Download - Makalah Asuransi Nadya Fix Bgt
ASURANSI KESEHATAN DI INDONESIA
Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin
biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit
atau mengalami kecelakaan.
Produk asuransi kesehatan diselenggarakan baik oleh perusahaan asuransi sosial,
perusahaan asuransi jiwa, maupun juga perusahaan asuransi umum.
Pada umumnya perusahaan asuransi yang menyelenggarakan program asuransi
kesehatan bekerja sama dengan provider rumah sakit baik secara langsung maupun
melalui institusi perantara sebagai asisten manajemen jaringan rumah sakit.
PT. Asuransi Kesehatan Indonesia atau juga dikenal dengan nama PT. Askes
Indonesia (Persero) adalah merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan
khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan
bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis
Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya.
Sejarah singkat PT Askes Indonesia
1968 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas
mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun
(PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan
Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara
Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI
pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal
Asuransi Kesehatan Nasional.
1984 - Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan
bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang
Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima Pensiun (PNS,
ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah
menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
1991 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan
program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti
ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota
keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan
kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.
1992 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum
diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan
fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat
dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih
mandiri.
2005 - PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen
Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005, sebagai
Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin
(PJKMM/ASKESKIN).
o Dasar Penyelenggaraan :
UUD 1945
UU No. 23/1992 tentang Kesehatan
UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN)
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor
56/MENKES/SK/I/2005,
o Prinsip Penyelenggaraan mengacu pada :
Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan
azas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang.
Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.
Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.
Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan
kepada peserta.
Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan
mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.
Asuransi kesehatan merupakan pilihan dalam pengembangan sistem pelayanan
kesehatan di Indonesia. Hal ini disebabkan biaya kesehatan di masa yang akan datang
akan mencapai jumlah yang besar. Dengan demikian biaya kesehatan tidak akan
mungkin dibebankan kepada pemerintah atau perusahaan saja, akan tetapi harus ada
gotong royong antara pemerintah dan masyarakat.
MODEL ASURANSI KESEHATAN
Dalam penyelenggaraan skema pembiayaan kesehatan, ada tiga model yang dapat
diadaptasi:
1. Asuransi sosial
Kepesertaannya wajib, premi berdasarkan persentase tertentu dari
pendapatan/gaji, santunan pelayanan kesehatan (benefit) bersifat komprehensif
dan menganut asas gotong royong (risk sharing). Contoh: National Health
Insurance yang diterapkan di Inggris, program Askes bagi pegawai negeri dari
PT. (Persero) Askes.
2. Asuransi komersial
Kepesertaan bersifat sukarela, premi biasanya ditetapkan dengan
nilai nominal, benefit diberikan sesuai perjanjian (kesepakatan), risk sharing kecil.
Model asuransi ini dapat dikelola oleh swasta sepenuhnya, atau didasarkan pada
peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Contoh: program Simas Sehat,
BRIngin, Allianz, Bumida, program Askes Mandiri bagi non pegawai negeri.
3. Dana sehat (medical saving account)
Diterapkan secara sukarela, tidak ada risk sharing, individu menyimpan dana di
rekening khusus dan hanya digunakan (earmarked) untuk keperluan kesehatan.
Model ini dapat juga berupa pinjaman untuk keperluan kesehatan, yang
pelunasannya bisa dicicil. Contoh: Medisave yang diterapkan di Singapura,
pinjaman Koperasi Krama Bali.
Organisasi pengelola Jamkessosda dapat berbentuk :
Tripartite
Bentuk tripartite dalam pengelolaan Jamkessosda terdiri dari
konsumen, PPK dan badan pengelola (contoh: Asuransi Askes, Jaminan
kesehatan Jembrana).
Prosedur pelayanan
Pelayanan kesehatan
Cakupan Pembayaran Klaim
Premi asuransi
BADAN ASURANSI
PPKPESERTA
Bipartite
Sedangkan dalam bentuk bipartite, PPK dan badan pengelola ada dalam satu
organisasi (contoh: Kaiser Health Maintenance Organization di Amerika
Serikat).
BAPEL pelayanan kesehatan
Peserta
PPK premi
BENTUK ASURANSI KESEHATAN
Menurut bank dunia, dalam laporannya pada tahun 1993, memperkenalkan tiga
pengelompokan bentuk Asuransi Kesehatan yakni :
1. Social Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sosial)
Asuransi kesehatan sosial menempati posisi kunci dalam pembiayaan kesehatan di
hampir semua negara, di luar negara-negara sosialis dan Amerika Serikat. Konsep
asuransi kesehatan sosial ini dipelopori oleh Otto Von Bismarck (Jerman) pada
tahun 1883.
Prinsip asuransi kesehatan sosial adalah keikutsertaan bersifat sukarela, iuran atau
premi berdasarkan persentase pendapatan atau gaji, iuran ditanggung bersama
oleh tempat kerja atau perusahaan dan tenaga kerja (50% - 50%), peserta dan
keluarganya memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan, peserta memperoleh
kompensasi selama sakit peran pemerintah sangat besar. Dengan prinsip
sebagaimana dikemukakan di atas, maka mekanisme asuransi kesehatan
berdasarkan suatu kelompok tenaga kerja, sehingga tidak tergantung pada risiko
sakit perorangan. Prinsip-prinsip asuransi kesehatan sosial ini berkembang di
berbagai negara Eropa, Jepang, Korea, Philipina, Thailand, Vietnam, India, dan
lain-lain.
Perkembangan kebutuhan pelayanan kesehatan pada kelompok - kelompok
masyarakat tumbuh secara bertahap. Masyarakat pekerja, khususnya lingkungan
tempat kerja yang mempunyai resiko tinggi terhadap kesehatannya atau
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi untuk tetap sehat, memerlukan
pemeliharaan kesehatan yang berkelanjutan. Dengan dimulainya di lingkungan
tempat kerja, masalah pengumpulan dana yang menjadi sumber pembiayaan
program askes sosial juga terjamin. Dengan memulai pada kelompok - kelompok
tenaga kerja yang sejenis, diperhitungkan resiko sakit perorangan pada kelompok
itu hampir sama, sehingga rasa keadilan dan resiko sakit dapat dipadukan.
Perhitungan iuran atau premi dilakukan berdasarkan kelompok sesuai dengan
kebutuhan anggaran yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan medik
kelompok tersebut.
2. Private Voluntary Health Insurance (Asuransi Kesehatan Komersial)
Private Voluntary Health Insurance (Asuransi Kesehatan Komersial) adalah
prinsip asuransi kesehatan yang diterapkan di Amerika Serikat. Amerika Serikat
satu-satunya negara di dunia yang asuransinya bersifat komersial. Prinsip-prinsip
asuransi kesehatannya komersial adalah keikutsertaannya bersifat sukarela, iuran
atau premi berdasarkan angka absolut, sesuai dengan perjanjian kontrak, peserta
dan keluarganya memperoleh santunan biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan
kontrak, peran pemerintah kecil. Prinsip asuransi kesehatan komersial ini sangat
dinamis, membuka peluang kompetisi di antara perusahaan asuransi kesehatan
yang jumlahnya banyak, dan murni berdasarkan risiko sakit perorangan, yang
kemudian ditawarkan pada kelompok tenaga kerja melalui perusahaan-
perusahaan.
3. Regulated Voluntary Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sukarela dengan
Regulasi)
Regulated Voluntary Health Insurance (Asuransi Kesehatan Sukarela dengan
Regulasi) adalah suatu asuransi kesehatan yang merupakan suatu alternatif bagi
asuransi kesehatan komersial. Prinsip asuransi kesehatan dengan regulasi adalah
keikutsertaannya bersifat sukarela, iuran dengan atau premi berdasar angka
absolut (nilai nominal), peserta memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan
sesuai dengan kontrak, dan peran pemerintah relatif besar (dalam bentuk regulasi).
Asuransi kesehatan dengan regulasi dalam menerapkan iuran atau premi
pesertanya berdasarkan risiko yang terjadi di masyarakat. Bank Dunia
memberikan rekomendasi untuk memilih Regulated Voluntary Health Insurance,
seandainya masih diperlukan untuk melengkapi asuransi kesehatan sosial,
alasannya adalah dapat mencegah peningkatan biaya pelayanan kesehatan dan
peran pemerintah besar.
PERKEMBANGAN ASURANSI KESEHATAN DI INDONESIA
Konsep jaminan kesehatan sebenarnya sudah lama masuk ke masyarakat Indonesia.
Pada jaman kolonial Belanda, tentara, pegawai kolonial, karyawan dan buruh
perusahaan ditanggung oleh sistem kesehatan militer, pemerintah, atau perkebunan.
Pola yang dipergunakan adalah kesehatan sebagai modal untuk bekerja. Akan tetapi
untuk rakyat biasa tidak ada jaminan pelayanan kesehatan. Konsep ini terus
berkembang sampai sekarang dimana ada pelayanan kesehatan ABRI untuk militer
dan keluarganya, asuransi kesehatan pegawai negeri yang dikelola oleh PT Askes
Indonesia, atau berbagai jaminan kesehatan oleh perusahaan-perusahaan.
Untuk menjangkau rakyat lainnya, konsep asuransi kesehatan masuk ke Indonesia
pada dekade 1970an dan 1980an. Dengan skala ekonomi yang jauh sangat kecil
dibandingkan dengan di negara maju, konsep asuransi kesehatan dimulai dengan
dasar pelayanan kesehatan primer di Puskesmas dengan model Dana Upaya
Kesehatan Masyarakat (DUKM). Hal ini terlihat dari sejarah Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang tidak lepas dari pengaruh DUKM.
JENIS ASURANSI KESEHATAN DI INDONESIA
Asuransi kesehatan di Indonesia saat ini disediakan baik oleh Pemerintah maupun
swasta. Pemerintah melalui program Askeskin (asuransi kesehatan masyarakat
miskin) menjamin biaya kesehatan sampai jumlah tertentu bagi para penduduk miskin
pemegang kartu Askeskin. Para pegawai negeri juga dijamin biaya kesehatannya oleh
Pemerintah melalui PT Askes yang preminya dibayar melalui pemotongan gaji PNS.
Bila bukan penduduk miskin dan bukan pegawai negeri, masyarakat dapat membeli
program asuransi komersial yang banyak diselenggarakan oleh perusahaan swasta
nasional maupun asing. Bahkan, PT Askes juga menyediakan program “kepesertaan
sukarela” bagi para pegawai di sektor swasta.
Asuransi kesehatan komersial dapat dibeli oleh individu maupun kelompok
(kumpulan). Karena pertimbangan administratif dan risiko, kebanyakan produk
asuransi kesehatan hanya boleh dibeli oleh kelompok, bukan orang per orang. Berikut
adalah beberapa jenis biaya layanan kesehatan yang dapat dijamin oleh asuransi :
1. 1. Asuransi Kesehatan Sosial
Program Asuransi Kesehatan Sosial merupakan penugasan Pemerintah kepada PT
Askes (Persero) melalui Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1991.
1.1. Peserta program Askes Sosial adalah :
Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil (tidak termasuk PNS
dan Calon PNS di Kementrian pertahanan, TNI/Polri), Calon PNS, Pejabat
Negara, Penerima Pensiun (Pensiunan PNS, Pensiunan PNS di lingkungan
Kementrian Pertahanan, TNI/Polri, Pensiunan Pejabat Negara), Veteran
( Tuvet dan Non Tuvet) dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarga*)
yang di tangggung.
Pegawai Tidak Tetap (Dokter/Dokter Gigi/Bidan – PTT, melalui SK Menkes
nomor 1540/MENKES/SK/XII/2002, tentang Penempatan Tenaga Medis
Melalui Masa Bakti Dan Cara Lain).
Pegawai dan Penerima pensiun PT. Kereta Api Indonesia (Persero) beserta
anggota keluarganya*)
*) Anggota Keluarga adalah :
Isteri / suami yang sah dari peserta yang mendapat tunjangan istri/suami
(Daftar isteri / suami yang sah yang tercantum dalam daftar gaji / slip gaji, dan
termasuk dalam daftar penerima pensiun/carik Dapem).
Anak (anak kandung / anak tiri / anak angkat) yang sah dari peserta yang
mendapat tunjangan anak, yang tercantum dalam daftar gaji/slip gaji, termasuk
dalam daftar penerima pensiun/carik Dapem, belum berumur 21 tahun atau
telah berumur 21 tahun sampai 25 tahun bagi anak yang masih melanjutkan
pendidikan formal, dan tidak atau belum pernah kawin, tidak mempunyai
penghasilan sendiri serta masih menjadi tanggungan peserta.
Jumlah anak yang ditanggung maksimal 2 (dua) anak sesuai dengan urutan
tanggal lahir, termasuk didalamnya anak angkat maksimal satu orang.
1.2. Hak Peserta Askes Sosial
Memperoleh Kartu Peserta.
Memperoleh penjelasan/informasi tentang hak, kewajiban serta tata cara
pelayanan kesehatan
Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan PT Askes (Persero), sesuai dengan hak dan ketentuan yang berlaku.
Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis
ke Kantor PT Askes (Persero).
1.3. Kewajiban Peserta Askes Sosial
Mengurus Kartu Peserta dan melaporkan perubahan data peserta.
Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh
orang yang tidak berhak.
Melaporkan dan mengembalikan Kartu Peserta yang telah meninggal dunia
ke Kantor PT Askes (Persero).
Mengetahui dan mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan
kesehatan.
Membayar iuran sesuai dengan ketentuan pemerintah yang berlaku.
1.4. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) PT ASKES (Persero)
Pemberi Pelayanan Kesehatan Dasar , yaitu :
1. Puskesmas
2. Dokter Keluarga / Dokter Gigi Keluarga
3. Poliklinik Milik Institusi
4. Klinik 24 Jam
Pemberi Pelayanan Kesehatan Lanjutan, yaitu:
1. Rumah Sakit Umum Pemerintah,
2. RS Khusus Pemerintah (Jantung, Paru, Orthopedi, Jiwa, Kusta, Mata,
Infeksi, Kanker dll)
3. Rumah Sakit TNI/POLRI
4. Rumah Sakit Swasta
5. Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD)/PMI
6. Apotek / Instalasi Farmasi RS
7. Optikal
8. Balai Pengobatan Khusus (Paru, Mata, Indera, dll).
9. Laboratorium Kesehatan
10. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya yang bekerja sama dengan PT
Askes (Persero)
1.5. Jenis Pelayanan Kesehatan Yang Dijamin Peserta Askes Sosial
1. Pelayanan Kesehatan Dasar :
Konsultasi, penyuluhan, pemeriksaan medis dan pengobatan.
Pemeriksaan dan pengobatan gigi.
Tindakan medis kecil/sederhana.
Pemeriksaan penunjang diagnostik sederhana
Pengobatan efek samping kontrasepsi
Pemberian obat pelayanan dasar dan bahan kesehatan habis pakai.
Pemeriksaan kehamilan dan persalinan sampai anak kedua hidup.
Pelayanan imunisasi dasar.
Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Perawatan/Puskesmas dengan
Tempat Tidur.
2. Pelayanan Kesehatan Lanjutan :
a. Rawat Jalan
Konsultasi, pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik : Laboratorium, Rontgen/
Radiodiagnostik, Elektromedik dan pemeriksaan alat kesehatan canggih
sesuai ketentuan PT Askes (Persero).
Tindakan medis poliklinik dan rehabilitasi medis
Pelayanan obat sesuai Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan
ketentuan lain yang ditetapkan oleh PT Askes (Persero)
b. Rawat Inap
Rawat Inap di ruang perawatan sesuai hak Peserta.
Pemeriksaan, pengobatan oleh dokter spesialis.
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik : Laboratorium, Rontgen/
Radiodiagnostik, Elektromedik dan pemeriksaan alat kesehatan canggih
sesuai ketentuan PT Askes (Persero).
Tindakan medis operatif.
Perawatan intensif (ICU, ICCU,HCU, NICU, PICU).
Pelayanan rehabilitasi medis.
Pelayanan obat sesuai Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan
ketentuan lain yang ditetapkan oleh PT Askes (Persero)
3. Pemeriksaan kehamilan, gangguan kehamilan dan persalinan sampai anak
kedua hidup.
4. Pelayanan Transfusi Darah dan Cuci Darah.
5. Cangkok (transplantasi) Organ.
6. Pelayanan Canggih sesuai ketentuan PT Askes (Persero)
7. Alat Kesehatan diberikan untuk Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kacamata ( 1 kali /2 tahun)
b. Gigi Tiruan (1 kali /2 tahun)
c. Alat Bantu Dengar (1 kali /2 tahun)
d. Kaki / tangan tiruan
e. Implant (alat kesehatan yang ditanam dalam tubuh) antara lain:
IOL (lensa tanam di mata).
Pen & Screw (alat penyambung tulang).
Mesh (alat yang dipasang setelah operasi hernia)
1.6. Pelayanan Yang Tidak Dijamin Oleh PT ASKES (Persero)
Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti tata cara pelayanan yang ditetapkan
PT Askes (Persero)/Pelayanan kesehatan tanpa indikasi medis.
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas yang bukan jaringan
pelayanan kesehatan PT Askes (Persero), kecuali dalam keadaan gawat
darurat (emergency) dan kasus persalinan.
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
3. Obat-obatan diluar ketentuan PT Askes (Persero).
4. Bedah plastik kosmetik, termasuk obat-obatan.
5. Semua jenis pelayanan imunisasi diluar “imunisasi dasar” bagi bayi dan
balita (DPT, Polio, BCG, Campak) dan bagi ibu hamil (TT) yang
dilakukan di Puskesmas
6. Seluruh rangkaian pemeriksaan dalam usaha ingin mempunyai anak,
termasuk alat dan obat-obatnya.
7. Sirkumsisi tanpa indikasi medis.
8. Pemeriksaan kehamilan, gangguan kehamilan, tindakan persalinan, masa
nifas pada anak ketiga dan seterusnya.
9. Usaha meratakan gigi (Orthodontie), membersihkan karang gigi (scalling
gigi) dan pelayanan kesehatan gigi untuk kosmetik.
10. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat, alkohol dan
atau zat adiktif lainnya.
11. Gangguan kesehatan/penyakit akibat usaha bunuh diri atau dengan sengaja
menyakiti diri sendiri.
12. Kursi roda, tongkat penyangga, korset dan elastic bandage.
13. Kosmetik, toilettries, makanan bayi, obat gosok, vitamin, susu.
14. Lain-lain:
Biaya perjalanan/transportasi
Biaya sewa ambulans
Biaya pengurusan jenazah
Biaya fotocopy
Biaya telekomunikasi
Biaya kartu berobat
Biaya administrasi
2. Jamkesmas
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992
tentang kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh
perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar
terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan
tidak mampu. Masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah
terjadi penularan penyakit karena berbagai kondisi seperti kurangnya kebersihan
lingkungan dan perumahan yang saling berhimpitan, perilaku hidup bersih masyarakat
yang belum membudaya, pengetahuan terhadap kesehatan dan pendidikan yang
umumnya masih rendah. JAMKESMAS adalah program bantuan sosial untuk
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini
diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan
pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Pada hakekatnya
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga
menghasilkan pelayanan yang optimal.
2.1. Tujuan Dan Sasaran
2.1.1. Tujuan Penyelenggaraan JAMKESMAS
Tujuan Umum :
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh
masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
Tujuan Khusus:
a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang
mendapat
pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah
Sakit
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan
akuntabel
2.1.2 Sasaran
Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh
Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah
mempunyai jaminan kesehatan lainnya.
2.2 Landasan Hukum
Pelaksanaan program JAMKESMAS berdasarkan pada :
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat
lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-
anak yang terlantar dipelihara oleh negara, sedangkan ayat (3) bahwa
negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas umum yang layak.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495)
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran
Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286)
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2004 No. 5, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4355)
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan
tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400)
2.3. Kebijakan Operasional
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat miskin mengacu pada
prinsip-prinsip:
a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata
peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin.
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang
’cost effective’ dan rasional.
c. Pelayanan Terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.
d. Transparan dan akuntabel.
2.4. Ketentuan Umum
Peserta Program JAMKESMAS adalah setiap orang miskin dan tidak mampu
selanjutnya disebut peserta JAMKESMAS, yang terdaftar dan memiliki kartu
dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
2.5. Administrasi Kepesertaan
Administrasi kepesertaan meliputi: registrasi, penerbitan dan pendistribusian
Kartu sampai ke Peserta sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT Askes
(Persero) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Data peserta yang telah ditetapkan Pemda, kemudian dilakukan entry oleh
PT Askes (Persero) untuk menjadi database kepesertaan di
Kabupaten/Kota.
2. Entry data setiap peserta meliputi antara lain :
a. nomor kartu,
b. nama peserta,
c. jenis kelamin
d. tempat dan tanggal lahir/umur
e. alamat
3. Berdasarkan database tersebut kemudian kartu diterbitkan dan
didistribusikan sampai ke peserta.
4. PT Askes (Persero) menyerahkan Kartu peserta kepada yang berhak,
mengacu kepada penetapan Bupati/Walikota dengan tanda terima yang
ditanda tangani/cap jempol peserta atau anggota keluarga peserta.
5. PT Askes (Persero) melaporkan hasil pendistribusian kartu peserta kepada
Bupati/Walikota, Gubernur, Departemen Kesehatan R.I, Dinas Kesehatan
Propinsi dan Kabupaten/ Kota serta Rumah Sakit setempat
2.6. Tata Laksana Pendanaan
2.6.1 Ketentuan Umum
1. Pendanaan Program JAMKESMAS merupakan dana bantuan sosial.
2. Pembayaran ke Rumah Sakit dalam bentuk paket, berdasarkan klaim.
Khusus untuk BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM pembayaran
paket disetarakan dengan tariff paket pelayanan rawat jalan dan atau
rawat inap Rumah Sakit.
3. Pembayaran ke PPK disalurkan langsung dari kas Negara melalui PT.
POS kePuskesmas dan KPPN melalui BANK ke Rumah
Sakit/BBKPM/BKMM/BKPM/BP4/BKIM
4. Peserta tidak boleh dikenakan iur biaya dengan alasan apapun.
2.6.2. Sumber Dan Alokasi Dana Program
Sumber Dana berasal dari APBN sektor Kesehatan Tahun Anggaran 2008
untuk dan kontribusi APBD. Pemerintah daerah berkontribusi dalam
menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin di daerah masing-masing meliputi antara lain :
1. Masyarakat miskin yang tidak masuk dalam pertanggungan
kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).
2. Selisih harga diluar jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan tahun
2008
3. Biaya transportasi rujukan dan rujukan balik pasien maskin dari RS
Kabupaten/ Kota ke RS yang dirujuk. Sedangkan biaya transportasi
rujukkan dari puskesmas ke RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM
ditanggung oleh biaya operasional Puskesmas.
4. Penanggungan biaya transportasi pendamping pasien rujukan.
5. Pendamping pasien rawat inap.
6. Menanggulangi kekurangan dana operasional Puskesmas.
Dana program dialokasikan untuk membiayai kegiatan pelayanan kesehatan
dan manajemen operasional program JAMKESMAS dengan rincian sebagai
berikut :
1. Dana Pelayanan Kesehatan masyarakat miskin di:
a. Puskesmas dan jaringannya,
b. Rumah Sakit,
c. Rumah Sakit Khusus
d. Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM),
e. Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM),
f. Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM),
g. Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4),
h. Balai Kesehatan Indra Masyarakat (BKIM).
2. Dana manajemen operasional:
a. Administrasi kepesertaan,
b. Koordinasi Pelaksanaan dan Pembinaan program,
c. Advokasi, Sosialisasi,
d. Rekruitmen dan Pelatihan,
e. Monitoring dan Evaluasi Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat,
f. Kajian dan survey,
g. Pembayaran honor, investasi dan operasional,
h. Perencanaan dan pengembangan program,
3. Jamkesda
3.1. Pengertian
JAMKESDA adalah program jaminan bantuan pembayaran biaya pelayanan
kesehatan yang diberikan Pemerintah Daerah kepada masyarakat yang
berdomisili didaerah tersebut. Sasaran Program Jamkesda adalah seluruh
masyarakat yang tinggal didaerah tersebut yang belum memiliki jaminan
kesehatan berupa Jamkesmas, ASKES dan asuransi kesehatan lainnya.
3.2. Tujuan
1. Tujuan Umum Penyelenggaraan Jamkesda
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh
masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Terselenggaranya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit serta Puskesmas
dan jaringannya termasuk pertolongan persalinan
b. Terselenggaranya pengendalian rujukan kasus
c. Terkendalinya biaya dan mutu dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan
d.Terselenggaranya manajemen pengelolaan keuangan yang transparan dan
akuntabel
3.3 Sasaran
Seluruh penduduk yang tinggal didaerah yang menyelenggarakan Jamkesdan
tersebut, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya
(Askes sosial / komersial, Jamsostek dan asuransi swasta).
3.4. Landasan Hukum
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
3.5. Kebijakan Operasional
1. Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) adalah salah satu bentuk perlindungan
social untuk menjamin seluruh penduduknya agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak (dalam hal ini kebutuhan akan hidup sehat).
2. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi
sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
3. Penyelenggaraan Jamkesda mengacu pada prinsip-prinsip :
a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan semata-mata untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medic yang
cost effective dan rasional.
c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas
d. Transparan dan akuntabel
4. Jamsostek
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan
kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti
halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan
sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh
peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
4.1. Sejarah dan Landasan Hukum
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang,
dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja,
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang
pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP
No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang
pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU
No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya
asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan
hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977
diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial
tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta
dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang
pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995
ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga
Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi
kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan
kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai
pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko social.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan
Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang
kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa
aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan
motivasi maupun produktivitas kerja.
Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative Tenaga
Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero)
memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan
keluarganya.
Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya
bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam
meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan
perkembangan masa depan bangsa.
4.2. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah program Jamsostek
yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan.
Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan
alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan
efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK
(Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan.
Manfaat JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang
sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.
4.3. Jumlah Iuran Yang Harus Dibayarkan
Iuran JPK dibayar oleh perusahaan dengan perhitungan sebagai berikut:
Tiga persen (3%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 1 juta ) untuk tenaga kerja
lajang
Enam persen (6%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 1 juta ) untuk tenaga kerja
berkeluarga
Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp 1.000.000,
4.4. Cakupan Program
Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis
yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan pelayanan
sebagai berikut:
1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama, adalah pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik,
Balai Pengobatan atau Dokter praktek solo
2. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan) , adalah pemeriksaan dan
pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari
dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis
3. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat
inap Rumah Sakit
4. Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan
kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta
program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).
5. Pelayanan Khusus, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang
diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh
6. Emergensi, Merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan
pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.
4.5. Hak-hak Peserta Program JPK:
1. Memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang optimal dan menyeluruh, sesuai kebutuhan dengan standar
pelayanan yang ditetapkan, kecuali pelayanan khusus seperti kacamata,
gigi palsu, mata palsu, alat bantu dengar, alat Bantu gerak tangan dan kaki
hanya diberikan kepada tenaga kerja dan tidak diberikan kepada anggota
keluarganya
2. Bagi Tenaga Kerja berkeluarga peserta tanggungan yang diikutkan terdiri
dari suami/istri beserta 3 orang anak dengan usia maksimum 21 tahun dan
belum menikah
3. Memilih fasilitas kesehatan diutamakan dalam wilayah yang sesuai atau
mendekati dengan tempat tinggal
4. Dalam keadaan Emergensi peserta dapat langsung meminta pertolongan
pada Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang ditunjuk oleh PT
Jamsostek (Persero) ataupun tidak.
5. Peserta berhak mengganti fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I bila
dalam Kartu Pemeliharaan Kesehatan pilihan fasilitas kesehatan tidak
sesuai lagi dan hanya diizinkan setelah 6 (enam) bulan memilih fasilitas
kesehatan rawat jalan Tingkat I, kecuali pindah domisili.
6. Peserta berhak menuliskan atau melaporkan keluhan bila tidak puas
terhadap penyelenggaraan JPK dengan memakai formulir JPK yang
disediakan diperusahaan tempat tenaga kerja bekerja, atau PT.
JAMSOSTEK (Persero) setempat.
7. Tenaga kerja/istri tenaga kerja berhak atas pertolongan persalinan kesatu,
kedua dan ketiga.
8. Tenaga kerja yang sudah mempunyai 3 orang anak sebelum menjadi
peserta program JPK, tidak berhak lagi untuk mendapatkan pertolongan
persalinan.
4.6. Kewajiban Peserta Program JPK
1. Menyelesaikan Prosedur administrasi, antara lain mengisi formulir Daftar
Susunan Keluarga (Formulir Jamsostek 1a)
2. Menandatangani Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK)
3. Memiliki Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan
4. Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan
5. Segera melaporkan kepada PT JAMSOSTEK (Persero) bilamana terjadi
perubahan anggota keluarga misalnya: status lajang menjadi kawin,
penambahan anak, anak sudah menikah dan atau anak berusia 21 tahun.
Begitu pula sebaliknya apabila status dari berkeluarga menjadi lajang
6. Segera melaporkan kepada Kantor PT JAMSOSTEK (Persero) apabila
Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) milik peserta hilang/rusak untuk
mendapatkan penggantian dengan membawa surat keterangan dari
perusahaan atau bilamana masa berlaku kartu sudah habis
7. Bila tidak menjadi peserta lagi maka KPK dikembalikan ke perusahaan
4.7. Hal-hal yang tidak menjadi tanggung jawab badan penyelenggara (PT
Jamsostek (Persero))
1. Peserta
Dalam hal tidak mentaati ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan
oleh Badan Penyelenggara
Akibat langsung bencana alam, peperangan dan lain-lain
Cidera yang diakibatkan oleh perbuatan sendiri, misalnya percobaan
bunuh diri, tindakan melawan hukum
Olah raga tertentu yang membahayakan seperti: terbang layang,
menyelam, balap mobil/motor, mendaki gunung, tinju, panjat tebing,
arum jeram
Tenaga kerja yang pada permulaan kepesertaannya sudah mempunyai
3 (tiga) anak atau lebih, tidak berhak mendapatkan pertolongan
persalinan
2. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan diluar fasilitas yang ditunjuk oleh Badan
Penyelenggara JPK, kecuali kasus emergensi dan bila harus rawat inap,
ditanggung maksimal 7 hari perawatan sesuai standar rawat inap yang
telah ditetapkan
Imunisasi kecuali Imunisasi dasar pada bayi
General Check Up/Check Up/Regular Check Up (termasuk papsmear)
Pemeriksaan, pengobatan, perawatan di luar negeri
Penyakit yang disebabkan oleh penggunaan alkohol/narkotik
Penyakit Kanker (terhitung sejak tegaknya diagnosa)
Penyakit atau cidera yang timbul dari atau berhubungan dengan tugas
pekerjaan (Occupational diseases/accident)
Sexual transmited diseases termasuk AIDS RELATED COMPLEX
Pengguguran kandungan tanpa indikasi medis termasuk kesengajaan
Kelainan congential/herediter/bawaan yang memerlukan pengobatan
seumur hidup, seperti: debil, embesil, mongoloid, cretinism,
thalasemia, haemophilia, retardasi mental, autis
Pelayanan untuk Persalinan ke 4 (empat) dan seterusnya termasuk
segala sesuatu yang berhubungan dengan proses kehamilan pada
persalinan tersebut
Pelayanan khusus (Kacamata, gigi palsu, prothesa mata, alat bantu
dengar, prothesa anggota gerak) hilang/rusak sebelum waktunya tidak
diganti
Khusus akibat kecelakaan kerja tidak menjadi tanggung jawab
Penyelenggara JPK
Haemodialisa termasuk tindakan penyambungan pembuluh darah
untuk hemodialisa
Operasi jantung berserta tindakan-tindakan termasuk pemasangan dan
pengadaan alat pacu jantung, kateterisasi jantung termasuk obat-obatan
Katerisasi jantung sebagai tindakan Therapeutik (pengobatan)
Transpalantasi organ tubuh misalnya transplantasi sumsum tulang
Pemeriksaan-pemeriksaan dengan menggunakan peralatan
canggih/baru yang belum termasuk dalam daftar JPK, antara lain: MRI
(Magnetic Resonance Immaging), DSA (Digital Substraction
Arteriography), TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes)
Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan kesuburan termasuk
bayi tabung
3. Obat-obatan:
Semua obat/vitamin yang tidak ada kaitannya dengan penyakit
Obat-obatan kosmetik untuk kecantikan termasuk operasi keloid yang
bukan atas indikasi medis
Obat-obatan berupa makanan seperti susu untuk bayi dan sebagainya
Obat-obatan gosok sepeti kayu putih dan sejenisnya
Obat-obatan lain seperti: verban, plester, gause stril
Pengobatan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi tabung dan
obat-obatan kanker
4. Pembiayaan :
Biaya perjalanan dari dan ke tempat berobat
Biaya perjalanan untuk mengurus kelengkapan administrasi
kepesertaan, jaminan rawat dan klaim
Biaya perjalanan untuk memperoleh perawatan/pengobatan di Rumah
sakit yang ditunjuk.
Biaya perawatan emergensi lebih dari 7 (hari) diluar fasilitas yang
sudah ditunjuk oleh Badan Penyelenggara JPK
Biaya Perawatan dan obat untuk penyakit lebih dari 60
hari/kasus/tahun sudah termasuk perawatan khusus (ICU, ICCU, HCU,
HCB, ICU, PICU) pada penyakit tertentu sehingga memerlukan
perawatan khusus lebih dari 20 hari/kasus/tahun
Biaya tindakan medik super spesialistik
Batas waktu pengajuan klaim paling lama 3 (tiga) bulan setelah
perusahaan melunasi tunggakan iuran, selebihnya akan ditolak
5. Jampersal
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Selanjutnya pada pasal 34 ayat (3) ditegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 5 ayat (1)
menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses
atas sumber daya di bidang kesehatan.
Selanjutnya pada ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Kemudian
pada ayat (3) bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Selanjutnya
pada pasal 6 ditegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang
sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.
Untuk menjamin terpenuhinya hak hidup sehat bagi seluruh penduduk termasuk
penduduk miskin dan tidak mampu, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan
sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih
cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran
hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per
1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment
Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari
228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 KH dan angka kematian bayi menurun
dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 KH.
Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang
terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%),
eklamsia (24%), infeksi (11%),
komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli
3%, dan lain-lain 11% (SKRT 2001).
Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga
Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam
memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di
fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya
pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan.
Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok
sasaran miskin (Quintile 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Salah
satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya sehingga diperlukan
kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan
di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jaminan Persalinan. Jaminan
Persalinan dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil
untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan
kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru
lahir. Dengan demikian kehadiran Jaminan Persalinan diharapkan dapat mengurangi
terjadinya Tiga Terlambat tersebut sehingga dapat mengakselerasi tujuan pencapaian
MDGs 4 dan 5.
5.1. Pengertian
Jaminan Persalinan adalah program pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan
dan pemeriksaan masa nifas (postnatal) bagi seluruh ibu hamil yang belum
mempunyai jaminan kesehatan serta bayi yg dilahirkannya pada fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan program.
Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan
rujukan. Ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari:
A. Pelayanan persalinan tingkat pertama
Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk
KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan
persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan,
nifas dan bayi baru lahir) tingkat pertama. Pelayanan tingkat pertama
diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED serta jaringannya termasuk
Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian
Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:
1. Pemeriksaan kehamilan
2. Pertolongan persalinan normal
3. Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan
4. Pelayanan bayi baru lahir
5. Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi
baru lahir
B. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan
Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus
kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi dan
komplikasi, di rumah sakit pemerintah dan swasta yang tidak dapat ditangani
pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan berdasarkan
rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan.
Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:
1. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (RISTI) dan penyulit
2. Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak mampu
dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah Sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.
5.2. Sasaran
Merupakan sasaran tambahan dari program Jamkesmas
a. Sasaran adalah seluruh ibu hamil yang belum mempunyai jaminan
kesehatan/persalinan yang melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC)
persalinan, dan pemeriksaan masa nifas (PNC) bagi ibu dan bayi yang
dilahirkannya
b. Perkiraan jumlah sasaran adalah 60% dari estimasi proyeksi jumlah
persalinan.
5.3. Manfaat Jaminan Persalinan
Ruang lingkup pelayanan dalam Jaminan persalinan tingkat pertama meliputi:
a.Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan dengan frekuensi 4 kali selama
hamil;
b. Pertolongan persalinan normal;
c.Pertolongan persalinan dengan penyulit pervaginam yang dapat dilakukan di
Puskesmas PONED
d. Pelayanan Nifas (PNC) sesuai standar
e.Pelayanan neonatus dan penatalaksanaan rujukan neonatus dengan komplikasi
sesuai standar pelayanan
f. Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan neonatus
g. Penanganan komplikasi kebidanan di Puskesmas PONED sampai proses
rujukan ke Rumah Sakit
Ruang lingkup pelayanan dalam Jaminan persalinan tingkat lanjutan meliputi:
a.Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (risti) dan penyulit;
b. Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu
dilakukan di pelayanan tingkat pertama;
c.Penanganan Komplikasi Kebidanan dan Neonatus di Faskes PONEK
d. Faskes PONEK adalah Faskes yang mampu memberi pelayanan Obstetri
(kebidanan) dan Neonatus Emergensi Komprehensif
e.Motivasi KB (Kontap) bagi ibu yang memanfaatkan program ini.
5.4. Tujuan:
5.4.1. Umum
Meningkatnya akses pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, dan
pelayanan nifas dan bayi baru lahir yang dilahirkannya (postnatal) yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan menghilangkan hambatan finansial
dalam rangka menurunkan AKI dan AKB.
5.4.2. Khusus:
Memberikan kemudahan akses pemeriksaan kehamilan (antenatal),
persalinan, dan pelayanan nifas ibu, dan bayi baru lahir yang dilahirkannya
(post natal) ke tenaga kesehatan
Mendorong peningkatan pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, dan
pelayanan nifas ibu dan bayi baru lahir (post natal) ke tenaga kesehatan.
Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan,
dan akuntabel .
5.5. Kebijakan Operasional
1. Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan
(pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan
pengelolaan Jamkesmas.
2.Kepesertaan Jaminan Persalinan merupakan perluasan kepesertaan dari
Jamkesmas, yang terintegrasi dan dikelola mengikuti tata kelola dan
manajemen Jamkesmas
3.Peserta program Jaminan Persalinan adalah seluruh sasaran yang belum
memiliki jaminan persalinan.
4. Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh
jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan
(Rumah Sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS)
dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota.
5. Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
6. Pembayaran atas pelayanan jaminan persalinan dilakukan dengan cara klaim
oleh fasilitas kesehatan. Untuk persalinan tingkat pertama di fasilitas
kesehatan pemerintah (Puskesmas dan Jaringannya) dan fasilitas kesehatan
swasta yang bekerjasama dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
7. Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani ibu
hamil/persalinan dari luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim
Pengelola/Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal ibu hamil
tersebut.
8. Fasilitas kesehatan seperti Bidan Praktik, Klinik Bersalin, Dokter praktik
yang berkeinginan ikut serta dalam program ini melakukan perjanjian
kerjasama (PKS) dengan Tim Pengelola setempat, dimana yang
bersangkutan dikeluarkan ijin prakteknya.
9. Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan prinsip Portabilitas,
Pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan dengan demikian
jaminan persalinan tidak mengenal batas wilayah (lihat angka 7 dan 8).
10. Tim Pengelola Pusat dapat melakukan realokasi dana antar kabupaten/kota,
disesuaikan dengan penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan
dengan ketersediaan dana yang ada secara nasional.
Pertanggungjawaban klaim pelayanan Jaminan Persalinan dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama ke Tim Pengelola Kabupaten/Kota dilengkapi:
1. Fotokopi lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang
diberikan untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk
pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila tidak terdapat
buku KIA pada daerah setempat dapat digunakan bukti-bukti yang syah
yang ditandatangani ibu hamil/bersalin dan petugas yang menangani. Tim
Pengelola Kabupaten/Kota menghubungi Pusat (Direktorat Kesehatan Ibu)
terkait ketersediaan buku KIA tersebut.
2. Partograf yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan penolong persalinan
untuk Pertolongan persalinan.
3. Fotokopi/tembusan surat rujukan, termasuk keterangan tindakan pra
rujukan yang telah dilakukan di tandatangani oleh ibu hamil/ibu bersalin.
4. Fotokopi identitas diri (KTP atau identitas lainnya) dari ibu hamil/yang
melahirkan.
5.6. Bukti penunjang klaim
Keterangan :
a) Klaim persalinan ini tidak harus dalam paket (menyeluruh) tetapi dapat
dilakukan klaim terpisah, misalnya ANC saja, persalinan saja atau PNC saja.
b) Apabila diduga/diperkirakan adanya risiko persalinan sebaiknya pasien sudah
dipersiapkan jauh hari untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang
lebih baik dan mampu seperti Rumah Sakit.
c) Besaran biaya untuk pelayanan persalinan tingkat lanjutan menggunakan tarif
paket Indonesia Case Base Group (INA-CBGs)
5.7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Faskes Pemerintah dan Swasta yang melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS)
dengan program
Faskes Pemeriksaan kehamilan tanpa penyulit, kehamilan non-risiko tinggi,
persalinan normal, dan PNC dilakukan di:
Puskesmas
Puskesmas Rawat Inap
Polindes/Poskesdes
Dokter praktik swasta dan Bidan praktik swasta
Rumah Bersalin Swasta
Klinik Swasta
Faskes untuk persalinan dengan penyulit, emergensi, dan komplikasi
dilakukan di
Puskesmas dengan fasilitas PONED
Rumah sakit
5.8. Penyaluran Dana Ke Rumah Sakit
1. Dana Jamkesmas dan Jaminan Persalinan untuk Pelayanan Kesehatan di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan disalurkan langsung dari Kementerian
Kesehatan melalui KPPN ke rekening Fasilitas Kesehatan Pemberi Pelayanan
Kesehatan secara bertahap sesuai kebutuhan.
2. Penyaluran Dana Pelayanan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI yang mencantumkan
nama PPK Lanjutan dan besaran dana luncuran yang diterima.
3. Perkiraan besaran penyaluran dana pelayanan kesehatan dilakukan
berdasarkan kebutuhan RS yang diperhitungan dari laporan
pertanggungjawaban dana PPK Lanjutan Bagan penyaluran Dana Jamkesmas
dan Jaminan Persalinan di Fasilitas Kesehatan Tk. I seperti pada bagan
berikut:.
6. Asuransi Komersial
Asuransi komersial merupakan jenis asuransi yang diikuti dengan membayar premi
secara sukarela, dalam arti asuransi jenis ini tidak mewajibkan pesertanya untuk
membayar premi. Peserta juga dapat memilih kapan mereka mau mengikuti jenis
asuransi ini, dan juga mereka dapat memilih jenis program yang ditawarkan oleh
asuransi komersial.
Asuransi komersial merupakan suatu lembaga ataupun perusahaan yang bertujuan
untuk menghasilkan keuntungan.
6.1. Sistem Pembayaran Asuransi :
• Sesuai jasa per pelayanan (JPP)/ Fee for service
• Tarif diskon
6.2. Jasa per pelayanan (JPP) :
• Biaya ditetapkan setelah pelayanan diberikan
• Fasilitas Kesehatan Menetapkan tarif pelayanan.
• Cara pembayaran tradisional.
• Penagihan berdasar pelayanan yang diberikan.
• Sumber dana dari perorangan
6.3. Sumber dana JPP bisa didapatkan dari :
• Pasien ataupun keluarga pasien
• Majikan atau perusahaan tempat pasien bekerja
• Lembaga donor ( Peduli RCTI, Pundi amal SCTV)
6.4. Beberapa metode pembayaran yang dilakukan oleh asuransi sesuai
dengan perjanjian dengan peserta :
• Deductible
Jumlah pengeluaran yang tercakup yang harus diajukan & dibayarkan oleh
pemegang asuransi sebelum manfaat bisa diperoleh (biasanya memakai
nominal Rupiah).
Tujuan : Membatasi penggantian pengeluaran2 kecil yang dapat
ditanggung sendiri sehingga premi bisa ditekan lebih rendah
• Coinsurance
Perjanjian antara perusahaan asuransi dg pemegang asuransi untuk
menanggung persentase tertentu, kerugian yang ditanggung setelah
deductible dibayar (biasanya berupa prosentase)
• Co payment
Perjanjian dimana pemegang asuransi membayar jumlah tertentu untuk
pelayanan tertentu
Contoh : Muangthai per kasus membayar 30 bath
• Cast sharing (pembagian biaya)
Ketentuan polis yang membutuhkan pemegang asuransi untuk membayar,
melalui deductible dan co insurance sebagian pengeluaran asuransi
kesehatan mereka
Pembayaran juga dapat dilakukan oleh pasien secara perkasus yang dialami
oleh pasien seperti melahirkan dengan menggunakan seksio caessaria,
pembedahan usus buntu, ataupun sunat (khitan).
6.5. Pengelolaan klaim di pelayanan kesehatan
• Transaksi yang sudah di entry oleh petugas rumah sakit harus di verifikasi
setiap hari yang diketahui bersama antara petugas asuransi dan petugas
rumah sakit di bagian administrasi.
• Verifikasi :
– Kesesuaian data yang dimasukkan dengan bukti pendukung
– Kesesuaian data yang dimasukkan dengan tarif dasar pelayanan
kesehatan
– Kesesuaian antara diagnose dan permintaan pelayanan
– Kesesuaian antara catatan medis
– Kesesuaian permintaan pelayanan dengan diagnose serta indikasi
medis dengan kewajaran pemeriksaan penunjang
• Jika ada yang tidak sesuai :
- Buat catatan ketidaksesuaian
- Lapor ke atasan
- Konfirmasi dengan pihak penyedia asuransi dan membuat solusi
bersama
6.6. Cara pasien melakukan klaim :
• Surat pengantar tagihan
– Tanda tangan yang berhak mengajukan klaim
– Rekapitulasi tagihan
• Dokumen penunjang klaim seperti : tanda pengenal dan surat
polis asuransi
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Asuransi Kesehatan. Internet. Diakses tanggal 1 November 2009.
http://www.wikipedia.com
Sulastomo, dr. Asuransi Kesehatan di Indonesia. Internet. Diakses 1 November 2009.
http://www.gizi.net
Askes Sosial, http://www.ptaskes.com/read/askessosial, diakses 1 januari 2013 pukul
12.50 WIB
Program Jamkesmas, http://www.ptaskes.com/read/askesjamkesmas, diakses 1 januari
2013 pukul 12.55 WIB
ProgramJaminan Pelayanan Kesehatan, www.jamsostek.co.id/content/i.php?
mid=3&id=16, diakses 1 januari 2013 pukul 13.05WIB
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2010 Tentang Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
http://www.jamsostek.co.id/content_file/file131_PP%2084%20th
%202010.pdf, diakses 1 januari 2013 pukul 13.05 WIB
Persyaratan Anggota Askes, http://www.askes.org/peserta-askes.html, diakses 1
januari 2013 pukul 13.10 WIB
Peraturan Departemen Kesehatan Mengenai Jamkesmas,
http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=658&Itemid=58, diakses 1
januari 2013 pukul 13.10 WIB
Kebijakan Kemenkes Mengenai Jamkesda dan Jampersal,
http://www.depkeu.go.id/ind/others/bakohumas/BakohumasKemenKes/Kebij
akanJamkesmas_Jampersal2011.ppt, diakses 1 januari 2013 pukul 13.15WIB
ASURANSI KESEHATAN
INDONESIA
Disusun Oleh :
Mahir P.S
Mery Asrina
Lita Mayang Sartika
Giadefa Imam Cesyo
Helda Septivany
Nadya Noviani Parandara
Ponda Hernest Hadinata
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013