Download - Materi IPL Fillet Ikan.pdf
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 1/35
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Unit Pengolahan F ill et Ikan
4.1.1 Lokasi Unit Pengolahan F ill et
Pada penelitian ini, lokasi unit pengolahan fillet ikan yang dijadikan tempat
penelitian tersebar di Pulau Jawa. Apabila dirinci berdasarkan provinsi dan
status penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan, maka sebaran lokasi unit
pengolahan fillet ikan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sebaran lokasi unit pengolahan ikan (UPI) berbentuk fillet berdasarkan provinsi dan status penerapan CPB dan SPOS
No Provinsi
Status UPI
Total UPIBM LM
1 Banten 0 1 1
2 DKI Jakarta 0 3 3
3 Jawa Barat 0 1 1
4 Jawa Tengah 15 2 17
5 Jawa Timur 0 4 4
Total 15 11 26
Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOSLM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa provinsi Jawa Tengah memiliki unit
pengolahan fillet ikan terbesar dengan jumlah tujuh belas, diikuti provinsi Jawa
Timur empat unit dan provinsi DKI Jakarta tiga unit. Banyaknya unit pengolahan
fillet ikan di tiga provinsi tersebut dikarenakan letaknya yang berdekatan dengan
sumber bahan baku ikan seperti Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam
Zachman Muara Baru, Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, PPI Tegal Sari, PPS Cilacap, PPN
Brondong, PPN Prigi dan lain sebagainya.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 2/35
33
Khusus di provinsi Jawa Tengah, dari tujuh belas unit pengolahan fillet
ikan yang ada, lima belas diantaranya saat ini berhenti menerapkan CPB dan
SPOS pengolahan fillet ikan sedangkan dua unit pengolahan lainnya lanjut
menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Kelima belas unit pengolahan
tersebut terletak di Kawasan Tegal Sari, Kota Tegal, Jawa Tengah.
4.1.2 Kapasitas Produksi dan Tingkat Utilisasi
Total kapasitas produksi terpasang seluruh unit pengolahan fillet ikan yang
dijadikan lokus penelitian adalah 176,2 ton/hari dengan realisasi produksi
sebesar 103,5 ton/hari (Lampiran 9). Artinya, dari total kapasitas produksi
terpasang, tingkat utilisasinya baru mencapai 58,74% sehingga terdapat kapasitas
menganggur atau idle capacity sebesar 41,26%.
Pada unit pengolahan fillet ikan yang termasuk kelompok BM, total
kapasitas produksi terpasang mencapai 83,2 ton/hari dengan realisasi produksi
sebesar 53,2 ton/hari. Artinya, unit pengolahan fillet ikan tersebut memiliki
tingkat utilitas sebesar 63,9% sehingga terdapat idle capacity sebesar 36,1%.
Pada unit pengolahan fillet ikan yang termasuk kelompok LM, total kapasitas
produksi terpasang mencapai 93,0 ton/hari dengan realisasi produksi sebesar 50,3
ton/hari. Artinya, pada unit pengolahan fillet ikan tersebut, memiliki tingkat
utilitas sebesar 54,1% sehingga terdapat kapasitas menganggur atau idle capacity
sebesar 45,9% (Lampiran 9).
Kondisi idle capacity di unit pengolahan fillet milik responden kelompok
BM dan LM mengakibatkan sarana pengolahan fillet tidak dapat dioperasikan
secara maksimal sesuai dengan kapasitasnya. Tingkat idle capacity yang tinggi
ini dikhawatirkan menyebabkan biaya produksi fillet menjadi tidak ekonomis
karena seluruh total biaya produksi hanya dapat ditanggung oleh produk fillet
yang jumlahnya kurang dari yang seharusnya.
Secara umum, rendahnya tingkat utilitas pada unit pengolahan fillet ikan
disebabkan oleh kurangnya bahan baku. Oleh karena itu, dalam upaya
meningkatkan utilitas unit pengolahan fillet , perlu dilakukan upaya
pengembangan kemitraan antara unit pengolahan fillet ikan dengan perusahaan
penangkap ikan, peningkatan mutu bahan baku serta mengembangkan
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 3/35
34
diversifikasi produk fillet dari yang berbasis pada bahan baku hasil tangkapan
menjadi hasil budidaya seperti patin, lele dan nila. Departemen Kelautan dan
Perikanan (2009) menyatakan, pada tahun 2006, produksi lele baru mencapai
77.542 ton meningkat pada tahun 2007 menjadi 112.571 ton. Adapun patin, pada
tahun 2006, produksinya hanya sebesar 31.490 ton meningkat pada tahun 2007
menjadi 79.051 ton dan nila sebesar 169.390 ton pada tahun 2006 meningkat
menjadi 214.401 ton pada tahun 2007.
Nurdjana (2009) menyatakan bahwa mulai periode 2009-2014, Kementerian
Kelautan dan Perikanan akan mendorong peningkatan budidaya ikan patin hingga
70%, yaitu dari 132.600 ton di tahun 2009 menjadi 1.883.000 pada tahun 2014.
Lebih lanjut Nurdjana (2009) menyatakan bahwa mulai periode 2009-2014,
produksi ikan lele akan ditingkatkan sebesar 35%, yaitu dari 200.000 ton di tahun
2009 menjadi 900.000 ton pada tahun 2014 dan nila sebesar 27%, yaitu dari
378.300 ton di tahun 2009 menjadi 1.242.900 ton pada tahun 2014. Peningkatan
produksi tersebut menggambarkan bahwa pada periode ke depan, ketersediaan
bahan baku ikan patin, lele dan nila akan berlimpah. Apabila unit pengolahan fillet
mendiversifikasi produk dengan bahan baku yang berasal tiga komoditas tersebut
akan mendapatkan jaminan ketersediaan bahan baku, sehingga utilitas unit pengolahan fillet akan lebih besar lagi.
4.1.3 Tenaga Kerja Pengolahan F ill et Ikan
Jumlah tenaga kerja yang terdapat di unit pengolahan fillet ikan kelompok
BM dan LM sebanyak 2.432 orang dengan komposisi tenaga kerja laki-laki
sebanyak 690 orang (28,37%) dan perempuan sebanyak 1.742 orang (71,63%)
(Lampiran 10).
Apabila dilihat dari penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan, unit
pengolahan fillet ikan yang termasuk kelompok BM menyerap tenaga kerja
dengan jumlah 892 orang dengan komposisi tenaga kerja laki-laki sebanyak 181
orang (20,29%) dan tenaga kerja perempuan 711 orang (79,71%). Pada unit
pengolahan fillet ikan yang termasuk kelompok LM, jumlah tenaga kerja yang
terserap sebanyak 1.540 orang dengan komposisi tenaga kerja laki-laki sebanyak
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 4/35
35
509 orang (33,05%) dan tenaga kerja perempuan dengan jumlah 1031 orang atau
(66,95%) (Lampiran 10).
Mayoritas tenaga kerja laki-laki yang berkerja di unit pengolahan fillet
ikan melaksanakan proses sanitasi dan pembersihan ruangan, penerimaan ikan,
distribusi ikan maupun fillet dari satu tahapan proses ke tahapan yang lain serta
menimbang dan mengemas produk akhir. Sedangkan mayoritas tenaga kerja
wanita melaksanakan aktivitas mem fillet ikan. Banyaknya tenaga kerja wanita
yang mem fillet ikan disebabkan tenaga kerja wanita memiliki tingkat ketelitian
yang tinggi dalam mengolah fillet . Tingkat ketelitian pekerja wanita dapat dilihat
dari rendemen fillet hasil produksi yang rata-rata mencapai 35 – 40%.
4.1.4 Pemasaran F ill et Ikan
Pada unit pengolahan fillet yang menjadi lokasi penelitian, pola pemasaran
yang dilakukan dapat dikelompokan menjadi 3 jenis sebagaimana diperlihatkan
pada Gambar 4, 5, dan 6.
Gambar 4. Pola 1 pemasaran fillet ikan
Gambar 4 memperlihatkan pola pemasaran fillet dari produsen langsung
kepada konsumen. Pola ini dilakukan oleh unit pengolahan fillet yang termasuk
dalam kelompok BM dan LM. Pada kelompok BM, 15 responden melalukuan
pemasaran fillet secara langsung kepada konsumen industri olahan ikan lanjutandi dalam negeri, seperti industri pengolahan kerupuk, baso, otak-otak, nugget dan
lain-lain. Pada kelompok LM, 11 responden memasarkan langsung produk fillet
kepada konsumen industri seperti jaringan katering dan supermarket serta importir
luar negeri.
KonsumenProdusen
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 5/35
36
Gambar 5. Pola 2 pemasaran fillet ikan
Gambar 5 memperlihatkan pola pemasaran fillet yang dilakukan melalui
perantara ( supplier ). Pola pemasaran fillet seperti ini dilakukan oleh satu
responden kelompok BM. Responden memasarkan produk fillet nya tidak
langsung ke konsumen rumah tangga maupun industri melainkan melalui
perantara pemasok/ supplier . Pemasok yang berhubungan secara langsung kepada
konsumen yang terdiri atas industri maupun pengecer di pasar.
Gambar 6. Pola 3 pemasaran fillet
Gambar 6 memperlihatkan pola pemasaran fillet yang menggunakan agen penjualan atau melalui sistem keagenan. Model pemasaran melalui sistem
keagenan tersebut dilakukan satu responden kelompok LM. Responden
memasarkan fillet ikan melalui agen-agen perusahaan yang ada di beberapa kota
seperti Jakarta dan Bandung. Agen-agen perusahaan kelompok LM tersebut yang
kemudian akan meneruskan produk fillet ikan kepada konsumen rumah tangga
maupun hotel, restoran dan rumah makan.
Berdasarkan diskusi dengan responden, harga jual fillet yang berasal dariikan kuniran, swangi dan coklatan di dalam negeri antara Rp. 7.000 – 8.000/kg,
sedangkan yang berasal dari ikan mata goyang antara Rp. 17.000 – 18.000/kg.
Fillet tersebut di jual sebagai bahan baku industri makanan berbahan baku ikan di
dalam negeri seperti otak-otak, baso ikan, kaki naga, siomay dan kerupuk.
Harga jual fillet ikan kakap dengan kulit di pasar dalam negeri berkisar
Rp. 30.000/kg dan tanpa kulit Rp. 32.000/kg. Untuk pasar ekspor, harga fillet
kakap merah antara US $ 7,8 – 8/kg.
KonsumenProdusen Agen
Produsen Supplier
Konsumen I
Konsumen II
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 6/35
37
Seluruh unit pengolahan fillet ikan yang termasuk dalam kelompok BM
memasarkan produknya di pasar dalam negeri pada konsumen industri. Hanya
satu responden kelompok BM yang memasarkan fillet ke konsumen industri dan
pasar retail melalui perantara. Sedangkan responden kelompok LM memasarkan
produknya di pasar dalam negeri dan mayoritas di pasar luar negeri (ekspor).
4.2 Proses Pengolahan F il let Ikan
Responden kelompok BM mengolah fillet tanpa memperhatikan persyaratan
dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-
2696.3-2006 tentang Penanganan dan Pengolahan Fillet Kakap Beku. Secara
rinci, perbandingan proses pengolahan fillet ikan yang dilakukan di unit
pengolahan fillet kelompok BM dengan LM dalam kaitannya dengan pemenuhan
persyaratan dan ketentuan pengolahan fillet seperti diatur dalam SNI 01-2696.3-
2006 tentang Penanganan dan Pengolahan Fillet Kakap Beku dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan jumlah unit pengolahan fillet dalam memenuhi ketentuan proses pengolahan sesuai SNI berdasarkan penerapan CPB dan SPOS.
Urutan ProsesBM LM
Unit % Unit %
Penerimaan 0 0% 11 100%
Sortasi I 0 0% 11 100%
Penyiangan 0 0% 11 100%
Pencucian I 0 0% 11 100%
Pemfilletan 0 0% 11 100%
Perapihan 0 0% 11 100%
Pencucian II 0 0% 11 100%
Sortasi II 0 0% 11 100%
Penimbangan 0 0% 11 100%
Pengepakan 8 53,33% 11 100%
Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOSLM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 7/35
38
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa pada umumnya unit pengolahan
fillet ikan yang termasuk dalam Kelompok BM melaksanakan proses pengolahan
fillet tidak sesuai dengan yang diatur dalam SNI 01-2696.3-2006 tentang
Penanganan dan Pengolahan Fillet Kakap Beku. Sedangkan pada unit pengolahan
fillet ikan kelompok LM, proses pengolahan fillet ikan yang dilakukan telah
memenuhi ketentuan sebagaimana yang ditetapkan dalam SNI 01-2696.3-2006
tentang Penanganan dan Pengolahan Fillet Kakap Beku.
Bentuk tidak dipenuhinya persyaratan pengolahan fillet ikan oleh
responden kelompok BM dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penerimaan
Pada proses penerimaan, tidak dilaksanakan dalam kondisi saniter, tidak
dilaksanakan pengujian bahan baku secara organoleptik ataupun melihat riwayat
perlakuan bahan baku yang diterima apakah ditangani dengan sistem rantai dingin
sejak dari atas kapal hingga ke tangan supplier/ pemasok. Apabila terjadi
penundaan proses, bahan baku ikan tidak diberikan es sehingga suhunya tidak
dipertahankan agar tetap dingin.
2. Sortasi I
Proses sortasi tidak dilaksanakan. Seluruh bahan baku fillet yang adadikeranjang selalu diproses lebih lanjut tanpa memperhatikan ukuran dan
mutunya.
3. Penyiangan
Proses penyiangan tidak dilakukan dalam kondisi yang saniter dan bersih.
Ikan yang menunggu untuk disiangi tidak diberikan es dengan jumlah yang cukup
untuk menjaga suhunya tetap dingin agar tidak mendorong berkembangnya
bakteri.4. Pencucian I
Pencucian dilakukan dengan air yang tidak dingin. Air untuk mencuci
seringkali tidak diganti apabila sudah menjadi keruh dan terkadang dicampur
dengan air yang baru. Hal ini rentan mengakibatkan terjadinya kontaminasi pada
ikan. Selain itu, Ikan yang telah dicuci diletakan pada keranjang berlubang yang
bersentuhan langsung dengan lantai.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 8/35
39
5. Pem fillet an
Proses pem fillet an dilakukan pada kondisi yang tidak saniter dan bersih.
Kondisi yang tidak saniter dan bersih ini berasal dari sarana pengolahan yang
digunakan maupun lingkungan tempat mengolah fillet . Sarana pem fillet an terbuat
dari kayu. Adapun pisau yang digunakan untuk mem fillet ikan tidak rutin dicuci
dengan air bersih. Hal tersebut menyebabkan resiko fillet terkontaminasi oleh
bakteri dan serpihan kayu menjadi lebih besar. Fillet yang dihasilkan tidak
diberikan es agar suhunya tetap dingin.
6. Perapihan
Proses perapihan fillet dilakukan pada kondisi yang tidak saniter dan
higienis. Sarana yang digunakan untuk proses perapihan fillet seperti meja terbuat
dari bahan kayu. Hal tersebut memungkinkan ikan terkontaminasi oleh bakteri,
serpihan kayu, sisa sisik yang menempel dan sumber kontaminan lainnya. Fillet
ikan yang sudah dirapihkan bentuknya tidak segera dipertahankan suhunya agar
tetap dingin.
7. Pencucian II
Pencucian dilakukan dengan air tanah atau PDAM yang tidak dingin dan
belum terukur kualitasnya. Air untuk mencuci sering tidak diganti apabila sudahkeruh atau air yang sudah keruh tersebut hanya ditambahkan dengan air yang
baru. Fillet ikan yang telah dicuci diletakan dalam keranjang berlubang yang
bersentukan langsung dengan lantai. Perlakuan tersebut memungkinkan fillet
terkontaminasi oleh bakteri dan kontaminan lainnya.
8. Sortasi II
Proses sortasi pada umumnya tidak dilakukan dalam proses pengolahan
fillet . Apabila dilakukan, ikan yang telah disortir tidak dipertahankan suhunyaagar tetap dingin.
9. Penimbangan
Penimbangan tidak dilakukan secara cepat, saniter dan dalam kondisi
dingin. Hal ini ditunjukan dari seringnya fillet ikan yang akan ditimbang atau
menunggu untuk ditimbang diletakan di atas meja yang terbuat dari kayu dan
tidak diberi es.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 9/35
40
10. Pengepakan
Hanya delapan responden kelompok BM yang melakukan proses
pengepakan sebagaimana yang disyaratkan, yaitu ikan yang telah ditimbang di
dalam plastik seberat 1 kg secepat mungkin diletakan dalam blong/tong plastik
besar yang bersisi air dingin.
Proses pengepakan yang dilakukan di unit pengolahan fillet yang termasuk
dalam kelompok BM mengindikasikan bahwa dalam menjaga mutu fillet ikan,
para pengolah fillet masih berorientasi pada produk akhir (end product
orientation). Hal ini dapat dilihat dari pemberian es yang hanya dilakukan pada
tahapan pengepakan dan menyampingkan kemungkinan berkembangnya bakteri
selama proses pengolahan sebagai akibat tidak diterapkannya rantai dingin secara
berkesinambungan selama proses pengolahan fillet . Hal tersebut mencerminkan
rendahnya tingkat pengetahuan responden kelompok BM tentang CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan.
Berdasarkan pengamatan di unit pengolahan fillet ikan yang termasuk
dalam kelompok BM, tidak dipenuhinya ketentuan dalam mengolah fillet
sebagaimana diatur dalam SNI menyebabkan fillet ikan rentan terkontaminasi
selama proses pengolahan. Kontaminasi dapat berasal dari lingkungan unit pengolahan, sarana dan prasarana yang digunakan dalam mengolah, dan
ketidakdisiplinan karyawan dalam menerapkan prinsip-prinsip higiene selama
melakukan proses pengolahan.
Beberapa hal yang memungkinkan fillet rentan terkontaminasi antara lain
masih digunakannya sarana pengolahan yang terbuat dari bahan kayu, tidak
diterapkannya prinsip kehati-hatian dan rantai dingin (cold chain) selama proses
pengolahan fillet ikan, banyaknya karyawan yang tidak menggunakan perlengkapan kerja sebagaimana yang dipersyaratkan serta masih adanya
karyawan yang merokok, makan dan minum selama proses pengolahan fillet ikan
berlangsung.
Berdasarkan Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa seluruh responden
kelompok LM melakukan proses pengolahan fillet sesuai dengan ketentuan dalam
SNI 01-2696.3-2006 tentang Penanganan dan Pengolahan Fillet Kakap Beku. Hal
tersebut ditunjukan dengan dipenuhinya persyaratan CPB dan SPOS pengolahan
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 10/35
41
fillet ikan seperti menerapkan rantai dingin selama proses pengolahan, mencegah
terjadinya kontaminasi silang, menjaga kebiasaan karyawan agar tidak
mengontaminasi produk, menjaga kebersihan peralatan dan ruangan proses,
menggunakan air dan es yang memenuhi persyaratan dalam melaksanakan proses
pengolahan, memenuhi persyaratan lokasi dan konstruksi bangunan sebagaimana
yang dipersyaratkan, membuat prosedur pencatatan dan pemantauan, dan lain
sebagainya .
Berdasarkan uraian di atas, penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet
ikan sangat perlu dilakukan oleh responden kelompok BM untuk meningkatkan
jaminan mutu dan keamanan produk fillet yang dihasilkan. Hal ini mengingat
CPB dan SPOS merupakan persyaratan kelayakan dasar ( pre requisite) yang
apabila dilaksanakan secara konsisten oleh responden maka akan dapat menjamin
mutu dan kemanan produk fillet yang diproduksi.
CPB dan SPOS berbeda dengan sistem manajemen mutu Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) maupun ISO. CPB bersisi minimum standar
sanitasi dan proses pengolahan yang diperlukan untuk menjamin proses pengolahan
pangan secara utuh (Luning et al 2002). Adapun SPOS adalah prosedur
memelihara kondisi sanitasi yang berhubungan dengan seluruh fasilitas produksidan tidak terbatas pada tahap tertentu atau critical control point (Surono 2007).
Artinya melalui penerapan CPB, diharapkan responden kelompok BM akan
memenuhi standar minimum sanitasi dan proses pengolahan fillet ikan. Pada saat
yang bersamaan, dengan penerapan SPOS, para pengolah fillet kelompok BM
akan dapat mengendalikan penerapan CPB pengolahan fillet ikan melalui
prosedur pemantauan yang teratur. Implementasi CPB dan SPOS pengolahan
fillet ikan secara konsisten akan menjamin mutu dan keamanan produk fillet yangdihasilkan oleh responden pengolah fillet ikan kelompok BM.
HACCP adalah sistem manajemen keamanan pangan yang didasarkan
pada kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik pada proses produksi,
namun dapat dikendalikan dengan tindakan pencegahan dan pengendalian bahaya
tersebut pada titik kritis (Ditjen P2HP 2008). Hal itu berarti sebagai sistem
jaminan mutu dan keamanan pangan, HACCP menekankan tindakan pencegahan
dan pengendalian pada titik kritis tertentu dan tidak terhadap keseluruhan hal-hal
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 11/35
42
yang diatur dalam CPB dan SPOS. Oleh karena itu, agar implementasi HACCP
dapat berjalan secara efektif, diperlukan pemenuhan persyaratan CPB dan SPOS
secara konsisten terlebih dahulu.
ISO adalah sistem manajemen mutu yang pada awalnya diterapkan di
pabrik-pabrik. Namun saat ini, ISO telah diterapkan di organisasi, perusahaan
bahkan perguruan tinggi serta universitas. ISO adalah badan penetap standar
internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standardisasi nasional setiap
negara.
ISO 9000 adalah kumpulan standar untuk sistem manajemen mutu.
Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk meningkatkan citra
perusahaan, meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan, meningkatkan efisiensi
kegiatan, memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan,
pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan ( plan, do, check, action),
meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam
hal pengelolaan lingkungan, mengurangi risiko usaha, meningkatkan daya saing,
meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak
yang berkepentingan dan mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra
kerja/pemodal. Hal tersebut menunjukan bahwa sertifikasi atas penerapan salahsatu ISO 9000 tidak sepenuhnya menjamin kualitas dan kemanan dari barang
yang dihasilkan melainkan hanya menerangkan bahwa suatu perusahaan atau
organisasi telah melaksanakan bisnis proses yang berkualitas secara konsisten
(http://id.wikipedia.org/wiki/ISO 9000. 2010).
4.3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Penerapan CPB dan SPOS
Pengolahan F ill et Ikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, faktor-faktor yang berpengaruh
pada penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan pada responden pengolah
fillet kelompok BM maupun LM dijabarkan berikut ini.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 12/35
43
4.3.1 Faktor Internal
4.3.1.1 Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan responden kelompok BM dan LM akan aspek-aspek teknis penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan secara lengkap dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perbandingan tingkat pengetahuan responden kelompok BM dan LM
Kriteria Pengetahuan
Responden
BM LM
Jumlah
Responden %
Jumlah
Responden %Tinggi 0 0 11 100
Sedang 4 27 0 0
Rendah 11 73 0 0
Jumlah 15 100 11 100
Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOSLM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa pada unit pengolahan ikan yang
termasuk dalam kelompok BM, 11 responden memiliki tingkat pengetahuan yang
rendah akan aspek-aspek teknis penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.
Hanya empat responden pengolah fillet kelompok BM yang memiliki tingkat
pengetahuan dengan kategori sedang akan aspek-aspek teknis CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan.
Berdasarkan rekapitulasi hasil kuisioner, responden kelompok BM,
umumnya melakukan kesalahan dalam menjawab soal yang terkait dengan hal-hal
teknis penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan, seperti aspek konstruksi
bangunan, karyawan/pekerja, proses pengolahan, pemantauan terhadap
pelaksanaan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan serta aspek
penandaan/pelabelan produk.
Pada unit pengolahan fillet kelompok LM, seluruh responden memiliki
tingkat pengetahuan yang tinggi tentang aspek-aspek teknis CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh sebagian
besar responden kelompok LM yang pada umumnya lebih dari 80.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 13/35
44
Tingginya tingkat pengetahuan responden kelompok LM akan aspek-aspek
teknis penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan disebabkan oleh lamanya
pengalaman menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan serta dianut dan
dijalankannya nilai-nilai bisnis yang menekankan pentingnya mutu dan keamanan
produk fillet . Selain itu, dorongan permintaan pasar dan penerapan nilai-nilai
bisnis yang menekankan pentingnya aspek mutu dan keamanan mendorong
responden kelompok LM menerapakan CPB dan SPOS dalam proses pengolahan
fillet ikan secara konsisten. Hal ini pada akhirnya menyebabkan responden
kelompok LM memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang aspek-aspek
teknis penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.
Rendahnya tingkat pengetahuan responden kelompok BM dibandingkan
dengan kelompok LM disebabkan oleh kurangnya sosialisasi, pembinaan dan
pendampingan yang dilakukan pemerintah secara berkelanjutan dan singkatnya
pengalaman dalam menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Hal
tersebut menyebabkan hingga saat ini, para pengolah fillet ikan kelompok BM
memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan
fillet ikan.
4.3.1.2 Pengalaman
Terdapat perbedaan tingkat pengalaman responden kelompok LM dan BM
dalam menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Secara rinci perbedaan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan lama pengalaman menerapkan CPB dan SPOS pengolahan
fillet ikan antara kelompok BM dan LM.
Waktu Penerapan
(Bulan)
BM LM
Jumlah Unit % Jumlah Unit %
1 – 12 15 100 0 0
13 – 24 0 0 1 9,09
>24 0 0 10 90,91
Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOSLM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 14/35
45
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa unit pengolahan yang termasuk dalam
kelompok BM memiliki pengalaman menerapkan CPB dan SPOS pengolahan
fillet ikan kurang dari 12 bulan, sedangkan pada unit pengolahan fillet yang
termasuk dalam kelompok LM, 10 responden memiliki pengalaman menerapkan
CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan lebih dari 24 bulan.
Singkatnya waktu penerapan oleh responden kelompok BM disebabkan
inovasi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan tidak memenuhi unsur
karateristik inovasi yang ditandai dengan tidak dirasakannya keuntungan relatif,
tidak sesuainya penerapan CPB dan SPOS dengan nilai yang dianut serta
rumitnya penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Meskipun para
responden kelompok BM menganggap penerapan CPB dan SPOS pengolahan
fillet ikan memenuhi 2 unsur karateristik inovasi, yaitu penerapan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan dapat dilihat (observability) dan dapat dicoba (triability),
kondisi tersebut tidak mendorong mereka untuk menerapkan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan. Hal itu karena dalam masa percobaan penerapan CPB dan
SPOS pengolahan fillet ikan, pemerintah memberikan bantuan dan pendampingan
kepada responden kelompok BM.
Hal sebaliknya terjadi pada unit pengolahan fillet yang termasuk kelompok LM. Penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan oleh responden kelompok
LM berlangsung sangat lama karena responden menilai bahwa penerapan CPB
dan SPOS pengolahan fillet ikan memenuhi unsur karateristik inovasi, seperti
responden kelompok LM merasa memperoleh keuntungan relatif, sesuai dengan
nilai-nilai yang dianut khususnya nilai-nilai bisnis perikananan, tidak
dirasakannya kerumitan serta dapat dilihat dan dicobanya penerapan CPB dan
SPOS pengolahan fillet ikan.Berdasarkan uraian di atas diperoleh hasil bahwa pada faktor internal,
terdapat perbedaan tingkat pengetahuan dan lamanya waktu penerapan CPB dan
SPOS pengolahan fillet ikan antara responden pengolah fillet kelompok BM
dengan LM. Responden pengolah fillet kelompok BM memiliki tingkat
pengetahuan yang lebih rendah serta memiliki pengalaman penerapan CPB dan
SPOS yang lebih singkat dibandingkan dengan responden pengolah fillet ikan
kelompok LM.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 15/35
46
4.3.2 Faktor Eksternal
4.3.2.1 Kebijakan Pemerintah di Bidang Sosial
Pendapat responden kelompok BM dan LM terkait dengan kebijakan pemerintah di bidang sosial yang mendukung penerapan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan sangat bervariasi. Adapun pendapat responden kelompok
BM terkait dengan kebijakan dalam bidang sosial yang dilakukan pemerintah
dalam mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Berdasarkan Lampiran 1 terlihat, bahwa mayoritas responden kelompok
BM berpendapat pemerintah kurang berperan dalam aspek sosial untuk
mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Hal itu ditunjukan
oleh jawaban mayoritas responden yang berpendapat bahwa pemerintah kurang
dalam melakukan sosialisasi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan
(66,66%), menyediakan sumber permodalan usaha (66,66%), menyediakan
sumber informasi pasar (66,66%) dan menyediakan informasi regulasi tentang
mutu dan kemanan pangan (66,66%).
Kurangnya pemerintah dalam melakukan sosialisasi CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan termasuk juga informasi regulasi tentang mutu dan
keamanan pangan kepada responden kelompok BM ditunjukan oleh minimnya
frekuensi serta keberlanjutan sosialisasi yang dilakukan pemerintah kepada
pengolah fillet kelompok BM. Direktorat Pengolahan Hasil (Dit PH) (2008)
menyatakan, telah dilakukan 2 kali sosialisasi CPB dan SPOS pada kegiatan
Bimbingan Teknis Pengolahan Fillet di Tegal Sari, Jawa Tengah pada tanggal 1-3
Februari 2007 dan 15-17 Februari 2007. Kegiatan tersebut diikuti oleh 20 orang
pengolah fillet ikan. Materi-materi yang disosialisasikan terdiri atas CPB, SPOS,
Penerapan Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) berdasarkan konsepsi HACCP,
Sanitasi dan Higiene serta Teknik Pengolahan Fillet Ikan.
Lebih lanjut Dit PH (2008) menyatakan, Pada tanggal 17-19 Desember
2007 dilakukan bimbingan teknis secara langsung di unit pengolahan fillet di TPI
Tegal Sari. Kegiatan pendampingan bertujuan untuk mendorong penyempurnaan
penyediaan sarana dan prasara pengolahan fillet ikan serta pemanfaatannya.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 16/35
47
Dit PH (2006) menyatakan, dalam hal penyedian sumber permodalan bagi
15 pengolah fillet kelompok BM, telah dilakukan satu kali fasilitasi permodalan
ke Bank Danamon Jakarta. Sumber permodalan yang dapat difasilitasi oleh Bank
Danamon antara lain melalui Program Danamon Simpan Pinjam (DSP) yang
besarnya mencapai Rp 500 juta. Bentuk permodalan berupa kredit yang tidak
mensyaratkan usaha yang berbadan hukum. Sebagai tindak lanjut, Ditjen P2HP
telah mengirimkan surat ke Direksi Bank Danamon dengan alamat Menara Bank
Danamon, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta dengan Nomor surat B.
3182/P2HP.1.3/PM.410/XI/06.
Dalam hal penyediaan informasi pasar bagi 15 responden kelompok BM,
pemerintah telah melakukan fasilitasi pemasaran fillet dengan mengikutsertakan
para pengusaha perikanan yang tergabung dalam Asosiasi Suplier Produk
Perikanan Indonesia (ASPPI). Ditjen P2HP (2007) menyatakan hal-hal yang
disepakati dalam fasilitasi pemasaran antara pengolah fillet dengan ASPPI sebagai
berikut:
a. ASPPI siap bekerjasama untuk membantu mencari para pembeli baru hasil
olahan fillet dengan syarat:
- Mutu produk fillet baik
- Kontinuitas produk fillet terjamin
- Adanya kestabilan harga pada periode tertentu (berdasarkan perjanjian
kerjasama)
b. ASSPI akan menjamin pembelian produk fillet yang selanjutnya ASPPI akan
berhubungan dengan buyer. ASPPI akan memperoleh komisi dari transaksi
tersebut sebesar 2 %. Produk fillet akan dibayarkan dalam jangka waktu 1-2
bulan.Kurangnya penyediaan sumber permodalan menyebabkan responden
kelompok BM tidak memiliki tambahan modal untuk mendukung penerapan CPB
dan SPOS pengolahan fillet ikan. Hal ini karena penerapan CPB dan SPOS
membutuhkan pemenuhan berbagai persyaratan dan perlengkapan yang
memerlukan dukungan permodalan. Selain itu, tidak adanya alternatif pasar lain
menyebabkan responden kelompok BM tidak memiliki pilihan selain pasar yang
tidak mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Kondisi
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 17/35
48
tersebut mengakibatkan responden kelompok BM tidak terdorong untuk
menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan karena alasan tidak diminta
oleh pasar. Apabila pemerintah dapat menyediakan informasi pasar lain yang
menginginkan produk fillet diproduksi menggunakan CPB dan SPOS dengan
harga pembelian yang lebih tinggi dan memungkinkan responden kelompok BM
mengakses informasi tersebut, diharapkan akan mendorong responden kelompok
BM menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.
Pada unit pengolahan fillet ikan yang termasuk dalam kelompok LM,
pendapat responden tentang peran pemerintah dalam bidang sosial untuk
mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ditunjukan pada
Lampiran 2. Berdasarkan Lampiran 2 terlihat, dari 11 responden kelompok LM,
81,8% menyatakan pemerintah berperan baik dalam melakukan frekuensi
sosialisasi CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan dan 100% responden
menyatakan pemerintah telah berperan baik dalam menyampaikan regulasi
tentang mutu dan keamanan pangan.
Peran pemerintah yang baik dalam melakukan sosialisasi CPB dan SPOS
penerapan fillet ikan dan penyediaan informasi tentang mutu dan keamanan
pangan kepada responden kelompok LM disebabkan responden dinilai siapmelaksanakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan dan adanya
permintaan dari negara importir untuk menerapkan persyaratan jaminan mutu dan
keamanan pangan yang salah satunya ditandai dengan penerapan kelayakan
pengolahan ikan, yaitu CPB dan SPOS. Hal ini dilakukan agar responden
kelompok LM dapat segera menyesuaikan dengan persyaratan negara importir.
Selain hal di atas, 63,6% responden pengolahan fillet kelompok LM
menyatakan pemerintah telah berperan baik dalam menyediakan sumber permodalan dan 72,7% menyatakan pemerintah berperan baik dalam menyediakan
informasi pasar. Fasilitasi pasar yang dilakukan pemerintah dilakukan dengan
menyelenggarakan temu bisnis, penyediaan informasi online pada website
Kementerian Kelautan dan Perikanan, maupun dalam bentuk cetak seperti
majalah atau tabloid, statistik kelautan dan perikanan, statistik ekspor dan impor
hasil perikanan, dan lain sebagainya. Ketersediaan informasi pasar yang baik,
khususnya informasi pasar yang menginginkan produk fillet mendorong
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 18/35
49
responden kelompok LM meneruskan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet
ikan hingga saat ini.
Dalam hal sumber permodalan, mayoritas para pengolah yang termasuk
dalam kelompok LM berpendapat bahwa pemerintah sudah berperan baik dalam
melakukan hal tersebut. Hal ini didasari oleh mudahnya para pengolah yang
termasuk kelompok LM dalam memperoleh kredit invetasi maupun modal usaha
dari perbankan.
Perbedaan kebijakan yang diberikan kepada responden kelompok BM dan
LM dikarenakan pemerintah menilai bahwa responden kelompok LM sudah siap
untuk menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Selain itu, hal tersebut
dilakukan untuk merespon tuntutan pasar khususnya di luar negeri yang
mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.
4.3.2.2 Kebijakan Pemerintah di Bidang Fisik
Pendapat responden pada unit pengolahan yang termasuk dalam kelompok
BM dan LM terkait dengan kebijakan dalam bidang fisik yang dilakukan
pemerintah untuk mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan
secara umum tidak jauh berbeda. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden
yang secara umum menyatakan pemerintah kurang berperan dengan baik dalam
menyediakan fasilitas fisik.
Adapun pendapat pengolah fillet ikan yang termasuk dalam kelompok BM
terkait dengan kebijakan dalam bidang fisik yang dilakukan pemerintah dalam
mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Berdasarkan Lampiran 3 terlihat bahwa dari seluruh responden kelompok
BM, 87% responden menyatakan bahwa pemerintah kurang berperan dalam
penyediaan sumber air bersih, 67% responden menyatakan pemerintah kurang
berperan dalam penyediaan es, 74% responden menyatakan pemerintah kurang
berperan dalam penyediaan sarana rantai dingin serta 67% responden menyatakan
pemerintah kurang berperan dalam penyediaan sarana penanganan dan
pengolahan fillet ikan.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 19/35
50
Kurang berperannya pemerintah dalam menyediakan sarana air bersih
dapat dilihat dari belum tersedianya sumber air bersih secara baik di unit
pengolahan fillet ikan. Saat ini, dalam memenuhi kebutuhan air bersih, para
pengolah fillet membeli air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum serta
menggunakan air tanah. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat air bersih
merupakan komponen utama yang sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan
fillet ikan.
Dalam hal penyediaan air bersih, pemerintah Kota Tegal telah
mengupayakan PDAM untuk mengalirkan air bersih ke unit pengolahan fillet .
Namun demikian, hingga saat ini PDAM belum dapat menyediakan sumber air
bersih untuk memenuhi kebutuhan para pengolahan fillet .
Dalam hal penyediaan sarana rantai dingin dan penanganan serta
pengolahan fillet ikan, pemerintah telah melakukan beberapa upaya antara lain
menyediakan 4 unit bangunan pengolahan fillet ikan, 52 unit meja proses fillet ,
300 unit pisau fillet , 300 unit talenan fillet , 800 unit keranjang besar, 140 unit
keranjang kecil, 60 unit blong, 300 pasang sepatu boot, 300 stel baju kerja, 300
apron plastik, 300 topi, 400 pasang sarung tangan, 4 unit freezer , 4 unit timbangan
besar, 4 unit timbangan kecil, 4 unit pompa semprot lantai, 4 unit kereta dorong, 4unit penghancur es, 16 lusin kantong sampah, 12 unit jebakan serangga, 400 unit
masker, 28 unit pallet, 80 unit box berinsulasi ukuran besar dan 100 unit box
berinsulasi ukuran sedang untuk menyimpan ikan (Dit PH 2006).
Meskipun berbagai jenis sarana rantai dingin dan penanganan serta
pengolahan fillet disediakan pemerintah, namun saat ini sebagian besar sarana
tersebut tidak digunakan oleh para pengolah. Pada umumnya, para pengolah
berpendapat bahwa sarana tersebut mempersulit dan memperlambat pengolahan fillet sehingga menurunkan hasil produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa
penyediaan sarana rantai dingin dan pengolahan yang dilakukan oleh pemerintah
tidak memenuhi unsur karateristik inovasi karena menyulitkan proses pengolahan
yang pada akhirnya menurunkan produktivitas pengolah.
Dalam upaya mendorong para pengolah kembali menggunakan peralatan
kerja sesuai dengan ketentuan, hal yang penting untuk dilakukan adalah
meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada pengolah fillet kelompok BM.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 20/35
51
Melalui pembinaan yang menyeluruh dan berkelanjutan serta pengawasan yang
baik diharapkan pengolah fillet kelompok BM kembali menggunakan peralatan
yang sesuai ketentuan tersebut.
Pendapat responden kelompok LM terkait peran pemerintah di bidang
fisik dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan Lampiran 4 terlihat bahwa dari
seluruh responden kelompok LM, 90,91% responden menyatakan pemerintah
kurang berperan dalam menyediakan sumber air bersih, 81,82% responden
menyatakan pemerintah kurang berperan dalam menyediakan es, 81,82%
responden menyatakan pemerintah kurang berperan dalam menyediakan sarana
rantai dingin dan 72,73% responden menyatakan pemerintah kurang berperan
dalam menyediakan sarana penanganan dan pengolahan ikan. Kurangnya
pemerintah dalam menyediakan dukungan kebijakan fisik dikarenakan hingga saat
ini, seluruh sarana dan prasarana yang ada di unit pengolahan responden LM
merupakan asset perusahaan dan bukan hasil bantuan pemerintah.
Meskipun pemerintah dinilai kurang memberikan dukungan penyediaan
sarana dan prasarana fisik, responden kelompok LM tetap melanjutkan penerapan
CPB dan SPOS karena didorong oleh permintaan pasar serta berbagai keuntungan
yang masih dirasakan seperti kesempatan memperluas akases pasar ke mancanegara.
4.3.2.3 Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah
Secara umum, pendapat responden kelompok BM dan LM terkait dengan
pembinaan dan pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam penerapan CPB
dan SPOS pengolahan fillet ikan sangat bervariasi. Pendapat responden pengolah
yang termasuk dalam kelompok BM terkait dengan pembinaan dan pengawasan
yang dilakukan pemerintah dalam penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet
ikan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan Lampiran 5 terlihat dari seluruh responden kelompok BM,
60% responden menyatakan pemerintah kurang berperan dalam melakukan
pembinaan, 80% responden menyatakan pemerintah kurang berperan dalam
melakukan pengawasan dan 86% responden menyatakan pemerintah kurang
berperan dalam melakukan penegakan hukum.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 21/35
52
Hal tersebut di atas dapat dilihat dari tidak berlanjutnya pembinaan yang
dilakukan pemerintah terhadap responden kelompok BM. Dit PH (2009)
menyatakan bahwa pada tahun 2008 telah dilakukan 3 kali pembinaan teknis dan
mutu kepada pengolah fillet yang ada di sentra pengolahan fillet ikan Tegal Sari,
Kota Tegal, Jawa Tengah dengan tujuan sebagai berikut:
1. mendapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi proses produksi
pengolahan di unit pengolahan
2. melakukan pendampingan teknis dalam proses pengolahan/produksi di unit
pengolahan (yang sesuai dengan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan)
3. pembinaan terhadap mutu proses pengolahan di unit pengolahan.
Lebih lanjut Dit PH (2010) menyatakan bahwa pada tahun 2009
dilaksanakan 1 kali pembinaan teknis dan mutu kepada pengolah fillet yang ada di
Sentra Fillet Ikan Tegal Sari, Kota Tegal, Jawa Tengah untuk mendorong
penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.
Adapun pendapat para pengolah fillet yang termasuk dalam kelompok LM
terkait dengan pembinaan dan pengawasan pemerintah dalam penerapan CPB dan
SPOS pengolahan fillet ikan dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasakan
Lampiran 6, dari 11 responden kelompok LM, 45,45% menyatakan pemerintah berperan baik dalam melakukan pembinaan dan 100% responden menyatakan
pemerintah berperan baik dalam melakukan pengawasan. Hal tersebut
dilaksanakan dengan memberikan pelatihan-pelatihan tentang CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan. Baiknya pemerintah dalam melakukan pembinaan,
pengawasan dan penegakan hukum kepada pengolah kelompok LM disebabkan
pemerintah melaksanakan prioritas penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet
ikan. Hal ini karena pengolah kelompok LM dinilai sudah siap menerapkan CPBdan SPOS pengolahan fillet ikan serta mayoritas melakukan ekspor sehingga
diperlukan langkah cepat untuk menyesuaikan dengan aturan negara importir
yang semakin ketat dalam mempersyaratkan mutu dan keamanan produk
perikanan, termasuk fillet . Keterlambatan pemenuhan terhadap persyaratan impor
dari luar negeri akan mengakibatkan terganggunya ekspor produk perikanan
Indonesia sehingga dikhawatirkan akan menggangu devisa negara dan
mengurangi peran sektor kelautan dan perikanan dalam perekonomian nasional.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 22/35
53
Selain hal di atas, 81,82% responden pengolah fillet kelompok LM
menyatakan pemerintah berperan baik dalam melakukan penegakan hukum. Hal
tersebut dilaksanakan melalui penahanan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP)
dan pencabutan SKP apabila dalam waktu yang ditentukan tidak dilakukan
perbaikan terhadap temuan pengawas mutu atas ketidaksesuaian penerapan CPB
dan SPOS pengolahan fillet ikan di unit pengolahan. Peraturan Direktur Jenderal
P2HP selaku Otoritas Kompeten Mutu dan Keamanan Pangan Hasil Perikanan di
Indonesia Nomor PER.010/DJ-P2HP/2010 tentang Perubahan Peraturan Direktur
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan No : PER 067/DJ-
P2HP/2008 tentang Pedoman Teknis Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan menyatakan untuk menjamin dan memelihara
kesesuaian unit pengolahan ikan terhadap persyaratan kelayakan unit pengolahan,
Direktorat Jenderal P2HP melakukan verifikasi satu tahun sekali dan
Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)
melakukan survailen sesuai dengan tingkat kelayakan penerapan CPB dan SPOS.
Unit pengolahan ikan dengan SKP rating A dan B disurveilen setiap 2 minggu
sekali, dan unit pengolahan ikan dengan rating C disurveilen 1 bulan sekali.
Berdasarkan pendapat responden pengolah fillet kelompok BM, hal yangdapat dilakukan pemerintah dalam mendorong penerapan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan adalah melalui pengembangan berbagai program atau
kegiatan pembinaan kepada pengolah hasil perikanan termasuk juga fillet ikan
yang saat ini belum menerapkan CPB dan SPOS. Dalam konteks regulasi, hal
tersebut sangat mungkin dilakukan mengingat Undang-undang No 45 tahun 2009
tentang Perubahan atas UU 31 tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa
pemerintah pusat dan daerah membina dan memfasilitasi pengembangan usaha perikanan agar memenuhi standar mutu hasil perikanan.
Selain hal di atas, pengawasan yang baik dan penegakan hukum secara
tegas kepada pengolah fillet yang tidak menerapkan CPB dan SPOS juga
memainkan peran yang amat penting. Penegakan hukum berperan penting untuk
memberikan efek jera bagi setiap produsen fillet ikan yang memproduksi fillet
tanpa memperhatikan mutu dan keamanannya sehingga membahayakan kesehatan
dan keselamatan konsumen.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 23/35
54
4.3.2.4 Permintaan Pasar
Secara umum terdapat tujuan pemasaran yang berbeda antara responen
kelompok BM dan LM. Responden kelompok BM memasarkan seluruh
produknya ke industri pengolahan ikan lanjutan di dalam negeri sedangkan
responden kelompok LM memasarkan sebagian besar produknya ke luar negeri
selain sebagian kecil di dalam negeri.
Di dalam negeri, pasar responden kelompok BM yang sebagian besar di
dominasi oleh industri pengolahan produk perikanan lanjutan tidak mensyaratkan
penerapan CPB dan SPOS. Setidaknya hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan
salah satu responden kelompok BM, yaitu “konsumen kita tidak minta yang
begitu-gitu, orangnya gak kasih syarat apa-apa, gak pernah protes. Yang penting
bersih aja diterima”.
Responden kelompok BM lainnya menyatakan, “konsumen kita tidak
minta, tapi saya berani tanggung jawab, produk fillet yang kita kirim bagus
mutunya dan gak pakai formalin”.
Terdapat juga responden pada kelompok BM yang menyatakan, “ pembeli
kita nggak mempersyaratkan itu mas, yang penting ikan yang dikirim bagus.
Kalau seumpama jelek ya dipulangin. Kalau dibuat kerupuk terus kerupuknya
patah ya dikomplain”.
Responen kelompok BM lainnya menyatakan, “yang penting sempelnya
bagus mas, buat produksi baso, otak-otak hasilnya bagus, pasti langsung dibeli.
Kita kan udah lama dagang ke mereka. Udah ada kepercayaan gitu”.
Hal yang berbeda terjadi di kelompok pengolah LM. Konsumen produk
fillet yang dilayani baik di dalam maupun luar negeri mensyaratkan penerapan
CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Hal tersebut di katakan oleh salah satu
responden, yaitu “Kalo kita kirim pasti dengan kualitas bagus. Konsumen minta
seperti itu pak. Di dalam negeri, agen-agen kita meminta fillet dengan kualitas
baik. Apalagi di pasar luar negeri. Kalau kita kirim ke Eropa saja SKP kita harus
A. Jadi memang diminta mereka pak.”
Responden kelompok LM lainnya menyatakan, “kita ini posisinya ngirim
bahan baku pak. Pembeli kita adalah pabrik pusat di karawang yang
memproduksi baso, otak-otak dan nugget. Kebijakan perusahaan kita memang
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 24/35
55
menerapkan GMP dan SSOP agar kualitas produknya baik, disamping disyaratkan
oleh pemerintah”.
Pengolah kelompok LM lainnya menyatakan, “penerapan GMP dan SSOP
sudah keharusan pak. Pasar mintanya kayak gitu. Jadi kita cuma nurutin apa
yang diminta aja. Selain itu, penerapan CPB dan SPOS penting untuk
memenangkan persaingan yang saat ini semakin ketat, terutama dari produk asal
Vietnam”.
Responden kelompok LM lainnya menyatakan, “pasar kita meminta CPB
dan SPOS pak. Apalagi untuk yang pasar ekspor khususnya Eropa, Amerika dan
Jepang. Mereka secara tegas mempersyaratkan hal itu. Kalau tidak memenuhi,
sudah pasti produksi fillet kita gak bias masuk ke sana pak. Konsumen di sana
juga pasti komplain kalau produk fillet yang kita kirim rendah kualitasnya”.
Berdasarkan pernyataan responden kelompok BM dan LM tentang
permintaan pasar di atas terlihat, bahwa pasar dalam negeri yang selama ini
dilayani oleh para pengolah kelompok BM tidak menuntut penerapan CPB dan
SPOS, sedangkan pasar luar negeri dan dalam negeri yang dilayani pengolah
kelompok LM meminta penerapan CPB dan SPOS. Kondisi tersebut pada
akhirnya mendorong pengolah kelompok BM tidak menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Sedangkan bagi responden kelompok LM, kondisi tersebut
pada akhirnya mendorong mereka menerapkan CPB dan SPOS untuk memperoleh
Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) yang akan digunakan sebagai dokumen
persyaratan ekspor dan memenangkan persaingan dengan produk impor sejenis.
Dalam upaya mendorong penerapan CPB dan SPOS oleh responden
kelompok BM, hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah mewajibkan industri
pengolahan ikan lanjutan, seperti baso, otak-otak, kerupuk yang selama inimenjadi tujuan pasar responden kelompok BM menerapkan CPB dan SPOS. Hal
ini dapat dilakukan mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu dan Gizi pangan menyatakan bahwa pemerintah dapat
mewajibkan penerapan standar termasuk juga CPB dan SPOS dengan
mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat, pelestarian
lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 25/35
56
Selain hal di atas, Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 dengan tegas
menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan
wajib menyelenggarakan sistem jaminan mutu sesuai dengan jenis pangan yang
diproduksi. Lebih lanjut disebutkan, bahwa badan usaha yang memproduksi
pangan olahan untuk diedarkan bertanggung jawab atas keamanan pangan yang
diproduksi terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut.
Apabila terbukti badan usaha mengedarkan pangan yang mengandung bahan yang
dilarang, merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia, maka badan
usaha tersebut wajib mengganti segala segala kerugian yang secara nyata
ditimbulkan setinggi-tingginya Rp. 500.000.000,-.
Apabila terbukti badan usaha menyelenggarakan kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan
yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, menggunakan bahan tambahan yang
dilarang, menggunakan bahan yang dilarang sebagai kemasan, memperdagangkan
pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, mengganti label, melabel
kembali, mengganti tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa dapat dipidana dengan
penjaran paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,-.
Saat ini di Indonesia, banyak terdapat produk fillet ikan impor, seperti fillet ikan dory dari Vietnam dan fillet ikan Tsuchi dari China. Hal ini
mengindikasikan bahwa pasar fillet di dalam negeri sedang tumbuh. Melihat hal
itu, maka ke depan para responden baik kelompok BM maupun LM perlu
didorong untuk menerapkan CPB dan SPOS agar dapat memenangkan persaingan
yang semakin meningkat.
Berdasarkan uraian di atas, maka pada faktor eksternal terlihat adanya
perbedaan dukungan pemerintah dalam bidang sosial, pengawasan dan penegakanhukum antara responden kelompok BM dan LM dalam penerapan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan. Selain itu, terdapat juga perbedaan permintaan pasar
produk fillet ikan milik responden kelompok BM dan LM. Perbedaan perlakuan
pemerintah terhadap responden kelompok BM dan LM dalam mendukung
penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan disebabkan responden kelompok
LM dipandang sudah siap untuk menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet
ikan serta untuk merespon tuntutan pasar. Dalam hal permintaan pasar, ternyata
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 26/35
57
pasar fillet ikan responden kelompok BM yang mayoritas berada di dalam negeri
tidak mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan, sedangkan
pasar fillet ikan responden kelompok LM yang berlokasi di dalam maupun luar
negeri mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.
4.3.3 Faktor Karateristik Inovasi
Terdapat perbedaan persepsi yang sangat besar antara responden
kelompok BM dengan LM dalam menilai pengaruh faktor karateristik inovasi
terhadap penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Secara umum,
responden kelompok BM memiliki persepsi bahwa penerapan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan tidak memenuhi faktor karateristik inovasi. Adapun
persepsi responden kelompok BM terkait dengan faktor karateristik inovasi yang
mempengaruhi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan dapat dilihat
pada Lampiran 7.
Berdasarkan Lampiran 7 terlihat dari 15 responden kelompok BM, 86,67%
menyatakan bahwa penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan tidak
memberikan keuntungan relatif. Keuntungan relatif yang tidak dirasakan oleh
reponden kelompok BM saat melaksanakan penerapan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan terkait dengan aspek ekonomi dan kenyamanan kerja,
seperti menurunkan produktifitas karyawan dan mengurangi kenyamanan dalam
berkerja. Ketidakuntungan dalam aspek ekonomi adalah menurunnya
produktivitas karyawan yang pada akhirnya berakibat pada penurunan produksi
fillet dan pendapatan. Dalam hal kenyamanan kerja, penerapan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan yang mensyaratkan penggunaan apron, masker, dan topi
membuat para pekerja menjadi risih dan merasa tidak nyaman saat mengolah
fillet . Kondisi ini mengakibatkan tidak nyaman yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan produktivitas unit pengolahan fillet milik responden kelompok BM.
Selain hal di atas, 80% responden pengolah fillet kelompok BM
menyatakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan tidak sesuai dengan
nilai-nilai yang dianut. Hal ini disebabkan para pembeli yang sebagain besar
adalah industri olahan ikan lanjutan seperti kerupuk, baso, dan otak-otak di dalam
negeri tidak mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolah fillet ikan.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 27/35
58
Pembeli hanya meminta fillet ikan yang dibeli harus dalam kondisi baik yang
ditandai dengan tidak bau busuk, tidak lembek, tidak kotor dan harus dalam
kondisi dingin. Selain hal itu, responden kelompok BM juga menilai bahwa
penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan tidak sejalan dengan kebiasaan
yang selama ini dilakukan saat mengolah fillet ikan.
Dalam hal tingkat kerumitan, 73,33% responden pengolah fillet kelompok
BM menyatakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan rumit. Hal ini
disebabkan ketatnya persyaratan yang terdapat dalam ketentuan CPB dan SPOS
pengolahan fillet . Penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan antara lain
mensyaratkan kondisi ruang proses yang bersih, peralatan kerja yang saniter,
karyawan yang higienis dan tertib dalam melakukan pengolahan fillet , air dan es
yang mutunya baik, penerapan rantai dingin yang tidak boleh putus sejak
penerimaan bahan baku hingga pengemasan dan pendistribusian, penerapan
prosedur pencatatan dan pemantauan terhadap aktifitas pengolahan dan lain
sebagainya yang kesemuanya dianggap rumit oleh responden kelompok BM
selain ketersediannya yang kurang.
Meskipun demikian, 66,67% responden menyatakan CPB dan SPOS
pengolahan fillet dapat diuji coba sampai batas tertentu dan diamati. Hal inikarena Direktorat Jenderal P2HP, Kementerian Kelautan dan Perikanan
memberikan fasilitas pendukung dan melakukan pendampingan pada saat proses
uji coba penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.
Adapun persepsi para responden kelompok LM terkait dengan faktor
karateristik inovasi yang mempengaruhi penerapan CPB dan SPOS pengolahan
fillet ikan dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan Lampiran 8 diketahui
bahwa dari 11 responden kelompok LM, 90,91% menyatakan bahwa penerapanCPB dan SPOS pengolahan fillet ikan memberikan keuntungan relatif. Bentuk
keuntungan relatif yang dirasakan oleh responden kelompok LM dalam
menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan adalah kesempatan untuk
memperluas pasar hingga ke luar negeri, kemudahan dalam memperoleh sertifikat
kesehatan sebagai dokumen pelengkap ekspor, memiliki kesempatan untuk
terdaftar di negara importir sebagai unit pengolahan ikan dengan nilai kelayakan
tertentu dan memiliki kesempatan untuk mencantumkan nomor registrasi dari
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 28/35
59
negara importir pada karton pengemas yang salah satunya berisi informasi tingkat
penerapan CPB dan SPOS. Penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan juga
meminimalkan resiko ditolaknya produk fillet di pasar.
Sebagai salah satu contoh, responden kelompok LM menyatakan sebelum
menerapkan CPB dan SPOS, tujuan pasar hanya meliputi wilayah China dan
Jepang. Setelah menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan, responden
kelompok LM tersebut mampu menembus pasar Eropa dan Amerika yang
terkenal sangat ketat peraturannya.
Selain hal di atas, 72,73% responden pengolah fillet kelompok LM
menyatakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet sesuai dengan nilai-nilai
bisnis perikanan yang dianut terutama oleh pembeli mereka di dalam maupun luar
negeri. Dalam mengekspor produk perikanan ke luar negeri, pembeli dan
pemerintah negara importir menerapkan ketentuan impor produk yang ketat dan
harus diikuti oleh para produsen.
Dalam hal tingkat kerumitan, 100% responden kelompok LM menyatakan
penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan tidak rumit. Hal ini karena
pemerintah memberikan pelatihan, pembinaan dan penyediaan panduan agar para
responden kelompok LM tersebut mampu menyesuaikan dengan peraturan negaraimportir. Sampai dengan saat ini, responden pengolah fillet kelompok LM tetap
menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Selain hal itu, 90,91%
responden kelompok LM menyatakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet
ikan dapat diuji coba dan diamati sampai batas tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat perbedaan antara responden
pengolah fillet kelompok BM dan LM dalam mempersepsikan pengaruh faktor
karateristik inovasi terhadap penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.Responden kelompok BM mempersepsikan bahwa penerapan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan tidak memberikan keuntungan relatif, rumit dan tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang dianut oleh responden kelompok BM. Hal sebaliknya
terjadi pada responden kelompok LM yang mempersepsikan penerapan CPB dan
SPOS pengolahan fillet ikan secara positif karena memberikan keuntungan relatif,
tidak rumit dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 29/35
60
Kenyataan yang terjadi pada responden pengolah fillet ikan kelompok BM
dan LM di atas telah sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Rogers bahwa
semakin pengguna (user ) merasakan suatu adopsi memiliki keuntungan relatif,
sesuai dengan nilai yang dianut, tidak rumit, dapat diamati dan diuji coba sampai
batas tertentu, maka proses adopsi inovasi tersebut akan semakin mudah dan
cepat. Hal sebaliknya adalah apabila pengguna (user ) tidak merasakan suatu
adopsi memiliki keuntungan relatif, sesuai dengan nilai yang dianut, mudah, dapat
diamati dan diuji coba sampai batas tertentu, maka proses adopsi inovasi tersebut
akan semakin lambat dan kemungkinan besar akan ditolak.
4.4 Kondisi Penerapan CPB dan SPOS
Kondisi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan sesungguhnya
menggambarkan kelayakan unit pengolahan dalam melaksanakan proses
pengolahan fillet ikan. Kondisi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan
dapat dilihat dengan menghitung jumlah penyimpangan yang ada di unit
pengolahan fillet ikan. Secara rinci, jumlah penyimpangan dalam penerapan CPB
dan SPOS pengolahan fillet ikan pada unit pengolahan kelompok BM dan LM
dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perbandingan rata-rata jumlah penyimpangan di unit pengolahan fillet
antara kelompok BM dan LM
Jenis Peyimpangan
Rata-rata penyimpangan di Unit Pengolahan
F ill et
BM LM
Minor 10,28 1,27
Mayor 27,00 3,45
Serius 28,33 0,63
Kritis 3,06 0
Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOSLM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS
Berdasarkan Tabel 16 diketahui, bahwa pada unit pengolahan fillet
kelompok BM, seluruhnya dikatakan memiliki penerapan CPB dan SPOS
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 30/35
61
pengolahan fillet ikan yang sangat buruk. Hal ini disebabkan tingginya tingkat
penyimpangan yang terjadi di unit-unit pengolahan fillet ikan tersebut.
Berdasarkan Tabel 16, rata-rata jumlah penyimpangan yang terjadi di unit
pengolahan fillet ikan kelompok BM adalah 10,28 penyimpangan minor, 27,00
penyimpangan mayor, 28,33 penyimpangan serius dan 3,06 penyimpangan kritis.
Pada unit pengolahan fillet ikan kelompok LM, nilai kelayakan pengolahan
fillet ikan bervariasi antara A, B hingga C. Dari 11 unit pengolahan fillet
kelompok LM, satu unit pengolahan fillet atau 9,09% diantaranya layak dengan
kriteria C, tiga unit pengolahan fillet atau 27,27% layak dengan kriteria B dan 6
unit pengolahan fillet atau 63,63% lulus dengan nilai A.
Pada unit pengolahan fillet ikan kelompok BM, penyimpangan yang terjadi
pada umumnya meliputi aspek lingkungan, konstruksi bangunan dan lay out ,
ventilasi dan fasilitas karyawan, penerangan, saluran pembuangan, persyaratan
konstruksi ruang penanganan dan pengolahan fillet, bahan baku, penanganan
limbah, pencegahan hewan penggangu, kebersihan dan kesehatan karyawan,
proses sanitasi, perlindungan produk dari kontaminasi dan penanganan produk
produk yang tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Secara rinci, deskripsi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di unit pengolahan kelompok BM dijabarkan sebagai berkut:
1. Penyimpangan Minor
- Kondisi kebersihan lingkungan tidak dijaga
- Tempat cuci tangan tidak digunakan hanya untuk mencuci tangan dan bahkan
tidak tersedia
- Tidak tersedia loker untuk menyimpan barang karyawan
-
Lantai sebagian retak sehingga air sisa pengolahan fillet tidak lancar terbuangke saluran pembuangan
- Pertemuan antar dinding sulit untuk dibersihkan
- Peralatan kebesihan tidak cukup
- Pasokan air panas dan dingin tidak cukup
- Frekuensi pembersihan dan desinfeksi tidak cukup mencegah kontaminasi
- Tidak tersedia peta distribusi air dengan outlet dan keran yang diberi kode
tertentu
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 31/35
62
- Tidak tersedia prosedur pengendalian serangga dan binatang penggangu
lainnya
- Tidak tersedia posedur pembuangan binatang yang mati
- Karyawan banyak yang tidak memelihara tingkat kebersihan
- Proses sanitasi tidak direncanakan dan dimonitor
- Tidak tersedia prosedur penarikan barang yang sudah beredar
2. Penyimpangan Mayor
- Area unit pengolahan fillet tidak memadai untuk pekerjaan dan kondisinya
tidak saniter dan higienis
- Kondisi lingkungan tidak dipelihara untuk mencegah kontaminasi dari
serangga dan binatang penggangu lainnya
- Konstruksi unit pengolahan fillet tidak dirawat sehingga tidak dapat mencegah
masuknya serangga dan binatang penggangu lainnya
- Aliran udara tidak mengalir dengan baik
- Pintu masuk tidak dilengkapi dengan bak cuci kaki dan tangan yang cukup
- Bak cuci kaki tidak dilengkapi dengan air bersih dan disinfeksi
- Fasilitas cuci tangan tidak tersedia dalam jumlah cukup dan dilengkapi dengan
sabun dan pembersih- Keran air dioperasikan dengan tangan
- Ruang ganti tidak tersedia dalam jumlah cukup
- Toilet tidak dilengkapi dengan sistem siram
- Toilet tidak dilengkapi dengan ventilasi yang memadai
- Saluran pembuangan tidak bersih
- Dinding tidak kedap air
-
Dinding yang memiliki tonjolan dan kabel tidak ditutup dengan baik - Jendela tidak dilengkapi dengan kasa yang mudah dibersihkan
- Permukaan yang kontak dengan produk seperti meja tidak memiliki saluran
pembuangan yang baik
- Peralatan tidak dijaga selalu dalam keadaan bersih dan saniter
- Pembersihan peralatan kerja tidak dilengkapi dengan air yang memenuhi
persyaratan air minum
- Bahan pembungkus disimpan dengan cara yang tidak mencegah kontaminasi
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 32/35
63
- Es digunakan secara berulang dalam setiap tahapan proses pengolahan
- Tempat penampungan limbah kurang tersedia dan tidak dirawat kondisi
kebersihannya
- Penanganan limbah dilakukan secara tidak higienis
- Tidak tersedia peta penempatan perangkap tikus
- Karyawan tidak menggunakan perlengkapan kerja sebagaimana yang
dipersyaratkan
3. Penyimpangan Serius
- Konstruksi unit pengolahan fillet tidak dapat mencegah kontaminasi dari
kotoran, kondensasi, jamur dan lainnya
- Kondisi tempat penanganan dan pengolahan fillet tidak dalam keadaan saniter
dan higienis
- Kondisi tidak memadai untuk mengolah dalam temperatur yang dipersyaratkan
- Ketersediaan ventilasi kurang memadai
- Fasilitas cuci tangan tidak tersedia dipintu masuk dalam jumlah memadai, tidak
dilengkapi sabun dan lap
- Tempat cuci tangan tidak tersedia dalam jumlah cukup di ruang pengolahan
- Toilet tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dan memadai- Saluran pembuangan tidak dikonstruksi untuk mencegah kontaminasi dan
mengalir dari tempat yang bersih ke kotor
- Permukaan dinding banyak yang retak
- Konstruksi jendela tidak dapat mencegah kontaminasi serta akumulasi kotoran
dan debu
- Pintu masuk tidak mudah dibersihkan dan didisinfeksi
-
Peralatan kerja tidak dijaga kebersihannya- Rancang bangun dan penempatan peralatan tidak menjamin sanitasi dilakukan
secara efektif
- Limbah tidak ditempatkan pada wadah yang tertutup
- Prosedur pengawasan dan pencegahan pest tidak efektif
- Produk fillet tidak dipertahankan pada suhu yang mendekati suhu es mencair
- Produk tidak terlindung dari kontaminasi yang menyebabkan tidak layak
dikonsumsi atau membahayakan kesehatan
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 33/35
64
- Bahan setengah jadi tidak disimpan dalam suhu yang mendekati titik leleh es
melalui rantai dingin
- Air lelehan dari bahan baku tidak mengalir dengan baik
- Bahan baku tidak disimpan dalam suhu dingin pada saat penerimaan
- Pembuangan isi perut dan kepala (sebelum proses) dilakukan secara tidak
higienis
- Setelah dibuang isi perut dan kepala, produk fillet tidak segera dicuci dengan
air yang sesuai persyaratan
- Peralatan penampungan digunakan tidak dalam kondisi bersih
- Produk yang tidak segera diproses, disimpan dalam kondisi yang tidak dingin
dan tidak diberi es
- Tidak dilakukan pengesan produk setelah di es secara teratur
- Pem fillet an dan pemotongan dilakukan ditempat yang sama dengan
pembuangan sisi perut dan kepala
- Proses pemotongan dan pem fillet an dilakukan secara tidak higienis
- Terjadi proses penundaan dalam pembuatan fillet atau pemotongan ikan
- Fillet tidak segera didinginkan
4. Penyimpangan Kritis- Penerangan ruang pengolahan tidak dilengkapi dengan pelindung yang aman
- Ketersediaan air yang memiliki kualitas sesuai air minum tidak cukup
- Produk yang tidak segera diproses tidak diberikan es dan tidak berada dalam
sistem rantai dingin
- Konstruksi jendela di ruang pengolahan dan pengepakan tidak mencegah
kontaminasi
Pada unit pengolahan fillet yang termasuk kelompok LM, penyimpanganyang terjadi dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Penyimpangan Minor
- Pasokan air panas dan dingin tidak cukup
- Tidak adanya loker untuk menyimpan barang karyawan
- Tidak tersedianya peta distribusi air dengan outlet dan keran yang diberi kode
tertentu
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 34/35
65
2. Penyimpangan Mayor
- Keran air dioperasikan dengan tangan
- Ruang ganti tidak tersedia dalam jumlah cukup
- Toilet tidak dilengkapi dengan ventilasi yang memadai
3. Penyimpangan Serius
- Permukaan dinding banyak yang retak
- Ventilasi tidak cukup memadai
Banyaknya penyimpangan yang terjadi di unit pengolahan kelompok BM
menggambarkan bahwa unit pengolahan tersebut tidak layak untuk melaksanakan
proses pengolahan fillet ikan. Akibat yang ditimbulkan dari penyimpangan-
penyimpangan tersebut adalah rentannya fillet terkontaminasi oleh mikroba,
bahan kimia dan partikel fisik yang bersumber dari lingkungan pengolahan,
sarana pengolahan, teknis pengolahan yang salah dan karyawan yang tidak
menjaga kebersihannya. Penyimpangan yang terjadi di unit pengolahan fillet
milik responden kelompok BM menggambarkan tidak adanya jaminan mutu dan
kemanan pangan produk fillet serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
oleh instansi berwenang. Hal tersebut tidak perlu terjadi mengingat dalam
Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa pemerintah berhak melakukan pengawasan dan melakukan tindakan administratif
maupun penyidikan apabila patut diduga terdapat pelanggaran pidana di bidang
pangan.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata responden kelompok BM dan LM
memiliki pendapat berbeda dalam menilai faktor internal, eksternal dan
karateristik inovasi yang mempengaruhi penerapan CPB dan SPOS pengolahan
fillet ikan. Pada faktor internal, tingkat pengetahuan responden kelompok BMakan aspek-aspek teknis CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan lebih rendah jika
dibandingkan dengan responden kelompok LM. Demikian juga dalam hal
pengalaman menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan, dimana reponden
kelompok BM ternyata kurang berpengalaman apabila dibandingkan dengan
kelompok LM. Pada faktor eksternal, dukungan pemerintah yang diberikan dalam
bidang sosial, pengawasan serta penegakan hukum dalam penerapan CPB dan
SPOS pengolahan fillet ikan berbeda antara responden kelompok BM dan LM
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 35/35
tergantung pada kesiapan responden untuk menerapkan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan serta respon atas tuntutan pasar. Pada aspek permintaan
pasar, pembeli fillet responden kelompok BM tidak mensyaratkan penerapan CPB
dan SPOS pengolahan fillet ikan, sedangkan pembeli fillet responden kelompok
LM mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Pada faktor
karateristik inovasi, responden kelompok BM lebih mempersepsikan negatif
inovasi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Mereka menilai bahwa
penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan tidak memberikan keuntungan
relatif, rumit dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Sedangkan
responden kelompok LM lebih mempersepsikan positif inovasi penerapan CPB
dan SPOS pengolahan fillet ikan. Mereka menilai bahwa penerapan CPB dan
SPOS pengolahan fillet ikan memberikan keuntungan relatif, tidak rumit, sesuai
dengan nilai-nilai yang dianut, dapat dilihat dan diuji coba keunggulannya.