MODEL SOLUSI PENDIRIAN RUMAH IBADAH GEREJA BATAK
KARO PROTESTAN DI PERUMAHAN VILA PAMULANG KOTA
TANGERANG SELATAN : Memelihara Hubungan Toleransi Masyarakat
Beda Agama
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Wahyu Vebry Putra
NIM: 11140321000007
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
LEMBARPERSETUJUAN
MODEL SOLUSI PENDIRIAN RUMAII IBADAH GEREJA BATAK
KARO PROTESTAN DI PERI]MAHAN \TLA PAMULANG KOTA
TANGERANG SELATAN : MemeliharallubunganToleransi Masyarakat
Beda Agama
Skipsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
NIM: 11140321000007
Prof. Dr, H.M. Ridrvanlubis. MANIDK: 88212 800 18
PROGRAM STI'DI AGAMA-AGAMA
FAKI]LTAS USHULI]DDIN
IINIVERSITAS ISLAM NEGERI (TIIN)SYARIF' HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
Pembimbing
LEMBAR PERNYATAAN
Yang benandatangan di bawah ini:
Nama
NIM
Fakultas
Jurusan/prodi
Judul Skripsi
Wahlu Vebry Putra
11140321000007
Ushuluddin
Studi Agama-agama
"Model Solusi Pendirian Rumah Ibadah Gereja Karo
Batak Protestan di Perumahan Villa Pamulang Kota
Tangerang Selatan: Memelihara Hubungan
Masyarakat Beda Agama"
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
I . Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Stara Satu (S-1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia
menerima sarksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakdrta.
15 October 2019
Wahyu Vebry Putra
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Sklipsi berjudul 'fodel Solusi Pendirian Rumah Ibadah Gereja Karo Batak
Protestan di Perumahan Yilla Pamulang Kota Tangegarang Selatan:
Nllemelihara Hubungan N'lasyarahat Betla Agama telah diujikan tlalatn sidang
munaqasyah Fakultas Ushuluddin Uin Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
24 Jttni 2019. skripsi ini telah diterima scbagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Agarna (S Ag ) Program Strata Satu (S-1) pada jurusan Studi Agama-
Agarna
Jakarta, 15 October 2019
Panitia Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretads Merar.rgkap Anggota,
Lisfh Sentosa Ars),ah. iv{ A
NrP. 19750506 200501 2 0031 005
Hennay'vati. MA
19541226 198603 2 002
Anggota,
Drs.
NIP.
llroi-Dt -H.14-Bidwan-Luhis-MeNIDK. 88212 800 t3
t
r10t9q70i
Pengu.ji I, Penguji lI,
siti
ABSTRAK
WAHYU VEBRY PUTRA. ,'Moclel Solusi pendirian Rumah Ibatlah GerejaKaro Batak Protestan di perumahan Villa pamularg l<on hrg"gorang Selatan :Memelihara Hubungan Masyarakat Beda Agama" Stipu. rutu.tu, Jurusan StudiAgama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sy-anf Hidayaiuttut lutunu, ZOIS.
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah untuk mengetahuisecara pasti apa alasan masyarakat malakukan penolakan terhadap d;i;;;bangunan Gereja Batak Karo protestan di daerah pelumaian vitta pamulang KotaTangerang Selatan dan Bagaimana solusi autu,, p"ry"t"rlian permasalahan antarapihak masyarakat perumahan Villa pamulang i"r.*-prfr* Gereja Batak KaroProtestas.sehingga terwujudnya sebuah komiro-i1"t,,i" kelompok Muslim danKristen di Perumahan Villa pamulang Kota Tangerang Selatan
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) yangbersifat kualitatif Sumber dita dan'infonnuri yu'ng i"n"iir dapatkan dari proseswawancara langsung maupun dari. buku_bukr1 jtilal, dan artikel yang sesuaidengan tema dan judul yang dibahas. penelitiai irrl -,,.rggrrut-
pendekatanyaitu pendekatan Sosiologis. penulis berusahu untuf. ."";"fu.kan hasii p;;;lii;berdasarkan pengamatan vang relah penulis Iakukan -rlfu,nu
beberapa hari diCereja Batak Karo protesran aip.-rnut rn Vilf. prrri^rg.Hasil da_ri penelitian ini adalah mengetahui bagaimana alasan masyarakatVilla Pamulang menolak adanya bangun"", C".";"-S"r"k Karo protestan diPerumahan Villa pamulang Ko.ta Tangering S.tutan'fung Outam permasalahan inialasan masyarakat monalak dikamafan U"U.."p" il;f;rg dirasa oleh pihakmasyarakat telah menyalahi aturan, yang pertama jumlal-lamaah yang semakinterus bertambah, kedua p"rggrnuun ..Ol*r* gl."j,
-yung seharunya hanya
,diryrbglghkan hari minggu namun pihak-g"*.;u'r"#ggrnukannya setiap hari,ketiga lokasi gereja berada ditengah.perumaL"r;d;;;; yang keempat adanyasikap arogan dari pihak gerejalerhadap -;;y";;;.;;ain atasan penolakanwarga- terhadap Gereja Batak Karo protestan penelitian ini juga berusaha untukmenjelaskan bagimana solusi, yang dilak-ukan ""t"." pifr"t masyarakat dengan
tTL ,"r."1, untuk menyelesaiian permasar"f,- '[rr"urt dimana dalammenyelesa (an permasalahan Gereja Batak Karo protestan a"ngur, _u.yu.ukut,solusi yang dilakukan antara pihak g"r"ju d"rg* .u.yuiakat perumahan VillaPamulang adalali dengan musyawarah.
Kata Kunci : Model Solusi pendirian Rumah Ibadah
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
Model Solusi Pendirian Rumah Ibadah Gereja Karo Batak Protestan di
Perumahan Villa Pamulang Kota Tangegarang Selatan : Memelihara Hubungan
Masyarakat Beda Agama di Perumahan Villa Pamulang disusun guna memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu, Jurusan Studi
Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi yang jauh dari
sempurna ini tidak akan dapat selesai tanpa adanya dukungan dan banyak pihak
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada:
1. Kedua Orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasihat,
motivasi, saran, dukungan dan dorongan moril maupun materil. Semoga
ananda dapat membalas semua perjuangan Ayahanda Tarlan Subarno dan
Ibunda Nurlina. Beserta Adek tersayang Wandy Rizky Pangestu yang telah
memberikan semangat, dukungan, doa dan keceriaan.
2. Bapak Drs. Dadi Darmadi, MA, sebagai dosen Pembimbing Akademik yang
selalu memberikan pencerahan dan arahan dalam membimbing pembuatan
proposal skripsi sampai selesai.
3. Bapak Prof. Dr. M. Ridwan Lubis, MA. sebagai dosen pembimbing yang
selalu meluangkan waktu serta kesabaran memberikan arahan dan bimbingan
sehingga membuka cakrawala berpikir dan nuansa ilmu yang baru.
4. Bapak Syaiful Azmi, MA., selaku Kepala Jurusan Studi Agama-Agama dan
Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA., selaku Sekertaris Jurusan Studi Agama-
vi
Agama yang memberikan arahan serta motivasi yang luar biasa kepada
penulis dan selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswa/i dengan baik.
5. Seluruh dosen Studi Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu
dan pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.
6. Seluruh jajaran pimpinan dan staff Fakultas Ushuluddin atas bantuan dalam
persiapan pelaksanaan seminar proposal dan ujian komprehensif.
7. Ibu Sembiring selaku pimpinan Gereja Batak Karo Protestan di Perumahan
Villa Pamulang dan Ibu Ratna selaku Pendeta Gereja Batak Karo Protestan
yang telah berkenan memberikan izin penelitian sekaligus menjadi
narasumber untuk melengkapi isi skripsi.
8. Sahabat-sahabat terbaik penulis yang selalu memberikan semangat untuk ke
perpustakaan dan menulis skripsi hingga selesai Siti Pheunna Tiara Hati,
Muhammad Wahyu, Ridwan Efendi, Salwa Anwar, Zikri Sulthoni,
Muhammad Samtoni, Binna Ridhatul Shaumi, Qonita, Nur Afifah, Eka
Sulistya Ningsih dan Teti Eliza. Kebaikan dan kekonyolan kalian akan selalu
penulis ingat sampai tua nanti.
9. Kelurga Gibah: Muhammad Wahyu, Ridwan Efendi, dan Salwa Anwar
terimakasih sudah bersedia mendengarkan keluh kesah dan selalu
memberikan semangat kepada penulis hingga skripsi selesai. dan terima kasih
sudah mengajarkan arti Gibah yang sesunguhnya.
10. Farid Ulumuddin, Guntur Wibowo dan Afifudin Al-amin sebagai teman satu
kost yang selalu menemani dari awal kuliah hingga lulus, terimakasih banyak
atas doa, dukungan, motivasi, kebersamaan serta dorongan yang telah
diberikan.
11. PC IPNU Tangerang Selatan, terimakasih banyak atas keceriaan yang selalu
diberikan selama berada di ciputat.
12. Seluruh teman-teman Studi Agama-Agama angkatan 2014 terimakasih kalian
sudah memberikan warna kehidupan di Fakultas Ushuluddin.
13. Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan tanpa mengurangi
rasa hormat. Terimakasih banyak.
vii
Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kekurangan dan
keterbatasan, penulis menyadari bahwa penelitian ini mungkin masih banyak
kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis mengharapkan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak
dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak. Semoga Allah SWT
memberikan keberkahan kepada kita semua. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 15 October 2019
Wahyu Vebry Putra
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………...i
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………....ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN…………………………………………....iii
ABSTRAK………………………………………………………………………iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………….v
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...viii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...x
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………....1
A. Latar Belakang……………………………………………………………1
B. Rumusan masalah…………………………………………………………9
C. Tujuan dan Manfaat penelitian…………………………………………..10
D. Tinjauan Pustaka………………………………………………………....11
E. Metodologi Penelitian…………………………………………………....13
F. Sistematika Penulisan………………………………………………….....16
BAB II GAGASAN PENDIRIAN RUMAH IBADAH GBKP……………......17
A. Latar Belakang Gagasan Pendirian Rumah Ibadah……………………....17
B. Kondisi Demografi Kawasan………………………………………….....18
C. Gagasan Pendirian GBKP……………………………………………......22
D. Riwayat Jamaat GBKP……………………………………………….......24
BAB III KELENGKAPAN PERSARATAN PENDIRIAN RUMAH
IBADAH………………………………………………………………………...25
A. Data Kepemilikan………………………………………………………..25
B. Dukungan Masyarakat…………………………………………………...27
C. Fungsi dan Bentuk Komunikasi Sosial…………………………………..28
D. Ketentuan Peraturan Pemerintah………………………………………...30
ix
E. Respon Pemerintah Kota……………………………………………….32
BAB IV KONTROVERSI PENDIRIAN GEREJA BATAK KARO
PROTESTAN…………………………………………………………………..37
A. Status lahan Pendirian Rumah Ibadah………………………………….37
B. Proses Pendekatan Kemasyarakat……………………………………....39
C. Alasan Penolakan Masyarakat…………………………………………..41
D. Dinamika Pembangunan Rumah Ibadah GKBP………………………..43
E. Telaah Terhadap akar Konflik…………………………………………..46
F. Solusi Konflik…………………………………………………………...50
BAB V PENUTUP ……………………………………………………………52
A. Kesimpulan……………………………………………………………...52
B. Saran ……………………………………………………………………53
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………55
LAMPIRAN …………………………………………………………………...59
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Lembar Pernyataan Wawancara dengan Ibu Sembiring,
Lembar Pernyataan Wawancara dengan Ibu Dian
Lembar Pernyataan Wawancara dengan Bapak Fidon
Lembar Pernyataan Wawancara dengan Bapak KH. Hasan Mustofi
Lembar Pernyataan Wawancara dengan Bapak Nur Hasan
Lampiran II : Dokumentasi
Lampiran III : Dokumentasi
Lampiran IV: Permohonan Bimbingan Skripsi
Lampiran V: Surat Izin Penelitian Skripsi
Lampiran VI: Hasil Ujian Proposal Skripsi
Lampiran VII: Hasil Ujian Komprehensif
Lampiran VIII: Sertifikat OPAK
Lampiran IX: Sertifikat KKN
Lampiran X: Hasil Ujian Toefl dan Toafl
1
BAB I
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia sebagaimana yang diketahui terdiri dari berbagai
suku, ras budaya dan agama. Diantaranya adalah agama Islam, Katholik,
Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Agama di Indonesia memegang
peranan penting dalam kehidupan masyarakat, hal ini dinyatakan dalam
ideologi Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan Undang-
Undang Dasar Negara yang berada dalam pasal 29 ayat 2 yaitu “Negara
Menjamin Kemerdekaan Tiap-Tiap Penduduk Untuk Memeluk Agamanya,
dan Peribadatan Menurut Agamanya Dan Kepercayaan yaitu.”1
Dilihat dari segi kenyataan sosial dan budaya, bangsa Indonesia
Merupakan bangsa yang religius, bangsa yang agamis, bangsa yang percaya
pada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari kehadiran dan perkembangan agama-agama besar, seperti
Islam, Buddha, Hindu, Kristen, Konghucu. Semua agama tersebut hidup dan
tumbuh subur di Indonesia dengan jumlah pemeluk yang bervariasi2.
1Undang-undang dasar, pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Ketetapan
MPR No.11/MPR/1997/. Garis-garis besar haluan Negara (ketetapan MPR No.
11/MPR/1983), Sekretaris Negara Republik Indonesia. 2Harsja W.Bachtiar, Agama dan Perubahan Sosial di Indonesia dalam buku Kajian
Agama Dan Masyarakat (Jakarta:Departemen Agama RI Badan Penelitian dan
Pengembangan Agama,1993),h.168.
2
Di Indonesia penduduk Islam sekitar 200 juta orang, dari 245 juta total
jumlah penduduk itu memiliki 250 ribu masjid dan 550 ribu musala/langgar,
jadi totalnya 800 ribu. Itu artinya setiap 250 umat Islam ada satu rumah
ibadah, itu luar biasa banyaknya di dunia. Tidak akan kita jumpai di negara
lain. Agama Kristen juga begitu, misalnya gereja Kristen/ Katolik pada 2004,
terdapat 50 ribu gereja, mungkin sekarang sudah 60 ribu. Itu dengan
penduduk 30 juta orang, artinya setiap 500 penduduk ada satu rumah ibadah,
dan jika ditambah dengan gereja yang kecil yang jumlahnya 150 ribu, berarti
setiap 220 orang ada satu rumah ibadah. Indonesia sendiri merupakan negara
yang memiliki masjid terbanyak di dunia. Namun yang perlu diingat dari itu
adalah,, bahwah pertumbuhan gereja lebih pesat daripada masjid. Dalam
kurun waktu 27 tahun, dari tahun 1977-2004, pertumbuhan gereja sebanyak
131 persen, sementara masjid 64 persen.3
Pertumbuhan rumah Ibadah di Indonesia sangat pesat karena
keberagaman kita yang sangat tinggi. Inilah yang sebenarnya memberikan kita
suatu kekuatan, bahwa Indonesia ini merupakan suatu bangsa yang sangat
plural sekaligus sama kuatnya di antara masing-masing agama.
3HM. Jusuf Kalla, Harmoni dan Damai Dalam Perbedaan (Jakarta: Grafindo Books
Media ,2013).h.24-25
3
Dengan adanya pluralitas dalam segi agama, maka semua kelompok
agama berupaya mengekspresikan keberagamaan yang menjadi keyakinan
agama masing-masing ekspresi keberagamaan itu menjadi sebuah indikasi
atau penanda adanya suatu penganut suatu agama di daerah tertentu. Tempat
yang dimaksud tersebut adalah rumah ibadah. Rumah ibadah menjadi
kebutuhan yang mendasar bagi semua umat beragama yang keberadaanya
tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan masing-masing agama.
Berbicara mengenai konteks budaya, rumah ibadah bagi masyarakat
Indonesia bukan hanya dimaknai sekedar simbol keagamaan saja, tetapi juga
sebagai sebuah aktualisasi bukti kehadiran tiap-tiap pemeluk keyakinan umat
beragama sehingga keberadaan rumah ibadah sering menimbulkan persepsi
yang berkaitan dengan aspek kehidupan sosial.4 Diantaranya persoalan yang
dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Jika keresahan dalam
masyarakat ini dibiarkan terus berlarut-larut dan tidak dilakukan suatu
penanganan maka akan menimbulkan suatu masalah konflik. Masalah yang
timbul dan hampir sering dijumpai oleh setiap pemeluk agama adalah tentang
perizinan mendirikan rumah ibadah yang hampir selalu menjadi persoalan di
seluruh wilayah Indonesia.
Masalah izin, menjadi titik bidik pertama bagi pihak-pihak yang
keberatan dengan keberadaan rumah ibadah tertentu, sehingga yang kemudian
terjadi adalah kerukunan terusik, kemudian konflik antar warga terjadi. Dalam
4Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
Republik Indonesia (Jurnal Harmoni, Vol. IX, No 33, Januari-Maret 2010),h.5.
4
rumusan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negri No 9
dan 8 Tahun 2006 yang salah satunya mengatur tentang pendirian rumah
ibadah. Pada pasal 13 sampai pasal 20 Peraturan Bersama tersebut
memberikan legalisasi terhadap rencana pemberian izin pendirian rumah
ibadah agama.5
Beberapa waktu yang lalu muncul sebuah pemberitaan mengenai
kasus penyerangan “Gereja di Gamping” yang di beritakan oleh krjogya.com
yang terjadi pada Minggu, 11 Februari 2018/11:08 WIB. Krjogya.com
memberitakan terjadi penyerangan terhadap umat dan pastur yang sedang
melaksanakan ibadah di Gereja Santa Lidwina Bedog Tri Hanggo Gamping
Sleman Minggu pagi.6 Dalam surat kabar elektronik diatas tidak secara
spesifik menjelaskan motif penyerangan terhadap gereja, namun dalam surat
kabar elektronik lain penulis menemukan bagaimana sebetulnya motif pelaku.
Seperti yang dikabarkan oleh detiknews.com pada hari Minggu,11 Februari
2018, pukul 16:39 WIB 7. Pelaku penyerangan diindentifikasi bernama
Sulyono dan merupakan mahasiswa. Alasan kuat Sulyono menyerang Gereja
Gamping karena ada indikasi kuat yang bersangkutan ini terkena paham
5Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri no: 9 Tahun 2016,
dan no.8 Tahun 2006 tanggal 21 Maret 2016, tentang pedoman pelaksanaan tugas Kepala
Derah/Wakil Kepala Derah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan
forum kerukunan umat bergama, dan pendirian rumah ibadah. Lih. Ismardi, “Pendirian rumah
Ibadat Menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan
Nomor 9 Tahun 2006” Toleransi 3, no.2 (Juli-Desember 2011), h. 220-222. 6Lihat:http://Krjogja.com/web/news/read/57599/Begini_kronologi-penyerangan-
Gereja-di-Gamping. di akses pada tanggal 6 november 2018. 7Lihat:https://m.detik.com/news/berita-jawa-tengah/d-3861562/kronologi-
penyerangan-gereja-lidwina-sleman. Diakses tanggal 6 november 2018.
5
radikal yang pro kekerasan.8 Kejadian yang seperti ini bukan hanya terjadi di
Sleman dan Pamulang saja, namun kasus penolakan terhadap gereja juga
terjadi di Bekasi. Dimana kasus penolakan ini terjadi karena adanya
penolakan yang dilakukan oleh massa terhadap pembangunan gereja Santa
Clara dengan alasan karena Bekasi dihuni oleh mayoritas muslim dan dengan
adanya rencana pembangunan gereja terbesar di Asia tersebut dianggap
melukai perasaan umat muslim.9
Masalah yang sering muncul di seputar rumah ibadah yang hampir
setiap saat kita jumpai, sering sekali dikarenakan tidak adanya izin dari kantor
Kementerian Agama Kabupaten atau Kota, protes terhadap pemanfaatan
rumah tinggal ibadah secara rutin, penolakan pendirian rumah ibadah tanpa
adanya rekomendari dari FKUB, keluhan kesulitan pendirian rumah ibadah
minoritas, arogansi minoritas terhadap pendirian rumah ibadah, manipulasi
data tanda tangan persyaratan pengguna dan dukungan pendirian rumah
ibadah, administrasi pemerintah yang kurang akurat, penolakan pendiriaan
rumah ibadah oleh masyarakat dan pencabutan IMB oleh pemerintah tertentu
dengan alasan dan pertimbangan keresahan, gangguan keagamaan dan
ketertiban masyarakat.
Meski secara jelas izin mendirikan rumah ibadah di Indonesia sudah
diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
8Lihat: https:/nasional.compas.com/read/2018/02/12/18441831/wiranto-pelaku-
penyerang-gereja-santa-lidwina-adalah-teroris. Diakses pada tanggal 6 november 2018. 9Lihat: https://www.kompas.com/adamfadhlurahman/penolakan-pembangunan-
rumah-ibadah-tidak-hanya-monopoli-indonesia. Diakses tanggal 7 november 2018.
6
Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, namun tetap saja permasalahan diatas sering
terjadi dalam kasus pendirian rumah ibadah yang dikarenakan banyaknya
kasus dalam pendirian rumah ibadah tidak berpedoman kepada peraturan SKB
2 Menteri .
Agama tidak lain adalah kepercayaan yang bersifat supernatural, yang
memberi pengaruh secara emosional kepada pemeluk agama tersebut
sehingga membuatnya berbuat sesuatu yang menjurus pada mendekati
kenyataan supernatural tersebut. Agama melahirkan sistem moralitas yang
menjadi pegangan hidup para pemeluknya, yang membuat manusia mampu
membedakan tindakan baik dan buruk, benar dan salah adil dan semenah-
menah.10
Saat ini perjumpaan antara agama-agama dan keyakinan dirasakan
semakin intens dan kompleks. Dengan sebab itu, muncul masalah-masalah
teologis dan sosial yang semakin rumit dan tak terduga yang memerlukan
pemecahan komprensif, baik dari sisi politis, dalam arti mesti ada regulasi
politik yang inklusif yang dapat mengakomodasi semua kepentingan para
pemeluk agama dan keyakinan, maupun solusi dari sudut pandangan
keagamaan yang telah diredefinisi atau agama dalam tafsirnya yang
kontekstual. Wacana pluralitas agama yang telah di rumuskan oleh tokoh-
tokohnya masih relevan dan memadai untuk menjadi alternatif pandangan
dalam memahami kenyataan kemajemukan. Dengan paradigma dan sikap
10Mubyarto, agama, Kemiskinan dan Ilmu Ekonomi dalam buku “Kajian Agama dan
Masyarakat”(Jakarta:Departemen Agama RI Badan Penelitian dan Pengembangan
Agama,1993).h.112.
7
pluralis, seseorang sejatinya memiliki pandangan dan sikap keagamaan yang
otentik, kaya sekaligus moderat dan bijak (humanis). 11
Suatu interaksi dapat menimbulkan terjadinya konflik antara mereka
yang berintaksi, salah satunya yaitu suatu konflik yang disebabkan oleh
sebuah penyimpangan persepsi dimana orang cenderung bias dalam cara
melihat seseorang atau sesuatu. Pada umumnya, terkadang kita cenderung
melihat situasi dengan cara yang menguntungkan diri sendiri. Hal tersebut
karena terjadi distorsi dalam persepsi kita sehingga dapat tidak menjadi
objektif dalam memandang sesuatu.12
Konflik berkaitan dengan rumah ibadah di Indonesia sering menjadi
sebuah problematika yang sulit untuk dipecahkan hal ini disebabkan oleh
banyak faktor yang mempengaruhinya. Seperti faktor sosial, faktor ekonomi,
faktor politik dan faktor lain yang menyangkut pembentukan struktur sosial.
Konflik pendirian GBKP diperumahan villa pamulang Kota
Tangerang Selatan terjadi pada tahun 2014 dan hingga saat ini masih belum
terselesaikan. GBKP diperumahan villa pamulang merupakan hasil dari
sebuah usaha pelebaran gereja GBKP karena terjadi peningkatan jumlah
anggota jamaat yang semakin terus bertambah. Dalam proses pembangunan
gereja, muncul sebuah permasalahan dengan developer (pihak ketiga) yang
mengklaim bahwa tanah yang telah ditempati oleh gereja merupakan miliknya
11Media Zainul Bahri, Satu Tuhan Banyak Agama (Jakarta: PT Mizan Publika,2011).
h. 368. 12Prof. Dr. Wibowo, S.E.,M.Phill. Manajemen Perubahan edisi kedua (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada,2007). H. 46-47.
8
sehingga menimbulkan sebuah konflik lahan diantara kedua pihak yang
bersangkutan. Kondisi ini juga diperparah dengan adanya sebuah respon
penolakan dari masyarakat sekitar gereja terhadap bangunan gereja GBKP
yang dimana gereja tersebut menurut masyarakat telah menyalahi fungsi awal
bangunan serta jumlah jamaat dari luar perumahan yang dirasa semakin terus
bertambah banyak sehingga sangat menggangu kenyamanan masyarakat yang
tinggal disekitar gereja. Penolakan pendirian GBKP semakin menjadi sebuah
sorotan dikarenakan munculnya sebuah spanduk dari masyarakat yang
menyatakan larangan kepada pihak gereja untuk melakukan aktifitas apapun
di lokasi bangunan gereja.
Dari konflik permasalahan pendirian gereja GBKP diatas tentu
permasalahan terhadap pendirian rumah ibadah non-muslim selalu menjadi
permasalahan yang sangat sering kita jumpai didalam lingkungan
bermasyarakat, dimana hal ini terjadi dikarnakan kebutuhan setiap pemeluk
agama terhadap rumah ibadah yang semakin meningkat dikarnakan jumlah
jamaat yang semakin terus bertambah. Hal inilah yang terkadang
menumbuhkan sebuah sikap arogan dalam proses pembangunan rumah
ibadah.
Melihat permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti dalam
bentuk penulisan skripsi dengan judul “Model Solusi Pendirian Rumah
Ibadah Gereja Batak Karo Protestan di Perumahan Villa Pamulang
Kota Tangerang Selatan: Memelihara Hubungan Toleransi Masyarakat
Beda Agama”
9
Penelitian ini berusaha untuk memahami bagaimana solusi
permasalahan yang dilakukan antara pihak masyarakat dengan pihak gereja
untuk menyelesaiakan sebuah konflik rumah ibadah Gereja Batak Karo
Protestan. Serta mencoba untuk memelihara hubungan toleransi antara pihak
Gereja Batak Karo Protestan dengan masyarakat villa pamulang yang
penduduknya merupakan mayorita muslim. Karna pada dasarnya agama Islam
merupakan agama yang memiliki sikap toleransi terhadap semua pemeluk
agama lain. Di samping itu, agama Islam merupakan agama yang
mengajarkan nilai-nilai yang mengatur kehidupan masyarakat.
Topik ini sangat menarik untuk dikaji, karena akan memberikan
sebuah pemikiran yang luas terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi
didalam masyarakat terutama dalam permasalahan yang menyangkut rumah
ibadah non-muslim. Serta mencoba untuk menumbuhkan sebuah sikap
toleransi antara pemeluk agama yang berbeda, sehingga dapat menciptakan
kerukunan antara umat beragama dan membuat regulasi yang adil, demokratis
dan menghargai satu sama lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa alasan masyarakat menolak bangunan gereja GBKP di Perumahan
Villa Pamulang Kota Tangerang Selatan ?
2. Apa solusi yang ditempuh oleh masyarakat dan pihak gereja sehingga
terwujud kompromi antara kelompok muslim dan Kristen ?
10
C. Tujuan dan Kegunaan penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui secara lebih jelas apa yang menyebabkan
masyarakat menolak adanya bangunan Gereja Batak Karo Protestan di
Perumahan Villa Pamulang Kota Tangerang Selatan.
b. Untuk mengetahui bagaimana solusi yang lakukan untuk
menyelesaikan konflik rumah ibadah yang terjadi di perumahan Villa
Pamulang Kota Tangerang Selatan
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu kegunaan teoritis, praktis,
dan akademis.
a. Kegunaan Teotitis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
sumbangan data ilmiah dan mampu memperkaya khasanah keilmuan
dalam memahami dan menginterprestasikan hasil karya penulis
mengenai Model Solusi Pendirian Rumah Ibadah Gereja Batak Karo
Protestan di Perumahan Villa Pamulang Kota Tangerang Selatan:
memelihara hubungan toleransi masyarakat beda agama.
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi para
mahasiswa/I, khususnya jurusan studi agama-agama agar labih
subjektif lagi dalam menginterprestasikan setiap hasil karya orang
11
lain, dan hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan para peneliti lain
dengan tema atau judul yang serupa.
c. Kegunaan Akademis
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
persyaratan akhir perkuliahan guna untuk mendapatkan gelar Sarjana
Agama (S.Ag) jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Peneliti telah berusaha melakukan penelitian terhadap pustaka yang
ada, berupa karya-karya penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi
dengan topik yang di teliti, di antaranya :
Pertama, Skripsi Yudi Sulistio mahasiswa Fakultas Adab dan
Humaniora prodi Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam
Negri Sunan Gunung Jati Bandung dengan Judul “Studi kasus penolakan
peribadatan Gereja HKBP Filadelifia di Desa Jejalen Jaya Tahun 2007-2012”.
Skripsi ini memfokuskan pada bagaimana latar belakang kronologis, peran
pemerintah Kabupaten Bekasi, serta dampak yang terjadi atas konflik
peribadatan Gereja HKBP Filadelifia di desa Jejalen Jaya.
Kedua ,Skripsi karya Pajri Akromani Mahasiswa Fakultas Usuluddin
dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Problema
Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (studi kasus pendirian Gereja
St.Bernadet di Kelurahan Sudimara Pinang, Kota Tangerang)”. Skripsi ini
12
membahas tentang masalah terhadap pendirian rumah ibadah yang terjadi di
tangerang.
Ketiga, Skripsi karya Bisril Hadi Mahasiswa Fakultas Usuluddin prodi
Studi Agama-Agama dengan judul “Problematika Pendirian Rumah Ibadah di
Aceh (Analisis terhadap Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007)”. Skripsi
ini membahas mengenai bagaimana realisasi pelaksanaan peraturan Gubernur
Aceh Nomor 25 Tahun 2007 dan bagaimana respon umat beragama dan
pemerintahan daerah tentang muatan peraturan Gubernur Aceh Nomor 25
Tahun 2007
Berbeda dari ketiga skripsi diatas, tema yang penulis bahas adalah
Model Solusi Pendirian Rumah Ibadah Gereja Batak Karo Protestan di
Perumahan Villa Pamulang Kota Tangerang Selatan: memelihara hubungan
toleransi masyarakat beda agama. Penulis ingin lebih menekankan kepada
pembaca tentang baimana latar belakang masalah yang terjadi sehingga
menimbulkan sebuah konflik pembangunan Gereja Batak Karo Protestan di
perumahan Villa Pamulang Kota Tangerang Selatan, dan memberikan solusi
konflik masalah yang terjadi agar dapat menciptakan sebuah sikap saling
mengerti dan memahami atas kebutuhan masing-masing setiap individu serta
mampu menumbuhkan sikap toleransi yang tinggi dalam menjaga
keharmonisan masyarakat beda agama.
13
E. Metodologi Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah Perumahan Villa
Pamulang Kota Tangerang Selatan. Penelitian dilakukan 15 April s/d 30
April 2019.
2. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) yang
bersifat penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian
yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai
(diperoleh) dengan mengunakan prosedur statistic atau dengan cara-cara
lain dari kuantifikasi.13
3. Sumber Data
Terdapat dua model data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
sumber data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang
secara langsung berkaitan dengan objek material penelitian. Sedangkan
data sekunder penulis dapatkan dari buku-buku, jurnal, dan artikel yang
berkaitan dengan bahan yang sedang penulis teliti.14
13Syamsir Salam, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta:UIN Jakarta press,2006)
h.30. 14Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta: Rajawali Pers,2008)
h.32.
14
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang sumber datanya
adalah bahan-bahan pustaka dan literatur-literatur lainnya dengan
tujuan sebagai dasar untuk mendapatkan data-data baik itu data primer
maupun data sekunder.15
b. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
Wawancara mendalam adalah metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan berpedoman pada panduan atau petunjuk
wawancara yang berisi pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses
dengan maksud agar pokok-pokok yang direncanakan tersebut
mencakup seluruhnya dengan melakukan dialog antar pewawancara
dan informan terkait dengan tema penelitian. Dalam penelitian ini
yang menjadi responden adalah pihak masyarakat, jamaat gereja,
serta perwakilan dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
selanjutnya hasil wawancara dituangkan dalam catatan data
lapangan.16
15Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,1998) h.18. 16Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013) h.326.
15
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar maupun elektronik.17
5. Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengunakan pendekatan
sosiologis. Pendekatan sosiologis terhadap agama bermaksud mencari
relevansi dan pengaruh agama terhadap fenomena sosial. Michael S.
Northcott menjelaskan bahwa pendekatan sosiologis dibedakan dari
pendekatan lainnya karena fokusnya pada intraksi agama dan masyarakat.
Pendekatan sosiologis dalam studi agama berfokus kepada masyarakat
yang memahami dan mempraktikkan agama, bagaimana pengaruh
masyarakat terhadap agama dan pengaruh agama terhadap masyarakat.18
Penulis menggunakan pendekatan sosiologis karena pendekatan
sosiologis merupakan pendekatan yang interaktif masyarakat dengan
agama, maka saya rasa cocok untuk digunakan dalam skripsi saya.
17Supardi, Metodologi Penelitian Bisnis (Yogyakarta: UII Press, 2005) h.138. 18Media Zainul Bahri, Wajah Study Agama-Agama (Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR, 2015),h.43- 44.
16
F. Sistematiaka Penulisan
Penulisan ini terdiri dari lima bab. Dan beberapa bab terdiri dari sub
pembahasan, yaitu:
Bab I Merupakan pendahuluan yang didalamnya terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II Dalam bab ini menjelaskan bagaiamana sejarah dan
perkembangan GBKP di Perumahan Villa Pamulang.
Bab III Dalam bab ini menjelaskan bagaimana kelengkapan persayaratan
administrasi pihak GBKP
Bab IV Dalam bab ini membahas tentang apa yang menyebabkan
masyarakat menolak bangunan GBKP sehingga terjadinya
sebuah konflik di antara masyarakat dengan pihak gereja, serta
bagaimana solusi yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
yang terjadi di antara masyarakat dan pihak gereja.
Bab V Penutup, yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran
17
BAB II
GAGASAN PENDIRIAN RUMAH IBADAH GBKP
A. Latar Belakang Pendirian Rumah Ibadah
Berbicara mengenai konteks budaya, rumah ibadah bagi masyarakat
Indonesia bukan hanya dimaknai sekedar simbol keagamaan saja, tetapi juga
sebagai sebuah aktualisasi keyakinan bagi tiap-tiap pemeluk umat beragama
sehingga keberadaan rumah ibadah sering menimbulkan persepsi yang
berkaitan dengan aspek kehidupan sosial.19
Undang-Undang Dasar Negara yang berada dalam pasal 29 ayat 2
yaitu “Negara Menjamin Kemerdekaan Tiap-Tiap Penduduk Untuk Memeluk
Agamanya, dan Peribadatan Menurut Agamanya Dan Kepercayaannya itu.
Menejelaskan bahwa tiap-tiap individu warga negara memiliki hak dalam
memeluk agamanya masing-masing serta berhak untuk melakukan
peribadatan agamanya dan kepercayanya secara aman.20
Dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 menjelaskan pedoman tentang pelaksanaan tugas
kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam memilihara kerukunan umat
beragama, pemberdayaaan forum kerukunan umat beragama, dan
pemerdayaan pendirian rumah ibadah merupakan landasan pemerintah untuk
menentukan perijinan rumah ibadah.
19Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
Republik Indonesia (Jurnal Harmoni, Vol. IX, No 33, Januari-Maret 2010),h.5. 20Undang-Undang Dasar, pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasil
(Ketetapan MPR No.11/MPR/1997/. Garis-garis besar haluan Negara (ketetapan MPR No.
11/MPR/1983), Sekretaris Negara Republik Indonesia
18
Paul M.Taylor rmenjelaskan bahwah hak untuk beribadah dalam
hubungannya dengan rumah ibadah tidak hanya mencakup hak mendirikan
rumah ibadah (to establish), tetapi bagaimana juga hak untuk menjalankan
atau menjaga rumah ibadah tersebut (to maintain). Dalam perkembangannya,
ternyata ada kewajiban negara dalam hubungannya dengan rumah ibadah
sebagaimana kewajiban untuk mendaftarkan perijinan rumah ibadah sering
kali dipakai oleh pemerintah untuk mengontrol keberadaan rumah ibadah dan
dilakukan dengan cara yang sangat diskriminatif.21
B. Demografis
1. Kota Tangerang Selatan
a. Wilayah Pemerintah Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan terdirindari 7 kecamatan dan 54 kelurahan
yaitu:
Kecamatan Ciputat Ciputat
Timut
Pamulang Pondok
Aren
Serpong Setu
Kelurahan Cipayung Cempaka
Putih
Bambu
Apus
Jurang
Mangu
Barat
Kelurahan
Buarann
Babakan
K.Ciputat Cirendeu Benda
Baru
Jurang
Mangu
Timur
Ciater Bakti Jaya
21Siti Aminah, Uli Parulian Sihombing, Memahami Kebijakan Rumah Ibadah (
Jakarta : The Indonesia Legal Resource Center, 2010). h. 5-6
19
Jombang Pisangan Kedaung Perigi Cilengang Kadimangan
Sawa
Baru
Rempoa Pamulang
Barat
Perigi
Baru
Lekong
Gudang
Muncul
Sawa
lama
Rengas Pamulang
Timur
Pondok
Aren
Lekong
Timur
Setu
Serua Pondok
Benda
Pondok
Betung
Lekong
Wetan
Serua
Indah
Pondok
Cabe Ilir
Pondok
jaya
Rawa
Mekar
Jaya
Pondok
Cabe Udik
Pondok
Kacang
Timur
Rawa
Buntu
Pondok
Kacang
Barat
Kelurahan
Serpong
Serpong
Utara
20
b. Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan
Pada hasil registrasi penduduk dari tahun 2010 hingga tahun 2017
,penduduk Kota Tangerang Selatan berjumlah 1.298.504, yang dimana setiap
masing-masing kemcamatan memiliki jumlah penduduk yang bervariasi. Setu
66.667 jiwa, Serpong 138.177 jiwa, Pamulang 287.955 jiwa, Ciputat
193.369, Ciputat Timur 179.792 jiwa, Pondok Aren 30.507 jiwa, dan
Serpong Utara 127.471 jiwa.22
Sementara wilayah terjadinya konflik terkait pendirian rumah ibadah
yakni kecamatan Pamulang. Yang dimana konflik ini berlangsung dari tahun
2014 hingga sekarang.
2. Pamulang
Dari penjelasan letak Geografis dan jumlah penduduk Kota
Tangerang Selatan penulis mencoba untuk merincikan kembali spesifik daerah
yang menjadi sasaran penelitian. Yaitu daerah Perumahan Villa Pamulang
yang terletak di Kota Tangerang Selatan.
a. Dalam hal ini masyarakat Villa Pamulang yang rata-rata memiliki
Pendidikan tinggi.23
22Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 56 Tahun 2015 Tentang Kode dan Data
Wilayah Administrasi Pemerintahan 23Wawancara dengan Ibu Dian ketua RW di Perumahan Villa Pamulang, 28 oktober
2019.
21
Tabel 2.
Tingkat Pendidikan Terakhir.
No. Tingkat Pendidikan Jumlah warga
1. SD 0
2. SMP 0
3. SMA 20
4. PTN 60
Total 80
b. Etnis
Masyarakat perumahan Villa Pamulang terdiri dari berbagai etnis,
etnis Sunda, Jawa, Batak dan Betawi.
c. Agama
Sebagian besar masyarakat perumahan Villa pamulang memeluk
agama Islam. Sementara untuk agama lainya yang dibawa oleh para
pendatang seperi Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Untuk
lebih jelasnya dapat di lihat dalam table berikut.24
24 Ibu Dian ketua RW Villa Pamulang, 28 oktober 2019.
22
Tabel 3.
Distribusi Pemeluk Agama Perumahan Villa Pamulang
Agama Islam Kristen Katolik Hindu Budha Konghuchu
70 10 - - - -
Total 80
Sesungguhnya dilihat dari komposisi penduduk antara masyarakat yang
beragama Muslim dengan masyarakat yang beragama Kristen yang tinggal di
Perumahan Villa Pamulang, saharusnya bangunan GBKP tersebut tidak dapat
dibangun. Hal ini dikarenakan persyaratan mengenai minimal dukungan 60 tanda
tangan dari pemeluk agama Kristen itu sendiri tidak dapat tepenuhi. Namun
dikarenakan gereja tersebut sudah lebih dulu ada, serta masyarakat yang tidak
keberatan dan mempermasalahkan dengan tidak diberlakukanya peraturan SKB 2
Menteri terhadap pihak gereja maka bangunan gereja tersebut tetap boleh berada di
lingkungan Perumahan Villa Pamulang.25
C. Gagasan Pendirian GBKP Di Villa Pamulang
Pada awal sebelum berdirinya sebuah bangunan Gereja Batak Karo
Protestan di Perumahan Villa Pamulang Kota Tangerang Selatan, tempat tersebut
merupakan sebuah lahan kosong, yang hanya berfungsi sebagai sebuah tempat
pembuangan sampah saja yang luasnya berkisar 1500 meter persegi. Dimana
waktu pembeliannya pada saat itu tempat tersebut tidak ada sama sekali satu
25Ibu Dian. Villa Pamulang, 28 oktober 2019.
23
wargapun yang tinggal, yang ada hanyalah sebuah tumpukan sampah dan pohon-
pohon pisang saja. Hingga saat itu akhirnya pihak Gereja Batak Karo Protestan
memutuskan untuk membeli tanah tersebut dari pihak Developer (pihak pertama)
yang kemudian tanah yang telah dibeli dibangunlah sebuah gereja untuk
menampung jamaah gereja yang semakin terus bertambah.26
Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Perumahan Villa Pamulang Kota
Tangerang Selatan secara resmi berdiri pada tahun 1995. Dimana salah satu alasan
pembangunan GBKP itu sendiri karena semakin kuatnya dorongan dari para
jamaah GBKP kepada pihak gereja untuk membangun rumah ibadah mereka
sendiri. Hal ini dilakukan karena pada saat itu komunitas GBKP belum sama
sekali memiliki tempat ibadah dan hanya mampu menumpang untuk melakukan
ibadah dengan komunitas Kristen yang lain. Sehingga inilah yang membuat para
jamaah dari GBKP meminta untuk segera diadakannya sebuah proses
pembangunan gereja. Tidak hanya itu, Pada saat bersamaan para jamaah gereja
juga harus melakukan ibadah dengan komunitas Kristen yang lain, dimana para
jamaah GBKP melakukan ibadah mereka di tempat yang telah disediakan oleh
deplover. Namun dalam melakukan ibadah jamaah GBKP tidak sendiri, para
jamaah GBKP harus melakukan ibadah dengan lima komunitas Kristen yang lain
dalam satu waktu dan tempat yang sama.
Dalam hal ini, pihak GBKP merasa bahwa waktu dan tempat ibadah yang
dilakukan secara bersamaan dengan pihak komunitas Kristen yang lain dirasa
26Wawancara dengan Ketua Pendiri Gereja Batak Karo Protestan Ibu Sembiring, di
Gereja Batak Karo Protestan Villa Pamulang, 15 April 2019.
24
sangat kurang, yang disebabkan banyaknya acara dan disertai semakin terus
bertambah jumlah jamaah dari setiap komunitas Kristen.27
D. Riwayat Jamaah GBKP
Gereja Batak Karo Protestan di Villa Pamulang Kota Tangerang Selatan
berawal dari sebuah keinginan dari pihak gereja untuk merangkul seluruh jamaah
Batak Karo Kristen Protestan untuk menjadi manusia yang lebih baik agar selalu
berada di jalan kebenaran. Saat itu para jamaah melakukan ibadah dan kegiatan-
kegiatan mereka di sebuah tempat yang telah disediakan developer untuk mereka
gunakan sebagai tempat beribadah dan melakukan kegiatan-kegiatan di tempat
tersebut. Namun, para jamaah GBKP tidak hanya sendiri dalam mengunakan
tempat tersebut yang telah disediakan. Mereka harus berbagi tempat dan berbagi
waktu dengan empat komunitas kristen yang lain.
Selanjutnya, pada tahun 1995 diadakan musyawarah dengan para jamaah
GBKP tentang pembuatan rumah ibadah mereka sendiri. Pada saat itu jumlah
jamaah GBKP sendiri berkisar 40 jamaah yang terdiri dari orang-orang yang
datang dari berbagai tempat dan profesi yang dirangkul oleh pihak GBKP
Pamulang agar mereka memiliki tempat yang lebih layak dan agar memiliki
keimanan yang lebih baik. 28
27Ibu Sembiring, Villa Pamulang, 21 April 2019 28Ibu Sembiring, Villa Pamulang, 21 April 2019.
25
BAB III
KELENGKAPAN PERSYARATAN PENDIRIAN RUMAH IBADAH
A. Data Kepemilikan
1. Sertifukat Tanah
Secara administratif, Gereja Batak Karo Protestan ini sudah terdaftar
sesuai dengan akta tanah NO. 41 Tahun 1973 yang dibeli oleh pihak gereja
dari pihak pertama pada tahun 1995 yang luasnya berkisar 1.500 m2 (seribu
lima ratus meter persegi). Hal ini membuktikan bahwa dalam proses
pembangunannya, gereja ini didirikan secara legal meskipun dalam
pengerjaannya terdapat berbagai macam penolakan dari masyarakat sekitar.
Gambar Sertifikat Tanah Gereja GBKP.
Melalui akta tanah ini, selain membuktikan bahwa bangunan ini legal
secara hukum, juga mengindikasikan bahwa dalam hal apapun yang dilakukan
oleh umat kristiani melalui jemaah di gereja ini selalu taat hukum dan
mengikuti segala peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah.
26
Selain pihak gereja yang memiliki hak kepemilikan tanah, ada juga
pihak lain yang mengakui bahwa tanah yang telah di beli oleh gereja dari
pihak pertama merupakan tanah miliknya, namun dalam pembuktian secara
administrasi pihak ketiga tidak bisa membuktikan bahwa tanah yang telah
dibangun oleh gereja merupakan tanah miliknya.Menurut pihak gereja, alasan
pihak ketiga tidak mampu membuktikan tanah tersebut miliknya, dikarenakan
pihak ketiga mengaku bahwa sertifikat tanah tersebut telah hilang dan sedang
diproses di notaris.29
2. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Berbicara mengenai surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tentu
merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan serta ditaati oleh setiap
kelompok atau pemeluk agama yang ingin mendirikan bangunan gereja. Hal
ini dikarenakan IMB merupakan suatu bukti bahwa bangunan tersebut
merupakan bangunan yang sudah mendapatkan izin dari pihak pemerintahan
setempat. Hal ini juga berlaku untuk pihak Gereja Batak Karo Protestan yang
memiliki kewajiaban untuk memiliki IMB dalam pendirian GBKP. Namun
pihak gereja menjelaskan kepada pihak masyarakat dan pemerintah bahwa
untuk saat ini surat IMB sedang dalam proses pengurusan di notaris hal ini
terjadi karena pihak gereja harus membeli ulang tanah tersebut dari Developer
(Pihak Ketiga). Dalam kasus tersebut pihak gereja megatakan bahwa pada
awal pembelian tanah pertama kali dari Developer (pihak Pertama) pihak
gereja sudah dalam proses pembuatan surat Izin Pendirian Rumah Ibadah
29Sembiring, Villa Pamulang, 15 April 2019
27
namun hal ini batal terjadi dikarnakan adanya konflik dengan pihak Ketiga.
Sehingga dari konflik inilah yang akhirnya menghambat proses pembuatan
surat Izin Mendirikan Rumah ibadah sampai saat ini dan masih dalam proses
pembuatan di notaries. Dari penjelasan ini pihak gereja meminta meminta
waktu kepada pemerintah dalam proses pembuatan IMB.30
B. Dukungan Masyarakat
Pada awal berdirinya bangunan Gereja Batak Karo Protestan ditengah
masyarakat, awalnya masyarakat tidak memberikan dukungan, hal ini
dikarenakan posisi gereja yang berada ditengah-tengah perumahan warga
sehingga dirasa akan menggangu masyarakat yang tinggal. Menurut warga
tidak adanya dukungan dari masyarakat bukan hanya karena letak bangunan
saja, namun hal tersebut terjadi dikarenakan mayoritas jamaah gereja bukan
berasal dari warga sekitar, kebanyakan jamaah gereja berasal dari luar
sehingga dari alasan inilah yang menyebabkan masyarakat pada awal adanya
bangunan gereja tidak memberikan sebuah dukungan. Namun dikarenakan
masyarakat menyadari bahwa gereja GBKP sudah lebih dulu berada di
Perumahan Villa Pamulang maka masyarakat harus menerima dan menyetujui
adanya bangun GBKP ditengah-tengah masyarakat. Dari penjelasan diatas
bukan berarti sepenuhnya masyarakat tidak mendukung adanya gereja GBKP
ditengah-tengah masyarakat, dalam hal ini masyarakat menjelaskan bahwa
ada juga dukungan dari masyarakat kepada pihak GBKP dukungan itu
dilakukan karena masyarakat mencoba untuk menbangun semangat
30 Ibu Sembiring, Villa Pamulang, 21 April 2019
28
kebersamaan dan mencoba untuk memelihara sebuah sikap toleransi
masyarakat terhadap pemeluk agama yang berbeda. Bukan hanya itu saja
sikap dukungan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap gereja GBKP, salah
satu bentuk dukungan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap gereja GBKP
adalah tidak adanya penolakan terhadap setiap kegiatan apapun yang
dilakukan oleh pihak gereja. 31
C. Fungsi dan Bentuk Komunikasi Sosial
Komunikasi memiliki fungsi tidak hanya sebagai sebuah pertukaran
informasi saja, tetapi juga bisa sebagai suatu kegiatan individu dan kelompok
mengenai tukar menukar data, fakta dan ide. Agar komunikasi berlangsung
efektif dan infomasi yang disampaikan oleh seorang komunikator dapat
diterima dan dipahami dengan baik oleh komunikan. Maka seseorang
komunikator harus menetapkan komunikasi yang baik pula.32
Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen
dalam berbagai aspek, seperti adanya keberagamaan suku bangsa, agama,
bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Oleh karnanya masyarakat harus sudah
siap dalam menghadapi situasi-situasi baru dalam konteks keberagamaan
kebudayaan atau apapun namanya. Interaksi dan komunikasi akan melibatkan
orang-orang dari latar belakang sosial. Dalam berkomunikasi dengan konteks
keberagamaan latar belakang sosial, sering kali menemui masalah atau sebuah
hambatan-hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya.
31Ibu Dian. Villa Pamulang, 28 oktober 2019 32Asnawir dan Basyiruddin Utsman, Media Pembelajaran, (Jakarta : Ciputat Press,
2002), h . 11.
29
Dalam proses komunikasi sosial, terdapat beberapa bentuk
komunikasi, yaitu :
1. Komunikasi Pribadi
Komunikasi pribadi terdiri dari dua jenis, Pertama: komunikasi intrapribadi.
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri
seseorang. Kedua: komunikasi antar pribadi yaitu komunikasi yang
berlangsung secara dialogis antara dua orang atau lebih.33
2. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok yaitu intraksi tatap muka, jumlah partisipan yang
terlibat dalam intraksi yang dilakukan, maksud dan tujuan yang dikehendaki
dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi
anggota lain.34
3. Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan sebuah proses penyampaian pesan melalui
saluran-saluran media massa, seperti surat kabar, radio, televisi dan film yang
di pertunjukan di gedung-gedung bisokop.35
33Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi edisi 1 cet.5, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada 1998), h. 30. 34S. Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi (Jakarta :Universitas Terbuka Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1994), H.41. 35 Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Grasindo, 2001), h,1-3.
30
D. Ketentuan Peraturan Pemerintah
Dalam setahun, Indonesia merayakan berbagai jenis hari raya
keagamaan yang telah di anggap sah oleh hukum dan telah di tetapkan oleh
pemerintah. Namun untuk bisa memenuhi kebutuhan spiritual, maka rumah
ibadah tentunya membutuhkan sebuah izin dan tata cara yang telah di atur
pemerintah.
Hal ini telah di atur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 2006 dan No.8 Tahun 2006 yang memuat
ketentuan tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah dan wakil kepala
daerah dalam memelihara kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum
kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadah merupakan landasan
pemerintah untuk menentukan perizinan rumah ibadah. Menurut peraturan
bersama, pendirian rumah ibadah harus memenuhi syarat formal dan
subtansial yaitu sebagai berikut:
a. Syarat formal (pasal 16 Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri dalam
Negeri).
1. Pendirian rumah ibadah harus diajukan kepada Bupati/Walikota untuk
memperoleh Izin mendirikan Bangunan (IMB).
2. Bupati atau Wali Kota memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak
pendirian rumah Ibadah diajukan.
b. Syarat substansi (pasal 13 sampai dengan 14 Peraturan bersama).
1. Pendirian Rumah Ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-
sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat
31
beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan atau desa (pasal 13
ayat 1).
2. Pendirian rumah ibadah sebagaimana di maksud point 1 dilakukan dengan
tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak menggangu ketentraman
dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undang (pasal
13 ayat 3).
3. Dalam keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah
kelurahan atau desa sebagai mana di maksud dalam point 1 tidak
terpenuhi, pertimbangan komposisi penduduk digunakan batas wilayah
kecamatan atau kabupaten atau kota atau provinsi (pasal 13 ayat 3).
4. Pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administrasi dan
persyaratan teknis bangunan (pasal 14 ayat 1).
5. Persyaratan khusus (pasal 14 ayat 2) yaitu :
a. Daftar nama dan kartu tanda penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah
paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai
dengan tingkat batas wilayah sebagai mana dimaksud dalam pasal 13
ayat 3.
Dalam hasil pertemuan antara pihak gereja dengan masyarakat yang di
hadiri oleh perwakilan dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan,
Kementerian Agama, dan Forum Kerukunan Umat Beragama,
dijelaskan bahwa pihak masyarakat tidak mepermasalahkan
persyaratan minimum 90 tanda tangan dari jamaah gereja. hal ini
dilakukan kerena pihak masyarakat menghargai pihak gereja yang
32
sudah lebih dulu berada di Perumahan Villa Pamulang yang dimana
pada saat itu wilayah tersebut hanya sebuah tempat pembuangan
sampah. Namun pihak masyarakat meminta kepada pihak GBKP
untuk menaati kesepatan yang telah dibuat bersama.
b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan
oleh lurah/kepala desa.
Tidak jauh berbeda dari penjelasan diatas, pihak gereja tidak
diwajibkan dan dituntut untuk memiliki paling sedikit setidaknya 60
dukungan dari masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan masyarakat
yang telah menerima dan menyetujui adanya bangunan gereja di
Perumahan Villa Pamulang.
6. Jika persyaratan point 5.a terpenuhi dan point 5.b belum terpenuhi, maka
pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi
pembangunan rumah ibadah. (pasal 14 ayat 3).36
E. Respon Pemerintah Kota Tangerang Selatan
Konflik antar umat beragama secara umum sering terjadi dan itu
merupakan bagian dari intraksi sosial yang sering terjadi didalam masyarakat.
Hal ini terjadi ketika pihak-pihak yang bersangkutan tidak menemukan
kesepakatan pehaman yang sama antara satu sama lain serta adanya sebuah
ketidakpatuhan terhadap peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh
36Siti Aminah, Uli Parulian Sihombing Memahami Kebijakan Rumah Ibadah . h.7-
10.
33
pemerintah sehingga akhirnya menimbulkan sebuah konflik didalam
lingkungan bermasyarakat.37
Dalam kasus penolakan rumah ibadah Gereja Batak Karo Protestan di
Perumahan Villa Pamulang Kota Tengerang Selatan pihak pemerintah kota
tangerang selatan sendiri memiliki sikap yang berbeda, hal ini dikarenakan
bahwa pihak pemerintah kota tengerang selatan harus memiliki sikap yang
adil dan tidak membedakan satu sama lain. Sehingga dengan adanya sebuah
sikap yang tidak membedakan satu sama lain inilah yang dapat menyelesaikan
permasalahan yang terjadi antara pihak-pihak yang bersangkutan. Namun
masih saja ada pihak-pihak yang merasa dibedakan dan kurang diperhatikan
dari sisi penganut agamanya sehingga seolah-olah pihak pemerintah sendiri
membedakan setiap penganut agama yang berbeda hal itu dirasa semakin
besar ketika menyangkut sebuah proses pembangunan rumah ibadah.38
Dalam hal ini pihak pemerintah sendiri menjelaskan bahwa tidak ada
sama sekali sikap menbeda-bedakan antara penganut agama yang satu dengan
agama yang lain, selama patuh dan taat terhadap peraturan yang telah
ditetapkan maka permasalahan atau konflik rumah ibadah akan dapat
terselesaikan dengan baik. Namun yang selalu jadi permasalahan dalam kasus
pendirian rumah ibadah terutama gereja adalah menyangkut izin dan tidak
adanya dukungan dari masyarakat sekitar terhadap pendirian gereja
37Wawancara dengan Ketua Komisi V MUI (Kurukunan Agama dan Peraturan
Perundang-undangan) KH. Hasan Mustofi, di Kantor MUI Kota Tangerang Selatan, 25
Oktober 2019. 38 Wawancara dengan Perwakilan dari Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan
Bapak Nur Hasan, di Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan, 28 Oktober 2019.
34
dilingkungannya. Dalam kasus penolakan gereja GBKP di Perumahan Villa
Pamulang pemerintah menjelaskan bahwa sebenarnya pemerintah sendiri
dilema dalam permasalahan tersebut hal ini dikarenakan pihak GBKP sendiri
menuntut keadilan terhadap pemerintah Kota Tangerang Selatan, dimana
tuntutan tersebut pihak gereja membahas proses pembangunan masjid yang
hampir tidak memiliki izin dalam proses pembangunanya sehingga inilah
yang menjadi sebuah permasalahan yang sampai saat ini belum terselesaikan.
Dari permasalahan antara pihak gereja GBKP dengan masyarakat perumahan
Villa Pamulang akhirnya pihak pemerintah sendiri mengambil tindakan untuk
mencari solusi dari permasalahan pembangunan gereja GBKP tersebut. 39
Dalam tindakan tersebut pemerintah mencoba untuk melakukan
sebuah pertemuan kedua pihak yang bersangkutan dalam satu tempat dan
waktu yang sama untuk membicara mengenai bagaimana baiknya untuk
menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi. Untuk hal ini pemerintah
mencoba menjadi mediator dan penentu keputusan yang adil dalam pertemuan
tersebut hal ini dilakukan agar tidak ada lagi yang merasa dibedakan terhadap
agamanya.
Dalam pertemuan tersebut pihak pemerintah kota tengerang selatan
memberikan kesempatan kepada setiap pihak baik dari masyarakat maupun
dari pihak gereja untuk memberikan penjelasan tehadap permasalahan yang
sedang terjadi. Namun dari apa yang dijelaskan oleh pihak-pihak yang
39 Nur Hasan. Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan, 28 oktober 2019
35
bersangkutan lantas tidak mebuat pihak pemerintah langsung mengambil
kesimpulan untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, hal ini
dikarenakan pihak pemerintah mencoba untuk menyimpulkan dan menyaring
secara hati-hati dari apa saja yang telah di sampaikan dan dijelaskan oleh
pihak gereja maupun dari pihak masyarakat. Dari pertemuan tersebut
membahas beberapa persoalan yang menjadi masalah diantara kedua pihak
yang bersangkutan diantaranya, Pertama pihak masyarakat menuntut untuk
gereja yang berada di perumahan villa pamulang untuk segera diberhentikan,
hal ini dikarenakan bahwa gereja tersebut telah menyalahi aturan, kedua pihak
masyarakat meminta kepada pihak gereja untuk membatasi aktifitas di gereja
dan yang ketiga pihak gereja menghimbau kepada masyarakat untuk menarik
kembali spanduk larangan yang telah dipasang di lingkungan gereja. 40
Namun sebelum kesepatan tersebut disepakati antara kedua pihak yang
bersangkutan pemerintah Kota Tangerang Selatan memberikan sebuah
penjelasan kepada pihak-pihak yang bersangkutan bahwa ibadah merupakan
hak setiap pemeluk agama apapun agamanya mereka memiliki hak untuk
beribadah, namun hal ini berbeda ketika membahas mengenai rumah ibadah.
Ini dikarnakan dalam mendirikan rumah ibadah memiliki peraturan dan
aturan-aturan yang telah di tetapkan dan harus dipatuhi apapun agamanya
ketika berbicara mengenai rumah ibadah atau sebuah keinginan untuk
membangun sebuah rumah ibadah tentu sudah pasti terikat terhadap aturan-
40Nur Hasan. Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan, 28 oktober 2019
36
aturan yang telah ditetapkan. Jadi dalam pertemuan tersebut pihak pemerintah
menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat yang terlibat dalam
permasalahan gereja GBKP untuk sama-sama mematuhi aturan-aturang yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Dan meminta kepada pihak gereja untuk
segera menyelesaikan izin bangunan gereja GBKP secara dministratif.
37
BAB IV
KONTROVERSI PENDIRIAN
GEREJA BATAK KARO PROTESTAN
A. Status lahan Pendirian Rumah Ibadah
Pada mulanya status lahan yang ditempati dan dibangun GBKP
oleh pihak gereja merupakan lahan yang telah dibeli secara legal dan
memiliki sertifikat dari pihak pertama dengan luas sekitar 1500 meter
persegi, namun pada tahun 2005 tanah yang telah mereka beli tersebut
mengalami masalah yang dikarnakan muculnya developer (pihak ketiga)
yang juga mengaku bahwa tanah tersebut merupakan miliknya. Sehingga
dari pangakuan pihak ketiga inilah menimbulkan sebuah konflik sosial.41
Dari permasalahan diatas akhirnya diadakan sebuah pertemuan
antara pihak gereja, masyarakat, Forum Kerukunan Umat Beragama Kota
Tangerang Selatan dan Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan
untuk melakukan sebuah negosiasi dan musyawarah agar permasalahan
tersebut dapat segera terselesaikan dan menemukan kesepatan yang dapat
diterima dan tidak merugikan satu sama lain. Dalam pertemuan tersebut
pihak gereja menuntut kepada developer (pihak ketiga) untuk
membuktikan kepada pihak gereja bahwa tanah yang telah dibeli dan
bangun sebuah gereja diatasnya merupakan tanah miliknya. Dari tuntutan
41Sembiring, Villa Pamulang 21 April 2019
38
tersebut pihak ketiga menjelaskan bahwa sertifikat tanah dengan luas 1500
meter tersebut pada saat itu telah hilang dan untuk sertifikat yang baru
sedang dalam proses dinotaris. Dari penjelasan pihak ketiga, pihak gereja
merasa bahwa alasan tersebut dirasa belum cukup kuat untuk
membuktikan bahwa tanah dengan luas 1500 meter persegi itu adalah
miliknya namun pihak ketiga pada saat itu memberikan sebuah bukti
kepada pihak gereja bahwa seluruh tanah yang berada diperumahan villa
pamulang memiliki sertifikat atas namanya. Dengan terus adanya rasa
saling mengakui sama lain, pihak pemerintah akhirnya memberikan
sebuah pilihan kepada pihak gereja dengan pihak ketiga untuk sama-sama
segera menyelesaikan permasalahan tersebut agar permasalahan yang
terjadi dapat segera terselesaikan.42
Dari hasil pertemuan antara keduanya akhirnya ada beberapa
kesepakatan yang dibuat oleh pihak gereja dengan pihak ketiga yang
dimana kesepakatan tersebut pihak gereja akan membeli kembali tanah
dari pihak ketiga namun dalam pembelian tersebut pihak gereja hanya
membayar setengah dari luas tanah yang telah ditempati atau lebih
jelasnya pihak gereja membeli ulang tanah tersebut dengan luas 800 meter
pesegi hal ini dilakukan oleh pihak gereja dikarnakan pihak gereja merasa
bahwa mereka sangat membutuhkan sebuah tempat ibadah dan ingin
segara masalah tersebut dapat segera terselesaikan dengan cepat dan tidak
menimbulkan permasalahan yang berkepanjangan dikemudian hari
42 Sembiring, Villa Pamulang 21 April 2019
39
sehingga hal inilah yang membuat pihak gereja bersedia untuk membeli
ulang tanah tersebut. Namun dikarnakan sampai saat ini sertifikat dari
pihak tersebut belum ada dan masih dibuat yang baru dinotaris maka
bangunan gereja sampai saat ini masih belum memiliki surat Izin
Mendirikan Bangunan sehingga hal inilah yang dirasa sangat membatasi
ruang gerak jamaat gereja.43
Dari penjelasan diatas berbicara mengenai kekuatan secara
administrasi dan hukum, status lahan GBKP tentu masih sangat kurang
karena ini dikarnakan belum adanya IMB. Namun secara legalitas tentu
GBKP itu sendiri berdiri secara legal karna ini dibuktikan dengan adanya
sertifikat pembelian tanah pertama yang dilakukan oleh pihak gereja.
B. Proses Pendekatan Kemasyarakat
Dalam pembangunannya Gereja Batak Karo Protestan melakukan
berbagai macam proses pendekatan kemasyarakat baik secara individu
maupun secara berkelompok. Menurut pihak gereja untuk pendekatan
kemasyarakat tentu ada, baik itu secara individu maupun berkelompok hal
ini dijelaskan oleh pihak gereja bahwa pendekatan tersebut dilakukan
dalam berbagai macam cara salah satunya adalah dengan pihak gereja
yang mencoba untuk mendukung setiap acara apapun yang akan diadakan
oleh masyarakat sekitar gereja. Dalam dukungan tersebut pihak gereja
mencoba untuk memberikan bantuan berupa materi hal ini lakukan oleh
43Sembiring, Villa Pamulang 21 April 2019.
40
pihak gereja agar masyarakat sekitar gereja menerima dan mengakui
keberadaan gereja disekitar mereka.44
Hal ini dijelaskan juga oleh salah satu warga Perumahan Villa
Pamulang. Menurut salah satu warga tersebut dalam pendekatan
kemasyarat pihak gereja memang mencoba untuk memberikan sebuah
bantuan kepada masyarakat baik secara materi maupun dalam bentuk
tenaga, namun dalam hal bantuan secara materi dari pihak gereja pihak
masyarakat disini mencoba untuk tidak sepenuhnya menerima bantuan
berupa materi tersebut hal ini menurut warga dikarenakan masyarakat
takut ketika bantuan berupa materi tersebut diterima sepenuhnya maka
akan membuat pihak gereja dapat melakukan sesuatu dengan seenaknya di
lingkungan sekitar Perumahan Villa Pamulang.45
Dari penjelasan diatas tentu ada sebuah usaha pendekatan yang
dilakukan oleh pihak gereja GBKP kepada masyarakat. Hal tersebut
dilakukan pihak gereja agar eksistensi dari gereja GBKP itu sendiri tetap
terjaga dan dapat diterima oleh masyarakat Villa Pamulang, serta
menghindari sebuah kesalahpahaman yang pada akhirnya dapat
menimbulkan sebuah konflik berkepanjangan antara pihak gereja GBKP
dengan masyarakat Villa Pamulang.
44 Sembiring, Villa Pamulang 21 April 2019. 45Ibu Dian. Villa Pamulang, 28 oktober 2019
41
C. Alasan Penolakan Masyarakat
Dalam mendirikan rumah ibadah tentu tidak terlepas dari masalah-
masalah yang terjadi di lingkungan sosial atau masyarakat hal ini
disebabkan banyak faktor, baik itu di sebabkan oleh perbedaan cara
pandang, kepentingan pribadi maupun adanya sebuah perbedaan
keagamaan. Dalam mendirikan rumah ibadah tentu tidak selamanya
berjalan dengan baik atau berjalan dengan semestinya ada saja hambatan-
hambatan yang dialami baik penolakan secara langsung maupun tidak
langsung yang dilakukan oleh masyarakat. Tentu saja penolakan tersebut
memiliki berbagai macam alasan seperti halnya kasus penolakan Gereja
Batak Karo Protestan (GBKP) di perumahan Villa Pamulang Kota
Tangerang Selatan.
Dalam kasus yang terjadi digereja GBKP diperumahan villa
pamulang Pihak masyarakat melakukan penolakan terhadap gereja di
karenakan beberapa hal. Pertama bangunan yang dijadikan sebuah gereja
merupakan rumah sehingga hal ini menurut warga menyalahi aturan, yang
awalnya warga menilai bahwa bangunan yang telah dibangun tersebut
merupakan rumah namun teryata bangunan tersebut digunakan sebagai
gereja oleh pihak GBKP hal inilah yang membuat warga menolak
bangunan gereja tersebut.46 kedua alasan pihak masyarakat menolak
adanya bangunan gereja dikarnakan lokasi gereja berada ditengah rumah
warga dan dirasa tidak cocok bila ada gereja di tengah-tengah perumahan
46 Ibu Dian. Villa Pamulang, 28 oktober 2019
42
warga karna akan mengganggu masyarakat yang tinggal disekitar gereja,
ketiga masyarakat mengatakan bahwa yang menjadi masalah penolakan
gereja tersebut dikarnakan jamaah gereja yang semakin terus bertambah
dan bukan mayoritas berasal dari warga sekitar villa pamulang malainkan
kebanyakan dari luar atau bukan warga asli villa pamulang sehingga
ketika jamaah gereja berkumpul dalam lingkungan gereja tersebut
kendaraan dari para jamaah gereja sangat menggangu kenyamanan
masyarakat yang berada dlingkungan villa pamulang47. Keempat
masyarakat mengatakan bahwa ada sebuah sikap arogan dari pihak gereja
GBKP terhadap masyarakat, dimana hal ini dijelaskan oleh masyarakat
bahwa pihak gereja telah melanggar atau tidak mendengarkan perkataan
warga tersebut. Menurut salah satu warga tersebut seharusnya gereja
GBKP hanya boleh digunakan saat hari minggu dan tidak boleh
dipergunakan setiap hari, namun ternyata pihak GBKP melakukan
kegiatan gereja setiap hari. Hal inilah yang membuat masyarakat pada
akhirnya melakukan penolakan keras terhadap bangunan gereja GBKP.
Dari keempat alasan itulah yang mebuat masyarakat secara bersamaan
melakukan tindakan penolakan terhadap bangunan gereja GBKP.48
47 Wawancara dengan Bapak Fidon Warga Perumahan Villa Pamulang, 28 oktober
2019. 48Ibu Dian. Villa Pamulang, 28 oktober 2019
43
D. Dinamika Pembangunan Rumah Ibadah GBKP
Berbicara mengenai proses pembangunan rumah ibadah tentu tidak
terlepas dari adanya sebuah hambatan-hambatan yang terjadi, hal ini
dikarnakan setiap proses pembangunan rumah ibadah tentu saja memiliki
prosedur dan aturan-aturan sendiri. Dalam proses pendirian Gereja Batak
Karo Protestan (GBKP) selama kurang lebih 10 tahun pihak gereja
melakukan sebuah upaya untuk melakukan pembuatan surat izin hal ini
dilakukan agar GBKP dapat diakui oleh pemerintah dan dapat diterima
oleh masyarakat. Serta lebih menyakinkan kepada pemerintah maupun
masyarakat bahwa Gereja Batak Karo Protestan merupakan bangunan
yang berdiri secara legal serta memiliki surat izin yang lengkap dan taat
akan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan, baik dari segi lahan atau
pun pembangunannya. Menurut salah satu pendiri gereja perizinan
pembangunan Gereja Batak Karo Protestan ini merupakan perolehan
waktu yang cukup lama dalam proses kelengkapan surat-surat izin.49
Hal ini terjadi karena ada beberapa hambatan yang dirasa sangat
berpengaruh dalam proses pembuatan surat Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) salah satunya belum tersedianya atau adanya sertifikat tanah dari
pihak ketiga hal inilah yang sampai saat ini membuat Gereja Batak Karo
Protestan belum memiliki IMB. Selain persoalan dengan pihak ketiga
yang sampai saat ini belum selesai muncul juga respon penolakan dari
masyarakat yang berada dilingkungan gereja hal inilah yang membuat
49Sembiring, Villa Pamulang 21 April 2019
44
pihak gereja melalukan sebuah tindakan negosiasi dan musyawarah
dengan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan terjadi, dari
negosiasi dan musyawarah tersebut menciptakan beberapa kesepatan
antara pihak gereja dengan masyarakat, yaitu :
1. Penggunaan bangunan gereja hanya digunakan sebagai tempat untuk
beribadah.
2. Untuk penggunaan bangunan gereja hanya dapat digunakan saat hari
minggu.
3. Jamaah gereja tidak dianjurkan untuk menaruh kendaraan pribadi di
sekitar gereja.
4. Tidak boleh melakukan acara apapun di gereja tersebut kecuali hari
Minggu.
Setelah kesepakatan dengan masyarakat dibuat, proses
pembangunan pun dilanjutkan dan memerlukan waktu yang cukup lama
dalam proses pembangunannya. Namun setelah pembangunan sedang
berjalan timbul lagi sebuah reaksi penolakan dari masyarakat setempat
kepada pihak gereja dimana ini terjadi dikarenakan masyarakat yang pada
saat itu merasa bahwa pihak gereja tidak mengunakan bangunan dengan
semanamestinya yang awalnya bangunan itu dikira oleh warga merupakan
rumah ternyata digunakan oleh pihak gereja sebagai tempat ibadah.50
Masyarakat menjelaskan bahwa tidak ada sebuah sosialisasi
terlebih dahulu yang dilakukan oleh pihak gereja kepada masyarakat untuk
50Ibu Dian. Villa Pamulang, 28 oktober 2019.
45
memperluas gereja dan juga masyarakat menjelaskan bahwa bangunan
yang dibangun oleh pihak gereja tidak seperti gereja pada umumnya hal
ini dirasa oleh masyarakat bahwa bangunan tersebut merupakan rumah
dan dirasa oleh masyarakat sebagai sebuah bentuk penyalahgunaan
bangunan.51
Namun pihak gereja menjelaskan bahwa bangunan yang seperti
rumah tersebut merupakan gereja yang memang bentuknya kecil dan mirip
seperti rumah hal ini dikarenakan bahwa lahan mereka sudah tidak muat
lagi untuk membangun gereja dalam bentuk yang lebih besar.52 Dari
permasalahan inilah akhirnya membuat pihak gereja dengan masyarakat
pada saat mengambil sebuah tindakan cepat dan pada saat itu langsung
mengadakan sebuah pertemuan kembali oleh pihak gereja kepada
masyarakat perumahan villa pamulang yang bertempat di Aula Kecamatan
Pamulang, pertemuan tersebut diadakan untuk menyelesaikan adanya
sebuah kesalahpahaman yang terjadi yang akhirnya menimbulkan sebuah
konflik sosial antara masyarakat dan pihak gereja.
Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh Camat Pamulang, Kepala
Kepolisian Pamulang yang dalam pertemuan tersebut mencoba untuk
memberikan kesempatan kepada masing-masing warga maupun dari pihak
gereja untuk memberikan penjelasan dan dapat menyampaikan keinginan
masing-masing dengan tertib, dengan kesepakatan bahwa hasil dari rapat
51Ibu Dian. Villa Pamulang, 28 oktober 2019 52 Sembiring, Villa Pamulang 21 April 2019
46
permasalahan tersebut diserahkan ke Kementerian Agama Kota Tangerang
Selatan.
Dalam pertemuan tersebut mendapat beberapa kesepatan, yaitu :
1. Pihak gereja harus lebih dahulu mensosialisasikan bangunan gereja
yang akan dibangun.
2. Pihak gereja saat ada acara hanya boleh mengunakan gereja saat
malam hari.
3. Pihak gereja dihimbau untuk memparkirkan kendaraan pribadinya
diluar perumahan Villa Pamulang.
4. Serta pihak gereja dihambau untuk melaporkan segala seusatu
kegiatan apapun terlebih dahulu kepada Rt/Rw Perumahan Villa
Pamulang.
E. Telaah Terhadap akar Konflik
Seperti yang telah kita ketahui bahwa konflik merupakan suatu
permasalahan sosial yang umumnya dipicu karena tidak adanya sebuah rasa
saling mengerti, memahami satu sama lain, tidak adanya sebuah sikap
toleransi terhadap kebutuhan dari masing-masing setiap individu serta adanya
sebuah sikap arogan dari setiap individu atau kelompok.
Konflik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Ketika orang
memperebutkan sebuah area mereka tidak hanya akan memperebutkan
sebidang tanah saja namun banyak hal yang menjadi perebutan dari setiap
individu tersebut. Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan
47
dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak
sejalan dan disertai dengan munculnya sebuah perbedaan pendapat.
Menurut Soerjono Soekanto menyebut bahwa konflik merupakan
suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi
tujuannya dengan cara menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman
dan kekerasan. Sedangkan menurut Lewis A. Coser berpendapat bahwa
konflik adalah sebuah perjuangan mengenai nilai atau tuntutan atas status,
kekuasan dan sumber daya yang bersifat langkah dengan maksud
menetralkan, menyederai dan melenyapkan lawan.53
Melihat dari kasus penolakan masyarakat terhadap gereja GBKP di
Perumahan Villa Pamulang Kota Tangerang selatan tentu saja terdapat
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antara pihak gereja
GBKP dengan warga di Perumahan Villa Pamulang Kota Tangerang Selatan,
adapun faktor-faktor yang menyebabkan konflik pendirian rumah ibadah
GBKP di perumahan Villa Pamulang terjadi adalah:
1. Perbedaan Cara Pandang Masyarakat
Perbedaan pendapat tentu bisa membuat adanya sebuah konflik. Hal
tersebut dapat terjadi dikarenakan bahwa setiap cara pandang seseorang dapat
menciptakan suatu keputusan-keputusan baru atau sebuah peraturan baru, hal
inilah yang dirasa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan konflik
penolakan gereja GBKP terjadi di perumahan Villa Pamulang. Dengan adanya
53Drs. Mustamin Studi Konflik Sosial di Desa Bugis dan Parangina Kecamatan Sape
Kabupaten Bima 2014(Jurnal Ilmiah Mandala Education, Vol. 2, No 2, Oktober 2016),h.185-
185.
48
sebuah cara pandang yang berbeda antara masyarakat dengan pihak gereja
GBKP tentang pendirian rumah ibadah tentu saja akan melahirkan sebuah
perselisihan antara keduanya yang dikarenakan tidak adanya sikap saling
memahami satu sama lain.
2. Munculnya Sikap Arogan
Proses terjadinya konflik terhadap bangunan gereja GBKP di
Perumahan Villa Pamulang Kota Tangerang Selatan juga disebabkan karena
adanya sebuah sikap arogan dari pihak gereja terhadap masyarakat dan sikap
arogan masyarakat terhadap gereja. Sikap arogan yang dilakukan oleh pihak
gereja terhadap masyarakat Villa Pamulang ini adalah dengan tidak patuhnya
pihak gereja terhadap peraturan-peraturan yang telah diatur oleh pemerintah,
dan kurangnya kesadaran pihak gereja terhadap kesapatan yang telah dibuat
oleh masyarakat Villa Pamulang. Dalam hal ini pihak gereja menjelaskan
mengapa hanya ketika mendirikan gereja saja peraturan SKB 2 Menteri dan
IMB itu diberlakukan mengapa aturan tersebut tidak diberlakukan dalam
proses pembangunan masjid. Ini sama saja menurut gereja ada sebuah
diskriminasi terhadap penganut keyakinan yang berbeda. Dan sikap arogan
masyarakat terhadap gereja adalah sikap membatasi gereja dalam melakukan
setiap acara atau kegiatan yang dimana seperti yang telah dijelaskan diatas
bahwa masyarakat pada awalnya memang sudah mengetahui keberadaan
gereja GBKP tersebut sudah lebih dulu ada sebelum warga menempati
wilayah tersebut namun banyak dari hasil kesepakatan tersebut pihak
masyarakat mencoba untuk membatasi aktifitas gereja. Dari sikap arogan
49
inilah yang akhirnya melahirkan sebuah konflik sosial terhadap agama yang
berkepanjangan.
3. Kurangnya Sosialisai
Dalam hidup bermasyarakat tentu sosialisasi sangat dibutuhkan, hal ini
diperlukan untuk dapat saling mengenal dan memahami antara satu sama lain
dengan baik. Namun dalam kasus gereja GBKP di Perumahan Villa
Pamulang, salah satu faktor yang menyebabkan konflik terjadi dikarenakan
sangat kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak gereja GBKP kepada
masyarakat Villa Pamulang, sehingga dari kurangnya sosialisasi tersebutlah
yang kemudian melahirkan sebuah kesalahpahaman antara pihak gereja
dengan pihak masyarakat.
4. Kurangnya kesadaran akan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
Dalam mendirikan bangunan entah itu gereja, vihara, maupun masjid
tentu segala sesuatunya sudah diatur dan ditetapkan oleh pemerintah, berbeda
halnya dengan beribadah, dalam beribadah setiap penganut agama memiliki
hak untuk beribadah dan tidak ada larangan dalam hal tersebut. Namun
berebeda ketika kita membahas mengenai pendirian rumah ibadah, tentu ada
proses dan aturanya sendiri. Dalam kasus penolakan gereja GBKP
diperumahan Villa Pamulang salah satunya dipicu dengan kurangnya
kesadaran akan aturan-aturan yang telah ditetapkan sehingga dari kurangnya
kesadaran tersebut menimbulkan berbagai macam permasalahan salah satunya
menyangkut administrasi. Karena kebanyakan konflik pendirian rumah ibadah
terutama rumah ibadah non-muslim sering terjadi dikarenakan permasalahan
50
yang menyangkut sebuah izin dalam mendirikan sebuah bangunan ibadah, ini
terjadi dikarenakan kebanyakan pembangunan rumah ibadah dalam proses
pembangunannya tidak izin terlebih dahulu.
F. Solusi Konflik
Bapak Nur Hasan selaku perwakilan dari Kementerian Agama yang
menangani kasus pendirian rumah ibadah gereja GBKP, meminta konflik
yang terjadi dalam pembangunan rumah ibadah gereja GBKP harus
diselesaikan secara musyawarah. Seluruh umat beragama di Perumahan Villa
Pamulang diharapkan mengedepankan sebuah sikap saling menghormati serta
mengahargai masing-masing agama.54
Untuk menjaga toleransi dan hubungan yang harmonis antara umat
beragama, Nur Hasan meminta agar setiap pihak tidak memaksakan kehendak
dan pandangan masing-masing. Sebab, kerukunan antar umat serta persatuan
dan kesatuan bangsa harus ditempatkan pada tujuan tertinggi dalam
menyelesaikan masalah.
Menurut Nur Hasan, banyak konflik antar agama di Indonesia yang
diawali dari persoalan rumah ibadah. Untuk itu, ia menghimbau kepada
seluruh umat beragama, agar dalam pendirian rumah ibadah, tetap
berpedoman pada aturan serta Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri
Agama dan Mendagri.
54 Nur Hasan. Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan, 28 oktober 2019
51
Nur Hasan mengatakan banyak kasus terjadi, belum ada izi, rumah
ibadah sudah didirikan. Ketika berdiri terjadilah pro kontra ditengah
masyarakat. Mungkin saja ada faktor ketidaktahuan, tapi dalam komponen
masyarakat itu tidak dibenarkan. Seharusnya, sebelum mendirikan rumah
ibadah harus terlebih dahulu dilengkapi persyaratannya. Seperti hak
kepemilikan tanah, dilengkapi persyaratan SKB 2 Menteri, dan IMB. Selain
kelengkapan syarat, menurut Nur Hasan, dalam pendiriannya rumah ibadah
juga harus melibatkan tokoh adat setempat dan memperhatikan aspek kearifan
lokal. Sehingga keberadaan rumah ibadah didukung semua pihak.55
Selain penjelasan diatas Nur Hasan juga menjelaskan bahwa
pemerintah juga harus menengahi dengan cara mencarikan lokasi lain jiga
rumah ibadah sudah terlanjur berdiri. Sehingga tidak menimbulkan konflik
dimasyarakat. Dan juga yang telah terlanjur mendirikan, juga harus menerima
dengan sabar dan berlapang dada saat dipindahkan. Sementara bagi
masyarakat yang kontra, ketika persyaratan telah terpenuhi maka tidak boleh
melarang lagi pendirian rumah ibadah. Karena semua warga negara pada
prinsipya memiliki hak hidup dengan memeluk dan menjalankan kepercayaan
masing-masing.
55Nur Hasan. Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan, 28 oktober 2019
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latar belakang terjadinya konflik Gereja Batak Karo Protestan di
daerah Perumahan Villa Pamulang Kota Tangerang Selatan ini disebakan
karena Pertama bangunan yang dijadikan sebuah gereja merupakan rumah
sehingga hal ini menurut warga menyalahi aturan, yang awalnya warga
menilai bahwa bangunan yang telah dibangun tersebut merupakan rumah
namun teryata bangunan tersebut digunakan sebagai gereja oleh pihak GBKP.
Kedua alasan pihak masyarakat menolak adanya bangunan gereja GBKP
dikarenakan lokasi gereja berada ditengah rumah warga dan dirasa tidak
cocok bila ada gereja di tengah-tengah perumahan warga karena akan
mengganggu masyarakat yang tinggal disekitar gereja. Ketiga masyarakat
mengatakan bahwa yang menjadi masalah penolakan gereja tersebut
dikarenakan jumlah jamaah gereja yang semakin terus bertambah dan bukan
mayoritas berasal dari warga sekitar villa pamulang malainkan kebanyakan
dari luar atau bukan warga asli villa pamulang. Keempat masyarakat
mengatakan bahwa adanya sebuah sikap arogan dari pihak gereja GBKP
terhadap masyarakat.
Model solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara
pihak gereja GBKP dengan masyarakat Perumahan Villa Pamulang adalah
dengan cara musyawarah yang dimana dalam musyawarah tersebut seluruh
53
pihak yang terkait diharapkan mengedepankan sebuah sikap saling
menghormati serta menghargai setiap pemeluk agama yang berbeda. Dan juga
diharapkan untuk menjaga toleransi dan hubungan yang harmonis antara umat
beragama serta selalu berpedoman pada aturan Surat Keputusan Bersama
(SKB) Menteri Agama dan Mendagri dalam proses pembangunan rumah
ibadah.
1. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ada hal-hal yang
menarik untuk dilakukan, yaitu :
1. Dengan adanya keragaman umat beragama dan aturan yang telah ditetapkan
seharusnya masyarakat dapat memahami bagaimana sikap toleransi dan saling
menjaga kerukunan antar umat beragama sehingga dapat hidup tentram dan
nyaman tanpa memicu sebuah konflik antar umat beragama yang dapat
menimbulkan kerugian terhadap semua kalangan.
2. Melihat dari permasalahan diatas, seharusnya pihak Pemerintah Kota
Tangerang Selatan dapat lebih dalam menerapkan Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negri No 9 dan 8 Tahun 2006 kepada setiap
pemeluk agama yang berbeda, serta mampu lebih memelihara kerukunan
antar masyarakat beda agama.
3. Untuk setiap pemeluk agama yang ingin mendirikan rumah ibadah harus tetap
berpedoman dan patuh terhadap peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh
pemerintah.
54
4. Penulis mengharapkan kepada peneliti yang ingin meneliti tentang konflik
pendirian rumah ibadah Non-Muslim di Kota Tangerang Selatan, dan ingin
mengetahuilebih dalam bagaimana latar belakang masalah yang terjadi serta
bagaimana solusi yang diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Maka penulis mengharapkan agar peneliti untuk lebih mengkaji dan
mengamati secara mendalam akar-akar permasalahan yang terjadi agar dapat
dijadikan sebuah sumber pengetahuan untuk masyarakat di daerah tersebut.
55
DAFTAR PUSTAKA
Basyiruddin Utsman , Asnawir dan, Media Pembelajaran, Jakarta : Ciputat Press,
2002.
Bahri, Media Zainul, Wajah Studi Agama-Agama. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAKAR,2015.
Bahri, Media Zainul, Satu Tuhan Banyak Agama. Jakarta: PT Mizan Publika,2011.
Bachtiar, Harsja W, Agama dan Perubahan Sosial di Indonesia dalam buku “kajian
Agama dan Masyarakat”. Jakarta: Departemen Agama RI Badan Penelitian dan
Pengembangan Agama,1993.
Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi edisi 1 cet.5, Jakarta: Raja Grafindo
Persada,1998.
Dr. Wibowo, S.E.,M.Phill. Manajemen Perubahan edisi kedua, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada,2007.
Djuarsa Sendjaja, S. Teori Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1994.
Faisal, Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers,2008.
Hayat, Bahrul, Mengelola Kemajemukan Umat Beragama, Jakarta : PT Saadah Cipta
Mandiri,2012
56
Jusuf, M Kalla, Harmoni dan Damai Dalam Perbedaan. Jakarta: Grafindo Books Media
,2013.
Mustamin, Drs. Studi Konflik Sosial di Desa Bugis dan Parangina Kecamatan Sape
Kabupaten Bima 2014 (Jurnal Ilmiah Mandala Education, Vol. 2, No 2, Oktober,
2016
Mubyarto, Kemiskinan dan Ilmu Ekonomi dalam buku “Kajian Agama dan
Masyarakat”. Jakarta: Departemen Agama RI Badan Penelitian dan
Pengembangan Agama,1993
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
Republik Indonesia (JurnalHarmoni, Vol. IX, No 33, Januari-Maret 2010
Sumartama TH dkk, Agama dan Negara, perspektif: Islam, Budha, Hindu, Konghucu,
Protestan,
Suryabrata, Sumardi, Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,1998.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&. Bandung: Penerbit
Alfabeta,2013.
Supardi, Metodologi Penelitian Bisnis, Yogyakarta: UII Press,2005.
Salam, Syamsir, Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta press,2006
57
Uli Parulian Sihombing, siti Aminah, Memahami Kebijakan Rumah Ibadah, jakarta :
The Indonesia Legal Resource Center, 2010.
Undang-Undang Dasar, pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasil (Ketetapan
MPR No.11/MPR/1997/. Garis-garis besar haluan Negara (ketetapan MPR No.
11/MPR/1983), Sekretaris Negara Republik Indonesia.
Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Grasindo, 2001.
Zarkasi, Ahmad. “Metodologi Studi Agama”. Vol XI, No.1. Januari-Juni 2016
Lihat:http://Krjogja.com/web/news/read/57599/Begini_kronologi-penyerangan-
Gereja-di-Gamping. di akses pada tanggal 6 november 2018.
Lihat:https://m.detik.com/news/berita-jawa-tengah/d-3861562/kronologi-
penyerangan-gereja-lidwina-sleman. Diakses tanggal 6 november 2018.
Lihat:https:/nasional.compas.com/read/2018/02/12/18441831/wiranto-pelaku-
penyerang-gereja-santa-lidwina-adalah-teroris. Diakses pada tanggal 6 november
2018.
Lihat:https://www.kompas.com/adamfadhlurahman/penolakan-pembangunan-rumah-
ibadah-tidak-hanya-monopoli-indonesia. Diakses tanggal 7 november 2018.
Lihat:http://www.google.co.id/amp/s/republika.co.id/amp/diaksestanggal 7
November 2018.
Sumber Wawancara
Wawancara Pribadi Dengan Ibu Sembiring, Villa Pamulang 15 April 2019.
58
Wawancara Pibadi Dengan Ibu Dian, Villa Pamulang 28 October 2019.
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Fidon, Villa Pamulang 25 October 2019.
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Nur Hasan, Kantor Kementerian Agama Kota
Tangerang Selatan 28 October 2019.
Wawancara Pribadi Dengan Bapak KH. Hasan Mustofi, Kantor Majelis Ulama Kota
Tangerang Selatan 25 October 2019.
59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
1. Tahun berapa pihak GBKP membeli tanah di Perumahan Villa Pamulang?
2. Tahun berapa GBKP di dirikan?
3. Bagaimana sejarah GBKP didirikan dan Apa alasan berdirinya GBKP di
Perumahan Villa Pamulang?
4. Berapa jumlah jamaah sejak pertama kali GBKP ini dibangun sampai
sekarang?
5. Apakah ada penambahan jumlah jamaah dari waktu ke waktu?
6. Bagaimana riwayat jamaah GBKP di Perumahan Villa Pamulang?
7. Apakah ada dukungan dari masyarakat sekitar terhadap bangunan GBKP
di Perumahan Villa Pamulang?
8. Bagaimana respon Pemerintah Kota Tangerang selatan terhadap GBKP di
Perumahan Villa Pamulang?
9. Bagaimana status lahan bagunan GBKP saat ini?
10. Adakah penolakan dari masyarakat terhadap GBKP di Perumahan Villa
Pamulang?
11. Apa alasan masyarakat menolak adanya bangunan GBKP di Perumahan
Villa Pamulang?
12. Bagaimana proses pendekatan pihak GBKP kepada masyarakat sekitar?
13. Dinamika seperti apa yang dirasakan pihak GBKP dalam proses
perkembangan gereja di Perumahan Villa Pamulang?
Lampiran I
HASIL WAWANCARA
Nama :Ibu Sembiring
Jabatan : Pimpinan GBKP Pamulang
Waktu Wawancara : 15-21 April 2019
1. Tahun berapa pihak GBKP membeli tanah di Perumahan Villa
Pamulang?
Jawab:
Pihak gereja membeli tanah dari pihak pertama pada tahun 1995
2. Tahun berapa GBKP didirikan?
Jawab:
Gereja berdiri pada tahun 1995 tidak lama setelah tanah dibeli dari pihak
pertama.
3. Bagaimana sejarah GBKP didirikan dan alasan berdirinya GBKP di
Perumahan Villa Pamulang?
Jawab:
Pada awalnya lahan kosong yang akan di tempati pihak GBKP untuk
dibangun sebuh rumah ibadah adalah sebuah tempat pembuangan sampah
yang memiliki luas berkisar 1.500 meter persegi.Gereja Batak Karo
Protestan (GBKP) di Perumahan Villa Pamulang secara resmi berdiri
pada tahun 1995 dimana pembangunan GBKP itu sendiri karena kuatnya
dorongan dari para jamaat GBKP untuk membangun rumah ibadah mereka
sendiri. Hal ini dilakukan karena pada saat itu komunitas GBKP belum
sama sekali memiliki tempat ibadah mereka sendiri. Sehingga hal ini
membuat para jamaat dari GBKP melakukan ibadah secara bersamaan
dengan komunitas kristen yang lain, dimana para jamaat GBKP
melakukan ibadah mereka ditempat yang telah disediakan oleh Deplover.
Namun dalam melakukan ibadah GBKP tidak sendiri, para jamaat GBKP
harus melakukan ibadah dengan lima komunitas kristen yang lain dalam
satu waktu.Dalam hal ini, pihak GBKP merasa bahwa waktu dan tempat
ibadah yang dilakukan secara bersamaan dengan pihak komunitas kristen
yang lain dirasa sangat kurang, yang disebabkan banyaknya acara dan
disertai semakin terus bertambahjumlah jamaat dari setiap komunitas
kristen.
4. Berapa jumlah jamaah sejak pertama kali GBKP ini dibangun
sampai sekarang?
Jawab :
Pada awal pembangunan GBKP di Perumahan Villa Pamulang jumlah
jamaah gereja berkisar 40 orang, dan untuk sekarang jumlah jamaah
GBKP berkisar 200 orang.
5. Apakah ada penambahan jumlah jamaah dari waktu ke waktu?
Jawab :
Setiap tahunnya di GBKP ini jumlah jamaah meningkat.
6. Bagaimana riwayat jamaah GBKP di Perumahan Villa Pamulang?
Jawab:
Gereja Batak Karo Protestan Pamulang berawal dari sebuah keinginan
untuk merangkul seluruh jamaat Batak Karo Kristen untuk menjadi
manusia yang lebih baik agar selalu berada di jalan kebenaran. Saat itu
para jamaat melakukan ibadah dan kegiatan-kegiatan mereka di sebuah
Gereja yang telah disediakan developer untuk mereka gunakan sebagai
tempat ibadah dan melakukan kegiatan-kegiatan di gereja tersebut.
Namun, komutitas GBKP tidak hanya sendiri dalam mengunakan Gereja
yang di sediakan. Mereka harus berbagi tempat dan berbagi waktu dengan
empat komunitas Kristen yang lain. Pada tahun 1995 di adakan
musyawarah dengan para jamaat GBKP tentang pembuatan Rumah Ibadah
mereka sendiri.
7. Bagaimana status lahan bagunan GBKP saat ini?
Jawab:
Untuk status lahan, tanah yang dibeli oleh gereja dari pihak pertama itu
legal, ini dikarnakan pihak gereja sendiri memiliki bukti-bukti secara
administrasi.
8. Dinamika seperti apa yang dirasakan pihak GBKP dalam proses
perkembangan gereja di Perumahan Villa Pamulang?
Jawab :
proses pembangunan rumah ibadah tentu tidak terlepas dari adanya sebuah
hambatan-hambatan yang terjadi, hal ini dikarnakan setiap proses
pembangunan rumah ibadah tentu saja memiliki prosedur dan aturan-
aturan sendiri. Dalam proses pendirian Gereja Batak Karo Protestan
(GBKP) selama kurang lebih 10 tahun pihak gereja melakukan sebuah
upaya untuk melakukan pembuatan surat izin hal ini dilakukan agar GBKP
dapat diakui oleh pemerintah dan dapat diterima oleh masyarakat. Serta
lebih menyakinkan kepada pemerintah maupun masyarakat bahwa Gereja
Batak Karo Protestan merupakan bangunan yang berdiri secara legal serta
memiliki surat izin yang lengkap dan taat akan peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan, baik dari segi lahan atau pun pembangunannya. Menurut
salah satu pendiri gereja perizinan pembangunan Gereja Batak Karo
Protestan ini merupakan perolehan waktu yang cukup lama dalam proses
kelengkapan surat-surat izin.
HASIL WAWANCARA
Nama : Ibu Dian
Jabatan : Ketua RW Perumahan Villa Pamulang
Waktu Wawancara : 28 October 2019
1. Apakah ada dukungan dari masyarakat sekitar terhadap bangunan
GBKP di Perumahan Villa Pamulang?
Jawab:
Pada awal adanya bangunan gereaja GBKP di tengah-tengah masyarakat,
awalnya masyarakat sendiri tidak mendukung. Namun dikarenakan
mencoba untuk menciptakan sebuah sikap toleransi akhirnya masyarakat
menerima adanya bangunan gereja GBKP ditengah-tengah masyarakat.
Selain itu alasan masyarakat menerima karena gereja tersebut sudah lebih
dulu ada.
2. Adakah penolakan dari masyarakat terhadap GBKP di Perumahan
Villa Pamulang?
Jawab:
Penolakan terhadap gereja ada. Banyak dari masyarakat menolak
keberadaan gereja di Perumahan Villa Pamulang.
3. Apa alasan masyarakat menolak adanya bangunan GBKP di
Perumahan Villa Pamulang?
Jawab:
Alasan masyarakat menolak GBKP di Perumahan Villa Pamulang
dikarenakan jumlah jamaah yang semakin terus bertambah dan pihak
gereja yang mengunakan gereja setiap hari, padahal masyarakat sekitar
sudah menghimbau kepada pihak gereja agar bangunan gereja tersebut
digunakan hanya pada hari minggu.
4. Bagaimana proses pendekatan pihak GBKP kepada masyarakat
sekitar?
Pendekatan yang dilakukan oleh pihak gereja kepada masyarakat adalah
dengan mendukung setiap acara yang akan diadakan oleh masyarakat,
dukungan tersebut berupa materi, namun pihak masyarakat tidak
sepenuhnya menerima bantuan tersebut hal ini dikarnakan masyarakat
takut ketika bantuan tersebut diterima pihak gereja akan berlaku
seenaknya.
HASIL WAWANCARA
Nama : Bapak Fidon
Jabatan : Warga Perumahan Villa Pamulang
Waktu Wawancara : 25 October 2019
1. Apa alasan masyarakat menolak adanya bangunan GBKP di
Perumahan Villa Pamulang?
Alasan masyarakat menolak dikarnakan bahwa jamaah gereja GBKP
mayoritas bukan berasal dari Perumahan Villa Pamulang, dan jumlah
jamaahnya semakin terus bertambah hal inilah yang membuat masyarakat
pada akhirnya menolak keberadaan gereja di Perumahan Villa Pamulang.
2. Bagaimana proses pendekatan pihak GBKP kepada masyarakat
sekitar?
Pendekatan yang dilakukan oleh pihak gereja kepada masyarakat adalah
dengan mendukung setiap acara yang akan diadakan oleh masyarakat,
dukungan tersebut berupa materi, namun pihak masyarakat tidak
sepenuhnya menerima bantuan tersebut hal ini dikarnakan masyarakat
takut ketika bantuan tersebut diterima pihak gereja akan berlaku
seenaknya.
HASIL WAWANCARA
Nama : KH. Hasan Mustofi
Jabatan : Ketua Komisi V MUI (kerukunan agama dan
Perundang-undangan)
Waktu Wawancara : 25 October 2019
1. Bagaimana respon Pemerintah Kota Tangerang selatan
terhadap GBKP di Perumahan Villa Pamulang?
Jawab:
Konflik antar umat beragama secara umum sering terjadi dan itu
merupakan bagian dari intraksi sosial yang sering terjadi didalam
masyarakat. Hal ini terjadi ketika pihak-pihak yang bersangkutan tidak
menemukan kesepakatan pehaman yang sama antara satu sama lain serta
adanya sebuah ketidakpatuhan terhadap peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah sehingga akhirnya menimbulkan sebuah
konflik didalam lingkungan bermasyarakat. Pemerintah dalam hal ini
bersikap netral, tidak memihak terhadap salah satu pihak, hal dilakukan
agar tidak adanya pihak yang merasa dibedakan satu sama lain, pihak
pemerintah sendiri menghimbau kepada kedua pihak yang terlibat untuk
sama-sama taat terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan, dan sama-
sama mengedepankan sikap toleransi dan tidak mementingkan ego
masing-masing.
HASIL WAWANCARA
Nama : Bapak Nur Hasan
Jabatan : Kasubag Kementerian Agama Kota Tangsel
Waktu Wawancara : 25 October 2019
1. Bagaimana respon Pemerintah Kota Tangerang selatan terhadap
GBKP di Perumahan Villa Pamulang?
Dalam kasus penolakan rumah ibadah Gereja Batak Karo Protestan di
Perumahan Villa Pamulang Kota Tengerang Selatan pihak pemerintah
kota tangerang selatan sendiri memiliki sikap yang berbeda, hal ini
dikarenakan bahwa pihak pemerintah kota tengerang selatan harus
memiliki sikap yang adil dan tidak membedakan satu sama lain. Sehingga
dengan adanya sebuah sikap yang tidak membedakan satu sama lain inilah
yang dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara pihak-pihak
yang bersangkutan. Namun masih saja ada pihak-pihak yang merasa
dibedakan dan kurang diperhatikan dari sisi penganut agamanya sehingga
seolah-olah pihak pemerintah sendiri membedakan setiap penganut agama
yang berbeda hal itu dirasa semakin besar ketika menyangkut sebuah
proses pembangunan rumah ibadah. Dalam hal ini pihak pemerintah
sendiri menjelaskan bahwa tidak ada sama sekali sikap menbeda-bedakan
antara penganut agama yang satu dengan agama yang lain, selama patuh
dan taat terhadap peraturan yang telah ditetapkan maka permasalahan atau
konflik rumah ibadah akan dapat terselesaikan dengan baik. Namun yang
selalu jadi permasalahan dalam kasus pendirian rumah ibadah terutama
gereja adalah menyangkut izin dan tidak adanya dukungan dari masyarakat
sekitar terhadap pendirian gereja dilingkungannya2.
2. Solusi seperti apa dalam menyelesaikan konflik antara pihak
masyarakat dengan pihak GBKP?
Jawab:
Solusi yang dilakukan menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara
pihak gereja GBKP dengan masyarakat Perumahan Villa Pamulang adalah
dengan cara musyawarah yang dimana dalam musyawarah tersebut
seluruh pihak yang terkait diharapkan mengedepankan sebuah sikap saling
menghormati serta menghargai setiap pemeluk agama yang berbeda. Dan
juga diharapkan untuk menjaga toleransi dan hubungan yang harmonis
antara umat beragama serta selalu berpedoman pada aturan Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Mendagri dalam proses
pembangunan rumah ibadah.
Lampiran II
Sertifikat Tanah Gereja Karo Batak Protestan
Sertifikat Gereja Batak Karo Protestan yang di beli dari pihak pertama
Lampiran III
Wawancara dengan Ibu Dian Ketua RW di Perumahan Villa Pamulang
Wawancara Dengan Bapak Fidon warga Perumahan Villa Pamulang
Wawancara Dengan Bapak Nur Hasan Kementerian Agama
Proses Wawancara Dengan Bapak Nur Hasan
Wawancara Dengan KH. Hasan Mustofi
Foto Dengan Pimpinan GBKP Ibu Sembiring. Nama Pengurus GBKP Villa
Pamulang.
Tampak Depan Gereja
Gereja Tampak Depan
Gereja Tampak Samping
Lampiran IV
Lampiran V
Lampiran VI
Lampiran VII