Download - makalah fitokimia
MAKALAH FITOKIMIA
“PENGARUH TEKANAN TERHADAP HASIL REFINERY MINYAK
NILAM DENGAN METODE EKSTRAKSI FLUIDA SUPERKRITIK”
Disusun Oleh: Teori 4
Reni Erlinawati 18123572A
Frista Anesti N. 18123573A
Aryani Bepa L.L. 18123575A
Gusti Bagus B.T. 18123576A
Nura Khoiriyah 18123577A
Asy Shahid A.M. 18123578A
Prabansari Puteri L.J. 18123580A
Asela Nonilista P.L. 18123581A
Khabib Imadudin 18123583A
Metta Vebry R.S. 18123584A
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekstraksi superkiritis merupakan salah satu metode operasi ekstraksi dengan
menggunakan solven berupa fluida superkritis, yaitu fluida yang kondisinya berada di
atas temperatur dan tekanan kritis. Temperatur kritis adalah suhu tertinggi yang dapat
mengubah fase gas suatu zat menjadi fase cair dengan cara menaikkan tekanan.
Sedangkan tekanan kritis adalah tekanan tertinggi yang dapat mengubah fase cair
suatu zat menjadi fase gas dengan cara menaikkan temperatur. Pada kondisi ini fluida
memiliki sifat di antara cairan dan gas. Metode ini memiliki beberapa kelebihan,
antara lain:
1. Kekuatan solven dapat diatur sesuai keperluan dengan mengatur kondisi
operasinya.
2. Daya larut solven tinggi karena bersifat seperti cairan.
3. Viskositas solven rendah karena bersifat seperti gas, sehingga koefisien
perpindahan massanya tinggi.
4. Pemisahan kembali solven dari ekstrak cukup cepat dan sempurna karena pada
keadaan normal solven tersebut berupa gas, sehingga dengan penurunan tekanan
solven otomatis akan keluar sebagai gas.
5. Dapat menggunakan solven berupa fluida yang tidak merusak lingkungan dan
tidak mudah terbakar.
6. Difusi dalam padatan dapat berlangsung cepat.
7. Temperatur operasi bisa rendah sekalipun tekanannya tinggi.
Salah satu fluida yang sering dipakai sebagai solven dalam ekstraksi
superkritis adalah gas CO2, yang memiliki temperatur kritis 31,3°C dan tekanan kritis
74 atm. Dengan menggunakan CO2 sebagai solven, ekstraksi superkritis dapat
dijalankan pada suhu rendah dan tekanan yang tidak terlalu tinggi. Keuntungan lain
adalah kita tidak perlu membuat CO2 melainkan cukup menyaringnya dari udara
sekitar.Sebagai fluida superkritis, CO2 telah cukup banyak dimanfaatkan di bidang
penelitian dan industri.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Minyak Nilam?
2. Apa saja bahan yang digunakan dalam penelitian dan metode apa yang
digunakan?
3. Bagaimana Perbandingan Kromatogram Minyak Nilam Sebelum dan Sesudah
Ektraksi Fluida Superkritik?
4. Bagaimana Pengaruh Tekanan terhadap Persentase Area Komponen Minor
Minyak Nilam?
5. Bagaimana Pengaruh Tekanan dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu minyak nilam.
2. Untuk mengetahui bahan dan metode yang digunakan dalam penelitian.
3. Untuk mengetahui Perbandingan Kromatogram Minyak Nilam Sebelum dan
Sesudah Ektraksi Fluida Superkritik.
4. Untuk mengetahui Pengaruh Tekanan terhadap Persentase Area Komponen Minor
Minyak Nilam.
5. Untuk mengetahui Pengaruh Tekanan dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Minyak Nilam
Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari daun nilam
(Pogostemon cablin benth) dengan cara penyulingan. Minyak nilam memiliki
berbagai komponen yang banyak dimanfaatkan dalam industri kosmetik dan farmasi,
seperti δ-guaiene atau α-bulnesene diketahui mempunyai aktivitas anti-inflamasi (Hsu
et. al., 2006), α-guaiene dan β-patchoulene mempunyai aktivitas biologi dan
dimanfaatkan sebagai antijamur (Donelian, 2009), β-caryophillene dan β-elemen
sebagai agen antikanker (Huang, 2006), pogostol yang menunjukkan aktivitas
antimikroba terhadap bakteri dan fungi periodontopatik (Van, 2001), δ-cadinene yang
berfungsi sebagai anti-serangga dan antimikroba, serta seychellene berfungsi sebagai
antiseptik (Lopez et al., 2012).
Perbaikan (refinery) penampilan minyak nilam dapat dilakukan dengan cara
ektraksi fluida superkritik (SCF) dengan pelarut CO2yang mudah menguap. Pelarut
CO2 dipilih karena CO2 bersifat inert, keadaan kritis di suhu rendah, dan mudah
menguap di suhu ruang.Pada teknologi ekstraksi fluida superkritik dilakukan variasi
tekanan agar CO2 berada di kondisi kritik sehingga mampu melakukan penetrasi ke
dalam bahan lebih sempurna sehingga dapat meningkatkan rendemen ekstrak dan
tekanan ini pula yang berpengaruh terhadap penetrasi fluida superkritik ke dalam
bahan karena densitas yang dihasilkan berbeda pada tiap tekanan.
B. Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan di Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Serpong, Tangerang dan Laboratorium Kimia Organik, Jurusan
Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang. Waktu penelitian dimulai
pada tanggal 16 Mei 2013 sampai 28 Juli 2013.
Alat yang digunakan untuk penelitian adalah serangkaian alat ekstraksi fluida
superkritik model 46-19360 buatan Newport Scientific, Inc yang dilengkapi dengan
tabung gas CO2, kompresor, ekstraktor, separator, pemanas, danchiller. Alat yang
digunakan untuk analisa adalah timbangan, pipet, botol, refraktometer, dan GC- MS
(Gas Cromatography-Mass Spectrum) merk Shimadzu.Bahan yang digunakan adalah
minyak nilam hasil penyulingan rakyat desa Kesamben, Blitar dan pelarut gas
karbondioksida (CO2), serta etanol.
Penelitian ini dilakukan dengan variasi tekanan yaitu 81,65 atm, 115,6 atm,
dan 149,7 atm pada suhu tetap 35oC selama 5 jam dengan laju alir CO2 5,5 liter/menit.
Variasi tekanan dimulai pada 81,65 atm karena pelarut CO2 berada pada kondisi kritis
pada tekanan 80 atm dan suhu 31oC. Penetapan laju alir CO2 dilakukan berdasarkan
penelitian terdahulu milik Sulaswatty, dkk (2003) yang melakukan ekstraksi fluida
superkritik pada minyak nilam untuk mengisolasi patchouli alcohol.Ekstraksi fluida
superkritik dilakukan sebanyak tiga kali, dengan variasi tekanan.Minyak nilam
diekstraksi sebanyak 300 gram pada setiap perlakuan dan masing-masing perlakuan
menghasilkan 20 ekstrak dalam 5 jam.
C. Hasil dan Pembahasan
a. Perbandingan Kromatogram Minyak Nilam Sebelum dan Sesudah Ektraksi
Fluida Superkritik
Hasil ekstraksi fluida superkritik ini dilakukan uji kromatografi Gas
Chromatography (GC) karena uji ini digunakan untuk komponen yang mudah
menguap dan stabil pada suhu analisis. Kromatografi yang digunakan untuk
menganalisis minyak atsiri adalah jenis kromatograf gas dengan spectrophotometer
massa sebagai detektor (GC-MS) sehingga dapat teridentifikasi apa saja komponen
minor yang terdapat dalam ekstrak (Purwati, 2011). Uji GC-MS awalnya dilakukan
pada bahan baku minyak nilam yang digunakan dan hasil percobaan pendahuluan
(kondisi suhu 350C, tekanan 81,65 atm selama 5 jam) pada ekstrak menit ke-60,
ekstrak menit ke-120, ekstrak menit ke-180, dan ekstrak menit ke-240.
Hasil GC-MS menunjukkan bahwa hasil ekstraksi fluida superkritik minyak
nilam ini menampilkan profil yang lebih baik dibandingkan dengan bahan baku.
Komponen-komponen yang terdeteksi semakin jelas dan dominan.Hal ini
membuktikan refinery minyak nilam dengan metode ini dapat meningkatkan kualitas
minyak nilam.
Dengan memperhatikan pola munculnya peak dari masing-masing komponen
maka selanjutnya uji yang dilakukan cukup uji GC, yang mana cara kerjanya sama
dengan GC-MS hanya saja pada GC tidak ada pengenalan komponen yang
teridentifikasi dengan literatur, berat molekul dan struktur kimia.
b. Pengaruh Tekanan terhadap Persentase Area Komponen Minor Minyak Nilam
Ekstraksi fluida superkritik dilakukan dengan kondisi suhu 35oC, laju alir 5,5
liter/menit, dan waktu ekstraksi 5 jam dengan variasi tekanan 81,65 atm, 115,6 atm,
dan 149,7 atm.Rata-rata senyawa β-patchoulene, Caryophyllene, dan Patchouli
alcohol mengalami penurunan seiring dengan peningkatan tekanan. Penurunan ini
dapat disebabkan daya selektivitas CO2 yang menurun (Donelian, 2009). Rata-rata
Patchouli alcohol mengalami penurunan karena komponen ini bersifat polar
sedangkan pelarut CO2 bersifat non polar, sehingga proses difusi yang terjadi dalam
ekstraksi tidak sempurna. Rata-rata senyawa seychellene, dan α-pathoulene
mengalami kenaikan setelah dilakukan pemurnian dibanding dengan kandungan awal
bahan baku. Semakin besar tekanan ekstraksi juga menyebabkan area komponen
senyawa-senyawa ini meningkat.Hal ini terjadi karena senyawa seychellene, dan α-
pathoulene ini terdifusi lebih banyak seiring dengan adanya peningkatan
tekanan.Selain itu, senyawa α-guaiene, dan δ-guaiene cenderung stabil dan
menghasilkan area komponen yang lebih besar dari bahan baku.
Dari 20 ekstrak yang dihasilkan dari satu kali proses, hanya enam ekstrak yang
diuji GC, yaitu ekstrak ke-1 (menit ke- 15), ekstrak ke-4 (menit ke-60), ekstrak ke- 8
(menit ke-120), ekstrak ke-12 (menit ke-180), ekstrak ke-16 (menit ke-240), dan
ekstrak ke-20 (menit ke-300).
Senyawa α-guaiene mengalami penurunan pada tekanan 115,68 atm lalu
kembali naik pada tekanan 149,7 atm, begitupun dengan senyawa δ-guaiene. Senyawa
β-patchoulene dan caryophyllene mengalami penurunan seiring dengan peningkatan
tekanan, sedangkan senyawa seychellene dan α-patchoulene cenderung meningkat
seiring dengan peningkatan tekanan.
c. Pengaruh Tekanan dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen
Perolehan ekstrak berbeda-beda dari tiap komponen minor yang dipisahkan
seiring dengan penambahan tekanan. Hasil ekstrak dari perlakuan yaitu ekstraksi
dengan variasi tekanan dan variasi suhu dalam waktu 5 jam memperoleh 20 ekstrak,
dan enam diantaranya digunakan sebagai sampel acak untuk diuji lebih lanjut.
Semakin besar suhu dapat menyebabkan penguapan ekatrak oleh CO2 terjadi
sehingga nilai massa yang hilang paling besar ada pada suhu 45oC. Nilai indeks bias
rata-rata dari semua perlakuan adalah 1,494 hingga 1,496, dimana nilai indeks bias
rata-rata komponen minor adalah 1,492 hingga 1,5 dan nilai indeks bias ini digunakan
untuk pengenalan unsur kimia dan pengujian kemurnian minyak nilam (Sulaswatty,
2003).
Semakin besar tekanan saat ekstraksi akan meningkatkan kelarutan minyak
nilam sehingga ekstrak yang dihasilkan juga semakin meningkat. Rendemen yang
dihasilkan proses ekstraksi mengalami peningkatan pada menit ke 60 hingga menit ke
180. Menit-menit pertama merupakan awal proses, kondisi prosesnya belum
mencapai keseimbangan dan gas karbondioksida belum optimal memasuki tabung
ekstraktor sehingga kemampuan untuk melarutkan komponen minyak relatif rendah.
Setelah satu jam proses, jumlah karbondioksida yang dipakai semakin banyak
sehingga komponen minyak nilam yang terekstrak semakin banyak pula.
Adanya perubahan tekanan yang semakin tinggi menyebabkan persentase area
dan rendemen semakin meningkat. Tekanan dalam proses ekstraksi fluida superkritik
akan mengkompres gas CO2 untuk menguapkan komponen dalam minyak sehingga
terjadi kontak dari keduanya. Molekul minyak nilam terdifusi ke dalam CO2 akibat
tekanan sistem. Fraksi ringan dalam minyak nilam akan lebih mudah larut dalam CO2
sehingga memperbesar nilai kelarutan dan perolehan ekstrak. Semakin tinggi tekanan
menyebabkan semakin banyaknya komponen minyak yang teruapkan dan ikut
terdifusi oleh CO2 superkritik (Arai et al., 2002).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian dari refinery minyak nilam dengan metode ekstraksi fluida superkritik
yang dilakukan maka diperoleh bahwa:
1. Penampilan dan profil komponen minyak nilam menjadi lebih baik daripada
bahan baku .
2. Adanya faktor tekanan dan waktu ekstraksi mempengaruhi kualitas dan
kuantitas komponen minyak nilam yang dihasilkan dari proses ekstraksi fluida
superkritik minyak nilam, dimana hasil terbaik berada pada kondisi tekanan
149,7 atm dengan suhu 35oC selama 5 jam berdasarkan jumlah rendemen
terbesar yaitu 92,76%.
DAFTAR PUSTAKA
http://muhammadyusuffirdaus.wordpress.com/2013/02/13/ekstraksi-superkritis/