Download - Makalah Minor Menasita
PENGAMATAN KETAHANAN CABAI MERAH
(Capsicum annum L) DALAM PENYIMPANAN
SETELAH DIBERI PENGARUH IRADIASI
Oleh
MENASITA M
G74054329
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
i
MENASITA M. Pengamatan Ketahanan Cabai Merah (Capsicum annum L)
dalam Penyimpanan setelah Diberi Pengaruh Iradiasi.
RINGKASAN
Bahan pangan yang berasal dari tanaman seperti buah-buahan dan sayuran
dalam keadaan segar adalah bahan pangan yang agak mudah rusak/busuk.
Kerusakan atau kebusukan bahan pangan dapat berlangsung cepat atau lambat
tergantung dari jenis bahan pangan yang bersangkutan dan kondisi lingkungan
dimana bahan pangan tersebut diletakkan.
Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah : pertumbuhan dan
aktivitas mikroba, aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan pangan, aktivitas
serangga, parasit dan binatang pengerat, kandungan air dalam bahan pangan,
suhu, udara, sinar, dan waktu penyimpanan.
Salah satu bahan pangan yang mudah rusak atau busuk adalah cabai
merah. Cabai merah merupakan komoditas holtikultura yang sangat penting bagi
masyarakat Indonesia. Cabai merah dibutuhkan setiap saat sebagai bumbu
masakan sehingga masakan memiliki cita rasa yang khas yaitu rasa pedas.
Kendala dalam pemasaran produk cabai merah ini adalah masalah
ketahanan dan kesegaran yang hanya bertahan sekitar satu minggu, sehingga
dibutuhkan metode untuk meningkatkan ketahanan cbai merah sehingga produk
cabai merah ini dapat terjual dengan baik walaupun harus melalui proses
perjalanan dalam pendistribusian yang memakan waktu cukup lama. Dan ketika
sampai ke tangan konsumen cabai merah ini masih segar dan tetap dapat
disimpan.
Salah satu cara dalam pengawetan bahan makanan (pangan) adalah dengan
iradiasi sinar gamma. Pengawetan dengan cara ini memberikan efek biologis bagi
sel hidup yang ada pada makanan (bahan pangan), sehingga sel hidup tersebut
bisa terhambat pertumbuhannya dan makanan (bahan pangan) menjadi awet.
Dalam penelitian ini dilakukan iradiasi pada cabai merah dengan 2 (dua)
variasi dosis yaitu 1 kGy dan 2 kGy, dan mendapatkan 2 (dua) perlakuan yang
ii
berbeda yaitu di shu ruang dan di lemari pendingin. Setelah 20 hari, dilihat
perubahan penampakan fisik dan kekerasan pada cabai merah. Pada suhu ruang,
cabai merah yang diiradiasi 2 kGy lebih rusak/busuk dari pada cabai merah yang
diiradiasi 1 kGy. Sedangkan yang diletakkan di lemari pendingin, cabai merah
yang diiradiasi 2 kGy lebih rusak/busuk dari pada cabai merah yang diiradiasi 1
kGy. Jika dibandingkan antara penyimpanan pada suhu ruang dan lemari
pendingin, penyimpanan pada suhu ruang lebih cepat rusak/busuk dari pada cabai
merah yang diletakkan di lemari pendingin.
Bisa disimpulkan bahwa cabai merah akan lebih tahan lama jika diiradiasi
dengan dosis 1 kGy dan disimpan di lemari pendingin (disimpan pada suhu
rendah).
iii
MENASITA M. Pengamatan Ketahanan Cabai Merah (Capsicum annum L)
dalam Penyimpanan setelah Diberi Pengaruh Iradiasi.
SUMMARY
Food which from crops such as fresh fruits and vegetables is food that
easily damage/decay. Damage or decay food can occur sooner or later depending
on the type of food and the environment which food is placed.
The main cause of food damages are growth and activities of microbes,
enzyme activity which found in food, activities of insects, parasites and rodent,
the womb of water in food, temperature, air, light, and storage time.
One of food that is easily damaged or decay is chili. Chili is essential
holticulture commodity for Indonesian people. Chili is needed at any time as
spices so that the cuisine has, a distinctive taste, spicy taste.
Constraints in marketing product of chili is endurance and freshness that
only survive about a week, so that the necessary methods to improve the
endurance of chili, so this can be sold well in spite of having to pass though
process in the distribution which take a long time. And when to consumers, the
chili is still fresh and still can be saved.
On way in preservation of food is gamma irradiation. This preservation
gives biological effect for cells which live on that food, so that living cells can be
hampered growth and food to be durable.
In this research, that is done irradiation on chili with 2 (two) variation
dose, 1 kGy and 2 kGy, and get 2 (two) different treatment, in the room
temperature and in the refrigerator. After 20 days, it can be seen the changed of
physical appearance and hardness chili. At room temperature, irradiated chili with
dose 2 kGy is more damage/decay than irradiated chili with dose 1 kGy. While
placed in the refrigerator, irradiated chili with dose 2 kGy is more damage/decay
than irradiated chili with dose 1 kGy. If compared between storage at room
iv
temperature and refrigenerator, storage chili at the room temperature is faster to
decay than at the refrigerator.
Conclude that chili will be durable if it`s be irradiated with dose 1 kGy and
stored in the refrigerator (stored at low temperature).
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang telah melimpahkan karunia, rahmat dan berkahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah minor ini. Penulis menyadari
bahwa penyusunan makalah minor ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1) Ibu dan Ayah serta adikku Kandi, keluarga yang selalu ada bagiku dan
senantiasa mendukung baik moril maupun materiil, serta atas doa yang
selalu dipanjatkan untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah minor ini.
2) Ir. Faqih Udin, MSc. selaku dosen mata kuliah seminar pada minor
Departemen Teknologi Industri Pertanian.
3) Dosen dan staf Departemen Fisika atas segala bantuan, saran dan motivasinya.
4) Rekan-rekan fisika dan non-fisika atas segala bantuan, saran dan motivasi
serta kebersamaannya selama ini.
5) Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
kekhilafan dalam penyusunan makalah minor ini. Kritik dan saran yang
membangun selalu diharapkan untuk menunjang kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan. Amiin.
Bogor, Juni 2009
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................vii
I. PENDAHULUAN .....................................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Tujuan 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................10
A. Cabai Merah .........................................................................................10
B. Iradiasi ..................................................................................................14
C. Dosismetry ...........................................................................................20
III. METODOLOGI .........................................................................................22
A. Waktu dan Tempat...............................................................................22
B. Bahan dan Alat .....................................................................................22
C. Tahapan Penelitian................................................................................22
D. Diagram Alir Penelitian .......................................................................23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................24
A. Hasil Pengamatan .................................................................................24
B. Pembahasan ..........................................................................................28
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................30
A. Kesimpulan ..........................................................................................30
B. Saran 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................32
vii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahan pangan atau makanan jika dibiarkan di udara terbuka pada suhu
kamar akan mengalami kerusakan atau bahkan kebusukan. Kerusakan atau
kebusukan bahan pangan atau makanan dapat berlangsung cepat atau lambat
tergantung dari jenis bahan pangan atau makanan yang bersangkutan dan kondisi
lingkungan dimana bahan pangan atau makanan diletakkan.
Bahan pangan yang berasal dari tanaman seperti buah-buahan dan sayuran
dalam keadaan segar adalah kelompok bahan pangan yang agak mudah rusak.
Tidak seperti kelompok bahan pangan hewani, kelompok bahan pangan ini
tergantung pada jenisnya, relatif dapat tahan beberapa hari pada suhu kamar
sebelum menjadi busuk.
Salah satu bahan pangan yang sering dikonsumsi tetapi mudah rusak
adalah cabai merah. Cabai merah merupakan komoditas holtikultura yang sangat
penting bagi masyarakat Indonesia. Komoditas ini digunakan dalam keperluan
sehari-hari oleh masyarakat Indonesia. Cabai merah dibutuhkan setiap saat
sebagai bumbu masakan, sehingga masakan memiliki cita rasa yang khas yaitu
rasa pedas. Rasa pedas cabai merah disebabkan oleh senyawa Kapsaisin
(C18H27NO3) yang terkandung dalam jaringan sekat dan plasenta. Selain itu cabai
merah juga mengandung lemak, protein, vitamin A, dan vitamin C.
Sebagai buah segar, daya simpan cabai sangat singkat. Karenanya,
penanganan mulai dari pemanenan sampai pengangkutan harus dilakukan secara
hati-hati. Kecerobohan dalam penanganan akan membuat cabai mudah rusak dan
menyebabkan penyusutan terhadap bobot cabai. Biasanya, jumlah kerusakan yang
terjadi mulai dari lapangan sampai ke tingkat pengecer sebesar 23%, yakni dengan
perincian berikut ini :
Jumlah kerusakan di lapang antara 4%
Jumlah kerusakan di pedagang pengumpul 7%
Jumlah kerusakan di pasar pengumpul 10% dan
Jumlah kerusakan di pengecer (pasar) sekitar 2%
viii
Jenis kerusakan mekanis umumnya lebih banyak terjadi selama
pengemasan dan pengangkutan. Selain kerusakan mekanis, cabai juga mudah
mengalami kerusakan fisik yang disebabkan oleh lingkungan tempat penyimpanan
cabai terlalu lembab (90%) atau suhu tropis yang tinggi. Kerusakan fisik ini
biasanya ditandai dengan membusuknya cabai segar yang disimpan. Namun,
kelembapan lingkungan juga tidak boleh kurang dari 80% karena bisa
menyebabkan cabai kering sehingga cabai tampak keriput dan terlihat tidak segar
lagi [1].
Penyebab Utama Kerusakan Bahan Pangan
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan
pangan, antara lain :
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba
Pertumbuhan mikroba dapat dihambat dengan berbagai jenis
radiasi seperti radiasi sinar-X, radiasi sinar ultra violet dan radiasi ionisasi
yang disebut iradiasi. Dengan dosis tertentu radiasi dapat mematikan
mikroba dan menginaktifkan enzim dalam bahan pangan. Radiasi ionisasi
atau iradiasi dengan sinar-gamma saat ini umum dilakukan untuk berbagai
jenis bahan pangan mentah dari mulai rempah-rempah sampai udang beku.
2. Aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan pangan
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis
biologis yang dapat mengendalikan berbagai reaksi biokimia yang terdapat
di dalam jaringan hidup. Enzim dapat berasal secara alami di dalam bahan
pangan, atau dapat pula berasal dari mikroba yang mencemari bahan
pangan yang bersangkutan. Enzim yang dikeluarkan oleh mikroba dapat
menimbulkan perubahan bau, warna, dan tekstur pada bahan pangan.
Karena merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulakan kerusakan
pada bahan pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika bahan pangan
yang bersangkutan akan diawetkan.
3. Aktivitas serangga, parasit dan binatang pengerat.
Serangga merusak bahan pangan bukan hanya memakan bahan
pangan tetapi luka yang ditimbulkan pada permukaan bahan pangan akan
ix
mengundang mikroba untuk mencemari luka tersebut dan tumbuh serta
berkembang di sana. Di samping itu, air kencing dan kotoran serangga
yang berkumpul pada tumpukan bahan pangan juga merupakan tempat
yang cocok bagi mikroba untuk tumbuh dan berkembang.
Salah satu contoh parasit yang dapat merusak bahan pangan adalah
cacing. Cacing tersebut masuk ke dalam tubuh hewan melalui sisa-sisa
makanan yang dimakan hewan yang bersangkuatan.
Tikus merupakan salah satu hama yang sering menyerang tanaman
bahan pangan. Bahaya tikus bukan hanya karena binatang ini dapat
mennghabiskan hasil panen, tetapi juga kotorannya termasuk air kencing
dan bulu yang terlepas dari kulitnya merupakan media yang sesuai bagi
pertumbuhan mikroba.
4. Kandungan air dalam bahan pangan
Air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu
faktor penyebab kerusakan bahan pangan. Umumnya bahan pangan yang
mudah rusak adalah bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang
tinggi. Air dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya dan
dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di
dalam bahan pangan.
Air yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi di dalam bahan
pangan serta tumbuhnya mikroba adalah air bebas. Air yang terikat kuat
secara kimia sulit digunakan mikroba untuk hidupnya. Oleh karena itu,
dengan menambahkan gula, garam, dan senyawa sejenis lainnya dalam
jumlah yang cukup dapat mengikat air tersebut, dan makanan menjadi
awet meskipun kandungan airnya masih cukup tinggi.
5. Suhu, baik suhu tinggi maupun rendah
Tergantung pada jenis bahan pangan, suhu yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi dapat mempercepat kerusakan bahan pangan. Oleh karena
itu, jika proses pendinginan atau pemanasan tidak dikendalikan dengan
benar, maka dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Hasil pertanian
hortikultura khususnya buah-buahan dan sayuran tropis sifatnya peka
x
terhadap suhu rendah. Umumnya pada suhu penanganan bahan pangan
pangan, setiap kenaikan 10°C, kecepatan reaksi kimia naik 2 kalinya.
6. Udara khususnya oksigen
Udara khususnya oksigen yang terkandung di dalamnya
merupakan penyebab utama ketengikan bahan pangan yang berlemak.
Demikian juga, oksigen dapat merusak vitamin, terutama vitamin A dan C.
Oksigen juga dapat menimbulkan kerusakan warna sehingga produk
pangan jadi pucat. Oksigen adalah komponen penting bagi hidup mikroba
aerob, karena itu sering ditemukan di permukaan bahan pangan atau di
celah-celahnya.
7. Sinar
Kerusakan bahan pangan karena sinar terlihat jelas pada makanan
yang berwarna. Warna bahan pangan tau makanan dapat menjadi pucat
karena pengaruh sinar.
Sinar juga dapat merusak beberapa vitamin yang terkandung dalam
bahan pangan, misalnya vitamin B2, vitamin A dan vitamin C.
8. Waktu penyimpanan
Sesudah bahan pangan dipanen, diperah (susu) atau disembelih
(daging), ada waktu sesaat yang dipunyai bahan pangan untuk memberikan
mutu puncaknya, akan tetapi sesudah itu mutu akan turun terus-menerus.
Penurunan mutu karena faktor waktu ini sangan dipengaruhi oleh faktor-
faktor kerusakan bahan pangan lainnya [12].
Jenis-Jenis Teknik Pengolahan dan Pengawetan Makanan
Teknik pengawetan makanan ada beberapa cara, antara lain :
1. Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu
pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu
rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan
pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C.
Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0
C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama
xi
beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya,
sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa
bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan
pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan
mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam
pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan
pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan
mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian
berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga
berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat
lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan
yang terlalu rendah.
2. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian
besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya,
kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga
mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan
pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi
lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan
dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi
menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat
di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-
bijian. Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga
mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di
keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-
sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang
lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan
sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi)
sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di
berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran
xii
udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah
pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada
setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari
semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi
pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan,
aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
3. Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan
yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis,
perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat
khususnya pengemas plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu,
karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking
merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang
dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan
biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida
dan sinar UV atau radiasi gama.
4. Pengalengan
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan
pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba,
dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan
secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab
penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan
makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan
akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi
komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora
atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang
dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya
makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera
setelah proses pengalengan selesai.
xiii
5. Penggunaan Bahan Kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu
mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan
memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa
jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package
desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk
melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk
memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering
digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga
dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
6. Pemanasan
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan
pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan
pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap
susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya,
komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang
hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin
tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh
mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam
kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses
pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar
mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal
dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan
pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet.
Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi,
pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas 1000 C.
7. Teknik Fermentasi
Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber
makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi
dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan
menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat
xiv
menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika
dikonsumsi akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman)
3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk
bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah
vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga
menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta
senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang
dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan
mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet
identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi
3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam
nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan
membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
8. Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran,
seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang
digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah.
Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik
penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber
iradiasi buatan.
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus
diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal
yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah
banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik,
ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.
Berikut merupakan penerapan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi
pangan :
Tujuan Dosis (kGy) Produk
Dosis rendah (s/d 1 kGy)
Pencegahan pertunasan 0,05 – 0,15 Kentang, bawang putih,
xv
Pembasmian serangga dan
parasit
Perlambatan proses fisiologi
0,15 – 0,50
0,50 – 1,00
bombay, jahe
Serealia, kacang-kacangan
segar dan kering, ikan,
daging
Buah dan sayur segar
Dosis sedang (1 – 10 kGy)
Perpanjangan masa simpan
Pembassmian mikroorganisme
perusak dan patogen
Perbaikan sifat teknologi pangan
1,00 – 3,00
1,00 – 3,00
2,00 – 7,00
Ikan, arbei segar
Hasil laut segar dan beberapa
unggas segar/beku
Anggur
Dosis tinggi (10 – 50 kGy)
Pensterilan industri
Pensterilan bahan tambahan
makanan tertentu dan
komponennya
10 - 50 Daging, daging unggas,
makanan siap hidang
Tabel 1. Penerapan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan
Hasil penelitian mengenai efek kimia iradiasi pada berbagai macam bahan
pangan hasil iradiasi (1 – 5 kGy) belum pernah ditemukan adanya senyawa yang
toksik. Pengawetan makanan dengan menggunakan iradiasi sudah terjamin
keamanannya jika tidak melebihi dosis yang sudah ditetapkan, sebagaimana yang
telah direkomendasikan oleh FAO-WHO-IAEA pada bulan november 1980.
Rekomendasi tersebut menyatakan bahwa semua bahan yang diiradiasi tidak
melebihi dosis 10 kGy aman untuk dikonsumsi manusia [2].
B. TUJUAN
Penelitian ini ditujukan untuk mengamati ketahan cabai merah dalam dua
kondisi penyimpanan setelah diberikan dosis radiasi tertentu (1 kGy dan 2 kGy).
xvi
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. CABAI MERAH
Klasifikasi cabai merah yang digunakan secara ilmiah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
(unranked) : Angiosperms
(unranked) : Eudicots
(unranked) : Asterids
Order : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Capsicum
Species : C. annuum L [3]
Cabai (Capsicum annum L) adalah buah dan tumbuhan anggota genus
Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu,
tergantung bagaimana digunakan.
Cabai termasuk dalam suku terong-terongan dan merupakan tanaman yang
mudah ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Tanaman cabai
banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri capsaicin
yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan
untuk rempah-rempah (bumbu dapur) [4]. Senyawa ini tersimpan pada “urat”
putih cabai yaitu tempat melekatnya biji, Oleh karena itu, untuk mengurangi rasa
pedasnya, biasanya biji cabai dibuang berikut “urat”nya. Namun, justru senyawa
inilah yang membuat orang ketagihan akan rasa cabai.
Tingkat kepedasan cabai akan berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Cabai
jenis ‘hot beauty’ mempunyai cita rasa pedas dengan skala menengah. Bila
xvii
dikelompokkan, tingkat kepedasan, cabai dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu cabai dengan tingkat kepedasan tidak pedas, kurang pedas, pertengahan, dan
sangat pedas (Tabel 1.)
No. Kelompok KepedasanKandungan
capsaicinWarna Kegunaan
1.
Cabai dengan
tingkat kepedasan
sangat pedas
175.000 – 70.000 40 – 100 MerahEkstrak
oleoresin
2.
Cabai dengan
tingkat kepedasan
pertengahan
70.000 – 30.000 20 – 40 Merah
Bahan
campuran
rempah
3.
Cabai dengan
tingkat kepedasan
kurang
0 – 35.000 0 – 20 Merah Serbuk cabai
4. Cabai tidak pedasMerah
tua
Bahan
pewarna dan
bumbu
Tabel 2. Pengelompokan kepedasan cabai dalam perdagangan internasional
Cabai mengandung banyak gizi berupa protein dan yang berguna bagi
tubuh. Tiap 100 gram cabai merah segar mengandung gizi : kalori 31,0 kal,
protein 1,0 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 7,3 g, kalsium 29,0 mg, fosfor 24,0 mg,
besi 0,5 mg, vitamin A 470 SI, vitamin C 18,0 mg, vitamin B1 0,05 mg, vitamin
B2 0,03 mg, niasin 0,20 mg, kapsaikin 0,1 s/d 1,5%, pectin 2,33%, pentosan
8,57%, pati 0,8 s/d 1,4%. (Tabel 2).
Kandungan
KimiaCabai Rawit Cabai Merah Cabai Hijau
Energi (kal) 103 31 23
Protein (g) 4,7 1,0 0,7
Lemak (g) 2,4 0,3 0,3
xviii
Karbohidrat (g) 19,9 7,3 5,2
Kalsium (mg) 45 29 14
Fosfor (mg) 85 24 23
Vitamin A (SI) 11,05 470 260
Vitamin C (mg) 70 181 84
Tabel 3. Kandungan Kimia berbagai jenis cabai per 100 g.
Cabai dipergunakan sebagai penyedap masakan. Pada saat ini cabai tidak
hanya dimanfaatkan untuk konsumsi segar saja tetapi sudah banyak diolah
menjadi berbagai produk olahan seperti saos cabai, sambal cabai, pasta cabai,
bubuk cabai dan cabai instant.
Cabai dapat dipergunakan untuk terapi kesehatan diantaranya
menyembuhkan kejang, sakit tenggorokan, alergi serta membantu sirkulasi darah
dalam jantung. Cabai juga bersifat analgesik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
obat untuk meringankan pegal, encok, rematik dan obat oles kulit.
Selain bertanggung jawab terhadap rasa pedas, capsaicin pada cabai juga
berkhasiat sebagai penambah nafsu makan dan obat pengurang rasa sakit.
Bagi orang yang sudah sangat terbiasa mengonsumsi makanan yang pedas,
biasanya nafsu makannya akan menjadi berkurang bila tidak ada sambal atau
cabai yang menyertai makanannya. Hal ini tidaklah mengherankan karena
ternyata capsaicin cabai memang bersifat stomatik, yakni dapat meningkatkan
nafsu makan.
Capsaicin juga mampu merangsang produksi hormon endorfin sehingga
bisa membangkitkan sensasi kenikmatan. Seperti diketahui, hormon endorfin
berperan dalam mengurangi rasa sakit. Oleh karena itu, sering dijumpai orang
yang mengalami gejala sakit kepala akan segera sembuh setelah mengonsumsi
sesuatu yang rasanya pedas. Hal ini karena rasa pedas yang ditimbulkan oleh
capsaicin dapat menghalangi aktivitas otak ketika menerima sinyal rasa sakit dari
pusat sistem saraf. Terhambatnya perjalanan sinyal ini akan mengurangi rasa sakit
yang diderita seseorang. Pada saat yang bersamaan, capsaicin akan mengencerkan
lendir sehingga dapat melonggarkan penyumbatan pada tenggorokan dan hidung.
Hal ini pula yang membuat makanan yang bercita rasa pedas dapat meringankan
xix
orang yang mengidap penyakit hidung dan tenggorokan seperti pilek, batuk
bahkan sinusitis.
Capsaicin bersifat anti koagulan sehingga bisa mencegah seseorang
terserang stroke dan jantung koroner. Cara kerjanya adalah dengan menjaga darah
tetap encer dan mencegah terbentuknya kerak lemak pada pembuluh darah. Oleh
karena itu, kegemaran makan cabai bisa memperkecil kemungkinan seseorang
menderita penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis) [1].
Cabai banyak mengandung kapsikidin. Yaitu suatu senyawa yang terdapat
dalam biji, senyawa ini sangat berguna untuk memperlancar kerja sekresi asam
lambung dan mencegah terjadinya infeksi pada system pencernaan.
Cabai juga memiliki senyawa lain yaitu kapsikol. Senyawa kapsikol
berfungsi untuk mengurangi pegl-pegal, sakit gigi, sesak napas termasuk juga
gatal-gatal. Seiring dengan perkembagan teknologi, cabai banyak dimanfaatkan
sebagai bahan pembuatan salep gosok, salep tempel dan obat pegal linu.
Cabai yang memiliki begitu banyak khasiat tersebut disebabkan oleh
senyawa kapsaikin ( C18 H27NO3 ) yang terkandung dalam buah cabai. Kapsaikin
merupakan unsur aktif pokok yang terdiri dari lima komponen kapsaikinoid, yaitu
nordihidro kapsaikin, kapsaikin, dihidro kapsaikin, homo kapsaikin dan homo
dihidro kapsaikin. Senyawa-senyawa tersebut bisa dijadikan obat untuk
pengobatan sirkulasi darah yang tidak lancar dikaki, tangan dan jantung [5].
Senyawa ini dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan parem kocok.
Kandungan senyawa ini berkhasiat menghilangkan pegal dan ngilu akibat rematik.
Selain itu juga bersifat antiradang. Oleh karena itu, bila tubuh merasa sangat
kedinginan sehingga menyebabkan kaki mengeriput atau terasa membeku, oleskan
cabai pada kaki dan di sela-sela jemari. Cara yang sama bias digunakan untuk
mengobati bengkak atau bisul.
Cabai merah merupakan tanaman sayuran yang penting di Indonesia.
Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri produk cabai merah juga di
ekspor. Dalam keseharian di lapangan tanaman ini sering diserang oleh berbagai
jenis hama seperti ulat buah, kepik penghisap buah, kepik hijau, ulat grayak, lalat
buah,trips, dan tungas kuning.
xx
Petani harus mengendalikan hama-hama ini untuk mempertahankan
produksinya dan pada umumnya pengendalian dilakukan secara kimiawi dengan
meyemprotkan insektisida. Insektisida yang biasa digunakan untuk tanaman cabai
adalah insektisida dari golongan organofosfat antara lain adalah dimetoat.
Insektisida ini digunakan untuk mengendalikan hama kutu daun Myzus persicae
dan hama Trips sp
Perlakuan karantina diperlukan apabila sayuran cabai akan diekspor ke
negara lain. Pengalaman menunjukkan bahwa tanpa perlakuan karantina cabai
dari Indonesia ditolak untuk diekspor ke Taiwan karena dikhawatirkan
mengandung hama lalat buah yang dapat menular ke negara pengekspor.
Selain itu kendala dalam pemasaran produk cabai merah ini apalagi
komoditi ekspor adalah masalah ketahanan dan kesegarannya yang hanya
bertahan sekitar seminggu, sehingga dibutuhkan metode untuk meningkatkan
ketahanan cabai sehingga produk dapat terjual dengan baik walaupun harus
melalui proses perjalanan dalam pendistribusian yang memakan waktu cukup
lama. Dan ketika sampai ke tangan konsumen cabai merah masih segar dan tetap
dapat di simpan.
Salah satu cara untuk mengatasi beberapa persoalan tersebut adalah
dengan iradiasi gamma.
B. IRADIASI
Iradiasi merupakan proses yang disebabkan oleh ledakan radiasi. Ledakan
dapat terjadi secara sengaja ataupun secara tidak sengaja atau kecelakaan. Radiasi
yang biasa digunakan secara khusus adalah radiasi pengion yang lebih dikenal
dengan sebutan iradiasi [6]. Secara kamus, deskripsi iradiasi pangan adalah
metode penyinaran terhadap pangan, baik menggunakan zat radioaktif maupun
akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta
membebaskan pangan dari jasad renik patogen [7].
xxi
Iradiasi sendiri merupakan proses fisika. Jenis radiasi yang umum dipakai
adalah :
1. Sinar gamma
Radiasi gamma merupakan radiasi foton gamma pada spektrum
elektromagnetik. Radiasi yang diperoleh melalui penggunaan
radioisotop, umumnya Cobalt-60 atau Cesium-137. Cobalt-60 dibuat
secara sengaja dari Cobalt-59 yang khusus dirancang untuk penggunaan
reaktor nuklir. Cesium-137 digunakan selama perbaikan sebagai bahan
bakar nuklir. Karena teknologi ini – kecuali untuk kepentingan militer,
tidak disediakan secara komersil.
Iradiasi pangan menggunakan Cobalt-60 merupakan metode yang
banyak digunakan karena tingkat kebocoran pallet yang rendah. Pallet
diradiasi selama beberapa menit sampai beberapa jam tergantung dosis.
Material radioaktif harus dipantau dan disimpan secara hati-hati untuk
melindungi para pekerja dan lingkungan dari radiasi sinar gamma [8].
Pengawetan dengan iradiasi sinar gamma, menurut Fardiaz (1992)
dapat mengakibatkan kerusakan subletal pada sel mikroorganisme.
Kerusakan tersebut menyebabkan kebocoran sehingga komponen sel
keluar ke medium sekelilingnya dan mengakibatkan perubahan aktivitas
metabolisme. Perubahan tersebut dapat berupa penurunan kemampuan
dalam memecah senyawa yang dibutuhkan sel, kehilangan kemampuan
untuk melakukan transpor melalui membran, dan penurunan aktivitas
enzim yang penting dalam metabolisme [9].
2. Sinar x, ultra violet
Hampir sama dengan radiasi sinar gamma, sinar x adalah radiasi
foton dari energi spektrum dan energi alternatif isotop berdasarkan
sistem iradiasi. Sinar x dihasilkan dari tumbukan percepatan elektron
dengan target seperti tantalum atau tungsten seperti pada proses
konversi bremsstrahlung. Sistem ini secara umum menghasilkan
efisiensi energi yang rendah selama konversi energi elektron menjadi
radiasi foton yang membutuhkan lebih banyak energi listrik daripada
sistem lainnya [8].
xxii
3. Elektron yang dipercepat (accelerated electron) memiliki cukup energi untuk
menyebabkan ionisasi
Jenis radiasi ini merupakan radiasi berenergi tinggi yang disebut
radiasi pengion, karena menimbulkan ionisasi pada materi yang
dilaluinya. "Elektron yang dihasilkan Molecular Beam Epitaxy (MBE)
akan meningkatkan kecepatan energi pada gelombang mikro yang
mendekati kecepatan cahaya, yakni sekitar 186.000 mil per detik.
Elektron yang dipercepat itu akan melepaskan energinya dan
merusak mikroba perusak yang terbawa di dalam bahan pangan. Proses
akan berlangsung cepat, sehingga tidak meningkatkan suhu dan tidak
meninggalkan residu pada bahan yang diproses dengan teknik tersebut.
Agar proses iradiasi bahan pangan tidak menimbulkan bau akibat
produksi ozon yang sebagian terserap ke dalam bahan tersebut, maka
perlu adanya kontrol atas produksi ozon dan diserap serta dibuang ke
tempat lain, dengan teknik yang berbeda pula.
Keterbatasan MBE adalah sinar yang dihasilkan hanya bisa
menembus produk yang memiliki tebal maksimal 10 cm. Jika makanan
yang hendak diawetkan mempunyai ketebalan lebih dari 10 cm, maka
perlu dilakukan proses iradiasi dari berbagai sisi sampai seluruh
makanan mengalami proses pengawetan. Dengan teknologi ini, biaya
produksi bisa ditekan antara 40-50 persen [10].
Seperti kita tahu produk pangan mempunyai masalah klasik yaitu
mengandung bakteri pathogen yang mengakibatkan pendeknya usia simpan serta
resiko penyakit terhadap manusia yang mengkonsumsinya.
Usia simpan bahan pangan memang menjadi masalah serius apabila bahan
pangan tersebut ditujukan sebagai stok, komoditas perdagangan antar
daerah/pulau atau bahkan ekspor. Menurut cerita penjual kol bulat dan gepeng,
kedua sayuran itu separuhnya bisa terbuang percuma karena busuk, akibat
penyimpanannya hanya mampu hingga 8 jam.
Belum lagi cerita-cerita sedih seputar busuknya bertruk-truk bahan
makanan di jalan karena kelambatan penyeberangan, macet atau bersebab masalah
xxiii
teknis lain. Semua persoalan ini bisa diselesaikan melalui iradiasi. Caranya adalah
memutuskan DNA sel mikroba pathogen sehingga mereka tidak bisa mereplikasi
diri dan mati. Dengan dosis rendah (sampai 1 kGy) sinar gama juga akan
menunda pematangan sayur dan buah segar. Bukan itu saja, dalam dosis ini sinar
sinar gamma juga akan menghambat pertunasan/perkecambahan dan membasmi
serangga dan parasit.
Memang banyak yang bisa dilakukan terhadap produk pertanian bila usia
simpannya bisa diperpanjang melalui penghambatan pematangan/pertunasan dan
mengendalikan organisme pembusuk.
Sementara produk pertanian yang akan diekspor, dalam salah satu
prosedur karantina, produk harus melakukan proses iradiasi dengan tujuan untuk
sterilisasi dari serangga baik dalam wujud serangga dewasa, larva, maupun
telurnya, sehingga tidak menjadi pandemi di negara konsumen.
Iradiasi pada produk pangan bertujuan untuk membasmi bakteri, jamur,
atau parasit yang menyebabkan keracunan pada manusia. Bakteri yang dapat
dibasmi dengan irradiasi antara lain Eschericia Coli O157:H7, Salmonella, Listeria,
Campylobacter dan Vibrio. Menurut penelitian bakteri-bakteri ini telah
menyebabkan lebih dari 5000 kematian dan 76 juta kasus keracunan di Amerika
dan seluruh dunia.
Proses radiasi untuk pengawetan makanan akan menghambat pertunasan,
membasmi serangga, dan membunuh mikroba patogen. Sebelum proses radiasi,
makanan harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain kadar keasaman (PH),
kadar air, dan suhu makanan. Setelah diiradiasi, makanan tetap segar, kualitas
yang tetap terjaga, dan bisa langsung dikonsumsi. Setelah proses iradiasi ini, perlu
ada pengemasan yang tepat agar tidak ada lagi sel hidup lain yang masuk ke
makanan lagi. Makanan setidaknya disimpan pada suhu kamar.
Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan baik dengan
menggunakan zat radioaktif maupun akselator untuk mencegah terjadinya
pembusukan dan kerusakan pangan serta membebaskan dari jasad renik patogen.
Iradiasi pangan merupakan proses yang aman dan telah disetujui oleh lebih kurang
50 negara didunia dan telah ditetapkan secara komersial selama puluhan tahun di
USA, Jepang dan beberapa negara Eropa [2].
xxiv
Sumber Iradiasi
Bahan Pangan
Eksitasi, Ionisasi, dan Perubahan Komponen Sumber
Iradiasi
Efek Fisik, Kimia, dan Biologis Bahan Pangan
Pertumbuhan Sel Bahan Terhambat, Mikroorganisme Patogen dan Pembusuk Mati, Perubahan Warna,
aroma, dan Tekstur Bahan, Perubahan Nilai Nutrisi
Pada prinsipnya pengawetan bahan pangan dengan iradiasi digunakan
radiasi berenergi tinggi yang dikenal dengan nama radiasi pengion, karena dapat
menimbulkan ionisasi pada materi yang dilaluinya. Gambar 1 menunjukkan
prinsip pengawetan bahan pangan dengan niradiasi.
Gambar 1. Skema proses pengolahan bahan pangan dengan radiasi
Gambar di atas terlihat bahwa sumber iradiasi (sinar x, sinar gamma dan
berkas elektron) mengenai bahan pangan. Apabila hal ini terjadi maka akan
menimbulkan eksitasi, ionisasi dan perubahan komponen yang ada pada bahan
pangan tersebut. Apabila perubahan terjadi pada sel hidup, maka akan
menghambat sintesis DNA yang menyebabkan proses terganggu dan terjadi efek
xxv
biologis. Efek inilah yang digunakan sebagai dasar untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan.
Pemanfaatan praktis iradiasi bahan pangan banyak berkaitan dengan
pengawetan. Radiasi menonaktifkan organisme perusak pangan, yaitu bakteri,
kapang dan khamir. Iradiasi juga efektif untuk memperpanjang masa simpan
sayur dan buah segar karena membatasi perubahan hayati yang berkaitan dengan
pematangan, peramunan, pertumbuhan dan penuaan.
Ketidakstabilan ini menyebabkan inti atom bergerak menuju inti stabil
dengan memancarkan radiasi pengion (ionizing radiation) atau yang umum
dikenal dengan nama iradiasi. Sesuai dengan namanya, radiasi pengion bila
bereaksi dengan materi akan menghasilkan ion. Hal ini terjadi karena energi yang
dihasilkan cukup kuat untuk memecah ikatan kimia. Radiasi pengion ada yang
berupa partikel dan ada yang berupa gelombang elektrmagnetik.
Berberapa proses peluruhan radioaktif yang menghasilkan partikel α atau β
membentuk inti baru yang berenergi tinggi. Inti ini kemudian melepaskan
energinya dalam bentuk radiasi elektromagnetik, yaitu sinar gamma (γ). Sinar γ
memiliki daya tembus yang amat kuat dan tidak terbelokkan oleh medan magnet
atau medan listrik [11].
Dalam meradiasi pangan, sumber radiasi yang boleh digunakan adalah :
a. Sinar Gamma dari radionuklida 60Co atau 137Cs
b. Sinar X yang dihasilkan dari mesin sumber yang dioperasikan dengan energi pada atau dibawah 5 Mev
c. Elektron yang dihasilkan dari sumber yang dioperasikan dengan
energi pada atau dibawah 10 Mev [13]
Produk yang mengalami proses radiasi bisa dikatakan aman karena
sepanjang di lakukan oleh ahlinya dan sesuai takaran patut proses iradiasi pangan
aman. Faktor utama yang menentukan keamanan iradiasi pada bahan pangan
adalah berdasarkan aspek mikrobiologi, kimia radiasi, fisika, nuturisi, toksisitas,
mikrobiologi, bahan pengemas, dan organoleptik. Pada prinsipnya, iradiasi
pengion pada bahan pangan dapat dimanfaatkan untuk tiga tujuan yang berbeda
yaitu fitosanitasi dan pengawetan pada buah, sayuran, dan rimpang segar; sanitasi
yaitu pemanfaatan iradiasi sebagai proses non termal yang setara dengan
xxvi
pasteurisasi panas pada daging dan unggas, produk perikanan yang dibekukan,
dan pangan olahan; dan sterilisasi komersial khususnya untuk penyediaan pangan
darurat berkualitas dan dapat disimpan pada suhu kamar dalam jangka panjang.
Selain itu disebutkan juga bahwa iradiasi tidak merusak gizi bahan
pangan. Hasil penelitian mengenai efek kimia iradiasi pada berbagai macam
bahan pangan belum pernah ditemukan adanya senyawa yang toksik
(FAO/IAEA/WHO, 1981; Licciardello dan Ronsivalli, 1982). Dari hasil penelitian
Institute of Food Science and Technology (1999) pada dosis 10 kGy makanan
yang diiradiasikan tidak mengalami kerusakan asam lemak, mineral maupun asam
aminonya.
Pengemasan hampa udara pangan iradiasi akan memperkecil kerusakan
komposisi gizi dan kontaminasi bakteri yang sangat merugikan. Pengemasan
hampa udara juga bermanfaat dalam memperpanjang masa simpan dan mencegah
oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan (rancidity) pada bahan pangan. [9]
Iradiasi merupakan proses ”dingin” (tidak melibatkan panas) sehingga
hanya menyebabkan sedikit penampakan secara fisik dan tidak menyebabkan
perubahan warna dan tekstur bahan pangan yang diiradiasi. Perubahan kimia yang
mungkin terjadi adalah penyimpangan flavor dan pelunakan jaringan. Selama
proses iradiasi, produk pangan menyerap radiasi. Radiasi akan memecah ikatan
kimia pada DNA dari mikroba atau serangga kontaminan. Organisme kontaminan
tidak mampu memperbaiki DNA-nya yang rusak sehingga pertumbuhannya akan
terhambat. Pada iradiasi pangan, dosis iradiasi tidak cukup besar untuk
menyebabkan pangan menjadi radioaktif. Walaupun begitu, proses iradiasi sendiri
masih menghasilkan kontroversi, baik di dalam maupun di luar negeri. [10]
C. DOSISMETRY
“Dose” adalah kuantitas secara fisik yang dikembangkan proses radiasi dalam
makanan yang berhubungan dengan efek yang bermanfaat yang akan dicapai.
Dosis radiasi diukur dalam unit SI dikenal sebagai Gray (Gy). Satu Gray (Gy)
dosis radiasi sama dengan 1 Joule energy yang diserap per kilogram bahan
xxvii
makanan. Ukuran dosis dalam radiasi bahan pangan biasanya diukur dalam kGy
(1000 Gy).
Ukuran dosis radiasi dikenal denal sebagai dosimetry. Standar yang
menjelaskan kalibrasi dan penggunaan untuk dosimetry radiasi, serta prosedur
yang berhubungan dengan alat pengukur dosis sampai efek yang diterima,
dikelola oleh American Society for Testing and Materials (ASTM international)
dan juga sesuai dengan standar ISO/ASTM.
Berdasarkan dosis pemakaiannya, secara umum dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu :
1. Aplikasi dosis rendah (sampai 1 kGy)
Bertunas dalam umbi 0.03 – 0.15 kGy
Keterlambatan dalam kematangan buah 0.25 – 0.75 kGy
Menghilangkan parasit dan mengkarantina pertumbuhan serangga
pada bahan pangan 0.07 – 1.00 kGy
2. Aplikasi dosis sedang (1 kGy sampai 10 kGy)
Mengurangi dari mikroba busuk sampai memperpanjang ketahanan
daging, unggas dan seafoods dalam mesin pendingin 1.50 – 3.00 kGy
Mengurangi mikroba pathogen pada daging segar dan beku, unggas
dan seafoods 3.00 – 7.00 kGy
Mengurangi jumlah mikroorganisme pada rempah-rempah untuk
meningkatkan kualitas higienis 10.00 kGy
3. Aplikasi dosis tinggi (diatas 10 kGy)
Sterilisasi kemasan daging, unggas dan produk lainnya tanpa
pendinginan 25.00 – 70.00 kGy
Sterilisasi diet rumah sakit 25.00 – 70.00 kGy
Perbaikan produk seperti peningkatan hasil sari buah atau re-
hydration
xxviii
III. METODELOGI
A. WAKTU dan TEMPAT
Percobaan ini dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2009 di Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jum`at, Jakarta Selatan. Pengamatan dilakukan
selama 20 hari.
B. BAHAN dan ALAT
Cabai merah (Capsicum annum L)
Iradiasi dengan dosis 1,0kGY dan 2,0kGy
Lemari pendingin
Plastik bening
Kamera
C. TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan 2 tempat penyimpanan yaitu suhu ruang dan suhu
lemari pendingin. Ada 2 kontrol yang berada di suhu ruang dan suhu lemari
pendingin. Penelitian ini cukup sederhana karena yang dilakukan hanya
memeberikan dosis iradiasi tertentu yaitu sebesar 1,0 kGY dan 2,0 kGy ke dalam
cabai merah kemudian dilakukan penyimpanan, setelah beberapa hari dilakukan
pengamatan terhadap perubahai kesegaran dan warna dari cabai merah sehingga
dapat dilihat ketahanannya dari 2 tempat penyimpanan dan iradiasi yang
dilakukan.
xxix
Suhu ruang Di lemari pendingin
Kontrol Iradiasi 1 kGy
Iradiasi 2 kGy
Kontrol Iradiasi 1 kGy
Iradiasi 2 kGy
Pengamatan fisik cabai merah berupa tampilan fisik, dan kekerasan
Sampel cabai merah
Penyimpanan
D. DIAGRAM ALIR PENELITIAN
xxx
IV. HASIL dan PEMBAHASAN
A. HASIL PENGAMATAN
Pengamatan hari ke-8
Penyimpanan suhu ruang
Sampel A1 (kontrol)
Sampel A2 (radiasi dosis 1 kGy)
Sampel A3 (radisi dosis 2 kGy)
xxxi
Penyimpanan lemari pendingin
Sampel B1 (Kontrol)
Sampel B2 (radiasi dosis 1 kGy)
Sampel B3 (radisi dosis 2 kGy)
xxxii
Pengamatan hari ke-18
Dari kiri- kanan (atas) : A3-A1-A2
Dari kiri-kanan (bawah) : B1-B3-B2
xxxiii
Pengamatan hari ke20
Dari kiri- kanan (atas) : A1-A2-A3
Dari kiri-kanan (bawah) : B1-B2-B3
xxxiv
B. PEMBAHASAN
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 (enam) buah cabai
merah yang masing-masing akan diberi perlakuan yang berbeda-beda. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, sampel terbagi menjadi 6 perlakuan, kontrol di
suhu ruang (A1), sampel dengan dosis iradiasi 1.0 kGy penyimpanan di suhu
ruang (A2), sampel dengan dosis iradiasi 2.0 kGy penyimpanan di suhu ruang
(A3) , kontrol pada penyimpanan di lemari pendingin (B1), sampel dengan dosis
iradiasi 1.0 kGy penyimpanan di lemari pendingin (B2), dan sampel dengan dosis
iradiasi 2.0 kGy penyimpanan di lemari pendingin (B3). Keenam sampel masing-
masing disimpan pada plastik bening yang berbeda dengan tujuan untuk
mempercepat pembusukan karena sayuran tidak akan bertahan lama terbungkus
dalam sebuah plastik. Setelah dilakukan penyimpanan selama 3 hari hasilnya
memperlihatkan bahwa telah terjadi kerusakan yang lebih cepat pada sampel A1,
terlihat ujung dari cabai rusak agak banyak, sedangkan sampel A2 agak lembek
dibandingkan dengan dosis A3 yang lebih segar namun ketiga sampel warna
cabainya merah kehitaman mendekati busuk dibandingkan warna cabai pada awal
pengamatan. Untuk ketiga sampel yang tersimpan di lemari pendingin, ketiganya
memiliki warna cabai yang masih merah segar seperti hari pertama penelitian, dan
tidak terjadi kerusakan yang cukup banyak sekalipun pada sampel B1, namun
keganjilannya adalah pada sampel B3 ujung cabai menjadi berair seperti terkoyak
atau rusak, namun ketika dipegang masih terasa segar. Asumsi awal cabai yang
diberikan radiasi dengan dosis lebih tinggi akan memiliki ketahanan dalam
penyimpanan atau kesegaran lebih baik apalagi dengan dilakukan penyimpanan
pada lemari pendingin.
Pengamatan pada hari kedelapan memperlihatkan bahwa kontol A1
mengalami kerusakan yang cukup parah, sudah terkoyak dan berair, sedangkan
untuk sampel A2 dan A3 terlihat tangkainya sudah berjamur dan lepas dari
buahnya, namun sampel A3 lebih busuk dibandingkan sampel A2. Sedangkan
untuk sampel B1 sudah agak lembek, sampel B2 dan B3 masih segar, ketiga
sampel masih memilki warna yang tetap merah menyala terlihat masih segar.
xxxv
Pengamatan hari ke-18 dan 20 memperlihatkan bahwa sampel A1 sudah
benar-benar busuk, berair warna kuning, sampel sudah mulai hancur secara
keseluruhan, bentuknya benar-benar rusak. Sampel A2 masih utuh tapi mulai
lembek dan warna tidak segar lagi. Sampel A3 sudah mengalamai pembusukan
yang hampir sama dengan sampel A1 namun air yang dihasilkan merah segar,
bentuknya sudah rusak secara keseluruhan. Sedangkan untuk sampel B1 bentuk
masih untuh namun jika disentuh sudah lembek sama halnya pada sampel B3,
pada sampel B2 masih buah cabai masih keras dan utuh. Ketiga sampel ini masih
memiliki warna cabai yang segar, merah menyala.
Hasilnya terbukti bahwa untuk sampel cabai yang disimpan dilemari
pendingin terlihat lebih segar dari warna cabai yang masih merah menyala seperti
warna cabai pada hari pertama, jika dibandingkan dengan cabai yang disimpan
disuhu ruang. Untuk sampel A3 dan B3 ternyata mengalami kebusukan yang lebih
awal dibandingkan sampel A2 dan B2 yang pada hipotesis awal seharusnya
sampel dengan dosis radiasi 2 kGy akan mengalami kebusukan yang lebih lama.
Hal ini terjadi mungkin karena dosis yang diberikan terlalu besar untuk cabai
sehingga bukannya memberikan ketahanan yang lebih lama tapi dosis radiasi ini
mempercepat kebusukan. Dari keenam sampel cabai yang diberikan perlakuan
yang berbeda-beda, yang paling tahan lama adalah cabai merah yang diiradiasi
dengan dosis 1 kGy dan disimpan pada lemari pendingin.
Secara keseluruhan penelitian ini mampu memberikan gambaran bahwa
dengan pemberian iradiasi akan memberikan ketahanan yang lebih baik pada
cabai apalagi jika diberikan perlakuan penyimpanan dalam lemari pendingin.
Namun tetap perlu diperhatikan bahwa dosis iradiasi yang diberikan pun memiliki
batasannya, menganalogikan bahwa cabai memiliki karakteristik yang sama
dengan tomat maka mengikuti literatur pemberian dosis pada tomat, dosis iradiasi
hanya di berikan pada kisaran 1-2 kGy.
xxxvi
V. KESIMPULAN dan SARAN
A. KESIMPULAN
Keenam cabai merah yang digunakan dalam penelitian ini mendapatkan
perlakuan yang berbeda-beda, yaitu sampel pada penyimpanan suhu ruang,
diiradiasi dengan dosis 1 kGy dan disimpan pada suhu ruang, diiradiasi dengan
dosis 2 kGy dan disimpan pada suhu ruang, sampel pada penyimpanan di lemari
pendingin, diiradiasi dengan dosis 1 kGy dan disimpan di lemari pendingin, dan
diiradiasi dengan dosis 2 kGy dan disimpan di lemari pendingin. Hasil yang
didapat adalah sampel yang diiradiasi 1 kGy dan disimpan di lemari pendingin
lebih tahan lama dibanding dengan kelima sampel lainnya.
Hasil penelitian selama 20 hari penyimpanan dapat memperlihatkan
banyak perubahan yang cukup signifikan sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa memang dengan pemberian iradiasi pada cabai merah akan memberikan
tenggang waktu penyimpan yang lebih lama untuk meberikan ketahanan dan
kesegaran pada cabai merah, ditambah jika penyimpanan dilakukan pada suhu
rendah. Sehingga cara ini bisa dijadikan satu alternatif untuk memperbaiki
komoditi ekspor tanaman cabai yang akan diekspor ke negara lain atau paling
tidak pendistribusian cabai yang lama tidak akan memberikan kerugian yang
signifikan pada petani akibat kebusukan selama proses pendistribusian sebelum
sampai ke tangan konsumen.
xxxvii
B. SARAN
Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan tidak hanya
menggunakan variasi dosis iradiasi saja tetapi juga diharapkan dilakuakan dengan
variasi suhu penyimpanan yang cocok agar dapat diketahui pada dosis berapa dan
pada suhu penyimpanan berapa cabai merah dapat bertahan cukup lama tetapi
masih layak untuk dikonsumsi.
xxxviii
DAFTAR PUSTAKA
[1] Suyanti. 2000. Membuat Aneka Olahan Cabai. Jakarta : Niaga Swadaya.
[2] H. Huzaifah. 2009. Pengolahan dan Pengawetan Bahan Makanan serta
Permasalahannya. Biologi Online. Blog Elearning Pendidikan dan
Biologi.
[3] Anonim. 2009. Capsicum. Wikipedia Foundation, Inc.
[4] Anonim. 2009. Cabai. Wikipedia Foundation, Inc.
[5] B. Wiryanta. 2007. Cabai. Budidaya/Plantation.
[6] Anonim. 2009. Irradiation. Wikipedia Foundation, Inc.
[7] Anonim. 2009. Iradiasi Pangan. Kamushukum.
[8] Anonim. 2009. Food Irradiation. Wikipedia Foundation, Inc.
[9] Ippm. 2009. Peningkatan Kualitas dan Masa Simpan Bandeng Asap dengan
Iradiasi Nuklir. Research Center.
[10] E. Syamsir. 2008. Iradiasi Pangan. Shvoong.
[11] U. Khoirul. 2009. Prinsip Iradiasi Pangan. AKUman.
[12] Anonim. 2008. Dasar Pengawetan Pangan. Ilmu Pangan.
[13] Admin. 2009. Iradiasi. PT. Mahkotadewa Indonesia.
xxxix