupaten
Karanganyar tidak seluas dan sebesar di Kabupaten Magelang dan Wonosobo,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
akan tetapi produksi rata-rata per hektarnya memiliki urutan tertinggi. Dan
hampir semua ketela rambat yang dibudidayakan di Kabupaten Karanganyar
adalah jenis ketela rambat yang memiliki warna daging buah ungu.
Ketela ungu merupakan salah satu umbi sumber karbohidrat yang
banyak ditanam oleh masyarakat yang menyimpan potensi besar baik sebagai
pangan alternatif maupun pengembangan potensi bisnis. Salah satu produk
olahan ketela ungu yaitu keripik ketela ungu yang sudah populer dan sudah
banyak diproduksi untuk memenuhi kebutuhan komersial (Rukmana, 2010).
Tanaman ketela ungu (Ipomoea batatas L. Sin. batatas edulis choisy)
berasal dari Amerika bagian tengah. Kemudian tersebar ke berbagai negara di
dunia yang memiliki sistem pertanian cukup maju, termasuk Indonesia. Pada
sekitar tahun 1990, ketela ungu sudah tersebar dan ditanam hampir di seluruh
wilayah Nusantara. Daerah yang cocok digunakan untuk membudidayakan ketela
ungu adalah dataran rendah sampai ketinggian 500 m diatas permukaan laut.,
yang bersuhu 21-27oC, berkelembaban 50-60%, mendapat panas sinar matahari
11-12 jam/hari, dengan curah hujan 750-1.500 mm/tahun. Di dataran tinggi
(pegunungan) dengan ketinggian mencapai 1.000 m di atas permukaan laut,
ketela ungu masih mampu tumbuh dengan baik, namun pencapaian umurnya
lebih lama. Tanaman ketela ungu akan tumbuh dengan baik dan berproduksi
optimal bila ditanam pada tanah yang subur, gembur, banyak mengandung
humus, dan ber-pH 5,5-7,5 (Rukmana, 2010).
Kondisi geografis Kabupaten Karanganyar yang terletak pada ketinggian
511 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 2.453 mm/tahun dan bersuhu
antara 22-31oC serta dengan tanah yang subur dan mengandung humus yang
cukup, cocok untuk membudidayakan ketela ungu (BPS Karanganyar, 2009).
Seperti yang terlihat pada Tabel 1 bahwa Kabupaten Karanganyar memiliki rata-
rata produksi tertinggi tiap hektarnya.
Dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar 14 kecamatan
diantaranya membudidayakan ketela ungu, sedangkan 3 kecamatan lainnya tidak
membudidayakan dikarenakan kondisi lahan kurang memungkinkan untuk
budidaya ketela ungu tersebut. Berdasarkan data 5 tahun terakhir dari Dinas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Pertanian Kabupaten Karanganyar (2005-2009) secara terinci luas lahan tanaman
ketela ungu di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Lahan Tanaman Ketela ungu di Kabupaten Karanganyar Tahun 2005-2009
No. Kecamatan Luas Lahan (Ha) Rata-
rata (Ha) 2005 2006 2007 2008 2009 1. Jatipuro - - 2 - 1 0,6 2. Jumapolo 6 5 7 7 - 5 3. Jumantono 12 5 45 16 - 15,6 4. Matesih 230 99 117 152 36 126,8 5. Tawangmangu 56 66 118 83 82 81 6. Ngargoyoso 196 168 68 290 105 165,4 7. Karangpandan 79 125 99 94 43 88 8. Karanganyar - - - - 1 0,2 9. Tasikmadu - - - - 4 0,8 10. Colomadu 3 3 - - - 1,2 11. Kebakkramat - - - - 16 3,2 12. Mojogedang 44 50 103 83 63 68,6 13. Jenawi 126 52 32 83 148 88,2 14. Kerjo 24 10 34 27 36 26,2
Jumlah 776 583 621 754 535 670,8
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar 2009
Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa Kecamatan yang
mempunyai rata-rata lahan yang cukup luas dan setiap tahunnya
membudidayakan ketela ungu terdapat di Kecamatan Ngargoyoso, Matesih
dan Jenawi. Total lahan terluas yang digunakan untuka budidaya ketela ungu
terdapat pada tahun 2005. Di setiap tahunnya luas lahan yang digunakan
berubah, akan tetapi perubahannya tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan
karena kondisi cuaca sekarang ini yang tidak stabil, kadang juga beralih
budidaya tanaman lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Dari luas lahan yang digunakan untuk budidaya ketela ungu, maka dapat
dilihat produksi ketela ungu pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Produksi Tanaman Ketela Ungu di Kabupaten Karanganyar Tahun 2005-2009
No. Kecamatan
Produksi (Ton) Rata-rata (Ton) 2005 2006 2007 2008 2009
1. Jatipuro - - 45 - 20 13 2. Jumapolo 132 95 156 154 - 107,4 3. Jumantono 264 95 1.002 354 - 343 4. Matesih 5.064 1.878 2.607 3.405 688 2.728,4 5. Tawangmangu 1.233 1.252 2.629 1.859 1.578 1.710,2 6. Ngargoyoso 4.316 3.167 1.515 4.682 1.993 3.134,6 7. Karangpandan 1.740 2.372 2.117 2.106 816 1.830,2 8. Karanganyar - - - - 19 3,8 9. Tasikmadu - - - - 76 15,2 10. Colomadu 66 57 - - - 24,6 11. Kebakkramat - - - - 290 58 12. Mojogedang 969 969 2.295 1.851 1.147 1.446,2 13. Jenawi 2.774 986 712 1.843 2.702 1.803,4 14. Kerjo 528 190 756 595 683 550,4
Jumlah 17.086 11.061 13.836 16.849 10.012 13.768,4
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar 2009
Berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat diketahui bahwa jumlah produksi
tertinggi ketela ungu pada data 5 tahun terakhir terdapat pada tahun 2005. Dan
Kecamatan yang memiliki rata-rata produksi tertinggi yaitu di Kecamatan
Ngargoyoso, diikuti Kecamatan Matesih dan Karangpandan. Ketela ungu yang
diproduksi di Kabupaten Karanganyar tidak hanya dipasarkan langsung, akan
tetapi sebagian besar diolah untuk memberikan nilai tambah pada ketela ungu
tersebut. Salah satu produk olahan ketela ungu yang diproduksi adalah keripik
ketela ungu. Mekipun pada Tabel 2 menunjukan hasil produksi ketela ungu yang
ada di Kabupaten Karanganyar cukup tinggi, akan tetapi untuk memenuhi
permintaan para pengusaha keripik ketela ungu belum mencukupi. Sehingga
membutuhkan ketela ungu dari luar Kabupaten Karanganyar, seperti dari
Magetan, Ngawi dan Bandung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Berdasarkan data Tabel 2 dan 3 diatas, dapat dilihat bahwa Kecamatan
Tawangmangu tidak mempunyai lahan yang cukup luas dan produksi ketela ungu
yang tinggi, akan tetapi sentra industri pengolahan keripik ketela ungu justru
terdapat di Kecamatan Tawangmangu. Pengusaha agroindustri keripik ketela
ungu yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu dapat dilihat pada Tabel 4
berikut ini:
Tabel 4. Pengusaha Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan
Tawangmangu
No. Nama Usaha Alamat 1. Gito Dukuh, Karanglo 2. Yamdi Dukuh, Karanglo 3. Parjo Dukuh, Karanglo 4. Wagyo Dukuh, Karanglo 5. Wagino Dukuh, Karanglo 6. Arjoyono Dukuh, Karanglo 7. Wirosuparno Dukuh, Karanglo 8. Nurhadi Dukuh, Karanglo 9. Parno Dukuh, Karanglo 10. Jumadi Sadakan Lor, Karanglo 11. Suyanto Sadakan Lor, Karanglo 12. Suyatno Sadakan Lor, Karanglo 13. Jumini Sadakan Lor, Karanglo 14. F. Wilarso Sadakan Lor, Karanglo 15. Supadi Sadakan Lor, Karanglo 16. Kamto Blimbing, Karanglo 17. Parno Blimbing, Karanglo 18. Karjo Bandar, Bandardawung 19. Sutrisno Jabalkanil, Bandardawung
Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar 2008
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat 19 pengusaha
agroindustri keripik ketela ungu yang masih memproduksi keripik ketela ungu.
Agroindustri tersebut hanya terdapat di dua desa di Kecamatan Tawangmangu,
yaitu Desa Karanglo dan Bandardawung. Usaha agroindustri keripik ketela ungu
tersebut dikelola secara perorangan dengan jumlah tenaga kerja antara 12-15
orang. Jadi agroindustri ini tergolong industri skala kecil (5-19 orang).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Keripik ketela ungu merupakan makanan ringan yang mudah diproduksi.
Selain itu agroindustri keripik ketela ungu juga mempunyai peranan penting
dalam menambah pendapatan keluarga dan dapat juga menciptakan lapangan
kerja bagi masyarakat. Agroindustri keripik ketela ungu hingga saat ini masih
terus berproduksi, bahkan sedang dikembangkan oleh pemerintah setempat,
dengan harapan keripik ketela ungu ini dapat menjadi jajanan atau oleh-oleh khas
dari Tawangmangu, di mana Tawangmangu itu sendiri merupakan tempat wisata
yang sudah cukup dikenal masyarakat luas. Selain itu agroindustri keripik
ketela ungu ini mempunyai prospek pasar yang baik. Karena selain sebagai
oleh-oleh khas dari Tawangmangu, keripik ketela ungu ini juga dipasarkan ke
kota-kota lain di Pulau Jawa, seperti Solo, Bandung dan Jakarta. Melihat
pentingnya agroindustri ini maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis
usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar.
B. Perumusan Masalah
Pembangunan agroindustri masih dihadapkan pada berbagai tantangan,
baik tantangan atau permasalahan yang ada di dalam negeri atau di luar negeri.
Beberapa permasalahan agroindustri ini khususnya permasalahan dalam negeri
adalah kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu, kurang
konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri, kurangnya fasilitas
permodalan (perkreditan), keterbatasan pasar, lemahnya infrastuktur,
kurangnya penelitian dan pengembangan, lemahnya keterkaitan industri hulu
dan hilir, kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing serta
lemahnya enterpreneurship (Soekartawi, 2001).
Agroindustri keripik ketela ungu Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar ini dapat tergolong dalam usaha kecil yang masih berhadapan
dengan berbagai kendala sehingga membutuhkan pembinaan dari pihak terkait,
yakni dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Penanaman Modal dan Koperasi
Kabupaten Karanganyar. Adanya keterbatasan bahan baku, dan lemahnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
sarana produksi menjadikan produksi keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini kurang optimal.
Meskipun demikian, tujuan dari agroindustri keripik ketela ungu ini
sama dengan tujuan dari usaha lainnya, yaitu mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya. Oleh karena itu besarnya biaya yang dikeluarkan harus
diperhitungkan disesuaikan dengan penerimaan yang diperoleh.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diangkat beberapa permasalahan
antara lain :
1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar?
2. Apakah usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar yang diusahakan berisiko?
3. Apakah usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar yang diusahakan efisien?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar.
2. Menganalisis risiko usaha dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.
3. Menganalisis efisiensi usaha agrondustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang agroindustri keripik
ketela ungu dan merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
dan sebagai bahan penyusunan kebijakan pangan yang lebih baik di masa
mendatang, terutama usaha agroindustri keripik ketela ungu.
3. Bagi Pengusaha Keripik Ketela Ungu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
dan pertimbangan pengusaha keripik ketela ungu untuk meningkatkan
penerimaan, keuntungan, profitabilitas dan efisiensi serta nilai tambah
produk.
4. Bagi Akademisi dan Pemerhati Agroindustri
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan sumber
informasi bagi pemerhati mengenai permasalahan yang sama di masa
mendatang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian Alhuda (2004) yang berjudul “Analisis Usaha dan
Efisiensi Agroindustri Kripik Ubi Jalar (Studi Kasus di Agroindustri Kripik Ubi
Jalar Sehati Desa Kemiri Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto)” yang telah
dilakukan, agroindustri kripik ubi jalar Sehati dalam satu kali proses produksi
rata-rata mengeluarkan biaya tetap sebesar Rp 25.388,2 dan biaya variabel
sebesar Rp 864.157,2. Dengan jumlah produksi sebanyak 3911 Kg dengan
harga perkilogramnya Rp 7.000,00 maka agroindustri ini mendapatkan total
penerimaan rata-rata satu kali produksi sebesar Rp 1.244.409,1. Dalam
penelitian ini pada agroindustri kripik ubi jalar Sehati mendapatkan rata-rata
keuntungannya adalah sebesar Rp 354.863,7. Nilai R/C dalam penelitian ini
adalah sebesar 1,39 hal ini berarti jika agroindustri kripik ubi jalar Sehati
mengeluarkan biaya sebesar Rp 10.000.000,00 maka agroindustri ini akan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 13.900.000,00. Dalam penelitian ini
diperoleh nilai BEPq rata-rata sebesar 127,07 Kg dan nilai BEPr rata-rata
sebesar Rp 5003,5 / Kg.
Ningrum (2006), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Nilai
Tambah dan Kelayakan Usaha Agroindustri Bakpao Telo (Studi Kasus pada
Home Industri Lestari Malang)”, menyatakan bahwa dari penerimaan selama
1 bulan Rp 14.400.000,00 dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan
selama 24x proses produksi Rp 5.783.083,00 maka akan didapatkan
keuntungan usaha sebesar Rp 8.616.917,00. Dilihat dari skala industri yang
tergolong industri rumah tangga (kecil), maka dapat dikatakan bahwa usaha
bakpao telo Lestari sangat menguntungkan. Hasil perbandingan total revenue
dan total cost ( R/C Ratio ) sebesar 2,59 ( >1), yang berarti bahwa usaha
pembuatan bakpau telo Lestari efisien. Nilai tambah yang tercipta pada
pengolahan ketela rambat menjadi bakapo telo adalah sebesar Rp 3.051,00
dengan imbalan tenaga kerja Rp 1.358,00 dan keuntungan sebesar Rp 1.693,00
dalam tiap satu kali proses produksi. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
di home industri Lestari selama 23 triwulan menunjukkan bahwa usaha
pengolahan bakpao telo layak untuk dikembangkan, ini dibuktikan dengan nilai
NPV sebesar Rp 251.256.483,00 IRR 32,008%, dan Net B/C Ratio 5,6 pada suku
tingkat bunga 17% dan waktu pengembalian biaya investasi pada triwulan ke-2.
Berdasarkan dari penelitian Alhuda (2004) dan Ningrum (2006) di atas,
menunjukan bahwa agroindustri dengan bahan baku ketela rambat mempunyai
prospek yang baik untuk dikembangkan. Demikian pula dengan agroindustri
keripik ketela ungu yang ada di Kecamatan Tawangmangu, memiliki bahan baku
yang sama dengan kedua penelitian diatas, yaitu ketela rambat. Ketela rambat
dapat diolah dengan cara yang mudah dan sederhana. Dengan diolah menjadi
berbagai macam produk olahan makanan, akan memberikan nilai tambah pada
ketela rambat.
Dinarti (2009), dalam penelitian yang berjudul “Analisis Usaha
Agroindustri Keripik Pisang di Kabupaten Karanganyar” menyatakan bahwa
dalam produksi keripik pisang rata-rata per bulan mengeluarkan biaya total
sebesar Rp 4.107.934,90 dan dengan penerimaan sebesar Rp 5.613.252,80
sehingga diperoleh keuntungan Rp 1.505.317,82 tiap bulannya dengan
profitabilitas usaha sebesar 36,64%. Sehingga usaha agroindustri keripik
pisang ini menguntungkan. Nilai koefisien variasi sebesar 3,46>0 dengan
batas bawah keuntungan (-)Rp 8.923.829,98 setiap pengolahan buah pisang
sebanyak 330,31 kg. Ini berarti bahwa ada peluang kerugian yang akan
diterima oleh agroindustri keripik pisang sebesar Rp 8.923.829,98. Dengan
demikian usaha ini memiliki risiko yang tinggi. Tingkat efisiensi sebesar 1.37,
artinya usaha agroindustri ini sudah efisien untuk dijalankan meskipun
memiliki risiko yang tinggi. Dan setiap satu kg bahan baku pisang memiliki
nilai tambah produk senilai Rp 8.778,08.
Valentina (2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Nilai
Tambah Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Keripik Singkong di Kabupaten
Karanganyar (Kasus pada KUB Wanita Tani Makmur)”, menunjukkan bahwa
keuntungan yang diterima dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi keripik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
singkong dalam satu kali proses produksi pada anggota KUB Wanita Tani
Makmur dari ubi kayu mentah sampai keripik singkong ½ jadi sebesar
Rp 10.375,61. Sedangkan pada KUB Wanita Tani Makmur keuntungan yang
diterima dari keripik singkong ½ jadi sampai matang (keripik singkong) sebesar
Rp 1.610.418,99. Efisiensi usaha pengolahan ubi kayu mentah sampai keripik
singkong ½ jadi di Kabupaten Karanganyar pada anggota KUB Wanita Tani
Makmur adalah sebesar 1,11. Sedangkan efisiensi usaha pengolahan keripik
singkong ½ jadi sampai matang pada KUB Wanita Tani Makmur sebesar 1,68.
Pengolahan ubi kayu mentah menjadi keripik singkong ½ jadi yang dilakukan
pada anggota KUB Wanita Tani Makmur memberikan nilai tambah bruto sebesar
Rp 52.043,74 nilai tambah netto sebesar Rp 50.558,25 nilai tambah per bahan
baku sebesar Rp 979,55/kg dan nilai tambah per tenaga kerja sebesar
Rp 3.097,84/JKO. Sedangkan pengolahan keripik singkong ½ jadi menjadi
matang pada KUB Wanita Tani Makmur memberikan nilai tambah bruto
sebesar Rp 1.690.750,00 nilai tambah netto sebesar Rp 1.686.461,45 nilai
tambah per bahan baku sebesar Rp 7.773,56/kg dan nilai tambah per tenaga
kerja sebesar Rp 37.572,22/JKO.
Berdasakan penelitian Dinarti (2009) dan Valentina (2009) tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa usaha agroindustri mampu memberikan
keuntungan dan efisien untuk dijalankan meskipun terdapat peluang kerugian.
Dan mengacu pada kedua penelitian diatas, usaha agroindusti keripik ketela
ungu di Kecamatan Tawangmangu juga menggunakan analisis usaha yang
sama. Analisis keuntungan dapat digunakan untuk mengetahui besarnya
keuntungan yang diperoleh. Dalam setiap usaha agroindustri terdapat resiko
usaha, oleh karena itu diperlukan analisis resiko untuk mengetahui tingkat
resiko yang dihadapi. Dan juga diperlukan analisis efisiensi untuk mengetahui
tingkat efisiensi usaha, sehingga dapat diketahui apakah usaha tersebut sudah
efisien atau belum untuk dijalankan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
B. Tinjauan Pustaka
1. Ketela Rambat
Tumbuhan bergetah putih, umbi akarnya sangat bervariasi bentuk,
ukuran, warna kulit (putih, kuning, coklat, merah dan ungu) dan warna
didalamnya (putih, kuning, jingga, ungu). Batang menjalar, bercabang-
cabang. Daun tunggal tersusun spiral, helaian daun membundar telur, rata,
bersudut atau bercuping menjari. Bunga aksiler, tunggal atau perbungaan
terbatas, mahkota bunga bentuk corong, putih atau lembayung muda, ungu
dibagian dalam tabungnya. Buah kapsul dengan 1-4 biji.
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : I. batatas
Nama Inggris : Sweet potato
Nama Indonesia : Ubi jalar
Nama Lokal : ketela rambat (Jawa), huwi boled (Sunda)
Sinonim : Convolvulus batatas L. (1753), Convolvulus edulis
Thunb. (1784), Batatas edulis (Thunb.) Choisy (1833)
Tanaman ketela rambat ada 3 varietas, yaitu ketela rambat kuning, merah
dan ungu. Dibanding ketela rambat putih, tekstur ketela rambat merah atau
ungu memang lebih berair dan kurang masir (sandy) tetapi lebih lembut.
Rasanya tidak semanis yang putih padahal kadar gulanya tidak berbeda.
Ketela rambat putih mengandung 260 mkg (869 SI) betakaroten per 100 gram,
ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2900 mkg (9675 SI)
betakaroten, ubi merah yang berwarna jingga 9900 mkg (32967 SI).
Makin pekat warna jingganya, makin tinggi kadar betakarotennya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh. Namun dari ketiganya,
yang mengandung paling banyak antosian adalah varietas yang berwarna
ungu. Dua varietas ketela rambat ungu introduksi (Ayamurasaki dan
Yamagawa-murasaki) saat ini telah diusahakan secara komersial di beberapa
daerah di Jawa Timur dengan potensi hasil 15-20 ton/ha. Beberapa varietas
lokal sesungguhnya juga ada yang daging umbinya berwarna ungu, hanya
intensitasnya masih jauh dibanding kedua varietas tersebut (Riata, 2010).
Ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya.
Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan
kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ketela rambat menjadi
salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain
dimanfaatkan umbinya, daun muda ketela rambat juga dibuat sayuran.
Terdapat pula ketela rambat yang dijadikan tanaman hias karena keindahan
daun dan bunganya.
Ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu tanaman
yang mempunyai potensi besar di Indonesia. Areal panen ketela rambat di
Indonesia tiap tahun seluas 229.000 hektar, tersebar di seluruh propinsi, baik
di lahan sawah maupun tegalan dengan produksi rata-rata nasional 10 ton per
hektar. Penghasil utama ketela rambat di Indonesia adalah Jawa dan Irian
Jaya yang menempati porsi sekitar 59 persen. Peluang perluasan areal panen
masih sangat terbuka. Dengan perbaikan teknik budidaya dan penggunaan
varietas unggul nasional, produktivitas bisa dinaikkan menjadi 30 ton per
hektar. Ketela rambat bisa secara terus menerus, bergantian maupun secara
tumpang sari. Ketela rambat bisa ditanam sepanjang tahun di jenis tanah apa
saja dan di mana saja. Pada tanah Ultisol yang kurang subur di Kalimantan,
produksinya juga cukup tinggi, 20 ton per hektar. Teknik budidaya ketela
rambat mudah, tidak perlu penguasaan pengetahuan dan kultur teknis serta
teknologi yang rumit, serta hama dsan penyakitnya juga sedikit. Keunggulan
lain dari ketela rambat adalah umur panen ketela rambat yang singkat yaitu
hanya empat bulan, sementara ubi kayu delapan bulan (Anonim, 2010).
2. Keripik Ketela Ungu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Keripik ketela ungu adalah irisan ketela ungu yang telah digoreng
sampai garing. Keripik ketela ungu dapat dengan mudah dibuat, sehingga
keripik ketela ungu mulai cukup banyak diusahakan.
Berikut ini adalah tahapan pembuatan keripik ketela ungu :
a. Pengupasan dan pengirisan
Umbi dicuci, kemudian dikupas. Umbi yang telah dikupas, tapi tidak
langsung diproses lebih lanjut harus direndam di dalam air. Setelah itu
umbi diiris tipis-tipis.
b. Perendaman di dalam larutan natrium bisulfit dan kapur
Irisan umbi direndam di dalam larutan natrium bisulfit 500 ppm selama
60 menit. Kemudian irisan umbi diangkat, dan direndamkan ke larutan
kapur sirih 2% selama 30 menit. Setelah itu, irisan umbi ditiriskan.
c. Pemasakan ringan
Air dipanaskan sampai suhu 90°C. Ke dalam dimasukkan garam (10 gram
garam untuk 1 liter air). Kemudian iris umbi yang telah ditiriskan
dimasukkan ke dalam air tersebut, dan diaduk pelan-pelan. Tidak lama
kemudian (1-2 menit), irisan umbi segera diangkat dan ditiriskan.
d. Pengeringan
Irisan umbi dijemur, atau dikeringkan dengan alat pengering sampai
cukup kering dengan tanda mudahnya umbi patah jika diremas.
e. Penggorengan
Irisan umbi digoreng di dalam minyak panas (170°C) sampai garing.
f. Penggulaan
Untuk mendapatkan keripik manis, lakukan penggorengan diulang.
Kedalam minyak agak panas (suhu 110°C) dimasukkan gula halus
(50 gram gula untuk setiap 1 liter minyak), dan diaduk agar gula mencair.
Setelah itu, keripik yang telah garing dimasukkan ke dalam minyak,
diaduk dengan pelan, dan segera diangkat untuk ditiriskan dan
didinginkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
g. Pengemasan
Keripik matang harus disimpan pada wadah tertutup. Keripik dapat
dikemas di dalam kantong plastik, atau kotak kaleng. Kemasan harus
ditutup rapat sehingga tidak dapat dimasuki oleh uap air dan udara luar.
(Anonim, 2010).
3. Agroindustri
Menurut BPS (1999), industri dapat digolongkan berdasarkan
jumlah tenaga kerja dan jumlah investasi. Berdasarkan jumlah tenaga
kerja, industri dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu :
a. Jumlah tenaga kerja 1-4 orang untuk industri rumah tangga
b. Jumlah tenaga kerja 5-19 orang untuk industri kecil
c. Jumlah tenaga kerja 20-99 orang untuk industri menengah
d. Jumlah tenaga kerja lebih atau sama dengan 100 untuk industri besar
Agroindustri dapat diartikan dua hal, yang pertama, agroindustri
adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Arti
yang kedua adalah bahwa agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan
pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi
sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan
industri. Permasalahan dalam pengembangan agribisnis (dan agroindustri)
adalah lemahnya keterkaitan antar subsistem di dalam agribisnis, yaitu
distribusi dan penyediaan faktor produksi, proses produksi pertanian,
pengolahan dan pemasaran (Soekartawi, 2001).
Kegiatan agroindustri dapat mempunyai peranan penting baik dalam
pembangunan pertanian maupun pembangunan ekonomi. Dalam
pembangunan pertanian, agroindustri berperan dalam diversifikasi produk
hasil pertanian. Sedangkan dalam pembangunan ekonomi, agroindustri
berperan dalam pemerataan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan
penyumbang devisa negara (Wulandari, 2006).
4. Biaya
Pengertian biaya bagi perusahaan yang kegiatannya memproduksi
barang adalah nilai dari masukan yang digunakan untuk penghasilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
keluarganya. Biaya atas penggunaan suatu barang dalam suatu usaha
tertentu merupakan manfaat yang dikorbankan (atau kehilangan
kesempatan) dengan tidak menggunakan barang itu pada alternatif
penggunaan yang sebaiknya (Lipsey, et al, 1990).
Dilihat dari segi biaya dalam hubungannya dengan tingkat output,
maka biaya produksi bisa dibagi menjadi :
a. Total fixed Cost (TFC) atau biaya tetap total, adalah jumlah biaya-
biaya yang tetap dibayar perusahaan (produsen) berapapun tingkat
outputnya. Jumlah TFC adalah tetap untuk setiap tingkat output.
Misalnya, penyusutan alat dan sewa gedung.
b. Total Variabel Cost (TVC) atau biaya variabel total, adalah jumlah
biaya-biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya output yang
diproduksi. Misalnya, biaya untuk bahan mentah, upah, biaya,
angkutan.
c. Total Cost (TC) atau biaya total, adalah penjumlahan dari biaya tetap
dan biaya variabel. Secara matematis bisa dituliskan sebagai berikut :
TC = TFC + TVC
(Boediono, 2002).
Menurut Djuwari (1994), biaya yang digunakan untuk produksi
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Biaya eksplisit adalah biaya yang secara nyata dibayarkan selama
proses produksi oleh produsen untuk masukan (input) yang berasal dari
luar seperti penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi dari luar.
b. Biaya implisit adalah biaya dari faktor produksi sendiri yang
diikutsertakan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk
(output). Termasuk dalam biaya ini ntara lain adalah biaya penyusutan,
sewa tanah milik sendiri, upah tenaga kerja keluarga dan bunga modal
sendiri.
5. Penerimaan
Menurut Boediono (2002), yang dimaksud dengan penerimaan
(revenue) adalah penerimaan produksi dari hasil penjualan outputnya. Untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
mengetahui penerimaan total diperoleh dari output atau hasil produksi
dikalikan dengan harga jual output. Secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut :
TR = Q x P
Dimana :
TR = penerimaan total
Q = jumlah output/produk yang dihasilkan
P = harga jual
Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan semakin tinggi harga
per unit produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima
produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit
dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima produsen semakin
kecil. Penerimaan total yang diterima oleh produsen dikurangi biaya total
yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan bersih yang merupakn
keuntungan yang diperoleh produsen (Soekartawi, 1995).
Bentuk penerimaan dapat digolongkan atas dua bagian, yaitu
penerimaan yang berasal dari hasil penjualan barang-barang yang diproses
dan penerimaan yang berasal dari luar barang-barang yang diproses.
Penerimaan yang berasal dari luar kegiatan usaha tapi berhubungan
dengan adanya kegiatan usaha, seperti penerimaan dalam bentuk bonus
karena pembelian barang-barang kebutuhan kegiatan usaha, penerimaan
bunga bank, nilai sisa aset (scrap value), sewa gedung, sewa kendaraan,
dan lain sebagainya (Ibrahim, 2003).
6. Keuntungan
Menurut Suparmoko (1992), keuntungan adalah selisih antara
penerimaan total dengan biaya produksi sesuai dengan tingkat efisiensi
penggunaan faktor produksi pada penggunaannya yang terbaik. Secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut :
p = TR - TC
Dimana :
p = keuntungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
TR = penerimaan total
TC = biaya total
Keuntungan atau laba menunjukan niali tambah (hasil) yang
diperoleh dari modal yang dijalankan. Setiap kegiatan yang dijalankan
perusahaan tentu berdasar modal yang dijalankan. Dengan modal itulah
keuntungan atau laba diperoleh. Hal inilah yang menjadi tujuan utama
setiap perusahaan (Muhammad, 1995).
7. Profitabilitas
Menurut Asri (1987), profitabilitas merupakan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, istilah rasio
profitabilitas menggambarkan efisiensi usaha perusahaan. Sebuah
perusahaan dikatakan lebih efisien menggunakan modalnya daripada
perusahaan lain apabila mampu menunjukkan rasio profitabilitas yang
tinggi, dan sebaliknya. Profitabilitas menunjukkan porsi keuntungan dari
penjualan yang mampu dicapai perusahaan dalam suatu periode waktu
tertentu. Rasio ini dihitung dengan membandingkan keuntungan dengan
penerimaan. Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut :
8. Risiko Usaha
Setiap aktivitas usaha di sektor pertanian atau agribisnis selalu
dihadapkan dengan situasi ketidakpastian (uncertainly) dan risiko (risk).
Faktor ketidakpastian dan risiko usaha merupakan faktor eksternalitas
yaitu faktor yang sulit dikendalikan oleh produsen. Dikatakan risiko (risk)
apabila diketahui berapa besarnya peluang terjadi risiko tersebut.
Sebaliknya dikatakan ketidakpastian (uncertainly) apabila peluang
terjadinya risiko tidak diketahui (Soekartawi, et al, 1993).
Hakim (2009), menyatakan bahwa terdapat berbagai fungsi dalam
manajemen, yang meliputi fungsi pemasaran, keuangan, produksi dan
personalia. Adapun risiko tersebut antara lain :
%100Pr ´=PenerimaanKeuntungan
asofitabilit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
1. Risiko Fungsi Pemasaran
Fungsi pemasaran dikenal dengan rumus 4P yang dimaksud
sebagai singkatan dari product, price, place dan promotion. 4P ialah
variabel-variabel pemasaran yang dapat dimanfaatkan agar mampu
dicapai tingkat penjualan yang diinginkan, yaitu : produk (kualitas,
karakteristik, jenis, ukuran, pelayanan purna jual, pengembalian);
harga (daftar harga, jangka waktu pembayaran); tempat (saluran
distribusi, lokasi penjualan, transportasi); dan promosi (penjualan
langsung, promosi penjualan).
2. Risiko Fungsi Keuangan
Berbagai risiko keuangan yang terjadi meliputi : kas (penggunaan
kas yang tidak efisien atau boros, sebagai akibat tidak memiliki
anggaran kas yang baik dan benar); dan tingkat bunga (tingkat bunga
yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi tinggi, pengaruhnya
terhadap harga jual produk yang tidak mampu bersaing).
3. Risiko Fungsi Produksi
Risiko fungsi produksi tersebut meliputi : persediaan (perubahan
harga persediaan, persediaan yang menumpuk sebagai akibat lesunya
penjualan, persediaan yang rusak); mutu (perubahan mutu akan
mempengaruhi tingkat penjualan); mesin (mesin rusak atau mogok);
dan karyawan (karyawan mogok, bertindak di luar rencana).
Kegagalan dalam mencapai pendapatan yang diharapkan
diantaranya disebabkan karena adanya berbagai risiko yang tidak dapat
diselesaikan. Risiko-risiko tersebut dapat dibedakan antara risiko
perusahaan dan risiko keuangan. Risiko perusahaan terjadi karena adanya
berbagai alternatif penyaluran modal atau investasi yang mengakibatkan
perbedaan tingkat pendapatan yang diterima oleh setiap arus investasi.
Perbedaan tingkat pendapatan ini disebabkan karena setiap unit usaha
memiliki sifat dan kegiatan produksi sendiri-sendiri. Risiko dalam bidang
pertanian, misalnya, karena kegiatan di dalam unit usaha ini sangat
dipengaruhi oleh cuaca, sifat alam lainnya, wabah penyakit dan perubahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
harga yang tidak dapat dikuasai petani. Risiko keuangan terjadi karena
hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan keputusan-keputusan
dibidang keuangan dan pembiayaan. Risiko ini menyangkut
ketidakmampuan perusahaan membayar utang dan membayar keuntungan
kepada pemilik saham (Kadarsan, 1995).
Risiko pasar (market risk) adalah suatu risiko yang timbul karena
menurunnya nilai suatu investasi karena pergerakan pada faktor-faktor pasar.
Empat faktor standar risiko pasar adalah risiko modal, risiko suku bunga,
risiko mata uang, dan risiko komoditas. Risiko suku bunga adalah risiko
yang timbul karena nilai relatif aktiva berbunga, seperti pinjaman atau
obligasi, akan memburuk karena peningkatan suku bunga. Risiko nilai
tukar atau risiko mata uang adalah suatu bentuk risiko yang muncul karena
perubahan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang yang lain.
Risiko nilai tukar yang terkait dengan instrumen mata uang asing penting
diperhatikan dalam investasi asing. Risiko ini muncul karena perbedaan
kebijakan moneter dan pertumbuhan produktivitas nyata, yang akan
mengakibatkan perbedaan laju inflasi (Wikipedia, 2010).
9. Efisiensi Usaha
Pengertian efisiensi tidak cukup hanya dikaitkan dengan jumlah
barang tanpa memperhatikan mutu atau nilai barang yang dihasilkan.
Seseorang dapat saja menghasilkan jumlah yang lebih banyak per satuan
waktu, atau tenaga, atau biaya, namun mungkin mutu dan nilai barang
yang dihasilkan relatif lebih rendah daripada yang dihasilkan orang lain
pada jumlah yang lebih sedikit. Pada akhirnya tingkat efisiensi dalam
suatu usaha umumnya diukur dengan nilai uang atau sesuatu yang dapat
memajukan usaha atau perusahaannya (Wijandi, 1988).
Pendapatan yang tinggi tidak selalu memajukan efisiensi yang
tinggi, karena kemungkinan pendapatan yang besar tersebut diperoleh dari
investasi yang besar. Efisiensi mempunyai tujuan memperkecil biaya
produksi per satuan produk yang dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan yang optimal. Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
tersebut adalah memperkecil biaya keseluruhan dengan mempertahankan
produksi yang telah dicapai untuk memperbesar produksi tanpa
meningkatkan biaya keseluruhan (Rahardi, 1999).
Menurut Soekartawi (1995), perhitungan efisiensi usaha yang sering
digunakan adalah Return Cost Ratio (R/C Ratio). R/C Ratio adalah
perbandingan nisbah antara penerimaan dan biaya.
R/C Ratio = R/C
Keterangan :
R = penerimaan total (Rupiah)
C = biaya total (Rupiah)
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
merupakan industri yang mengolah ketela ungu menjadi produk olahan berupa
keripik ketela ungu beserta pemasarannya. Dari usaha tersebut akan dikaji
mengenai biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, efisiensi dan risiko
usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar.
1. Biaya
Biaya adalah nilai korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi.
Biaya pengeluaran usaha agroindustri keripik ketela ungu dapat dibagi
menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tetap
merupakan biaya yang tidak tergantung pada tingkat output. Biaya tetap
pada keseluruhan usaha agroindustri keripik ketela ungu skala rumah
tangga berupa biaya penyusutan alat dan biaya bunga modal investasi.
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh kuantitas
produksi. Biaya variabel pada keseluruhan usaha agroindustri keripik
ketela ungu berupa biaya bahan baku, biaya bahan penolong (minyak
goring, zat pemanis makanan, bahan bakar dan bahan pengemas), biaya
tenaga kerja, biaya transportasi dan pemasaran produk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Dari perhitungan biaya tetap dan biaya variabel maka dapat diketahui
besarnya biaya total. Biaya Total/Total Cost (TC) adalah penjumlahan
antara biaya variabel total/Total Variable Cost (TVC) dan biaya tetap
total/Total Fixed Cost (TFC).
2. Penerimaan
Proses produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang atau
jasa yang disebut input diubah menjadi barang lain atau output. Proses
produksi pada usaha agroindustri keripik ketela ungu adalah mengolah
ketela ungu menjadi keripik beserta pemasarannya.
Dalam kegiatan produksi tersebut akan diperoleh penerimaan yaitu
dengan mengalikan total produksi keripik ketela ungu yang terjual (Q)
dengan harga produk (P).
3. Keuntungan
Dari perhitungan data akan diperoleh keuntungan dan profitabilitas.
Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya yang
dikeluarkan.
Semakin besar penerimaan total atau semakin kecil biaya maka
keuntungan yang diterima akan semakin besar, sebaliknya jika penerimaan
total semakin kecil atau biaya semakin besar maka keuntungan yang
diperoleh semakin kecil.
4. Profitabilitas
Profitabilitas adalah perbandingan antara keuntungan dari penjualan
dengan penerimaan yang dinyatakan dalam persen (%).
5. Efisiensi usaha
Perhitungan fisiensi usaha yang sering digunakan adalah Return Cost
Ratio (R/C Ratio). R/C Ratio adalah merupakan perbandingan antara
penerimaan dan biaya. Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin besar
pula keuntungan yang diperoleh.
Menurut Mubyarto (1989), apabila hasil bersih usaha besar maka ini
mencerminkan rasio yang lebih baik dari nilai hasil dan biaya. Makin
tinggi rasio ini berarti usaha yang dijalankan semakin efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
6. Risiko usaha
Dalam menjalankan usaha untuk mencapai keuntungan, pengusaha
akan menghadapi risiko atas kegiatan usaha tersebut. Misalkan risiko
harga, risiko selama proses produksi, dan risiko pasar.
Usaha agroindustri keripik ketela ungu adalah dengan
menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan.
Koefisien merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung
oleh pengusaha agroindustri keripik ketela ungu dengan jumlah keuntungan
yang akan diperoleh, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
CV = V E
Dimana :
CV = koefisien variasi usaha agroindustri keripik ketela ungu
V = simpangan baku agroindustri keripik ketela ungu
E = keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari pendapatan
rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu dan simpangan bakunya
dirumuskan : n å Ei E = i=1 k
n
Dimana :
E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
n = Jumlah agroindustri keripik ketela ungu (unit)
Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik
ketela ungu selanjutnya mencari simpangan baku dengan menggunakan
metode analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari
ragam, yaitu :
V = ÖV2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Adapun dalam perhitungan analisis ragam dirumuskan sebagai
berikut :
n
å (Ei-E)2
V2 = i=1 n – 1
Dimana :
V2 = Ragam keuntungan
n = Jumlah agroindustri keripik ketela ungu (unit)
E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Untuk mengetahui batas bawah pendapatan usaha agroindustri
keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
digunakan rumus :
L = E – 2 V
Dimana :
L = Batas bawah keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
V = Simpangan baku keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu
(Rp)
Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko yang harus
ditanggung pengusaha semakin besar. Kriteria yang digunakan adalah
apabila nilai CV ≤ 0,5 atau L ³ 0 menyatakan bahwa pengusaha keripik
ketela ungu akan selalu terhindar dari kerugian. Dan apabila nilai CV > 0,5
atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh pengusaha
keripik ketela ungu (Hernanto, 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian pada Analisis Usaha Keripik
Ketela Ungu
Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
Proses Produksi
Input
Output
Biaya Tetap : a. Penyusutan Alat b. Bunga Modal
Investasi c. Cicilan pinjaman
modal d. Ijin Departemen
Kesehatan
Biaya Variabel : a. Bahan Baku
- Ketela ungu b. Bahan Penolong
- Gula - Garam - Pemanis buatan - Vanili - Minyak goreng
c. Bahan bakar d. Pengemas e. Tenaga Kerja f. Transportasi g. Listrik
Biaya Total
Penerimaan Total
Analisis Usaha a. Keuntungan b. Profitabilitas c. Risiko d. Efisiensi e.
Risiko Harga
Risiko Produksi
Risiko Pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
D. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
1. Agroindustri adalah kegiatan yang mengolah hasil pertanian menjadi
barang jadi atau setengah jadi.
2. Keripik ketela ungu adalah makanan ringan berupa irisan tipis yang dibuat
dari ketela ungu yang digoreng.
3. Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan untuk pembuatan keripik
ketela ungu yaitu ketela ungu.
4. Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan
keripik selain bahan utama (ketela ungu), seperti gula, garam, pemanis
buatan, dan minyak goreng.
5. Responden adalah pengusaha agroindustri keripik ketela ungu yang
memproduksi keripik ketela ungu.
6. Biaya total adalah semua biaya yang digunakan dalam usaha pembuatan
keripik ketela ungu yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel,
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
7. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang
besarnya tidak dipengaruhi oleh kuantitas output yang dihasilkan dan
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
8. Biaya tetap berupa :
a. Biaya penyusutan peralatan dinyatakan dalam rupiah, dihitung dengan
menggunakan metode garis lurus :
Penyusutan : (bulan) ekonomisumur akhir nilai - awal nilai
(Hernanto, 1993)
b. Biaya bunga modal investasi, yaitu perkalian dari nilai investasi
dengan suku bunga riil yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Besarnya
bunga modal investasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
B = Biaya Modal Sendiri x r (Suratiyah, 2006)
Dimana :
r = ( i – f ) / ( 1 – f ) (Gray, et al, 1993)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Keterangan :
B = Bunga modal investasi (Rp)
r = Suku bunga riil bulan Oktober 2010 (1,830%)
i = Suku bunga kredit investasi Bank BRI bulan Oktober 2010 (2%)
f = Inflasi bulan Oktober 2010 (0,06%)
9. Biaya variabel (biaya tidak tetap) adalah biaya yang besarnya berubah-
ubah secara proporsional terhadap kuantitas output yang dihasilkan dan
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Yang termasuk dalam biaya variabel
dalam penelitian ini adalah biaya bahan baku, biaya bahan penolong,
bahan bakar (kayu dan serbuk gergaji), pengemas (plastik), biaya tenaga
kerja dan transportasi.
10. Biaya bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli
bahan baku pembuatan keripik ketela ungu yaitu ketela ungu yang
dinyatakan dalam rupiah (Rp).
11. Biaya bahan penolong adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli
bahan-bahan penolong, seperti gula pasir, garam, pemanis buatan, dan
minyak goreng yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
12. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga
kerja yang dinyatakan dalam rupiah (Rp), dimana tenaga kerja tersebut
berasal dari dalam dan luar keluarga.
13. Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk transportasi
selama proses produksi mulai dari pengadaan input hingga pemasaran
yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
14. Penerimaan total agroindustri keripik ketela ungu adalah penerimaan dari
usaha agroindustri keripik ketela ungu yang diperoleh dengan cara
mengalikan produksi total yang terjual dengan harga per satuan produk
yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) per bulan.
15. Keuntungan agroindustri keripik ketela ungu adalah selisih antara
penerimaan total dengan biaya total yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
16. Profitabilitas agroindustri keripik ketela ungu adalah perbandingan antara
keuntungan agroindustri keripik ketela ungu dengan penerimaan yang
dinyatakan dalam persen (%).
17. Efisiensi usaha agroindustri keripik ketela ungu adalah perbandingan
antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan yang
dinyatakan dalam angka.
18. Risiko adalah kemungkinan merugi yang dihadapi pengusaha, yang
diperhitungkan terlebih dahulu. Risiko usaha agroindustri keripik ketela
ungu ditunjukkan dari nilai koefisien variasi dan batas bawah keuntungan.
E. Pembatasan Masalah
1. Analisis usaha yang dimaksud dalam penelitian ini didasari pada biaya,
penerimaan, keuntungan, profitabilitas, efisiensi, dan risiko usaha
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar.
2. Agroindustri keripik ketela ungu merupakan industri yang memproduksi
keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
berskala kecil yang sampai periode penelitian masih berproduksi.
3. Penelitian ini menggunakan data produksi dan biaya selama 1 bulan
(Oktober 2010).
F. Hipotesis
1. Diduga agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar yang diusahakan menguntungkan.
2. Diduga agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar yang diusahakan berisiko.
3. Diduga agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar yang diusahakan sudah efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
G. Asumsi
1. Harga input dan output menggunakan harga yang berlaku di daerah
penelitian.
2. Jumlah keripik ketela ungu yang diproduksi diasumsikan terjual
seluruhnya.
3. Faktor-faktor produksi berupa tenaga kerja keluarga diasumsikan
menerima upah yang besarnya sama dengan upah tenaga kerja luar yang
berlaku di daerah penelitian.
4. Aset rumah dan bangunan tidak diikutsertakan dalam perhitungan biaya
tetap karena mempunyai fungsi ganda.
5. Variabel-variabel yang tidak diamati dianggap tidak berpengaruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis. Menurut Surakhmad (1994), metode ini mempunyai ciri-
ciri, memusatkan diri pada pemecahan masalah yang aktual. Data yang
dikumpulkan mula-mula disusun, dianalisis dan kemudian dijelaskan.
Teknik pelaksanaan dari penelitian ini menggunakan metode survey,
yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan
menggunakan kuisioner sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data
(Singarimbun dan Effendi, 1995).
B. Metode Penentuan Sampel
1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di Desa
Karanglo dan Desa Bandardawung Kecamatan Tawangmangu, karena hanya
wilayah tersebut yang memproduksi keripik ketela ungu di Kabupaten
Karanganyar.
2. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha keripik ketela ungu
yang mengolah ketela ungu menjadi keripik. Data mengenai jumlah
pengrajin tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Jumlah Unit Usaha Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Desa Jumlah Unit Usaha 1. 2.
Karanglo Bandardawung
16 3
Jumlah 19
Sumber : Data Dinas Perindustrian, Perdagangan Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar 2008
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Dari data pada Tabel 5, pengambilan responden dilakukan dengan
cara sensus, yakni dengan cara mencatat semua responden yang diselidiki
tersebut (Marzuki, 2002). Metode sensus dipilih karena jumlah responden
terbatas yaitu 19 unit usaha.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden
melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (quisioner) yang
sudah dipersiapkan. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah
pengusaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu.
Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data mengenai
karateristik responden, proses produksi, alat dan bahan yang digunakan,
biaya-biaya (tetap dan variabel) yang dikeluarkan selama proses produksi,
penerimaan, kendala dan risiko usaha.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari referensi, buku, jurnal, dan instansi-
instansi yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Instansi-instansi
tersebut meliputi : Badan Pusat Statistik Karanganyar, Dinas Perindustrian
Perdagangan, Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar, dan
Kantor Kecamatan Tawangmangu. Data tersebut adalah data mengenai
keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian, dan keadaan
penduduk.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Teknik observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan
langsung terhadap obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran
yang jelas mengenai obyek yang akan diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2. Wawancara
Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data primer
dengan melakukan wawancara secara indepth (luas dan mendalam) kepada
responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya.
3. Pencatatan
Teknik pencatatan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder
dari instansi atau lembaga yang ada hubungannya dalam penelitian ini.
E. Metode Analisis Data
1. Biaya, Penerimaan, Keuntungan dan Profitabilitas Usaha Agroindustri
Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar.
a. Biaya
Menurut Boediono (2002), untuk menghitung biaya dalam
proses produksi diperhitungkan dari penjumlahan biaya tetap total dan
biaya variabel total dengan rumus :
TC = TFC + TVC
Dimana :
TC = Biaya total (Rp)
TFC = Biaya tetap total (Rp)
TVC = Biaya variabel total (Rp)
b. Penerimaan
Menurut Boediono (2002), penerimaan merupakan keseluruhan
produk yang dihasilkan dikalikan harga. Untuk menghitung besarnya
penerimaan yang diterima, digunakan rumus :
TR = Q x P
Dimana :
TR = Penerimaan total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Q = Jumlah keripik ketela ungu yang dihasilkan (kg)
P = Harga per Kg (Rp)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
c. Keuntungan
Menurut Suparmoko (1992), keuntungan adalah selisih antara
penerimaan total yang diterima dengan biaya (biaya tetap ditambah
biaya tidak tetap/variabel) yang dikeluarkan dalan usaha agroindustri
keripik ketela ungu. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut :
π = TR – TC
Dimana :
π = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
TR = Penerimaan total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
TC = Biaya total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
d. Profitabilitas
Menurut Asri (1987), profitabilitas merupakan perbandingan
antara keuntungan penjualan dengan penerimaan. Secara sistematis
dirumuskan sebagai berikut :
2. Risiko Usaha
Usaha agroindustri keripik ketela ungu adalah dengan
menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan.
Koefisien merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung oleh
pengusaha agroindustri keripik ketela ungu dengan jumlah keuntungan yang
akan diperoleh, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
CV= V E Dimana :
CV = koefisien variasi usaha agroindustri keripik ketela ungu
V = simpangan baku agroindustri keripik ketela ungu
E = keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari pendapatan rata-
rata usaha agroindustri keripik ketela ungu dan simpangan bakunya.
Simpangan baku merupakan besarnya risiko yang harus ditanggung produsen.
%100Pr ´=PenerimaanKeuntungan
asofitabilit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
n
å Ei E = i = 1 k
n
Dimana :
E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
n = Jumlah pengusaha agroindustri keripik ketela ungu (unit)
Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik
ketela ungu selanjutnya mencari simpangan baku menggunakan metode
analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam, yaitu :
V = ÖV2 Adapun dalam perhitungan analisis ragam dirumuskan sebagai berikut :
n
å (Ei-E)2
V2 = i = 1 n – 1 Dimana :
V2 = Ragam keuntungan
n = Jumlah agroindustri keripik ketela ungu (unit)
E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Untuk mengetahui batas bawah pendapatan usaha agroindustri keripik
ketela ungu di Kecamatan tawangmangu Kabupaten Karanganyar digunakan
rumus :
L = E – 2 V
Dimana :
L = Batas bawah keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
V = Simpangan baku keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko yang harus
ditanggung pengusaha semakin besar. Kriteria yang digunakan adalah apabila
nilai CV ≤ 0,5 atau L ³ 0 menyatakan bahwa pengusaha keripik ketela ungu
akan selalu terhindar dari kerugian. Dan apabila nilai CV > 0,5 atau L < 0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh pengusaha keripik
ketela ungu (Hernanto, 1993).
3. Efisiensi Usaha
Menurut Soekartawi (1995), untuk mengetahi efisiensi usaha
agroindustri keripik ketela ungu yang telah dijalankan selama ini dengan
menggunakan perhitungan R/C rasio. R/C rasio adalah singkatan dari
Return Cost Ratio atau dikenal dengan nisbah antara penrimaan dan biaya.
R/C ratio = Biaya
Penerimaan
Dimana :
R = Penerimaan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
C = Biaya total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
Kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi adalah :
a. R/C ratio < 1 : Usaha agroindustri keripik ketela ungu tidak efisien (merugi)
b. R/C ratio = 1 : Usaha agroindustri keripik ketela ungu break even point atau
baru mencapai kondisi impas (belum efisien)
c. R/C ratio > 1 : Usaha agroindustri keripik ketela ungu efisien
(menguntungkan)
F. Pengujian Hipotesis 1. Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama dan membuktikan
hipotesis yang pertama, dapat diuji dengan menggunakan rumus :
a. Biaya
TC = TFC + TVC
b. Penerimaan
TR = Q x P
c. Keuntungan
π = TR – TC
e. Profitabilitas
Hipotesis diterima jika keuntungan hasilnya positif dan profitabilitas lebih dari
nol.
%100Pr ´=PenerimaanKeuntungan
asofitabilit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
2. Untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua dan membuktikan hipotesis
yang kedua, dapat diuji dengan menggunakan rumus :
a. Koefisien Variasi
CV= V E
Keuntungan Rata-rata n
å Ei E = i = 1 k
n Simpangan Baku
V = ÖV2
Ragam Keuntungan n
å (Ei-E)2
V2 = i = 1 n – 1 b. Batas Bawah
L = E – 2 V
Kriteria yang digunakan dalam penilaian risiko adalah:
Nilai CV ≤ 0,5 atau L ³ 0 menyatakan bahwa pengusaha keripik ketela
ungu akan selalu terhindar dari kerugian.
Nilai CV > 0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diderita
oleh pengusaha keripik ketela ungu.
3. Untuk menjawab tujuan penelitian yang ketiga dan membuktikan hipotesis
yang ketiga, dapat diuji dengan menggunakan rumus :
R/C ratio = Biaya
Penerimaan
Kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi adalah :
R/C ratio < 1 Usaha agroindustri keripik ketela ungu tidak efisien (merugi)
R/C ratio = 1 Usaha agroindustri keripik ketela ungu break even point atau
baru mencapai kondisi impas (belum efisien)
R/C ratio > 1 Usaha agroindustri keripik ketela ungu efisien
(menguntungkan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
IV. KONDISI UMUM
A. Kabupaten Karanganyar
1. Keadaan Alam
a. Letak Geografis
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada 110°40’-110°70’ BT dan
7°28’-7°46’ LS, mempunyai ketinggian rata-rata 511 meter di atas
permukaan laut serta beriklim tropis dengan temperatur
22o–31oC. Kabupaten Karanganyar mempunyai batas-batas wilayah
adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Sragen
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Wonogiri
Sebelah Timur : Provinsi Jawa Timur
Sebalah Barat : Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali.
Kabupaten Karanganyar memiliki 17 kecamatan yaitu Jatipuro,
Jatiyoso, Jumapolo, Jumantono, Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso,
Karangpandan, Karanganyar, Tasikmadu, Jaten, Colomadu,
Gondangrejo, Kebakkramat, Mojogedang, Kerjo, dan Jenawi.
Letak geografis Kabupaten Karanganyar ini sesuai dengan
syarat tumbuh ketela ungu yaitu dataran rendah sampai ketinggian
500 m diatas permukaan laut, yang bersuhu 21-27oC.
b. Curah Hujan
Berdasarkan data dari 6 stasiun pengukur yang ada di
Kabupaten Karanganyar yaitu di Kecamatan Colomadu, Kecamatan
Tasikmadu, Kecamatan Mojogedang, Kecamatan Jumapolo, Kecamatan
Karangpandan, dan Kecamatan Tawangmangu maka banyaknya hari
hujan selama tahun 2009 adalah 95 hari dengan rata-rata curah hujan
2.453 mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Maret serta
curah hujan terendah terjadi pada Bulan Juli, Agustus, dan September.
39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
c. Keadaan Tanah
Kabupaten Karanganyar sebagian besar mempunyai jenis tanah
yang terdiri dari tanah litosol yang berwarna cokelat (dibagian tengah)
dan dibagian timur terdiri dari tanah pegunungan yang berwarna
cokelat tua sampai kehitam-hitaman. Dibagian barat terdiri dari tanah
mediteran andosal yang berwarna hitam, dengan dasar tanah debu
andesit sampai pasir bergeluh. Berikut ini rincian jenis tanah di 17
Kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar :
Tabel 6. Jenis Tanah Menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar
No. Kecamatan Jenis Tanah 1. Jatipuro Litosol Cokelat Kemerahan
2. Jatiyoso Litosol Cokelat Kemerahan, Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan Dan Litosol
3. Jumapolo Litosol Cokelat Kemerahan 4. Jumantono Litosol Cokelat Kemerahan 5. Matesih Mediteran Cokelat, Litosol Cokelat
6. Tawangmangu Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan dan Litosol
7. Ngargoyoso Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan dan Litosol
8. Karangpandan Mediteran Cokelat Tua 9. Karanganyar Mediteran Cokelat 10. Tasikmadu Mediteran Cokelat 11. Jaten Aluvial Kelabu dan Grumosal Cokelat 12. Colomadu Regosol Kelabu
13. Gondangrejo Asosiasi Gumosol Kelabu Tua dan Mediteran Cokelat Kemerahan
14. Kebakkramat
Aluvial Kelabu, Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Kelabu, Mediteran Cokelat, Asosiasi Grumosol Kelabu Tua, dan Mediteran Cokelat Kemerahan
15. Mojogedang Litosol Cokelat, Mediteran Cokelat 16. Kerjo Litosol Cokelat
17. Jenawi
Litosol Cokelat, Mediteran Cokelat Kemerahan, Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan dan Litosol
Sumber : Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
d. Luas Wilayah
Kabupaten Karanganyar memiliki luas wilayah sebesar
77.377,64 Ha. Jenis tanah berpengaruh terhadap kesuburan tanah
sehingga akan berpengaruh juga pada keputusan dalam penggunaan
wilayah. Penggunaan wilayah di Kabupaten Karanganyar bermacam-
macam sesuai dengan kebutuhan dan kesesuaian dari kemampuan
wilayah tersebut. Berikut ini adalah rincian penggunaan wilayah
Kabupaten Karanganyar :
Tabel 7. Penggunaan Wilayah di Kabupaten Karanganyar Tahun 2009
No. Macam Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%) 1.
2.
Luas Tanah Sawah a. Sawah Irigasi Teknis b. Sawah Non Teknis c. Sawah Tidak Berpengairan Luas Tanah Kering a. Pekarangan/Bangunan b. Tegalan/Kebun c. Perkebunan d. Hutan negara e. Lain-lain
22.474,91 12.929,62 7.587,62 1.957,67
54.902,73 21.171,97 17.863,40 3.251,50 9.729,50 2.886,36
29,05 16,71 9,81 2,53
70,95 27,36 23,09 4,20 12,57 3,73
Total 77.377,64 100,00
Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009
Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa secara
umum penggunaan wilayah di Kabupaten Karanganyar meliputi
22.474,91 Ha luas tanah sawah dengan persentase 29,05% dan
54.902,73 Ha luas tanah kering dengan persentase 70,95%.
Penggunaan wilayah untuk tanah sawah yang memiliki luas terbesar
adalah sawah irigasi teknis dengan luas 12.929,62 Ha dan persentase
16,71% terhadap luas total, luas terbesar kedua adalah sawah non
teknis dengan luas 7.587,62 Ha dan persentase 9,81% terhadap luas
total, sedangkan luas penggunaan wilayah tanah sawah yang nilainya
terkecil adalah sawah tidak berpengairan dengan luas 1.957,67 Ha dan
persentase 2,53% terhadap luas total.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Penggunaan wilayah pada tanah kering terdiri dari
pekarangan/bangunan, tegalan/kebun, perkebunan, hutan negara, dan
lain-lain. Penggunaan luas tanah kering yang terbesar adalah
pekarangan/bangunan dengan luas 21.171,97 Ha dengan persentase
27,36% terhadap luas total. Hal ini disebabkan adanya peningkatan
jumlah penduduk dan peningkatan jumlah rumah tangga baru yang
menetap di Kabupaten Karanganyar. Dengan demikian tidak menutup
kemungkinan terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah
atau tegal menjadi pekarangan/ bangunan. Sedangkan untuk
penggunaan tanah kering yang memiliki luas terkecil adalah lain-lain
dengan luas 2.886,36 Ha dan persentase 3,73% terhadap luas total.
Pembagian luas tanah kering yang lain adalah meliputi tegalan/kebun
dengan luas 17.863,40 Ha dan persentase 23,09% terhadap luas total,
hutan negara dengan luas 9.729,50 Ha dan persentase 12,57% terhadap
luas total, dan perkebunan dengan luas 3.251,50 Ha dan persentase
4,20% terhadap luas total.
Berdasarkan luas areal di Kabupaten Karanganayar, sebagian
besar dimanfaatkan untuk bangunan, perkebunan, dan hutan Negara,
sedangkan untuk lahan sawah hanya sedikit, seperti lahan untuk
produksi ketela ungu yang rata-rata hanya 670,8 Ha.
2. Keadaan Penduduk
a. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh jumlah
kelahiran, jumlah kematian, dan migrasi yang terjadi di daerah
tersebut. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Karanganyar tahun 2008
dapat dilihat pada Tabel 8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 8. Perkembangan Penduduk Kabupaten Karanganyar Tahun 2004–2008
Tahun Jumlah
Penduduk (Jiwa)
Pertumbuhan Penduduk
(Jiwa)
Persentase (%)
2004 2005 2006 2007 2008
830.640 838.182 844.634 851.366 865.580
7.437 7.542 6.452 6.732
14.214
0,90 0,91 0,75 0,85 1,67
Rata-rata 846.080 8.475,4 1,016
Sumber : Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah
penduduk Kabupaten Karanganyar tahun 2004–2008 adalah 846.080
jiwa. Penduduk Kabupaten Karanganyar dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan dengan rata-rata persentase pertumbuhan
penduduk sebesar 1,016%. Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada
tahun 2008 yaitu 865.580 jiwa. Hal ini dikarenakan pada tahun 2008
terjadi peningkatan jumlah kelahiran sebesar 14.214 jiwa atau sebesar
1,67%,.
b. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan
untuk mengetahui jumlah penduduk serta besarnya sex ratio di suatu
daerah, yaitu angka yang menunjukkan perbandingan jumlah penduduk
laki-laki dan perempuan, yang dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan :
S = Sex ratio
M = Jumlah penduduk laki-laki
F = Jumlah penduduk perempuan
k = Konstanta, yang besarnya adalah 100 (Mantra, 2003).
Komposisi penduduk di Kabupaten Karanganyar menurut jenis
kelamin dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini :
kMF
SR ´=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 9. Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar menurut Jenis Kelamin Tahun 2008
No. Jenis Kelamin
Jumlah (Jiwa)
Prosentase (%)
Sex Ratio
1. 2.
Laki-laki Perempuan
429.852 435.728
49,67 50,33
Jumlah 865.580 100,00 98,65
Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar, 2009
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
di Kabupaten Karanganyar menurut jenis kelamin pada tahun 2008
yaitu sebesar 865.580 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 408.349
jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 457.231 jiwa. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih besar
daripada jumlah penduduk laki-laki dari keseluruhan jumlah penduduk
di Kabupaten Karanganyar.
Berdasarkan rumus sex ratio diperoleh angka sex ratio
Kabupaten Karanganyar tahun 2008 adalah sebesar 98,65. Hal ini
berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan di Kabupaten
Karanganyar terdapat 99 penduduk laki-laki.
Banyaknya penduduk Kabupaten Karanganyar yang berjenis
kelamin perempuan ini sesuai dengan tenaga kerja agroindustri keripik
ketela ungu yang didominasi oleh tenaga kerja perempuan.
c. Menurut Kelompok Umur
Penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu penduduk usia non produktif dan
penduduk usia produktif. Penduduk usia non produktif yaitu penduduk
yang berusia 0-14 tahun (anak-anak) dan penduduk yang berusia lebih
dari 65 tahun (lansia), sedangkan penduduk usia produktif yaitu
penduduk yang berusia 15-64 tahun (Mantra, 2003).
Komposisi penduduk Kabupaten Karanganyar berdasarkan
kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Tabel 10. Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar Menurut Kelompok Umur Tahun 2008
No. Umur Jumlah (Jiwa) Prosentase (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
0 - 4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun 15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun 50-54 tahun 55-59 tahun 60-64 tahun 65-69 tahun 70-74 tahun 75 tahun ke atas
69.465 73.695 78.095 81.888 76.949 72.015 66.382 60.931 54.694 48.033 41.185 35.742 31.612 27.860 24.135 22.899
8,02 8,51 9,02 9,46 8,89 8,32 7,67 6,32 7,04 5,55 4,76 4,13 3,65 3,22 2,79 2,65
Jumlah 865.580 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar, 2009
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa penduduk
Kabupaten Karanganyar terbesar berada pada umur 15-19 tahun
sebesar 81.888 jiwa atau 9,46%. Akan tetapi, apabila dilihat secara
keseluruhan dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kabupaten
Karanganyar merupakan penduduk dalam usia produktif yaitu
penduduk yang berusia antara 15-64 tahun. Hal ini sesuai dengan usia
produsen keripik ketela ungu yang rata-rata memiliki usia 46 tahun.
d. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting.
Apabila penduduk di suatu wilayah memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi maka akan memiliki kemampuan dalam pengembangan
pembangunan di suatu wilayah. Tingkat pendidikan di suatu wilayah
dipengaruhi antara lain oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan,
keadaan sosial ekonomi, dan sarana pendidikan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tabel 11. Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. Tidak Sekolah 65.060 8,17 2. Belum Tamat SD 81.167 10,19 3. Tidak Tamat SD 61.446 7,72 4. Tamat SD/ Sederajat 298.694 37,59 5. Tamat SLTP/ Sederajat 142.701 17,92 6. Tamat SLTA/ Sederajat 117.394 14,75 7. Tamat Akademi/ PT 29.653 3,72
Jumlah 796.115 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa tingkat
pendidikan penduduk Kabupaten Karanganyar usia 5 tahun keatas,
terbesar yaitu penduduk tamat SD/sederajat sebesar 298.694 jiwa atau
37,59% dari total jumlah penduduk (di atas 5 tahun). Sedangkan
tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Karanganyar terkecil yaitu
penduduk yang tamat akademik/PT yaitu sebesar 29.653 atau 3,72%.
Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk
Kabupaten Karanganyar cukup baik karena sebagian besar penduduk
telah mengenyam pendidikan.
e. Menurut Mata Pencaharian
Komposisi mata pencaharian penduduk suatu daerah
dipengaruhi oleh sumberdaya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi
seperti ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan
pekerjaan dan modal yang tersedia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tabel 12. Komposisi Penduduk Menurut Matapencaharian di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008
Lapangan Usaha Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
Pertanian 222.794 30,83 Buruh Industri 104.204 14,42 Buruh Bangunan 49.099 6,78 Pedagang 44.762 6,19 Lain-lain (pengusaha, PNS/POLRI, pensiunan, dan lain-lain)
301.924 41,78
Jumlah 722.653 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009
Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa pengusaha,
PNS/POLRI, pensiunan, dan lain-lain menjadi matapencaharian
penduduk terbesar di Kabupaten Karanganyar, yaitu sebesar 301.924
jiwa atau 41,78%. Terbesar kedua yaitu di sektor pertanian, lahan
pertanian yang masih cukup luas di Kabupaten Karanganyar juga
menyerap cukup banyak tenaga kerja yaitu sebesar 222.794 jiwa
(30,83%).
3. Keadaan Pertanian
Pertanian adalah kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Kabupaten
Karanganyar sebagian tanahnya merupakan tanah pertanian yang memiliki
potensi cukup baik bagi pengembangan tanaman agroindustri.
Komoditas tanaman pangan di Kabupaten Karanganyar adalah
padi, yang meliputi padi sawah dan padi gogo. Komoditas lainnya adalah
jagung, ketela pohon, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai. Produksi
komoditas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Karanganyar dapat
dilihat pada Tabel 13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 13. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008
Komoditas Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha)
Padi sawah 45.274 279.341 61,70 Padi gogo 1.513 7.869 52,00 Jagung 7.795 33.595 43,10 Ketela pohon 6.229 158.048 253,73 Ketela ungu 754 16.849 223,46 Kacang tanah 6.370 7.755 12,17 Kedelai 246 371 150,81
Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar, 2009
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa padi sawah memiliki
produksi terbesar pertama yaitu sebesar 279.341 ton. Produksi tanaman
pangan terbesar kedua adalah ketela pohon 158.048 ton. Sedangkan tanaman
pangan yang memiki produksi terkecil adalah kedelai sebesar 371 ton. Akan
tetapi produktivitas paling banyak yaitu tanaman ketela pohon diikuti ketela
ungu masing-masing sebasar 253,73 kw/ha dan 223,46 kw/ha. Ketela ungu
yang dihasikan di Kecamatan Tawangmangu tersebut sebagian besar diolah
menjadi produk lain, seperti keripik ketela ungu.
4. Keadaan Perindustrian
Kondisi politik dan perekonomian yang berangsur-angsur membaik
di Negara Indonesia ini, menyebabkan sektor industri dan perdagangan
kembali berkembang. Jumlah industri yang ada di Kabupaten Karanganyar
berdasarkan skala usaha dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 14. Industri Menurut Skala Usaha di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008
No. Skala Industri Jumlah (unit) 1. Besar 78 2. Menengah 104 3. Kecil 10.459
Sumber: Disperindag Kabupaten Karanganyar, 2008
Berdasarkan Tabel 14, di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2008
terdapat industri besar (tenaga kerja > 100 orang) sebanyak 78 unit dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
industri menengah (tenaga kerja = 21-99 orang) sebanyak 104 unit. Dari
industri besar dan industri sedang tersebut (182 unit) mampu menyerap tenaga
kerja lebih dari 41.823 orang. Industri-industri besar tersebut di antaranya
bergerak pada produk tekstil yaitu 61 unit, industri makanan 32 unit dan
industri plastik/kimia 19 unit. Sedangkan untuk industri kecil di Kabupaten
Karanganyar terdapat 10.459 unit dan mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 40.849 orang. Salah satu industry kecil yang terdapat di Kecamatan
Tawangmangu adalah industri keripik ketela ungu.
B. Kecamatan Tawangmangu
1. Keadaan Alam
a. Letak Geografis
Kecamatan Tawangmangu merupakan salah satu kecamatan
dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar. Jarak dari
ibukota kabupaten 27 km ke arah timur, terletak di ketinggian 1.200m
di atas permukaan laut. Batas wilayah Kecamatan Tawangmangu
adalah :
Sebelah utara : Kecamatan Ngargoyoso dan Kecamatan Jenawi
Sebelah selatan : Kecamatan Jatiyoso
Sebelah barat : Kecamatan Matesih dan Kecamatan Karangpandan
Sebelah timur : Provinsi Jawa Timur
Kecamatan Tawangmangu terdiri dari 10 desa, yaitu
Bandardawung, Sepanjang, Tawangmangu, Kalisoro, Blumbang,
Gondosuli, Tengklik, Ngeblak, Karanglo dan Plumbon.
b. Luas Wilayah
Luas wilayah Kecamatan Tawangmangu adalah 7.003,16 Ha,
yang terdiri dari luas tanah sawah dan luas tanah kering. Luas tanah
sawah hanya terdiri dari sawah sederhana. Sedangkan untuk luas tanah
kering terbagi atas pekarangan/bangunan, tegalan/kebun, hutan,
perkebunan dan lainnya. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 15
berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 15. Penggunaan Wilayah di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2009
No. Macam Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%) 1. 2.
Luas Tanah Sawah Luas Tanah Kering a. Pekarangan/Bangunan b. Tegalan/Kebun c. Perkebunan d. Hutan e. Lain-lain
713,39 6.289,77
619,20 1.328,88
38,14 4.187,34
112,21
10,19 89,81
8,84 18,98 0,54 59,79 1,60
Total 7.003,16 100,00
Sumber: Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa luas tanah yang
seluruhnya digunakan untuk sawah yaitu sebesar 713,39 Ha atau sebesar
10,19% dari luas total. Sedangkan luas tahan kering adalah sebesar
6.289,77 Ha (89,81%) yang masih didominasi luas hutan yaitu sebesar
4.187,34 Ha dengan persentase 59,79% dari luas total, kemudian
dimanfaatkan untuk tegalan/kebun sebesar 1.328,88 Ha dengan
persentase 18,98% dari luas total. Penggunaan lahan kering paling sedikit
adalah untuk perkebunan yang hanya 38,14 Ha atau 0,54% dari luas total.
Bangunan yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu salah
satunya bangunan rumah yang memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai
tempat tinggal dan industri kecil, seperti industri keripik ketela ungu.
2. Keadaan Penduduk
a. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah dan pertumbuhan penduduk di suatu daerah sangat
penting untuk diketahui, karena berkaitan dengan penyediaan sarana dan
prasarana sosial ekonomi, dan dapat digunakan untuk memperkirakan
kebutuhan sekarang dan saat mendatang.
Berdasarkan data BPS tahun 2009 kepadatan penduduk di
Kecamatan Tawangmangu sebesar 645 jiwa/km2. Laju pertumbuhan
penduduk dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, jumlah kematian, dan migrasi
yang terjadi di daerah tersebut. Pertumbuhan penduduk Kecamatan
Tawangmangu selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 16.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Tabel 16. Perkembangan Penduduk Kecamatan Tawangmangu Tahun 2004–2008
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
Pertumbuhan Penduduk (Jiwa)
Persentase (%)
2004 2005 2006 2007 2008
44.382 44.605 44.874 44.892 45.182
- 223 269
18 290
- 0,50 0,60 0,04 0,65
Rata-rata 44.787 200 0,48
Sumber : Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah
penduduk Kecamatan Tawangmangu tahun 2004–2008 adalah 44.787
jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 200 jiwa atau dengan
persentase pertumbuhan sebesar 0,48%. Jumlah penduduk terbesar
adalah tahun 2008 yaitu sebesar 45.182 jiwa, dengan peningkatan
jumlah penduduk 290 jiwa atau sebesar 0,65% yang tersebar di 10
desa. Peningkatan jumlah penduduk mendukung ketersediaan tenaga
kerja dan menjadi potensi pasar bagi agroindustri keripik ketela ungu
di Kecamatan Tawangmangu pada agroindustri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu.
Tabel 17. Penyebaran Penduduk di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2008
No. Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk (Jiwa)
Persentase (%)
1. Bandardawung 4.050 8,96 2. Sepanjang 3.811 8,43 3. Tawangmangu 8.407 18,61 4. Kalisoro 4.482 9,92 5. Blumbang 3.987 8,82 6. Gondosuli 3.540 7,83 7. Tengklik 3.814 8,44 8. Ngeblak 5.285 11,70 9. Karanglo 3.601 7,97 10. Plumbon 4.295 9,51 Jumlah 45.182 100,00
Sumber : Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa penyebaran
penduduk di setiap desa di Kecamatan Tawangmangu sudah cukup
merata. Desa yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak adalah
Desa/Kelurahan Tawangmangu, yaitu sebesar 8.407 jiwa atau 18,61%
dari jumlah total. Sedangkan desa/kelurahan yang memiliki jumlah
penduduk paling sedikit adalah Desa/Kelurahan Gondosuli yaitu
sebesar 3.540 jiwa atau 7,83% dari jumlah total.
b. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan data dari BPS Kecamatan Tawangmangu Tahun
2009, jumlah penduduk di Kecamatan Tawangmangu tahun 2008
mencapai 45.182 jiwa. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin
dapat digunakan untuk mengetahui jumlah penduduk serta besarnya
sex ratio di suatu daerah, yaitu angka yang menunjukkan perbandingan
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan. Komposisi penduduk di
Kecamatan Tawangmangu menurut jenis kelamin dapat dilihat pada
Tabel 18 berikut ini.
Tabel 18. Komposisi Penduduk Kecamatan Tawangmangu Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008
No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
Sex Ratio
1. 2.
Laki-laki Perempuan
22.252 22.930
49,25 50,75
Jumlah 45.182 100,00 97
Sumber : Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
di Kecamatan Tawangmangu menurut jenis kelamin pada tahun 2008
yaitu sebesar 45.182 jiwa. Jumlah penduduk perempuan sebesar
22.930 jiwa (50,75%) dan jumlah penduduk laki-laki sebesar 22.252
jiwa (49,25%) sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk
perempuan lebih besar daripada jumlah penduduk laki-laki dari
keseluruhan jumlah penduduk di Kecamatan Tawangmangu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Besarnya angka sex ratio Kecamatan Tawangmangu tahun
2008 adalah 97. Hal ini berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan
di Kecamatan Tawangmangu terdapat 97 penduduk laki-laki.
Banyaknya penduduk Kabupaten Karanganyar yang berjenis kelamin
perempuan ini sesuai dengan tenaga kerja agroindustri keripik ketela
ungu yang didominasi oleh tenaga kerja perempuan.
c. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting.
Apabila penduduk di suatu wilayah memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi maka akan memiliki kemampuan dalam pengembangan
pembangunan di suatu wilayah. Tingkat pendidikan di suatu wilayah
dipengaruhi antara lain oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan,
keadaan sosial ekonomi, dan sarana pendidikan yang ada.
Tabel 19. Komposisi Penduduk Kecamatan Tawangmangu Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Prosentase (%) 1. Tidak Sekolah 3.331 8,01 2. Belum Tamat SD 4.503 10,83 3. Tidak Tamat SD 4.193 10,08 4. Tamat SD/ Sederajat 20.540 49,38 5. Tamat SLTP/ Sederajat 4.906 11,79 6. Tamat SLTA/ Sederajat 3.386 8,14 7. Tamat Akademi/ PT 737 1,77
Jumlah 41.596 100,00
Sumber : Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa tingkat
pendidikan penduduk Kecamatan Tawangmangu terbesar yaitu
penduduk tamat SD/sederajat sebesar 20.540 jiwa atau 49,38% dari
total jumlah penduduk (5 tahun keatas). Sedangkan tingkat pendidikan
penduduk Kecamatan Tawangmangu terendah yaitu penduduk yang
tamat akademi/PT sebesar 737 atau 1,77%. Hal ini dapat dikatakan
bahwa tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Tawangmangu relatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
rendah karena sebagian besar penduduk tidak mengenyam wajib
belajar 9 tahun, yaitu hanya tamat SD/Sederajat. Tingkat pendidikan
ini sesuai dengan produsen keripik ketela ungu yang sebagian besar
menempuh pendidikan sampai tingkat SD.
d. Komposisi Penduduk Menurut Matapencaharian
Komposisi matapencaharian penduduk suatu daerah
dipengaruhi oleh sumberdaya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi
seperti ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan
pekerjaan dan modal yang tersedia.
Tabel 20. Komposisi Penduduk Menurut Matapencaharian di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2008
Matapencaharian Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
Petani dan buruh tani 17.549 46,45 Buruh industri 1.084 2,87 Buruh bangunan 1.779 4,71 Pedagang 4.450 11,78 Pengusaha, pengangkutan, PNS/TNI/POLRI, pensiunan, jasa, dan lain-lain
12.916 34,19
Jumlah 37.778 100,00
Sumber : Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009
Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa sektor pertanian
menjadi matapencaharian penduduk di Kecamatan Tawangmangu
terbesar yaitu sebesar 17.549 jiwa atau 46,45%. Sedangkan buruh
industri menjadi mata pencaharian penduduk di Kecamatan
Tawangmangu terkecil yaitu sebesar 1.084 jiwa atau sebesar 2,87%.
Banyaknya penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani ini
termasuk didalamnya adalah petani ketela ungu yang menyediakan
bahan baku bagi agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
3. Keadaan Pertanian
Pertanian adalah kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Komoditas
tanaman pangan utama di Kecamatan Tawangmangu adalah padi sawah,
jagung, dan ketela ungu. Produksi komoditas pertanian tanaman pangan di
Kecamatan Tawangmangu dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Luas Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2008
No. Komoditas Luas (Ha) Produksi
(Ton) Produktivitas
(Kw/Ha) 1. Padi sawah 114,7 7.077 61,70 2. Jagung 103 444 43,11 3. Ketela ungu 83 1.859 223,98
Sumber: Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009
Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa padi sawah memiliki
produksi terbesar pertama. Produksi tanaman pangan terbesar kedua
adalah ketela ungu. Produksi ketela ungu lebih rendah daripada padi
sawah karena tidak semua wilayah di Kecamatan Tawangmangu
menghasilkan ketela ungu. Hal ini menyebabkan kebutuhan ketela ungu
untuk industri keripik ketela ungu tidak tercukupi, sehingga dibutuhkan
ketela ungu dari luar Tawangmangu. Sedangkan tanaman pangan yang
memiki produksi terkecil adalah jagung.
4. Keadaan Perindustrian
Jumlah industri di Kecamatan Tawangmangu apabila diklasifikasikan
menurut kelompok usaha dapat dibedakan menjadi industri berskala besar,
menengah, kecil dan rumah tangga. Akan tetapi hanya terdapat industri
kecil dan industri rumah tangga di Kecamatan Tawangmangu. Jumlah
industri kecil dan rumah tangga di Kecamatan Tawangmangu pada tahun
2008 dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tabel 22. Banyaknya Industri Kecil dan Menengah Menurut Kelompok Usaha di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2008
Industri Jumlah (unit) A. Industri Rumah Tangga
1. Industri keripik ketela 2. Industri stroberi 3. Industri keripik pisang 4. Industri tempe 5. Industri kue lempit 6. Industri jamu 7. Industri meubel 8. Industri kerajinan kayu, bambu dan sejenisnya 9. Industri batu kapur 10. Industri penyulingan 11. Industri konveksi
B. Industri kecil 1. Industri keripik ketela ungu 2. Industri tempe 3. Industri jahe 4. Industri penyulingan
5 9
11 27 9 1
14 15 2 1 5
19 2 2 1
Jumlah 123
Sumber: Disperindag Kabupaten Karanganyar, 2008
Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa cukup banyak industri
yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu. Industri skala rumah tangga
mendominasi banyaknya industri yang ada di Kecamatan Tawangmangu,
yaitu sebanyak 99 unit. Sedangkan industri kecil sebanyak 24 unit.
Semakin meningkatnya jumlah industri yang ada di Kecamatan
Tawangmangu diharapkan dapat mengatasi masalah pengangguran dan
juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan
Tawangmangu. Industri Kecil yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu
adalah industri keripik ketela ungu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan gambaran secara umum tentang
keadaan dan latar belakang responden yang berkaitan dan berpengaruh
terhadap kegiatannya dalam menjalankan usaha. Responden dalam penelitian
ini adalah produsen keripik ketela ungu yang pada masa penelitian masih aktif
berproduksi. Karakteristik dari responden produsen keripik ketela ungu meliputi
identitas (usia responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah
anggota keluarga yang aktif dalam produksi, dan lama mengusahakan), status
usaha dan alasan mengusahakan. Identitas responden pada agroindustri keripik
ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat
pada Tabel 23 berikut ini :
Tabel 23. Identitas Responden Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Uraian Rata-rata per Responden
1. Usia responden (tahun) 46 2. Lama pendidikan (tahun) 7 3. Jumlah anggota keluarga (orang) 5 4. Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam
usaha (orang) 3
5. Lama mengusahakan (tahun) 8 6. Jumlah tenaga kerja luar keluarga (orang) 11
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 1)
Menurut Mantra (2003), penduduk berumur 0-14 tahun termasuk
golongan penduduk yang belum produktif, umur 15 – 64 tahun termasuk
golongan penduduk yang produktif, dan umur 65 tahun ke atas termasuk
golongan penduduk yang sudah tidak produktif. Berdasarkan Tabel 23 di atas
dapat diketahui bahwa umur rata-rata produsen keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah 46 tahun yang berarti termasuk
dalam umur produktif. Umur produktif disini berhubungan dengan kemampuan
fisik atau tenaga produsen dalam melakukan kegiatan produksi keripik ketela
57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
ungu. Pada umur produktif tersebut, produktivitas kerja produsen keripik ketela
ungu masih cukup tinggi sehingga diharapkan agroindustri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar masih dapat terus
dikembangkan.
Seluruh produsen agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar pernah menempuh pendidikan secara
formal, walaupun pada tingkatan yang berbeda–beda. Rata-rata pendidikan
formal yang ditempuh oleh responden produsen keripik ketela ungu adalah 7
tahun. Dari 19 responden, terdapat 13 responden yang hanya menempuh
pendidikan sampai pada tingkat SD atau yang sederajat (SR). Walaupun
demikian, ada 4 orang responden yang telah mencapai tingkat SLTP/SMP, yaitu
selama 9 tahun dan 2 orang responden telah mencapai tingkat SLTA/SMA, yaitu
selama 12 tahun. Pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini, tingkat pendidikan berpengaruh
terhadap agroindustri keripik ketela ungu yaitu dalam hal manajemen, sedangkan
dalam proses produksinya yang lebih dibutuhkan adalah pengalaman, baik yang
diperoleh dari produsen sendiri maupun dari orang lain. Dengan kata lain,
diperlukan pendidikan formal dan non formal untuk menjalankan sebuah usaha
dengan baik.
Jumlah rata-rata anggota keluarga produsen agroindustri keripik ketela
ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebanyak 5 orang.
Besar kecilnya jumlah anggota keluarga ini tidak terlalu berpengaruh terhadap
ketersediaan jumlah tenaga kerja untuk agroindustri keripik ketela ungu,
mengingat agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar ini merupakan industri yang lebih banyak menggunakan
tenaga kerja dari luar keluarga, baik dalam proses produksi maupun
pemasarannya. Jumlah anggota keluarga yang ikut aktif dalam industri keripik
ketela ungu rata-rata sebanyak 3 orang. Biasanya anggota keluarga yang aktif
dalam industri keripik ketela ungu adalah suami dan istri, sedangkan anggota
keluarga yang lain bekerja pada sektor lain, masih menempuh pendidikan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
merantau di luar kota atau termasuk umur non produktif (anak-anak dan lanjut
umur).
Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar rata-rata berdiri selama 8 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa responden cukup berpengalaman dalam memproduksi keripik ketela
ungu. Pengalaman yang dimiliki oleh para produsen akan berguna dalam
mengatasi berbagai kendala usaha yang mungkin produsen hadapi, misalnya
dalam teknis tahapan produksi keripik ketela ungu. Keberadaan industri
keripik ketela ungu selama 8 tahun ini menunjukkan bahwa industri keripik
ketela ungu telah dapat membantu para produsen dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari produsen dan juga dalam penyerapan tenaga kerja.
Jumlah tenaga kerja luar keluarga rata-rata berjumlah 11 orang, jadi total
tenaga kerja sebanyak 14 orang. Berdasarkan kriteria skala usaha menurut BPS
(1999), agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar termasuk dalam industri skala kecil, yaitu dengan jumlah tenaga
kerja antara 9-15 orang. Sebagian besar tenaga kerja luar keluarga ini berasal dari
desa setempat dan hampir seluruhnya berjenis kelamin perempuan.
Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar dapat berstatus sebagai usaha utama ataupun usaha sampingan.
Data mengenai status usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 24 berikut ini :
Tabel 24. Status Usaha Agroindustri Keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Status Usaha Jumlah (Responden) Persentase (%) 1. Utama 18 94,74 2. Sampingan 1 5,26
Jumlah 19 100
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 1)
Tabel 24 diatas menunjukkan bahwa agroindustri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dijadikan sebagai usaha
utama oleh 94,74% responden atau sebanyak 18 orang, disamping tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
memiliki pekerjaan lain, industri tersebut juga membutuhkan waktu penuh
untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan cukup banyaknya tenaga kerja dan
modal yang digunakan yang harus dipantau oleh produsen sendiri setiap saat.
Akan tetapi, beberapa dari responden juga memiliki pekerjaan sampingan
sebagai petani. Sebesar 5,26% responden atau 1 orang menjadikan
agroindustri keripik ketela ungu ini sebagai usaha sampingan dengan
pekerjaan utama sebagai supir bus.
Alasan responden menjalankan usaha agroindustri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 25
berikut :
Tabel 25. Alasan Responden Mengusahakan Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Alasan Usaha Jumlah
(Responden) Persentase
(%) 1. Bahan baku tersedia 6 31,58 2. Menguntungkan 5 26,32 3. Tidak mempunyai pekerjaan lain 5 26,32 4. Meniru tetangga 3 15,78
Jumlah 19 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 1)
Tabel 25 menunjukkan bahwa agroindustri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar diusahakan karena beberapa
alasan. Alasan yang tertinggi yaitu sebesar 31,58% atau sebanyak 6 orang
responden mengusahakan industri keripik ketela ungu karena bahan baku
keripik ketela ungu tersedia di Kabupaten Karanganyar. Hal tersebut
menjadikan produsen berinisiatif mengolah ketela ungu tersebut menjadi
produk lain, baik yang berstatus usaha utama ataupun usaha sampingan.
Alasan lain yaitu menguntungkan dan tidak mempunyai pekerjaan lain
masing-masing sebesar 26,32% atau sebanyak 5 orang responden. Dengan
mengolah ketela ungu menjadi produk lain (keripik) dapat memberikan nilai
tambah ketela ungu itu sendiri, sehingga dapat memberikan keuntungan bagi
produsen keripik ketala ungu. Selain itu, produsen juga tidak mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
pekerjaan lain, hal terkait dengan jenis mata pencaharian di daerah penelitian
yang terbatas jumlahnya. Kondisi alam daerah penelitian yang banyak terdapat
ketela ungu membuat masyarakat memanfaatkan ketela ungu untuk
dibuat keripik ketela ungu, sehingga sebagian masyarakat telah
menggantungkan hidupnya pada industri keripik ketela ungu ini.
Alasan lain responden mengusahakan industri keripik ketela ungu
yaitu karena meniru usaha tetangga yang sudah lebih dulu mengusahakan
industri keripik ketela ungu, yaitu sebesar 15,78% atau sebanyak 3 orang
responden. Melihat produsen lain yang sukses menjalankan usaha industri
keripik ketela ungu tersebut, membuat sebagian orang tertarik untuk
mengusahakannya.
B. Modal Usaha
Produsen keripik ketela ungu membutuhkan modal untuk memulai
usahanya, baik untuk membeli peralatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan
dalam proses pembuatan keripik ketela ungu, maupun untuk memasarkan
keripik ketela ungu yang telah dihasilkan. Sumber modal yang digunakan oleh
produsen agroindstri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 26 berikut ini. :
Tabel 26. Sumber Modal Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Uraian Jumlah (Responden)
Persantase (%)
1. Modal sendiri 10 52,63 2. 3.
Modal pinjaman Sendiri dan pinjaman
0 9
0 47,37
Jumlah 19 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 1)
Tabel 26 diatas menunjukkan bahwa sebesar 52,63% atau sebanyak 10
orang responden produsen agroindstri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menggunakan sumber modal berupa
modal sendiri. Sisanya 9 orang responden atau sebesar 47,37% responden
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
menggunakan modal sendiri dan pinjaman. Modal pinjaman tersebut berasal
dari LIPI, Danamon, BRI, BNI dan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM Mandiri Pedesaan). Produsen yang
mendapatkan modal pinjaman dari LIPI adalah produsen yang tergabung
dalam kelompok Koperasi Akar Mulya, yang merupakan koperasi yang
menaungi produsen keripik ketela ungu skala kecil yang ada di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Modal tersebut berasal dari LIPI
yang dipinjamkan secara bergilir. Saat ini baru 3 produsen yang menerima
pinjaman tersebut, yaitu Ketua, Sekretaris dan Bendahara Koperasi. Modal
tersebut diberikan pada produsen keripik ketela ungu dengan bunga rendah
(0,5% per bulan) untuk perbaikan tempat produksi keripik ketela ungu. Akan
tetapi pada kenyataanya modal tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk
perbaikan tempat, tetapi untuk menambah modal dalam proses produksinya.
Hal ini dikarenakan produsen keripik ketela ungu menganggap bahwa tempat
yang digunakan untuk proses produksi keripik ketela ungu sudah layak.
C. Bahan-bahan dalam Proses Produksi Keripik Ketela Ungu
1. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam industri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah ketela ungu,
yaitu salah satu jenis ketela rambat yang berwarna ungu. Bahan baku ketela
ungu tersedia di Kabupaten Karanganyar. Akan tetapi ketersediaanya bahan
baku tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan produsen keripik ketela
ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya, produsen keripik ketela ungu
mencari di luar Kabupaten Karanganyar, seperti di daerah Magetan, Ngawi
dan Pacitan, bahkan ada pula yang sampai mencari hingga ke Jawa Barat,
seperti Bandung.
Bahan baku ketela ungu yang berasal dari Kabupaten Karanganyar
mempunyai kualitas yang lebih baik dan warna yang lebih menarik bila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
dibandingkan dengan ketela ungu yang berasal dari luar Kabupaten
Karanganyar, yaitu rasanya lebih manis dan warnanya ungu pekat.
Sedangkan yang berasal dari luar Kabupaten Karanganyar biasanya rasanya
tidak terlalu manis dan warnanya ungu kemerahan, sehingga jika diolah
membutuhkan bahan penolong untuk memberikan rasa manis yang cukup
banyak, dan warnanya pun tidak begitu menarik.
Produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar memperoleh bahan baku dengan membeli langsung pada petani
dan ada juga yang pada pengepul. Cara memperoleh bahan baku untuk
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 27 berikut ini :
Tabel 27. Cara Produsen Memperoleh Bahan Baku Ketela Ungu untuk Produksi Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Uraian Jumlah (Produsen) Persentase (%) 1. Membeli pada petani lokal 1 5,26 2. Membeli pada pengepul 5 26,32 3. Membeli pada petani lokal
dan pengepul 13 68,42
Jumlah 19 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 2)
Berdasarkan Tabel 27, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
produsen keripik ketela ungu memperoleh bahan baku dengan membeli ke
petani lokal dan pengepul. Banyaknya produsen yang memilih mendapatkan
bahan baku dari petani lokal dan pengepul dikarenakan jika hanya dari petani
lokal saja sulit mendapatkannya, produsen harus pesan terlebih dahulu
sebelum ketela ungu dipanen dan harganya juga sedikit lebih mahal, sehingga
terkadang kurang untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya, oleh karena itu
produsen juga membeli membeli ketela ungu melalui pengepul.
Sebanyak 26,32% atau 5 orang memilih memperoleh bahan baku
ketela ungu melalui pengepul. Hal ini karena produsen merasa lebih mudah
memperoleh bahan baku, yaitu dengan menghubungi pengepul yang sebagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
besar sudah menjadi langganan para produsen keripik ketela ungu. Selain itu
harganya juga terkadang lebih murah bila dibandingkan dengan membeli
langsung ke petani yaitu sekitar Rp 1.800,00/kg, sedangkan yang langsung ke
petani harga ketela ungu sekitar Rp 2.000,00/kg. Hal ini disebabkan karena
pengepul membeli ketela ungu pada petani lokal dalam jumlah besar sehingga
harga beli pengepul ke petani lebih murah. Selain itu ketela ungu yang dibeli
pengepul tidak hanya dari petani lokal tetapi juga dari luar kota, seperti
Magetan dan Pacitan yang harganya lebih murah dengan kualitas lebih rendah
dari ketela ungu lokal, sehingga pengepul dapat menjual pada produsen keripik
ketela ungu dengan harga yang lebih murah.
Hanya 5,26% atau 1 orang yang memilih memperoleh bahan baku
ketela ungu langsung ke petani. Alasannya karena lebih dekat dengan rumah
sehingga lebih cepat mendapatkan bahan baku ketela ungu meskipun harus
mendatangi langsung ke setiap petani ketela ungu.
Sistem penyimpanan bahan baku ketela ungu semua produsen keripik
ketela ungu yaitu dengan cara di stok untuk 2-7 hari. Artinya, setiap
melakukan pembelian bahan baku, tidak habis digunakan untuk satu kali
proses produksi. Hal ini karena produsen keripik ketela ungu membeli bahan
baku ketela ungu dalam jumlah besar. Sehingga setiap melakukan pembelian
bahan baku digunakan untuk beberapa kali produksi, yaitu antara 1-3 kali
produksi.
Cara pembayaran bahan baku ketela ungu dilakukan dengan cara
kontan dimuka dan dibelakang, dapat dilihat pada Tabel 28 berikut ini :
Tabel 28. Cara Pembayaran Bahan Baku Ketela Ungu di Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Uraian Jumlah (Responden)
Persentase (%)
1. 2.
Kontan dimuka pada petani Kontan dibelakang pada pengepul
12 2
63,16 10,53
3. Kontan dimuka pada petani dan dibelakang pada pengepul
5 26,32
Jumlah 19 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Sebanyak 63,16% atau 12 orang memilih melakukan pembayaran
bahan baku dengan cara kontan dimuka. Sebagian besar produsen yang
membayar kontan dimuka adalah yang membeli bahan baku langsung dari
petani. Pada umumnya, petani meminta pembayaran dimuka karena setelah
ketela ungu dipanen, petani membutuhkan modal untuk menggarap kembali
sawah mereka. Akan tetapi ada juga yang membayar kontan dimuka pada
pengepul. Bukan pengepul yang meminta pembayaran dimuka, tetapi biasanya
produsen keripik ketelanya sendiri yang melakukan pembayaran seperti itu,
karena produsentidak mau terbebani dengan hutang kepada pengepul.
Pembayaran kontan dimuka dan dibelakang biasanya dilakukan oleh
produsen yang memperoleh bahan baku ketela ungu dari petani dan pengepul.
Terdapat 5 orang atau sebesar 26,32%, pembayaran kontak dimuka untuk
petani dan kontan dibelakan untuk pengepul. Sedangkan sisanya 10,53% atau
sebanyak 2 orang melakukan cara pembayaran bahan baku kontan dibelakang.
Cara pembayaran ini dilakukan produsen keripik ketela ungu untuk pengepul.
2. Bahan-bahan penolong
Bahan penolong adalah merupakan bahan-bahan yang digunakan
dalam proses pembuatan ketela ungu menjadi keripik ketela ungu selain bahan
utama. Bahan penolong yang digunakan dalam produksi keripik ketela ungu
terdiri dari :
a. Gula pasir
Gula merupakan salah satu bahan penolong yang berfungsi sebagai bahan
pemanis dalam proses produksi keripik ketela ungu. Jenis gula yang
digunakan adalah gula pasir, alasannya agar tidak merubah warna ketela
ungu. Perbandingan pemakaian gula pasir ini ± 1 : 0,005. Maksudnya
adalah setiap 1 kg bahan baku ketela ungu membutuhkan sekitar 0,005 kg
gula pasir. Harga gula pasir per kilogram adalah sekitar Rp 10.000,00.
b. Pemanis buatan
Selain gula yang digunakan untuk menambah manis, produsen keripik
ketela ungu juga menambahkan pemanis buatan kedalam proses
produksinya. Hal ini dilakukan karena jika produsen hanya menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
gula saja, maka produsen harus mengeluarkan lebih banyak biaya,
sehingga produsen menambahkan pemanis buatan yang harganya jauh
lebih murah, yaitu sekitar Rp 1.000,00/pcs. Produsen menggunakan
sakarin merk “Sari Tebu”. Jumlah sakarin yang digunakan sesuai dengan
ketentuan dari Departemen Kesehatan yaitu penggunaan 1 pcs (5 gram)
pemanis buatan untuk 5 kg gula pasir, atau 1 gram sakarin untuk 1 kg gula
pasir.
c. Garam
Bahan penolong lain yang digunakan adalah garam. Dalam. Fungsinya
yaitu memberikan rasa gurih pada keripik ketela ungu. Jenis garam yang
digunakan pada umumnya adalah garam kotak (Rp 400,00/kotak) dan
garam halus (Rp 2.500,00/pcs).
d. Vanili
Vanili merupakan bahan penolong yang berfungsi sebagai penambah
aroma keripik ketela ungu. Jumlah yang dibutuhkan adalah 1 bungkus
untuk 10 kg ketela ungu, sehingga tidak menghilangkan aroma khas ketela
ungu itu sendiri. Harga vanili per bungkusnya yaitu Rp 500,00.
e. Minyak goreng
Bahan penolong lain yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak
selain gula yaitu minyak goreng. Produsen membeli minyak goreng dalam
kemasan jligen. Dimana dalam satu jligen berisi 17 kg minyak goreng.
Dengan membeli minyak goreng dalam jumlah besar harganya lebih
ekonomis, yaitu sekitar Rp 9.000,00/kg.
Dalam proses produksi keripik ketela ungu untuk bahan baku ketela
ungu 100 kg membutuhkan bahan penolong sebagai berikut : 0,5 kg gula pasir;
1 bungkus pemanis buatan; 0,2 kotak garam; dan 13,6 kg minyak goreng.
3. Bahan bakar
Dalam proses produksi keripik ketela ungu membutuhkan bahan bakar
untuk proses penggorengan. Bahan bakar yang digunakan produsen keripik
ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
a. Kayu
Proses penggorengan keripik ketela ungu dilakukan diatas tungku,
sehingga membutuhkan kayu untuk bahan bakarnya. Kayu tersebut
biasanya diperoleh dari pedagang kayu bakar yang langsung diantar ke
rumah produsen keripik ketela ungu.
b. Serbuk gergaji
Sebagai bahan pelengkap bahan bakar, digunakan serbuk gergaji yang
biasa disebut dengan “emput”. Fungsinya agar api tetap stabil menyala,
dan juga emput ini digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak
tanah. Memudahkan dalam menyalakan api. Naiknya harga minyak tanah
yang cukup signifikan belakangan ini membuat produsen keripik ketela
ungu kewalahan memenuhi kebutuhan minyak tanah, sehingga produsen
beralih ke serbuk gergaji yang harganya jauh lebih ekonomis.
4. Pengemasan
Yang dibutuhkan dalam proses pengemasan keripik ketela ungu yaitu :
a. Plastik
Plastik digunakan untuk mengemas keripik ketela ungu yang siap
dipasarkan. Ukuran plastik yang digunakan yaitu 2,5 kg dan 5 kg.
Produsen tidak mengemas keripik dalam ukuran kecil. Hal ini karena
produsen tidak memasarkan langsung konsumen dalam bentuk eceran,
akan tetapi dalam bentuk grosir pada pengepul maupun toko-toko.
b. Label
Seluruh produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar menggunakan label yang bertuliskan merk produk
masing-masing. Selain itu produsen juga mencantumkan komposisi bahan,
nomor Departemen Kesehatan dan nomor telepon. Dengan adanya nomor
Departemen Kesehatan yang tercantum dalam label mebuktikan bahwa
keripik ketela ungu yang diproduksi telah melalui uji kesehatan yang
dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Nomor dari Departemen
Kesehatan tersebut harus diperbaharui setiap 5 tahun sekali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
D. Peralatan yang Digunakan dalam Proses Produksi Keripik Ketela Ungu
Produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar selain membutuhkan bahan baku dan bahan penolong untuk
menjalankan usahanya, juga memerlukan peralatan yang digunakan dalam
proses produksi. Peralatan yang digunakan dalam industri keripik ketela ungu
di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebagian besar adalah
peralatan non mekanis, bahkan ada beberapa diantara peralatan tersebut yang
dibuat sendiri dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya. Peralatan-
peralatan yang digunakan dalam proses produksi keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar antara lain sebagai berikut:
1. Pengupas ketela
Pengupas ketela sama dengan alat yang digunakan untuk mengupas
ketimun atau kentang. Alat ini lebih cepat bila dibandingkan mengupas
kulit ketela dengan menggunakan pisau biasa.
2. Pisau
Pisau digunakan untuk mencungkil bagian-bagian ketela yang sulit
dibersihkan dengan pengupas ketela.
3. Mesin pemotong ketela
Mesin pemotong ketela merupakan satu-satunya alat mekanis yang
digunakan dalam proses pembuatan keripik ketela ungu. Penggunaannya
membutuhkan tenaga listrik. Cara menggunakannya yaitu setelah
dihubungkan dengan listrik, ketela ungu yang sudah dikupas dan dicuci
bersih dimasukkan kedalam mesin tersebut. Lebih praktis dan cepat bila
dibandingkan dengan cara manual, akan tetapi hanya sedikit produsen
menggunakan mesin ini. Selain membutuhkan modal yang cukup besar
karena harganya yang mahal, hasil irisan ketela juga tidak halus seperti
yang dilakukan dengan cara manual.
4. Pasah
Pasah juga berfungsi sama seperti mesin pemotong ketela. Bedanya, pasah
merupakan alat manual. Walaupun tidak efisien waktu, tapi sebagian besar
produsen justru menggunakan pasah untuk mengiris ketela. Selain lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
ekonomis, hasil irisan ketela juga lebih halus. Produsen biasanya membuat
pasah sendiri. Karena bahan yang digunakan cukup mudah diperoleh, yaitu
kayu. Pembuatannya pun sangat sederhana. Kayu dipotong balok
memanjang dan ditengahnya diberi mata pisau.
5. Ember besar
Ember besar berfungsi sebagai tempat untuk mencuci ketela ungu setelah
dikupas dan setelah diiris.
6. Ember kecil
Setelah ketela diiris dan dicuci bersih, ember kecil disiapkan untuk merendam
ketela ungu yang berisi campuran air dengan gula, pemanis buatan, garam
dan vanili.
7. Tampah
Tampah digunakan untuk meniriskan ketela ungu yang sudah direndam
campuran air dengan gula, pemanis buatan, garam dan vanili, serta untuk
meniriskan ketela ungu setelah digoreng menjadi keripik ketela ungu.
8. Tungku
Tungku merupakan alat buatan sendiri yang digunakan untuk proses
penggorengan ketela menjadi keripik. Tungu dibuat dari semen dan pasir.
Antara tungku yang satu dengan yang lain tidak ada jaraknya (gandeng).
9. Wajan
Wajan digunakan untuk menggoreng keripik ketela ungu. Jenis wajan
yang digunakan adalah wajan berukuran besar yang terbuat dari tembaga.
10. Sotil
Sotil jarang digunakan. Hanya sesekali digunakan untuk membalik-
balikkan ketela ungu yang sedang digoreng.
11. Serok
Selain digunakan untuk mengangkat keripik ketela ungu yang sudah masak
dari wajan, serok juga berfungsi sebagai pengganti sotil, yaitu untuk
membalik-balikan ketela ungu yang sedang dimasak. Dibanding sotil, serok
lebih sering digunakan karena lebih lebar sehingga lebih mudah digunakan
untuk membalik-balikkan ketela ungu yang sedang digoreng.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
12. Timbangan
Setelah keripik ketela ungu matang dan ditiriskan, keripik ditimbang sesuai
dengan kebutuhan pengemasan. Keripik yang sudah ditimbang siap dikemas.
E. Proses Produksi Keripik Ketela Ungu
Bahan baku utama pembuatan keripik ketela ungu adalah ketela ungu,
sehingga ketela ungu harus dipersiapkan terlebih dahulu. Proses pembuatan
ketela ungu menjadi keripik cukup sederhana. Dimulai dari persiapan bahan
baku dan bahan penolong hingga proses pengemasan. Berikut ini adalah
proses pembuatan keripik ketela ungu secara skematis :
Gambar 2. Proses Pembuatan Keripik Ketela Ungu
Bahan Baku Ketela Ungu
Pengupasan Kulit
Pencucian I
Pemotongan/pengirisan
Pencucian II
Perendaman Bumbu
Penggorengan
Ditiriskan dan diangin-anginkan
Penimbangan
Pengemasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Berdasarkan Gambar 2 diatas, dapat dijelaskan proses pembuatan
keripik ketela ungu sebagai berikut :
1. Pengupasan
Ketela ungu yang sudah dipersiapkan langsung dikupas menggunakan
pengupas ketela. Pengupas ketela sama dengan alat yang digunakan untuk
mengupas kentang atau ketimun. Kulit dibersihkan hingga bersih. Dan
untuk membersihkan lekukan-lekukan yang terdapat pada ketela yang sulit
dibersihkan dengan pengupas ketela biasanya digunakan pisau.
2. Pencucian I
Setelah ketela ungu dibersihkan dari kulit, kemudian dicuci dengan air
bersih dalam ember besar.
3. Pemotongan/pengirisan
Ketela yang sudah bersih tersebut dipotong/diiris tipis mengunakan alat
pemotong maupun pasah manual. Baik mesin pemotong maupun pasah
manual dapat diatur ketebalan irisan ketela, sehingga dapat memperoleh
irisan ketela yang sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Akan tetapi hasil
irisan ketela yang menggunakan mesin dan pasah berbeda. Lebih halus
yang menggunakan pasah manual. Dan jika setelah digoreng pun hasilnya
yang diiris dengan mesin agak keriting.
4. Pencucian II
Irisan ketela ungu tersebut kemudian dicuci kembali agar benar-benar
bersih dan tidak berbau besi akibat proses pengirisan tersebut.
5. Perendaman bumbu
Setelah dicuci bersih, ketela dimasukkan kedalam ember kecil yang
didalamnya sudah diberi campuran air dengan gula, pemanis buatan,
garam dan vanili. Perendaman tidak dilakukan terlalu lama, hanya sekitar
15 menit saja. Dan kemudian ditiriskan terlebih dahulu sebelum digoreng.
6. Penggorengan
Ketela yang sudah direndam bumbu tersebut siap dimasukan dalam wajan
yang berisi minyak goreng panas untuk digoreng diatas tungku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Penggorengan dilakukan sekitar 15-20 menit, hingga ketela ungu tersebut
benar-benar garing dan renyah.
7. Penirisan
Setelah digoreng sampai kering, keripik ditiriskan dan di angin-anginkan
terlebih dahulu sebelum ditimbang dan dikemas.
8. Penimbangan
Setelah keripik dingin dan tidak berminyak, keripik dimasukkan dalam
plastik untuk ditimbang sesuai dengan berat yang diinginkan.
9. Pengemasan
Keripik yang sudah ditimbang tersebut kemudian diberi label yang
dimasukkan dalam kemasan plastik tersebut dan diikat rapat agar tidak
mudah mlempem.
F. Pemasaran
Setelah keripik ketela ungu dikemas dalam plastik, keripik ketela ungu
siap untuk dipasarkan. Proses pemasaran dilakukan menggunakan mobil pick
up milik sendiri, karena setiap produsen sudah memiliki alat transportasi
tersebut. Dalam setiap pemasarannya, produsen mengeluarkan biaya
transportasi yang berbeda-beda sesuai dengan jarak lokasi pemasaran. Biaya
tersebut digunakan untuk membayar supir dan membeli bahan bakar mobil.
Keripik ketela ungu ini tidak dipasarkan langsung pada konsumen,
akan tetapi pada para pedagang besar. Sehingga pengemasannya dibuat dalam
ukuran besar (2,5 dan 5 kg) dengan harga grosir, yaitu Rp 12.000,00/kg untuk
kemasan 2,5 kg dan Rp 11.741,23/kg untuk kemasan 5 kg.
Di Pulau Jawa, keripik ketela ungu dipasarkan antara lain di Jawa
Tengah (Karanganyar, Solo, Sukoharjo, Klaten, Wonogiri, Jogjakarta,
Kebumen, dan Purworejo), Jawa Timur (Magetan, Malang dan Surabaya),
Jawa Barat (Purwakarta dan Bandung), dan Jakarta. Untuk pemasaran di luar
Pulau Jawa yaitu di Kalimantan (Balikpapan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
G. Analisis Usaha
1. Biaya, Penerimaan, Keuntungan dan Profitabilitas
a. Biaya
Biaya adalah nilai korbanan yang dikeluarkan dalam proses
produksi. Biaya dalam penelitian ini adalah keseluruhan biaya yang
dikeluarkan untuk proses pembuatan keripik ketela ungu sampai
pemasaran keripik ketela ungu, yang terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel.
1) Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam industri
keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar yang besarnya tidah dipengaruhi oleh jumlah keripik
ketela ungu yang dihasilkan. Biaya tetap dalam industri keripik
ketela ungu ini meliputi biaya penyusutan peralatan, biaya bunga
modal investasi, cicilan pinjaman modal, dan biaya ijin
Departemen Kesehatan.
Keseluruhan biaya tetap dalam penelitian ini timbul karena
penggunaan faktor produksi yang tetap, sehingga biaya yang
dikeluarkan untuk membiayai faktor produksi juga tetap tidak
berubah walaupun jumlah keripik ketela ungu yang dihasilkan
berubah-ubah. Rata-rata biaya tetap pada agroindustri keripik
ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
dapat dilihat pada Tabel 29 berikut :
Tabel 29. Rata-rata Biaya Tetap Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Jenis Biaya Tetap Rata-rata per Bulan (Rp)
Persentase (%)
1. Penyusutan peralatan 291.124,39 20,69 2. Bunga modal investasi 880.496,95 62,59 3. Cicilan pinjaman 231.015,56 16,42 4. Ijin Departemen Kesehatan 4.166,67 0,30
Jumlah 1.406.803,56 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Tabel 29 menunjukkan bahwa jumlah rata-rata biaya tetap
per bulan yang dikeluarkan oleh produsen agroindustri keripik
ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
adalah sebesar Rp 1.406.803,56, dengan sumber biaya tetap yang
berasal dari biaya penyusutan peralatan yaitu sebesar
Rp 291.124,39 atau 20,69% dari jumlah total biaya tetap
seluruhnya. Produsen menggunakan peralatan dalam pelaksanaan
proses produksi keripik ketela ungu, yang mana peralatan tersebut
masih sederhana dan bahkan ada sebagian peralatan yang dibuat
sendiri oleh produsen. Masih sederhananya peralatan yang
digunakan tersebut di satu sisi memang memperkecil biaya
penyusutan peralatan, namun di sisi lain hal ini menyebabkan
proses produksi berjalan lambat dan membutuhkan curahan waktu
kerja yang lebih banyak.
Menurut Hernanto (1993), besarnya biaya penyusutan
peralatan dapat dihitung menggunakan metode garis lurus, dengan
pemikiran bahwa peralatan yang digunakan dalam status usaha
akan menyusut dalam besaran yang sama. Metode garis lurus dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Penyusutan : (bulan) ekonomisumur akhir nilai - awal nilai
Biaya bunga modal investasi menempati proporsi pertama,
yaitu sebesar Rp 880.496,95 per bulan atau 62,59% dari jumlah total
biaya tetap seluruhnya. Biaya ini merupakan nilai bunga atas modal
yang dimiliki oleh produsen, walaupun modal tersebut adalah modal
sendiri, yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
B = Biaya Modal Sendiri x r (Suratiyah, 2006)
Dimana :
r = ( i – f ) / ( 1 – f ) (Gray, et al, 1993)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Keterangan :
B = Bunga modal investasi (Rp)
r = Suku bunga riil bulan Oktober 2010 (1,83%)
i = Suku bunga kredit investasi Bank BRI bulan Oktober 2010 (2%)
f = Inflasi bulan Oktober 2010 (0,06%)
Suku bunga yang digunakan dalam perhitungan sebesar
1,83%, berdasarkan suku bunga kredit Bank BRI Britama sebesar 2%
dan inflasi pada bulan Oktober 2010 sebesar 0,06%, karena penelitian
dilakukan pada bulan tersebut. Suku bunga tersebut digunakan untuk
menghitung bunga modal investasi bagi produsen yang tidak
mempunyai pinjaman di bank atau lembaga keuangan lainnya.
Sedangkan bagi produsen yang mempunyai pinjaman di bank
dihitung berdasarkan suku bunga bank atau lembaga keuangan tempat
minjaman, yaitu 0,5 untuk LIPI, 1,8 untuk Danamon, 1,1 untuk BNI
dan 1,05 untuk PNPM Mandiri Pedesaan.
Cicilan pinjaman tiap bulan yaitu sebesar Rp 231.015,56.
Cicilan pinjaman adalah sejumlah uang yang dibayarkan produsen
sebagai konsekuensi dari meminjam sejumlah modal kepada setiap
bank atau lembaga keuangan dalam batas waktu tertentu beserta
bunganya. Sedangkan untuk biaya ijin dari Departemen Kesehatan
produsen rata-rata mengeluarkan sebesar Rp 4.166,67 atau 0,30% dari
rata-rata biaya tetap. Pembayaran ini biasanya dilakukan oleh
produsen 5 tahun sekali, yaitu sebesar Rp 250.000,00, karena ijin
dari Departemen Kesehatan ini diperbaharui setiap 5 tahun sekali.
2) Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar yang besarnya berubah-ubah secara
proporsional sesuai dengan jumlah keripik ketela ungu yang
dihasilkan. Biaya variabel dalam industri keripik ketela ungu meliputi
biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya bahan bakar, biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
pengemasan, biaya transportasi dan biaya tenaga kerja. Rata-rata
biaya variabel pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Rata-rata Biaya Variabel pada Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Jenis Biaya
Variabel Jumlah
Fisik Rata-rata
per Bulan (Rp) Persentase
(%) 1. Bahan baku 7.232 kg 12.911.157,89 48,38 2. Bahan penolong 9.915.685,26 37,16 - Gula pasir 38,58 kg 384.657,89 - Pemanis buatan 90 pcs 90.946,67 - Garam 18 pcs 731,58 - Minyak goreng 1.032,32 kg 9.354.415,79 - Vanili 151 pcs 75.333,33 3. Bahan bakar 1.365.236,84 5,12 - Kayu 185 ikat 829.342,11 - Serbuk gergaji 119 sak 535.894,74 4. Pengemasan 656.281,38 2,46 - Kemasan 2,5 kg 13,40 kg 269.468,75 - Kemasan 5 kg 17,88 kg 362.200,00 5. Tenaga kerja 885.137,11 3,32
- Luar 11 orang 705.612,18 - Dalam 3 orang 179.524,93
6. Transportasi 947.516,34 3,55 7. Listrik 4.863,51 0,02
Jumlah 26.685.878,34 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 4)
Tabel 30 menunjukkan bahwa rata-rata biaya variabel yang
dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu dalam satu bulan
adalah sebesar Rp 26.685.878,34. Besarnya biaya variabel ini
dipengaruhi oleh volume produksi keripik ketela ungu yang
dihasilkan, semakin besar volume produksi maka semakin besar pula
biaya variabel yang dikeluarkan, demikian pula sebaliknya. Biaya
variabel dengan proporsi terbesar dalam industri keripik ketela ungu
di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar berasal dari
biaya bahan baku. Rata-rata biaya untuk bahan baku yang dikeluarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
oleh produsen keripik ketela ungu dalam satu bulan adalah sebesar
Rp 12.911.157,89 atau 48,38% dari jumlah total biaya variabel.
Dalam satu bulan, rata-rata produsen membutuhkan bahan baku
sebesar 7.232 kg. Pengadaan bahan baku ini berasal dari petani
maupun pengepul, dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.771,05/kg.
Biaya bahan penolong menempati urutan kedua, yaitu
37,16% atau sebesar Rp 9.915.685,26 per bulan. Bahan penolong
yang digunakan dalam industri keripik ketela ungu ini adalah gula
pasir, pemanis buatan, garam, vanili dan minyak goreng.
Biaya bahan bakar menempati urutan yang ke tiga setelah
bahan penolong, yaitu sebesar Rp 1.365.236,84 atau 5,12%. Bahan
bakar yang digunakan dalam industri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah kayu
bakar dan serbuk gergaji. Pada awalnya produsen menggunakan
minyak tanah, akan tetapi seiring dengan naiknya harga minyak
tanah yang terus melambung mengakibatkan produsen keripik
ketela tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan akan minyak
tanah. Sehingga produsen mencari alternatif lain yang fungsinya
sama, akan tetapi harganya lebih ekonomis yaitu serbuk gergaji.
Tenaga kerja yang digunakan dalam industri keripik ketela
ungu ini adalah tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Biaya
tenaga kerja ini diperhitungkan sesuai dengan tingkat upah yang
berlaku di daerah penelitian. Rata-rata biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan produsen setiap bulannya adalah Rp 885.137,11 atau
3,32% dari jumlah total biaya variabel. Biaya tenaga kerja keluarga
adalah biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan. Walaupun
demikian, sebagai kompensasi penggunaan tenaga kerja dalam
proses produksi keripik ketela ungu tersebut dinilai menurut
penggunaannya setiap bulan dalam industri keripik ketela ungu
sesuai dengan upah tenaga kerja luar di industri tersebut yaitu
sebesar Rp 1.713,45/jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh produsen keripik
ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
dalam satu bulan adalah sebesar Rp 947.516,34 atau 3,55% dari
jumlah total biaya variabel. Biaya transportasi ini menempati
proporsi kelima dari total biaya variabel yang dikeluarkan oleh
produsen keripik ketela ungu. Biaya transportasi yang dikeluarkan
produsen ini berupa biaya untuk pemasaran dengan menggunakan
mobil pick up. Biaya transportasi ini berupa biaya bahan bakar
mobil dan supir. Tidak ada biaya sewa mobil karena masing-
masing produsen sudah mempunyai mobil sendiri.
Urutan dari biaya variabel selanjutnya adalah biaya
pengemasan, yang menempati proporsi keenam dari total biaya
variabel yang dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Rata-rata
biaya pengemasan yang dikeluarkan selama satu bulan hanya
sebesar Rp 518.417,89 atau 1,96% dari jumlah total biaya variabel.
Pengemasan keripik ketela ungu menggunakan plastik 2,5 kg dan
5 kg. Satuan plastik adalah kilogram, dimana untuk 1 kg plastik
ukuran 2,5 kg berisi 40 lembar dan 20 lembar untuk ukuran 5 kg.
Biaya variabel terkecil yang dikeluarkan oleh produsen
keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar adalah biaya listrik. Rata-rata biaya listrik yang
dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu selama satu bulan
adalah sebesar Rp 4.863,51 atau 0,02% dari jumlah total biaya
variabel. Biaya listrik tersebut dihitung dengan rumus :
R = Jam nyala x Daya tersambung x Biaya Pemakaian
Rumus diatas adalah rumus yang digunakan untuk
menghitung besarnya biaya tagihan listrik sesuai dengan
perhitungan PLN. Dimana R merupakan rekening yang
dibebankan, jam nyala adalah lamanya alat listrik digunakan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
satuan jam, daya tersambung adalah besarnya daya alat listrik yang
digunakan dalam satuan kilo volt ampere (kVA) dan biaya
pemakaian adalah biaya tarif dasar listrik (TDL) untuk tiap kWA.
Tarif Dasar Listrik yang digunakan adalah tarif dasar listrik untuk
keperluan rumah tangga dengan daya 900 VA, yaitu sebesar
Rp 495,00. Biaya listrik yang dikeluarkan per bulan hanya sedikit,
hal ini karena industri keripik ketela ungu tidak menggunakan
peralatan listrik yang banyak, yaitu hanya pompa air dan mesin
pemotong ketela bagi produsen yang menggunakan.
3) Biaya Total
Biaya total dalam industri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar merupakan
hasil dari penjumlahan seluruh biaya tetap dan biaya variabel yang
dikeluarkan selama proses produksi keripik ketela ungu. Besarnya
rata-rata biaya total untuk proses produksi keripik ketela ungu
selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 31 berikut :
Tabel 31. Rata-rata Biaya Total pada Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Jenis Biaya Rata-rata per Bulan (Rp)
Persentase (%)
1. Biaya tetap 1.406.803,56 5,01 2. Biaya variabel 26.685.878,34 94,99
Jumlah 28.092.681,90 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 5)
Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya
total per bulan yang dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu
di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah
sebesar Rp 28.092.681,90. Biaya terbesar yang dikeluarkan dalam
industri keripik ketela ungu berasal dari biaya variabel yaitu
sebesar Rp 26.685.878,34 atau 94,99% dari biaya total seluruhnya.
Sedangkan rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh produsen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
keripik ketela ungu adalah sebesar Rp 1.406.803,56 atau 5,01%
dari biaya total seluruhnya.
b. Penerimaan
Penerimaan agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar merupakan perkalian antara
total keripik ketela ungu yang diproduksi dengan harga keripik ketela
ungu per kilogram. Tabel 32 berikut menunjukkan penerimaan
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar :
Tabel 32. Rata-rata Penerimaan Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Kemasan Jumlah (kg)
Harga/kg (Rp)
Rata-rata Penerimaan per Bulan
(Rp)
Persentase (%)
1. 2,5 kg 1.340 12.000,00 16.010.437,50 44,06 2. 5 kg 1.752 11.721,43 20.330.142,86 55,94
Jumlah 36.340.580,36 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 6)
Tabel 32 menunjukkan bahwa rata-rata total penerimaan pada
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar Rp 36.340.580,36 per bulan.
Penerimaan tersebut berasal dari dua kemasan yang berbeda. Kemasan
yang paling banyak adalah kemasan 5 kg, dengan rata-rata penerimaan
per bulan sebesar Rp 20.330.142,86 atau 55,94%. Sedangkan kemasan
2,5 kg sebesar Rp 16.010.437,50 atau 44,06%. Lebih banyaknya
penerimaan dari kemasan 5 kg karena produsen lebih banyak
menerima permintaan dari konsumen untuk kemasan tersebut. Harga
yang ditawarkan produsen keripik ketela ungu kepada konsumen lebih
murah dari yang kemasan 2,5 kg jika dihitung per kilogramnya,
sehingga permintaan untuk kemasan 5 kg lebih banyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
c. Keuntungan
Keuntungan yang diperoleh dari agroindustri keripik ketela
ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total. Untuk
mengetahui keuntungan industri keripik ketela ungu dapat dilihat dari
Tabel 33 di bawah ini :
Tabel 33. Rata-rata Keuntungan pada Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Uraian Rata-rata per Bulan (Rp) 1. Penerimaan 36.340.580,36 2. Biaya total 28.092.681,90
Keuntungan 8.247.898,46
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 7)
Tabel 33 menunjukkan bahwa dengan penerimaan
Rp 36.340.580,36 dan biaya total yang dikeluarkan sebesar
Rp 28.092.681,90, maka keuntungan yang diterima produsen rata-rata
per bulan sebesar Rp 8.247.898,46. Biaya yang benar-benar dikeluarkan
oleh produsen keripik ketela ungu secara nyata adalah biaya bahan baku,
bahan penolong, bahan bakar, pengemasan, tenaga kerja luar, biaya
transportasi, listrik, Departemen Kesehatan dan cicilan pinjaman. Jika
menggunakan pendekatan opportunity utilitas sumber daya manusia,
biaya tenaga kerja keluarga ditambahkan dalam rata-rata keuntungan,
sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp 8.427.423,39. Sedangkan
biaya penyusutan peralatan, biaya bunga modal investasi, tenaga kerja
keluarga dalam industri keripik ketela ungu ini tidak dikeluarkan secara
nyata oleh produsen. Sehingga jika dihitung menggunakan pendekatan
pendapatan, maka pendapatan yang diperoleh produsen keripik ketela
ungu secara nyata adalah sebesar Rp 9.599.044,73 per bulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
d. Profitabilitas
Berdasarkan keuntungan yang diperoleh, maka dapat diketahui
profitabilitas atau tingkat keuntungan dari agroindustri keripik ketela ungu
di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Profitabilitas
merupakan hasil bagi antara keuntungan usaha dengan penerimaan yang
dinyatakan dalam persen. Untuk mengetahui besarnya profitabilitas dari
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 34 berikut ini :
Tabel 34. Profitabilitas pada Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Uraian Rata-rata per Bulan (Rp) 1. Keuntungan 8.247.898,46 2. Penerimaan 36.340.580,36
Profitabilitas (%) 23,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 8)
Tabel 34 menunjukkan bahwa profitabilitas atau tingkat
keuntungan dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar rata-rata sebesar 23,00%. Hal
ini berarti agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini menguntungkan. Setiap
modal sebesar Rp 100,00 yang diinvestasikan akan diperoleh
keuntungan sebesar Rp 23,00. Industri keripik ketela ungu ini termasuk
dalam kriteria menguntungkan karena memiliki nilai profitabilitas
lebih dari nol.
2. Risiko Usaha
Risiko adalah kemungkinan terjadinya kondisi merugi sebagai
suatu hasil atau akibat yang dapat diketahui kemungkinannya. Saat ini
dunia usaha menghadapi masa-masa yang penuh dengan risiko dan
ketidakpastian, begitu pula dengan agroindustri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Untuk itu, sangat
penting bagi produsen keripik ketela ungu untuk mengetahui sejauh mana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
modal yang ditanam akan memberikan keuntungan dan bagaimana risiko
yang harus ditanggung produsen keripik ketela ungu dalam menjalankan
usahanya.
Hubungan antara risiko dan keuntungan dapat diukur dengan
koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien variasi
merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung dengan
jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal
yang ditanamkan dalam proses produksi. Semakin besar nilai koefisien
variasi menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung semakin besar
dibanding dengan keuntungannya. Sedangkan batas bawah keutungan (L)
menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima
oleh pengusaha (Hernanto, 1993).
Untuk mengetahui besarnya risiko usaha dan batas bawah
keuntungan dapat dilihat pada Tabel 35 berikut ini :
Tabel 35. Risiko Usaha dan Batas Bawah Keuntungan pada Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Uraian Rata-rata 1. Keuntungan (Rp) 8.247.898,46 2. Simpangan baku (Rp) 7.647.470,03 3. Koefisien variasi 0,93 4. Batas bawah keuntungan (Rp) -7.047.041,60
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 8)
Berdasarkan Tabel 35 dapat diketahui keuntungan rata-rata yang
diterima oleh produsen agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dalam satu bulan adalah sebesar
Rp 8.247.898,46. Dari perhitungan keuntungan tersebut, maka dapat
diketahui besarnya simpangan baku industri keripik ketela ungu, yaitu
sebesar Rp 7.647.470,03. Simpangan baku merupakan besarnya fluktuasi
keuntungan yang diperoleh, sehingga dapat dikatakan bahwa fluktuasi
keuntungan industri keripik ketela ungu berkisar Rp 7.647.470,03.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Besarnya koefisien variasi sebesar 0,93 dan batas bawah keuntungan
sebesar Rp. -7.047.041,60. Dari nilai koefisien variasi dan nilai batas bawah
keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar 0,93 atau lebih besar dari 0,5
dan batas bawah keuntungan bernilai negatif (L < 0), maka dapat dinyatakan
bahwa usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar memiliki peluang untuk mengalami kerugian. Hal
ini berarti usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menanggung beberapa risiko.
Risiko usaha yang dihadapi oleh usaha agroindustri keripik ketela
ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dalam
menjalankan usahanya yaitu kenaikan harga bahan penolong berupa minyak
goreng dan gula (risiko harga), ketersediaan dan kualitas bahan baku serta
tenaga kerja (risiko produksi), dan persaingan harga output (risiko pasar).
a. Risiko Harga
Kenaikan harga bahan minyak goreng dan gula yang tidak diikuti
kenaikan harga jual keripik ketela ungu (harga output) menyebabkan
penerimaan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar berkurang. Kenaikan harga
bahan penolong berupa minyak goreng yaitu dari harga Rp 8.500,00/kg
naik menjadi Rp 8.900,00/kg – Rp 9.200,00/kg dan gula yang naik dari
harga Rp 8.500,00/kg menjadi Rp 9.000,00/kg – Rp 10.500,00/kg.
Terjadinya kenaikan harga ini dapat mempengaruhi tingkat keuntungan
yang diterima produsen.
b. Risiko Produksi
Risiko kedua yang harus dihadapi oleh usaha agroindustri keripik
ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah
risiko produksi, di mana risiko ini terjadi dalam proses produksi.
Banyaknya produsen keripik ketela ungu yang terdapat di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, menyebabkan banyaknya
permintaan akan bahan baku ketela ungu tersebut. Meskipun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu sentra produksi ketela
ungu di Jawa Tengah, akan tetapi ketersediaan ketela ungu untuk
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar belum tercukupi.
Dalam memilih bahan baku, produsen juga harus memperhatikan
kualitas, jika kualitas bahan baku yang digunakan dalam produksi keripik
ketela ungu kurang baik maka kualitas keripik yang dihasilkan juga
kurang memuaskan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
menurunnya permintaan konsumen akan keripik ketela ungu.
Tenaga kerja yang menjadi risiko dalam usaha ini adalah
tenaga kerja luar. Hubungan kekeluargaan yang terjalin antara tenaga
kerja dan pemilik industri keripik ketela ungu tersebut mengakibatkan
kurang adanya profesionalitas para tenaga kerja. Sebagian besar tenaga
kerja luar yang bekerja pada industri keripik ketela ungu tersebut
berasal dari desa setempat maupun desa tetangga. Pada saat musim
hajatan, beberapa tenaga kerja meminta libur dengan alasan membantu
tetangga yang sedang hajatan tersebut, bahkan beberapa produsen
sampai menghentikan proses produksinya karena semua tenaga kerja
meminta libur dengan alasan yang sama. Akibatnya proses produksi
keripik ketela ungu menjadi terhambat.
c. Risiko Pasar
Risiko pasar terjadi karena adanya persaingan harga keripik ketela
ungu dari produsen keripik ketela ungu lain. Para konsumen lebih
memilih keripik ketela ungu dengan harga yang lebih murah dengan
kualitas yang sama.
Adanya risiko-risiko diatas akan dapat mempengaruhi tingkat
keuntungan yang diterima produsen keripik ketela ungu, maka untuk
mengantisipasi hal tersebut, produsen melakukan beberapa tindakan atau
langkah antisipasi untuk mengatasi atau setidaknya meminimalisir
kemungkinan terjadinya risiko-risiko yang telah disebutkan diatas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Langkah-langkah antisipasi yang dilakukan produsen berkaitan dengan
adanya risiko-risiko di atas antara lain :
a. Risiko Harga
Langkah antisipasi yang dilakukan produsen keripik ketela ungu
untuk mengantisipasi kenaikan harga gula pasir ini adalah dengan
menambahkan pemanis buatan. Akan tetapi untuk mengantisipasi
kenaikan harga minyak goreng, sampai saat ini produsen hanya bisa
pasrah, karena fungsi minyak goreng tidak dapat digantikan dengan
produk lain. Dan penggunaan minyak goreng tersebut juga tidak dapat
dikurangi, ukuran minyak goreng yang digunakan untuk setiap kali
produksi sudah disesuaikan dengan banyaknya bahan baku ketela ungu.
Selain itu minyak goreng tersebut juga tidak digunakan berulang-ulang,
karena jika itu dilakukan maka akan mengakibatkan keripik ketela ungu
yang dihasilkan terasa “lekak”.
b. Risiko Produksi
Kualitas bahan baku ketela ungu yang kurang baik akan
mengakibatkan keripik ketela ungu yang dihasilkan juga kurang baik.
Untuk mengatasi risiko tersebut, produsen harus benar-benar
memperhatikan kondisi fisik ketela ungu. Produsen lebih mengutamakan
bahan baku yang berasal dari Kabupaten Karanganyar, karena kualitasnya
lebih baik dibandingkan ketela ungu yang berasal dari luar Kabupaten
Karanganyar.
Dalam upaya menghadapi terbatasnya ketersediaan bahan baku
ketela ungu dari Kabupaten Karanganyar, produsen mencari ketela ungu
hingga ke luar Kabupaten Karanganyar, seperti ke daerah Magetan,
Ngawi, hingga Bandung. Sedangkan untuk mengatasi kendala tenaga
kerja, produsen hanya memaksimalkan penggunaan tenaga kerja yang
tersisa dan tenaga kerja keluarga, sehingga proses produksi keripik ketela
ungu tetap berjalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
c. Risiko Pasar
Banyaknya produsen keripik ketela ungu yang terdapat di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, mengakibatkan
persaingan harga keripik ketela ungu di pasaran. Untuk mengatasi risiko
tersebut, produsen harus pintar-pintar mencari lokasi pemasaran yang
belum dijamah produsen lain. Dengan memasarkan ke luar kota hingga ke
luar pulau seperti Kalimantan, akan memperkecil risiko persaingan harga
yang dihadapi produsen.
3. Efisiensi Usaha
Efisiensi usaha pada usaha agroindustri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dihitung dengan
menggunakan R/C ratio, yaitu perbandingan antara penerimaan dan biaya
yang dikeluarkan. Besar efisiensi usaha usaha agroindustri keripik ketela
ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat
pada Tabel 36 berikut ini :
Tabel 36. Efisiensi Usaha Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No. Uraian Rata-rata per Bulan (Rp) 1. Penerimaan 36.340.580,36 2. Biaya total 28.092.681,90
R/C ratio 1,29
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 8)
Tabel 36 menunjukkan bahwa agroindustri keripik ketela ungu di
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini telah efisien, yang
ditunjukkan dengan rata-rata nilai efisiensi yang lebih dari satu, yaitu 1,29,
ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam suatu
kegiatan usaha memberikan penerimaan sebesar 1,29 kali dari biaya yang
telah dikeluarkan. Sebagai contoh, dalam industri keripik ketela ungu,
produsen mengeluarkan biaya sebesar Rp 10.000,00 maka produsen akan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 12.900,00. Dari sini terlihat bahwa
rata-rata penerimaan yang diperoleh produsen keripik ketela ungu ternyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
telah mampu menutup biaya total yang dikeluarkan dalam industri keripik
ketela ungu.
H. Peran Pemerintah
Pemerintah memiliki peran terhadap kemajuan usaha agroindustri
keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.
Pada tahun 2000 lalu, pemerintah Kabupaten Karanganyar melalui Dinas
Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Karanganyar
memberikan bantuan peralatan berupa mesin pemotong ketela, akan tetapi
hanya beberapa produsen keripik ketela ungu yang menerimanya. Pemberian
mesin penggiling tersebut tidak secara cuma-cuma, akan tetapi produsen harus
membayar dengan cara diangsur selama 5 tahun tanpa bunga.
I. Prospek Usaha
Industri pembuatan produk keripik ketela ungu dianggap sebagai usaha
yang cukup potensial untuk dikembangkan lebih lanjut, mengingat usaha ini
mudah untuk dijalankan, hanya membutuhkan keterampilan dalam proses
produksi dan secara teknis tidak membutuhkan keahlian yang tinggi. Industri
keripik ketela ungu di Kabupaten Karanganyar hanya dapat ditemui di
Kecamatan Tawangmangu. Menghadapi peluang pasar keripik ketela ungu
yang makin baik dan meluas maka harus didukung dengan sistem pemasaran
yang baik agar produk keripik ketela ungu dapat lebih dikenal oleh
masyarakat umum. Pemasaran melalui pedagang besar diharapkan dapat lebih
meningkatkan volume penjualan keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.
Persaingan antar produsen keripik ketela ungu dalam memperoleh
pangsa pasar yang luas memaksa produsen untuk mengeluarkan strategi
khusus mengenai produknya, baik dari segi harga maupun kualitasnya. Dari
sisi harga, produsen harus berani bersaing dengan menetapkan harga yang
rendah sebagai akibat dari tingginya tingkat persaingan untuk memperoleh
pangsa pasar yang luas. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap besarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
keuntungan yang diterima oleh masing-masing produsen keripik ketela ungu
di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Selain itu produsen
juga harus mempertahankan kualitas keripik ketela ungu yang dihasilkan,
salah satunya dengan cara memilih bahan baku ketela ungu yang berkualitas
baik, seperti berkulit mulus dan tidak terdapat bercak-bercak hitam.
J. Pengujian Hipotesis
1. Hipotesis yang pertama terbukti yaitu usaha agroindustri keripik ketela ungu
di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menguntungkan. Hal
ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
keuntungan yang diperoleh usaha keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar Rp 8.247.898,46 per bulan
dan profitabilitas 23,00%. Nilai profitabilitas yang lebih dari nol berarti usaha
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar menguntungkan.
2. Hipotesis yang kedua terbukti yaitu usaha agroindustri keripik ketela ungu
di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menanggung risiko.
Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
nilai koefisien variasi sebesar 0,93 atau (CV > 0,5) dan batas bawah
keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar Rp -7.047.041,60 atau
bernilai negatif (L < 0), maka dapat dinyatakan bahwa usaha agroindustri
keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
memiliki peluang untuk mengalami kerugian. Hal ini berarti usaha
agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar menanggung risiko.
3. Hipotesis yang ketiga terbukti yaitu usaha agroindustri keripik ketela ungu
di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar telah efisien. Hal ini
dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa efisiensi
usaha pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar 1,29. Angka ini menunjukkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar yang dijalankan telah efisien yang ditunjukkan
dengan besarnya nilai R/C rasio yang lebih dari satu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis usaha agroindustri keripik
ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang telah
dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Biaya total rata-rata agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah sebesar Rp 28.092.681,90
per bulan. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 36.340.580,36
per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen keripik
ketela ungu adalah sebesar Rp 8.247.898,46 per bulan. Sedangkan
profitabilitas agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah sebesar 23,00%, yang
berarti industri keripik ketela ungu menguntungkan.
2. Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar memiliki nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0,93 dan nilai
batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp -7.047.041,60. Nilai koefisien
variasi yang lebih dari 0,5 dan nilai batas bawah keuntungan bernilai
negatif (kurang dari 0) menunjukkan bahwa usaha agroindustri keripik
ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memiliki
peluang untuk mengalami kerugian. Hal ini berarti usaha agroindustri
keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
menanggung risiko.
3. Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar mempunyai nilai efisiensi lebih dari satu, yaitu sebesar 1,29
sehingga dapat dikatakan bahwa usaha industri keripik ketela ungu ini
telah efisien. Setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha
industri keripik ketela ungu memberikan penerimaan sebesar 1,29 kali dari
biaya yang telah dikeluarkan.
91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan demi
kemajuan agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar antara lain sebagai berikut :
1. Untuk produsen Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
a. Dalam persaingan harga, sebaiknya produsen memakai harga yang telah
disepakati semua produsen keripik ketela ungu yang ada di Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, sehingga terhindar dari
persaingan pasar yang tidak sehat.
b. Untuk perluasan pasar, produsen dapat memasarkan keripik ketela ungu
ke pasar modern (swalayan).
c. Produsen hendaknya berhati-hati dalam penggunaan pemanis buatan
(sakarin) agar tetap sesuai dengan standar pemakaian, sehingga keripik
ketela ungu yang dihasilkan tetap aman dikonsumsi.
2. Untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar
Untuk meningkatkan keuntungan usaha industri keripik ketela
ungu, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar sebaiknya memberikan
penyuluhan atau pembinaan kepada para produsen keripik ketela ungu
tentang diversifikasi produk keripik ketela ungu dalam kemasan (lebih
menarik), bentuk (kotak atau segi tiga) atau rasa yang lain, seperti pedas
atau asin sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk.