Download - Makalah Kelompok 6 Kosmologi Baru
SEJARAH FISIKA
“KOSMOLOGI BARU”
Kelompok 7
1. Wahyu Permatasari (06111011016)
2. Yuli Fransiska (06111011030)
3. Feranita K Haloho (061110110
4. Magdalena Bahar (061110110
5. Exta Fidha Mardhatilla (
6. Putri Ramadhanti
A. KOSMOLOGI BARU
1. Definisi Kosmologi
Kosmologi berasal dari kata Yunani “kosmos” dan “logos”. “Kosmos” berarti susunan,
atau ketersusunan yang baik. Lawannya ialah “Chaos”, yang berarti “kacau balau” (Bakker,
1995: 39). Sedangkan “logos” juga berarti “keteraturan”, sekalipun dalam “kosmologi” lebih
tepat diartikan sebagai “azas-azas rasional” (Kattsoff, 1986: 75). Dalam sejarah filsafat Barat,
tercatat Phytagoras (580 – 500 SM) merupakan orang yang pertama kali memakai istilah
“kosmos” sebagai terminologi filsafat. Bahkan dalam tradisi Aristotelian, penyelidikan tentang
keteraturan alam disebut sebagai “fisika” (bukan dalam pengertian modern), dan filsafat
Skolastik memakai nama “filsafat alami” (philosophia naturalis) untuk menyebut hal yang sama
(Bakker, 1995: 40).
Istilah “kosmologi” (cosmology) dipakai pertama kali oleh Christian von Wolff dalam bukunya
“Discursus Praeliminaris de Philosophia in Genere” tahun 1728, dengan menempatkannya dalam
skema pengetahuan filsafat sebagai cabang dari “metafisika” dan dibedakan dengan cabang-
cabang metafisika yang lain seperti “ontologi”, “teologi metafisik”, maupun “psikologi
metafisik” (Munitz, dalam Edward, ed., 1976: 237).
Dengan demikian, sejak “klasifikasi Christian”, “kosmologi” dimengerti sebagai sebuah cabang
filsafat yang membicarakan asal mula dan susunan alam semesta; dan dibedakan dengan
“ontologi” atau “metafisika umum” yang merupakan suatu telaah tentang watak-watak umum
dari realitas natural dan supernatural; juga dibedakan dengan “filsafat alam” (The philosophy of
nature) yang menyelidiki hukum-hukum dasar, proses dan klasifikasi objek-objek dalam alam
(Runes, 1975: 68-69).
Namun demikian, walau secara definitif “kosmologi” dibedakan dengan “ontologi” maupun
“filsafat alam”, pemilahan yang tegas dalam analisis konseptual antara ketiga bidang tersebut
merupakan suatu usaha yang sulit dikerjakan, mengingat objek material dan objek formal yang
hampir sama.
Selain dipakai dalam khasanah pemikiran filsafat, istilah “kosmologi” juga dipakai dalam
lingkup ilmu empiris, yakni dikenali sebagai ilmu yang menggabungkan hasil-hasil pengamatan
astronomis dengan teori-teori fisika dalam rangka menyusun hal-hal astronomis atau fisis dari
alam semesta dalam suatu kesatuan dengan skala yang besar (Munitz, dalam: Edward, ed, 1976:
238). Kosmologi ilmiah (scientific cosmology) lebih berpijak pada suatu studi empiris tentang
gejala-gejala astronomis. Upaya-upaya yang selalu dilakukan adalah membuat model-model
“alam semesta” atas dasar penemuan-penemuan observatorial oleh para astronom. Dengan
demikian sangat berbeda dengan “kosmologi filsafat” yang murni konsepsional dan merupakan
analisis kategorial yang dilakukan secara “spekulatif” oleh para filsuf. Adapun kajian filosofis
terhadap “kosmologi ilmiah” merupakan sub-bagian dari kajian “filsafat ilmu”, dengan fokus
telaah pada aspek-aspek metodologis dan epistemologis bangunan “kosmologi ilmiah” sebagai
“ilmu”. Kajian yang dilakukan dalam makalah ini adalah kajian kosmologi filsafat, sekalipun
unsur-unsur pemikiran yang ditelaah terkait dengan kosmologi ilmiah tentang ruang-waktu, yang
bagimana pun terkait pula dengan gejala-gejala fisis dan astronomis.
Dalam tradisi pemikiran Barat (Yunani, Eropa), perkembangan pemikiran kosmologi filsafat
berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran filsafat Barat. Tonggak perubahan dari
perenungan tentang “kosmos” berpindah pada perenungan tentang “manusia”, dimulai oleh
kaum Sofis pada Abad ke 5 Sebelum Masehi (Hatta, 1964: 2). Dengan demikian, telah terjadi
kembali “pembongkaran dunia” yang fundamental setelah sebelumnya manusia meninggalkan
“dunia mitos” masuk ke dalam “dunia kosmos”. Atas dasar interpretasi baru tentang “dunia”
tersebut, para “dewa-dewi” yang masih mempunyai peranan dalam “dunia kosmos”, secara
fungsional perannya digantikan oleh anasir-anasir dan hukum-hukum kodrat “yang tidak
berpribadi” (impersonal). “Dunia” kemudian diyakini sebagai suatu kesatuan unsur-unsur dasar
yang memiliki kodrat dan hukum-hukumnya sendiri. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pada
awal perkembangannya kosmologi para filsuf alam tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari
pengaruh kosmogoni dan spekulasi eskatologis yang terdapat dalam mitologi Yunani (Burnet,
1953: 1-4), dan kosmologi filsafat jelas bukan suatu mitologi, sekalipun kedua-duanya
merupakan “usaha rasional” dari manusia untuk mencari penjelasan tentang berbagai hal
mengenai “dunia”.
Dalam tradisi filsafat Barat, mitologi lebih bersifat spekulatif-deduktif, sedangkan kosmologi
filsafati cenderung lebih kritis-induktif dalam arti tidak mungkin lagi menutup mata terhadap
kosmologi ilmiah maupun temuan-temuan ilmiah yang lain.
1. Topik utama kosmologi filsafat menurut Hegel adalah tentang “kontingensi” (kemestian yang
merujuk pada “hukum”), “kepastian”, “keabadian”, batas-batas dan hukum formal dunia,
kebebasan manusia, dan asal mula kejahatan. Namun rata-rata filsuf hanya mempersoalkan
hakikat dan hubungan antara ruang dan waktu, dan persoalan tentang hakikat kebebasan dan asal
mula kejahatan sebagai materi telaah di luar bidang kosmologi (Runes, ed, 1975: 69).
Secara umum bangunan pemikiran kosmo-logi filsafat berpijak pada prinsip-prinsip ilmu
ataupun dalil-dalil metafisis, sehingga pada satu sisi berkaitan dengan fakta-fakta empiris, pada
sisi lain berhubungan dengan kebenaran metafisis tertentu. Dengan demikian dari pijakan ini
mudah dilihat bahwa kosmologi filsafat memiliki nilai bila dia mampu memberi kerangka
pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa alami/kodrati, batas-batas dan “hukum” ruang-waktu
“dunia”, dan bagaimana “keterbatasan manusiawi” tersebut mampu “diatasi”.
2. Secara historis perkembangan kosmologi filsafat (barat) dimulai dari filsuf-filsuf alam pra
Sokratik, yang kemudian persoalan-persoalannya oleh Plato dalam “Timaeus” dan oleh
Aristoteles dalam “Physics” disistematisir dan diperluas. Secara umum kosmologi filsafati di
Yunani , dengan berbagai varian pemikiran, sepakat bahwa ruang jagad raya ini terbatas dan di
bawah pengaruh hukum-hukum yang tidak dapat dirubah, yang memiliki ketentuan dan irama
tertentu. Perkembangan berikut, pada Abad Tengah, mulai diperkenalkan konsep-konsep
“penciptaan” dan “kiamat”, “keajaiban” dan “pemeliharaan” oleh Tuhan dalam kosmologi.
Seirama dengan perkembangan ilmu empiris, kosmologi filsafat jaman modern sebagaimana
dikemukakan oleh Descartes, Leibniz, maupun Newton mengalihkan kecenderungan yang
muncul pada Abad tengah kepada corak pemikiran yang lebih dekat dengan pemikiran Yunani.
Bahkan sejak Immanuel Kant, telaah kosmologi filsafati selalu dalam kaitan dengan isue-isue
metafisika. Varian lain yang berkembang dan perlu disebut adalah kosmologi modern yang lebih
“positif” sebagaimana dikemukakan oleh Pierce, yang menyatakan bahwa pokok soal yang harus
dijawab oleh kosmologi adalah tiga hal, yakni, prinsip-prinsip tentang perubahan, hukum, dan
kontingensi kosmis (Runes, 1975: 69). Varian “pengimbang” yang lain untuk pemikiran
kontemporer adalah Whitehead, dengan “mengembalikan” kosmologi pada lingkup “hukum
kodrat” yang lebih luas terkait dengan kebudayaan dan ilmu (Whitehead, 1960: 143).
Secara sistematis, kosmologi filsafat dibedakan dalam empat kelompok varian besar dengan
dasar pengelompokan:
(1) Berpijak dari keyakinan ontis bahwa hakikat dunia itu “jamak” ataukah “tunggal” (monisme,
pluralisme).
(2) Kedudukan manusia dalam kosmis (subjektivistis, objektivistis).
(3) Esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain (penonjolan
“perbedaan” antara esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain
pada: Husserl, Scheler, Hartman, dan Heidegger; pengutamaan pada “kesamaan” antara esensi
dan substansi “pengkosmos-pengkosmos” pada: panpsikisme dan Whitehead).
(4) pendekatan sintesis (Bergson, Theilard de Chardin, dan kosmologi Pancasila) (Bakker, 1995:
42-52). Klasifikasi yang dilakukan Bakker yang masih searah dengan kecenderungan kosmologi
post-Kantian, yakni mengaitkan telaah kosmologi dengan “metafisika”, membawa kajian
kosmologi pada pendekatan integratif dengan bidang-bidang pokok filsafat yang lain, baik itu
metafisika, epistemologi, aksiologi, maupun filsafat manusia.
Secara sistematis, perspektif-perspektif kosmologi metafisis tentang “waktu”, sebagaimana
banyaknya varian pendekatan dalam kosmologi, secara garis besar dapat dipilah dalam empat
kelompok, yakni:
(1) Subjektivisme yang menyatakan bahwa waktu merupakan sesuatu yang tidak nyata, hanya
bersifat subjektif-individual. Pemikiran yang demikian dianut oleh Parmenides, Zeno, Budhisme,
Advaita Vedanta, Descartes, Leibniz, Locke, Hume, Berkeley, Fichte, Scheling, Hegel, Kant,
Morris Schlick, Reichenbach, dan Carnap).
(2) Realisme Ekstrem yang menyatakan bahwa waktu merupakan realitas absolut yang universal,
tidak mempunyai kesatuan yang intrinksik dan hanya menunjukkan urutan-urutan murni.
Kosmologi yang demikian dapat ditemukan pada kosmologi Indonesia/ Jawa, Jaina, Nyanya,
Vaiseshika, Gassendi, Newton, Clarke, Whitehead, dan Alexander.
(3) Realisme lunak, yang menyatakan bahwa waktu merupakan aspek perubahan yang nyata,
sekalipun dihasilkan oleh subjek yang berabstraksi. Corak kosmologi yang demikian nampak
pada pemikiran Aristoteles, Agustinus, Thomas Aquinas, Einstein, dan kosmologi Pancasila.
(4) Subjektivisme lunak yang menerima waktu sebagai suatu yang heterogen sebagaimana
dikemukakan oleh Bergson, atau sebagai dimensi historis dari pribadi, sebagaimana diyakini
oleh eksistensialisme (Bakker, 1995: 111-116). Dari “peta kosmologi” di atas, terlihat bahwa
tradisi kosmologi timur paling dominan diwarnai oleh subjektivisme dan realisme ekstrem. Dari
berbagai varian yang ada itu pula, kiranya dengan mudah dapat dilihat “konsekuensi-
konsekuensi logis” dari suatu varian pemikiran kosmologis terhadap pandangan manusia tentang
aspek-aspek lain dari kehidupannya.
2. Kosmologi Baru dari Copernicus Menuju ke Galileo dan Kepler.
Dimulai pada abad kedua belas, ilmuwan Arab, ahli Taurat, dan penerjemah secara bertahap
memperkenalkan kepada Eropa ilmu astronomi seperti yang dikembangkan dalam peradaban
Islam berdasarkan model Helenistik sebelumnya (terutama Ptolemy dan Aristoteles). Tetapi,
gereja Katolik memutuskan untuk mengadopsi model kosmologi geosentris[1] Ptolemeus
sebagai prinsip teologisnya, ilmuwan yang mengkritik model ini dianggap sebagai pelaku bidah
• Nicolaus Copernicus
Ilmuwan Polandia bernama Nicolai Copernicus (1473-1544) mengemukakan model
heliosentrisnya secara anonim dengan berjudul De Revolutionibus Orbium Caelestium (On the
Revolutions of the Heavenly Orbs),buku tersebut tidak dipublikasikan sampai tahun 1543, hanya
satu tahun sebelum kematiannya. Dalam model ini, Copernicus mendalilkan bahwa Matahari
sebagai pusat alam semesta dan Bumi beserta planet-planet beredar mengelilingi Matahari dalam
orbit lingkaran.
Teori ini bertentangan dengan ajaran filsuf yang terpandang, Aristoteles, dan tidak sejalan
dengan kesimpulan matematikawan Yunani, Ptolemeus. Selain itu, teori Copernicus menyangkal
apa yang dianggap sebagai "fakta" bahwa Matahari terbit di timur dan bergerak melintasi
angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan bumi tetap tidak bergerak.
Copernicus bukanlah orang yang pertama yang menyimpulkan bahwa bumi berputar mengitari
Matahari. Astronom Yunani Aristarkhus dari Samos telah mengemukakan teori ini pada abad
ketiga Sebelum Masehi. Para pengikut Pythagoras telah mengajarkan bahwa bumi serta Matahari
bergerak mengitari suatu api pusat. Akan tetapi, Ptolemeus menulis bahwa jika bumi bergerak,
"binatang dan benda lainnya akan bergelantungan di udara, dan bumi akan jatuh dari langit
dengan sangat cepat". Ia menambahkan, "sekadar memikirkan hal-hal itu saja terlihat konyol".
Ptolemeus mendukung gagasan Aristoteles bahwa bumi tidak bergerak di pusat alam semesta
dan dikelilingi oleh serangkaian bola bening yang saling bertumpukan, dan bola-bola itu
tertancap Matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia menganggap bahwa pergerakan bola-
bola bening inilah yang menggerakan planet dan bintang. Rumus matematika Ptolemeus
menjelaskan, dengan akurasi hingga taraf tertentu, pergerakan planet-planet di langit malam.
Namun, kelemahan teori Ptolemeus itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari
penjelasan alternatif atas pergerakan yang aneh dari planet-planet. Untuk menopang teorinya,
Kopernikus merekonstruksi peralatan yang digunakan oleh para astronom zaman dahulu.
Walaupun sederhana dibandingkan dengan standar modern, peralatan ini memungkinkan dia
menghitung jarak relatif antara planet-planet dan Matahari. Selama bertahun-tahun, ia berupaya
menetukan secara persis tanggal-tanggal manakala para pendahulunya telah membuat beberapa
pengamatan penting di bidang astronomi. Diperlengkapi dengan data ini, Copernicus mulai
mengerjakan dokumen kontroversial yang menyatakan bahwa bumi dan manusia di dalamnya
bukanlah pusat alam semesta.
• Galileo Galilei
Pada tahun 1609, Galileo menemukan teleskop dan berdasarkan penyelidikan ilmiahnya, ia
menyatakan bahwa model alam semesta geosentris dari Ptolemy benar-benar tidak digunakan
para peneliti berpengetahuan dan digantikan model heliosentris (Drake, 1990: 145-163).
Jupiter
Pada 7 Januari 1610 Galileo diamati dengan teleskop apa yang digambarkan pada saat itu
sebagai "tiga bintang tetap, sama sekali tidak terlihat oleh kecilnya mereka ", semua dekat
dengan Jupiter, dan berbaring di garis lurus melalui itu. Pengamatan pada malam selanjutnya
menunjukkan bahwa posisi ini "bintang" relatif terhadap Jupiter sedang berubah dengan cara
yang pasti bisa dipahami jika mereka benar-benar telah tetap bintang. Pada tanggal 10 Januari
Galileo mencatat bahwa salah satu dari mereka menghilang, pengamatan yang dihubungkan
dengan sedang yang tersembunyi di balik Jupiter. Dalam beberapa hari ia menyimpulkan bahwa
mereka mengorbit Jupiter. Dia telah menemukan tiga dari empat Jupiter terbesar satelit (bulan).
Ia menemukan keempat pada 13 Januari. Satelit ini sekarang disebut Io , Europa , Ganymede ,
dan Callisto . Galileo bernama kelompok empat yang Medicean bintang, untuk menghormati
pelindung masa depannya, Cosimo II de 'Medici, Grand Duke of Tuscany , dan tiga Cosimo
saudara laki-laki. Kemudian astronom, bagaimanapun, berganti nama mereka satelit Galilea
untuk menghormati penemunya .
Pengamatannya dari satelit Jupiter menciptakan sebuah revolusi dalam astronomi yang bergema
sampai hari ini: sebuah planet dengan planet-planet lebih kecil yang mengorbit itu tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip Aristotelian Kosmologi , yang beranggapan bahwa semua benda langit
harus melingkari bumi, [85] dan banyak astronom dan filosof awalnya menolak untuk percaya
bahwa Galileo bisa menemukan hal seperti itu. [86] Pengamatan dikonfirmasi dengan
pengamatan dari Christopher Clavius dan ia menerima pahlawan menyambut ketika ia
mengunjungi Roma pada tahun 1611. Galileo terus mengamati satelit selama delapan belas bulan
berikutnya, dan pada pertengahan 1611 ia memperoleh perkiraan yang sangat akurat untuk
periode mereka-suatu prestasi yang Kepler percaya mustahil
Venus, Saturnus, dan Neptunus
Dari September 1610, Galileo mengamati bahwa Venus menunjukkan set lengkap fase yang
sama dengan yang dari Bulan . Para model heliosentris dari tata surya yang dikembangkan oleh
Nicolaus Copernicus meramalkan bahwa semua tahap akan terlihat karena orbit Venus mengitari
Matahari akan menyebabkan belahan bumi diterangi dalam menghadapi Bumi ketika berada di
sisi berlawanan dari Matahari dan wajah jauh dari Bumi ketika berada di sisi Bumi-Matahari. Di
sisi lain, dalam model yang geosentris Ptolemy tidak mungkin untuk setiap orbit planet-planet
'untuk memotong kulit bola membawa Matahari. Secara tradisional orbit Venus ditempatkan
sepenuhnya pada sisi dekat Matahari, di mana ia bisa menunjukkan sabit saja dan fase baru.
Meskipun demikian, juga memungkinkan untuk menempatkannya sepenuhnya pada sisi yang
jauh dari Matahari, di mana itu bisa hanya menunjukkan fase bungkuk dan penuh. Setelah
pengamatan teleskopik Galileo dari sabit, fase bungkuk dan penuh Venus, oleh karena itu, model
Ptolemeus menjadi tidak dapat dipertahankan. Jadi di awal abad 17 sebagai hasil dari penemuan
sebagian besar astronom dikonversi ke salah satu geo-heliosentris berbagai model planet, [89]
seperti Tychonic, Capellan dan Capellan Perluasan model, [90] masing-masing baik dengan atau
tanpa bumi berputar setiap hari. Ini semua memiliki keutamaan menjelaskan fase-fase Venus
tanpa wakil dari 'sanggahan' prediksi heliocentrism penuh dari paralaks bintang.
Galileo membela heliocentrism dan menyatakan itu tidak bertentangan dengan bagian-bagian
Alkitab. Dia percaya bahwa para penulis Alkitab hanya menulis dari perspektif dunia terestrial,
dari sudut pandang bahwa matahari tidak naik dan diatur. Jadi Galileo mengklaim bahwa ilmu
pengetahuan tidak bertentangan dengan Alkitab, karena Alkitab sedang mendiskusikan berbagai
jenis "gerakan" dari bumi, dan tidak rotasi.
Dengan 1616 serangan terhadap ide-ide Copernicus telah mencapai kepala, dan Galileo pergi ke
Roma untuk mencoba membujuk otoritas Gereja Katolik tidak melarang gagasan Copernicus.
Pada akhirnya, Keputusan Kongregasi Indeks dikeluarkan, menyatakan bahwa ide-ide bahwa
Matahari berdiri diam dan bahwa Bumi bergerak adalah "palsu" dan "sama sekali bertentangan
dengan Kitab Suci", dan menangguhkan De Copernicus Revolutionibus sampai bisa diperbaiki.
Bertindak sesuai instruksi dari Paus sebelum keputusan tersebut dikeluarkan, Kardinal
Bellarmino informasi Galileo bahwa itu akan datang, bahwa ide-ide itu mengutuk tidak bisa
"membela atau dimiliki", dan memerintahkan dia untuk meninggalkan mereka. Galileo berjanji
untuk taat. Instruksi Bellarmine yang tidak melarang Galileo dari membahas heliocentrism
sebagai fiksi matematika tetapi berbahaya ambigu, apakah ia bisa memperlakukannya sebagai
kemungkinan fisik. Selama beberapa tahun berikutnya Galileo tinggal jauh dari kontroversi. Dia
menghidupkan kembali proyeknya menulis sebuah buku tentang subjek, didorong oleh pemilihan
Kardinal Maffeo Barberini sebagai Paus Urbanus VIII pada tahun 1623. Barberini adalah
seorang teman dan pengagum Galileo, dan telah menentang penghukuman Galileo pada 1616.
Buku, Dialog Menyangkut Kepala Dua Sistem Dunia , diterbitkan pada 1632, dengan otorisasi
resmi dari Inkuisisi izin dan kepausan.
Pada bulan September 1632, Galileo diperintahkan untuk datang ke Roma untuk diadili, di mana
ia akhirnya tiba pada Februari 1633. Sepanjang persidangan Galileo tetap mempertahankan
bahwa sejak 1616 ia telah setia menepati janjinya untuk tidak tahan salah satu pendapat dikutuk,
dan awalnya ia menyangkal bahkan membela mereka. Namun, ia akhirnya dibujuk untuk
mengakui bahwa, bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya, seorang pembaca Dialog dengan
baik bisa diperoleh kesan bahwa itu dimaksudkan sebagai pertahanan Copernicanism.
Mengingat penolakan Galileo agak tidak masuk akal bahwa ia pernah memegang ide Copernicus
setelah 1616 atau pernah dimaksudkan untuk membela mereka dalam Dialog, interogasi
terakhirnya, pada bulan Juli 1633, diakhiri dengan-Nya diancam dengan siksaan jika ia tidak
mengatakan yang sebenarnya, tetapi ia mempertahankan penyangkalannya meskipun ancaman
tersebut. Kalimat dari Inkuisisi itu disampaikan pada 22 Juni.
Saat itu di tiga bagian penting:
1. Galileo menemukan "keras menduga bid'ah", yaitu dari setelah memegang pendapat bahwa
Matahari terletak tak bergerak di pusat alam semesta, bahwa Bumi bukan di pusatnya dan
bergerak, dan yang satu dapat memegang dan mempertahankan pendapat sebagai kemungkinan
setelah itu telah dinyatakan bertentangan dengan Kitab Suci. Dia harus "mengharamkan,
mengutuk dan membenci" pendapat-pendapat tersebut.
2. Dia dijatuhi hukuman penjara formal pada kesenangan Inkuisisi. [60] Pada hari berikut ini
diubah menjadi tahanan rumah, yang tetap berada di bawah untuk sisa hidupnya.
3. Dialog menyinggung dilarang. Dan tindakan tidak diumumkan di pengadilan, publikasi dari
setiap karya-karyanya dilarang, termasuk dia mungkin menulis di masa depan.
“ Padahal Bumi selalu bergerak dan selalu begitu “, Galileo Galilei.
• Johannes Keppler
Ilmuwan Johannes Kepler merumuskan tiga pernyataan matematis yang secara akurat
menggambarkan revolusi planet-planet di sekitar Matahari. Alih-alih tujuh bintang di geocentric
standar astronomi Copernican sistem yang hanya enam, Bulan memiliki tubuh menjadi semacam
sebelumnya tidak diketahui untuk astronomi, yang kemudian Kepler untuk menyebut 'satelit'
(coined pada 1610 untuk menggambarkan bulan-bulan Galileo yang telah ditemukan yaitu
Yupiter).
Selain itu, dalam geocentric astronomi tidak ada cara menggunakan pengamatan untuk
menemukan ukuran relatif dari planet orbs; mereka hanya diasumsikan dalam kontak. Ini
nampaknya tidak memerlukan penjelasan, karena pas baik dengan alam philosophers' bahwa
seluruh sistem telah berpaling dari gerakan yang paling luar lingkungan, satu (atau mungkin dua)
di luar lingkungan yang 'tetap' bintang (yang yang pola menjadikan constellations), yang
melebihi dari Saturn bola. Dalam sistem Copernican, fakta bahwa tahunan setiap komponen
gerakan planet adalah refleksi dari gerakan tahunan bumi diperbolehkan untuk menggunakan
satu pengamatan untuk menghitung ukuran masing-masing planet jalur, dan ternyata ada ruang
besar antara bintang. Mengapa ruang khusus ini?
Kepler menjawab pertanyaan ini, dijelaskan dalam Misteri dari Cosmos (Mysterium
cosmographicum, Tübingen, 1596).Dia merasa bahwa jika bola yang diambil untuk menyentuh
bagian dalam Saturn jalan, dan sebuah batu yang bertulis dalam bola, maka bola yang bertulis
dalam kubus akan menjadi bola circumscribing jalan Yupiter. Kemudian jika segi empat biasa
yang diambil dalam lingkungan inscribing jalan Yupiter, yang insphere dari segi empat akan
menjadi bola circumscribing jalan Mars, dan isi perut, menempatkan reguler pigura berduabelas
segi antara Mars dan Bumi, yang biasa icosahedron antara Bumi dan Venus, dan reguler antara
segi delapan Venus dan Mercury. Ini menjelaskan jumlah bintang sempurna: hanya ada lima
cembung biasa zat (seperti yang terbukti dalam Euclid 's Elemen, Buku 13). Ia juga memberikan
yang meyakinkan sesuai dengan ukuran jalan sebagai deduced oleh Copernicus, kesalahan
terbesar yang kurang dari 10% (yang baik untuk spectacularly kosmoslogisnya model bahkan
sekarang). Kepler tidak mengekspresikan dirinya dalam hal persentase kesalahan, dan itu adalah
fakta pertama dalam kosmologi model matematika, tetapi mudah untuk melihat mengapa ia
percaya bahwa bukti pengamatan mendukung teori.
Kepler melihatnya sebagai teori kosmologi yang memberikan bukti untuk teori Copernican.
Sebelum presentasi sendiri teorinya, dia memberikan argumen untuk menentukan hal masuk akal
dari teori Copernican itu sendiri. Kepler menegaskan bahwa dibandingkan dengan teori
geocentric yang lebih jelas dalam daya. Misalnya, Copernican teori yang dapat menjelaskan
mengapa Venus dan Mercury tidak pernah terlihat sangat jauh dari Matahari (mereka terletak
antara Bumi dan Matahari) sedangkan dalam teori geocentric tidak ada penjelasan dari fakta ini.
Dapat disimpulkan dari Hukum Kepler
1. Bahwa orbit planet tidak melingkar, tapi elips, matahari menduduki salah satu fokus dari elips.
2. Bahwa kecepatan gerak planet bervariasi di berbagai bagian orbit sedemikian rupa bahwa
garis imajiner ditarik dari matahari ke planet ini, artinya, vektor radius orbit planet selalu
menyapusama daerah dalam waktu tertentu.
Kedua hukum Kepler diterbitkan pada awal 1609. Bertahun-tahun lebih penyelidikan pasien
diharuskan sebelum ia menemukan rahasia dari hubungan antara jarak planet dan waktu revolusi
yang nya
Hukum ketiga menyatakan. Pada 1618, bagaimanapun, ia mampu merumuskan hubungan ini
juga, sebagai berikut: Kuadrat jarak dari berbagai planet dari matahari adalah sebanding dengan
kubus dari mereka periode revolusi tentang matahari.
Semua hukum-hukum ini, maka akan diamati, menerima begitu saja kenyataan bahwa matahari
adalah pusat orbit planet.
• Isaac Newton
Pada tahun 1687, dalam karya utamanya yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica, Isaac Newton mengemukakan teori gravitas yang mendukung model Copernicus
dan menjelaskan bagaimana benda secara umum bergerak dalam ruang dan waktu (Hall,
1992:202). Principia dipublikasikan pada 5 Juli 1687 dengan dukungan dan bantuan keuangan
dari Edmond Halley.
Dalam karyanya ini Newton menyatakan hukum gerak Newton yang memungkinkan banyak
kemajuan dalam revolusi Industri yang kemudian terjadi. Hukum ini tidak direvisi lagi dalam
lebih dari 200 tahun kemudian, dan masih merupakan pondasi dari teknologi non-relativistik
dunia modern. Dia menggunakan kata Latin gravitas (berat) untuk efek yang kemudian
dinamakan sebagai gravitasi, dan mendefinisikan hukum gravitasi universal.
Dalam karya yang sama, Newton mempresentasikan metode analisis geometri yang mirip dengan
kalkulus, dengan 'nisbah pertama dan terakhir', dan menentukan analisis untuk menentukan
(berdasarkan hukum Boyle) laju bunyi di udara, menentukan kepepatan bentuk sferoid Bumi,
memperhitungkan presesi ekuinoks akibat tarikan gravitasi bulan pada kepepatan Bumi, memulai
studi gravitasi ketidakteraturan gerak Bulan, memberikan teori penentuan orbit komet, dan masih
banyak lagi.
Newton memperjelas pandangan heliosentrisnya tentang tata surya, yang dikembangkan dalam
bentuk lebih modern, karena pada pertengahan 1680-an dia sudah mengakui Matahari tidak tepat
berada di pusat gravitasi tata surya Bagi Newton, titik pusat Matahari atau benda langit lainnya
tidak dapat dianggap diam, namun seharusnya "titik pusat gravitasi bersama Bumi, Matahari dan
Planet-planetlah yang harus disebut sebagai Pusat Dunia", dan pusat gravitasi ini "diam atau
bergerak beraturan dalam garis lurus".(Newton mengadopsi pandangan alternatif "tidak
bergerak" dengan memperhatikan pandangan umum bahwa pusatnya, di manapun itu, tidak
bergerak.
Postulat Newton aksi-pada-suatu-jarak yang tidak terlihat menyebabkan dirinya dikritik karena
memperkenalkan "perantara gaib" ke dalam ilmu pengetahuan. Dalam edisi kedua Principia
(1713) Newton tegas menolak kritik tersebut dalam bagian General Scholium di akhir buku. Dia
menulis bahwa cukup menyimpulkan bahwa fenomena tersebut menyiratkan tarikan gravitasi,
namun hal tersebut tidak menunjukkan sebabnya. Tidak perlu dan tidak layak merumuskan
hipotesis hal-hal yang tidak tersirat oleh fenomena itu. Di sini Newton menggunakan
ungkapannya yang kemudian terkenal, Hypotheses non fingo. Mekanika Newton cukup baik bila
digunakan pada tata surya, tetapi teori kosmologis pada waktu itu berpandangan lain. Menurut
Aristoteles, bintang-bintang memiliki posisi yang tetap dan alam semesta di luar tata surya
bersifat statis. Meskipun alam semesta yang dinamis dengan mudah dapat diprediksi teori
gravitas Newton, tetapi keyakinan bahwa alam semesta statis menurut Aristoteles begitu kuat
sehingga bertahan selama tiga abad setelah Newton (Benih, 1990:86-107).
“Kalaulah memang aku berhasil melihat lebih jauh. Itu karena aku berdiri di atas pundak para
raksasa”, Isaac Newton.
Pada tahun 1718, Edmund Halley membandingkan posisi bintang-bintang berdasarkan temuan
klasik masa Babilonia dan astronom kuno lainnya dengan pengamatan terbaru, dan diketahui
bahwa posisi bintang-bintang tidak tetap dari posisi ribuan tahun sebelumnya. Kenyataannya
posisi bintang-bintang mengalami pergeseran meski dalam jarak yang relatif kecil. Keadaan ini
disebut ‘gerak’ nyata bintang (tegak lurus terhadap garis pandang) berkaitan dengan latar
belakang bintang yang sangat jauh. Pada tahun 1783, William Herschel menemukan gerak surya,
yaitu gerak matahari relatif terhadap bintang-bintang di lingkungan galaksi tersebut. Herschel
juga menunjukkan bahwa Matahari dan bintang lainnya tersusun seperti “butiran kasar dalam
gerinda” (Ferguson, 1999:162-165) yang sekarang disebut galaksi Bima Sakti. Lebih dari satu
abad kemudian, pada tahun 1924, Hubble mampu mengukur jarak antar bintang (berdasarkan
‘pergeseran merah’)[3] dan ia menunjukkan bahwa beberapa titik-titik terang yang kita lihat di
langit sebenarnya galaksi lain seperti galaksi kita, mesipun mereka terlihat begitu kecil karena
jaraknya sangat jauh (Hartmann, 1990:373-375).
Teori Aristoteles tentang alam semesta statis berakhir setelah penemuan Hubble tentang
pergeseran merah dari cahaya bintang yang menunjukkan bahwa segala sesuatu di alam semesta
sebenarnya bergerak; Ibn Arabi sudah menyatakan demikian berabad-abad sebelumnya. Pada
tahun 1980, Stephen Hawking mengatakan: Ketika Einstein merumuskan teori umum relativitas
pada tahun 1915, ia begitu yakin bahwa alam semesta statis; ia memodifikasi teorinya supaya
hipotesisnya menjadi mungkin dengan memperkenalkan sebuah konstanta kosmologis dalam
persamaannya (Hawking, 1998:42).
Hipotesis Einstein ini tentu saja salah, dan semua orang kini mengetahui bahwa kosmos terus-
menerus bergerak. Einstein sendiri mengganggap hipotesisnya sebagai kesalahan terbesar.
Bagaimanapun, Ibn Arabi menyatakan dengan jelas bahwa posisi bintang-bintang tidak tetap,
dan ia bahkan memberikan nomor dan unit bintang dengan kecepatan gerak yang tepat;** hal ini
konsisten dengan pengukuran akurat terbaru.
Setelah perkembangan tersebut dan dengan munculnya teknologi baru yang digunakan dalam
pengamatan yang lebih akurat untuk percepatan penelitian fisika dan astronomi. Pandangan baru
tentang keseluruhan kosmos akhirnya bertemu dengan pandangan klasik. Namun, kita tidak bisa
mengklaim bahwa semua pertanyaan telah mampu dijawab dan dapat membuat gambaran yang
benar mengenai kosmos. Sebaliknya, pertanyaan-pertanyaan mendalam masih berupa teka-teki
seperti ‘materi gelap’ dan paradoks Einstein-Podolsky-Rosen (EPR).
Seiring dengan temuan data-data dari teleskop dan pesawat ulang-alik dalam beberapa dekade
terakhir, teori-teori baru banyak dihasilkan untuk mencoba menjelaskan hasil pengamatan alam
semesta. Konsep ‘waktu’ dan ‘ruang’ menjadi fokus utamanya, terutama setelah ide-ide aneh dan
berani dari Einstein tentang relativitas dan kelengkungan ruang-waktu yang dibuktikan
Eddington melalui pengamatan gerhana Matahari total pada tahun 1918 di Afrika Selatan. Sejak
itu, teori-teori lainnya seperti Mekanika Kuantum, Teori Medan, Superstring, dan Kuantum
Gravitas mencoba menemukan dan menggambarkan hubungan yang sebenarnya antara objek
material dan energi di satu sisi, dan antara ruang dan waktu di sisi lain. Namun, penemuan yang
dicapai belum sepenuhnya meyakinkan..
Pandangan Geosentris menganggap Bumi berada di pusat alam semesta, sementara Heliosentris
menganggap Matahari sebagai pusatnya. Kosmologi modern menegaskan bahwa alam semesta
merupakan arena ruang-waktu yang tertutup, tidak memiliki pusat; titik di mana pun dapat
dianggap sebagai pusat, seperti titik pada permukaan bumi dapat dianggap pusat (dengan
memperhatikan permukaan, bukan volumenya). Jadi, apakah Bumi atau Matahari yang menjadi
pusat alam semesta adalah perdebatan pada masa perkembangan kosmologi awal, tetapi tidak
berlaku setelah ditemukannya galaksi dan jarak antar bintang yang berjauhan. Perlu disebutkan
bahwa Ibn Arabi jelas menegaskan alam semesta tidak memiliki pusat (Futuhat al-Makiyya, Vol.
II, hal: 677).
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Nicolaus_Copernicus
Jamilludin.2008. Kosmologi dan Waktu. http://www.teofos.com/?p=1523(diakses 22 Maret
2012)
Magge, Bryan. The Story of Philosophy. http://books.google.co.id/(diakses 22 Maret 2012)
Smith Williams , Henry. 2002. A History of Science, V2.http://www.blackmask.com/
http://www.apprendre-math.info/indonesien/historyDetail.htm?id=Kepler