Download - Makalah Pemekaran Kampung
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang luas wilayahnya meliputi dari
Sabang sampai Merauke. Negara Indonesia merupakan negara yang bersendikan
demokrasi. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan ditegaskan dalam Pasal
1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan Negara Indonesia
adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, kemudian dipertegas dengan
Pasal 37 ayat (5) bahwa khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Mengenai pemerintahan daerah diatur dalam Pasal 18A disebutkan bahwa :
1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
provinsi, kabupaten dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur
dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Selanjutnya pada Pasal 18B UUD 1945 menentukan bahwa :
1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang
Era reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan kenegaraan di
Indonesia. Salah satunya adalah telah terjadinya pergeseran paradigma sistem
pemerintahan yang bercorak sentralistik di pemerintahan pusat ke arah sistem
pemerintahan yang desentralistik di pemerintah daerah. Sistem pemerintahan
seperti ini memberikan keleluasaan kepada daerah dalam wujud otonomi daerah
dalam arti kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Asas-asas yang pada
awalnya adalah asas sentralisasi dan konsentrasi, berkembang menjadi asas
desentralisasi dan dekonsentrasi dengan prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa
dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemeratan dan keadilan serta sesuai
dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, berkaitan
dengan perubahan kebijaksanaan desentralisasi di Indonesia. Undang-undang ini
membawa pergeseran paradigma terhadap penyelenggaraan pemerintahan mulai
dari pemerintahan pusat sampai pada pemerintah desa. Undang-undang ini telah
2
memberikan otonomi yang jauh lebih besar kepada daerah otonom yaitu
pemerintah daerah kabupaten dan kota. Otonomi daerah dianggap sebagai opsi
yang tepat untuk meningkatkan derajat keadilan sosial serta distribusi kewenangan
secara proporsional antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota dalam hal penentuan kebijakan politik, penguasaan asset ekonomi
dan politik serta pengaturan sumber daya lokal.
Terkait hal tersebut, diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 hasil
Amandemen Kedua menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang. Negara
pada hakikatnya sangat menghargai hak-hak asal-usul suatu daerah yang telah
otonomi sepenuhnya dalam mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri.
Dinamika perkembangan masyarakat di era reformasi muncul keinginan
masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk suatu daerah otonom baru,
baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota, desa atau kampung. Keinginan
seperti ini didasari oleh berbagai dinamika yang terjadi di daerah baik dinamika
politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Daerah otonom baru diharapkan mampu
memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan bantuan
pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik. Selain
itu diharapkan dapat melaksanakan fungsi-fungsi dasar pemerintah daerah yang
meliputi peningkatan perekonomian daerah, penyebarluasan pembangunan,
3
peningkatan stabilitas sosial dan keamanan masyarakat serta peningkatan
pemberdayaan masyarakat. Fungsi-fungsi ini diterapkan dalam berbagai bidang
layanan publik, dengan lima bidang layanan yang paling dasar adalah ekonomi,
kesehatan, pendidikan, sosial dan keamanan.
Pembentukan daerah otonom dalam rangka desentralisasi di Indonesia memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Daerah otonom tidak memiliki kedaulatan atau semi kedaulatan layaknya di
negara federal
2. Desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atau pengakuan atas
urusan pemerintahan
3. Penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan utamanya terkait dengan
pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat setempat (lokalitas)
sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Afan Gafar,
1999 : 37)
Keinginan untuk membentuk daerah otonom baru, baik yang berupa pemekaran
maupun peningkatan status tidak hanya dilakukan oleh daerah kabupaten kota
saja, tetapi hal ini juga terjadi pada pemerintahan desa atau kampung. Seperti
yang terjadi pada Kampung Kagungan Rahayu Kecamatan Menggala Kabupaten
Tulang Bawang, yang melakukan pemekaran atau pemisahan diri dari Kampung
Ujung Gunung Ilir Kabupaten Tulang Bawang.
Kampung Ujung Gunung Ilir merupakan salah satu kampung yang terdapat di
Kabupaten Tulang Bawang Lampung yang memiliki luas wilayah 2.940 Ha
dengan topografi wilayah yang keseluruhannya adalah dataran dengan tekstur
4
tanah yang cukup subur, sehingga sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani.
Luas wilayah Kampung Ujung Gunung Ilir tersebut membuat masyarakat yang
terletak di bagian Kampung Kagungan Rahayu untuk membentuk daerah otonomi
Kampung Baru dalam rangka mengatur dan mengurus wilayah dan rumah
tangganya sendiri berdasarkan kemampuan dan potensi untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
Seiring dengan perkembangan dinamika di berbagai daerah dan peraturan
pendukung yang ada, masyarakat yang berada di Kampung Kagungan Rahayu dan
beberapa kampung disekitarya mengajukan pemekaran untuk membentuk
kampung sendiri. Beberapa alasan yang mendasari pembentukan Kampung
Kagungan Rahayu adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kabupaten
Darah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II
Tanggamus. Pembentukan Kabupaten Tulang Bawang merupakan wujud
percepatan pertumbuhan demokrasi dan percepatan pelaksanaan otonomi
daerah.
2. Pemekaran Kampung Ujung Gunung Ilir menjadi tiga daerah kampung
lainnya dipandang dapat membawa berbagai keuntungan bagi masyarakat,
seperti fasilitas sosial, ekonomi dan finansial untuk kepentingan dan
kesejahteraan masyarakat pada masa depan
3. Tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang baik dengan tidak begitu
luasnya wilayah kampung tersebut, dengan demikian diharapkan dapat
5
meningkatkan dan mendekatkan pelayanan publik serta peningkatan keamanan,
ketertiban dan kesejahteraan masyarakat di Kampung Kagungan Rahayu.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulisan skripsi ini untuk mengkaji
secara hukum proses pemekaran kampung Kagungan Rahayu, penulisan dalam
bentuk skripsi ini dengan judul ”Pelaksanaan Pemekaran Kampung Kagungan
Rahayu Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang.”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apa dasar hukum dari pemekaran Kampung Kagungan Rahayu
b. Bagaimanakah pelaksanaan pemekaran Kampung Kagungan Rahayu
c. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat dari pelaksanaan
pemekaran Kampung Kagungan Rahayu
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah hukum administrasi
negara. Subjek penelitian ini adalah Kampung Kagungan Rahayu Kecamatan
Menggala Kabupaten Tulang Bawang. Wilayah penelitian adalah Kecamatan
Menggala Kabupaten Tulang Bawang Lampung dan waktu penelitian
dilaksanakan pada tahun 2010.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
6
1. Menjelaskan dasar hukum pemekaran Kampung Kagungan Rahayu
2. Menjelaskan tahapan pelaksanaan pemekaran Kampung Kagungan Rahayu
3. Menjelaskan tujuan dari pelaksanaan pemekaran Kampung Kagungan Rahayu
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan Ilmu Hukum Administrasi Negara khususnya kajian mengenai
pemekaran daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam konteks otonomi daerah.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
a. Pemerintah Daerah, sebagai referensi dan sumbangan pemikiran dalam
upaya dan pelaksanaan pemekaran atau pembentukan Daerah Otonomi
Baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Dunia pendidikan, sebagai sumbangan akademis bagi para peneliti lain
yang akan melaksanakan penelitian ilmiah dengan kajian mengenai
otonomi daerah, khususnya pemekaran wilayah pemerintahan daerah.
c. Masyarakat, sebagai bahan informasi dalam menuntut hak-haknya di
wilayah Daerah Otonomi Baru khususnya yang berkaitan dengan
pelaksanaan pelayanan publik, peningkatan keamanan, ketertiban dan
kesejahteraan masyarakat.
7
E. Kerangka Teori
Beberapa kerangka teori yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Teori Otonomi Daerah
Hakekat otonomi daerah adalah mengembangkan manusia-manusia Indonesia
yang otonom, yang memberikan keleluasaan bagi terkuaknya potensi-potensi
terbaik yang dimiliki oleh setiap individu secara optimal. Individu-individu yang
otonom menjadi modal dasar bagi perwujudan otonomi daerah yang hakiki. Oleh
karena itu, penguatan otonomi daerah harus membuka kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya bagi setiap pelaku dalam rambu-rambu yang disepakati bersama
sebagai jaminan terselenggaranya keteraturan sosial (Sarundajang, 2000).
Otonomi atau desentralisasi perlu dilakukan karena tidak ada suatu pemerintahan
dari suatu negara yang luas mampu secara efektif membuat kebijakan publik di
segala bidang ataupun mampu melaksanakan kebijakan tersebut secara efisien di
seluruh wilayah tersebut. Dengan adanya desentralisasi diharapkan beban
pemerintah pusat dapat berkurang. Desentralisasi juga diharapkan akan
mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Desentralisasi dapat juga
dimanfaatkan sebagai salah satu cara memobilisasi dukungan terhadap
pembangunan nasional dengan membuatnya lebih populer di tingkat daerah serta
untuk memperoleh partisipasi yang lebih besar dari golongan-golongan
masyarakat yang berbeda. Masyarakat daerah akan memiliki kesempatan yang
lebih besar untuk mempengaruhi kebijakan lokal. (Sarundajang, 2000)
8
2. Teori Desentralisasi
Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin “de” berarti lepas
dan “centrum” artinya pusat. Desentralisasi merupakan lawan kata dari
sentralisasi sebab kata ”de” maksunya untuk menolak kata sebelumnya.
Berdasarkan asal perkataannya, desentralisasi ialah melepaskan dari pusat.
(Koesoemahatmadja, 1979).
Hakekat desentralisasi adalah otonomisasi suatu masyarakat yang berbeda dalam
teritorial tertentu. Suatu masyarakat yang semula tidak berstatus otonomi melalui
desentralisasi menjadi berstatus otonomi dengan menjelmakannya sebagai daerah
otonom. Sebagai pancaran paham kedaulatan rakyat, tentu otonomi diberikan oleh
pemerintah kepada masyarakat dan sama sekali bukan kepada daerah ataupun
Pemerintah Daerah. Ketegasan pernyataan otonomi milik masyarakat dan
masyarakat sebagai subjek dan bukan objek. Pengejawantahan desentralisasi
adalah otonomi daerah dan daerah otonom, baik dalam definisi daerah otonom
maupun otonomi daerah mengandung elemen wewenang mengatur dan mengurus
sebagai substansi otonomi daerah yang diselenggarakan secara konseptual oleh
Pemerintah Daerah (Djoko Prakoso, 2001).
Konsep desentralisasi adalah membagi dan mendistribusikan, misalnya
administrasi pemerintahan, mengeluarkan dari pusat atau tempat konsentrasi.
Desentralisasi juga merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kapasitas
lokal. Kekuasaan dan pengaruh cenderung bertumpu pada sumber daya. Jika suatu
badan lokal diserahi tanggung jawab dan sumber daya, kemampuannya untuk
mengembangkan otoritasnya akan meningkat. Jika pemerintah lokal semata-mata
9
ditugaskan untuk mengikuti kebijakan nasional, para pemuka dan warga
masyarakat akan mempunyai investasi kecil saja di dalamnya.
Asas desentralisasi adalah asas yang bermaksud memberikan kewenangan dari
pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan
tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri, yang biasanya disebut swatantra
atau otonomi. Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidan
pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi. Dalam sistem sentralisasi,
kewenangan pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan
pemerintah pusat. Pejabat-pejabat di daerah hanya melaksanakan kehendak
pemerintah pusat. Dalam sistem desentralisasi, sebagian kewenangan pemerintah
pusat dilimpahkan pada pihak lain untuk dilaksanakan. Pelimpahan kewenangan
pemerintah pada pihak lain untuk dilaksanakan disebut desentralisasi (Pipin
Syarifin dan Dedah Jubaedah, 2005).
F. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual sebagai pemaksaan atau pengertian yang berhubungan erat
dengan penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman
terhadap beberapa batasan istilah yang dipakai sebagai berikut:
1. Pelaksanaan
Adalah perihal atau perbuatan atau melaksanakan dari suatu hal misalnya
melaksanakan suatu rancangan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:553)
10
2. Pemekaran Daerah
Adalah perwujudan dari pengembangan otonomi daerah dalam rangka
pemerataan pembangunan, menjamin keserasian dan koordinasi antara
berbagai kegiatan pembangunan yang ada di tiap-tiap daerah dan memberikan
pengarahan kegiatan pembangunan. Tujuan pembentukan pemekaran,
penghapusan dan penggabungan daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan
pada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan
pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban serta
peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. (Riyas Rasid,
1998:30)
3. Kampung
Adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
berdasarkan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Rapublik Indonesia (Pasal
7 ayat (1) Perda No. 03 Tahun 2009 tentang Pembentukan 39 (tiga puluh
sembilan) Kampung dalam wilayah Kabupaten Tulang Bawang).
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini ditulis dalam sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang,
masalah dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan,
kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian serta
sistematika penulisan
11
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan bab tinjauan pustaka yang menguraikan mengenai
tinjauan umum tentang pelaksanaan pemekaran kampung pada
Kampung Kagungan Rahayu Kecamatan Menggala Kabupaten
Tulang Bawang
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini memuat tentang metode penelitian yang akan digunakan
dalam penulisan skripsi, yaitu menjelaskan langkah-langkah atau
cara-cara yang dipakai dalam penelitian yang memuat tentang
pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi
dan sampel, metode pengumpulan data, dan cara pengolahan data
serta analisa data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian yang diolah baik berupa data
primer yang diperoleh melalui wawancara dengan narasumber
maupun data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi
dan kepustakaan. Data dibahas dan dianalisis sesuai dengan teori
serta pengertian dan pemahaman yang terdapat dalam bab
sebelumnya.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pelaksanaan
Adalah perihal atau perbuatan atau melaksanakan dari suatu hal misalnya
melaksanakan suatu rancangan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:553)
B. Pengertian Pemekaran Daerah
Adalah perwujudan dari pengembangan otonomi daerah dalam rangka pemerataan
pembangunan, menjamin keserasian dan koordinasi antara berbagai kegiatan
pembangunan yang ada di tiap-tiap daerah dan memberikan pengarahan kegiatan
pembangunan. Tujuan pemekaran daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan
pada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan
pengelolaan potensi daerah, serta peningkatan hubungan yang serasi antara pusat
dan daerah. (Riyas Rasid, 1998:30)
C. Pengertian Kampung
Adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
berdasarkan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Rapublik Indonesia (Pasal 7
ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2009 tentang Pembentukan 39 (tiga
puluh sembilan) Kampung dalam wilayah Kabupaten Tulang Bawang).
13
D. Syarat-Syarat Pemekaran Kampung
Di Kabupaten Tulang Bawang pengaturan mengenai pembentukan Kampung
Kagungan Rahayu mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28
Tahun 2006. Kampung menurut ketentuan Pasal 1 huruf (g) Peraturan Daerah
Kabupaten Tulang Bawang Nomor 08 Tahun 2007 adalah : Kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.
Pembentukan kampung menurut Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang
Bawang Nomor 08 Tahun 2007, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Jumlah penduduk, yaitu paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK
b. Luas wilayah paling sedikit 500 Ha dapat dijangkau dalam meningkatkan
pelayanan dan pembinaan masyarakat;
c. Wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antara dusun;
d. Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan
kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;
e. Potensi kampung yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia;
f. Batas kampung yang dinyatakan dalam bentuk peta kampung;
g. Sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan
kampung dan perhubungan.
E. Manfaat Pemekaran Kampung
Manfaat pemekaran Kampung Kagungan Rahayu antara lain:
14
a. Mempermudah rentang kendali pemerintahan khususnya pemerintah kampung
yang baru dibentuk tersebut, sehingga proses pelayanan umum pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan lebih berjalan secara efektif.
b. Memberikan kemudahan bagi masyarakat di kampung yang baru dibentuk
untuk mendapatkan pelayanan di bidang administrasi pemerintahan,
pembangunan, dan sosial kemasyarakatan sesuai dengan kepentingannya.
c. Memberikan kesempatan yang luas kepada perangkat pemerintahan kampung
yang baru dibentuk untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan
mengurus administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan
sesuai dengan kepentingan, kebutuhan, dan potensi wilayah yang ada.
d. Meningkatkan kondisi tatanan hidup dan peri kehidupan yang lebih agar
terwujudnya kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan pada masyarakat di
wilayah kampung.
e. Membuka peluang dan kesempatan yang lebih luas kepada kampung dan
masyarakat kampung yang baru terbentuk untuk memperoleh pelayanan
umum yang lebih baik, khususnya dibidang pemerataan pembangunan
maupun sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Kabupaten Tulang Bawang.
F. Dasar Hukum Pemekaran Kampung
a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
c. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
15
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan
Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawnag dan Kabupaten Daerah Tingkat
II Tanggamus
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2006 tentang
Pembentukan Penghapusan dan Penggabungan Desa, dan Perubahan Desa
menjadi Kelurahan
g. Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Penggabungan dan Penghapusan Kampung
G. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 ayat (5) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).
Konsep otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah adalah demokratis, pemberdayaan dan pelayanan
masyarakat dan dalam rangka itu, kepala daerah otonom diserahkan sejumlah
kewenangan untuk mengatur daerahnya. Kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, kepentingan masyarakat
setempat menuntut prakarsa sendiri, kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
16
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 huruf h Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).
Pemberlakuan otonomi daerah sebenarnya merupakan suatu pilihan politis sebagai
dampak penerapan bentuk negara kesatuan dengan ciri terpusatnya kekuasaan.
Ketika kondisi telah matang, tercipta momentum yang menggerakkan arus balik
pusat ke daerah. Penerapan otonomi daerah juga dimaksud sebagai upaya
mewujudkan terciptanya pusat-pusat kota baru yang bersifat metropolitan,
kosmopolitan, sebagai sentra-sentra perdagangan, bisnis dan industri selain
Jakarta. Hal ini sebagai pencerminan bahwa otonomi daerah mampu membuka
semangat untuk berkompetisi sekaligus bekerjasama, bukan sebaliknya. Inti
pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya kekuasaan pemerintah daerah
untuk menyelenggarakan pemerintah sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas, peran
serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya.
Otonomi mengandung konsep kebebasan untuk berprakarsa dalam mengambil
keputusan atas dasar aspirasi masyarakat yang memiliki status demikian tanpa
kontrol langsung oleh pemerintah pusat. Pemerintah Daerah (local government)
dan otonomi daerah (local autonomy) tidak dicerna sebagai daerah atau
pemerintah daerah tetapi merupakan masyarakat setempat. Urusan dan
kepentingan yang menjadi perhatian keduanya bersifat lokalita karena basis
politiknya adalah lokalitas tersebut bukan bangsa. (Hoessin, 2000:16).
17
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris, yaitu :
melakukan penelitian terhadap permasalahan dengan cara melihat fakta-fakta
yang ada di lapangan guna memperoleh gambaran bagaimana aplikasi normatif
secara riil yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
B. Sumber dan Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari penelitian lapangan dan
penelitian kepustakaan yang terbagi dalam data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian
melalui wawancara secara langsung dan terbuka terhadap informan yang
berkompeten sesuai dengan keperluan data.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan jalan
menelusuri literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian terdiri dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat berupa:
1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah
18
4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kabupaten
Daerah Tingkat II Tulang Bawnag dan Kabupaten Daerah Tingkat II
Tanggamus
5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa
6) Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 31 Tahun 2006 tentang
Pembentukan Penghapusan dan Penggabungan Desa, dan Perubahan Desa
menjadi Kelurahan
7) Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Penggabungan dan Penghapusan Kampung
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang berdasarkan studi
kepustakaan yang berupa literatur-literatur, karya ilmiah, jurnal dan buletin
ilmiah.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, berupa surat kabar,
kamus dan internet.
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode:
a. Studi Pustaka (library research)
Studi pustaka adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian
kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur
serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-
19
undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan. Metode ini digunakan untuk
mengumpulkan data sekunder, baik berupa bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
b. Studi Lapangan (field research)
Studi lapangan dilakukan dengan melakukan wawancara (interview) terhadap
responden, sebagai usaha mengumpulkan data primer dengan cara
mengajukan tanya jawab secara langsung terkait permasalahan yang diteliti
dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya.
2. Prosedur Pengolahan Data
Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data
sehingga data yang diperoleh dapat mempermudah permasalahan yang diteliti.
Adapun pengolahan data yang dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut :
b. Seleksi data
Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data
selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
c. Klasifikasi data
Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam
rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk
kepentingan penelitian.
d. Penyusunan data
Dilakukan dengan menempatkan data yang telah diklasifikasikan sesuai
dengan bidang permasalahannya masing-masing secara sistematis.
20
D. Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif, analisis kualitatif dilakukan
untuk menggambarkan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan penelitian
yang berbentuk penjelasan-penjelasan. Berdasarkan analisis tersebut dapat ditarik
suatu kesimpulan secara induktif, yaitu suatu cara berfikir dalam mengambil suatu
kesimpulan terhadap permasalahan yang dibahas secara umum atau dari hal-hal
yang bersifat umum yang didasarkan pada fakta-fakta dan gejala yang bersifat
khusus.
21
IV. HASIL PENELITIAN
Kabupaten Tulang Bawang adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Lampung
Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang
Pembentukan Kabupaten Tulang Bawang di Provinsi Lampung yang diundangkan
pada tanggal 3 Januari 1997 dan diresmikan menjadi Kabupaten pada tanggal 21
Maret 1997.
Secara geografis wilayah Kabupaten Tulang Bawang terletak pada posisi 104o18’
-105o12’ Bujur Timur dan antara 5o56’ Lintang Selatan.
Kecamatan Menggala adalah salah satu dari wilayah/distrik yang ada di
Kabupaten Tulang Bawang. Saat ini, Kecamatan Menggala terdiri dari 4
Kelurahan dan 6 Kampung. Dari jumlah 6 Kampung yang ada, 3 Kampung yaitu
Kampung Ujung Gunung Ilir, Kampung Kagungan Rahayu dan Kampung Tiuh
Toho adalah hasil pemekaran dari 1 Kampung yaitu Kampung Ujung Gunung Ilir
(induk). Berikut pembahasan, pelaksanaan pemekaran, serta faktor-faktor
pendukung dan penghambat selama pemekaran Kampung Kagungan Rahayu
dilaksanakan.
A. Pemekaran Kampung sebagai Kebijakan Pemerintahan
Kebijakan pemerintah sebagai suatu keputusan yang dipilih dan diambil oleh
pembuat/perumus kebijakan pada intinya merupakan manifestasi dan
implementasi dari kehendak birokrat yang diharapkan dapat diterima oleh publik.
22
Kebijakan pemerintah umum mencakup berbagai bidang, baik yang berkenaan
dengan aspek pemerintahan, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, serta
pembangunan dan lain-lain. Implementasi dari berbagai kebijakan tersebut
diharapkan dapat menciptakan/menumbuhkan kondisi dan tatanan yang lebih baik
dalam kehidupan negara dan kemasyarakatan. Bagi suatu negara dan pemerintah
kebijakan merupakan suatu tindakan penting, tanpa adanya kebijakan berarti
menunjukkan lemahnya pola pemikiran dan inovasi pemerintah dalam
menjalankan konsep-konsep pemerintahan dan pembangunan serta
kemasyarakatan sebagaimana tugas, fungsi dan kewenangannya sebagai pimpinan
suatu negara atau badan/lembaga negara.
Di bidang pemerintahan, selain satu bentuk kebijakan pemerintah untuk lebih
mengefektifkan pelayanan masyarakat serta guna mempermudah rentang kendali
pemerintahan adalah kebijakan pemekaran wilayah. Khususnya wilayah kampung
yang ada di Kabupaten Tulang Bawang.
Kabupaten Tulang Bawang yang relatif masih muda yaitu didirikan pada tanggal
21 Maret 1997 tentu saja membutuhkan pembenahan disegala bidang guna
sempurnanya jalannya pemerintahan di Kabupaten Tulang Bawang. Salah satu
bentuk pembenahan tersebut adalah dengan melakukan pemekaran wilayah
khususnya di tingkat Kampung. Keberadaan Kampung yang otonom sangat
berperan bagi pemerintah kabupaten Tulang Bawang dalam memperoleh
informasi dan data bagi penyelenggara pemerintahan dan pembangunan.
Kampung Ujung Gunung Ilir Kecamatan Menggala adalah kampung yang
wilayah administratifnya paling luas dibandingkan dengan kampung lain yang ada
23
di wilayah Kecamatan Menggala. Hal ini berdampak bagi efektifitas pelayanan
dan rentang kendali antara masyarakat dan aparat kampung dalam rangka
menyelenggarakan pemerintahan. Untuk itu, melalui berbagai pandangan dan
kajian menyeluruh, perlu kiranya melakukan pemekaran wilayah dengan membagi
Kampung Ujung Gunung Ilir sebagai induk menjadi 3 wilayah Kampung, yaitu
Kampung Ujung Gunung Ilir, Kampung Kagungan Rahayu serta Kampung Tiuh
Toho sebagai kampung hasil pemekaran wilayah.
Sasaran pokok dari pemekaran kampung khususnya di Kabupaten Tulang Bawang
adalah didasarkan atas beberapa aspek, yaitu :
1. Sasaran kelembagaan, yaitu memberdayakan kampung sebagai sumber
seluruh data dan informasi bagi kegiatan penyelenggaran pemerintahan dan
pembangunan di Kabupaten Tulang Bawang. Kampung sebagai wilayah
pelayanan masyarakat perlu dibina dan ditingkatkan sehingga jiwa kegotong-
royongan masyarakat kampung dibidang pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan dapat lebih ditingkatkan.
2. Sasaran Fisik, yaitu:
a. Mengadakan stabilitas dan peningkatan upaya pembangunan kepada
seluruh masyarakat guna meningkatkan pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya terhadap masyarakat di Kabupaten Tulang Bawang.
b. Meningkatkan upaya pemberdayaan sumber daya manusia maupun
sumber daya alam serta potensi agar secara optimal mendukung proses
pembangunan di kabupaten Tulang Bawang.
c. Membina dan membangun perikehidupan masyarakat yang baru dibentuk
agar dapat lebih maju dan meningkatkan bidang politik, ekonomi, hukum,
24
sosial, budaya, dan keagamaan dalam konteks pembangunan daerah
Kabupaten Tulang Bawang yang adil, merata dan berkesinambungan.
Melihat uraian-uraian mengenai tujuan pokok, arah dan sasaran dari implementasi
pemekaran kampung di atas, dapat penulis jelaskan bahwa secara konsep
pemekaran kampung di Kabupaten Tulang Bawang merupakan suatu tindakan
yang tepat bagi penyelenggaraan administrasi pemerintahan, pembangunan, dan
pelayanan publik di Kabupaten Tulang Bawang. Pada sisi lain pemekaran
kampung akan mendorong lebih meningkatnya pertumbuhan pereknonomian dan
pembangunan di Kabupaten Tulang Bawang.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa pemekaran kampung yang
dilakukan oleh Kabupaten Tulang Bawang merupakan tuntutan yang mutlak
dalam konteks otonomi daerah. Pemekaran kampung merupakan salah satu upaya
pemerintah Kabupaten Tulang Bawang dalam rangka lebih mengefektifkan
rentang kendali pemerintahan dan pembangunan, disamping sebagai upaya lebih
meningkatkan kemajuan dan kemandirian pada struktur pemerintahan dan
kemasyarakatan dari suatu kampung yang baru dibentuk.
B. Pengaturan Pembentukan Kampung Kagungan Rahayu sebagai Pemekaran Kampung Ujung Gunung Ilir Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang
Pelaksanaan pembentukan kampung lebih dahulu harus memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan melalui kampung peraturan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan yang menjadi landasan hukum pelaksanaan pembentukan
kampung antara lain adalah Pasal 200 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
25
2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2004, Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 28 Tahun 2006, dan Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang
Nomor 08 Tahun 2007.
Berdasarkan ketentuan dari isi Pasal 200 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004, yaitu pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa
dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat. Untuk menindak-
lanjuti ketentuan di atas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2005.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, antara lain mengatur tentang syarat
pembentukan desa yang terdiri dari :
1. Jumlah penduduk;
2. Luas wilayah;
3. Bagian wilayah kerja;
4. Perangkat; dan
5. Sarana dan prasarana pemerintahan
Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa
yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih,
atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Pemekaran dari satu desa
menjadi dua desa atau lebih dapat dilakukan setelah mendapai paling sedikit
(lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa.
Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, dinyatakan
bahwa pembentukan desa dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik
guna mempercepat terwujudnya kesejahteran masyarakat. Pembentukan desa baru
26
wajib memperhatikan jumlah penduduk seperti untuk wilayah Jawa dan Bali
paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK, wilayah Sumatera dan Sulawesi paling
sedikit 1000 jiwa atau 200 KK, wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua
paling sedikit 750 atau 75 KK.
Secara teknis untuk membentuk desa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006. Menurut Pasal 1 ayat (7) Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006, pembentukan desa adalah penggabungan
beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa
menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.
Tujuan pembentukan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 adalah bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat.
Syarat jumlah penduduk dalam pembentukan desa menurut ketentuan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006, adalah : Jumlah penduduk untuk
wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK, wilayah Sumatera
dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK, wilayah Kalimantan, NTB,
NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750 atau 75 KK.
Sedangkan tata cara pembentukan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006, adalah : Desa dibentuk
atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa, adat istiadat dan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa sebagaimana
27
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mencapai usia penyelenggaraan
pemerintahan desa paling sedikit 5 (lima) tahun.
Di Kabupaten Tulang Bawang pengaturan mengenai pembentukan Kampung
Kagungan Rahayu mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28
Tahun 2006. Kampung menurut ketentuan Pasal 1 huruf (g) Peraturan Daerah
Kabupaten Tulang Bawang Nomor 08 Tahun 2007 adalah : Kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.
Pembentukan kampung menurut Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang
Bawang Nomor 08 Tahun 2007, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Jumlah penduduk, yaitu paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK
b. Luas wilayah paling sedikit 500 Ha dapat dijangkau dalam
meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat;
c. Wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi
antara dusun;
d. Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat
beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;
e. Potensi kampung yang meliputi sumber daya alam dan sumber
daya manusia;
f. Batas kampung yang dinyatakan dalam bentuk peta kampung;
g. Sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur
pemerintahan kampung dan perhubungan
28
Untuk mengkaji dan menentukan sebuah wilayah dinyatakan layak atau tidak
untuk menjalani proses pemekaran, perlu dibentuk sebuah kesatuan kepanitiaan
independen yang mengurus urusan administrasi pemekaran wilayah tersebut.
Dalam hal upaya pemekaran Kampung Ujung Gunung Ilir (induk) menjadi
Kampung Kagungan Rahayu dan Kampung Tiuh Toho, dibentuklah Panitia
Pemekaran Kampung Kabupaten Tulang Bawang yang mengurusi proses
pelaksanaan pemekaran Kampung Ujung Gunung Ilir (induk) menjadi Kampung
Ujung Gunung Ilir, Kampung Kagungan Rahayu, dan Kampung Tiuh Toho.
Adapun tugas dan wewenang Panitia Pemekaran Kampung akan habis pada saat
terpilihnya kepala kampung sebagai pemimpin roda pemerintahan wilayah
kampung masing-masing.
Mengenai tata cara pembentukan Kampung Kagungan Rahayu sebagai Kampung
hasil pemekaran wilayah Kampung Ujung Gunung Ilir (induk) menurut Pasal 4
dan Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 08 Tahun 2007,
adalah:
a. Kampung dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul
desa, adat istiadat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
b. Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
setelah mencapai usia penyelenggaraan pemerintahan desa paling sedikit 5
(lima) tahun.
c. Pembentukan kampung dapat berupa pemekaran 1 (satu) kampung menjadi 2
(dua) kampung atau lebih dan atau penggabungan beberapa kampung yang
wilayahnya bersandingan
29
Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 08 Tahun 2007, tata
cara pembentukan Kampung adalah sebagai berikut:
a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk kampung;
b. Masyarakat mengajukan usul pembentukan kampung kepada BPK dan Kepala
Kampung;
c. BPK mengadakan rapat bersama Kepala Kampung untuk membahas usul
masyarakat tentang pembentukan kampung dan kesepakatan rapat dituangkan
dalam Berita Acara Hasil Rapat BPK tentang Pembentukan Kampung;
d. Kepala Kampung menetapkan panitia pemekaran kampung guna
mempersiapkan kelengkapan persyaratan pembentukan kampung;
e. Kepala Kampung mengajukan usul pembentukan kampung kepada Bupati
melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPK dan rencana wilayah
administrasi kampung yang akan dibentuk;
f. Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Kampung, Bupati
menugaskan Tim Kabupaten berasama Tim Kecamatan untuk melakukan
observasi ke Kampung yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan
rekomendasi kepada Bupati;
g. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk kampung baru,
Bupati menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan
Kampung.
h. Penyiapan rancanan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Kampung
sebagaimana dimaksud pada huruf g, harus melibatkan pemerintah kampung,
BHP, dan unsur masyarakat kampung, agar dapat ditetapkan secara tepat
batas-batas wilayah kampung yang akan dibentuk;
30
i. Bupati mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan
kampung dari hasil pembahasan pemerintah kampung, BPK dan unsur
masyarakat kampung kepada DPRD dalam forum rapat paripurna APBD;
j. DPRD bersama Bupati melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan
Daerah tentang Pembentukan Kampung
k. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan kampung yang telah
disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD
kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah;
l. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Kampung
sebagaimana dimaksud pada huruf k, disampaikan oleh pimpinan DPRD
paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama;
m. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Kampung sebagaimana
dimaksud pada huruf l. ditetapkan oleh Bupati paling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan
n. Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan
Kampung yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada hruf
m, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut di dalam
Lembaran Daerah.
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 08 Tahun 2007
Pasal 1 Huruf (j) Pembentukan Kampung adalah tindakan mengadakan kampung
baru dapat berupa penggabungan beberapa kampung, atau bagian kampung yang
bersandingan, atau pemekaran dari satu kampung menjadi dua kampung atau
lebih, atau pembentukan kampung diluar kampung yang telah ada. Dalam hal ini,
31
Kampung Kagungan Rahayu termasuk dalam pembentukan kampung sebagai
hasil dari pemekaran kampung yang telah ada (Kampung Ujung Gunung Ilir).
C. Kajian Pembentukan Kampung Kagungan Rahayu sebagai Pemekaran Kampung Ujung Gunung Ilir Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2005, Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006, dan Peraturan Daerah Kabupaten Tulang
Bawang Nomor 08 Tahun 2007 tentang pembentukan kampung sebagai hasil dari
pemekaran wilayah, perlu dikaji hal-hal yang menjadi tolak ukur pembentukan
Kampung Kagungan Rahayu sebagai pemekaran Kampung Ujung Gunung ilir
Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang.
1. Jumlah Penduduk
Penduduk atau masyarakat merupakan sejumlah atau sekumpulan manusia yang
terikat oleh suatu situasi, kondisi, sosial budaya dan bertempat tinggal dalam
suatu wilayah tertentu.
Jumlah penduduk Kampung Kagungan Rahayu berdasarkan sensus penduduk dan
data Badan Pusat Statistik pada tahun 2006 berjumlah 1.507 jiwa dan 306 KK,
terdiri dari laki-laki berjumlah 739 jiwa dan perempuan berjumlah 768 jiwa.
Selanjutnya berdasarkan arsip data jumlah penduduk Tulang Bawang tahun 2010
diketahui bahwa penduduk Kampung Kagungan Rahayu 3.158 jiwa dengan
perincian 1.479 jiwa laki-laki dan 1.600 jiwa perempuan. Sehingga disini dapat
terlihat adanya penambahan jumlah penduduk dan jumlah KK pada saat
32
pembentukan Kampung Kagungan Rahayu sebesar 550 jiwa terdiri dari 256 jiwa
laki-laki dan 294 jiwa perempuan, dan penambahan jumlah KK sebesar 105 KK.
Tabel 1. Data Penduduk Kampung Kagungan Rahayu Berdasarkan Usia
No. Usia (Tahun) Jumlah Prosentase
1.
2.
3.
4.
5.
0-12 bulan
1-15
16-30
31-45
46-60
403
729
724
819
483
12,77
23,09
22,92
25,93
15,29
Jumlah 3.158 100,00
Sumber : Data Kampung Kagungan Rahayu tahun 2010
Dibawah ini adalah komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan yaitu 29.85%
belum bekerja, 15,66% sebagai buruh tani, 40,00% sebagai petani, 7,05% buruh
swasta, 1,07% sebagai PNS, 1,71% sebagai pengrajin, 2,53 % berprofesi sebagai
pedagang, 1,14% sebagai peternak, dan sisanya sebanyak 0,99% bekerja sebagai
montir.
Tabel 2. Data Penduduk Kampung Kagungan Rahayu Berdasarkan Pekerjaan
No. Pekerjaan Jumlah Prosentase
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Belum Bekerja
Buruh Tani
Petani
Buruh Swasta
PNS
Pengrajin
Pedagang
943
495
1.263
223
34
54
80
29,85
15,66
40,00
7,05
1,07
1,71
2,53
33
8. Peternak
Montir
36
31
1,14
0,99
Jumlah 3.158 100,00
Sumber : Data Kampung Kagungan Rahayu tahun 2010
Tabel 3. Data Penduduk Kampung Kagungan Rahayu Berdasarkan Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah Prosentase
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Belum Sekolah
Tidak tamat SD
SD
SLTP
SLTA
Akademi/Diploma
Strata 1
739
218
891
855
412
31
12
23,39
6,89
28,22
27,07
13,04
0,99
0,39
Jumlah 3.158 100,00
Sumber : Data Kampung Kagungan Rahayu tahun 2010
Dengan keberadaan 3 (tiga) buah SD, maka komposisi pendidikan penduduk
Kampung Kagungan Rahayu adalah tamat SD sebanyak 28,22%, SLTP 27,07%,
SLTA sebanyak 13,04%, sisanya masing-masing 0,99% dan ,039% adalah
Akademi/Diploma dan Strata 1.
Adapun tingginya penduduk yang tidak tamat SD atau dimungkinkan karena
sebagian besar penduduk adalah bekerja sebagai petani dan buruh/swasta yang
tergolong sebagai penduduk ekonomi lemah sehingga tidak mampu untuk
membiayai pendidikan dan memilih untuk membantu orang tua bertani.
Berdasarkan klasifikasi sumber daya manusia di Kampung Kagungan Rahayu ini,
para pemikir yang diharapkan dapat dijadikan modal kampung adalah mereka
yang berpendidikan SLTA sampai dengan Strata 1 dengan jumlah 455 orang atau
14,42%.
34
Berdasarkan data tersebut di atas, khususnya mengenai jumlah penduduk dalam
pembentukan Kampung Kagungan Rahayu sebagai pemekaran wilayah Kampung
Ujung Gunung Ilir (induk) di Kabupaten Tulang Bawang belum memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan sebagaimana yang terdapat dalam ketentuan
Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 08 Tahun 2007. Syarat
jumlah penduduk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang
Nomor 08 Tahun 2007 berjumlah paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK. Namun
masalah ini tertutupi oleh fakta luasnya rentang kendali yang harus ditempuh
masyarakat dalam bidang pemerintahan mengingat kondisi geografis Kampung
Ujung Gunung Ilir yang merupakan wilayah terluas yang ada di Kecamatan
Menggala. Atas dasar pemikiran itulah, pelaksanaan pemekaran wilayah
Kampung Kagungan Rahayu diimplementasikan dengan tujuan meningkatkan
mutu pembangunan di wilayah Kampung Kagungan Rahayu sekaligus
meningkatkan daya saing di berbagai bidang yang dampaknya akan sangat baik
bagi pertumbuhan perekonomian wilayah masing-masing.
2. Luas Wilayah
Luas wilayah yang dimiliki oleh Kampung Kagungan Rahyu adalah 980 ha
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Menggala Selatan
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Ujung Gunung Ilir
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Bujung Tenuk
d. Sebelah Barat berbatasan dengan PT. HIM
35
Persyaratan mengenai luas wilayah pada saat pembentukan Kampung Kagungan
Rahayu sudah memenuhi persyaratan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Hal ini dapat dilihat dari batas luas wilayah yang ditentukan
berdasarkan Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 08
Tahun 2007 adalah minimal 500 ha, sedangkan luas wilayah Kampung Kagungan
Rahayu adalah 980 ha.
3. Sosial Budaya
Di Kampung Kagungan Rahayu, terdapat organisasi/lembaga kemasyarakatan
berupa 1 (satu) organisasi perempuan beranggotakan 10 orang, 1 (satu) organisasi
pemuda beranggotakan 15 orang, 2 (dua) organisasi profesi/ petani beranggotakan
30 orang, dan 1 (satu) kelompok gotong royong beranggotakan 20 orang. Dengan
total anggota 75 orang atau setara dengan 9,25% dari jumlah penduduk, fenomena
ini menunjukkan kesadaran yang tinggi dari masyarakat akan pentingnya arti
sebuah kelompok sehingga diharapkan aspirasi masyarakat dapat disalurkan
secara berimbang dan proporsional.
Tabel 4. Data Jumlah Lembaga Kemasyarakatan Kampung Kagungan Rahayu
No.Jenis Lembaga
KemasyarakatanJumlah
(Organisasi)Jumlah Anggota
(orang)
Prosentase Dari Jumlah
Penduduk Desa (%)
1.
2.
3.
Organisasi Perempuan
Organisasi Pemuda
Organisasi Profesi (Petani)
1
1
2
10
15
30
1,07
1,78
4,27
36
4. Kelompok Gotong Royong
1 20 2,41
Jumlah 4 75 9,25
Sumber : Data Kampung Kagungan Rahayu tahun 2010
Pada Kampung Kagungan Rahayu, terdapat organisasi/lembaga kemasyarakatan
seperti terlihat pada tabel 4 di atas dimana 4 (empat) organisasi/lembaga
kemasyarakatan berupa 1 (satu) organisasi perempuan beranggotakan 10 orang, 1
(satu) organisasi pemuda beranggotakan 15 orang, 2 (dua) organisasi profesi/
petani beranggotakan 30 orang, dan 1 (satu) kelompok gotong royong
beranggotakan 20 orang. Adanya organisasi/lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang ada pada pemerintah ini menunjukkan bahwa tingkat sosial budaya pada
Kampung Kagungan Rahayu Kabupaten Tulang bawang sudah tinggi. Dengan
total anggota 75 orang atau setara dengan 9,25% dari jumlah penduduk, fenomena
ini menunjukkan kesadaran yang tinggi dari masyarakat akan pentingnya arti
sebuah kelompok sehingga diharapkan aspirasi masyarakat dapat disalurkan
secara berimbang dan profesional.
4. Potensi Desa
Diketahui bahwa potensi hasil produksi tanaman pada Kampung Kagungan
Rahayu Kabupaten Tulang Bawang terdiri dari kelapa, pisang, palawija, cengkeh,
jagung, sedangkan untuk produksi peternakan terdiri dari kambing dan ayam, dan
untuk perikanan berupa produksi ikan air tawar.
Potensi hasil Sumber Daya Alam Kampung Kagungan Rahayu Kabupaten Tulang
Bawang ini merupakan salah satu faktor pendukung dalam pembentukan
37
Kampung Kagungan Rahayu Kabupaten Tulang Bawang dan juga dapat dijadikan
modal dasar bagi kampung untuk melaksanakan pembangunan kampung untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana kampung merupakan media atau alat pendukung yang
dipakai dalam penyelenggaraan pemerintahan kampung, sarana dan prasarana
yang dimaksud terdiri dari Kantor Kepala Kampung, Balai Kampung, peralatan
kantor seperti komputer, mesin tik dan sebagainya.
Bertitik tolak dari pendapat di atas, dapat dianalisis bahwa sarana dan prasarana
penyelenggaraan pemerintahan kampung merupakan syarat mutlak yang harus
dipenuhi yaitu dengan menyediakan sarana dan prasarana sebagai modal bagi
terbentuknya kampung yang baru. Melihat kondisi dan hasil penelitian tersebut,
maka pada waktu persiapan pembentukan Kampung Kagungan Rahayu ternyata
belum optimal atau dengan kata lain kampung tersebut belum siap untuk dibentuk.
Namun, dengan segala kekurangannya Kampung Kagungan Rahayu tetap
dipandang sebagai kampung yang potensial mengingat sarana dan prasarana
hanyalah kelengkapan yang sifatnya bisa dilengkapi seiring waktu berjalan.
Pemanfaatan fasilitas yang ada pada saat ini dirasa jauh lebih penting daripada
pengadaan sarana dan prasarana baru yang akan membutuhkan waktu yang lama
untuk optimalisasi.
Berdasarkan data pada tabel 5 di bawah ini, dapat diketahui bahwa sarana
prasarana umum pada Kampung Kagungan Rahayu Kecamatan Menggala
38
Kabupaten Tulang Bawang terdiri dari : sarana perhubungan, sarana ibadah,
sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana perekonomian, sarana olah raga,
sarana komunikasi, seni budaya, dan lahan pemakaman umum.
Tabel 5. Data Sarana dan Prasarana Umum Kampung Kagungan Rahayu
No. Nama Sarana dan Prasarana Umum Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Sarana Perhubungan
a. Jalan Batu
b. Jalan/gang masih tanah
Sarana Ibadah
a. Jumlah Masjid
b. Jumlah Mushollah
Sarana Pendidikan
a. SD
b. Madrasah/MI
c. Tsanawiyah
Sarana Kesehatan
a. Puskesmas Pembantu/Posyandu
b. Rumah Sakit
Sarana Perekonomian
a. Toko
b. Warung
c. Pengusaha jual beli pisang/kelapa
d. Penggilingan parut kelapa
e. Perbengkelan
f. Pertukangan
g. Kerajinan jahit
Sarana Olahraga
a. Lapangan Volly Ball
b. Sepak bola
Sarana Komunikasi
0,5 Km
300 M
2 buah
1 buah
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah
-
-
12 buah
4 buah
2 buah
1 buah
10 orang
2 kelompok
1 buah
1 buah
3 buah tlp.
39
8.
9.
Seni Budaya
a. Rebana
Lahan Pemakaman
1 buah
3 buah
Sumber : Data Kampung Kagungan Rahayu tahun 2010
Tabel 6. Data Prasarana Pemerintahan, Jumlah Perangkat dan Jumlah Anggota BPK Kampung Kagungan Rahayu
No. Jenis Prasarana Pemerintahan Ada/Tidak AdaJumlah
(unit/orang)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Balai Kampung
Balai Dusun
Kantor BPK
Kantor RT/RW
Kendaraan Dinas (Bermotor)
Komputer
Mesin Ketik
Jumlah Meja/Kursi
Lemari Arsip
Perangkat Kampung
Anggota BPK
Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
1
0
1
0
1
1
2
4
1
5
5
Sumber : Data Kampung Kagungan Rahayu tahun 2010
Prasarana pemerintahan yang dapat peneliti himpun seperti terlihat pada tabel 6 di
atas menunjukkan kondisi bahwa penyelenggara pemerintahan Kampung
Kagungan Rahayu hanya didukung oleh 1 (satu) buah mesin tik, 1 (satu) buah
lemari arsip hanya 4 (empat) buah meja dan kursi, 1 (satu) unit balai kampung
dengan 5 (lima) orang perangkat kampung serta 1 (satu) unit Balai BPK. Dengan
kondisi ini timbul keraguan apakah penyelenggaraan pemerintahan kampung
40
dapat berjalan sebagaimana mestinya untuk menghasilkan output seperti yang
diharapkan masyarakat dan dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan.
Persyaratan tentang sarana dan prasarana dalam implementasinya belum optimal,
pada waktu awal pembentukan, rumah warga dijadikan kantor Kepala Kampung,
untuk sementara walaupun terdapat peralatan penunjang yang memadai.
Pada pembentukan Kampung Kagungan Rahayu secara umum telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2005, Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 28 Tahun 2006, dan Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang
Nomor 08 Tahun 2007, tetapi masih belum maksimal karena masih terdapat
beberapa kelemahan, misalnya adanya manipulasi data jumlah penduduk dan
jumlah kepala keluarga dalam pembentukan Kampung Kagungan Rahayu
Kabupaten Tulang Bawang, penyediaan sarana dan prasarana yang tidak sesuai
dengan penyediaannya dan masih merupakan milik pribadi warga. Situasi dan
kondisi tersebut, harus diperhatikan oleh aparat yang berwenang dalam proses
pemekaran kampung di Kabupaten Tulang Bawang, karena dikhawatirkan akan
berdampak terhadap kaburnya makna pemekaran daerah walaupun tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam setiap pemekaran daerah pasti mengandung kentalnya
unsur politik dan buku murni berasal dari aspirasi sebagian besar masyarakat
setempat.
D. Tahapan Pelaksanaan Pemekaran Kampung Kagungan Rahayu Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang
41
Pada implementasinya pemekaran kampung di Kabupaten Tulang Bawang
dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu oleh Panitia Pemekaran Kampung
Kabupaten Tulang Bawang. Secara koordinatif pelaksanaan pembahasan dalam
pemekaran dilakukan oleh beberapa pihak dari tim kabupaten dan dari tim
kecamatan tempat kampung tersebut yang akan dimekarkan dan dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tulang Bawang, mulai dari tahap
pembahasan sampai kepada perumusan kebijakan pemekaran kampung menjadi
suatu Peraturan Daerah (Perda) tentang pemekaran kampung.
1. Tahap Penghimpunan/Perumusan Aspirasi Masyarakat
Pada tahap ini merupakan tahap awal dari proses pemekaran kampung, dimana
aspirasi masyarakat berkenaan dengan kebutuhan pemekaran kampung,
masyarakat mengajukan usul pembentukan kampung kepada Badan Perwakilan
Kampung (BPK) dan Kepala Kampung. BPK mengadakan rapat bersama Kepala
Kampung untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan kampung dan
kesepakatan rapat dituangkan dalam berita acara hasil rapat BPK tentang
pembentukan kampung.
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh dari lokasi penelitian, dapat
diketahui bahwa telah dilaksanakan rapat/musyawarah tentang pengusulan
pemekaran kampung Ujung Gunung Ilir wilayah pedukuhan Kagungan Rahayu
bertempat di kediaman Kepala Kampung Ujung Gunung Ilir, yang dihadiri oleh
Kepala Kampung Ujung Gunung Ilir beserta aparat kampung, BPK Kampung
Ujung Gunung Ilir dan anggotanya, PPN Kampung Ujung Gunung Ilir, Kepala
Dusun, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan
42
masyarakat pedukuhan Kagungan Rahayu. Setelah rapat/musyawarah dimulai dan
mendengarkan penjelasan-penjelasan dari Kepala Kampung Ujung Gunung Ilir
dan tokoh masyarakat, maka Kepala Kampung dan BPK Kampung Ujung Gunung
Ilir merestui dan mendukung sepenuhnya untuk diadakan pemekaran Kampung
Ujung Gunung Ilir wilayah Pedukuhan Kagungan Rahayu dan dituangkan dalam
Berita Acara Hasil Rapat BPK Kampung Ujung Gunung Ilir tentang pembentukan
kampung Kagungan Rahayu.
Setelah aspirasi masyarakat dihimpun dan dibahas selanjutnya diterbitkan menjadi
sebuah keputusan yaitu keputusan Bupati tentang pembentukan Kampung
Kagungan Rahayu Kabupaten Tulang Bawang. Tindakan selanjutnya adalah
pembentukan panitia pembentukan kampung Kagungan Rahayu Kabupaten
Tulang Bawang melalui Surat Keputusan Bupati Tulang Bawang tentang
pembentukan panitia pembentukan kampung Kagungan Rahayu Kabupaten
Tulang Bawang dengan tugas untuk melakukan pengkajian/penilaian tentang
pembentukan Kampung Kagungan Rahayu Kabupaten Tulang Bawang.
2. Tahap Pengajuan Usul Pemekaran Kampung
Tahap kedua setelah dirumuskannya panitia pembentukan kampung Kagungan
Rahayu Kabupaten Tulang Bawang, selanjutnya panitia dimaksud membuat
usulan pembentukan Kampung Kagungan Rahayu Kabupaten Tulang Bawang
kepada Bupati Kabupaten Tulang Bawang melalui Kepala Bagian Pemerintahan
Kabupaten Tulang Bawang dengan melampirkan profil kampung yang meliputi
profil kampung induk, profil kampung yang akan dibentuk dan peta kampung
yang akan dibentuk.
43
3. Tahap Peninjauan
Setelah usulan pembentukan kampung yang diajukan oleh panitia pembentukan
kampung diterima oleh pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang,
maka Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang akan mengambil langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Pengusulan draft Raperda Kabupaten Tulang Bawang tentang pemekaran
kampung Ujung Gunung Ilir Kabupaten Tulang Bawang.
2. Penyampaian usul pemekaran kampung Ujung Gunung Ilir Kabupaten Tulang
Bawang kepada DPRD Kabupaten Tulang Bawang
3. Penyampaian Raperda kepada DPRD dalam sidang Paripurna Dewan dengan
acara penyampaian Raperda oleh Bupati dan pandangan umum anggota
DPRD.
4. Pembahasan Raperda antara panitia eksklusif dan panitia legislatif selanjutnya
laporan panitia khusus pembahasan Raperda yang diajukan oleh Bupati dan
kata akhir fraksi yang disampaikan oleh sidang paripurna dewan.
5. DPRD Kabupaten Tulang Bawang mengeluarkan Keputusan DPRD
Kabupaten Tulang Bawang tentang persetujuan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Tulang Bawang tentang pembentukan kampung Kagungan Rahayu
Kabupaten Tulang Bawang.
6. Pengundangan Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 11 Tahun
2006 oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Tulang Bawang dengan memuatnya
dalam lembaran daerah Kabupaten Tulang Bawang
4. Tahap Pemekaran dan Peresmian/Pembentukan Kampung
44
Setelah Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 11 Tahun 2006
ditandatangani oleh Bupati Kabupaten Tulang Bawang dan telah diundangkan
oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Tulang Bawang, maka usailah tahapan dalam
pembentukan Kampung Kagungan Rahayu Kabupaten Tulang Bawang. Tahapan
selanjutnya adalah mengadakan pemilihan perangkat pemerintahan kampung
Kagungan Rahayu Kabupaten Tulang Bawang oleh masyarakat kampung
Kagungan Rahayu itu sendiri, yaitu pemilihan Kepala Kampung secara langsung.
E. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pemekaran Kampung Kagungan Rahayu Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang
Dalam pelaksanaan pembentukan Kampung Kagungan Rahayu hasil dari
pemekaran Kampung Ujung Gunung Ilir Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang
Bawang, terdapat faktor pendukung dan penghambat yang dihimpun oleh penulis
sebagai bahan kajian.
1. Faktor Pendukung
a. Terpenuhinya unsur-unsur syarat pemekaran wilayah berupa luas
wilayah, jumlah penduduk, potensi desa, keragaman sosial budaya, sarana
dan prasarana untuk membentuk wilayah administratif baru (Kampung
Kagungan Rahayu) hasil dari pemekaran wilayah Kampung Ujung
Gunung Ilir
b. Derasnya aspirasi dari masyarakat untuk mewujudkan pemekaran
wilayah berupa pembentukan Kampung Kagungan Rahayu yang diyakini
akan semakin mempermudah pembangunan di wilayah tersebut
45
c. Aparat pemerintah, mulai dari Pemerintah Kampung Ujung
Gunung Ilir sebagai induk, Pemerintah Kecamatan Menggala, dan
Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang memiliki antusiasme dan
pandangan yang searah terkait upaya peningkatan kualitas daerah
khususnya di tingkat kampung
d. Terciptanya suasana kondusif selama proses pemekaran wilayah
yang ditandai dengan tidak adanya masalah yang mengandung unsur
perpecahan seperti demonstrasi dan penolakan terhadap upaya
pembentukan Kampung Kagungan Rahayu
2. Faktor Penghambat
a. Adanya unsur politis yang sempat mengganggu proses pemekaran
wilayah mengingat pemekaran wilayah identik dengan pembagian wilayah
beserta kekuasaan yang terkandung di dalamnya
b. Adanya tarik ulur kepentingan antara pihak yang ingin
memisahkan diri dari wilayah induk untuk membentuk wilayah baru
c. Pembahasan di DPRD yang terlalu lama membuat masyarakat
sempat pesimistis akan upaya pemekaran wilayah yang berdampak pada
ketidakpercayaan publik pada aparat pemerintah
d. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang berkualitas sehingga
pemahaman akan pentingnya tujuan dari pemekaran wilayah sering
terabaikan, hal ini terindikasi dari masyarakat yang lebih mementingkan
kepentingan pribadi/golongan daripada kepentingan bersama
46
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,
maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaturan pemekaran kampung di Kabupaten Tulang Bawang mengacu pada
Pasal 200 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang
pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan status desa
menjadi kelurahan, dan Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor
08 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan dan
Perubahan Kampung.
2. Pelaksanaan pembentukan kampung Kagungan Rahayu Kabupaten Tulang
Bawang, secara umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan tentang pembentukan kampung/desa.
Pembentukan atau pemekaran kampung merupakan kebijakan Pemerintah Daerah
Kabupaten Tulang Bawang melalui persetujuan DPRD untuk memekarkan atau
membentuk kampung baru dari wilayah kampung yang telah ada sesuai dengan
prakarsa/usulan dan aspirasi dari masyarakat.
47
Implementasi pemekaran kampung dimulai dari beberapa tahap yaitu perumusan
aspirasi masyarakat dan usulan pemekaran kampung dari masyarakat kampung
yang akan dimekarkan, peninjauan ke kampung yang akan dimekarkan,
pembahasan di tingkat Pemerintah Daerah dan DPRD sampai pada penerbitan
Peraturan Daerah tentang Pemekaran suatu Kampung.
Tujuan pokok dan sasaran pemekaran kampung adalah menciptakan efektivitas
rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan kampung guna mewujudkan
penyelenggaran pelayanan terhadap masyarakat kampung yang berdaya guna serta
berhasil guna, sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat dan kemajuan
pembangunan dan perbaikan kualitas layanan maka akses percepatan Kabupaten
Tulang Bawang dapat lebih efektif dalam arti lebih mudah, lebih cepat/tepat dan
menyentuh secara merata seluruh lapisan masyarakat yang ada di kampung.
B. Saran
Saran yang dapat penulis ajukan berdasarkan kesimpulan di atas adalah :
1. Hendaknya dalam melakukan pembentukan atau pemekaran kampung baru,
harus berasal dari aspirasi masyarakat kampung itu sendiri, bukan kemauan
dari segelintir orang atau elit lokal yang mempunyai kepentingan dalam
pembentukan atau pemekaran kampung tersebut sehingga tujuan pokok dari
pemekaran atau pembentukan kampung untuk memperpendek rentang kendali
pemerintahan, percepatan pembangunan dan perbaikan kualitas pelayanan
kepada masyarakat dapat terwujud.
48
2. Hendaknya aparat pemerintahan kampung tempat kampung baru yang akan
dibentuk, sebelum mengajukan usul tentang pembentukan kampung kepada
pemerintah daerah kabupaten, harus mempersiapkan semua persyaratan yang
telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan tentang pembentukan
kampung meliputi jumlah penduduk, luas wilayah, wilayah kerja, sosial
budaya, potensi kampung, batas kampung, serta mempersiapkan sarana dan
prasarana yang mendukung dalam pembentukan kampung, sehingga akan
memudahkan dalam pelaksanaan pembentukan kampung nantinya.
3. Hendaknya sebelum melakukan pembentukan atau pemekaran kampung,
aparat pemerintah kabupaten, aparat pemerintah kecamatan tempat kampung
baru yang akan dibentuk, melakukan survey langsung ke lapangan dan
meneliti dengan teliti semua persyaratan dan prosedur tentang pembentukan
kampung apakah sudah memenuhi semua persyaratan dan prosedur yang telah
ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku khususnya yang
berkaitan dengan pembentukan atau pemekaran kampung.
49
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdurrahman. 1999. Beberapa Pemikiran tentang Otonomi Daerah. Jakarta. PT. Media Saran Press.
Dwiyanto, Agus. 1995. Manfaat Pengembangan Studi Kebijakan Publik Untuk Pembangunan Daerah.Makalah disampaikan pada Pelatihan Analisis Kebijakan Sosial. Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Yogyakarta.
Gaffar, Afan. 1999. Paradigma Baru Otonomi Daerah dan Implikasinya. Jakarta. PT. Aditya Bakti.
Hidayat, Syarif. 2007. Too Much Too Soon. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada.
Kaho, Josef Riwu. 2002. Prospek Otonomi Daerah: Identifikasi Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya. Rajawali Press. Jakarta
Koswara, E. 1998. Kebijaksanaan Desentralisasi Dalam Rangka Menunjang Pembangunan Daerah, Dalam Pembangunan Administrasi Indonesia. LP3ES. Jakarta
Manan, Bagir, 2005. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah.Yogyakarta. Pusat Studi Hukum. UII.
Mustafa, Bachsan. 2001. Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum.Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
Muluk, M.R. Khairul. 2005. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. Malang. Bayumedia Publishing.
Moeljarto, T. 1995. Politik Pembangunan: Sebuah Analisis Konsep, Arah dan Strategi. Tiara Wacana. Yogyakarta.
Musa’ad, Muhammad A. Penguatan Otonomi Daerah Dibalik Bayang-Bayang Ancaman Integrasi. ITB. Bandung
50
Rasyid, Ryaas. 1998. Desentralisasi Dalam Rangka Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi Indonesia.LP3ES. Jakarta.
Rumajar, Jefferson. 2002. Otonomi Daerah: Sketsa, Gagasan dan Pengalaman. Media Pustaka. Manado
Syaukani, HR, Afan Gaffar, Ryaas Rasyid. 2003. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Wahab, Solichin Abdul. 2002. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulai ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta.
Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik: Proses dan Analisi. Intermedia. Jakarta
Rahardjo, Satjipto. 1996. Hukum dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial dalam Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional. Rajawali. Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Anatara Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa dan Perubahan Desa Menjadi Kelurahan.
Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Penggabungan dan Penghapusan Kampung.
51
PELAKSANAAN PEMEKARAN KAMPUNGKAGUNGAN RAHAYU KECAMATAN MENGGALA
KABUPATEN TULANG BAWANG
(Skripsi)
Oleh :
SUDIRSAH060201187
52
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MEGOU PAK TULANG BAWANG
LAMPUNG2011
ABSTRAKABSTRAK
PELAKSANAAN PEMEKARAN KAMPUNGKAGUNGAN RAHAYU KECAMATAN MENGGALA
KABUPATEN TULANG BAWANG
Oleh : Sudirsah
Era reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan kenegaraan di Indonesia. Salah satunya adalah telah terjadinya pergeseran paradigma sistem pemerintahan yang bercorak sentralistik di pemerintahan pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik di pemerintah daerah. Sistem pemerintahan seperti ini memberikan keleluasaan kepada daerah dalam wujud otonomi daerah dalam arti kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Asas-asas yang pada awalnya adalah asas sentralisasi dan konsentrasi, berkembang menjadi asas desentralisasi dan dekonsentrasi dengan prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemeratan dan keadilan serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil permasalahan, bagaimana implementasi pemekaran Kampung Kagungan Rahayu, akibat-akibat yang terjadi pasca pemekaran Kampung Kagungan Rahayu, dan faktor-faktor mempengaruhi pemekaran Kampung Kagungan Rahayu.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan yuridis normatif dan, yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaji, mempelajari dan menelaah berbagai teori, konsep, pandangan, doktrin hukum dan peraturan perundang-Undangan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan pendekatan yuridis empiris, yaitu melakukan penelitian terhadap permasalahan dengan cara melihat fakta-fakta yang ada di lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pengaturan pemekaran kampung di Kabupaten Tulang Bawang mengacu pada Pasal 200 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan,
53
dan Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 08 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan dan Perubahan Kampung. Pelaksanaan pembentukan kampung Kagungan Rahayu Kabupaten Tulang Bawang, secara umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pembentukan kampung/desa, tetapi belum maksimal. Hal ini dikarenakan pada saat pembentukan Kampung Kagungan Rahayu, bukan merupakan aspirasi dari masyarakat itu sendiri.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup............................................................ 6
C. Tujuan Penelitian....................................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian.................................................................................. 7
E. Kerangka Teori.......................................................................................... 8
1. Teori Otonomi Daerah........................................................................ 8
2. Teori Desentralisasi............................................................................. 9
F. Kerangka Konseptual................................................................................. 10
G. Sistematika Penulisan................................................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pelaksanaan............................................................................. 13
B. Pengertian Pemekaran Daerah................................................................... 13
C. Pengertian Kampung................................................................................. 13
D. Syarat-syarat Pemekaran Kampung.......................................................... 14
E. Manfaat Pemekaran Kampung................................................................... 14
F. Dasar Hukum Pemekaran Kampung.......................................................... 15
G. Pengertian Otonomi Daerah...................................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah................................................................................. 18
B. Sumber dan Jenis Data ............................................................................. 18
1. Data Primer......................................................................................... 18
2. Data Sekunder..................................................................................... 18
54
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data.......................................... 19
1. Prosedur Pengumpulan Data.............................................................. 20
2. Prosedur Pengolahan Data.................................................................. 20
D. Analisis Data............................................................................................. 21
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Pemekaran Kampung sebagai Kebijakan Pemerintahan.......................... 22
B. Pengaturan Pembentukan Kampung Kagungan Rahayu sebagai Pemekaran Kampung Ujung Gunung Ilir Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang................................... 25
C. Kajian Pembentukan Kampung Kagungan Rahayu sebagai Pemekaran Kampung Ujung Gunung Ilir Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang.................................. 32
1. Jumlah Penduduk................................................................................ 32
2. Luas Wilayah...................................................................................... 35
3. Sosial Budaya..................................................................................... 36
4. Potensi Desa........................................................................................ 37
5. Sarana dan Prasarana.......................................................................... 38
D. Tahapan Pelaksanaan Pemekaran Kampung Kagungan Rahayu Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang................................. 41
1. Tahap Penghimpunan/Perumusan Aspirasi Masyarakat..................... 42
2. Tahap Pengajuan Usul Pemekaran Kampung..................................... 43
3. Tahap Peninjauan................................................................................ 43
4. Tahap Pemekaran dan Peresmian/Pembentukan Kampung................ 44
E. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pemekaran Kampung Kagungan Rahayu Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang................................................................. 45
1. Faktor Pendukung.............................................................................. 45
2. Faktor Penghambat............................................................................. 46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 47
B. Saran......................................................................................................... 48
55
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Penduduk Kampung Kagungan Rahayu Berdasarkan Usia................. 33
Tabel 2. Data Penduduk Kampung Kagungan Rahayu Berdasarkan Pekerjaan.......... 33
Tabel 3. Data Penduduk Kampung Kagungan Rahayu Berdasarkan Pendidikan........ 33
Tabel 4. Data Jumlah Lembaga Kemasyarakatan Kampung Kagungan Rahayu......... 33
Tabel 5. Data Sarana dan Prasarana Umum Kampung Kagungan Rahayu................. 33
Tabel 5. Data Sarana dan Prasarana Umum Kampung Kagungan Rahayu.................. 39
56
57