Download - Makalah Pendapatan Disposable
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang paling
potensial bagi kelangsungan pembangunan Negara Indonesia karena penerimaan
pajak meningkat seiring dengan meningkatnya perkonomian dan taraf hidup suatu
bangsa. Peranan pajak semakin besar dan penting dalam menyumbang
penerimaan Negara dalam rangka kemandirian membiayai pelaksanaan
pembangunan nasional. Untuk itu dibutuhkan peran serta masyarakat dalam
bentuk kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah
Pajak Penghasilan (PPh).
Negara Indonesia mengenakan pajak penghasilan atas pendapatan orang
pribadi dan badan berdasarkan berbagai ketentuan. Pajak penghasilan yang
berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 yang
dilandasi dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang
didalamnya terdapat ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan
menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan
merupakan sarana peran aktif rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan
nasional.
Setiap pembayar pajak tidak langsung menerima kontra prestasi (kecuali
pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah) dari pemerintah atas pemungutan
pajak tersebut, berupa pelayanan kepada masyarakat, seperti kenikmatan atas rasa
aman yang dirasakan oleh seluruh rakyat, karena adanya alat negara yang
bertugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban negara dan warganya yang
pembiayaannya sebagian besar bersumber dari pajak yang telah dipungut oleh
negara. Dengan adanya Undang-Undang Pajak Penghasilan, maka wajib pajak
terhadap penghasilan selalu dikenakan pungutan negara berupa pajak. Yang besar
tarifnya sesuai dengan jenis barang yang dihasilkan. Karena pajak penghasilan
termasuk jenis pajak yang dipungut pada tingkat nasional, sehingga dapat
dikategorikan dalam kelompok pajak pusat.
Dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut maka pemerintah telah
memberikan banyak kemudahan kepada wajib pajak untuk diberi kepercayaan
dan kebebasan dalam menghitung pajak terutangnya terhadap penerimaan pajak
penghasilan yang didapat. Untuk itu, wajib pajak dapat berimplikasi menurut
kesadarannya dalam mematuhi peraturan perpajakan dan rasa patriotik dalam
berbangsa dan bernegara agar penerimaan pajak yang setiap tahun kian
meningkat. Undang-Undang Pajak Penghasilan masih tetap berpegang pada
prinsip keadilan, kemudahan serta efisiensi administrasi produktivitas penerimaan
negara. Karena itu arah dan tujuan Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah
untuk meningkatkan pendapatan nasional khususnya pendapatan disposable.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan ?
2. Bagaimana pengaruh pajak penghasilan terhadap pendapatan disposable?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pajak Penghasilan
Berdasarkan Pasal 4 (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 STDD
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan disebutkan
bahwa: yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Mengacu pada definisi di atas dengan kata lain penghasilan dapat
diartikan dengan jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang
perorangan, badan dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas
ekonomi seperti mengkonsumsi dan/atau menimbun serta menambah kekayaan.
Dari pendefinisian penghasilan menurut Undang-Undang, dikenal dua pendekatan
yaitu pendekatan abstrak (konsepsional) dan pendekatan operasional. Definisi
konsepsional terdapat dalam alinea umum sedangkan definisi operasional terdapat
dalam contoh-contoh. Definisi operasional ini diperlukan untuk dapat
melaksanakan pengertian abstrak penghasilan dalam administrasi pemungutan
pajak sehingga akan nampak jelas wujud dari tambahan kemampuan ekonomis
dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Sesuai dengan konsep penghasilan yang komprehensif, Pajak Penghasilan
dekenakan atas penghasilan baik yang berasal dari kegiatan usaha dan tenaga
(active income, earned income) maupun penghasilan pasif.
Contoh-contoh penghasilan yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat 1 huruf a
sampai dengan huruf s pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang
penghasilan yang luas (broad base) dan lebih bersifat ilustratif. Prinsip pemajakan
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah unitary (global) taxation,
maksudnya yaitu bahwa semua penghasilan dari berbagai katagori dan sumber
dikonsolidasikan menjadi satu kesatuan (unitary) basis pemajakan. Untuk
mencapai keadilan horizontal dan vertikal atas satu kesatuan basis pemajakan
tersebut dikenakan tarif umum.
Penghasilan Kena Pajak adalah merupakan dasar pengenaan pajak (tax
base) dalam pengenaan pajak atas penghasilan (income tax). Secara prinsip,
Undang-Undang Pajak Penghasilan menganut pemajakan dengan basis neto (net
basis of taxation) terhadap Wajib Pajak Dalam Negeri.
Pengenaan pajak dengan basis neto maksudnya adalah bahwa pemajakan
dikenakan atas penghasilan neto (net income), yaitu atas penghasilan bruto (gross
income) dikurangi dengan pengeluaran dan pengurangan lain yang diperbolehkan
Undang-Undang Pajak Penghasilan. Penghasilan Kena Pajak dihitung setelah
mengurangi gross income dengan berbagai pengurangan yang diperbolehkan (tax
reliefs) oleh Undang-Undang. Tax reliefs yang paling banyak dipakai oleh sistem
pajak atas penghasilan di dunia adalah deductible expense & personal
excemption.
Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah merupakan pajak subjektif atau
personal yang pengenaannya harus memperhatikan dan pempertimbangkan
keadaan pribadi subjek pajak. Pertimbangan terhadap subjek pajak tersebut
diperlukan supaya tidak terjadi kemiskinan struktural masyarakat, umpamanya
penduduk tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pokoknya hanya karena harus
membayar kewajiban pajaknya.
Untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang
terutang, pertama sekali harus diketahui dulu dasar pengenaan pajaknya (tax
base). Dasar pengenaan pajak untuk Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah
Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghasilan sebagai objek Pajak Penghasilan yang
dikenakan pajak berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan
dikurangi dengan biaya yang diperkenankan sebagai pengurang munurut Pasal 6
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak tidak selalu sama dengan penghasilan
neto karena akan tergantung pada jenis objek pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan, ada tidaknya kerugian yang dapat dikompensasikan, cara
pengenaannya, dan lainnya.
Ada dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, yaitu penghitungan dengan cara biasa
(akuntansi) dan penghitungan dengan cara menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto (estimated income) untuk kemudian dikurangkan lagi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Penghitungan besarnya pajak yang terutang bagi semua jenis pajak
meliputi dua unsur penting, yaitu tarif pajak dan Dasar Pengenaan Pajak. Tarif
pajak ini bisa berupa angka ataupun persentase tertentu, sedangkan jenis tarif
pajak itu sendiri dibedakan atas tarif tetap, tarif proporsional, tarif progresif, dan
tarif degresif.
Karakteristik dari tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi yaitu merupakan
tarif progresif, berlaku secara kesatuan (unity basis), dan terdapat lima struktur
tarif dan bersifat progresif bagi yang berpenghasilan di bawah jumlah tertentu dan
proporsional untuk penghasilan di atas jumlah yang terkena tarif tertinggi sebagai
akibat keterbatasan tarif marjinal.
Tarif Pajak Penghasilan dikatakan progresif bila skedul tarif pajak
meningkat, elastisitas pajak sehubungan dengan penghasilan lebih besar dari satu
(unity) pada setiap lapisan penghasilan, dan tarif marjinal pajak lebih besar dari
tarif rata-rata.
Negara kita menganut pengenaan tarif progresif dalam penentuan Pajak
Penghasilan Orang Pribadi, yaitu berupa persentase tertentu yang semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif
ini diharmonisasikan dengan pemberian Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk
melindungi kesejahteraan minimal masyarakat. Penggunaan tarif progresif
didasarkan pada argument teori ability to pay (kemampuan untuk membayar).
B. Pengaruh Pajak Penghasilan dan Pendapatan Disposable
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah
pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa
konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi.
Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan
pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak
dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib
pajak, contohnya pajak pendapatan.
Disposible Income adalah Personal Income setelah dikurangi pajak
langsung (misalnya pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor dan
sebagainya). Disposible income merupakan pendapatan yang siap digunakan, baik
untuk keperluan konsumsi maupun ditabung.
Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption)
sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini (current disposable
income). Menurut Keynes ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung
tingkat pendapatan. Artinya tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi walaupun
tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi
otonomus (autonomous consumption). Jika pendapatan disposabel meningkat
maka konsumsi juga akan meningkat, hanya saja peningkatan konsumsi tersebut
tidak sebesar peningkatan pendapatan disposable.
Pada saat tingkat pendapatan disposable sama dengan nol, tingkat
konsumsi adalah 100. Hal ini berarti bahwa konsumsi minimal (autonomous
consumption) sama dengan 100. Ketika pendapatan disposabel meningkat
menjadi 500, 1000, 1500, 2000, dan seterusnya konsumsi juga meningkat menjadi
500, 900, 1300, 1700 dan seterusnya. Kenaikan konsumsi tersebut disebabkan
setiap 500 unit kenaikan pendapatan disposabel, sebanyak 400 digunakan untuk
tambahan konsumsi. Terlihat bahwa tambahan konsumsi tidak sebesar tambahan
pendapatan disposabel. Tingkat pendapatan 500 merupakan tingkat pendapatan
minimal agar rumah tangga mampu membiayai seluruh konsumsinya tanpa harus
mengorek tabungan.
Di dalam penghitungan pendapatan nasional didapati pula satu bentuk lain
dari pembayaran pindahan, dan lebih lazim disebut dengan istilah: subsidi atau
bantuan, yaitu bantuan Pemerintah kepada perusahaan-perusahaan yang penting
artinya dalam perekonomian, dan bantuan kepada para petani. Di banyak negara
maju para petani dibantu oleh Pemerintah dengan cara memberikan pembayaran
tambahan kepada mereka apabila harga penjualan produksi mereka di pasar
sangat rendah sekali. Subsidi atau bantuan adalah juga tergolong sebagai
pembayaran pindahan karena penerima subsidi tidak perlu membayar kembali
bantuan-bantuan Pemerintah yang diberikan kepada mereka. Akan tetapi berbeda
dengan pembayaran pindahan yang disebutkan terdahulu, subsidi adalah termasuk
ke dalam Pendapatan Nasional karena subsidi yang diterima oleh perusahaan-
perusahaan dan para petani dari Pemerintah adalah termasuk ke dalam pendapatan
nasional yang dihitung menurut harga faktor. Apabila sesuatu perusahaan
menerima subsidi. dari Pemerintah maka subsidi ini pada akhirnya akan diterima
oleh faktor-faktor produksi yang digunakan oleh perusahaan itu. Dengan
demikian pada akhirnya subsidi tersebut akan merupakan pendapatan pada faktor-
faktor produksi, maka subsidi harus merupakan bagian dari Pendapatan Nasional.
Pendapatan masyarakat lain yang tidak tergolong kepada Pendapatan
Nasional tetapi termasuk di dalam pendapatan pribadi adalah pendapatan yang
berupa bunga terhadap hutang negara dan bunga terhadap pinjaman untuk
konsumsi. Sebabnya kedu jenis bunga tersebut tidak termasuk sebagai Pendapatan
Nasional telah diterangkan dalam bagian yang lalu. Karena pendapatan pribadi
meliputi semua pendapatan masyarakat, tanpa menghiraukan apakah pendapatan
itu diperoleh dari menyediakan faktor-faktor produksi atau tidak, maka wajib
kedua jenis bunga di atas dimasukkan ke dalam pendapatan pribadi.
Penjelasan yang tersebut diatas adalah menerangkan tentang jenis
pendapatan yang tidak termasuk dalam Pendapatan Nasional tetapi merupakan
bagian dari pendapatan pribadi. Sekarang baiklah dilihat pula keadaan yang
sebaliknya, yaitu melihat pendapatan yang tergolong dalam Pendapatan Nasional
tetapi tidak termasuk sebagai pendapatan pribadi. Pendapatan yang dimaksud
adalah:
a. Laba ditahan
b. Pajak yang dikenakan Pemerintah terhadap keuntungan perusahaan
c. kontribusi yang dilakukan oleh perusahaan dan para pekerja kepada
Dana Pensiun.
Berdasarkan kepada uraian mengenai jenis-jenis pendapatan yang
termasuk di dalam pendapatan pribadi, ditunjukkan sifat hubungan di antara
Pendapatan Nasional dan pendapatan pribadi. jenis-jenis pendapatan yang
termasuk dalam Pendapatan Nasional dan termasuk pula dalam. Pendapatan
pribadi adalah: pendapatan perusahaan, bunga neto, pendapatan dari sewa, gaji
dan upah para pekerja, dan deviden. Di samping pendapatan-pendapatan ini,
pendapatan pribadi meliputi pula: pembayaran pindahan, kecuali subsidi kepada
perusahaan-perusahaan dan para petani, dan bunga terhadap pinjaman Pemerintah
dan pinjaman konsumen-konsumen. Subsidi tidak ditambahkan di dalam
menghitung pendapatan pribadi karena nilainya sudah termasuk di dalam
Pendapatan Nasional. Maka untuk menghindari penghitungan nilai subsidi
sebanyak dua kali ke dalam pendapatan pribadi, nilai pembayaran pindahan yang
harus ditambahkan kepada pendapatan lain untuk memperoleh pendapatan pribadi
tidak meliputi subsidi yang diberikan Pemerintah kepada perusahaan-perusahaan
dan para petani.
Pendapatan Disposabel. Apabila pendapatan pribadi dikurangi oleh pajak
yang harus dibayar maka nilai yang tersisa dinamakan pendapatan disposabel.
Dengan demikian pendapatan disposabel adalah pendapatan yang bisa dipakai
untuk konsumsi oleh para penerimanya, yaitu semua rumah tangga yang ada
dalam perekonomian, untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa. Tetapi
biasanya tidak semua pendapatan disposabel itu digunakan untuk tujuan
konsumsi, sebagian ditabung dan sebagian lainnya digunakan untuk membayar
bunga untuk pinjaman yang digunakan untuk membeli barang-barang secara
mencicil. Seperti telah diterangkan sebelum ini, pembayaran bunga oleh
konsumen-konsumen terhadap pinjaman-pinjaman untuk membeli barang-barang
secara mencicil tidak termasuk ke dalam Pendapatan Nasional karena pinjaman
yang dilakukan oleh konsumen-konsumen itu bukan digunakan untuk
menghasilkan pendapatan nasional.
Hubungan di antara pendapatan pribadi dan pendapatan disposabel dan
bagaimana pendapatan disposabel itu akan digunakan oleh rumah tangga-rumah
tangga. Pajak yang menimbulkan perbedaan di antara pendapatan pribadi dan
pendapatan disposabel dinamakan pajak perseorangan. Pajak ini meliputi pajak
terhadap gaji dan upah para pekerja, pajak terhadap pendapatan yang berupa
bunga dan dividen, pajak terhadap perusahaan perseorangan, dan pajak terhadap
pendapatan dari sewa. Selanjutnya macam konsumsi terhadap pendapatan
disposabel dianggap digunakan untuk dua tujuan: untuk konsumsi dan untuk
disimpan sebagai tabungan.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pajak penghasilan adalah pajak subjektif atau personal yang pengenaannya harus
memperhatikan dan pempertimbangkan keadaan pribadi subjek pajak.
2. Pengaruh pajak penghasilan dan pendapatan disposable yaitu apabila pendapatan
pribadi dikurangi oleh pajak yang harus dibayar maka nilai yang tersisa
dinamakan pendapatan disposabel. Biasanya pendapatan disposabel digunakan
untuk tujuan konsumsi, sebagian ditabung dan sebagian lainnya digunakan untuk
membayar bunga untuk pinjaman yang digunakan untuk membeli barang-barang
secara mencicil.
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo. Tri. 2000. Dampak Penerimaan Pajak Terhadap Pendapatan Nasional”, Jurnal Kipas. Vol. 2, No. 24, pp. 32 – 41.
Sri S, Valentina., dan Aji Suryo. 2003. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
http://tugasakhiramik.blogspot.com/2013/04/pengertian-pendapatan-pribadi.html