Download - Makalah Surveilans New!!!
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil
dari sistem pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data
ini penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah
mengalami kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa rumah sakit, sekolah, industri,
pemukiman transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau negara. Pengamatan
epidemiologis penyakit menular ialah kegiatan yang teratur mengumpulkan, meringkas,
dan analisis data tentang insidensi penyakit menular untuk mengidentifikasikan kelompok
penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara penyebaran dan mengurangi atau
memberantas penyebarannya.
Jadi, epidemiologi surveilans adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematis
dan berkesinambungan, analisis, dan interpretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan
dan memantau (memonitor) peristiwa kesehatan seperti KLB. Informasi hasil surveilans
digunakan untuk perencanaan, penerapan (implementasi), evaluasi tindakan (intervensi),
dan program kesehatan masyarakat. Atau dengan kata lain, epidemiologi surveilans
merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek
kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk pencegahan dan
penanggulangannya. Sehingga data surveilans dapat dipakai baik untuk menentukan
prioritas kegiatan kesehatan masyarakat maupun untuk menilai efektivitas kegiatan.
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ingin dibahas pada surveillans KLB adalah untuk
mengetahui :
1. Untuk dapat mengetahui definisi Surveillans Epidemiologi dan KLB.
2. Untuk dapat mengetahui Ruang Lingkup KLB.
3. Untuk dapat mengetahui Klasifikasi dan Kriteria KLB.
4. Untuk dapat mengetahui Penyakit Menular Berpotensi KLB.
5. Untuk dapat mengetahui Peringatan Kewaspadaan Dini KLB.
6. Untuk dapat mengetahui Langkah-langkah Menghadapi KLB.
7. Untuk dapat mengetahui Metodologi Penyelidikan KLB.
8. Untuk dapat mengetahui Penanggulangan KLB.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui peranan Surveilans dan Kejadian
Luar Biasa, kegunaan surveilans dalam kesehatan masyarakat, penyakit yang berpotensi
KLB ataupun wabah. Dan hal-hal apa saja harus diperhatikan oleh masyarakat dan juga
oleh para tenaga kesehatan didalam mengaplikasikan ilmu kesehatannya sehari-hari di
masyarakat agar tidak terjadi kesalahan ataupun meminimalisasi kesalahan-kesalahan
prosedur. Serta untuk mengetahui langkah-langkah dalam menghadapi kejadian luar biasa
tersebut.Untuk selanjutnya di dalam melakukan penyuluhan kesehatan oleh para lulusan
Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat agar dapat menjadi acuan yang berguna dikemudian
hari.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Surveilans Epidemiologi
WHO, (1968) mengemukakan pengertian surveilans sebagai suatu kegiatan
pengumpulan data yang sistematis dan menggunakan informasi epidemiologi untuk
perencanaan, implementasi, dan penilaian pemberantasan penyakit. Oleh karena itu perlu di
kembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis
atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan
pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.
Dapat disimpulkan , surveilans atau surveilans epidemiologi adalah kegiatan
analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit
atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
2.2 SURVEILANS DAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian
yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu. (Kep. Dirjen
PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB). Untuk penyakit-penyakit endemis, maka KLB didefinisikan
sebagai : suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi keadaan biasa, pada waktu dan
daerah tertentu. Pada penyakit yang lama tidak muncul atau baru pertama kali muncul di
suatu daerah (non-endemis), adanya satu kasus belum dapat dikatakan sebagai suatu KLB.
Untuk keadaan tersebut definisi KLB adalah : suatu episode penyakit dan timbulnya
penyakit pada dua atau lebih penderita yang berhubungan satu sama lain. Hubungan ini
3
mungkin pada faktor saat timbulnya gejala (onset of illness), faktor tempat (tempat tinggal,
tempat makan bersama, sumber makanan), faktor orang (umur, jenis kelamin, pekerjaan
dan lainnya).
Uraian tentang batasan Wabah atau KLB tersebut di atas terkandung arti adanya
kesamaan pada ciri-ciri orang yang terkena, tempat dan waktunya. Untuk itu dalam
mendefinisikan KLB selalu dikaitkan dengan waktu, tempat dan orang. Selain itu terlihat
bahwa definisi KLB ini sangat tergantung pada kejadian (insidensi) penyakit tersebut
sebelumnya (Barker, 1979; Kelsey, et al., 1986).
Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undang-undang Wabah, 1984
sebagai berikut :
Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat
baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan
malapetaka.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian
dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu. Terlihat adanya
perbedaan definisi antara Wabah dan KLB. Wabah harus mencakup jumlah kasus yang
besar, daerah yang luas dan waktu yang lebih lama, dengan dampak yang timbulkan lebih
berat.
2.3 Ruang Lingkup Kejadian Luar Biasa
Ruang lingkup KLB tidak hanya sebatas pada penyakit infeksi menular saja, ada tiga
kategori penyakit yang masuk dalam KLB, yaitu :
1. Penyakit menular :misalnya Flu Burung (Avian Influenza)
2. Penyakit tidak menular : misalnya gizi buruk, keracunan makanan, keracunan pestisida
3. bencana alam disertai dengan wabah penyakit : misalnya bencana alam banjir yang
menimbulkan penyakit penyakit kencing tikus (Leptospirosis)
4
2.4 Kriteria dan Klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB)
2.4.1 Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)
Kejadian luar biasa meliputi hal yang sangat luas, maka untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, ada 7 kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010 adalah :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
2.4.2 Klasifikasi Kejadian Luar Biasa
1. Menurut Penyebab
Toksin Infeksi Toksin Biologis Toksin Kimia
Entero toxin, missal
yang dihasilkan oleh
Staphylococus
aurerus, Vibrio,
Kholera, Eschorichia,
Virus Racun jamur Zat kimia organic :
logam berat seperti air
raksa, timah, logam,
dll…
5
Shigella
Exotoxin (bakteri),
misal yang dihasilkan
oleh Clostridium
botulinum
Bakteri Racun ikan Cyanide
Clostridium
perfringens
Protozoa Alfatoxin Nitrit, pestisida
Endotoxin Cacing, plankton Plankton CO ,CO2 , HCN
2. Menurut Sumber KLB
a. Manusia
Misalnya : jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan,
seperti : Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus
Hepatitis.
b. Kegiatan manusia
misalnya : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
c. Binatang
seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira,
Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
d. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya)
misalnya : Salmonella, Staphyloccoccus, Streptoccoccus.
e. Udara
misalnya : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
f. Permukaan benda-benda/alat-alat misalnya : Salmonella.
g. Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
6
h. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam
kaleng.
3. Menurut Penyakit Wabah
Kholera Demam Berdarah Dengue Rabies Meningitis
PES Campak Malaria Encephalitis
Demam kuning Polio Influensa SARS
Demam bolak-balik Difteri Hepatitis Anthrax
Tifus bercak wabah Pertusis Tipus perut
2.5 Penyakit-penyakit Menular yang Berpotensi Wabah/KLB
1. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting, meliputi : DHF, Campak, Rabies,
Tetanus Neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau mempunyai
mortalitas tinggi, dan penyakit yang telah masuk program eradikasi/eliminasi dan
memerlukan tindakan segera, meliputi : Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax,
Hepatitis, Typhus, abdominalis, Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus.
3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan KLB
tetapi diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan melalui RR
terpadu Puskesmas ke Kabupaten, dan seterusnya secara berjenjang sampai ke
tingkat pusat. Penyakit tersebut meliputi : Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis,
Gonorhoe, Filariasis & AIDS, dll.
Jika peristiwa KLB atau wabah dari penyakit yang bersangkutan sudah berhenti (insidensi
penyakit sudah kembali pada keadaan normal), maka penyakit tersebut tidak perlu
dilaporkan secara mingguan lagi. Sementara itu, laporan penyakit setiap bulan perlu
dilaporkan ke Puskesmas oleh Bidan desa/petugas di Poskesdes.
7
2.6 Peringatan Kewaspadaan Dini KLB
Peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya peningkatan KLB pada
daerah tertentu dibuat untuk jangka pendek (periode 3-6 bulan yang akan datang) dan
disampaikan kepada semua unit terkait di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Propinsi, Departemen Kesehatan, sektor terkait dan anggota masyarakat,
sehingga mendorong peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB di Unit
Pelayanan Kesehatan dan program terkait serta peningkatan kewaspadaan masyarakat
perorangan dan kelompok.
Peringatan kewaspadaan dini KLB dapat juga dilakukan terhadap penyakit
berpotensi KLB dalam jangka panjang (periode 5 tahun yang akan datang), agar terjadi
kesiapsiagaan yang lebih baik serta dapat menjadi acuan perumusan perencanaan strategis
program penanggulangan KLB.
2.6.1 Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan terhadap KLB
Kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB meliputi peningkatan kegiatan
surveilans untuk deteksi dini kondisi rentan KLB; peningkatan kegiatan surveilans untuk
deteksi dini KLB; penyelidikan epidemiologi adanya dugaan KLB; kesiapsiagaan
menghadapi KLB dan mendorong segera dilaksanakan tindakan penanggulangan KLB.
1. Deteksi Dini Kondisi Rentan KLB
Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya
kerentanan masyarakat, kerentanan lingkungan-perilaku, dan kerentanan pelayanan
kesehatan terhadap KLB dengan menerapkan cara-cara surveilans epidemiologi atau
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) kondisi rentan KLB.
8
Identifikasi timbulnya kondisi rentan KLB dapat mendorong upayaupaya
pencegahan terjadinya KLB dan meningkatkan kewaspadaan berbagai pihak terhadap
KLB.
1) Identifikasi Kondisi Rentan KLB
Mengidentifikasi secara terus menerus perubahan kondisi lingkungan, kuwalitas
dan kwantitas pelayanan kesehatan, kondisi status kesehatan masyarakat yang
berpotensi menimbulkan KLB di daerah.
2) Pemantauan Wilayah Setempat Kondisi Rentan KLB
Setiap Sarana Pelayanan Kesehatan merekam data perubahan kondisi rentan KLB
menurut desa atau kelurahan atau lokasi tertentu lainnya, menyusun tabel dan
grafik pemantauan wilayah setempat kondisi rentan KLB.
Setiap kondisi rentan KLB dianalisis terus menerus dan sistematis untuk mengetahui secara
dini adanya ancaman KLB.
3) Penyelidikan Dugaan Kondisi Rentan KLB
Penyelidikan dugaan kondisi rentan KLB dilakukan dengan cara :
(a) Sarana Pelayanan Kesehatan secara aktif mengumpulkan informasi kondisi
rentan KLB dari berbagai sumber termasuk laporan perubahan kondisi
rentan oleh masyarakat perorangan atau kelompok.
(b) Di Sarana Pelayanan Kesehatan, petugas kesehatan meneliti serta mengkaji
data kondisi rentan KLB, data kondisi kesehatan lingkungan dan perilaku
masyarakat, status kesehatan masyarakat, status pelayanan kesehatan.
(c) Petugas kesehatan mewawancarai pihak-pihak terkait yang patut diduga
mengetahui adanya perubahan kondisi rentan KLB.
(d) Mengunjungi daerah yang dicurigai terdapat perubahan kondisi rentan KLB.
9
2. Deteksi Dini KLB
Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya KLB dengan
mengidentifikasi kasus berpotensi KLB, pemantauan wilayah setempat terhadap penyakit-
penyakit berpotensi KLB dan penyelidikan dugaan KLB.
1) Identifikasi Kasus Berpotensi KLB
Setiap kasus berpotensi KLB yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan,
diwawancarai kemungkinan adanya penderita lain di sekitar tempat tingggal,
lingkungan sekolah, lingkungan perusahaan atau asrama yang kemudian dapat
disimpulkan dugaan adanya KLB. Adanya dugaan KLB pada suatu lokasi tertentu
diikuti dengan penyelidikan.
2) Pemantauan Wilayah Setempat Penyakit Berpotensi KLB
Setiap Unit Pelayanan Kesehatan merekam data epidemiologi penderita penyakit
berpotensi KLB menurut desa atau kelurahan. Setiap Unit Pelayanan Kesehatan
menyusun tabel dan grafik pemantauan wilayah setempat KLB sebagaimana
lampiran grafik PWS-KLB.
Setiap Unit Pelayanan Kesehatan melakukan analisis terus menerus dan sistematis terhadap
perkembangan penyakit yang berpotensi KLB di daerahnya untuk mengetahui secara dini
adanya KLB. Adanya dugaan peningkatan penyakit dan faktor resiko yang berpotensi KLB
diikuti dengan penyelidikan.
3) Penyelidikan Dugaan KLB
Penyelidikan dugaan KLB dilakukan dengan cara :
(a) Di Unit Pelayanan Kesehatan, petugas kesehatan menanyakan setiap
pengunjung Unit Pelayanan Kesehatan tentang kemungkinan adanya
peningkatan sejumlah penderita penyakit yang diduga KLB pada lokasi
tertentu.
(b) Di Unit Pelayanan Kesehatan, petugas kesehatan meneliti register rawat
inap dan rawat jalan terhadap kemungkinan adanya peningkatan kasus yang
10
dicurigai pada lokasi tertentu berdasarkan alamat penderita, umur dan jenis
kelamin atau karakteristik lain.
(c) Petugas kesehatan mewawancarai kepala desa, kepala asrama dan setiap
orang yang mengetahui keadaan masyarakat tentang adanya peningkatan
penderita penyakit yang diduga KLB.
(d) Membuka pos pelayanan di lokasi yang diduga terjadi KLB dan
menganalisis data penderita berobat untuk mengetahui kemungkinan adanya
peningkatan penyakit yang dicurigai.
(e) Mengunjungi rumah-rumah penderita yang dicurigai atau kunjungan dari
rumah ke rumah terhadap semua penduduk tergantung pilihan tim
penyelidikan.
3. Deteksi Dini KLB melalui Pelaporan Kewaspadaan KLB oleh Masyarakat
Laporan kewaspadaan KLB merupakan laporan adanya seorang atau sekelompok
penderita atau tersangka penderita penyakit berpotensi KLB pada suatu daerah atau lokasi
tertentu. Isi laporan kewaspadaan terdiri dari jenis penyakit; gejala-gejala penyakit;
desa/lurah, kecamatan dan kabupaten/kota tempat kejadian; waktu kejadian; jumlah
penderita dan jumlah meninggal. Perorangan dan organisasi yang wajib membuat Laporan
Kewaspadaan KLB antara lain :
1) Orang yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit
berpotensi KLB, yaitu orang tua penderita atau tersangka penderita, orang dewasa
yang tinggal serumah dengan penderita atau tersangka penderita, Ketua Rukun
Tetangga, Ketua Rukun Warga, Ketua Rukun Kampung atau Kepala Dukuh yang
mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita tersebut.
2) Petugas kesehatan yang memeriksa penderita, atau memeriksa bahan-bahan
pemeriksaan penderita penyakit berpotensi KLB, yaitu dokter atau petugas
11
kesehatan, dokter hewan yang memeriksa hewan sumber penyakit menular
berpotensi KLB dan petugas laboratorium yang memeriksa spesimen penderita atau
tersangka penderita penyakit berpotensi KLB.
3) Kepala stasiun kereta api, kepala pelabuhan laut, kepala bandar udara, kepala
terminal kendaraan bermotor, kepala asrama, kepala sekolah, pimpinan perusahaan,
kepala kantor pemerintah dan swasta, kepala Unit Pelayanan Kesehatan.
4) Nakhoda kapal, pilot pesawat terbang, dan pengemudi angkutan darat.
4. Kesiapsiagaan Menghadapi KLB
Kesiapsiagaan menghadapi KLB dilakukan terhadap sumber daya manusia, sistem
konsultasi dan referensi, sarana penunjang, laboratorium dan anggaran biaya, strategi dan
tim penanggulangan KLB serta jejaring kerja tim penanggulangan KLB Kabupaten/Kota,
Propinsi dan Pusat.
1) Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia.
Tenaga yang harus disiapkan adalah tenaga dokter, perawat, surveilans
epidemiologi, sanitarian dan entomologi serta tenaga lain sesuai dengan kebutuhan.
Tenaga ini harus menguasai pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB yang
diprioritaskan di daerahnya.Pada daerah yang sering terjadi KLB harus memperkuat
sumber daya manusia sampai di Puskesmas, Rumah Sakit dan bahkan di
masyarakat, tetapi pada KLB yang jarang terjadi memerlukan peningkatan sumber
daya manusia di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan
atau di Departemen Kesehatan saja.
2) Kesiapsiagaan Sistem Konsultasi dan Referensi
Setiap KLB mempunyai cara-cara penyelidikan dan penanggulangan yang berbeda-
beda, bahkan setiap daerah memiliki pola KLB yang berbeda-beda juga. Oleh
karena itu, setiap daerah harus mengidentifikasi dan bekerjasama dengan para ahli,
baik para ahli setempat, Kabupaten/Kota atau Propinsi lain, nasional dan
12
internasional, termasuk rujukan laboratorium. Kesiapsiagaan juga dilakukan dengan
melengkapi kepustakaan dengan referensi berbagai jenis penyakit berpotensi KLB.
3) Kesiapsiagaan Sarana Penunjang dan Anggaran Biaya
Sarana penunjang penting yang harus dimiliki adalah peralatan komunikasi,
transportasi, obat-obatan, laboratorium, bahan dan peralatan lainnya, termasuk
pengadaan anggaran dalam jumlah yang memadai apabila terjadi suatu KLB.
4) Kesiapsiagaan Strategi dan Tim Penanggulangan KLB
Setiap daerah menyiapkan pedoman penyelidikanpenanggulangan KLB dan
membentuk tim penyelidikanpenanggulangan KLB yang melibatkan lintas program
dan UnitUnit Pelayanan Kesehatan.
5) Kesiapsiagaan Kerjasama Penanggulangan KLB
Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota; Dinas
Kesehatan Propinsi dan Departemen Kesehatan melalui Ditjen PPM&PL serta unit
terkait membangun jejaring kerjasama penanggulangan KLB.
5. Tindakan Penanggulangan KLB Yang Cepat Dan Tepat.
Setiap daerah menetapkan mekanisme agar setiap kejadian KLB dapat terdeteksi dini dan
dilakukan tindakan penanggulangan dengan cepat dan tepat.
6. Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD-KLB
Penyelenggaraan SKD-KLB dilaksanakan terus menerus secara sistematis di tingkat
nasional, propinsi, kabupaten/kota dan di masyarakat yang membutuhkan dukungan politik
dan anggaran yang memadai di berbagai tingkatan tersebut untuk menjaga kesinambungan
penyelenggaraan dengan kinerja yang tinggi.
7. Pengembangan SKD-KLB darurat
Apabila diperlukan untuk menghadapi ancaman terjadinya KLB penyakit tertentu yang
sangat serius dapat dikembangkan dan atau ditingkatkan SKD-KLB penyakit tertentu dan
dalam periode waktu terbatas dan wilayah terbatas.
13
2.7 Langkah Langkah Mengahadapi KLB
Didalam epidemiologi prinsip dasar dalam mengahadapi wabah umumnya sama, pada
penyakit menular maupun pada penyakit tidak menular.
1. Garis besar pelacakan wabah / Kejadian Luar Biasa
Pengumpulan data dan informasi secara saksama langsung di lapangan / tempat
kejadian, yang disusul dengan analisis data yang teliti dengan ketajaman pemikiran
merupakan landasan dari suatu keberhasilan pelacakan. Dengan demikian maka dalam
usaha pelacakan suatu peristiwa luar biasa atau wabah, diperluakan adanya suatu garis
besar tentang sistematika langkah langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dan
dikembangkan dalam setiap usaha pelacakan.
Langkah langkah ini hanya merupakan pedoman dasar yang kemudian harus
dikembangkan sendiri oleh setiap investigator (pelacak) dalam menjawab setiap pertanyaan
yang mungkin timbul dalam kegiatan pelacakan tersebut. Walaupun penentuan langkah
langkah tersebut sangat bergantung pada tim pelacak, namun beberapa hal yang bersifat
prinsip dasar seperti penentuan diagnosis serta penentuan adanya wabah harus
mendapatkan perhatian lebih awal dan harus ditetapkan sedini mungkin.
2. Analisis situasi awal
Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan bersifat wabah atau situasi luar
biasa, diperlukan sekurang kurangnya empat kegiatan awal yang bersifat dasar dari
pelacakan.
a. Penentuan / penegakan diagnosis
Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan penelitian/ pengamatan klinis dan
pemeriksaan laboratorium. Harus diamati secara tuntas apakah laporan awal yang
diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat
kebenarannya). Umumnya wabah penyakit demam berdarah harus jelas secara klinis
maupun laboratorium. Hal ini mengingat bahwa gejala demam berdarah dapat
14
didiagnosis secara tidak tepat, di samping itu pemeriksaan laboratorium kadang
kadang harus dilakukan lebih dari satu kali.
b. Penentuan adanya wabah
Sesuai dengan definisi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) maka untuk
menentukan apakah situasi yang sedang dihadapi adalah wabah atau tidak, perlu
diusahakan untuk melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya
untuk melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi yang istimewa atau tidak. Artinya
apakah jumlah kasus yang dihadapi jauh lebih banyak dari sebelumnya, atau apakah
jumlah kasus lebih tinggi dari yang diperkirakan (estimated) sebelumnya.
c. Uraian keadaan wabah
Bila keadaan dinyatakan wabah ,segera melakukan uraian keadaan wabah
berdasarkan tiga unsur utama yakni waktu, tempat dan orang. Membuat kurva
epidemic dengan menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya
timbul gejala penyakit. Di samping itu, gambarkan penyebaran sifat epidemic
berdasarkan penyebaran kasus menurut tempat/ secara geografis (spot map
epidemi).
3. Analisis lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi wabah maka selain
tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan pelacakan lanjut serta analisis situasi secara
berkesinambungan.
Ada beberapa hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian pada tindak lanjut tersebut.
a. Usaha penemuan kasus tambahan
Untuk usaha penemuan kasus tambahan, harus ditelusuri kemungkinan dengan
menggunakan berbagai cara, antara lain :
(a) Adakan pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter praktik umum setempat
untuk mencari kemungkinan mereka menemukan penderita penyakit yang
sedang diteliti dan belum termasuk dalam laporan yang ada.
15
(b) Adakan pelacakan dan pengawasan yang intensif terhadap mereka yang
tanpa gejala atau mereka dengan gejala ringan/ tidak spesifik, tetapi
mempunyai potensi menderita atau termasuk kontak dengan penderita.
Keadaan ini sering dijumpai pada beberapa penyakit tertentu yang selain
penderita dengan klinis jelas, juga kemungkinan adanya penderita dengan
gejala ringan dan tanpa gejala kunig, di mana diagnosis pastinya hanya
mungkin ditegakkan dengan melalui pemeriksaan laboratorium
b. Analisis data
Lakukan analisis data secara berkesinambunagn sesuai dengan tambahan informasi
yang didapatkan dan laporkan hasil interpretasi data tersebut.
c. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuatlah keputusan hasil analisis
yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Dalam hal ini harus
diperhatikan bahwa kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan diketahui
harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis tersebut.
d. Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut
Tindakan pemadaman suatu wabah diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai
denga keadaan wabah yang terjadi. Harus diperhatikan bahwa setiap tindakan
pemadaman wabah disertai dengan berbagai kegiatan tindak lanjut ( follow up)
sampai keadaan sudah normal kembali. Biasanya kegiatan tindak lanjut dan
pengamatan dilakukan sekurang kurangnya dua kali masa tunas penyakit yang
mewabah. Setelah keadaan normal, maka untuk beberapa penyekit tertentu yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah (keadaan luar biasa) susulan, harus
disusunkan suatu program pengamatan yang berkesinambungan dalam bentuk
surveilans epidemiologi, terutama pada kelompok dengan resiko tinggi.
Pada akhir setiap pelacakan wabah, harus dibuat laporan lengkap yang kemudian dikirim
kepada semua instansi terkait. Laporan tersebut meliputi berbagai faktor yang
16
menyebabkan terjadinya wabah, analisis dan evaluasi upaya yang telah dilakukan serta
saran saran untuk mencegah berulangnya kejadian luar biasa untuk masa yang akan datang.
2.8 Metodologi Penyelidikan KLB
Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan,
sehingga metoda yang dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey
et al., 1986; Goodman et al., 1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
1. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau
retrospektif tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat merupakan
suatu penelitian deskriptif, analitik atau keduanya.
2. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
3. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya
(Rumah sakit, klinik, laboratorium dan lapangan).
Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu
mencegah meluasnya dan terulangnya KLB di masa yang akan datang dengan tujuan
khusus :
a. Diagnosis kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b.Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi KLB
(CDC, 1981; Bres, 1986).
17
Metodologi atau langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, seperti
berikut :
Tabel 1 : langkah-langkah Penyelidikan KLB
N
O
Langkah-langkah Penyelidikan KLB
1 Persiapan penelitian lapangan
2 Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3 Memastikan Diagnose Etiologis
4 Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5 Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6 Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7 Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8 Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9 Merencanakan penelitian lain yang sistematis
10 Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11 Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12 Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada
sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
Sumber : CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986;
Goodman et al., 1990.
18
Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah tersebut tidak harus dikerjakan
secara berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan secara serentak.
Pemastian diagnose dan penetapan KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan
(Mausner and Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989).
1. Persiapan Penelitian Lapangan
Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan perlu adanya persiapan dan rencana kerja.
Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah
adanya informasi (Kelsey., 1986), Greg (1985) dan Bres (1986) mengatakan bahwa
persiapan penelitian lapangan meliputi :
1) Pemantapan (konfirmasi) informasi.
Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan
pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak
dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat
rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :
a) Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal dari
fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di daerah
tersebut (laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS) atau
masyarakat (Laporan S-0).
b) Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis, pemeriksaan
yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil pemeriksaannya, komplikasi
yang terjadi (misal kematian, kecacatan. Kelumpuhan dan lainnya).
c) Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.
19
2) Pembuatan rencana kerja
Berdasar informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang minimal berisi :
a. Tujuan penyelidikan KLB
b. Definisi kasus awal
c. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penularan
d. Macam dan sumber data yang diperlukan
e. Strategi penemuan kasus
f. Sarana dan tenaga yang diperlukan.
Definisi kasus : definisi kasus sangat berguna untuk arahan pada pencarian kasus
nantinya. Mengingat informasi yang didapat mungkin hanya merupakan persangkaan
penyakit tertentu atau gejala klinis yang ditemui, maka definisi kasus sebaiknya dibuat
longgar, dengan kemungkinan kasus-kasus lain akan masuk. Perbaikan definisi kasus akan
dilakukan setelah pemastian diagnosis, pada langkah identifikasi kasus dan paparan.
Hipotesis awal, hendaknya meliputi penyakit penyebab KLB, sumber dan cara
penularan. Untuk membuat hipotesis awal ini dapat dengan mempelajari gejala klinis, ciri
dan pola epidemiologis penyakit tersangka. Hipotesis awal ini dapat berubah atau lebih
spesifik dan dibuktikan pada waktu penyelidikan (Bres, 1986).
Tujuan penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama mengadakan
penanggulangan dan pengendalian KLB, dengan beberapa tujuan khusus, di antaranya :
a. Memastikan diagnosis penyakit
b. Menetapkan KLB
c. Menentukan sumber dan cara penularan
d. Mengetahui keadaan penyebab KLB
20
Pada penyelidikan KLB diperlukan beberapa tujuan tambahan yang
berhubungan dengan penggunaan hasil penyelidikan. Misalnya untuk mengetahui
pelaksanaan program imunisasi, mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau
mengetahui pertanda mikrobiologik yang dapat digunakan (Goodman et al., 1990).
Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting kaitannya
dengan pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan KLB pertimbangan
penetapan strategi yang tepat tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh
informasi yang akurat, tetapi juga harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
a. Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)
b. Luas wilayah KLB
c. Asal KLB diketahui
d. Sifat penyakitnya.
Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB
dengan beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :
Tabel 2. Strategi Pencarian Kasus
NO Strategi Keuntungan Kerugian
1 Penggunaan data fasilitas kesehatan Cepat Terjadi bias seleksi kasus
2 Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Lebih mudah untuk mengetahui kasus dan
kontak Hanya kasus-kasus yang berat
3 Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Cepat, tidak ada bias menaksir
populasi Kesalahan interpretasi pertanyaan
4 Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan Mudah untuk menge-
tahui hubungan kasus dan kontak Terjadi bias seleksi dan keadaan sudah spesifik
5 Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai) Dapat dilihat keadaan yang
sebenarnya Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan baik
6 Survai pada penderita Jika diketahui kasus dengan pasti Memerlukan waktu lama,
21
hasil hanya terbatas pada kasus yang diketahui
7 Survai agent dengan isolasi atau serologi Kepastian tinggi, di-gunakan pada penyakit
dengan carrier Mahal, hanya dilakukan jika pemerik saan lab dapat dikerjakan
Sumber : Bres, 1986.
3. Pertemuan dengan pejabat setempat.
Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan KLB,
kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.
B. Pemastian Diagnosis Penyakit
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala
/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala
klinisnya.
Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada
kasus adalah sebagai berikut :
1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus
2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya.
C. Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah
berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang
dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu.
Dalam membandingkan insidensi penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa
beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola
temporal penyakit).
22
Penggambaran pola temporal penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah,
pola musiman penyakit (periode 12 bulan) dan kecenderungan jangka panjang (periode
tahunan – pola maksimum dan minimum penyakit). Dengan demikian untuk melihat
kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun
yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda (CDC, 1979).
2.9 Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-
KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB
secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang
dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap
tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-
penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-
data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan
rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan
Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera
dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan
bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat,
yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada
waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka
mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai
pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah
penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga
seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).
23
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu
sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut
dengan EWORS (Early Warning Outbreak Recognition System). EWORS adalah suatu
sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan
berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS
secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan
penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan
penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah
berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah,
gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)
24
BAB III
PENUTUP
3.1 ` Kesimpulan
Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian
yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu. (Kep. Dirjen
PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB). Untuk penyakit-penyakit endemis, maka KLB didefinisikan
sebagai : suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi keadaan biasa, pada waktu dan
daerah tertentu.
Ada beberapa langkah-langkah mengahadapi KLB. Yaitu:
Didalam epidemiologi prinsip dasar dalam mengahadapi wabah umumnya sama, pada
penyakit menular maupun pada penyakit tidak menular.
1. Garis besar pelacakan wabah / Kejadian Luar Biasa
2. Analisis situasi awal
a. Penentuan / penegakan diagnosis
b. Penentuan adanya wabah
c. Uraian keadaan wabah
3. Analisis lanjutan
4. Analisis data
5. Menegakkan hipotesis
6. Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari banyak sekali kekurangan. Untuk itu kami
mohon saran dan kritik yang membangun.
25
DAFTAR PUSTAKA
http://cutlelacassanova.blogspot.com/2013/05/surveilan-epidemiologi.html, di unduh pada
tanggal 03 November 2013.
Budiarto,Eko,Dewi Anggraeni.2003.Pengantar Epidemiologi.Jakarta:EGC.
Isolation Techniques for Use in Hospitals, 2d ed., Atas kebaikan Center for Disease
Control, Atlanta, Ga., 1975.
Noor,Nur Nasry.2008.Epidemiologi.Jakarta:PT Rineka Cipta.
Pelczar,Michael J.2005.Dasar-dasar Mikrobiologi.Jakarta:UI-Press.
Surveilans Epidemiologi, Mukono, 2000, p.3
Sutomo,Adi Heru,dkk.2007.Epidemiologi Kebidanan.Yogyakarta:Fitramaya.
http://ajenglyandra.blogdetik.com/2013/04/09/surveilans-epidemiologi-dan-kejadian-luar-
biasa/, di unduh pada tanggal 03 November 2013.
http://www.muslimedica.com/2012/11/pengertian-kejadian-luar-biasa-klb.html, di unduh pada tanggal 03 NOVEMBER 2013.
http://dunia-khayalanqyu.blogspot.com/2010/12/kejadian-luar-biasa.html, di unduh pada tanggal 03 November 2013.
http://ajenglyandra.blogdetik.com/2013/04/09/surveilans-epidemiologi-dan-kejadian-luar-biasa/, di unduh pada tanggal 03 November 2013.
http://pramana-d-t-fkm11.web.unair.ac.id/artikel_detail-71308-Umum-Kejadian%20Luar%20Biasa%20(KLB).html, di unduh pada tanggal 2013.
26