1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi dewasa ini berkembang dengan sangat pesat.
Teknologi informasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia
secara global. Di samping itu, perkembangan teknologi informasi telah
menyebabkan dunia seolah-olah menjadi tanpa batas dan menyebabkan
perubahan struktur sosial masyarakat yang secara signifikan berlangsung dengan
cepat. Perkembangan teknologi informasi juga memberikan kebebasan kepada
setiap orang di dunia untuk saling bersosialisasi dengan siapapun dan di manapun
mereka berada. Interconnection Network (Internet) merupakan salah satu media
utama yang dapat digunakan, karena melalui media internet seseorang dapat
terhubung dengan teman atau bahkan dengan orang asing yang sama sekali tidak
dikenal dan berdomisili di luar negeri. Kehadiran internet telah membuka
cakrawala baru dalam kehidupan manusia. Internet merupakan sebuah ruang
informasi dan komunikasi yang menjanjikan menembus batas-batas antar negara
(borderless).
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan teknologi, muncul kebiasaan dan
kebutuhan masyarakat untuk menggunakan teknologi dan informasi dalam setiap
2
aspek kehidupan, termasuk dalam berinteraksi antar sesamanya. Salah satu contoh
dengan adanya perkembangan teknologi digital yang semakin pesat adalah suatu
tatap muka di antara pihak yang melakukan suatu kontrak dapat menggunakan
media internet, baik melalui electronic mail (e-mail), telekonferensi, video
konferensi dan lain sebagainya.
Selanjutnya, dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pada tanggal 16 Agustus 2007,
diharapkan mampu menampung aspirasi dan mengakomodasi perkembangan
teknologi informasi dengan dicantumkannya media telekonferensi dan video
konferensi dalam ketentuan undang-undang tersebut. Sarana komunikasi seperti
ini membawa dampak positif dalam memberikan kemudahan dari sisi ekonomis.
Bertatap muka tidak dengan konteks face to face tetapi bertatap muka melalui
media elektronik.
Ketentuan mengenai organ perusahaan dalam UUPT terdiri atas Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Berdasarkan undang-
undang tersebut penyelenggaraan RUPS dapat memanfaatkan perkembangan
teknologi melalui media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau
sarana media elektronik lainnya. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 77 UUPT
Nomor 40 tahun 2007 yang menyatakan bahwa RUPS dapat dilaksanakan melalui
3
media telekonferensi, video konferensi dan media elektronik lainnya. Berarti,
akan ada sebuah data elektronik yang dihasilkan melalui sebuah telekonferensi
yang dapat diakui sebagai alat bukti. Selain itu, perkembangan teknologi
informasi juga didukung dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur tentang hukum
teknologi informasi (cyberlaw).
Selanjutnya, dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan, yang dimaksud dengan dokumen perusahaan adalah data, catatan,
dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka
pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun
rekaman dalam bentuk corak apa pun yang dapat dilihat, dibaca, dan didengar.
Dokumen perusahaan terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
Dokumen lainnya ini adalah hal-hal lain yang tidak terkait langsung dengan
dokumen keuangan yang terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi
keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, contohnya dapat berupa
Risalah Rapat Umum Pemegang Saham, akta pendirian, akta otentik lainnya yang
mengandung kepentingan hukum tertentu dan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP).
RUPS merupakan sebuah dokumen perusahaan, dan dengan ketentuan UUPT
yang terbaru, dalam penyelenggaran RUPS dapat dilakukan dengan
4
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Penyelengaraan RUPS dapat
dilakukan dengan memanfaatkan media telekonferensi, video konferensi dan
media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling
melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
Pemanfaatan kecanggihan teknologi ini memungkinkan para pemegang saham
perusahaan tidak harus bertatap muka secara langsung atau face to face tetapi
bertatap muka dengan perantara media elektronik yang saling dapat berhubungan
seperti layaknya bertatap muka secara langsung. Tujuan yang akan dicapai dalam
sebuah rapat tentunya akan membahas tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan
perusahaan atau Perseroan terbatas itu sendiri. Kemajuan teknologi informasi ini
memberikan kemudahan, efisiensi dan efektivitas. Namun, terdapat pula dampak
yang ditimbulkan dari pemanfaatan teknologi informasi, yaitu bahwa ketentuan
UUPT mensyarakatkan bahwa setiap perubahan yang berhubungan dengan
anggaran dasar dari PT itu harus dibuatkan risalah rapat yang harus dituangkan
dalam akta otentik, yaitu akta Notaris. Akan tetapi proses pembuktian data
elektronik ke dalam akta otentik ini mengalami kendala dalam hal keabsahannya.
Terdapat pandangan yang berbeda dalam menganalisa sebuah dokumen
elektronik jika hal itu dikaitkan dengan suatu akta otentik, bahwa akta otentik
adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu,
menurut bentuk dan aturan undang-undang dimana akta itu dibuat. Akta otentik
sebagai alat bukti formal memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Dengan
5
perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dan diakomodir oleh
ketentuan UUPT yang terbaru ini, maka terdapat wacana dan pemikiran unuk
menggabungkan antara kemajuan teknologi informasi dengan proses pembuatan
akta otentik.1
Berdasarkan pada aspek hukum pembuktian maka pelaksanaan RUPS melalui
media telekonferensi sampai saat ini tidak mudah untuk membuktikan apakah
pelaksanaan RUPS tersebut sah atau tidak, karena syarat-syarat yang ditetapkan
dalam UUPT adalah adanya integrasi antara teknis pelaksanaan RUPS dengan
Notulen rapat yang harus ditanda tangani oleh semua peserta rapat.
Pada penyusunan skripsi ini, penulis akan membatasi pembahasan dalam hal
RUPS yang dilaksanakan dengan telekonferensi saja dan proses pelaporan hasil
RUPS melalui media telekonferensi yang dituangkan dalam akta Notaris untuk
dilakukan pelaporan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul ”TINJAUAN
HUKUM TERHADAP RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG
DILAKUKAN MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI DIHUBUNGKAN
1 Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007) , Bandung, Citra Aditya Bakti, 2007. Hlm 29.
6
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG
PERSEROAN TERBATAS JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka penulis
mengidentifikasikan permasalahan yang diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimanakah keabsahan hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang
dilakukan melalui media telekonferensi menurut Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Juncto Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ?
2. Bagaimanakah mekanisme pelaporan hasil Rapat Umum Pemegang Saham
melalui media telekonferensi yang dituangkan dalam akta Notaris untuk
dilakukan pelaporan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ?
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengkaji dan menganalisis keabsahan hasil Rapat Umum Pemegang
Saham yang dilakukan melalui media telekonferensi menurut Undang-Undang
7
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Juncto Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Untuk mengkaji dan menganalisis mekanisme pelaporan hasil Rapat Umum
Pemegang Saham melalui media telekonferensi yang dituangkan dalam akta
Notaris untuk dilakukan pelaporan dan pengesahan kepada Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia.
D. Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat baik dari segi teoritis
maupun segi praktis sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam pengembangan ilmu hukum khususnya badan hukum yang berbentuk
Perseroan terbatas sehingga dapat menambah referensi ilmiah yang berguna
untuk pengembangan ilmu hukum.
2. Secara Praktis
Penulis berharap hasil penelitian ini secara praktis dapat bermanfaat serta
memberikan gambaran yang dapat disumbangkan pada para pihak yang
terlibat dalam Rapat Umum Pemegang Saham, khususnya Rapat Umum
Pemegang Saham yang dilakukan secara telekonferensi pada suatu Perseroan.
8
E. Kerangka Pemikiran
Dasar pemikiran, makna, substansi, konsep dan pengembangan perusahaan
sebagai suatu badan hukum dalam kaitannya dengan mekanisme Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) melalui media telekonferensi dalam memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat berkenaan dengan tujuan negara, tampak pada
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea kedua yang menyebutkan bahwa:
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Konsep pemikiran utilitarianisme nampak melekat dalam pembukaan alinea
kedua, terutama pada makna “adil dan makmur”. Sebagaimana dipahami bahwa
tujuan hukum pada dasarnya adalah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,
sebagaimana Jeremy Bentham menjelaskan “the great happiness for the greatest
number”. Makna adil dan makmur harus dipahami sebagai kebutuhan masyarakat
Indonesia, baik yang bersifat ruhani ataupun jasmani. Secara yuridis hal ini tentu
saja menunjuk kepada seberapa besar kemampuan hukum untuk dapat
memberikan kemanfaatan kepada masyarakat. Dengan kata lain, seberapa besar
sebenarnya hukum mampu melaksanakan atau mencapai hasil-hasil yang
diinginkan, karena hukum dibuat dengan penuh kesadaran oleh negara dan
ditujukan kepada tujuan tertentu.2
2 Otje Salman soemadiningrat, Teori hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Bandung: Refika Aditama, 2004, hlm 156-157
9
Selanjutnya, maksud bahwa salah satu tujuan dari negara Indonesia yakni untuk
menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur disegala bidang
kehidupan termasuk bidang teknologi dan informasi. Penemuan sistem
telekonferensi melalui media internet merupakan salah satu upaya masyarakat
dalam mencapai kehidupan yang makmur dan sejahtera, dengan demikian hal ini
perlu mendapat perhatian dari pemerintah (instansi terkait) agar kemakmuran
yang dicapai dapat dirasakan secara adil oleh seluruh masyarakat tujuan tersebut
dapat tercapai melalui berbagai peraturan yang relevan.
Tujuan yang tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke
empat yaitu :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berdaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada…...”
Kesejahteraan umum artinya negara menghendaki agar setiap warga negara dapat
menikmati kesejahteraan. Kesejahteraan tersebut tidak hanya dapat dinikmati oleh
beberapa orang atau beberapa golongan saja, melainkan kesejahteraan harus dapat
dirasakan oleh seluruh rakyat. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke
10
empat ini menjelaskan tentang teori Pancasila yang terdiri dari lima sila yang
menyangkut keseimbangan kepentingan, baik kepentingan individu, masyarakat
dan penguasa.
Dalam mewujudkan cita-cita tujuan nasional bangsa Indonesia yang diamanat
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat, maka
pembangunan di segala bidang mutlak harus dilaksanakan, termasuk memajukan
negara melalui pembangunan nasional baik dalam bidang pemerintahan maupun
swasta.
Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum, itu berarti bahwa segala sesuatu yang terjadi atau dilakukan di wilayah
Indonesia harus berdasarkan hukum bukan berdasarkan kekuasaan belaka.
Demikian juga dengan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham melalui
media telekonferensi harus tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia.
Hukum sebagai sarana penegak keadilan seperti yang diungkapkan Prof. Mochtar
Kusumaatmadja yang menyebutkan bahwa hukum sebagai alat pembaharuan
masyarakat perlu dilakukan dengan sangat hati-hati, agar hal tersebut tidak
menimbulkan kerugian pada masyarakat.3
3 Sri Woelan Aziz, Aspek-Aspek Hukum Ekonomi Pembangunan Di Indonesia, 1995, hlm.332.
11
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) menegaskan
bahwa Perseroan merupakan badan hukum yang terjadi karena undang-undang.
Hal ini berbeda dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang
tidak tegas menyebutkan suatu Perseroan merupakan badan hukum. Dimana suatu
badan hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Adanya harta kekayaan yang terpisah.
Hal ini mengandung pengertian bahwa Perseroan mempunyai harta kekayaan
yang terpisah dari harta para pemegang sahamnya. Dan didapat dari
pemasukan para pemegang saham yang berupa modal dasar, modal yang
ditempatkan dan modal yang disetor. Kekayaan yang terpisah itu membawa
akibat sebagai berikut:4
a) Kreditur pribadi dari para persero dan atau para pengurusnya tidak
mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum itu;
b) persero dan juga para pengurusnya secara pribadi tidak dapat menagih
piutang badan hukum dari pihak ketiga;
c) Kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum tidak
diperkenankan;
d) Hubungan hukum, baik perikatan maupun proses-proses antara para
persero dan atau para pengurusnya dengan badan hukum dapat saja terjadi
seperti halnya antara badan hukum dengan pihak ketiga; dan
4 Agus Budiarto, Seri Hukum Perusahaan: Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 30.
12
e) Pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum itu saja yang dapat
menuntut harta kekayaan yang terpisah itu.
2) Mempunyai tujuan tertentu.
Tujuan tertentu dari suatu Perseroan dapat diketahui dalam anggaran dasarnya
sebagaimana dalam Pasal 12 huruf b UUPT menyebutkan bahwa Anggaran
Dasar memuat sekurang-kurangnya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
Perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Mempunyai kepentingan sendiri.
Maksudnya adalah hak-hak subyektif sebagai akibat dari peristiwa hukum
yang dialami yang merupakan kepentingan yang dilindungi hukum dan dapat
menuntut serta mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga.
4) Ada organisasi yang teratur.
Ciri yang keempat dari Perseroan adalah badan hukum mempunyai organisasi
yang teratur, demikian pula dengan Perseroan mempunyai anggaran dasar
yang terdapat dalam akta pendiriannya yang menandakan adanya organisasi
yang teratur.
Berdasarkan uraian tentang Perseroan sebagai badan hukum seperti yang telah
dijelaskan diatas dan sebagaimana yang termuat pada pasal 1 angka 3 UUPT,
apabila dikaitkan dengan beberapa teori mengenai badan hukum, diantaranya
yaitu teori organ dan teori kenyataan yuridis. Menurut Teori Organ dari Otto van
Gierke, menyatakan bahwa badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya
13
sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum.5
Dimana badan hukum itu mempunyai kehendak dan kemauan sendiri yang
dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya yaitu pengurus dan anggota-
anggotanya.
Teori Kenyataan Yuridis menyatakan bahwa badan hukum merupakan suatu
realita yang kongkrit dan riil meskipun tidak bisa diraba tetapi merupakan
kenyataan yuridis. Maijers menyebut teori tersebut, teori kenyataan yang
sederhana, sederhana karena menekankan bahwa hendaknya dalam
mempersamakan badan hukum dengan manusia itu terbatas sampai pada bidang
hukum saja.
Menurut Maijers badan hukum itu seperti organisme biasa seperti pada manusia,
tetapi mekanisme dalam badan hukum tidak ada, misalnya jika manusia merasa
susah itu terlihat dan dapat dirasakan, tetapi pada badan hukum hal itu tidak
mungkin, hanya pada orang-orang atau pengurusnya.
Perkumpulan manusia yang mempunyai kepentingan bersama dan terbentuk
dalam organisasi merupakan suatu kesatuan yang mempunyai hak-hak tersendiri,
terpisah dari hak-hak para anggotanya dan mempunyai kewajiban sendiri yang
terpisah dari kewajiban para anggotanya dan dapat melakukan perbuatan hukum
5 Ibid, hlm. 28.
14
sendiri di dalam maupun di luar hukum, subyek hukum yang baru dan berdiri
sendiri inilah yang dimaksudkan dengan badan hukum.
Berdasarkan UUPT bahwa badan usaha yang berbentuk Perseroan merupakan
badan hukum. Namun bukan berarti setiap badan hukum adalah Perseroan. Dalam
hal ini UUPT secara tegas menyatakan bahwa Perseroan Terbatas merupakan
suatu badan hukum, yaitu suatu badan yang dapat bertindak dalam lalu lintas
hukum sebagai subjek hukum dan memiliki kekayaan yang dipisahkan dari
kekayaan pribadi pengurusnya. Karena itu, Perseroan juga merupakan subjek
hukum, yaitu subjek hukum mandiri atau personastandi in judicio6. Berdasarkan
pendapat tersebut tampak bahwa badan hukum dapat mempunyai hak dan
kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural
person atau natuurlijke persoon, dapat menggugat ataupun digugat, dapat
membuat keputusan dan dapat mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang,
mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia.
Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UUPT, yang dimaksud dengan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang
yang tidak diberikan kepada Direksi atau dewan Komisaris dalam batas yang
ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar. Dengan demikian
6 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas,Bandung: Alumni, 2004, hlm. 50.
15
dapat disimpulkan bahwa RUPS merupakan organ Perseroan yang mempunyai
kedudukan tertinggi dalam suatu perusahaan.
Dalam perkembangannya, pelaksanaan RUPS ini mengalami perkembangan
sesuai dengan berkembangnya kemajuan di bidang teknologi dan informasi. Hal
ini sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 77 UUPT, yang menyatakan bahwa
penyelengaraan RUPS dapat dilakukan dengan memanfaatkan media
telekonferensi, video konferensi dan media elektronik lainnya yang
memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara
langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
Pengertian telekonferensi sendiri yaitu suatu pertemuan yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih yang dilakukan melewati telepon atau koneksi jaringan.
Pertemuan tersebut hanya dapat menggunakan suara (audio conference) atau
menggunakan video (video conference) yang memungkinkan peserta konferensi
saling melihat. Dalam konferensi juga dimungkinkan menggunakan whiteboard
yang sama dan setiap peserta mempunyai kontrol terhadapnya, juga berbagi
aplikasi. Teknologi saat ini sudah diterapkan dalam kegiatan Perseroan Terbatas
bahkan telah diakomodasi dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dimana suatu pertemuan melalui
telekonferensi adalah juga suatu tindakan hukum dengan maksud untuk
mengadakan suatu rapat/ pertemuan diantara pemegang saham (Pasal 76 (4)
16
UUPT). Maksud diadakan RUPS biasanya untuk memutuskan sesuatu yang
didasarkan kepada adanya suatu keputusan “persetujuan” untuk suatu tindakan
hukum tertentu atas nama Perseroan, dimana terhadap persetujuan ini boleh
ditanda-tangani baik secara fisik maupun elektronik.
Ciri spesifik telekonferensi yang memiliki nuansa hukum yaitu pertemuan
dimaksud harus memiliki dampak atau akibat hukum misalkan pertemuan tersebut
merupakan suatu rapat untuk memutuskan sesuatu, atau telekonferensi yang
dilakukan dalam rangka memberikan suatu keterangan atau kesaksian misalkan
dalam perkara pidana yang terkait dengan masalah informasi dan teknologi.
Adanya dampak inilah yang membedakan antara telekonferensi biasa dengan
telekonferensi yang memiliki dampak hukum. Untuk itu, pasal 77 UUPT
merupakan dasar hukum bagi para pihak yang akan menyelenggarakan RUPS
melalui media telekonferensi.
Selanjutnya, Penggunaan Teknologi dan Informasi ditegaskan di dalam Pasal 1
angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE), Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik
yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk
analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat,
ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto
17
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU ITE yang dimaksud dengan penyelenggaraan
sistem elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. Begitu pula dengan
penyelenggaraan RUPS yang dilaksanakan melalui media telekonferensi
merupakan bentuk dari penyelengaraan sistem elektronik sesuai dengan pasal ini.
Di dalam pasal 11 ayat (2) UU ITE dijelaskan bahwa tanda tangan elektronik
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
Tangan;
b. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
18
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
Penandatangannya; dan
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
Seiring dengan perkembangan era globalisasi saat ini, akan menimbulkan
persaingan bebas antar Negara. Untuk itu Indonesia sebagai bagian dari warga
dunia, turut meratifikasi General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)
dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Manfaat dari keikutsertaan
Indonesia dalam persetujuan tersebut pada dasarnya bukan saja memungkinkan
terbukanya peluang pasar internasional yang lebih luas, tetapi juga menyediakan
kerangka perlindungan multilateral yang lebih baik bagi kepentingan nasional
dalam perdagangan internasional, khususnya dalam menghadapi mitra dagang.
Untuk itu konsekuensi yang antara lain perlu ditindak lanjuti adalah kebutuhan
untuk menyempurnakan atau mempersiapkan peraturan perundangan yang
diperlukan. Tidak kurang pentingnya adalah penyiapan, penumbuhan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya pemahaman di kalangan
pelaku ekonomi dan aparatur penyelenggara, terhadap keseluruhan persetujuan
serta berbagai hambatan dan tantangan yang melingkupinya.
19
Selanjutnya, menurut UNCITRAL Model Law on Electronic Signature 2001,
pengertian electronic signature, yaitu :
”data in electronic form in, affixed to, or logicaly associated with a data message, which may be used to identify the signatory in relation to the data message in indicate the signatory’s approval of the information contained in the data message;”
Dengan demikian pada saat ini tanda tangan digital Lazim digunakan dalam setiap
kegiatan perusahaan, bahwa tanda tangan pada dasarnya merupakan sebuah item
data yang berhubungan dengan sebuah pengkodean pesan digital yang
dimaksudkan untuk memberikan kepastian tentang keaslian data dan memastikan
bahwa data tidak termodifikasi. Selain itu, tampak bahwa UU ITE mengakomodir
penyelenggaraan RUPS melalui media elektronik seperti yang telah dijelaskan di
atas.
F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, spesifikasi penelitian
yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu penelitian yang
menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta baik data sekunder
bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, data sekunder
bahan hukum sekunder berupa doktrin dan data sekunder bahan hukum tersier
20
berupa artikel yang berusaha memberikan gambaran atau uraian yang
deskriptif dalam upaya menjelaskan penyelenggaraan RUPS yang dilakukan
melalui media telekonferensi dihubungkan dengan UUPT Juncto UU ITE.
2. Metode Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
pendekatan secara yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang
mengutamakan penelitian kepustakaan yang menekankan pada tinjauan dari
segi ilmu dan bagaimana implementasinya dalam praktik, yaitu mengenai
RUPS yang dilakukan melalui media telekonferensi dihubungkan dengan
UUPT juncto UU ITE.
3. Tahap Penelitian
a. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara kualitatif yuridis atas
penyelenggaraan RUPS melalui media telekonferensi dihubungkan
dengan UUPT juncto UU ITE melalui penelitian kepustakaan, yaitu
dengan mengkaji data sekunder yang terdiri dari:
1) Bahan hukum primer, berupa bahan-bahan hukum yang mengikat
berupa peraturan perundang-undangan seperti Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
21
2) Bahan hukum sekunder, berupa bahan-bahan hukum yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku,
jurnal, laporan-laporan, karya tulis ilmiah, hasil penelitian para sarjana
yang berkaitan dengan Perseroan Terbatas dan teknologi informasi.
3) Bahan hukum tersier, berupa bahan-bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti ensiklopedia, kamus, situs internet, dan
artikel surat kabar yang berkaitan dengan penelitian.
b. Penelitian Lapangan adalah kegiatan mengumpulkan, meneliti, dan
merefleksikan data primer yang diperoleh langsung dari lapangan untuk
menunjang data sekunder. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengisi
kekurangan data sekunder, oleh karena itu data primer ini adalah
penunjang data sekunder yang telah diperoleh.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan ini dilaksanakan dengan penelitian terhadap data
sekunder yang berhubungan dengan penyelengaraan RUPS yang
dilakukan melalui media telekonferensi, yakni peraturan perundang-
undangan di bidang Perseroan Terbatas, teori-teori hukum, dan pendapat-
pendapat para sarjana hukum terkemuka, yang kemudian diteliti untuk
memperoleh penjelasan atas permasalahan yang diteliti.
22
b. Wawancara
Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka, yakni
pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan terstruktur dengan pihak
yang terkait.
5. Analisis Data
Metode Analisis yang digunakan penulis adalah yuridis kualitatif, agar :
a. Perundang-undangan yang satu dengan yang lain tidak boleh saling
bertentangan.
b. Memperhatikan hirarki bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
c. Kepastian hukum artinya ketentuan yang berlaku betul-betul dilaksanakan
oleh penguasa dan penegak hukum.
6. Lokasi Penelitian
Untuk mengungkapkan hal-hal sebagaimana yang telah disebutkan dimuka,
penelitian ini dilakukan di beberapa tempat yaitu :
a. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Jalan
Dipati Ukur Nomor 112, Bandung. Kegiatan penulis di Perpustakaan
23
UNIKOM untuk mencari skripsi-skripsi angkatan terdahulu sebagai
referensi penulisan.
b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (UNPAD),
Jalan Imam Bonjol Nomor 21, Bandung. Penulis mencari data-data
tentang hukum perusahaan karena dianggap bahan-bahannya cukup
lengkap.
c. Perpustakaan Universitas Islam Bandung (UNISBA), Jalan Taman
Sari Nomor 1, Bandung. Kegiatan penulis di Perpustakaan UNISBA
untuk mencari buku-buku mengenai hukum perusahaan sebagai
referensi penulisan.
d. Kantor Notaris Herati Hadibah S.H., Alamat kantor Jalan Jaraprang
No. 91 Kota Bandung, untuk bahan penelitian lapangan.
e. Situs-situs dalam internet yaitu diantaranya :
1) http://www.irmadevita.com
2) http://www.hukumonline.com
3) http://www.kompas.com
4) http://www.bumn.go.id
5) http://www.dephumkam.go.id
6) http://www.sisminbakum.go.id
7) http://www.jsx.co.id
8) http://www.syopian-blog.com
24
Situs-situs di atas dijadikan sebagai lokasi penelitian karena di situs-
situs tersebut banyak terdapat artikel, bacaan, kasus dan hal-hal
lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN HUKUM ATAS PERSEROAN TERBATAS
25
A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum
Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang
didirikan berdasarkan perjanjian dengan melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini dan serta peraturan pelaksananya, hal ini
sesuai yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Adapun jenis kegiatan yang dilakukan oleh
Perseroan Terbatas sebagai sebuah perusahaan yang menjalankan usahanya harus
sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
Sementara itu, dasar hukum yang mengatur terbentuknya suatu Perseroan Terbatas
adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama maupun yang
baru, Hal-hal mengenai Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD/ Wetboek Van Koephandel, Staatblad 1847 Nomor 23),
dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56. Mengingat perkembangan ekonomi dan
dunia usaha yang semakin pesat baik secara nasional maupun internasional, pasal
tersebut tidak sesuai lagi. Dasar hukum dalam melaksanakan pengelolaan
Perseroan Terbatas ada pada pedoman yang disepakati dalam anggaran dasar dari
26
Perseroan Terbatas, karena perusahaan ini terbentuk dari perjanjian antara pihak-
pihak pendirinya.
Perseroan adalah subjek hukum mandiri yang oleh hukum diberi hak dan
kewajiban, sama dengan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh seorang manusia.
Oleh karena Perseroan adalah subjek hukum mandiri, maka keberadaannya tidak
tergantung dari keberadaan para pemegang sahamnya maupun anggota Direksi dan
Komisaris. Sekalipun mereka berganti atau diganti, pergantian tersebut tidak
mempengaruhi keberadaan Perseroan selaku “Persona standi ini judicio”.7
Perseroan merupakan kumpulan modal yang terbagi atas saham-saham yang oleh
undang-undang diberi status badan hukum. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa Perseroan pada hakikatnya adalah badan hukum yang sekaligus merupakan
wadah perwujudan kerjasama dari para pemegang saham. Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menegaskan bahwa Perseroan
harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dan selanjutnya bahwa Perseroan
senantiasa harus mempunyai sekurang-kurangnya 2 (dua) pemegang saham.
Pengecualian hanya diberikan kepada Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki
oleh negara atau Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan
7 Sudargo Gautama. Himpunan Jurisprudensi Indonesia yang Penting Untuk Praktek Sehari-hari (Landmark Decision). Jilid 4 No.17. Citra Aditya Bakti:1992. Jakarta.
27
penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Sebuah badan hukum Perseroan Terbatas sebelum terbentuk menjadi sebuah badan
hukum harus melalui tahap-tahap pendirian terlebih dahulu.8 Sebagai sebuah
bentuk badan hukum tentunya pembentukan dan pendiriannya harus melalui
prosedur pendirian sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur
mengenai Perseroan Terbatas yaitu dalam UUPT.
Suatu Perseroan didirikan atas dasar perjanjian diantara para pemodal.
Kesepakatan dari para pendirinya yang harus dinyatakan dalam akta Notaris yang
dibuat dalam Bahasa Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT.
Sedangkan ada tidaknya Perseroan sebagai badan hukum tergantung dari
pengesahan yang diberikan oleh pihak yang berwenang, sebagaimana diatur dalam
Pasal 7 ayat (6) UUPT. Maka berdasarkan kenyataan ini dapat dikatakan bahwa
pendirian Perseroan mengenal 3(tiga) tahap sebagai berikut :
1. Dimulai pada hari dan tanggal akta pendirian ditandatangani oleh para pendiri
di hadapan Notaris dan berlangsung sampai tanggal diperolehnya pengesahan
dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atas akta pendirian tersebut.
Selama berlangsungnya tahap ini, hubungan hukum antara para pendiri dan
anggota Direksi serta Komisaris merupakan hubungan intern, dan hubungan
8 Budi F. Supriadi. Diktat Perkuliahan Hukum Perusahaan. 15 Januari 2009.
28
mereka dengan pihak ketiga merupakan hubungan ekstern. Para pendiri,
anggota Direksi dan Komisaris bertanggung jawab secara pribadi, disamping
Perseroan, untuk semua perikatan yang dibuat Perseroan selama tahap ini.
Selama tahap ini berlangsung, tidak dapat diadakan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Setiap keputusan dan tindakan hukum yang akan dilakukan
oleh Perseroan dalam pendirian memerlukan persetujuan dari semua pendiri
dan anggota Direksi serta Komisaris. Demikian pula setiap perubahan atas akta
pendirian oleh para pendiri hanya dapat dilakukan bilamana disetujui oleh
semua pendiri dan harus dimuat dalam akta Notaris yang ditandatangani oleh
semua pendiri dan/atau kuasa mereka yang sah.
2. Diawali dengan diperolehnya pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia atas akta pendirian dan berlaku sampai diumumkannya akta pendirian
yang disahkan tersebut dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
oleh Direksi Perseroan. Dengan diperolehnya pengesahan atas akta pendirian,
Perseroan sudah menjadi badan hukum dan selanjutnya para pemegang
sahamnya tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan
melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Adapun anggota Direksi tetap
bertanggung jawab secara pribadi, disamping Perseroan, atas segala perbuatan
hukum yang dilakukan Perseroan selama pengumuman akta pendirian yang
disahkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia belum dilakukan.
Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 14 UUPT. Dari ketentuan dalam
29
Pasal 14 UUPT yang mengatur tentang tanggung jawab Direksi secara
tanggung renteng dimaksud dapat disimpulkan secara “acontrario”, bahwa
anggota Komisaris sejak diperolehnya pengesahan atas akta pendirian
bertanggung jawab secara terbatas seperti halnya para pemegang saham.
3. Mulai berlaku pada tanggal dilakukannya pengumuman atas akta pendirian
yang telah disahkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Sejak
tanggal itu, anggota Direksi tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan Perseroan.
Pengertian bahwa Perseroan sebagai badan hukum yang merupakan subjek hukum
mandiri dengan keberadaan yang terpisah dari para pemegang sahamnya
mengakibatkan bahwa Perseroan mutlak memerlukan Direksi sebagai wakilnya.
Hal ini berbeda dengan manusia, karena Perseroan adalah suatu badan hukum
yang merupakan organism yang bersifat abstrak sesuai dengan teori organ dan
teori kenyataan yuridis, maka ia hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan
perantara manusia selaku wakilnya.
Perseroan Terbatas didirikan oleh dua orang atau lebih berdasarkan kesepakatan
diantara para pihak yang mendirikannya dengan menggunakan akta Notaris.
Perseroan Terbatas sudah merupakan badan hukum setelah disetujui oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia, walaupun belum diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia dan didaftarkan pada Pengadilan Negeri.
30
Dalam UUPT ditentukan bahwa status hukum Perseroan Terbatas sebagai badan
hukum diperoleh setelah pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Dengan perkataan lain, belum diumumkannya Perseroan Terbatas dalam Berita
Negara tidaklah berarti bahwa Perseroan Terbatas belum mendapatkan status
badan hukum, melainkan pertanggungjawabannya terhadap pihak ketiga adalah
seperti yang diatur dalam Pasal 39 KUHD dan hal ini tidaklah mempunyai
Persona Standi in Judicio.9
Dengan demikian, Karakteristik badan hukum Perseroan Terbatas dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Subyek hukum mandiri. Maksudnya adalah:
a. Dapat melakukan Perbuatan hukum dan perjanjian.
b. Mempunyai kekayaan sendiri.
c. Membayar hutang atau kerugian dengan kekayaan sendiri.
d. Dapat dihukum.
e. Dapat menjadi penjamin.
f. Dapat dinyatakan pailit.
2. Tanggung jawab pemegang saham atas kerugian Perseroan sebatas nilai saham
yang telah diambil bagian.
9 Sudargo Gautama. Loc cit.
31
3. Pengurusan dilakukan oleh suatu organ tersendiri terpisah dari kedudukannya
dari pemegang saham.
Dalam kaitan Perseroan sebagai badan hukum, beberapa tokoh pendukung aliran
ilmu hukum dan filsafat hukum telah mengemukakan pendapat mengenai
eksistensi badan hukum sebagai subjek hukum disamping manusia. Dalam hal ini,
yang penting adalah hakekat badan hukum. Hasil pemikiran tentang hakekat badan
hukum oleh filsafat hukum dirumuskan dalam bentuk asas, nilai ataupun teori.10
Sementara itu, Subekti mengatakan bahwa subjek hukum adalah pembawa hak
atau subjek hukum di dalam hukum yaitu “orang”. Pendapat lain mengatakan,
subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban
dari hukum. Dengan perkataan lain, yang dapat menjadi subjek hukum hanyalah
manusia.11 Manusia oleh hukum diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban,
baik sebagai subyek hukum atau sebagai orang. Di dalam KUHPerdata, hal ini
diatur dalam buku I bab 1-3 tentang manusia sebagai subjek hukum dan di dalam
buku III bab 9 tentang adanya badan hukum. Dengan demikian, subjek hukum
adalah pembawa/ pendukung hak dan kewajiban, disebut juga orang dalam arti
yuridis. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa yang merupakan subjek hukum
adalah manusia dan badan hukum.
10 Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni. Bandung. 1999. hlm. 29.11 Budi F. Supriadi, Loc cit.
32
Menurut teori organ yang dikemukakan oleh Otto Van Gierke, badan hukum
bukan fiksi atau khayalan belaka, tetapi nyata ada, sebagaimana manusia yang
memiliki akal pikiran dan perasaan. Badan hukum mempunyai organ yang terdiri
dari Rapat Umum Pemegang saham (RUPS), Direksi dan Komisaris sebagai alat
untuk berinteraksi secara intern dan ekstern dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Hal ini sama dengan manusia berhubungan dengan pihak lain
menggunakan alat orgnnya berupa mulut, tangan, kaki dan otak. Oleh karena itu,
Perseroan Terbatas melalui organ Perseroan dapat mengadakan perjanjian dengan
pihak lain.
Teori yang lainnya mengenai badan hukum adalah teori kenyataan yuridis. Teori
ini merupakan penghalusan dari teori organ. Teori kenyataan yuridis ini
dikemukakan oleh E.M Maijers dan dianut pula oleh Paul Scholten. Teori tersebut
mengemukakan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realitas yang riil,
konkrit dan meskipun tak dapat diraba, namun bukan khayalan belaka, melainkan
suatu kenyataan yang sederhana. Oleh karena itu, badan hukum mempersamakan
dengan manusia, maka persamaan itu terbatas hanya sampai pada bidang hukum
saja. Dengan demikian badan hukum adalah wujud riil dan nyata menurut hukum.
Paul Scholten memperluas teori organ, sehingga tidak terlalu mutlak lagi dan tidak
perlu lagi dinyatakan mana tangannya, mana kepalanya, atau mana otaknya dan
sebagainya.
33
B. Struktur Organisasi Perseroan Terbatas
Dalam Pasal 1 Ayat (2) UUPT, antara lain menegaskan yang dimaksud dengan
organ Perseroan adalah: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang
mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Perseroan yang diserahkan kepada Direksi
dan Komisaris dalam menjalankan wewenangnya. Direksi adalah organ yang
paling bertanggung jawab terhadap pengurusan dan pengelolaan Perseroan,
mewakili Perseroan di dalam maupun di luar Perseroan dan berhubungan dengan
pihak ketiga. Komisaris adalah organ yang mengawasi secara khusus dan umum
terhadap Direksi serta memberikan nasihat kepada Direksi yang menjalankan
Perseroan.
1. Rapat Umum Pemegang Saham
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), atau yang dalam bahasa Inggris
disebut dengan istilah General Shareholder’s meeting dan dalam bahasa
Belanda disebut dengan Algemene Vergadering Van Andeelhouders,
merupakan salah satu organ perusahaan (corporate body) dalam suatu
Perseroan Terbatas di samping dua organ lainnya berupa Direksi dan
Komisaris.12
12 Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung: CV.Utomo, 2005, hlm.106.
34
Berdasarkan Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT), yang dimaksud dengan RUPS adalah suatu organ
Perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan dan
memegang segala wewenang yang bersifat residual, yakni wewenang yang
tidak dialokasikan kepada organ perusahaan lainnya, yaitu Direksi dan
Komisaris, yang dapat mengambil keputusan setelah memenuhi syarat-syarat
tertentu dan sesuai dengan prosedur tertentu sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar Perseroan.
Oleh karena itu, di dalam suatu Perseroan Terbatas diperlukan suatu
kekuasaan tertinggi, mengingat dalam Perseroan Terbatas terdapat banyak
pihak yang satu sama lain sangat mungkin berbeda pendapat dalam
mengambil suatu keputusan. Antara Direksi, Komisaris, pemegang saham
mayoritas dan pemegang saham minoritas dapat terjadi perbedaan pendapat
mengenai hal tertentu. Dengan demikian, diperlukan suatu badan pengambil
keputusan yang mempunyai hak veto dan mengikat Perseroan yaitu yang
disebut dengan RUPS yang merupakan salah satu sarana untuk mengontrol
perusahaan.13
Berdasarkan pengertian seperti yang telah dijelaskan di atas, tampak bahwa
RUPS hanya memiliki kewenangan yang bersifat residual, dimana
13 Ibid
35
kewenangan Direksi adalah untuk mengelola Perseroan, dan Komisaris untuk
mengawasinya, sedangkan untuk RUPS pada prinsipnya kewenangannya
tidak ditentukan dengan terperinci, melainkan hanya mendapatkan sisa
kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris. Akan tetapi,
karena RUPS memiliki kekuasaan tertinggi dalam Perseroan, maka
keputusannya tidak dapat dibatalkan oleh siapapun, kecuali oleh pengadilan
apabila adanya alasan untuk itu. Disamping itu, karena kekuasaannya
tertinggi, maka selain memiliki kewenangan residual, undang-undang
dan/atau anggaran dasar Perseroan sering mensyaratkan persetujuan RUPS
jika perusahaan ingin mengambil keputusan-keputusan penting.
Karena kekuasaan RUPS merupakan kekuasaan tertinggi, maka keputusan
RUPS tersebut merupakan kekuasaan tertinggi dari Perseroan, melebihi dari
keputusan Direksi atau Komisaris, seperti terlihat dalam kutipan berikut ini: 14
Wujud kongkrit kekuasaan tertinggi yang ada pada forum RUPS tersebut terjelma di dalam keputusan yang telah diambil dalam forum RUPS tersebut. Keputusan yang telah diambil oleh para pemegang saham dalam forum RUPS merupakan hukum yang paling tinggi bagi Perseroan dan wajib dipatuhi oleh kedua organ lainnya (Direksi dan Komisaris) tanpa reserve selama keputusan tersebut tidak menyalahi ketentuan akta pendirian/ anggaran dasar, UU Negara dan kesusilaan atau ketertiban umum.
14 Anasitus Amanat, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995 dan Penerapannya Dalam Akta Notaris. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1996. hlm.127.
36
Suatu penyelenggaraan RUPS dilakukan di tempat kedudukan dari Perseroan
atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama,
sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar, dengan syarat tempat tersebut
masih berada dalam wilayah negara Republik Indonesia. Hal ini berarti bahwa
RUPS yang dilakukan di luar negeri tidak dapat dibenarkan. Apabila dalam
RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan pemegang saham
tersebut menyetujui untuk diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, maka
RUPS dapat diselenggarakan dimanapun dengan ketentuan masih berada
dalam wilayah negara Republik Indonesia. Ketentuan seperti ini diatur di
dalam Pasal 76 UUPT.
Penyelenggaraan RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi,
video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan
semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta
berpartisipasi dalam rapat. Persyaratan quorum dan persyaratan pengambilan
keputusan dalam hal penyelenggaraan RUPS melalui media elektronik ini
adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam UUPT dan/atau sebagaimana
diatur dalam anggaran dasar Perseroan. Persyaratan sebagaimana dimaksud
dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS melalui sarana media
elektronik tersebut. Setiap penyelengaraan RUPS tersebut harus dibuatkan
risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS, baik
secara fisik maupun secara elektronik. Ketentuan seperti ini diatur dalam
37
Pasal 77 UUPT. Perkembangan teknologi dewasa ini sangat memungkinkan
untuk melakukan penandatanganan dengan media elektronik sehingga setiap
peserta RUPS dengan menggunakan jasa elektronik dapat melakukan
penandatanganan hasil RUPS dengan menggunakan teknologi elektronik
tersebut.
Pada prinsipnya RUPS dibagi ke dalam dua jenis, yaitu:
1) RUPS Tahunan
Yang dimaksud dengan RUPS tahunan adalah RUPS yang wajib
dilakukan oleh Perseroan sekali dalam satu tahun, dilakukan paling
lambat dalam waktu 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dengan pokok
pembicaraan adalah di sekitar perkembangan perusahaan yang telah
terjadi selama satu tahun. Perkembangan perusahaan selama satu tahun
tersebut disampaikan oleh Direksi dengan laporan tahunan, yang harus
ditandatangani oleh Direksi dan Komisaris, yang minimal memuat enam
hal sebagai berikut:15
a) Perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun dan
penjelasannya.
b) Terhadap perusahaan dalam satu group, dibuat neraca konsolidasi
dan neraca masing-masing Perseroan.
15 Munir Fuady, Op cit. hlm.109.
38
c) Laporan tentang keadaan dan jalannya perusahaan dalam satu tahun
serta hasil-hasil yang telah dicapai.
d) Kegiatan utama perusahaan dan perubahannya selama tahun buku.
e) Rician masalah-masalah yang terjadi.
f) Nama, gaji dan tunjangan bagi semua anggota Direksi dan Komisaris.
2) RUPS Luar Biasa
RUPS luar biasa dapat dilakukan kapan saja bila diperlukan oleh
perusahaan dengan mata acara yang juga sangat beraneka ragam, yakni
terhadap kegiatan yang tidak termasuk ke dalam ruang lingkup RUPS
tahunan. Pada prinsipnya, kegiatan Perseroan yang memerlukan
persetujuan dari RUPS luar biasa dari suatu Perseroan Terbatas adalah
sebagai berikut :
a) Kegiatan-kegiatan yang memerlukan persetujuan RUPS sebagaimana
disebut dalam anggaran dasar Perseroan.
b) Kegiatan-kegiatan yang memerlukan persetujuan RUPS sebagaimana
disebutkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Kegiatan-kegiatan yang dianggap penting bagi Perseroan tersebut
sebaiknya juga dilakukan dengan persetujuan RUPS, meskipun tidak
diharuskan dalam anggaran dasar maupun peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
39
Inisiatif untuk melakukan RUPS tahunan dapat datang dari siapa saja yang
berwenang meminta diselenggarakannya RUPS, tetapi yang jelas RUPS
tahunan wajib dilakukan, sekali dalam satu tahun. Karena itu, diminta atau
tidak diminta oleh siapapun, adalah sudah merupakan kewajiban pihak
Direksi Perseroan untuk menyelenggarakan RUPS tahunan tersebut sesuai
ketentuan dalam Pasal 78 ayat (1) UUPT. Apabila Direksi berhalangan atau
mempunyai konflik kepentingan, RUPS (tahunan atau luar biasa) akan
diselenggarakan oleh Komisaris.
Selanjutnya, suatu RUPS haruslah memenuhi quorum tertentu. Quorum dari
suatu RUPS yang dimaksud adalah jumlah minimum pemegang saham
dengan hak suara yang sah yang harus hadir dalam rapat, yang dihitung
menurut banyaknya saham yang dipegangnya atau yang dikuasakan
kepadanya, sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar dan/atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Apabila jumlah quorum tidak mencukupi,
maka rapat tidak boleh mengambil keputusan apapun. Setelah quorum
terpenuhi, maka rapat dapat dilanjutkan dan dapat mengambil keputusan
tertentu.
Namun demikian, keputusan dari pemegang saham dapat saja diambil dengan
cara selain dari rapat, asalkan hal tersebut ditentukan dalam anggaran dasar,
yaitu dengan cara “resolusi” pemegang saham (shareholder resolution), yakni
40
dengan membuat surat edaran (circulair letter) yang kemudian ditandatangani
oleh para pemegang saham hanya mengenai Perseroan terbatas tersebut.16
Pada prinsipnya yang berkuasa dalam RUPS adalah pemegang saham
mayoritas, tetapi menurut UUPT, tidak jelas berlakunya prinsip fiduciary duty
dari pemegang saham mayoritas kepada pemegang saham minoritas.17
Beberapa contoh tindakan pemegang saham mayoritas yang melanggar
prinsip fiduciary duty adalah sebagai berikut:18
a) Secara langsung atau tidak langsung menjual asset Perseroan kepada
dirinya sendiri (pemegang saham mayoritas).
b) Menjual asset Perseroan yang akan menyebabkan kerugian yang bukan
kerugian biasa bagi pemegang saham minoritas.
c) Melakukan tindakan-tindakan lain yang merugikan atau menempatkan
posisi pemegang saham minoritas pada posisi yang serba salah.
d) Memutuskan untuk tidak membagikan dividen, padahal keadaan keuangan
perusahaan memungkinkan dilakukannya pemberian dividen.
e) Memberi gaji eksekutif, yang merupakan orang-orangnyapemegang saham
mayoritas, dengan jumlah yang tinggi melebihi jumlah yang wajar.
16 Ibid. hlm. 119.17 Ibid. hlm. 127.18 Fiduciary duty mengandung arti dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk mengurus perseroan, direksi harus bertolak dari landasan bahwa tugas dan wewenang yang diperolehnya didasarkan pada dua prinsip. Kedua prinsip itu adalah kepercayaan yang diberikan perseroan dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan dan kehati-hatian dari tindakan direksi. Diakses dari www.hukumonline.com
41
Jika keputusan rapat umum pemegang saham tersebut bertentangan dengan
prinsip fiduciary duty, UUPT tidak menyatakan apa-apa. Oleh karena itu,
berlakulah ketentuan umum di mana pihak yang dirugikan, termasuk pihak
pemegang saham minoritas, dapat menuntut ganti rugi bahkan menuntut
dibatalkannya keputusan RUPS melalui prosedur gugatan biasa, dapat
memanfaatkan pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum
juncto Pasal 60 ayat (2) UUPT.
2. Direksi
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa untuk memperoleh hak dan
melaksanakan kewajibannya badan hukum senantiasa tergantung dari seorang
wakil yang lazim disebut pengurus. Dengan demikian, badan hukum tidak
dapat berfungsi tanpa pengurus.
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (5) UUPT yang dimaksud dengan Direksi adalah
organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
42
Dalam hal Perseroan, UUPT menegaskan bahwa kepengurusan Perseroan
dilakukan oleh Direksi dan juga Direksi bertugas mewakili Perseroan di dalam
maupun di luar pengadilan, hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 98
UUPT.
Berbeda dengan RUPS yang merupakan pembela kepentingan para pemegang
saham, Direksi adalah organ Perseroan yang mewakili kepentingan Perseroan
selaku subjek hukum mandiri. Tugas dan tanggung jawab Direksi ini
bersumber pada:
a. Ketergantungan Perseroan kepada Direksi sebagai organ yang
dipercayakan oleh undang-undang dengan kepengurusan Perseroan.
b. Perseroan adalah sebab bagi keberadaan Direksi, karena apabila tidak ada
Perseroan, juga tidak perlu ada Direksi. Maka tidak salah bila dikatakan
bahwa antara Perseroan terdapat hubungan fidusia atau kepercayaan yang
melahirkan fiduciary duties bagi Direksi.
Pimpinan Perseroan berikut usaha-usahanya berada di tangan Direksi.
Kewenangan pengurusan meliputi semua perbuatan hukum yang tercakup
dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan sebagaimana itu
termuat dalam anggaran dasarnya. Dengan demikian Direksi adalah organ
melalui mana Perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum sesuai
maksud dan tujuannya. Hal ini pun yang menjadi sumber kewenangan Direksi
43
untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dengan
pihak ketiga atau dengan kata lain, mewakili Perseroan di dalam maupun di
luar pengadilan.
Kewenangan pengurusan tersebut dipercayakan oleh undang-undang kepada
Direksi untuk kepentingan Perseroan sebagai badan hukum yang mempunyai
eksistensi sendiri selaku subjek hukum mandiri (persona standi in judicio).
Secara konkrit, kepentingan Perseroan sebagai badan hukum adalah sama
dengan kepentingan semua pemegang saham, mengingat bahwa pada
hakikatnya, Perseroan adalah asosiasi modal yang oleh hukum diberikan status
badan hukum.
Dalam kaitan ini, harus dibaca ketentuan dalam Pasal 66 juncto Pasal 100
UUPT yang mewajibkan Direksi untuk setahun sekali menyusun laporan
tahunan yang harus ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris
guna diajukan kepada RUPS tahunan sebagai pertanggungjawaban Direksi atas
kepengurusan Perseroan yang dilekukan Direksi.
Pengertian pengurusan mencakup pula pengelolaan kekayaan Perseroan.
Sesungguhnya, pengelolaan kekayaaan Perseroan tidak dapat dipisahkan dari
pengurusan Perseroan karena memang tercakup di dalamnya, mengingat
bahwa Perseroan memiliki kekayaan sebagai sarana yang diperlukan untuk
44
mencapai maksud dan tujuan Perseroan. Adapun tugas mengupayakan
tercapainya maksud dan tujuan Perseroan dipercayakan kepada Direksi,
sebagaimana diatur dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT.
Tugas pengurusan yang meliputi pula pengelolaan kekayaan Perseroan tidak
saja dipercayakan kepada Direksi sebagai organ, melainkan juga kepada
masing-masing anggota Direksi, sesuai dengan ketentuan pada Pasal 97 ayat
(1) dan ayat (2) UUPT. Tugas pengurusan yang wajib dilakukan oleh masing-
masing anggota Direksi tanpa terkecuali dipertegas lagi oleh UUPT yang telah
memperkenalkan apa yang lazim disebut sebagai “derivative action”,19 apabila
anggota Direksi karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian
pada Perseroan (Pasal 97 ayat (6) UUPT).
Sementara itu, pengurusan Perseroan oleh Direksi dilakukan dengan prinsip
kolegial atau direktrial. Menurut prinsip kolegial, kedudukan para direktur
sama tingginya sehingga tidak ada yang menjadi presiden direktur,
Perbedaannya hanya terletak pada tugas, wewenang dan tanggung jawab.
Sedangkan menurut prinsip direktrial seorang direktur menjadi presiden
direktur atau direktur utama. Sedangkan direktur lainnya, berada di bawahnya
dan bertanggung jawab kepadanya. Sedangkan presiden direktur bertanggung
19 Derivative action adalah suatu gugatan yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dan atas nama perseroan.
45
jawab kepada dewan Komisaris. Apabila dikaji secara seksama UUPT, kiranya
dapat dikemukakan menganut prinsip kolegial. Hal terlihat dari pasal berikut:
Pasal 1 angka 4:
“Direksi adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili
Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar”.
Pasal 82:
“Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk
kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan”.
Pasal 85:
(1) “Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1(satu) orang, maka yang
berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi kecuali
ditentukan lain dalam UU ini dan atau Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Dasar dapat menentukan pembatasan wewenang anggota Direksi
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)”.
Pasal 86:
(1) Direksi wajib :
a. membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS dan
risalah rapat Direksi; dan
46
b. menyelenggaran pembukuan Perseroan.
(2) Daftar pemegang saham, risalah dan pembukuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin
kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan daftar
pemegang saham, risalah dan pembukuan sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1).
Apabila diperhatikan persyaratan yang ditentukan oleh UU untuk menjadi
Direksi cukup berat, karena harus memenuhi kualifikasi tertentu. Pembentuk
UU, tampaknya mempunyai alasan mengapa untuk menjadi Direksi harus
memenuhi syarat tertentu. Disamping itu, tugas dan tanggung jawab yang
diemban oleh Direksi pun cukup berat. Apabila salah dalam mengelola
perusahaan dapat dituntut oleh pemegang saham. Untuk itu, jabatan Direksi
pasca berlakunya UUPT bukanlah pekerjaan ringan, tapi harus betul-betul
profesional. Melihat besarnya risiko yang akan dihadapi oleh Direksi dalam
mengoperasikan perusahaan ada gagasan agar jabatan Direksi diasuransikan.20
Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas pengurusan
Direksi adalah tugas dari setiap anggota Direksi tanpa terkecuali dan
karenanya wajib dilaksanakan secara kolegial oleh masing-masing anggota
20 Lihat Republika, 23/3/96; Media Indonesia, 29/3/96
47
Direksi. Berdasarkan pada prinsip kolegial tersebut di atas, maka tanggung
jawab renteng ini semakin jelas apabila kita memperhatikan ketentuan dalam
Pasal 104 ayat (2) UUPT yang menegaskan bahwa bilamana kepailitan
Perseroan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan
Perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut,
maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas
kerugian tersebut. Selanjutnya Pasal 104 ayat (4) UUPT menentukan bahwa
anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian/ kepailitan
Perseroan apabila dapat membuktikan :
1) kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
2) Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
3) Tidak mempunyai benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian.
4) Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut. Yang dimaksud dengan “mengambil tindakan untuk
mencegah timbul dan berlanjutnya kerugian” termasuk juga langkah-
langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang
dapat mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat Direksi.
48
Dengan demikian, tampak bahwa tidak dapat dibenarkan membatasi
wewenang pengurusan Perseroan kepada anggota Direksi tertentu dengan
mengecualikan anggota Direksi lainnya.
Berdasarkan pada prinsip organ Perseroan Terbatas, maka tampak bahwa
UUPT mengatur tentang Direksi sebagai organ Perseroan Terbatas dengan
lebih menekankan pada prisip kolegial. Penekanan pada sifat kolegial Direksi
bukan berarti bahwa tidak boleh diadakan pembagian tugas di antara para
anggota Direksi demi pengurusan yang efisien. Namun demikian, perlu
diperhatikan bahwa peraturan pembagian tugas dan wewenang dimaksud
merupakan tatanan organisasi intern Perseroan dan oleh karena itu hanya
mempunyai kekuatan hukum ke dalam yang tidak mengikat pihak ketiga. Oleh
karena itu, pihak ketiga tidak perlu meneliti apakah anggota Direksi tertentu
dengan siapa ia berhubungan mempunyai tugas dan wewenang menurut
tatanan organisasi intern Perseroan.
3. Komisaris
Berbeda dengan ketentuan dalam KUHD, yang tidak mengharuskan Perseroan
mempunyai Komisaris, UUPT menegaskan bahwa setiap Perseroan harus
mempunyai Komisaris. Bahkan UUPT mengharuskan bahwa Perseroan yang
“go public” wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang Komisaris demi
penguasaan yang lebih besar karena menyangkut kepentingan masyarakat.
49
Lembaga Komisaris sebagai organ Perseroan lazim disebut juga Dewan
Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas mengawasi kebijaksanaan
Direksi dalam menjalankan Perseroan serta memberikan nasihat kepada
Direksi. Sedangkan sebagai orang perorangan disebut sebagai anggota
Komisaris.21 Tugas utama Komisaris adalah mengawasi pengurusan dan
pengelolaan Perseroan oleh Direksi. Sebagaimana ditegaskan dalam dalam
UUPT bahwa Komisaris adalah orang mandiri yang wajib dengan itikad baik
dan penuh tanggung jawab menunaikan tugasnya untuk kepentingan dari usaha
Perseroan sebagai subjek hukum mandiri. Hal itulah yang menyebabkan
mengapa Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan bisa dipertanggungjawabkan melalui ”derivative
action” oleh pemegang saham untuk dan atas nama Perseroan.
Pada dasarnya Komisaris tidak mempunyai fungsi eksekutif. Sekalipun
anggaran dasar Perseroan dapat menetapkan bahwa perbuatan hukum tertentu
dari Direksi memerlukan persetujuan atau bantuan Komisaris, persetujuan
dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan penguasaan.
Hanya dalam hal tidak ada Direksi karena suatu sebab, Komisaris dapat diberi
21 Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Jakarta ; Pusaka Sinar Harapan, 1997, Hlm 126.
50
wewenang untuk melakukan pengurusan Perseroan berdasarkan pengaturan
dalam anggaran dasar atau keputusan RUPS.
Meskipun ditentukan dalam UUPT bahwa Komisaris dapat memberhentikan
untuk sementara anggota Direksi, namun bukan berarti bahwa Komisaris
membawahi Direksi. Dalam hal kepengurusan Perseroan Direksi bersifat
mandiri. Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa Komisaris bukanlah wakil
pemegang saham. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan dalam UUPT yang
melarang anggota Komisaris untuk bertindak sebagai kuasa dari pemegang
saham dalam RUPS dan pemungutan suara.
Dalam UUPT jelas tersirat bahwa tanggung jawab Direksi, Komisaris dan
pemegang saham akan terseret harta pribadi masing-masing apabila nyata-
nyata akibat perbuatan pengurus yang tidak sesuai dengan anggaran dasar yang
telah ditetapkan untuk kepentingan pribadi atau keuntungan pribadi.
Sehubungan dengan tanggung jawab Komisaris, dapat dikatakan bahwa
tanggung jawab tersebut mirip dengan tanggung jawab Direksi. Perbedaannya
adalah bahwa tanggung jawab Komisaris terletak dalam bidang pengawasan
dan pemberian nasihat, sedangkan tanggung jawab Direksi terdapat dalam
bidang kepengurusan. Tanggung jawab Komisaris tersebut perlu dibedakan
antara tanggung jawab ke dalam (internal liability) dan tanggung jawab keluar
51
terhadap pihak ketiga (external liability).22 Khusus tentang tanggung jawab
atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga akibat tindakan Komisaris, perlu
diperhatikan ketentuan dalam Pasal 69 ayat (3) UUPT dan ketentuan perbuatan
melawan hukum yang termaktub dalam Pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata.
Misalnya saja, Komisaris yang mengetahui bahwa Perseroan tidak mungkin
dapat melaksanakan suatu perjanjian tersebut, dapat saja
dipertanggungjawabkan atas kerugian yang kemudian diderita oleh pihak
ketiga yang bersangkutan. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa adanya
kelalaian atau kesalahan pada pihak Direksi bukan berarti bahwa dengan
sendirinya Komisaris juga lalai atau salah. Masing-masing organ Perseroan
mempunyai tugas yang mandiri dan oleh karena itu harus pula
mempertanggungjawabkan secara tersendiri.
Seperti halnya anggota Direksi, anggota Komisaris juga diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS. Komisaris, sebagaimana halnya Direksi,
mempunyai hubungan ganda dengan Perseroan. Sebagai organ, ia merupakan
bagian dari Perseroan dan selain itu, anggota Komisaris mempunyai hubungan
kontraktual dengan Perseroan selaku subjek hukum mandiri. Akan tetapi,
berbeda dari hubungan kontraktual anggota doreksi dengan Perseroan,
hubungan kontraktual anggota Komisaris tersebut melahirkan hubungan kerja
22 Tanggung jawab komisaris terhadap perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 114 UUPT dan tanggung jawab komisaris terhadap pemegang saham yang dirugikan oleh komisaris sebagaimana diatur dalam Pasal 61 UUPT
52
karena anggota Komisaris bukan pekerja Perseroan. Demikian halnya dengan
hubungan kontraktual anggota Komisaris dimaksud tidak untuk kepada
ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata. RUPS yang secara eksklusif
mempunyai kewenangan untuk mengangkat anggota Komisaris, senantiasa
berhak untuk sewaktu-waktu memberhentikannya.
Anggota Komisaris dapat menggugat keabsahan keputusan RUPS yang
memberhentikannya. Apabila terbukti bahwa keputusan RUPS yang
bersangkutan tidak sah karena melanggar prosedur yang diatur dalam UUPT
dan atau anggaran dasar Perseroan, maka anggota Komisaris yang
diberhentikan tersebut tetap menjabat sebagai anggota Komisaris dengan
berlaku surut. Ia harus dianggap sebagai tidak pernah diberhentikan.
Selanjutnya, dalam kejadian dimana keputusan RUPS telah diambil dengan
sah, akan tetapi alasan yang mendasarinya tidak wajar, maka anggota
Komisaris yang diberhentikan dengan sah berhak menuntut ganti rugi atas
pemberhentiannya yang diputuskan dengan alasan yang tidak wajar. Yang
tidak dapat dituntutnya adalah pemulihan dalam kedudukan selaku anggota
Komisaris.
C. Penerapan Teknologi Informasi Pada Perseroan Terbatas
53
Dewasa ini, perkembangan teknologi informasi berkembang sangat pesat seiring
dengan berkembangnya perekonomian dunia. Teknologi informasi merupakan
suatu kebutuhan yang utama bagi para pengguna informasi, dimana teknologi
informasi memungkinkan mereka untuk mendapatkan informasi yang lengkap,
akurat, dan dengan waktu yang relatif cepat. Penggunaan komputer sebagai salah
satu bentuk dari penerapan teknologi informasi memungkinkan terpenuhinya
kebutuhan akan informasi yang cepat, akurat dan dapat meningkatkan efisiensi dan
efektifitas kegiatan di dalam suatu perusahaan.
Teknologi informasi merupakan faktor yang sangat mendukung dalam penerapan
Sistem Informasi yang merupakan suatu solusi organisasi dan manajemen
perusahaan untuk memecahkan permasalahan perusahaan yang timbul. Di era
globalisasi seperti sekarang ini, para pimpinan perusahaan dalam pengambilan
keputusan tertentu untuk pengembangan solusi yang baru maupun perubahannya
akan digantikan oleh peranan sistem informasi yang didukung oleh teknologi
informasi yang tepat guna. Salah satu modal yang harus ditingkatkan untuk
menghadapi hal tersebut adalah efektifitas pemanfaatan teknologi informasi.
Terminologi antara teknologi informasi, sistem informasi dan manajemen
informasi masih membingungkan di kalangan perusahaan atau organisasi dan
banyak terdapat persepsi yang berbeda dalam mendefinisikan kegiatan-
kegiatannya. Sistem informasi merupakan suatu aliran data, transaksi dan kegiatan
54
dari suatu organisasi yang berfokus pada kualitas, waktu pengembangan,
flexibilitas, biaya dan perawatan piranti lunak (software). Sedangkan teknologi
informasi merupakan kebijakan, standar dan pengembangan infrastruktur seperti
piranti keras (hardware) dan jaringan (networking). Teknologi informasi lebih
berfokus pada kemampuan, respon, kemudahan dan rasio biaya/ performansi.
Sedangkan manajemen informasi lebih berfokus pada penggunaan, kualitas dan
integritas dari informasi. Oleh karena itu integrasi sistem informasi, teknologi
informasi dan manajemen informasi yang diperlukan oleh manajemen suatu
perusahaan disebut dengan Sistem Informasi Manajemen (SIM), dimana memiliki
komponen-komponen sebagai berikut piranti keras, piranti lunak, data, jaringan,
sumber daya manusia dan prosedur.23
Piranti keras adalah peralatan fisik yang dipergunakan untuk masukan, proses, dan
aktifitas keluaran dalam suatu sistem informasi. Piranti lunak terdiri dari instruksi-
instruksi program secara terinci yang mengontrol dan mengkoordinasikan
komponen komputer piranti keras dalam sistem informasi. Sedangkan jaringan
merupakan suatu penghubung beberapa variasi komponen-komponen hardware
dan software untuk komunikasi suatu lokasi ke lokasi tertentu lainnya.
Saat ini kompetisi usaha semakin tinggi, terutama pada era globalisasi dimana
perusahaan besar dari luar negeri semakin bebas untuk beroperasi dan memasarkan
23 Marchand A. Donald. Competing With Information, Wiley, 2000.
55
produknya di Indonesia sehingga perusahaan lokal yang tidak mampu bersaing
dengan sendirinya akan tersingkir. Oleh sebab itu, salah satu modal yang harus
ditingkatkan untuk menghadapi hal tersebut adalah efektifitas pemanfaatan
teknologi informasi.
Informasi merupakan asset penting pada suatu perusahaan dalam meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pekerjaan. Pada saat ini, banyak perusahaan tidak
menyadari berapa banyak informasi telah didapat dan diproses serta
didistribusikan baik secara manual maupun secara komputerisasi.
Menuju era globalisasi, para pimpinan perusahaan dalam mengambil keputusan
akan tergantikan oleh peranan sistem informasi yang didukung oleh teknologi
informasi yang tepat guna. Proses manajemen sudah tidak harus bertatap muka
dan tidak tergantung pada keinginan sekelompok tertentu, akan tetapi dapat
dikoordinasikan secara perseorangan melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Ditinjau dari prospektif usaha dan manajemen, sistem informasi merupakan suatu
solusi manajemen yang didukung oleh teknologi informasi untuk memecahkan
permasalahan yang timbul dalam lingkungan perusahaan. Oleh karena itu, seorang
pimpinan perusahaan harus mengetahui keseluruhan dari organisasi, manajemen,
dan dimensi teknologi informasi serta mempergunakan peranan mereka dalam
menyediakan solusi permasalahan.
56
Teknologi informasi adalah suatu alat yang tersedia untuk para pimpinan
perusahaan dalam menjalankan usaha atau organisasi untuk menyediakan suatu
sistem informasi yang dipakai sebagai penunjang pengambilan keputusan dalam
solusi usaha. Dengan kata lain bahwa manajemen, Teknologi informasi dan
organisasi merupakan suatu rantaian komponen terpadu dalam menunjang sistem
informasi yang dipakai dalam memberikan baik solusi manajemen yang baru
ataupun perubahan yang sudah ada.
Dengan memanfaatkan teknologi telekomunikasi dapat mengeliminasi hambatan
letak ataupun geografis dan waktu, sehingga suatu perusahaan dapat meningkatkan
jasa dan produksinya, pengambilan keputusan, pengembangan segmentasi pasar
yang lebih luas dan mudah dalam membina hubungan dengan pihak ketiga.
Dibawah ini, akan dijelaskan beberapa jenis komunikasi yang dapat dilakukan
melalui teknologi informasi, antara lain yaitu:24
1. Electronic mail (E-mail) adalah suatu pertukaran pesan atau surat dari suatu
komputer dengan komputer lainnya melalui media internet.
2. Voice over Internet Protocol (VoIP). Dengan memanfaatkan teknologi VoIP
memungkinkan seseorang melakukan percakapan telepon kemana saja di
seluruh dunia melalui media internet, sehingga dapat mengurangi biaya
operasional untuk pembicaraan interlokal maupun Saluran Langsung
Internasional (SLI).
24Diakses dari website http://www.syopian-blog.com, tanggal 21 Februari 2009, pukul 20.30 WIB.
57
3. Teleconfrence, menyediakan fasilitas pembicaraan dan pertemuan suatu grup
melalui telepon, sehingga mereka dapat mengurangi pertemuan tatap muka
secara langsung dan berdiskusi melalui media elektronik. Sedangkan
videokonferensi adalah suatu konfrensi yang membutuhkan ruang konfrensi,
mikrofon, kamera dan beberapa peralatan komputer yang dapat
menterjemahkan video dan suara analog menjadi signal digital yang
dikirimkan melalui suatu saluran komunikasi.
4. Wireless Application Protocol (WAP), merupakan standar dunia untuk
mendapatkan informasi melalui teknologi nirkabel untuk pemakai telepon
genggam (handphone) dalam menggunakan e-mail, pencarian informasi dan
transaksi perdagangan melalui media internet.
5. Elektronic Data Interchange (EDI), adalah pertukaran dokumen standar
transaksi bisnis antara komputer satu dengan lainnya secara langsung diantara
beberapa organisasi. Dokumen-dokumen yang dihasilkan antara lain invoices,
bill of loading atau purchase order.
Dalam kaitannya dengan penerapan teknologi informasi dalam Perseroan Terbatas,
UUPT diharapkan mampu menampung aspirasi dan mengakomodasi
perkembangan teknologi informasi dengan dicantumkannya media telekonferensi
dan video konferensi dalam ketentuan undang-undang tersebut. Sarana komunikasi
seperti ini membawa dampak positif dalam memberikan kemudahan dari sisi
58
ekonomis. Bertatap muka tidak dengan konteks face to face tetapi bertatap muka
melalui media elektronik.
Berdasarkan UUPT, penyelenggaraan RUPS dapat memanfaatkan perkembangan
teknologi melalui media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau
sarana media elektronik lainnya. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 77 UUPT
Nomor 40 tahun 2007 yang menyatakan bahwa RUPS dapat dilaksanakan melalui
media telekonferensi, video konferensi dan media elektronik lainnya. Berarti, akan
ada sebuah data elektronik yang dihasilkan melalui sebuah telekonferensi yang
dapat diakui sebagai alat bukti. Selain itu, perkembangan teknologi informasi juga
didukung dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur tentang hukum teknologi
informasi (cyberlaw).
Pengertian telekonferensi sendiri yaitu suatu pertemuan yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih yang dilakukan melewati telepon atau koneksi jaringan.
Pertemuan tersebut hanya dapat menggunakan suara (audio conference) atau
menggunakan video (video conference) yang memungkinkan peserta konferensi
saling melihat. Dalam konferensi juga dimungkinkan menggunakan whiteboard
yang sama dan setiap peserta mempunyai kontrol terhadapnya, juga berbagi
aplikasi. Teknologi saat ini sudah diterapkan dalam kegiatan Perseroan Terbatas
bahkan telah diakomodasi dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40
59
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dimana suatu pertemuan melalui
telekonferensi adalah juga suatu tindakan hukum dengan maksud untuk
mengadakan suatu rapat/ pertemuan diantara pemegang saham, sebagaimana
diatur dalam Pasal 76 ayat (4) UUPT . Maksud diadakan RUPS biasanya untuk
memutuskan sesuatu yang didasarkan kepada adanya suatu keputusan
“persetujuan” untuk suatu tindakan hukum tertentu atas nama Perseroan Terbatas,
dimana terhadap persetujuan ini boleh ditanda-tangani baik secara fisik maupun
elektronik.
Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang menjanjikan proses pelayanan
dan pendaftaran online secara mudah dan cepat telah mendorong Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia menerapkan sistemkomputerisasi dalam proses pengesahan
pendirian suatu badan hukum, proses pemberian persetujuan perubahan anggaran
dasar, penerimaan pemberitahuan anggaran dasar dan perubahan data Perseroan
serta pemberitahuan informasi lainnya secara elektronik yang disebut dengan
Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) yang dapat diakses pada alamat
website http://sisminbakum.go.id.
60
BAB III
PROSES PENYELENGGARAN RAPAT UMUM PEMEGANG
SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS
A. Kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham Dalam Suatu Perseroan
Terbatas
Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum terdapat tiga organ perusahaan,
yaitu RUPS, Direksi, dan dewan Komisaris. Namun dari ke tiga organ perusahaan
tersebut, RUPS merupakan organ yang memegang kekuasaan tertinggi,
sebagaimana terdapat dalam pasal 1 ayat (4) dari Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
61
Berdasarkan ketentuan pada Pasal 79 UUPT, penyelenggaraan RUPS dapat
dilakukan atas permintaan satu orang atau lebih pemegang saham yang bersama-
sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih
kecil. Selain itu dewan Komisaris juga berhak meminta kepada Direksi untuk
dilakukan penyelenggaraan RUPS disertai dengan alasan yang tertulis. Alasan
disini antara lain dapat berupa karena Direksi tidak mengadakan RUPS tahunan
sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan atau masa jabatan anggota
Direksi dan/atau anggota dewan Komisaris akan berakhir. Dalam hal permintaan
untuk diselenggarakannya RUPS datang dari pemegang saham, maka alasan
tertulis tersebut tembusannya disampaikan kepada dewan Komisaris.
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, RUPS adalah suatu organ
Perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan dan memegang
segala wewenang yang bersifat residual, yakni wewenang yang tidak dialokasikan
kepada organ perusahaan lainnya, yaitu Direksi dan Komisaris, yang dapat
mengambil keputusan setelah memenuhi syarat-syarat tertentu dan sesuai dengan
prosedur tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan
anggaran dasar Perseroan. Oleh karena itu, di dalam suatu Perseroan Terbatas
diperlukan suatu kekuasaan tertinggi, mengingat dalam Perseroan Terbatas
terdapat banyak pihak yang satu sama lain sangat mungkin berbeda pendapat
62
dalam mengambil suatu keputusan. Antara Direksi, Komisaris, pemegang saham
mayoritas dan pemegang saham minoritas dapat terjadi perbedaan pendapat
mengenai hal tertentu. Dengan demikian, diperlukan suatu badan pengambil
keputusan yang mempunyai hak veto dan mengikat Perseroan yaitu yang disebut
dengan RUPS yang merupakan salah satu sarana untuk mengontrol perusahaan
Dengan demikian, dalam menjalankan kewenangannya RUPS harus
memperhatikan dan tidak boleh melanggar kedudukan, kewenangan dan
kepentingan organ perusahaan lain (Direksi dan dewan Komisaris) maupun
stakeholders lainnya, seperti pemegang saham minoritas, kreditur, karyawan,
mitra bisnis, atau masyarakat sekitarnya, mekipun ancaman pemecatan Direksi
oleh pemegang saham mayoritas melalui rapat umum pemegang saham cukup
efektif dalam memekan Direksi untuk mengikuti kehendak pemegang saham
mayoritas, seperti terlihat dalam kutipan berikut ini: 25
“Director usually are responsive to the wishes of the shareholders who elect them, but they are not legally bound to act in accord with the wishes of the shareholders, even with the wishes of the holder of a majority of the corporation’s shares with voting power. Majority shareholder can sometime prevail over recalcitrant director by removing some or all of them and replacing those removed with person who are more compliant. Removing director or threatening to do so is one way in which shareholders can exercise an initiative to reverse board decisions or modify corporate policies.”
25 Munir Fuady, Opcit. hlm.126.
63
Batas-batas dan ruang lingkup kewenangan yang dapat dilakukan oleh RUPS dari
suatu Perseroan terbatas tidak ditentukan secara tegas dalam UUPT, akan tetapi
dapat ditarik beberapa pedoman sebagai berikut:
a) RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum
yang berlaku.
b) RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan
anggaran dasarnya. Akan tetapi anggaran dasar dapat diubah oleh RUPS asal
memenuhi syarat.
c) RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang bertentangan dengan
kepentingan yang dilindungi oleh hukum dari stakeholders, yaitu pemegang
saham minoritas, karyawan, kreditur, masyarakat sekitar dan sebagainya.
d) RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang merupakan kewenangan dari
Direksi dan dewan Komisaris, sejauh kedua organ perusahaan tersebut tidak
menyalahgunakan kewenangannya. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari
prinsip kewenangan residual dari RUPS.
Pada prinsipnya yang berkuasa dalam RUPS adalah pemegang saham mayoritas,
tetapi menurut UUPT, tidak jelas berlakunya prinsip fiduciary duty dari
pemegang saham mayoritas kepada pemegang saham minoritas. Beberapa contoh
tindakan pemegang saham mayoritas yang melanggar prinsip fiduciary duty
adalah sebagai berikut:
64
a) Secara langsung atau tidak langsung menjual asset Perseroan kepada dirinya
sendiri (pemegang saham mayoritas).
b) Menjual asset Perseroan yang akan menyebabkan kerugian yang bukan
kerugian biasa bagi pemegang saham minoritas.
c) Melakukan tindakan-tindakan lain yang merugikan atau menempatkan posisi
pemegang saham minoritas pada posisi yang serba salah.
d) Memutuskan untuk tidak membagikan dividen, padahal keadaan keuangan
perusahaan memungkinkan dilakukannya pemberian dividen.
e) Memberi gaji eksekutif, yang merupakan orang-orangnya pemegang saham
mayoritas, dengan jumlah yang tinggi melebihi jumlah yang wajar.
Jika keputusan rapat umum pemegang saham tersebut bertentangan dengan
prinsip fiduciary duty, UUPT tidak menyatakan apa-apa. Oleh karena itu,
berlakulah ketentuan umum di mana pihak yang dirugikan, termasuk pihak
pemegang saham minoritas, dapat menuntut ganti rugi bahkan menuntut
dibatalkannya keputusan RUPS melalui prosedur gugatan biasa, dapat
memanfaatkan pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum
juncto Pasal 60 ayat (2) UUPT.
B. Tata Cara Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Melalui Media
Elektronik
65
Dalam penyelenggaraan RUPS, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan
oleh Direksi dengan cara-cara sebagai berikut :
1) Penyelenggaraan RUPS.
2) Permintaan penyelenggaraan RUPS.
3) Pemanggilan RUPS.
Yang dimaksud dengan “penyelenggaraan” RUPS adalah proses terlaksananya
RUPS baik tindakan fisiknya maupun administrasinya, dari sejak awal sampai
akhir, yakni dimulai dari proses pemanggilannya, sampai dengan pembuatan
risalah rapat dan penandatanganannya. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) terdapat ketentuan yang mengatur
tentang penyelenggaraan RUPS melalui media telekonferensi, video konferensi,
atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS
saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 77 ayat (1) UUPT. Persyaratan quorum dan
persyaratan pengambilan keputusan dalam hal RUPS melalui media elektronik ini
adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam UUPT dan/ atau sebagaimana diatur
dalam anggaran dasar Perseroan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 77 ayat (2)
UUPT. Persyaratan sebagaimana dimaksud di atas dihitung berdasarkan
keikutsertaan peserta RUPS melalui sarana media elektronik tersebut. Setiap
penyelenggaraan RUPS tersebut harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan
ditandatangani oleh semua peserta RUPS baik secara fisik maupun secara
66
elektronik. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 77 ayat (4) UUPT.
Perkembangan teknologi dewasa ini sangat memungkinkan untuk melakukan
penandatanganan dengan media elektronik, sehingga setiap peserta RUPS dengan
jasa elektronik dapat melakukan penandatanganan hasil RUPS dengan
menggunakan media elektronik tersebut.
Sedangkan yang dimaksud dengan “permintaan penyelenggaraan” RUPS adalah
salah satu proses, dalam hal ini proses awal, dalam mata rantai penyelenggaraan
RUPS, dimana pihak yang diberikan hak untuk meminta RUPS secara resmi
meminta kepada Direksi atau pihak-pihak lain yang berwenang
menyelenggarakan RUPS untuk memanggil pemegang saham untuk berapat,
menetapkan agenda rapat, serta menentukan tempat dan waktu RUPS.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan “pemanggilan” RUPS adalah suatu tindakan
yang dilakukan oleh penyelenggaraan RUPS untuk memanggil semua pemegang
saham untuk datang ke rapat, baik dilakukan lewat panggilan suara ataupun
melalui iklan di media massa. Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal,
waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang
akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal
dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan. Perseroan
wajib memberikan salinan bahan kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika
diminta. Dalam hal pemanggilan tidak dilakukan dalam jangka waktu yang
67
ditentukan dan panggilan tidak dilakukan melalui surat tercatat atau melalui iklan
surat kabar, maka keputusan yang diambil RUPS tetap sah jika semua pemegang
saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut
disetujui dengan suara bulat.
Inisiatif untuk melakukan RUPS tahunan dapat datang dari siapa saja yang
berwenang meminta diselenggarakannya RUPS, tetapi yang jelas RUPS tahunan
wajib dilakukan, sekali dalam satu tahun. Karena itu, diminta atau tidak diminta
oleh siapapun, adalah sudah merupakan kewajiban pihak Direksi Perseroan untuk
menyelenggarakan RUPS tahunan tersebut sesuai ketentuan dalam Pasal 78 ayat
(1) UUPT. Apabila Direksi berhalangan atau mempunyai konflik kepentingan,
RUPS (tahunan atau luar biasa) akan diselenggarakan oleh Komisaris.
Akan tetapi, dalam penyelenggaraan RUPS luar biasa sering timbul perselisihan
tentang siapakah yang memutuskan suatu RUPS luar biasa harus dilakukan atau
tidak, dan siapakah yang berhak meminta (dengan surat tercatat) untuk
diselenggarakan RUPS tersebut. Mereka yang oleh undang-undang diberikan hak
untuk meminta dilakukannya suatu RUPS, terlepas disebutkan atau tidak dalam
anggaran dasar, adalah sebagai berikut:
a) Pihak Direksi atas inisiatif sendiri. Hal ini sudah sewajarnya mengingat
Direksi sebagai pihak pelaksana kegiatan Perseroan, jika melihat ada
keperluan untuk menyelenggarakan RUPS untuk keperluan Perseroan, dia
68
dapat menyelenggarakan RUPS atas inisiatifnya sendiri, sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 78 ayat (1) UUPT.
b) Pemegang saham, in casu pemegang saham minimal 1/10 atau 10% saham
dengan hak suara yang sah. Pemegang dari jumlah minimal 10% dengan hak
suara yang sah juga (disamping Direksi) dapat meminta dilaksanakan RUPS.
Hak dari pemegang 10% saham tersebut tetap ada meskipun anggaran dasar
tidak menyebutkan secara eksplisit. Anggaran dasar dapat menentukan suatu
jumlah yang kurang dari 10% sebagai yang berhak untuk meminta dipanggil
RUPS, tetapi anggaran dasar tidak boleh menetapkan batas yang lebih tinggi
dari 10% tersebut, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 78 ayat (2) UUPT.
c) Pihak Komisaris, misalnya setelah dia melakukan pemberhentian Direksi
untuk sementara vide Pasal 106 UUPT.
RUPS yang diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS dapat
membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan permintaan oleh pemegang
saham dan atau dewan Komisaris dan mata acara rapat lainnya yang dipandang
perlu oleh Direksi sesuai dengan panggilan RUPS. Sedangkan RUPS yang
diselenggarakan dewan Komisaris hanya membicarakan masalah yang berkaitan
dengan alasan dimintanya RUPS.
Apabila Direksi atau Komisaris menolak menyelenggarakan RUPS atas
permintaan pemegang saham, pihak pemegang saham yang meminta
69
diselenggarakan RUPS dapat mengajukannya ke pengadilan negeri untuk
memberi izin agar pihak pemegang saham yang minta diselenggarakan RUPS
memanggil sendiri RUPS tersebut. Dalam hal ini, pengadilan negeri tingkat
pertama dan terakhir dapat memberi izin pemanggilan RUPS tersebut, sekaligus
bila diperlukan menetapkan bentuk, isi dan jangka waktu penyelenggaraan RUPS,
menunjuk ketua rapat tanpa terikat dengan ketentuan dalam undang-undang dan
anggaran dasar, bahkan dapat pula memerintahkan Direksi dan atau Komisaris
untuk hadir dalam RUPS tersebut. Ketentuan seperti itu terdapat dalam pasal 80
UUPT. Permintaan ke pengadilan untuk dapat diselenggarakannya RUPS
merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum kepada pemegang saham
minoritas (minimal 10% suara), yang oleh pemegang saham mayoritas atau
eksekutif perusahaan misalnya telah merugikan kepentingannya.
Oleh karena itu, sesuai dengan pasal 80 UUPT, pihak pemegang saham minimal
10% juga mempunyai hak untuk meminta agar dapat menyelenggarakan RUPS
sendiri seandainya Direksi tidak menyelenggarakannya, meskipun sudah
dimintakan oleh pihak pemegang saham minoritas. Disamping itu, jika RUPS
diselenggarakan oleh pihak Direksi, sebagai konsekuensi dari adanya hak untuk
meminta dilaksanakannya RUPS, maka pihak pemegang saham minoritas
(minimal 10%) berhak pula untuk mengusulkan mata agenda dalam RUPS
tersebut. Meskipun hak-hak seperti ini harus diberikan batas-batas tertentu
(sebaiknya dalam undang-undang) agar tidak menjadi Counter Productive bagi
70
Perseroan yang bersangkutan. Tentu saja, apabila ada sengketa, pengadilanlah
yang akan memutuskannya, jika jalan musyawarah tidak dapat menyelesaikannya.
C. Keabsahan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Melalui Media
Elektronik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penyelenggaraan RUPS dapat
dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan
mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Baik
penyelenggaraan RUPS melalui media elektronik maupun yang diselenggarakan
secara konvensional, penyelenggaraan RUPS tersebut didahului dengan
pemanggilan RUPS yang dilakukan oleh Direksi atau dalam hal tertentu dapat
dilakukan oleh dewan Komisaris atau pemegang saham berdasarkan penetapan
ketua pengadilan negeri. Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas
permintaan:
a. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10
(satu per sepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara,
kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil.
b. Dewan Komisaris, yang diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat disertai
alasannya.
71
Setelah penyelenggaraan RUPS selesai dilaksanakan, maka pengambilan
keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal
keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud
tercapai, maka keputusan tersebut adalah sah apabila disetujui lebih dari 1/2 (satu
perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali undang-undang
dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui
oleh jumlah suara setuju yang lebih besar, hal ini sesuai dengan ketentuan pada
Pasal 87 UUPT. Sedangkan menurut Pasal 88 UUPT, keputusan RUPS untuk
merubah anggaran dasar adalah sah apabila disetujui paling sedikit oleh 2/3 (dua
pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan quorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar.
Pada dasarnya, dalam suatu RUPS yang dilakukan melalui media elektronik
maupun konvensional harus dihadiri oleh Notaris dan di dalam pengambilan
keputusan RUPS harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani
oleh semua peserta RUPS, baik secara fisik maupun secara elektronik dan dibuat
di dalam suatu akta Notaris yang bersifat otentik agar mempunyai kekuatan
hukum yang kuat dan tetap. Contohnya keputusan RUPS mengenai perubahan
anggaran dasar suatu perusahaan, maka keputusan RUPS yang diambil haruslah
dibuat di dalam akta Notaris. Akan tetapi dalam praktiknya, dapat dilakukan
dengan keputusan RUPS yang dibuat melalui mekanisme Pernyataan Keputusan
72
Rapat (PKR) notariil. Akta Pernyataan Keputusan Rapat meskipun berbentuk akta
notariil, tetapi isi dari akta tersebut merupakan risalah rapat dibawah tangan yang
berarti rapat yang tidak dihadiri oleh Notaris. Dalam hal Perseroan terbatas yang
belum berbadan hukum maka ketentuan penggunaan akta Pernyataan Keputusan
Rapat tidak diperbolehkan, akan tetapi pada Perseroan terbatas yang telah
berbentuk badan hukum maka penggunaan akta Pernyataan Keputusan Rapat
dapat dipergunakan, namun hal tersebut mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat
sah otentisitas dalam bentuk akta sehingga akta Pernyataan Keputusan Rapat
tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna namun hanya memiliki
kekuatan pembuktian akta dibawah tangan.
Salah satu contoh Perseroan Terbatas yang melakukan RUPS tahunan secara
konvensional mengenai perkembangan perusahaan selama satu tahun misalnya
PT. Bhakti Capital Indonesia Tbk.26 Perusahaan tersebut menyelenggarakan
RUPS dengan didahului oleh pemanggilan RUPS kepada seluruh pemegang
saham. Pemanggilan RUPS diumumkan melalui salah satu media massa nasional
21 hari sebelum tanggal dilaksanakannya RUPS. Pada pemanggilan RUPS
tersebut dijelaskan secara terperinci mengenai tanggal, waktu, tempat, dan mata
acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam
RUPS tersedia di tempat perusahaan tersebut berada. Pada saat penyelenggaraan
26 Diakses dari website http://www.jsx.co.id, tanggal 16 Maret 2009, pukul 13.50 WIB.
73
RUPS dilaksanakan dihadiri oleh seluruh pemegang saham beserta Notaris yang
ditunjuk. Hasil dari keputusan RUPS tersebut memuat hal-hal yang terdiri dari:
1. Menyetujui dan menerima laporan pertanggungjawaban Direksi mengenai
jalannya Perseroan dan tata usaha keuangan Perseroan untuk tahun buku yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 2004.
2. Menyetujui dan mengesahkan laporan keuangan Perseroan tahunan yang
memuat neraca dan perhitungan laba rugi Perseroan yang berakhir 31
Desember 2004 dan memberikan pembebasan (acquit et de charge)
sepenuhnya kepada Direksi dan dewan Komisaris atas segala tindakan
pengurusan dan pengawasan Direksi dan dewan Komisaris dalam tahun 2004
sepanjang tindakan tersebut tercermin dalam laporan keuangan tahun 2004
3. Menyetujui untuk memberikan kuasa kepada Komisaris Perseroan untuk
menunjuk akuntan publik untuk mengaudit laporan Perseroan yang berakhir
pada tanggal 31 Desember 2004 serta memberikan kuasa dan kewenangan
kepada Direksi Perseroan untuk menetapkan jumlah honorarium dan
persyaratan lain penunjukan akuntan publik.
4. Menyetujui penggunaan laba bersih Perseroan untuk tahun buku yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 2004 adalah sebagai berikut:
I. Dibagikan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham Perseroan
dengan ketentuan setiap 1 (satu) saham berhak menerima dividen tunai
sebesar Rp. 12,- (dua belas rupiah) dan memberikan kuasa kepada
Direksi Perseroan untuk menetapkan jadwal dan tata cara pembagian
74
dividen tunai tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang
nantinya akan diumumkan dalam harian surat kabar dan atas penerimaan
dividen tunai tersebut akan dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
II. Sisa laba Perseroan akan dibukukan sebagai laba ditahan untuk
memperkuat permodalan Perseroan.
5. Memberikan wewenang dan kuasa dengan hak substitusi kepada Direksi
Perseroan untuk melakukan segala tindakan sehubungan dengan keputusan
rapat ini termasuk tapi tidak terbatas pada membuat atau meminta untuk
dibuatkan serta menandatangani segala akta sehubungan keputusan rapat ini.
Hasil dari keputusan RUPS tersebut kemudian langsung ditandatangani oleh
seluruh peserta RUPS dan dibuat di dalam suatu akta Notaris untuk kemudian
dilaporkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Contoh lainnya adalah penyelenggaraan RUPS luar biasa dengan mata acara
penggantian anggota Direksi Perseroan yang dilakukan melalui media
telekonferensi yang dilaksanakan oleh PT. Globalindo Senada.27 Sama seperti
penyelenggaraan RUPS konvensional dan RUPS lainnya, penyelenggaraan RUPS
tersebut didahului dengan pemanggilan RUPS yang dilakukan melalui media
massa. Akan tetapi pemanggilan RUPS yang dilakukan oleh PT. Globalindo
27 Diakses dari website http://www.irmadevita.com, tanggal 16 Maret 2009, pukul 14.10 WIB.
75
Senada juga diumumkan melalui internet berupa e-mail yang dikirimkan oleh
dewan Direksi kepada seluruh pemegang saham. Pada pemanggilan RUPS
tersebut dijelaskan secara terperinci mengenai tanggal, waktu, tempat, dan mata
acara rapat. Ketika RUPS dilaksanakan, terdapat beberapa peserta RUPS yang
tidak dapat hadir di tempat RUPS tersebut dilaksanakan karena yang
bersangkutan berada di luar kota. Oleh karena itu, para peserta RUPS tersebut
mengikuti RUPS dengan menggunakan fasilitas media telekonferensi. Di dalam
RUPS itu mereka saling berbicara dan bertatap muka dengan menggunakan
fasilitas video telekonferensi melalui sebuah komputer jinjing (notebook/ laptop)
yang memiliki fitur webcam. Sedangkan para peserta RUPS lainnya
menggunakan sebuah notebook lainnya yang sama-sama mempunyai fitur
webcam yang dihubungkan ke dalam infocus/ proyektor, sehingga seluruh peserta
RUPS dapat melihat dengan jelas peserta RUPS yang berada di luar kota tersebut.
Penyelenggaraan RUPS tersebut dilakukan dengan menggunakan sebuah software
khusus bernama net-meeting yang dikembangkan oleh Microsoft. Hasil dari
keputusan RUPS kemudian dibuatkan ke dalam Pernyataan Keputusan Rapat
(PKR) oleh Notaris.
Berdasarkan uraian kasus-kasus tersebut, maka Akta Pernyataan Keputusan Rapat
dibuat oleh Notaris dan kedudukan seorang Notaris di dalam pembuatan akta
Pernyataan Keputusan Rapat adalah sebagai sarana pendokumentasian, karena
Notaris tidak berhak untuk merubah isi dari akta dibawah tangan yang menjadi
76
dasar dibuatnya akta Pernyataan Keputusan Rapat tersebut, dimana akta dibawah
tangan tersebut merupakan akta otentik yang dapat dipergunakan sebagai alat
pembuktian yang sah sepanjang memenuhi syarat-syarat formil dan materiil dari
pembuatan suatu akta Notaris, sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1867
KUHPerdata dan Peraturan Jabatan Notaris.
Sebagai pejabat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan
Notaris, maka seorang Notaris dapat memberikan nasehat hukum dan penjelasan
mengenai undang-undang serta akibat hukumnya kepada para pihak yang akan
atau meminta bantuan dalam membuat suatu akta. Notaris bertanggungjawab atas
bentuk akta yang dibuatnya dan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan
RUPS yang dibuat dalam Pernyataan Keputusan Rapat, maka sudah selayaknya
Notaris memberikan keterangan kepada para pihak mengenai akibat hukum dari
pembuatan akta tersebut apabila dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan,
sehingga para pihak dapat memutuskan untuk mengambil tindakan yang sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Selain pengambilan keputusan melalui RUPS, juga terdapat “pengambilan
keputusan di luar RUPS”, hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 91 UUPT.
Dalam praktiknya, pengambilan keputusan ini dikenal dengan usul keputusan
yang diedarkan (circular resolution). Pengambilan keputusan seperti ini
dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan
77
cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua
pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang
saham. Circular resolution ini mempunyai keputusan yang mengikat yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS.28
Maka dari itu, untuk dapat diberlakukannya keputusan circular tersebut, syarat
yang harus dipenuhi adalah persetujuan dari 100% para pemegang saham
Perseroan. Dengan demikian, maka quorum kehadiran tidak diperlukan.
BAB IV
ANALISIS HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN RAPAT
UMUM PEMEGANG SAHAM YANG DILAKUKAN MELALUI
MEDIA TELEKONFERENSI DIHUBUNGKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG
PERSEROAN TERBATAS JUNCTO UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK
A. Keabsahan Alat Bukti Elektronik Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum
Pemegang Saham Melalui Media Elektronik.
28 Jamin Ginting, Opcit. hlm. 111.
78
Penggunaan dokumen elektronik yang begitu luas di berbagai bidang pada saat ini
tidak terlepas dari perkembangan dunia teknologi komputer ditambah lagi dengan
perkembangan teknologi informasi yang memungkinkan dokumen elektronik ini
dikirimkan serta diterima oleh antar penggunanya dalam waktu beberapa saat
saja.
Penggunaan dokumen berbasiskan media elektronik saat ini banyak digunakan
dalam aktifitas sehari-hari, terutama dalam dunia bisnis karena dianggap efektif
dan efisien. Oleh karena itu, pada suatu kegiatan badan usaha dimana semakin
ketatnya persaingan di dalam dunia bisnis, hal ini merupakan sebuah syarat yang
mutlak dan tidak dapat ditawar lagi.
Perkembangan teknologi saat ini, dengan munculnya dokumen elektronik sebagai
bentuk yang dapat digunakan dalam pengiriman data melalui media internet yang
cepat dan murah juga menimbulkan keraguan bagi perusahaan-perusahaan
pengguna teknologi informasi seperti bagaimana formatnya, bagaimana dengan
keamanannya dan keabsahannya.
Hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan sebuah
dokumen perusahaan, dan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), dalam penyelenggaran RUPS dapat
dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Hal ini sesuai
dengan yang tercantum dalam pasal 77 UUPT, yang menyatakan bahwa
79
penyelengaraan RUPS dapat dilakukan dengan memanfaatkan media
telekonferensi, video konferensi dan media elektronik lainnya yang
memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara
langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
Pemanfaatan kecanggihan teknologi memungkinkan para pemegang saham tidak
harus bertatap muka secara langsung atau face to face tetapi melalui perantara
media elektronik yang saling dapat berhubungan seperti layaknya bertatap muka
secara langsung. Hal ini sejalan dengan makna ”adil dan makmur” pada
pembukaan UUD 1945 alinea dua yang erat kaitannya dengan teori yang
dikemukakan oleh Jeremy Bentham, bahwa tujuan hukum pada dasarnya adalah
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Aliran ini menghendaki adanya
kebahagiaan yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Sektor ekonomi
merupakan faktor yang berperan penting dalam menciptakan kebahagiaan dan
kesejahteraan dalam masyarakat
Tujuan yang akan dicapai dalam sebuah rapat tentunya akan membahas tentang
sesuatu hal yang berkaitan dengan perusahaan atau Perseroan terbatas itu sendiri.
Kemajuan teknologi informasi ini memberikan kemudahan, efisiensi dan
efektivitas. Namun, terdapat pula dampak yang ditimbulkan dari pemanfaatan
teknologi informasi, yaitu bahwa ketentuan UUPT mensyarakatkan bahwa setiap
perubahan yang berhubungan dengan anggaran dasar dari PT itu harus dibuatkan
80
risalah rapat yang harus dituangkan dalam akta otentik, yaitu akta Notaris. Akan
tetapi proses pembuktian data elektronik ke dalam akta otentik ini mengalami
kendala dalam hal keabsahannya. Dalam hal ini, pertama-tama harus melihat
konsep yang digunakan pada dokumen konvensional baik itu dalam segi bentuk
format dan pengamanannya, juga pengaturannya dalam undang-undang.
Selanjutnya, dalam kaitannya dengan pembuktian, maka berdasarkan Pasal 1866
KUHPerdata, alat-alat bukti yang diakui dalam peradilan perdata Indonesia
adalah alat-alat bukti yang terdiri atas bukti tulisan; bukti dengan saksi-saksi;
persangkaan-persangkaan; pengakuan dan sumpah. Dengan perkataan lain, bukti
tulisan dapat berupa dokumen yang menurut bentuknya dibagi atas 2 jenis yaitu
tulisan biasa dan tulisan berupa akta. Dalam hal ini yang membedakan antara
keduanya adalah pada tulisan biasa tidak terdapat tanda tangan pihak yang
berkepentingan pada isi dari tulisan tersebut, sedangkan pada akta terdapat tanda
tangan pihak yang berkepentingan terhadap isi tulisan tersebut sebagai bukti
kehendak. Jadi untuk dapat digolongkan dalam pengertian akta, maka tulisan atau
surat tersebut harus ditanda tangani seperti yang diatur di dalam Pasal 1869
KUHPerdata.
Apabila dilihat dari sifatnya dokumen terbagi menjadi dua, yakni dokumen yang
bersifat informal dan dokumen yang bersifat formal. Pada dokumen yang bersifat
informal umumnya digunakan sebagai penyampaian tulisan seseorang kepada
81
pihak lain yang berisi penyataan kehendak orang tersebut tanpa tujuan
pembuktian dengan format yang tidak terikat pada suatu pengaturan penulisan,
seperti surat, pesan telegram dan telex. Sedangkan pada dokumen yang bersifat
formal, format maupun kata-kata yang tertuang dalam bentuk tulisan diatur
sedemikian rupa dengan maksud memenuhi persyaratan tertentu yang diatur
dalam sebuah peraturan dengan memiliki tujuan pembuktian, seperti dalam
dokumen yang berbentuk perjanjian, baik subyek maupun obyek yang tercantum
dalam perjanjian harus memenuhi persyaratan sahnya suatu perjanjian seperti
yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian tersebut haruslah
ditanda tangani oleh para pihak yang membuatnya sebagai bentuk bukti
kesepakatan dengan apa yang tercantum dalam perjanjian itu. Hal tersebut sejalan
dengan teori Organ dari Otto van Gierke, yang menyatakan bahwa badan hukum
itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam
manusia ada di dalam pergaulan hukum. Dimana badan hukum itu mempunyai
kehendak dan kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya
yaitu pengurus dan anggota-anggotanya. Selanjutnya teori Kenyataan Yuridis dari
E.M. Meijers dan dianut oleh Paul Scholten menyebutkan teori tersebut adalah
teori kenyataan yang sederhana, sederhana karena menekankan bahwa hendaknya
dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu terbatas sampai pada
bidang hukum saja.
82
Oleh karena itu, dokumen yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna adalah
dokumen yang berupa akta, hal ini disebabkan terdapatnya tanda tangan pihak
yang berkepentingan dengan isi akta tersebut, dimana tujuan pencantuman tanda
tangan tersebut merupakan:29
1. Bukti (evidence): suatu tanda tangan akan mengidetifikasikan penanda tangan
dengan dokumen yang ditandatanganinya pada saat penanda tangan
membubuhkan tanda tangan dalam bentuk yang khusus, tulisan tersebut akan
mempunyai hubungan (attribute ) dengan penanda tangan.
2. Ceremony: penandatanganan suatu dokumen akan berakibat penanda tangan
tahu bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan hukum, sehingga akan
mengeliminasi kemungkinan adanya ketidaksesuaian dalam suatu perjanjian.
3. Persetujuan (Approval): dalam penggunaannya dalam berbagai konteks baik
oleh hukum atau kebiasaan, tanda tangan melambangkan adanya persetujuan
atau otorisasi terhadap suatu tulisan, atau penandatangan telah secara sadar
mengetahui bahwa tanda tangan tersebut mempunyai konsekuensi hukum.
4. Efficiency and logistic: tanda tangan dalam suatu dokumen tertulis seringkali
menimbulkan kejelasan dan keabsahan dari suatu transaksi dan juga akan
mengurangi kebutuhan untuk mengecek keabsahan suatu dokumen kepada
orang yang bersangkutan.
29 Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Bandung, Citra Aditya Bakti. 2002. hlm.79.
83
Akta sebagai surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa
yang menjadi dasar teori dari suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula
dengan sengaja untuk pembuktian, baik sebagai akta otentik maupun akta
dibawah tangan. Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik merupakan
suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat
oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa utnuk itu di tempat
dimana akta dibuatnya. Selanjutnya, akta di bawah tangan dibuat serta ditanda
tangani oleh para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak
yang berkepentingan saja. Akta dibawah tangan ini diatur di dalam Pasal 1874
KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan
dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-
register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa
perantara seorang pegawai umum.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk dapat dikatakan sebagai akta,
suatu surat harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu sebagai berikut:
1) Surat tersebut harus ditandatangani, maksudnya syarat akta sebagai surat yang
harus ditandatangani, dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1869 KUHPerdata.
Keharusan dari tanda tangan tidak lain bertujuan untuk membedakan akta
yang satu dengan akta yang lain atau dari akta yang dibuat oleh orang lain
adalah untuk memberi ciri atau mengindividualisir sebuah akta. Suatu sidik
jari atau cap jempol yang dikuatkan dengan keterangan yang diberi tanggal
84
oleh seorang Notaris atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Undang-Undang,
yang mengatakan bahwa ia mengenal orang yang membubuhkan sidik jari
atau orang itu diperkenalkan kepadanya dan isi akta telah dibacakan dan
dijelaskan kepadanya, yang sidik jarinya itu dibubuhkan pada akta dihadapan
pejabat tersebut, adalah dipersamakan dengan suatu tanda tangan pada akta di
bawah tangan (Pasal 1874 KUHPerdata).
2) Suatu surat memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan,
maksudnya peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu dan yang
dibutuhkan sebagai alat pembuktian haruslah merupakan peristiwa hukum
yang menjadi dasar sari suatu hak atau perikatan. Sebaliknya apabila peristiwa
hukum yang disebutkan pada surat itu tidak dapat menjadi dasar dari suatu
hak atau perikatan atau pada suatu surat yang sama sekali tidak mengandung
peristiwa hukum yang dapat menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan
maka surat dimaksud bukanlah suatu akta, karena surat tersebut tidak dapat
dipakai sebagai alat bukti.
3) Surat itu sengaja dibuat sebagai alat bukti, maksudnya dalam suatu pembuatan
akta, terkandung maksud untuk pembuktian suatu peristiwa hukum yang
menimbulkan hak atau perikatan yang terkandung dalam surat yang telah
dibuatnya itu, sehingga maksud akta adalah untuk sebagai alat bukti.
Dalam kaitannya dengan keamanan terhadap isi dokumen dari dokumen
elektronik, maka pengamanan dari dokumen elektronik pada dasarnya tidak
85
berbeda dengan konsep pengamanan dokumen konvensional. Dalam hal ini yang
membedakannya adalah pada dokumen elektronik tunduk pada konsep cara kerja
pengiriman atau transfer data di internet.
Pada konsep pengiriman data melalui internet terdapat catatan waktu pengiriman
dan indentitas si pengirim (dalam hal ini indentitas yang dimaksud adalah nama
domain atau sub domain si pengirim, seperti alamat e-mail). Sehingga meskipun
bentuk dan format surat yang dikirim bukanlah sebuah akta, catatan waktu
pengiriman dan identitas pengirimnya tetap tercantum.
Sementara itu, dokumen elektonik yang bentuknya akta serta sifatnya yang
formal, diperlukan pengamanan seperti halnya tanda tangan dan cap jempol pada
dokumen konvensional, hanya saja bentuk tanda tangan yang dipergunakan dalam
dokumen elektronik tidak sama dengan tanda tangan yang dipergunakan dalam
dokumen konvensional, karena basis dari dokumen elektronik yang digital maka
format tanda tangannya pun harus berbasiskan digital yang umumnya disebut
tanda tangan digital (digital signature).
Adapun fungsi dari tanda tangan digital ini sama dengan tanda tangan
konvensional. Tanda tangan digital sebenarnya dapat memberikan jaminan
keamanan yang lebih terhadap keamanan dokumen dibanding dengan tanda
tangan konvensional. Penerima dokumen elektronik yang dibubuhi tanda tangan
86
digital dapat memeriksa apakah dokumen itu benar-benar datang dari si pengirim
dan apakah dokumen itu telah diubah setelah ditandatangani, baik secara sengaja
maupun tidak disengaja. Dengan kata lain, tanda tangan digital dapat memberikan
jaminan keaslian dokumen yang dikirimkan secara digital, baik jaminan identitas
pengirim dan kebenaran dari dokumen tersebut.
UUPT mengatur bahwa penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media
telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elekronik lainnya yang
memungkinkan semua peserta RUPS melihat dan mendengar serta secara
langsung serta berpartisipasi dalam rapat (Pasal 77 UUPT). RUPS tersebut hanya
dapat dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia. Namun apabila pemegang
saham tidak dapat hadir secara langsung dalam RUPS, mereka dapat
menggunakan media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elekronik lainnya baik dari dalam maupun dari luar wilayah negara Republik
Indonesia. Hasil RUPS dimaksud dibuatkan risalahnya dengan disetujui dan
ditandatangani oleh semua peserta RUPS baik secara fisik atau secara elektronik.
Dalam hal penandatanganan dilakukan secara elektronik, maka apabila seseorang
mengirimkan dokumen yang ditandatangani secara digital kepada pihak lain,
berbentuk suatu format yang merupakan tanda “sidik jari digital” dari dokumen
tersebut. Apabila ada bagian dari dokumen tersebut yang diubah, maka hasilnya
akan mengubah keseluruhan dokumen. Setelah dokumen itu diterima, penerima
melakukan penyusunan kembali tanda tangan digital yang diterimanya dengan
87
menggunakan kunci publik (Public key) milik pengirim dan menyusun kembali
dokumen yang telah diacak tesebut agar dapat dibaca. Untuk memeriksa keaslian
dokumen tersebut, penerima dapat mencocokkan dokumen itu dengan fungsi
pencocokan yang sama dengan yang dimiliki si pengirim dan membandingkan
hasilnya dengan dokumen yang diacak yang dikirimkan padanya. Apabila
keduanya sama maka penerima akan yakin bahwa dokumen itu memang berasal
dari pengirim yang benar dan tidak mengalami perubahan sejak ditandatangani.
Dengan demikian tanda tangan digital merupakan alat yang digunakan untuk
menjaga keaslian suatu dokumen elektronik. Namun untuk menjamin bahwa
tanda tangan digital tesebut memang milik seseorang yang berhak maka para
pihak pengguna internet ini memerlukan adanya lembaga yang menjamin
keabsahan tanda tangan digital tersebut, yang dinamakan Certification Authority
(CA). Maka dari itu, ketentuan UUPT yang dimaksud seakan membuka jalan
untuk diakuinya dokumen elektronik sebagai alat pembuktian di depan hakim.
Apabila kita melihat kembali ketentuan mengenai Alat Bukti dalam Pasal 1886
KUHPerdata, bahwa para pihak dapat melakukan pembuktian dengan semua alat
bukti baik berupa fakta baik tertulis maupun lisan, akta dan dokumen lainnya.
Alat bukti antara lain : surat, pengakuan,kesaksian, persangkaan, sumpah.
88
Dalam kaitannya dengan pasal 77 UUPT tersebut, alat bukti yang paling
berhubungan adalah alat bukti surat. Berikut beberapa definisi menurut UU
tersebut:
a. Surat adalah segala sesuatu yang mengandung buah pikiran yang
ditandatangani atau dibubuhi cap jempol tangan.
b. Akta adalah surat yang ditandatangani dan dibuat dengan tujuan untuk dibuat
sebagai alat bukti.
c. Akta terdiri dari akta otentik dan bawah tangan, akta otentik adalah akta yang
dibuat dengan bentuk tertentu yang ditentukan UU dan dibuat oleh atau
dihadapan pejabat berwenang.
Setiap daftar hadir maupun risalah rapat yang dibuat dalam rapat yang dilakukan
dengan media elektronik merupakan akta dibawah tangan, karena merupakan
surat yang ditandatangani (oleh orang-orang yang berkepentingan) yang dibuat
dengan tujuan sebagai alat bukti. Dalam KUHPerdata tidak dibahas apakah alat
bukti surat itu dalam arti luas hingga mencakup alat bukti surat secara elektronik.
Selanjutnya ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyatakan bahwa Undang‐Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang‐Undang ini, baik yang berada di wilayah
hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat
89
hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia
dan merugikan kepentingan Indonesia. Oleh karena itu, setiap risalah rapat yang
dibuat dalam RUPS dengan menggunakan media elektronik (telekonferensi lalu
penandatanganan secara elektronik) berlaku pula UU ITE ini, karena perbuatan
hukum yang dilakukan berhubungan dengan suatu Perseroan terbatas yang
berkedudukan di wilayah Indonesia dan dari perbuatan hukum tersebut
mempunyai akibat hukum di wilayah Indonesia.
Dalam hal RUPS dengan menggunakan media elektronik sangat erat kaitannya
dengan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik maupun hasil cetaknya.
UU ITE mengatur mengenai dokumen elektronik dan penandatanganan secara
elektronik yang dianggap sah sehingga memiliki kekuatan hukum sebagai alat
bukti. Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU ITE, yang menjelaskan bahwa
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti hukum
yang sah namun bukanlah alat bukti baru, melainkan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini,
agar suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik adalah sah harus
menggunakan sistem elektronik yang diatur dalam UU ITE ini, antara lain
terdapat dalam Pasal 6 dan 7 mengenai persyaratan tandatangan elektronik,
karena dalam hakekatnya semua informasi dapat disajikan bukan hanya dalam
media kertas, namun juga media elektronik. Selanjutnya Pasal 6 UU ITE
menyatakan bahwa dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam
90
Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk
tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap
sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan
suatu keadaan. Kemudian pasal 7 UU ITE yang menyatakan bahwa Setiap Orang
yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang
lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
Di dalam pasal 11 ayat (2) UU ITE dijelaskan bahwa tanda tangan elektronik
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada
Penandatangan;
b. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda
tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
91
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
Penandatangannya; dan
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penandatangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
Namun informasi dalam sistem elektronik, informasi yang asli dengan salinannya
tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab sistem elektronik pada dasarnya
beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli
tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya. Oleh karena itu perlu adanya
cara/sistem yang dapat memastikan bahwa informasi yang diberikan adalah
benar/valid, diberikan oleh pihak yang berhak/berwenang dan dapat
dipertanggung jawabkan.
The UNCITRAL Model Law on Electronic Signatures of 2001 (the 2001 Model
Law) diadopsi sebagai implementasi dari UNCITRAL Model Law on Electronic
Commerce. Model Law 2001 ini disusun untuk membantu dalam
mengharmonisasikan, memodernisasikan, dan menciptakan secara lebih efektif
mengenai tanda tangan elektronik. Salah satu dasar penyusunan adalah Pasal 7
dari UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce sebagai pemenuhan fungsi
tanda tangan di dunia elektronik. Tujuan dari Model Law adalah memberikan
dasar hukum untuk menggunakan tanda tangan elektronik dan perlakuan yang
sama terhadap dokumentasi tertulis dan informasi elektronik. Pasal 7 ayat (1)
92
UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, dalam hal terdapat peraturan
yang mensyaratkan adanya tandatangan dari seseorang, maka persyaratan tersebut
terpenuhi dengan suatu data messages apabila:
1. Terdapat suatu metode yang digunakan untuk mengenali orang tersebut dan
dapat menunjukkan indikasi pengakuan 3 orang tersebut atas informasi yang
terkandung dalam data messages dimaksud; dan
2. Metode tersebut dapat diandalkan dan cocok untuk tujuan apa data message
tersebut dibuat atau dikomunikasikan, dipandang dalam situasi bagaimanapun
juga termasuk setiap perjanjian yang relevan.
Penerapan dari ayat (1) adalah apabila terdapat persyaratan dalam bentuk
keharusan atau peraturan tersebut mempunyai implikasi hukum tertentu apabila
tidak terdapat tandatangan.
Prinsip-prinsip UNCITRAL model law on electronic, menjelaskan bahwa :
1. Segala bentuk informasi elektronik dalam bentuk data elektronik memiliki
akibat hukum, keabsahan ataupun kekuatan hukum.
2. Dalam hal adanya suatu informasi harus dalam bentuk tertulis, maka suatu data
elektronik dapat memenuhi syarat.
3. Dalam hal tanda tangan, maka tanda tangan elektronik itu merupakan tanda
tangan yang sah.
93
4. Dalam hal kekuatan pembuktian data yang bersangkutan, maka data elektronik
berupa message memiliki kekuatan dalam pembuktian.
Oleh karena itu, apa yang digariskan dalam prinsip-prinsip UNCITRAL model
law on electronic, maka segala informasi, data, tandatangan dan hal-hal lain yang
dijadikan sebagai alat bukti yang dibuat secara elektronik memiliki kekuatan.
Mengenai kekuatan hukum dari dokumen elektronik pun diperkuat oleh ketentuan
dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan, yang menyebutkan bahwa:
1. Dokumen Perusahaan dapat dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya.
2. Pengalihan dokumen perusahaan ke dalam mikrofilm atau media lainnya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan sejak dokumen
tersebut dibuat atau diterima oleh perusahaan yang bersangkutan.
3. Dalam mengalihkan dokumen perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), pimpinan perusahaan wajib mempertimbangkan kegunaan naskah asli
dokumen yang perlu tetap disimpan karena mengandung nilai tertentu demi
kepentingan perusahaan atau kepentingan nasional.
4. Dalam hal dokumen perusahaan yang dialuhkan ke dalam mikrofilm atau
media lainnya adalah naskah asli yang mempunyai kekuatan pembuktian
94
otentik dan masih mengandung kepentingan hukum tertentu, pimpinan
perusahaan wajib tetap menyimpan nashkah asli tersebut.
Dengan demikian apabila semua informasi dan dokumen elektronik yang
dihasilkan dalam RUPS dengan media elektronik tersebut telah memenuhi semua
persyaratan sebagaimana ditentukan dalam UU ITE, maka semua informasi dan
dokumen elektronik tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah menurut
hukum Negara ini.
B. Mekanisme Pelaporan Hasil Keputusan Penyelenggaraan Rapat Umum
Pemegang Saham Melalui Media Elektronik.
Perkembangan teknologi informasi dalam kegiatan bisnis berkembang dengan
sangat cepat. Kegiatan bisnis pada masa sekarang tidak terlepas dari penggunaan
internet sebagai salah satu wujud perkembangan teknologi informasi. Internet
merupakan jaringan besar yang dibentuk oleh interkoneksi jaringan komputer dan
komputer tunggal diseluruh dunia, melalui saluran telepon, satelit dan sistem
telekomunikasi lainnya. Kehadiran internet juga akan mempengaruhi aktifitas
dalam kegiatan perusahaan, antara lain penyelenggaraan RUPS secara
telekonferensi. Dalam kegiatan RUPS, baik telekonferensi maupun konvensional,
95
Notaris adalah satu-satunya pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik
berbagai perbuatan, perjanjian dan penetapan termasuk akta otentik hasil dari
suatu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dimana dalam proses pelaporan
hasil RUPS Notaris di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dapat dilakukan secara online melalui Sistem Administrasi Badan
Hukum (SABH) yang sebelumnya disebut dengan istilah SISMINBAKUM.
Pemberlakuan sistem ini ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.HT.01.01 Tahun 2000
tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Hukum di Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia. SABH adalah jenis pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dalam proses pengesahan badan hukum Perseroan dan proses
pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar, penerimaan pemberitahuan
anggaran dasar dan perubahan data Perseroan serta pemberitahuan informasi
lainnya secara elektronik. Hal tersebut sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan
dunia usaha yang semakin berkembang sehingga membutuhkan pelayanan yang
cepat dan akurat terutama dalam pengesahan suatu badan hukum maupun proses
pelaporan dan pengesahan hasil keputusan RUPS dari Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01-HT.01-10 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan
96
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Anggaran
Dasar dan Perubahan Data Perseroan, bahwa akta perubahan Anggaran dasar
yang wajib dilaporkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia adalah akta perubahan yang dibuat di hadapan Notaris berdasarkan
Keputusan RUPS sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam ketentuan
UUPT.
Dalam pengambilan keputusan suatu RUPS pada dasarnya harus dibuatkan risalah
rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS, baik secara
fisik maupun secara elektronik dan dibuat di dalam suatu akta Notaris yang
bersifat otentik agar mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan tetap. Akan
tetapi dalam praktiknya, dapat dilakukan dengan keputusan RUPS yang dibuat
melalui mekanisme Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) yang bersifat di bawah
tangan. Akta PKR tersebut dapat dibuat ke dalam akta notaril yang isinya hasil
RUPS yang dibuat dibawah tangan dengan cara perwakilan dari organ Perseroan
yaitu Direksi menghadap kepada Notaris untuk meminta hasil PKR itu dibuatkan
dalam akta notaril. Proses pelaporan akta notaril yang dibuat melalui mekanisme
PKR dapat dilaporkan oleh Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia melalui SABH.
Berdasarkan alinea ke-empat Pembukaan UUD 1945 berbicara tentang ekonomi
pancasila mengenai teori kepentingan, yaitu kepentingan :
97
1. Kepentingan pribadi
2. Kepentingan masyarakat
3. Kepentingan negara
Kepentingan berarti berbicara mengenai hak dan kewajiban. Berbicara kewajiban
berarti berbicara mengenai kepentingan diatas. Selan berbicara kewajiban, maka
dalam teori kepentingan tersebut berbicara mengenai pelanggaran-pelanggaran
yang berarti berhubungan dengan penyelesaian sengketa (choice of law). Sejalan
dengan teori pembangunan dari Prof. Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum
tidak boleh menghambat proses modernisasi dan hukum harus berfungsi sebagai
sarana pembangunan agar tujuan hukum dapat tercapai. Peranan hukum sebagai
alat pembaharuan masyarakat seringkali terkesan masih searah pendekatannya,
pendekatan terhadap aspek lainnya tidak digunakan, misalnya menggunakan
pendekatan teknologi dan perspektif bisnis, sehingga seakan masih terlambat
dalam mengakomodasi perkembangan konvergensi teknologi informasi dan
telekomunikasi.
Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.HT.01.01 Tahun 2000
tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Hukum di Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, yang dapat menjadi anggota SABH adalah Notaris,
Konsultan Hukum dan pihak lain yang telah memiliki kode password tertentu dan
98
telah memenuhi persyaratan administratif yang telah ditetapkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Pada tahap awal Notaris melakukan pendaftaran di Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia. Pendaftaran ini tidak dipungut biaya, Notaris
hanya mengisi formulir pendaftaran yang disediakan oleh SABH dan untuk
selanjutnya setelah formulir diproses Notaris akan mendapatkan user id serta
password untuk dapat mengakses ke alamat SABH di
http://www.sisminbakum.go.id
SABH merupakan sebuah aplikasi khusus yang diperuntukkan bagi Notaris,
konsultan hukum dan juga pihak lainnya yang berkepentingan, untuk itu
diperlukan suatu pengamanan berupa password untuk dapat mengakses SABH.
Maka dari itu untuk memulai proses pelaporan hasil keputusan RUPS, Notaris
diharuskan mengisi user id dan password yang bersangkutan pada menu login.
User id dan password diberikan hanya kepada Notaris yang telah mengajukan
permohonan serta telah mengisi formulir yang disediakan oleh Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Setelah login pada aplikasi SABH, maka pada monitor komputer akan terlihat
tampilan utama dari situs ini. Dalam tampilan utama terdapat menu-menu utama
dalam aplikasi SABH ini, diantaranya yaitu:
99
1. DIAN 1 (Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris model 1), yang
berfungsi untuk melakukan permohonan pengesahan status badan hukum
Perseroan.
2. DIAN 2 (Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris model 2), yang
berfungsi untuk melakukan permohonan persetujuan perubahan anggaran
dasar Perseroan
3. DIAN 3 (Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris model 3), yang
berfungsi untuk penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan
perubahan data Perseroan yang diwajibkan oleh UUPT.
Sesuai dengan kasus penyelenggaraan RUPS melalui media telekonferensi yang
telah diuraikan pada Bab sebelumnya, maka untuk melakukan proses pelaporan
hasil keputusan RUPS mengenai penggantian anggota Direksi, maka hal pertama
yang harus dilakukan adalah ketikkan nama Perseroan yang akan dilakukan
transaksi DIAN 3 pada kolom pengecekan nama yang tersedia pada menu cek
nama. Setelah itu klik tombol “submit”. Setelah nama Perseroan yang anda akan
lakukan transaksi DIAN 3 telah terdaftar di database SABH, maka anda dapat
melakukan aktivitas DIAN 3 dengan meng-klik aktivitas DIAN 3 untuk
pelaporan.
Proses pelaporan hasil keputusan RUPS yang dilakukan secara konvensional
maupun melalui media elektronik pada dasarnya sama saja. Notaris sebagai pihak
100
yang berwenang untuk membuat akta hasil keputusan RUPS suatu Perseroan
diharuskan melaporkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk
disahkan, hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 21 ayat (1) UUPT yang
menyatakan bahwa perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat
persetujuan Menteri. Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud
pada pasal tersebut meliputi nama, tempat kedudukan, dan alamat lengkap
Perseroan terbatas, jangka waktu, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,
peningkatan modal dasar atau pengurangan modal Perseroan dan perubahan status
Perseroan tertutup menjadi Perseroan terbuka atau sebaliknya, hal ini sesuai
dengan ketentuan pada Pasal 21 ayat (2) UUPT. Akan tetapi, sesuai dengan
ketentuan pada Pasal 21 ayat (3) bahwa perubahan anggaran dasar selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri tanpa
harus mendapatkan pengesahan/ persetujuan, hal ini berarti keputusan RUPS
mengenai penggantian anggota Direksi cukup dilaporkan saja kepada Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia tanpa harus disahkan/ disetujui oleh yang
bersangkutan.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (4), bahwa perubahan anggaran
dasar yang dinyatakan dalam akta Notaris harus ditulis dalam bahasa Indonesia.
Kemudian, perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam berita acara RUPS
yang dibuat Notaris harus dinyatakan dalam akta Notaris paling lambat 30 (tiga
101
puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS, hal ini sesuai dengan
ketentuan pada Pasal 21 ayat (5).
Dengan demikian, dalam kaitannya dengan adanya hasil keputusan RUPS yang
dilakukan melalui media telekonferensi dengan agenda penggantian anggota
Direksi sesuai dengan kasus yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka
proses pelaporan terhadap keputusan RUPS tersebut dilakukan oleh dewan
Direksi berdasarkan kuasa kepada Notaris. Selanjutnya Notaris melakukan proses
pelaporan melalui SABH dengan mekanisme DIAN 3, sebagaimana diuraikan di
atas.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis
dapat mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan makin pesatnya tingkat perkembangan teknologi telah memungkinkan
untuk melakukan RUPS dengan menggunakan sarana elektronik sebagaimana
diatur dalam Pasal 77 UUPT yang memungkinkan semua peserta RUPS dapat
102
saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam
RUPS meskipun dalam tempat yang berlainan. Adapun guna memberikan
landasan dan kepastian hukum mengenai status dari dokumen yang dihasilkan
melalui sarana elektronik, maka berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah. Selain itu
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan juga
mengatur tentang pengelolaan suatu dokumen perusahaan.
2. Mekanisme pelaporan hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
melalui media telekonferensi yang dituangkan dalam akta Notaris untuk
dilakukan pelaporan kepada Menteri Hukum dan Ham pada dasarnya sama,
dilakukan melalui aplikasi Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH).
SABH merupakan situs resmi yang merupakan sistem komputerisasi dalam
proses administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang dapat diakses pada alamat situs
http://www.sisminbakum.go.id. Proses pelaporan hasil keputusan suatu RUPS
dilakukan oleh Notaris dengan menggunakan Dokumen Pendukung Format
Isian Akta Notaris model 3 (DIAN 3) pada SABH, hal ini sesuai yang diatur
di dalam Pasal 1 ayat (6) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M-01-HT.01-10 Tahun 2007 tentang Tata Cara
103
Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan
Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan
Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan.
B. Saran
Berdasarkan pada hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dikemukakan di
atas, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
1. Berdasarkan teori pembinaan hukum nasional dari Mochtar Kusumaatmadja
yaitu mempertahankan, memperbaharui dan memperbaiki peraturan
perundang-undangan yang ada, maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik perlu diperbaiki karena tidak
didukung oleh peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur
mengenai hukum acara tentang pembuktian melalui media elektronik, yang
diatur pada pasal 5 ayat (1). Maka diharapkan pemerintah segera menerbitkan
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari undang-undang
tersebut, khususnya dalam penyelenggaraan RUPS melalui media
telekonferensi.
2. Apabila timbul suatu permasalahan hukum yang terjadi ketika proses
pelaporan hasil keputusan RUPS melalui SABH, maka berdasarkan kepada
Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, bahwa pengadilan
tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara
104
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya, begitu juga dengan
hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara di pengadilan, maka
berdasarkan kepada Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman, bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
3. Perlunya sosialisasi mengenai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), agar dalam
pemberlakuannya berjalan secara efektif.