Download - makalah miopia
Gangguan Refraksi Miopia ODS dan Ambliopia OS
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Arjuna Utara No 6 – Jakarta Barat 11470
Pendahuluan
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata
sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di
belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma. Hampir setiap saat
kita menjumpai kasus kelainan refraksi di lingkungan kita dan angka ini secara teoritis
meningkat terus tiap tahunnya. Salah satu kelainan refraksi yang pada kasus dibawah ini
adalah miopi. Miopi mempunyai keluhan sering kabur melihat jauh. Miopi berati menutup
mata. Istilah ini mungkin berawal dari perlunya penderita miopi menyipitkan atau menutup
matanya sebagian untuk memperjelas objek yang dilihat pada jarak jauh. Hal ini terlihat pada
penderita miopi yang koreksinya tidak sempurna atau tidak menggunakan koreksi sama
sekali. Miopi memiliki prevalensi tinggi di dunia tanpa memandang jenis kelamin, usia
maupun kelompok etnis.
Skenario
Pasien anak perempuan umur 10 tahun datang dibawa oleh orang tuanya ke poli
umum Ukrida dengan keluahan kabur pada saat melihat jauh. Pasien sering memicingan
mata bila melihat TV atau melihat obyek yang didepannya, pasien juga seekali mengucek
kedua matanya, tidak ada mata merah, atau berair, tidak ada riwayat alergi, pada pemeriksaan
ketajaman penglihatan, mata kanan 6/60 dan mata kiri 6/18, mata kanan dapat terkoreksi
menjadi 6/6, tapi mata kiri terkoreksi menjadi 6/10.
1
Anamnesis
Yang perlu kita tanyakan secara umum dan terarah pada kasus diatas yaitu :2
Keluhan utama digolongkan menurut lama, frekuensi, hilang timbul, dan cepat
timbulnya gejala. Lokasi, berat, dan keadaan lingkungan saat timbulnya keluhan harus
diperhatikan.
Riwayat ocular sebelumnya (misal penglihatan buruk pada satu mata sejak lahir
rekurensi penyakit sebelumnya, terutama peradangan).
Riwayat medis sebelumnya (misal hipertensi yang dapat terkait dengan beberapa
penyakit vaskular mata seperti oklusi vena retina sentral; diabetes yang dapat
menyebabkan retinopati, dan penyakit peradangan sistemik seperti sarkoid yang juga
dapat menyebabkan peradangan ocular).
Riwayat pengobatan, karena beberapa obat seperti isoniazid dan klorokuin dapat
toksik terhadap mata.
Riwayat keluarga yang berhubungan dengan sejumlah gangguan mata seperti retinitis
pigmentosa penyakit ocular yang diturunkan, strabismus, ambliopia, glaucoma, atau
katarak, ablasio retina atau degenari makula.
Alergi
Agar dapat melakukan pemeriksaan mata dengan benar diperlukan pemahaman dasar
mengenai gejala pada mata. Gejala-gejala mata dapat dibagi dalam tiga kategori dasar:
kelainan penglihatan, kelainan tampilan mata, dan kelainan sensasi mata-nyeri dan rasa tidak
nyaman.
Gejala dan keluhan harus selalu terinci lengkap. Apakah onsetnya (muncul gejala)
perlahan, cepat, atau asimptomatik? (Mis, apakah penglihatan kabur di satu mata tidak
diketahui sampai mata sebelahnya tanpa sengaja ditutup?) apakah durasinya singkat, atau
gejalanya menetap sampai kunjungan ke dokter? Jika gejalanya hilang-timbul, bagaimana
frekuensinya? Apakah lokasinya setempat (fokal) atau difus, unilateral atau bilateral?
Akhirnya, bagaimana derajat gejalanya menurut pasien-ringan, sedang atau berat?
Perlu juga diketahui tindakan pengobatan yang telah dijalani dan seberapa besar
efeknya. Apakah pasien menyebut keadaan-keadaan yang memicu atau memperberat gejala
itu? Apakah keadaan serupa pernah terjadi sebelumnya dan adakah gejala tambahan lain?
2
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi mata
2. Tajam penglihatan atau visus
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Biasanya
pemeriksaam tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan mata
membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Untuk
mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan
bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan melihat jumlah jari
(hitung jari), ataupun proyeksi sinar.Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi
antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15 atau 20/20 kaki).
Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau
kemampuan melihat seseorang, seperti:
Bila tajam penglihatan 6/6 berati ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter,
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter
Bila hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30,
berati tajam penglihatan pasien 6/30
Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berati ia hanya dapat terlihat pada jarak 6
meter yang oleh orang normal huruf tersebut dilihat pada jarak 60 meter
Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada Snellen maka dilakukan
hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter
Dengan ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berati
hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter
Dengan uji lambaian tangan, maka dinyatakan penglihatannya lebih buruk dari
daripada 1/60. Orang normal dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300
meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter,
berati tajam penglihatan adalah 1/300
Terkadang mata hanya dapat melihat sinar saja dan tidak dapat melihat
lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~
Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar makan dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total.
Hal diatas dapat dilakukan pada orang dewasa atau dapat berkomunikasi. Pada bayi
adalah tidak mungkin dilakukan. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti
3
orang dewasa secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan berkembang
normal adalah dengan melihat reflex fiksasi. Bayi normal akan berfiksasi pada usia 6 minggu,
sedang mempunyai mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Pada anak yang lebih besar
menggunakan benda lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian penglihatan.
Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi,
maka dilakukan uji pinhole. Penghilatan kabur akibat ( mis. Miopi, astigmatisma) disebabkan
oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus yang masuk ke pupil dan mencapai retina.
Melihat kartu Snellen melalui sebuah plakat dengan lubang kecil mencegah sebagian
besar berkas tak terfokus yang memasuki mata. Hanya sejumlah kecil berkas sejajar sentral
yang bisa mencapai retina sehingga dihasilkan bayangan yang lebih tajam. Dengan demikan,
pasien dapat membaca huruf pada satu dua baris dari barisan huruf yang bisa terbaca saat
memakai kacamata koreksi sesuai.
Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata tidak
terakomodasi, mata tersebut mengalami miopi atau nearsighted.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fundus
Kegunaan utama oftalmoskop direk adalah untuk memeriksa fundus. Menggelapkan
ruang periksa biasanya cukup menyebabkan dilatasi pupil alami untuk mengevaluasi fundus
sentral, termasuk diskus, makula, dan struktur pembuluh darah retina proksimal.
Kelainan refraksi pasien dan pemeriksa akan menetukan kekuatan lensa yang
diperlukan untuk membawa fundus dalam fokus optimal.
Untuk memeriksa retina perifer, yang diperjelas dengan melebarkan pupil, pasien
diminta melihat kearah kuadran yang ingin diperiksa. Jadi retina temporal mata kanan
terlihat bila pasien melihat ke temporal kanan, sedangkan retina superior terlihat bila pasien
melihat ke atas. Saat bola mata berputar, retina dan kornea akan bergerak dalam arah
berlawanan. Saat pasien melihat ke atas, retina superior bergerak ke bawah-ke dalam garis
pandang pemeriksa. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopi kresen yaitu gambaran
bulan sabit pada polus posterior fundus mata myopia sklera oleh koroid. Pada mata miopi
tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi
retina bagian perifer.
4
2. Daya pembedaan warna
Tes dengan menggunakan kartu ishihara. Untuk menguji daya pisah warna mata
penderita menguji adanya buta warna.
Pada derajat miopi tinggi biasanya terdapat gangguan membedakan warna biru, oleh
karena adanya aberasi khromatis. Perubahan daya pembedaan warna menunjukkan adanya
perubahan pole posterior.
Diagnosis Kerja
Miopia
Miopi adalah kelainan refraksi yang ditandai dengan terfokusnya sinar sejajar yang
masuk mata di depan retina. Dengan gejala Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata
mencoba melihat suatu objek dengan jarak jauh (anak-anak sering tidak dapat membaca
tulisan di papan tulis, tetapi dapat dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah buku).
Usaha pasien untuk mengatasi miopi kalau tidak dilakukan koreksi mata biasanya
adalah mengosok-gosok (mengucek-ucek) mata sehingga kurvatura kornea lebih datar dan
penglihatan akan lebih jelas sementara, menyempitkan celah mata sehingga ada efek celah
yang menghasilkan penglihatan jelas, untuk melihat jauh ia harus mendekati obyek sehingga
fokus akan mundur dari bdan kaca retina dengan hasil penglihatan yang jelas. Ini sering
dikeluhkan orang tua saat anak-anak mereka melihat TV atau membaca buku terlalu dekat.
Masih diperlukan tes ketajaman penglihatan dengan menggunakan snellen chart,
funduskopi, pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis yang lain
karena dengan mengucek mata dapat menimbulkan suatu radang.
Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, pasien mengeluh penglihatan
kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat membaca atau melihat benda dari jarak dekat. Pada
pemeriksaan opthalmologis dilakukan pemeriksaan refraksi yang dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan cara subjektif dan cara objektif. Cara subjektif dilakukan dengan
penggunaan optotipe dari snellen dan trial lenses; dan cara objektif dengan oftalmoskopi
direk dan pemeriksaan retinoskopi. Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan
jarak pemeriksa dan penderita sebesar 5-6 m, sesuai dengan jarak tak terhingga, dan
pemeriksaan ini harus dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa maupun penderita.
5
Klasifikasi
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan
media refraksi terlalu kuat.
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti :
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat
pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan
kornea dan lensa yang normal.
Menurut derajat beratnya miopi dibagi dalam :
a. Miopia ringan : dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
b. Miopia sedang : dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi : dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Menurut perjalanan miopi dikenal bentuk :
a. Miopia stasioner : miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif : miopia yang bertambah terus menerus pada usia dewasa akibat
bertambahny panjangnya bola mata
c. Miopia maligna : miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi
retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia
degenarif.
Miopia degenerative biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri diserai kelainan pada
fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum terletak di
temporal papil disertai atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan setelah terjadinya atrofi sclera
dan terkadang rupture membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk
terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada myopia terjadi bercak Fuch berupa biperplasi
pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi
degenerasi papil saraf optic.
6
Pada pasien dengan myopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat dekat,
sedangkan melihat jauh, terlihat buram atau di sebut pasien adalah rabun jauh.
Pasien myopia akan memberikan keluhan sakit kepala sering disertai dengan juling
dan celah kelopak yang sempit. Seseorang myopia mempunyai kebiasaan menyipitkan
matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).
Epidemiologi
Di negara maju persentase penduduk yang menderita miopi biasanya lebih tinggi. Di
AS, sekitar 25% dari penduduk dewasa menderita myopia. Di jepang, Singapura, dan
Taiwan, persentasenya lenih besar mencapai 44%.
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit
mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan
jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar
55 juta jiwa.
Etiologi dan Patofisiologi
Masalah utama dalam miopia adalah karena panjang bola mata. Panjang bola mata
cukup panjang dan ini adalah miopia aksial. Dalam miopia kelengkungan masalahnya adalah
di kornea, dan miopia indeks masalahnya adalah di mana lensa refraksi yang terjadi banyak
dan sinar mendapatkan konvergensi lebih dari biasanya. Hal ini menyebabkan sinar cahaya
yang jatuh di depan retina. Hal ini juga dapat terjadi jika ada peningkatan dalam akomodasi
seperti dalam penyebab fungsional seperti histeria atau obat-obatan, yang menghasilkan
kejang otot cilliary.
Faktor etiologi lainnya adalah dari faktor keturunan dengan cara tranmisi autosomal
resesif, autosomal dominan, sex linked dan derajat myopia yang diturunkan bervariasi. Faktor
perkembangan saat prenatal dan perinatal. Penyakit ibu yang berkaitan dengan myopia
congenital adalah hipertensi sistemik, toksemia, dan penyakit retina. Selain itu kelahiran
premature berat badan kurang dari 2500gr. Hal ini berkaitan dengan defek mesodermal yang
berkaitan dengan prematuritas.
Manifestasi Klinik
7
Gejala yang sering di alami oleh pasien miopia yaitu :
Pandangan kabur saat melihat objek yang jauh
Gejala ketegangan mata: sakit kepala, sering disertai juling dan celah kelopak sempit
Mempunyai kebiasaan buruk memegang buku terlalu dekat dengan mata, mengeryitkan
matanya untuk mencegah aberasi subfebris atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang
kecil)
Gejala umum seperti mual dan kelelahan
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Penderita miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, kontak lensa atau
melalui operasi. Terapi terbaik pada miopia adalah dengan penggunaan kacamata atau kontak
lensa yang akan mengkompensasi panjangnya bola mata dan akan memfokuskan sinar yang
masuk jatuh tepat di retina. Menggunakan kacamata merupakan cara terapi yang sering
digunakan untuk mengkoreksi miopia. Lensa konkaf yang terbuat dari kaca atau lensa plastik
ditempatkan pada frame dan dipakai didepan mata. Pengobatan pasien dengan miopia adalah
dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal tanpa akomodasi. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan –3,0 memberikan
tajam penglihatan 5/5, dan demikian juga bila diberi S – 3,25, maka sebaiknya diberikan
lensa koreksi – 3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.
Penggunaan kontak lensa merupakan pilihan kedua pada terapi miopia. Kontak lensa
merupakan lengkungan yang sangat tipis terbuat dari plastik yang dipakai langsung di mata di
depan kornea.
Meski terkadang ada rasa tidak nyaman pada awal pemakaian tetapi kebanyakan
orang akan cepat membiasakan diri terhadap pemakaian kontak lensa. 6 Bagi orang-orang
yang tidak nyaman pada penggunaan kacamata atau kontak lensa dan memenuhi kriteria
umur, derajat miopia dan kesehatan secara umum dapat melakukan operasi refraksi mata
sebagai alternatif atau pilhan ketiga untuk mengkoreksi miopia yang dideritanya. Ada tiga
type dalam melakukan operasi mata tersebut : 1) radial keratotomi, 2) photorefraktive
keratectomi dan 3) laser-assisted insitu keratomileusis ( LASIK ). LASIK merupakan metode
terbaru didalam operasi mata, LASIK direkomendasikan untuk miopia dengan derajat sedang
sampai berat. Pada LASIK digunakan laser dan alat pemotong yang dinamakan
8
mikrokeratome untuk memotong flap secara sirkular pada kornea. Flap yang telah dibuat
dibuka sehingga terlihat lapisan dalam dari kornea. Kornea diperbaiki dengan sinar laser
untuk mengubah bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali.
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang di alami pasien miopia yaitu :
Ablasio retina : merupakan komplikasi yan tersering biasanya disebabkan karena
didahului dengan timbulnya hole pada daerah perifer retina akibat proses-proses
degenerasi si daerah ini
Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkovergensi terus menerus
Glaucoma simple : komplikasi ini merupakan akibat dari artrofi menyeluruh dari koroid
Floaters : kekeruhan badan kaca yang disebabkan proses pengenceran dan organisasi
sehingga menimbulkan bayangan pada penglihatan
Ambliopia terutama pada myopia dan anisometropia
Prognosis
Miopia sangat dipengaruhi oleh usia. Setiap derajat miopi yang kurang dari 4 tahun
dianggap serius. Pada usia lebih dari 4 tahun dan terutama 8-10 tahun, miopi sampai dengan -
6D harus diawasi dengan hati-hati. Jika melewati 21 tahun tanpa progresivitas serius
prognosis baik. Bila progresif miopi prognosisnya buruk terutama bila di sertai oleh
perubahan koroid dan vitreus, sedangkan pada miopi maligna prognosisny sangat jelek.
Pencegahan
Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah dari kelainan mata sejak dari anak
dan menjaga jangan sampai kelainan mata menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan
beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu penglihatan,
operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata. Tindakan pencegahan yang lain
adalah dengan cara :
9
1. Pemeliharaan kesehatan secara umum. Gizi yang berimbang bila diperlukan sesuai
aktifitas
2. Mengurangi kerja dekat (membaca, menulis menjahit) yang berlebihan
3. Menghindari kerja fisik yang berat termasuk juga olahraga yang bagi pasien yang
mempunyai miopi tinggi.
4. Mengatur program harian anak (sekolah,ekstra kurikuler). Seharusnya diharuskan
aktifitas luar misalnya kegiatan olah raga, musik dan lain- lain
5. Pemeriksaan mata sedini mungkin jika didalam keluarga ada riwayat pemakaian
kacamata
6. Bagi ibu hamil disarankan untuk mengkonsumsi vitamin A
7. Jika ada kelainan mata, kenali dan perbaiki sejak awal.
Ambliopia
Ambliopia adalah gangguan mata berupa penurunan tajam penglihatan akibat adanya
gangguan perkembangan penglihatan selama masa kanak-kanak. Keadaan ini juga dikenal
dengan istilah lazy eye atau “mata malas”. Bila salah satu mata memiliki tajam penglihatan
yang baik sedangkan mata yang lainnya tidak, maka mata dengan tajam penglihatan yang
lebih buruk akan mengalami ambliopia. Umumnya hanya satu mata yang mengalami
ambliopia, namun tidak menutup kemungkinan gangguan ini bisa terjadi pada dua mata
sekaligus.
Etiologi
Ambliopia disebabkan oleh berbagai macam kondisi yang mempengaruhi
perkembangan penglihatan. Umumnya kondisi ini bersifat diturunkan. Ada 3 penyebab utama
ambliopia, yaitu:
a. Strabismus (Juling)
Ambliopia umumnya muncul pada mata yang mengalami strabismus (juling). Mata
juling terjadi untuk menghindari penglihatan ganda (double) oleh anak tersebut. Anak
juga biasanya lebih senang memakai mata sebelahnya dengan tajam penglihatan yang
lebih baik. Mata yang juling adalah mata dengan tajam penglihatan yang lebih buruk.
b. Kelainan refraksi yang tidak seimbang antar kedua mata.
10
Kelainan tajam penglihatan bisa diatasi dengan kaca mata. Namun, ambliopia bisa
muncul bila salah satu mata tidak fokus oleh karena ukuran minus, plus, atau silinder
yang lebih besar bila dibandingkan dengan mata sebelahnya. Ambliopia juga bisa
muncul pada dua mata sekaligus bila tajam penglihatan pada kedua mata sangat
buruk. Keadaan ini muncul pada penderita minus, plus atau silinder tinggi.
c. Kekeruhan pada jaringan mata yang normalnya jernih.
Katarak (kekeruhan pada lensa mata) dapat menimbulkan ambliopia. Setiap kondisi
yang mencegah masuknya bayangan objek ke dalam mata bisa menyebabkan
ambliopia. Keadaan ini adalah penyebab ambliopia yang paling buruk.
Patofisiologi
Dalam studi eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita,
mendukung konsep adanya suatu periode tersebut yang peka dalam berkembangnya keadaan
ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang peka
terhadap masukan abnormal yang diakibatkan rangsangan seperti deprivasi, strabismus, atau
kelainan refraksi yang signifikan.
Periode kritis tersebut adalah :
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6) yaitu pada
saat lahir sampai usia 3-5 tahun.
2. Periode yang berisko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi yaitu di usia
beberapa bulan hingga usia 7-8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai yaitu sejak terjadinya
deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
Ambliopia seharusnya tidak dilihat hanya dari masalah di mata saja tetapi juga kelainan
diotak akibat rangsangan visual abnormal selama periode kritis perkembangan penglihatan.
Pada penelitian yang menggunakan hewan menunjukan bahwa ada pola distorsi pada retina
dan strabismus pada perkembangan penglihatan awal dan bisa mengakibatkan kerusakan
struktural dan fungsional Nukleus Genikulatum Lateral dan Korteks
Ambang sistem penglihatan pada bayi baru lahir adalah di bawah orang dewasa
meskipun sistem optik mata memiliki kejernihan 20/20. Sistem penglihatan membutuhkan
pengalaman melihat dan khususnya interaksi antara kedua jalur lintasan mata kanan dan kiri
11
di korteks penglihatan untuk berkembang menjadi penglihatan seperti orang dewasa yaitu
visus menjadi 20/20. Pada Ambliopia terdapat defek pada visus sentral, sedangkan medan
penglihatan perifer tetap normal.
Gejala klinis
Tanda ambliopia dapat dilihat dari kebiasaan sehari-hari penderita dalam melihat
sebuah objek. Tanda-tanda tersebut meliputi:
1. Memicing-micingkan mata
2. Memiringkan kepala untuk melihat objek
3. Duduk terlalu dekat dengan objek
4. Menutup sebelah mata saat membaca
5. Mata terasa lelah
6. Memanfaatkan telunjuk saat membaca
7. Peka terhadap cahaya
8. Sering mengeluh sakit kepala
Penatalaksanaan
Ambliopia, pada kebanyakkan kasus dapat ditatalaksana dengan efektif selama 1
dekade pertama. Lebih cepat tindakan terpeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula
peluang keberhasilannya. Pada awal terapi sudah berhasil hal ini tidak dapat menjamin
penglihatan yang optimal akan tetap bertahan, para klinisi harus tetap waspada dan bersiap
untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan “matang” (sekitar umur 10 tahun).
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah-langkah berikut:
1. menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak.
2. Koreksi kelainan refraksi
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata
yang lebih baik.
Kesimpulan
Miopia adalah kelainan refraksi yang ditandai dengan terfokusnya sinar sejajar yang
masuk mata di depan retina. Ambliopia adalah Ambliopia adalah gangguan mata berupa
12
penurunan tajam penglihatan akibat adanya gangguan perkembangan penglihatan selama
masa kanak-kanak. Untuk mengetahuin kelainan ini maka dilakukan pemeriksaan fisik dan
penunjang.
Jadi hipotesi diterima yaitu seorang anak perempuan berumur 10 tahun dengan
keluahan kabur saat melihat kejauhan dan mata tidak merah serta tidak berair ini menderita
gangguan refraksi miopia ODS dan ambliopia OS.
Daftar Pustaka
1. Hartonto Willy dan Sri Inakawati. Kelainan refraksi tak terkoreksi penuh. Artikel asli
fakultas kedokteran universitas diponogoro. Nomor 4. Januari-Maret 2010. Diunduh
dari : http://eprints.undip.ac.id/22190/1/05_asli_-_kelainan_refraksi_-
_willy_hartanto_-_25-30.pdf , 15 Maret 2014.
2. James B, Chew C, Bron A. Oftalmologi. Edisi ke-9. Jakarta: Erlangga; 2003.h.18-20.
13
3. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan& Asbury: oftalmologi umum. Edisi ke-17.
Jakarta: EGC; 2009.h.28-42.
4. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;
2003.h.44-5.
5. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI; 2012.h.64-
8,76-8.
6. Morosidi SA, Paliyana MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Ukrida;
2011.h.23-5,37-42.
7. Widodo A, Prilia T. Miopati patologi. Jurnal Oftalmologi Indonesia 2007. Vol.5, No.
1; 19-26. Diunduh dari : http://journal.unair.ac.id/detail_jurnal.php?
id=2750&med=33&bid=3 . 15 Maret 2014.
8. Agarwal S, Agarwal A, Aplle DJ, Lucio B, Alio JL, Pandey SK, Agarwal A.
Textbook of ophalmology. India: Jaypee brothers medical publishers; 2002.h.165-70.
9. Kids Health. Amblyopia. Diunduh dari : www.kidshealth.com , 15 Maret 2014 .
14