Download - Makalah Put Kita Besok Cus
PENGANTAR USAHA TANI
“profil dan permasalahan usaha tani di Indonesia”
Nama Kelompok :
1. Nafisatul Afidah 125040201111098
2. Netty Dwi Ariska 125040201111099
3. Heryako Mustofa 125040201111320
4. Nico Van Maestro S 125040201111333
5. Puput Pelita.P 125040201111003
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris artinya pertanian memegang peranan
penting dari seluruh perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan banyaknya
penduduk yang hidup dan bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang
berasal dari pertanian.Oleh karena itu pembangunan bangsa dititik beratkan pada sektor
pertanian. Alasan lain yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia
mempunyai peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan
beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa
terhadap ekspor nasional, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi
basis pertumbuhan di pedesaan.
Namun pada kenyataannya Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga
saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat
kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional.Banyak masalah
perekonomian yang masih terjadi sampai saat ini.Sebagian besar dari petani kita masih
banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah
pada masa lalu bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor
pertanian keseluruhan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui profil usaha tani di indonesia
Untuk mengetahui masalah-masalah usaha tani di indonesia
Untuk mengetahui sejarah perkembangan usaha tani di indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Usahatani
Dengan wilayah yang luas, serta ditambah lagi dengan lahan pertanian yang luas, dengan
penduduknya sebagian besar adalah tani atau mata pencariannya adalah dengan bertani maka
Indonesia merupakan negara yang agraris, yang menempatkan pertanian sebagai potensi yang
paling dominan.
Pertanian di Indonesia merupakan sector yang paling penting diantara yang lainya. Hal ini
dikarenakan sektor pertanian telah terbukti tetap tegak dan bertahan dari terpaan gelombang
krisis moneter. Peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat ditinjau dari berbagai
aspek, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja (sumber mata pencaharian penduduk), sumber
devisa negara, sumber bahan baku industri, dan sumber pendapatan nasional. Selain itu, sektor
pertanian juga merupakan sumber bahan pangan bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Usaha tani mempunyai arti penting dalam suatu pertanian, dimana usaha tani adalah suatu
tempat di permukaan bumi dimana pertanian di selenggarakan. Pembangunan usaha tani yang
berhasil akan membuahkan terwujudnya target pembanguna nasional. Seperti tujuan dari
pancasila dan UUD 1945 yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat serta keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dengan terwujudnya kesejahteraan rakyat dan keadilan social secara
menyeluruh di wilayah Indonesia ini maka otomatis telah tecapainya pembangunan pertanian
serta pembangunan ekonomi yang baik yang berawal dari perubahan kearah perbaikan kualitas
dari usaha tani itu sendiri.
Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
1) Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat
2) Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah
3) Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten
4) Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya
Usahatani tersebut masih dilakukan oleh petani kecil,maka telah disepakati batasan
petani kecil (Soekartawi, 1986) pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1979,
menetapkan bahwa petani kecil adalah :
a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per kapita per
tahun
b. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan sawah di Jawa
atau 0,5 ha di luar Jawa. Bila petani tersebut juga memiliki lahan tegal maka luasnya 0,5
ha di Jawa dan 1,0 ha di luar Jawa.
c. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.
d. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis.
Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting pada petani kecil adalah terbatasnya
sumberdaya dasar tempat ia berusahatani. Pada umumnya mereka hanya menguasai sebidang
lahan kecil, disertai dengan ketidakpastian dalam pengelolaannya. Lahannya sering tidak subur
dan terpencar-pencar dalam beberapa petak. Mereka sering terjerat hutang dan tidak terjangkau
oleh lembaga kredit dan sarana produksi. Bersamaan dengan itu, mereka menghadapi pasar dan
harga yang tidak stabil, mereka tidak cukup informasi dan modal.
Walaupun petani-petani kecil mempunyai ciri yang sama yaitu memiliki sumberdaya
terbatas dan pendapatan yang rendah, namun cara kerjanya tidak sama. Karena itu petani kecil
tidak dapat dipandang sebagai kelompok yang serba sama, walaupun mereka berada di suatu
wilayah kecil, sehingga tiap-tiap usaha petani tersebut mempunyai sistem usahatani yang unik.
Jelas bahwa hal ini diperlukan penelitian-penelitian mengenai usahatani di bebagai daerah
dengan berbagai karakteristik petani, iklim, sosial, budaya yang berbeda, sehingga diperoleh
perumusan masalah yang dapat digunakan untuk merumuskan suatu kebijakan.
Selain masing-masing petani memiliki sistem usahatani yang unik, juga
agroekosistemnya, suatu kombinasi sumber daya fisik dan biologis seperti bentuk-bentuk lahan,
tanah, air, tumbuhan dan hewan. Dengan mengalokasikan sumber daya tersebut, petani
melakukan proses produksi agar dapat terus menghasilkan produk baik berupa fisik maupun
uang.
Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa kelemahan, yakni hanya
terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan kebijakan makro, serta pendekatannya yang
sentralistik. Akibatnya usaha pertanian di Indonesia sampai saat ini masih banyak didominasi
oleh usaha dengan: (a) skala kecil, (b) modal yang terbatas, (c) penggunaan teknologi yang
masih sederhana, (d) sangat dipengaruhi oleh musim, (e) wilayah pasarnya lokal, (f) umumnya
berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian
(pengangguran tersembunyi), (g) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, (h)
pasar komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh pedagang-pedagang
besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan petani.
Selain itu, masih ditambah lagi dengan permasalahan-permasalahan yang menghambat
pembangunan pertanian di Indonesia seperti pembaruan agraria (konversi lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian) yang semakin tidak terkendali lagi, Kenyataan sulitnya
membendung konversi lahan pertanian sebenarnya adalah hal yang alami. Proses konversi ini
bagaimanapun juga akan terjadi, karena prinsip yang mendasari terjadinya adalah bahwa lahan
akan dikonversi ke arah penggunaan lain yang memberikan nilai sewa (rent) yang lebih besar.
Lahan untuk hutan akan dikonversi menjadi lahan pertanian dan perkebunan, karena yang
terakhir ini dapat memberikan nilai keuntungan bagi sumberdaya lahan atau nilai sewa yang
lebih besar. Selanjutnya lahan pertanian dan perkebunan akan dikonversi menjadi lahan-lahan
industri. Lahan-lahan industri pada gilirannya akan dibeli oleh pengembang yang akan
membangun komplek-komplek perumahan dan pemukiman. Perjalanan selanjutnya lahan
pemukiman akan dibeli untuk kemudian dikonversi menjadi lahan untuk gedung-gedung
pertokoan dan aktivitas perdagangan lainnya. Demikian seterusnya sampai pada aktivitas yang
memberikan nilai sewa tertinggi pada lahan yaitu aktivitasjasa-jasa perusahaan.
Mengantisipasi keadaan tersebut seyogyanya upaya kita bukanlah ditekankan pada bagaimana
mencegah terjadinya konversi lahan pertanian, melainkan perlu difokuskan pada bagaimana
meningkatkan profil petani kita sehingga menjadi petani idaman, yang orang-orang dan
masyarakat umum tertarik untuk menekuninya. Yang diperlukan adalah menciptakan kondisi
semakin terbukanya kesempatan kerja di sektor pertanian intensif bernilai tambah tinggi. Profil
usaha tani hendaknya merupakan usaha tani yang berskala ekonomis (economy of scale), padat
modal, serta berorientasi pasar dengan tehnologi baru yang semakin menguntungkan.
Penanganan yang terpadu intensif terhadap hubungan yang melembaga antara perusahaan besar
dan kecil memberikan peluang kepada pesatnya perkembangan profil usaha tani dimaksud. Perlu
dirumuskan pola kemitraan yang saling membutuhkan dan menguntungkan antara agribisnis
skala kecil, sedang dan skala ekonomi yang lebih efisien. Pengembangan sentra produksi
pertanian yang didasarkan atas pengembangan pola usaha tani dengan komoditas utama sesuai
dengan keunggulan komparatif, disertai oleh strategi pengembangan komplek industri hilir di
sentra produksi usaha tani yaitu berkembangnya usaha tani yang dikelola dengan prinsip
komersil dan terkait dengan industri pengolahan Profil usaha tani yang akan berkembang di masa
datang yang memberikan indikasi tentang kualifikasi umum yang perlu dimiliki oleh petani
yaitu:
(1) Menjalankan usahanya atas dasar permintaan pasar yang tersedia, inovasi, peluang pasar,
asas skala ekonomi dan resiko merupakan aspek-aspek yang melekat pada usaha yang
berorientasi pasar sehingga kemampuan-kemampuan yang menyangkut aspek-aspek tersebut
sangat perlu dimiliki dan dikembangkan di kalangan petani.
(2) Mempunyai kemampuan bekerjasama dalam skala ekonomi yang menguntungkan dan efisien
diantara sesama maupun antar petani dengan pengusaha agroindustri.
(3) Usaha yang dilakukan berorientasi pada pelesterian sumber daya alam sehingga
kesinambungan pembangunan pertanian dapat diwujudkan.
(4) Berkemampuan mengadaptasi diri dengan pengetahuan dan keterampilan baru di luar bidang
pertanian maupun bidang agroindustri sehingga menambah mobilitas penduduk pedesaan dalam
mengisi kesempatan kerja dan berusaha yang terbuka di pedesaan maupun perkotaan.
Golongan yang paling potensil untuk memilki kualifikasi demikian adalah para pemuda
tani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari orang tua mereka. Dalam jangka
pendek dan menengah para petani muda, petani maju dan kontak tani andalan berpotensi nyata
untuk mengadakan perubahan nyata dalam struktur sosial ekonomi. Untuk mengidentifikasi
kualifikasi petani maka ada beberapa indikator perilaku MUKIBAT, yaitu komponen perilaku
sebagai berikut:
(1) Mental produktif, yaitu kondisi mental produktif karena mempunyai wawasan, pola pikir,
sikap, semangat dan keuletan dalam melaksanakan usaha agribisnis.
(2) Usahawan, yaitu wira usaha yang mempunyai kekuatan, keberanian untuk mengambil resiko
karena terpanggil dan mampu menciptakan dan mengembangkan usaha dengan tindakan
investasi.
(3) Kreatif, yaitu mempunyai daya kreasi untuk selalu mengembangkan dinamika yang tanggap
terhadap setiap tantangan, ancaman dan hambatan serta bernaluri tinggi dalam memanfaatkan
setiap peluang yang timbul di sekelilingnya.
(4) Inovatif, yaitu mempunyai kemampuan untuk selalu melakukan pembaharuan dalam rangka
pengembangan usaha agribisnis yang efisien, berkualitas dan berkesinambungan.
(5) Bina-benah, yaitu mempunyai jiwa kepemimpinan dan mampu melakukan pembenahan dan
pembinaan dengan menerapkan jurus operasional dan menciptakan kondisi strategis dalam
menggerakkan sistem agribisnis.
(6) Arsitek, yaitu mempunyai kemampuan dalam merekayasa dan merancang bangun sistem
agribisnis agar menjadi suatu sistem yang tersusun sehingga secara teknik efektif, secara
ekonomis efisien dan kompetitif, serta secara sosial diinginkan.
(7) Tehnologi tepat guna, yaitu mempunyai kemampuan untuk memilih tehnologi yang tepat dan
sesuai dengan kebutuhan agribisnis.
Kurangnya penyediaan benih bermutu bagi petani, kelangkaan pupuk pada saat musim tanam
datang, swasembada beras yang tidak meningkatkan kesejahteraan petani dan kasus-kasus
pelanggaran Hak Asasi Petani, menuntut pemerintah untuk dapat lebih serius lagi dalam upaya
penyelesaian masalah pertanian di Indonesia demi terwujudnya pembangunan pertanian
Indonesia yang lebih maju demi tercapainya kesejahteraan masyarakat Indonesia (Tohir, 2009)
2.2 Masalah Usahatan Di Indonesia
Keterbatasan lahan merupakan masalah yang sangat serius di Indonesia pada abad 21 dan
seterusnya. Pertanian Indonesia merupakan pertanian tropika, karena seluruh wilayah Indonesia
berada di daerah tropic yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa yang memotong
Indonesia hampir menjadi dua. Disamping pengaruh tersebut, terdapat dua corak khas pertanian
Indonesia. Pertama, bentuknya sebagai kepulauan, dan yang kedua topografinya yang
bergunung-gunung.
Usaha tani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional yang
mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional di bidang
pertanian(agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin mengatasi masalah dan
kendala yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan
perhatian yang lebih serius. Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi
pertanian (agribisnis) atau output selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan
dan kesejahteraan petani secara signifikan dalam usahataninya. Petani sebagai unit agrbisnis
terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usahatani terpadu
(integrated farming system). Oleh karena itu persolan membangun kelembagaan (institution) di
bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin penting, agar petani mampu
melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on-farmbusiness saja , akan tetapi juga
terkait erat dengan aspek-aspek off-farm agribusinessnya (Tjiptoherijanto,1996).
Kepala BPS Suryamin mengatakan jumlah rumah tangga usaha tani pada tahun 2013
sebanyak 26,13 juta atau turun 5,04 juta keluarga dari tahun 2003 atau 10 tahun lalu atau turun
16%. Pengurangan ini terjadi karena banyak petani yang beralih ke pekerja industri atau profesi
lainnya."Perusahaan pertanian di Indonesia dari 4.011 di 2003, naik 1475 perusahaan (36,77%).
Kenaikan terbesar di Jawa Barat dengan naik 215 dan terkecil Sulawesi Barat 5. Penurunan
terbesar di Kalimantan barat dengan 75,” (dikutip dari detik.com)
Beberapa hambatan yang sedang dihadapi Negara ini dalam membangun pertanian yang
mampu mensejahterakan rakyat dan keluarganya sendiri :
a. Kecilnya skala usaha tani. Hal yang dimaksud ialah baik dalam permodalan maupun
luasan lahan yang dimiliki petani. Semakin besar modal dan luas luahan yang dilakukan maka
kuantitas produksi akan tinggi. Hal tersebut tentunya menambah keuntungan bagi petani
tersebut.
b. Lemahnya pemanfaatan iptek oleh petani. Penggunaan iptek sering kali terbentur dengan
adat istiadat yang berlaku di daerah tersebut. Namun perkembangan zaman pada saat ini telah
menggeser dogma tersebut ke jurang pemusnahan.
Berikut merupakan kisah nyata, seorang petani singkong yang jeli memanfaatkan celah
dan menjadi sukses :
Petani singkong gajah di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar),
Kaltim, mengaku dapat menghasilkan keuntungan bersih senilai Rp52 juta per hektare, setelah
dipotong biaya produksi dan lainnya.
"Keuntungan yang diperoleh petani tersebut merupakan hasil sekali panen singkong Gajah oleh
petani di Kota Bangun yang dilakukan 12 bulan setelah masa tanam," ujar Fitria Yulianti,
penjaga gerai Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kukar dalam Expo Erau di Tenggarong, Kamis
(5/7).
Yulianti menerangkan keuntungan petani singkong tersebut, berdasarkan pamplet yang dicetak
Dinas Pertanian Kukar untuk dibagikan kepada pengunjung selama Expo (pameran) Erau yang
berlangsung mulai 1 hingga 8 Juli, atau sama dengan jadwal Festival Erau Adat Pelas Benua
Etam.
Berdasarkan analisa yang dilakukan tim dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kukar di Kota
Bangun hingga 23 Juni 2012, maka pembukaan lahan untuk tanaman singkong gajah atau ubi
kayu varietas Gajah sangat menguntungkan petani.
Rincian dari awal adalah biaya pembukaan lahan tanam singkong seluas 1 hektare (ha)
dibutuhkan dana Rp7.000.000, pembajakan dengan hand traktor untuk 1 ha dibutuhkan biaya
Rp3.000.000.
Kemudian upah pengguludan lokasi tanam Rp2.000.000, pembelian bibit singkong Gajah
sebanyak 7.000 batang yang masing-masing batang seharga Rp600 sehingga total mencapai
Rp4.200.000, kapur pertanian sebanyak 2.500 kg dengan harga Rp1.500 per kg, sehingga total
Rp3.750.000.
Biaya upah tanam Rp1.000.000, pemeliharaan Rp1.000.000, pestisida Rp200.000, pemupukan
Rp4.300.000, upah panen Rp1.500.000, ongkos angkut Rp1.000.000, biaya tak terduga
Rp1.000.000, bunga bank 16 persen senilai Rp4.872.000.
Dari semua biaya produksi tersebut, jika ditotal maka pengeluaran oleh petani hingga berada di
lokasi penjualan oleh pengepul mencapai Rp35.322.000.
Kemudian produksi sesuai ubinan yang dilakukan di Kota Bangun itu pada 23 Juni 2012 untuk 1
ha lahan singkong Gajah mencapai 125 ton (125.000 kg). Sedangkan harga singkong di tingkat
petani adalah Rp700 per kg.
Jika ditotal, maka pendapatan kotor petani mencapai Rp87.500.000. Kemudian dikurangi biaya
produksi yang sebesar Rp35.322.000, maka pendapatan bersih petani di lahan 1 ha itu sebesar
Rp52.178.000
Kejadian tersebut berbeda dengan desa saya Maliyan. Beberapa petani disana masih
hidup dibawah ketidakmampuan untuk menyekolahkan anaknya hingga jenjang perguruan
tinggi, walaupun mereka sudah bekerja dari anaknya kecil hingga seumuran dengan saya.
Maliyan merupakan sebuah desa yang terletak di Jawa Tengah tepatnya kota Temanggung. Kota
Temanggung merupakan salah satu kota penghasil tembakau yang menyuplai beberapa
perusahaan rokok terkenal. Bahkan beberapa kepala keluarga tetap menjadi tulang punggung
walaupun mereka sudah mempunyai cucu. Hal tersebut tidak dapat terelakkan dikarenakan
pekerjaan orang tua dan anak tidak berbeda jauh, walaupun profesi yang digeluti berbeda.
Upah bulanan yang mereka terima menjadi buruh tidak lebih dari satu juta rupiah.
Apabila kita jadikan upah harian mereka mendapatkan upah paling tinggi berkisar 33-34 ribu
rupiah. Dengan upah tersebutlah mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
mereka. Sang anak pun akan pergi merantau dengan harapan kehidupan mereka lebih baik
dibandingkan dengan sang orang tua. Namun pada beberapa kejadian, ada anak yang kembali
lagi ke desa Maliyan dan meneruskan pekerjaan orang tua mereka hingga mereka menikah dan
mempunyai anak. System kekeluargaan yang erat lah yang membuat kebutuhan kehidupan
mereka terpenuhi.
Analisis menggunakan Teori SWOT
SWOT Petani Sukses Petani Gagal
Strength Cermat dalam melakukan
usaha tani
Tidak menyerah dalam
menghidupi keluarga dan
diri sendiri
Weakness Hanya menjual dalam
produk mentah, apabila
Lebih mengutamakan
nama baik daripada
diolah menjadi barang
jadi maka nilainya akan
meningkat
meminjam uang untuk
dijadikan modal dalam
usaha tani
Opportunities Mampu mencapai tingkat
industry dan menciptakan
lapangan pekerjaan
Tidak ada pesaing dalam
pekerjaan tersebut karena
sudah terjalin
kepercayaan yang erat
antara si pemilik lahan
dan buruh tani
Threats Meningkatnya saingan
dalam produk yang sama
Tidak dapat bertahan
apabila sudah memasuki
usia lanjut
*hal yang dianalisa merupakan perbedaan pola pikir dalam menanggapi lingkungan antara
petani sukses dan petani gagal
2.3 Sejarah Perkembangan Pertanian di IndonesiaPertanian merupakan sektor penting bagi Indonesia. Sebgian
masyarakatnya bersandar kepada pertanian sebagai mata pecaharian utamanya. Kegiatan pertanian masyarakat Indonesia ini dilakukan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Pada masa penjajahan, pertanian di Indonesia tidak mengalami kemajuan. Contohnya di Jawa, petani pada dasarnya mensubsidi perusahaan besar dengan upah dan sewa tanah yang rendah. Sebagai warisan kolonial struktur pertanian bersifat dualistik, antara sektor pertanian rakyat yang tradisional dengan usaha pertanian besar khususnya perkebunan yang modern yang ditangani oleh kaum pendatang.
Selain itu dalam rangka politik etis, pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905
mendirikan Departemen Landbouw, Neiverheid en Handel (Departemen Pertanian, Kerajinan
dan Perdagangan), disusul dengan pembentukan Landbouw Voorlichtings Dienst (Dinas
Penyuluhan Pertanian) pada tahun 1910 sebagai cikal bakal Dinas Pertanian Rakyat. Namun
lembaga tersebut tidak efektif dalam mentransformasikan pertanian rakyat karena memang usaha
ke arah itu tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh (Fahmi, 2009).
Sejak awal kemerdekaan, pemerintah memberikan perhatian khusus pada pembangunan
pertanian. Upaya pokok untuk meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan pangan
penduduk dititikberatkan pada peningkatan produktivitas usaha tani. Pada tahun 1947 melalui
"Rencana Kasimo", diupayakan peningkatan produksi pangan melalui perbaikan usaha tani.
Setelah pengakuan kedaulatan ada "Rencana Kesejahteraan Istimewa" (RKI) yang merencanakan
pembangunan Balai Benih, pengelolaan dan perbaikan pengairan perdesaan, pembangunan Balai
Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD), Percobaan Pengusahaan Tanah Kering (PPTK),
perbaikan lahan kritis, serta pembangunan taman ternak dan pusatpusat pembibitan ternak. Pada
tahun 1958 didirikan "Padi Sentra", yaitu intensifikasi yang dipusatkan pada sentra-sentra
produksi padi melalui pemberian kredit natura dan modal kerja kepada petani. Dengan terus
meningkatnya impor beras, Kementerian Pertanian Kabinet Kerja memutuskan bahwa dalam tiga
tahun sejak tahun 1959 Indonesia harus sudah swasembada beras, dan untuk itu dibentuk
Komando Operasi Garakan Makmur (KOGM). Namun upaya-upaya tersebut tidak dapat
terlaksana karena situasi politik dan keamanan yang senantiasa bergejolak dan terbatasnya dana
yang dapat disediakan untuk mendukung pelaksanaannya (Fahmi, 2009).
Konsep intensifikasi kemudian diperbaharui berdasarkan hasil Pilot Proyek Demonstrasi
Panca Usaha Lengkap yang dilakukan di Karawang pada musim tanam (MT) 1963/64. Panca
Usaha merupakan paket teknologi berupa penggunaan bibit unggul, pemupukan, pengendalian
hama dan penyakit, perbaikan pengolahan lahan, serta pengaturan tata air irigasi. Pada MT
1964/65 dilaksanakan Demonstrasi Massal (Demas) intensifikasi seluas 10.200 hektare di 15
propinsi sentra produksi dengan hasil yang sangat menggembirakan. Namun kondisi sosial
ekonomi dan politik pada saat itu sangat tidak memungkinkan bagi penerapan konsep
intensifikasi ini secara cepat dan meluas. Bahkan kegiatan petani sangat terganggu dengan
memanasnya situasi politik terutama karena agitasi Barisan Tani Indonesia (BTI) yang
merupakan bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Produksi pertanian terutama beras
mengalami stagnasi yang diikuti dengan kenaikan harga yang tinggi.Yang kemudian lahirlahOrde . Setelah melalui masa stabilisasi dan rehabilitasi, dilancarkan pembangunan
nasional dengan titik berat pada pembangunan ekonomi yang ditekankan pada pembangunan
sektor pertanian dengan sasaran terutama pada peningkatan produksi pangan dan penciptaan
lapangan kerja sekaligus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani (Fahmi,
2009).
Dalam rangka mengembangkan usaha tani kecil, pelaksanaan program intensifikasi
dilakukan melalui pendekatan kelompok. Untuk itu dibentuk kelompok tani yang beranggota 25-
30 orang, sebagai kelompok belajar dan sekaligus sebagai kelompok usaha untuk membina
kerjasama antar petani. Sejak tahun 1974 diperkenalkan Intensifikasi Khusus (Insus) yang
merupakan pengelolaan intensifikasi usaha tani padi pada hamparan kelompok. Penanaman
serentak pada satu hamparan tersebut dilakukan juga dalam rangka menanggulangi ledakan hama
wereng, sekaligus dibarengi dengan penggunaan varietas unggul tahan wereng (VUTW). Di
samping itu, diterapkan pula Operasi Khusus (Opsus) untuk daerah-daerah yang belum
terjangkau program intensifikasi, khususnya di wilayah terpencil atau wilayah produksi padi
gogo dan gogo rancah. Dalam perkembangan selanjutnya digalang kerjasama antar kelompok
tani dalam satu wilayah yang luas, seperti wilayah irigasi tersier atau Wilayah Kerja Balai
Penyuluhan Pertanian (WKBPP) (Fahmi, 2009).
Kegiatan intensifikasi yang bertujuan untuk peningkatan produksi dilakukan dengan upaya rehabilitasi, dan pembangunan saluran irigasi baru serta pembuatan sawah baru. Selain itu, intensifikasi juga dilakukan dalam bentuk penyediaan pupuk yang diproduksi dalam negeri, pengembangan benih-benih unggul
baru, serta kebijaksanaan harga dan subsidi yang memberikan perangsang pada petani untuk
menerapkan teknologi baru yang disebut Revolusi Hijau. Dimana hal ini mengantarkan
Indonesia pada salah satu keberhasilan pembangunan yang menonjol, yaitu tercapainya
swasembada beras pada tahun 1984. Meluasnya pelaksanaan program intensifikasi dengan
menggunakan paket sarana produksi telah mendorong meningkatnya penggunaan pestisida
secara kurang bijaksana yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan terbunuhnya musuh-
musuh alami, serta timbulnya eksplosi hama.
Sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring
dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan
Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin
kuat.Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai
permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah
produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena
semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang
semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung
kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian
beririgasi teknis semakin berkurang (Fahmi, 2009).
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare
juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang
mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang
ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi
dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi
pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian (Fahmi, 2009).
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin
saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat
menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin
murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun,
kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan
bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur
perekonomian Indonesia (Fahmi, 2009).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan isi makalah dapat disimpulkan bahwa profil usaha tani di Indonesia
usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena mempunyai ciri-ciri berusahatani dalam
lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat dan mempunyai sumberdaya terbatas
sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah. Sedangkan untuk permasalahan usaha tani di
Indonesia adalah keterbatasan lahan merupakan masalah yang sangat serius di Indonesia pada
abad 21 dan seterusnya. Selain itu ada beberapa hambatan dalam usaha tani yakni Kecilnya skala
usaha tani. Hal yang dimaksud ialah baik dalam permodalan maupun luasan lahan yang dimiliki
petani.Kemudian lemahnya pemanfaatan iptek oleh petani. Penggunaan iptek sering kali
terbentur dengan adat istiadat yang berlaku di daerah tersebut. Namun perkembangan zaman
pada saat ini telah menggeser dogma tersebut ke jurang pemusnahan.
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi. 2009. Ilmu Usaha Tani. http://kickfahmi.blogspot.com/2012/09/usaha-tani.html.(online).
Diakses 22 september 2014.
Tohir, Bani.2009. http://tisman.blogspot.com/2009/01/profil-usaha-tani-dan-kualitas-petani.html.
Diakses pada tanggal 21 September 2014
http://panduancarabudidaya.blogspot.com/2012/10/kisah-sukses-petani-singkong.htmldiakses
pada tanggal 22 September pukul 23.08 WIB
http://finance.detik.com/read/2013/09/02/151830/2347057/4/dalam-10-tahun-jumlah-petani-ri-
berkurang-16-jadi-2613-juta-keluarga diakses pada tanggal 22 September pukul 23.08
WIB