Download - Lapsus Anak 3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Diare, adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir.1
Beberapa perilaku menyebabkan penyebaran kuman enterik dan dapat
meningkatkan resiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara
penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, pemberian susu formula, Susu formula
bayi yang paling umum dikonsumsi oleh bayi yang terbuat dari susu sapi dengan
dimodifikasi penambahan karbohidrat (biasanya laktosa), sayuran minyak, dan
vitamin dan mineral. Kasein adalah protein dominan dalam susu sapi, karena
protein utama dalam ASI adalah whey protein daripada kasein Protein susu sapi
serta intoleransi laktosa adalah salah satu dari alergen utama yang terlibat dalam
alergi.2-3
Menurut WHO pada tahun 2013, diare merupakan penyakit kedua yang
meyebabkan kematian pada anak-anak balita (dibawah lima tahun) diare
meyebabkan kematian 760.000 anak setiap tahunya dikarenakan terjadiya
dehidrasi atau kehilangan cairan dalam jumlah besar. Meurut UNICEF, pada
tahun 2013, ini 1.600 anak-anak meninggal setiap hari, atau sekitar 580.000 anak
per tahun. Sebagian besar kematian akibat diare terjadi pada anak-anak kurang
dari 2 tahun tinggal di Asia Selatan dan sub - Sahara Afrika. Menurut rikesdas
pada tahun 2013, penderita diare diindonesia berasal dari semua umur, namun
pravelensi tertiggi diderita oleh balita, terutama pada usia <, 1 tahun ( 7%) dan 1-4
tahun (6,7%). 3-5
Salah satu manifestasi alergi adalah pada kulit Dermatitis adalah
peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor
eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenfikasi).2 Dermatitis
terbagi menjadi dermatitis alergi yakni dermatitis kontak alergi dan dermatitis
1
Dermatitis pada anak tersering adalah dermatitis atopik, masyarakat utama di
seluruh dunia dengan prevalensi pada anak-anak 10-20%, dan prevalensi pada
orang dewasa 1-3% Dermatitis atopik sering dimulai pada awal masa
pertumbuhan (early-onset dermatitis atopic). Empat puluh lima persen kasus
dermatitis atopik pada anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama, 60%
muncul pada usia satu tahun pertama dan 85% kasus muncul pertama kali
sebelum anak berusia 5 tahun7
Pada laporan kasus kali ini akan dibahas anak perempuan berusia 4 bulan
dengan diagnosis Gastroenteritis akut dengan Kejang demam kompleks dan
dermatitis alergika yang di ruang F RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Pasien
Nama Pasien : An. N
Umur/BB : 4 bulan/ 5,4 kg
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Kota besi, 14 Maret 2015
Tanggal Masuk : 22 Juli 2015, jam 13. 33 WIB
Alamat : PT. Windo Nabatindo Lestari, Kota besi.
b. Orang Tua
1) Ayah
Nama : Tn. A
Umur : 37 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : PT. Windo Nabatindo
Lestari, Sampit.
2) Ibu
Nama : Ny. R
Umur : 28 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Alamat : PT. Windo Nabatindo
Lestari, Sampit.
II. ANAMNESA
Kiriman dari : IGD
Dengan diagnosa : Diare akut, Kejang demam sederhana, dermatitis
alergi
Aloanamnesa dengan : Orang tua pasien
Tanggal/jam : 22 – 07- 2015/ 21. 40 WIB
a. Keluhan Utama
Mencret
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluhan mencret 1 hari SMRS dengan frekuensi >10 kali sehari. Sekali
mencret jumlah brvariasi + sebanyak ¼ -1 gelas aqua. Konsistensinya
3
lembek hingga cair air lebih banyak daripada ampasnya, lendir (+), darah
(-), warna kuning pucat mencret berbau busuk dan menyemprot.
- Selain adanya mencret pasien juga mengeluhkan adanya demam baru hari
ini SMRS, demam dirasakan tinggi, hilang timbul, hilang saat diberikan
obat penurun panas. Demam semakin tinggi. Demam tidak disertai
menggigil, Mimisan (-), perdarahan gusi (-), muntah darah (-) dan tanda-
tanda perdarahan (-), riwayat trauma (-).
- Os juga kejang 2 jam SMRS, kejang terjadi secara tiba-tiba, frekuensi 4x,
durasi kejang <1 menit menit, selang waktu diantara kejang 10 menit os
sadar sebelum kejang dan segera menangis setelah kejang, saat kejang
tangan dan kaki gemetar serta mata melihat ke atas, kejang selanjutnya
dengan gerakan yang sama. Kejang didahului demam, tidak ada keluar
busa setelah kejang. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.
- Gatal-gatal dibadan sejak usia 2 bulan ini, diikuti bercak kemerahan di
dahi, tangan, dan lipatan siku, dan lipatan lutut, dirasakan timbul kembali
2 hari ini ini.
- Anak tampak kehausan (+), rewel (+), lemah (-), BAK terakhir jam 10.00,
3 jam SMRS banyak.
- Batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-), bersin-bersin (-), bintik kemerahan (+)
dirasakan sejak umur 2 bulan ini, nyeri perut (-), BAB hitam (-).
- Keluhan lain seperti pusing (-), nyeri telinga (-), keluar cairan dari telinga
(-), nyeri menelan (-), dan nyeri sendi (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu mengaku anak ada demam 1 hari SMRS, tidak ada riwayat diare
Riwayat ISPA (-) berulang saat perubahan cuaca, riwayat kejang
sebelumnya (-), kemerahan pada pipi, jidat, badan serta kedua tangan dan
kaki pernah dialami sejak usia 2 bulan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu kandung pasien memiliki penyakit asma sejak usia 13 tahun , saat
sesak berbunyi ngik-ngik, tetapi jarang kambuh.
Ayah mempunyai alergi terhadap makanan terutama udang
Riwayat keluarga kejang saat demam tidak ada
4
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pada saat hamil ibu rutin melakukan pemeriksaan di Klinik perusahaan,
tidak ada penyakit selama kehamilan. Selama hamil, ibu pasien
menyangkal meminum obat-obatan, jamu-jamuan tertentu. Pasien lahir
secara normal, segera menangis, badan biru (-), berat badan lahir 2700
gram, penolong Bidan di klinik pundu di perusahaan Windo Nabatindo
Lestari. Riwayat neonatal normal.
f. Riwayat Perkembangan
Motorik kasar
Usia 2 bulan dapat menahan leher
saat tengkurap. Usia 3 bulan dapat
menyetuh dan menangkap bola atu
benda lain Saat ini bisa tengkurap
dan mendorong lengan saat
tengkurap
Motorik halus
Usia 3 bulan dapat menggengam
benda
Saat ini bisa menangkap dan
mendapatkan benda
Bicara dan Bahasa
Usia 2 bulan bisa mengoceh pelan
Saat ini tertawa keras ketika diajak
bermain
Sosial dan Kemandirian
Saat ini senang bermain dan
menangis apabila mainanya
diambil
Kesan : perkembangan normal, sesuai umur.
g. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Hepatitis B 1 kali saat lahir dan BCG 1 kali saat usia 1 bulan
Kesan : imunisasi tidak lengkap
h. Makanan
a. Usia 0-4 bulan : susu formula lactogen saja, sering, semau anak,
pemberian kurang lebih 30 menit atau sampai anak tertidur.
b. 2 hari ini susu diganti susu soya diminum sering, semau anak, pemberian
kurang lebih 30 menit atau sampai anak tertidur.
5
i. Riwayat Keluarga
keluarga :
Nama Umur L/P Keterangan
1 Tn. B 70 thn L Sakit stroke
2 Ny. M 68 thn p sehat
3 Tn Y 48 tahun p Asma
4 Ny. U 38 Tahun P Sehat
5 Tn T 58 tahun L Sehat
6 Ny S meninggal P -
7 Ny. K 25 tahun P Sehat, mempunyai
Alergi makanan sefood
8 Tn.AP 33 th L Sehat, mempunyai
riwayat alergi makanan
9 Ny. R 28 th P Sehat, punya riwayat
asma
10 AN. AP 4 bulan L Sekarang sakit
j. Riwayat Sosial Lingkungan
Pasien tinggal di rumah sendiri dengan orang tua dimana atapnya terbuat
dari seng dan dinding terbuat dari beton, lantai terbuat dari tehel. Jumlah
6
kamar ada 1 buah. jendela (+), ventilasi ada, Luas rumah ± 15x15 m2, jarak
rumah dengan tetangga yang lain sangat berdekatan. KM/WC terletak
didalam rumah. Sumber air dari sumur pompa dan air minum dari air
minum gallon yang dijual. Cara mengolah susu anak dengan cara
menuangkan air panas dan air dingin terlebuh dahulu kemudian
menambahkan susu bubuk. Setiap botol berisi 50 cc susu, dituang 3
sendok takar susu bubuk. Tidak selalu mencuci tangan menggunakan
sabun sebelum membuat makanan dan menyentuh anak. Obat nyamuk
bakar (+), Obat nyamuk semprot (-), polusi rokok (-) pengolahan sampah
dengan cara dibakar.
Kesan : Cara pembuatan susu yang benar
Hygine yang tidak baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Anak tampak rewel, anak tampak haus, mata
tampak cekung, tidak tampak tanda perdarahan
tidak tampak kejang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4 M6 V5
2. Pengukuran :
Tanda-tanda vital
Suhu : 38 oC, axilla
Nadi : 110x/menit,reguler, kuat angkat, isi cukup
Respirasi : 28x/menit, reguler
3. Status Antropometri
Berat badan : 5,4kg
Tinggi badan : 61 cm
Lingkar Lengan Atas (LLA) : 8 cm
Lingkar kepala : 43 cm
Status scorE : BB/U : Gizi Baik (antara -2SD s/d median)
BB/TB : Gizi baik (-2SD s/d median )
TB/U : Gizi baik (- 2SD s/d median)
7
Kulit Kuning langsat (+), tampak bercak-bercak kemerahan(+) ikterik (-),
sianosis (-), turgor kembali lambat, lembab, pucat (-)
Kepala Bentuk kepala : Mesocephal, UUB dan UUK menutup
Rambut : Hitam, tebal, distribusi merata susah dicabut
Mata Cekung (+/+)
Palpebra : ptosis (-) endoftalmus (-), eksoftalmus (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Produksi air mata : cukup
Pupil : Bulat isokor, Ø3mm-3mm, simetris kanan-
kiri,
Refleks cahaya +/+
Kornea : Jernih, lensa jernih, gerakan bola mata normal.
Hidung Nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-), sekret (-)
Telinga Simetris, sekret (-), serumen (-), nyeri (-)
Mulut Bibir kering (+) mukosa kering (+), merah muda, lidah kotor : (-),
Gusi mudah berdarah (-), gusi mudah bengkak (-), gigi lengkap.
Karies (-)
Lidah Pucat (-), Tremor (-), Kotor (-), Warna merah muda
Faring Hiperemis (-), Edema (-), Membran / pseudomembran (-)
Tonsil Warna merah muda, T1-T1 Pembesaran (-), Abses (-), Membran /
pseudomembran (-)
Leher JVP (tidak meningkat), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-),
massa(-), tortikolis (-)
Thoraks Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi (-), dispnea (-),
pernafasan abdominal (-)
Palpasi : Gerakan dada simetri, fremitus teraba di 2 lapang
paru
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Jantung Inspeksi : ictus cordis terlihat di ics V midclavicula sinistra
8
Palpasi : ictus cordis teraba di ics IV-V midclavicula sinistra
Thrill (-)
Perkusi : Batas kiri atas : SIC II LPSS
Batas kiri bawah : SIC IV LMSC
Batas kanan atas : SIC II LPSD
Batas kanan bawah : SIC IV LPSS
Kesan : Pembesaran jantung (-)
Auskultasi : Fekuensi 110x/menit, irama reguler
Suara dasar BJ S1 S2 tunggal reguler, bising (-)
Gallop (-) murmur (-)
Abdomen Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, asites (-)
Palpasi : Supel, distensi(-), organomegali(-),turgor kulit
berkurang
Genital perempuan, Labia mayora menutupi labia minora,
anus (+) eritema natum (-)
Ekstremitas Aral hangat, CRT <2’, sklerema (-), polidactili (-), sianosis (-),
paresis (-), oedem(-), ikterik (-) Pemeriksaan neurologis normal.
Rangsang meningeal : Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kerniq : (-)
Tanda Laseque : (-)
Tanda brudzinski I : (-)
Tanda brudzinski II : (-)
Refleks fisiologis : Biceps +/+
Triceps +/+
Patela +/+
Achiles +/+
Refleks patologis : Babinski +/+
Chadok +/+
Stats Gizi
9
Status Antropometri
- Umur : 4 bulan
- Berat badan : 5,4 Kg
- Panjang badan : 61 cm
Status Gizi menurut Tabel WHO
- BB/U : Gizi Baik (-2SD s/d median)
- PB/U : Normal (-2SD s/d median)
- BB/TB : Normal (-2SD s/d median)
Kesan : Gizi Baik menurut Standar WHO
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal : 22/07/2015
2.1 Hasil pemeriksaan darah lengkap
Indikator Hasil
Hemoglobin 11,0 g/dl
Hematokrit 38,4%
Leukosit 17.000 /uL
Eritrosit 3,65 x 106/uL
Trombosit 239.000/uL
GDS 133 mg/dl
Tanggal : 23/07/2015
2.2. Hasil pemeriksaan elektrolit
Indikator Hasil
Na+ 162 mmol/L
K+ 3,4 mmol/L
Ca++ 1,09 mmol/L
Tanggal 23/04/2015
Tabel. 2.3. Hasil pemeriksaan feses lengkap
10
V. RESUME
Anak perempuan usia 4 bulan berat badan 5,4 kg dengan keluhan utama
mencret, mencret 1 hari SMRS dengan frekuensi >10 kali sehari. Sekali
mencret jumlah brvariasi + sebanyak ¼ -1 gelas aqua. Konsistensinya lembek
hingga cair air lebih banyak daripada ampasnya, tidak ada lendir, warna pucat
seperti putih susu, berbau busuk, menyemprot. Pasien mengalami kejang 4
jam SMRS, kejang terjadi secara tiba-tiba, frekuensi 4x, di IGD kejang
durasi 10 menit, selang waktu diantara kejang 15 menit os sadar sebelum
kejang dan segera menangis setelah kejang, saat kejang tangan dan kaki
gemetar serta mata melihat ke atas, kejang selanjutnya dengan gerakan yang
sama. Kejang didahului demam, tidak ada keluar busa setelah kejang.
Riwayat kejang sebelumnya disangkal, riwayat trauma tidak ada sebelumnya
os megalami demam 2 hari SMRS, demam dirasakan tinggi, hilang timbul,
hilang saat diberikan obat penurun panas. Demam dirasakan semakin hari
semakin tinggi. Demam tidak disertai menggigil, tidak mimisan, tidak ada
11
Parameter
Konsistensi dan bentuk
Hasil
lembek
Warna kuning
Bau khas
Darah -
Lendir -
Parasit -
Lain-lain +
Serat makanan -
Kristal -
Lemak +
Leukosit _
Eritrosit -
Telur cacing
Amuba
-
-
Darah samar -
perdarahan gusi, tidak muntah darah tidak ada tanda-tanda perdarahan lain,
tidak ada riwayat trauma. Anak tampak kehausan dan rewel BAK terakhir
jam 10.00 atau 3 jam SMRS banyak. Keluhan batuk pilek tidak ada bersin-
bersin tidak ada bnitik kemarahan dirasakan sejak usia anak 2 bulan. Keluhan
lain seperti pusing nyeri telinga, keluar cairan dari telinga, nyeri menelan dan
nyeri sendi disangkal. selain itu os juga mengaku timbul bercak merah pada
jidat, pipi badan hingga kedua tangan dan kaki, mulai timbul kembali 1
minggu ini, sebelumnya os sudah pernah mengalami hal yang sama dari usia
1 bulan.
- Riwayat penyakit dahulu: Kemerahan pada pipi, jidat, badan serta kedua
tangan dan kaki pernah dialami sejak usia 2 bulan.
- Riwayat imunisasi: Tidak lengkap sampai 4 bulan ini.
- Riwayat pemberian makanan: tidak pernah memberikan ASI pada anak
hanya memberikan susu formula saja, riwayat pergantian susu formula
menjadi susu soya sejak 2 hari ini
- Riwayat penyakit keluarga : ibu menderita asma sejak usia 13 tahun, ayah
menderita alergi makanan berupa udang .
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada tanda-tanda vital suhu menigkat
380C suhu axila, frekuensi nadi meningkat 110x/m, didapatkan kedua mata
cekung, turgor kulit berkurang, eritema natum (+) kulit kering, serta terdapat
bercak kemerhan pada jidat, pipi, badan serta kedua tangan dan kaki.
DAFTAR MASALAH
- Kejang Demam
- Mencret
- Demam
- Bercak kemerahan pada kulit
- Riwayat atopi pada orang tua
VI. DIAGNOSIS BANDING
12
bakteri
parasit
virus
malabsorbsi
Diare
VII. DIAGNOSIS
- Kejang demam sederhana
- Diare akut
- Dehidrasi Ringan sedang
- Dermatitis alergika
- Hipernatremia
- Gizi baik
VIII. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 100cc guyur
Lanjutkan 8 tpm
13
intrakranial
ekstrakranialKejang
Malaria
Non-MalariaDemam
Atopik
Kontak
Numularis
Statis
Dermatis
Autosensitisasi
- Inj :
cefotaxim 3 x150 mg/ IV
Gentamicin 1x 15 mg /IV
- P.O:
Luminal 2 x 10 mg/rektal
Oralit 30-50 cc
Hidrocortison ditempat yang gatal
IX. PROGNOSIS
a. Ad vitam : bonam
b. Ad sanam : bonam
c. Ad fungsionam : bonam
X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urin lengkap
Co THT : otoscopy
Uji eliminasi dan provokasi
XI. FOLLOW UP
(lampiran)
XII. PENCEGAHAN
Penghindaran susu sapi dengan cara pemberian susu sapi hipoalergenik
agar tidak terjadi sensitisasi lebih lanjut hingga terjadi manifestasi
penyakit alergi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
14
3.1 Diare akut
3.1.1 Definisi
Diare adalah buang air besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir
dan darah maupun tidak. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak
lebih dari 3 kali per hari, disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair
dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. 3
3.1.2 Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.4-5
Tabel 3.1Etiologi penyebab diare 5
Golongan Bakteri Golongan Virus Golongan Parasit
Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus,
Sapovirus)
Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides
stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
3.1.3 Patofisiologi
15
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.
Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa, gangguan
gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.6
3.1.4 Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.3
Tabel 3.2 Gejala klinis menurut agen penyebab5
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC kolera Malabsobsi
Gejala klinis :
Masa Tunas
Panas
Mual, muntah
Nyeri perut
Nyeri kepala
lamanya sakit
17-72 jam
+
Sering
Tenesmus
5-7 hari
24-48 jam
++
Jarang
Tenesmus,
kramp
>7hari
6-72 jam
++
Sering
Tenesmus,
kolik
3-7 hari
6-72 jam
-
+
-
-
2-3 hari
6-72 jam
++
-
Tenesmus,
kramp
variasi
48-72 jam
-
sering
kramp
-
3 hari
-
+/-
Sering
Tenesmus
-
variasi
Sifat tinja:
Volume
Frekuensi
Konsistensi
Darah
Bau
Warna
Leukosit
Lain-lain
Sedang
5-10x/hari
Cair
-
Langu
Kuning
hijau
-
Anorexia
Sedikit
>10x/hari
Lembek
+
-
Merah-
hijau
+
Kejang+
Sedikit
Sering
Lembek
Kadang
Busuk
Kehijauan
+
Sepsis +
Banyak
Sering
Cair
-
-
Tak
berwarna
-
Meteorism
Sedikit
Sering
Lembek
+
-
Merah-
hijau
-
Infeksi
Banyak
Sering
Cair
-
amis
cucian beras
Banyak
Sering
Cair/ lemak
-
Asam
Bewarna
gelap
-
Eritema
16
us sistemik+ natum,
pruritus,
urtikaria,
angiodema,
3.1.5. Tatalaksana
Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu : 6
Memberi cairan tambahan
Beri tablet zinc selama 10 hari
Lanjutkan pemberian makan minum
Antibiotik selektif
Edukasi
3.2 Kejang
3.2.1 Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal >38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.2
Menurut consensus statment on febrile seizures kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.8
3.2.2 Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran
kemih.8
3.2.3 Faktor resiko
Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan
eksitabilitas neural karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan
metabolisme seluler serta produksi ATP. 9
3.2.4. Patogenesis
17
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
tersebut 10
1. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K.
2. Perubahan permeabilitas sel saraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia
3. Perubahan relatif neurotransmiter .
3.2.5. Klasifikasi Kejang Demam
Secara klinis, klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua, yaitu kejang
demam simpleks/sederhana dan kompleks. Keduanya memiliki perbedaan
prognosis dan kemungkinan rekuensi1.11
1. Kejang Demam Sederhana
1. Kejang demam yang berlangsung singkat <15 menit
2. Kejang umum tonik, klonik atau tonik-klonik, tanpa gerakan fokal, anak
dapat terlihat mengantuk setelah kejang.
3. Umumnya kejang akan berhenti sendiri
4. Tidak berulang dalam waktu 24 jam
5. Tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
6. Terjadi 80% diantara seluruh kejang demam12
2. Kejang Demam Kompleks
1. Kejang lama, berlangsung >15 menit atau kejang berulang lebih dari 2
kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi
pada 8% kejang demam
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di
antara anak yang mengalami kejang demam
4. Diantara bangkitan kejang anak tidak sadar
5. Ada kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang
Kriteria Livingstone setelah dimodifikasi yaitu10:
18
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2. Kejang hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Jika kejang yang disertai demam terjadi selama lebih dari 30 menit baik
satu kali atau multipel tanpa kesadaran penuh diantara kejang maka
diklasifikasikan sebagai status epileptikus yang diprovokasi demam. Kejadian ini
berkisar 5 % dari keseluruhan kejang yang disertai demam.21
3.2.6 Diagnosis
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain
dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala,
ketidakseimbangan elektrolit dan penyebab kejang akut lainnya. Dari beberapa
diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang yang lebih
mendapat perhatian. Angka kejadian meningitis pada kejang yang disertai demam
yaitu 2-5%.10
3.2.7 Tatalaksana kejang
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu10:
1 Pengobatan fase akut
2 Mencari dan mengobati penyebab
3 Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan
dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat
dan pemberian antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli diIndonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan ketika anak demam (> 38,5oC). Dosis
parasetamol yang digunakan ialah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali
sehari.10
19
3.3 Dermatitis
3.3.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenfikasi).12
3.3.2 Klasifikasi
klasifikasi dermatitis antara lain berdasarkan kondisi kelainan, lokasi kelainan,
bentuk kelainan, usia pasien dan sebagainya, contohnya: 13
1. Berdasarkan lokasi kelainan misalnya dermatitis manus, dermatitis
seboroik, dermatitis perioral, dermatitis popok, dermatitis perianal,
akrodermatitis, dermatitis generalisata, dan sebagainya.
2. Berdasarkan kondisi kelainan misalnya dermatitis akut, subakut dan kronis
atau dermatitis madidans (membasah) dan dermatitis sika (kering).
3. Berdasarkan penyebab misalnya dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak
alergik, dermatitis medikamentosa, dermatitis alimentosa, dermatitis
venenata, dermatitis stasis, dan sebagainya.
4. Berdasarkan usia misalnya dermatitis infantil, dan sebagainya.
5. Berdasarkan bentuk kelainan misalnya dermatitis numularis, dan
sebagainya13
3.3.3 Faktor resiko
Dermatitis atopik merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang kronik,
ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium akut,
pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit (likenifikasi) dan distribusi
lesi spesifik sesuai fase DA, keadaan ini juga berhubungan dengan kondisi atopik
lain pada penderita ataupun keluarganya. Penyebab dermatitis tidak diketahui
dengan pasti, diduga disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan
(multifaktorial).
Faktor-faktor risiko terjadinya dermatitis secara umum antara lain
predisposisi genetik, sosioekonomi, polusi lingkungan, jumlah anggota keluarga.
Sedangkan faktor-faktor pencetus terjadinya dermatitis secara umum antara lain
alergen, bahan iritan, infeksi, faktor psikis dan lain-lain. 13
20
3.3.5 Tatalaksana
Pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya
kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang
timbul. Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema,
edema, bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda
setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam
faal.Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah
mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan
kortikosteroid topical.14
BAB IV
DISKUSI
Pada kasus ini dilaporkan seorang anak perempuan berusia 4 bulan yang
dirawat di ruang F RSUD dr. Doris Sylvanus pada tanggal 22 juli 2015. Anak
tersebut dibawa kerumah sakit dengan keluhan mencret. Sekali mencret +
21
sebanyak ¼ - 1 gelas aqua. Konsistensinya cair lebih banyak daripada ampasnya,
ada lendir tidak ada darah, mencret 1 hari SMRS dengan frekuensi lebih dari 10
kali sehari. Hal ini sesuai dengan definisi diare, dimana diare adalah buang air
besar pada lebih dari 3 kali per hari, dan didapatkan perubahan konsitensi tinja
menjadi cair dengan atau tanpa lendir atau darah. Diare pada kasus ini bersifat
akut karena berlangsung < 7 hari. Diare dapat disebabkan oleh keadaan infeksi
dan non infeksi. Infeksi dapat disebakan oleh golongan bakteri, golongan virus,
serta golongan parasit. Non infeksi dapat disebabkan oleh keadaan neoplasma,
defek anatomis, malabsorbsi, endokrinopati, serta intoleransi terhadap makanan. 1-
2
Pada anamnesis os baru berganti susu lactogen menjadi susu soya, selama
2 hari ini akibat alergi susu formula sebelumya, dengan gejala terdapat bercak
merah terutama pada dahi, pipi, lipatan lengan, serta liapatan lutut. Dari
anamnesis juga didapatkan mencret menyemprot dan berbau busuk. Demam 1 hari
ini, dirasakan semakin tinggi, riwayat keganasan, trauma disangkal, riwayat
penyakit kongenital (-) , riwayat penyakit sebelumnya (-), pada pemeriksaan fisik
tidak ditemukan fokus infeksi lain. Tidak ditemukan pembesaran tiroid. Pada
pemeriksaan feses lengkap tanggal 23-08-2015 tidak didapatkan adanya parasit,
bakteri, atau jamur, yang didapatkan adalah tinja lembek bewarna kuning serta
terdapat lemak. 1
Berdasarkan data-data dari aanamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pada pasien ini kemugkinan dapat disebabkan akibat
alergi susu dan keadaan malabsorbsi. Kandungan susu soya adalah susu kedelai
yang merupakan salah satu hasil pengolahan ekstraksi dari kedelai. Susu soya
diberikan pada bayi usia > 6 bulan. Pada pasien ini telah diberikan susu soya pada
usia < 6 bulan, karena ibu tidak mampu membeli susu untuk alergi susu sapi.
Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan
susu sapi sehingga susu kedelai seringkali digunakan sebagai pengganti susu sapi
bagi mereka yang alergi terhadap protein hewani. Susu kedelai merupakan
minuman tinggi protein. Selain itu susu kedelai juga mengandung lemak,
karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali
B12), dan air. Karbohidrat pada susu kedelai berupa monosakarida, polisakarida,
22
disakarida, dan oligosakarida. Laktosa merupakan jenis dari disakarida, dimana
perbedaan komposisi karbohidrat adalah sebesar 5,51%. Menurut studi 50% bayi
yang alergi terhadap susu formula juga dapat mejadi alergi terhadap susu soya
formula. Gangguan malabsorbsi dapat juga menyebabkan diare ini karena
gangguan mukosa usus halus dimana terdapat kerusakan vili ini dapat disebakan
oleh eneteritis alergi, dimana sebelumnya os juga mengalami alergi akibat susu
formula. Pada penderita mengalami Mencret menyemprot, mencret menyemprot
ini dapat terjadi akibat difermentasikannya zat susu seperti laktosa oleh
mikroorganisme usus dan menghasilkan asam laktat, gas methan (CH4) dan
hidrogen (H2) sehingga produksi gas meningkat, menyebabkan tekanan
intralumial usus meningkat, sehingga terjadilah BAB menyemprot. BAB, juga
sangat cair hal ini dapat diakibatkan susu yang tidak tercerna juga menarik air,
sehingga konsistensi sangat cair. Pada kasus ini juga terdapat eritema natum, hal
ini diakibatkan oleh zat susu pada seperti laktosa akan difermentasi oleh bakteri
kolon dan menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya seperti
asam asetat, asam butiran dan asam propionate, zat yang bersifat asam ini akan
megiritasi kulit suhingga terjadi kemerahan pada kulit di sekitar dubur (eritema
natum). 1,5
Untuk diagnosis pasti dapat dilakukan, uji eliminasi dan provokasi Double
Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC) yang merupakan uji baku
emas untuk menegakkan diagnosis alergi makanan. Uji ini dilakukan berdasarkan
riwayat alergi makanan, dan hasil positif uji tusuk kulit atau uji RAST. Uji ini
memerlukan waktu dan biaya. Jika gejala alergi menghilang setelah dilakukan uji
eliminasi selama 2-4 minggu, maka dilanjutkan dengan uji provokasi yaitu
memberikan formula dengan bahan dasar susu. Uji provokasi dilakukan di bawah
pengawasan dokter dan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas resusitasi yang
lengkap. Uji tusuk kulit dan uji RAST negatif akan mengurangi reaksi akut berat
pada saat uji provokasi. Uji provokasi dinyatakan positif jika gejala alergi susu
muncul kembali, maka diagnosis alergi susu bisa ditegakkan. Uji provokasi
dinyatakan negatif bila tidak timbul gejala alergi susu pada saat uji provokasi dan
satu minggu kemudian, maka bayi tersebut diperbolehkan minum susu formula.
23
Meskipun demikian, orang tua dianjurkan untuk tetap mengawasi kemungkinan
terjadinya reaksi tipe lambat yang bisa terjadi beberapa hari setelah uji provokasi.
Selain itu dari keluhan mata os terlihat mencekung, serta BAK yang
sedikit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan os dalam keadaan sadar, mata terlihat
cekung, bibir kering, turgor melambat, serta anak tampak kehausan diakibatkan
anak mengalami tanda- tanda dehidrasi ringan-sedang. Menurut buku pedoman
pelayanan kesehatan anak di rumah sakit WHO tahun 2005, penatalaksanaan diare
dibagi menjadi 3 rencana terapi yakni rencana terapi A untuk penanganan diare di
rumah, rencana terapi B untuk dehidrasi ringan/sedang, terapi C untuk dehidrasi
berat. Pada kasus ini pasien mengalami diare dengan akut kemungkinan akibat
alergi susu formula dan keadaan malabsorbsi mengalami dehidrasi ringan sedang
maka tatalaksananya adalah Rencana Terapi B (Dehidrasi Ringan – Sedang).
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian
oral sesuai dengan defisit yang terjadi, sebesar 200-400 cc atau 5ml/kgBB/jam
untuk Berat badan <6kg 1 gelas tiap kali mencret. Pada kasus ini diberikan
pengganti cairan melalui intravena , hal ini dapat disebabkan oleh kegagalan
terapi akibat anak tidak menyukai larutan tersebut, atau anak tidak bisa mencapai
jumlah minum yang ditetapkan, sehingga dapat diberikan cairan intravena
sebanyak 75 ml/kgBB/3jam. Pada pasien ini cairan intravena belum sesuai cairan
yang dibutuhkan, cairan diberikan 100 cc/ jam seharusnya sesuai kebutuhan
adalah 135cc/ jam. Tablet zink selama 10 hari sebanyak 1/2 tablet atau sebesar 10
mg, pada pasien ini telah diberikan sesuai umur dan dosis. Antibiotik hanya
bermanfaaat pada anak dengan diare berdarah tidak boleh digunakan secara rutin,
suspek kolera, dan infeksi berat lainnya diluar saluran pencernaaan. Pada kasus ini
diberikan atibiotik cefotaxim sebesar 150 mg/iv dan gentamicin 15 mg/iv,
dikarenakan berdasarkan hasil darah lengkap tanggal 22-07-2015 sebesar
17.000/uL, karena tidak ditemukan fokus infeksi, mungkin dikarenakan anak
umur 4 bulan ini belum bisa mengeluh, oleh karena itu, pemeriksaan penunjang
lain harusnya dilakukan seperti urin lengkap dan konsul spesialis THT, untuk
kemungkinan penyebab OMA.
Pada kasus ini, os juga mengalami kejang < 1 menit sebanyak 4 kali
rentang antara kejang 10 menit, anak sadar setelah kejang, serta tidak dijumpai
24
penurunan kesadaran, didiagnosis kejang demam sederhana karena memenuhi
beberapa kriteria kejang demam sederhana, seperti Kejang demam yang
berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri
serta kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik. Pada anamnesis, dijumpai
bahwa selama kehamilan, tidak dijumpai adanya kelainan dari bayi saat
pemeriksaan kehamilan, riwayat neonatal tidak ada keluhan, bayi langsung
menangis saat lahir. Riwayat kejang sebelumnya disangkal. Pada pemeriksaan
fisik tidak ada kaku kuduk dan defisit neurologis lain, oleh karena itu kejang
dalam kasus ini disebabkan akibat proses ekstrakranial. Proses ektrakranial dapat
disebabkan akibat imbalance elektrolit, pada kasus ini dijumpai kadar Na+ > 162
mmol/L dan K+ 3,4 mmol/L. Hipernatremia berat ( Na+ > 160 mEq/L), sesuai
dengan definisi pasien ini mengalami hipernatremia berat. Kadar kalium juga
menurun tetapi jumlahnya tidak signifikan. Gejala yang timbul dari hipernatremia
dapat berupa penurunan kesadaran seperti letargi atau bingung, iritabel seperti
berkedipan, refleks meningkat atau bahkan kejang, kadang-kadang disertai
demam dan kulit teraba lebih tebal. Hipernatremia harus segera dikoreksi tujuanya
adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan
kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit
adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat
dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5%dextrose selama 8 jam. Pada
pasien ini telah diberikan cairan oralit serta, saline dextrose 5%. Demam pada
kasus ini dapat disebabkan akibat invasi kuman ke epitel usus, infeksi ditempat
lain atau karena dehidrasi. Pada anamnesis, pemeriksaan fisik tidak didapatkan
fokus infeksi serta pada hasil feses lengkap tidak dijumpai mikroorganisme,
sehingga demam lebih disebabkan akibat dehidrasi. Penatalaksanaan awal kejang
seharusnya diberikan diazepam perektal sebesar 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg atau Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk
anak dibawah usia 3 tahun dan dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Pada
pasien tidak diberikan diazepam, mungkin dikarenakan kejang hanya <1menit ,
25
pasien ini telah diberikan antipiretik berupa luminal 10mg, pemberian antipiretik
untuk mencegah demam dan timbulnya kejang kembali.2,5,10,11
Os juga mengeluhkan sering gatal dan terdapat bercak kemerahan pada
dahi, lipatan siku, hingga lipatan tungkai, kulit sejak usia 3 bulan dirasakan hilang
timbul, riwayat ASI tidak ada, hanya susu formula dari lahir, riwayat alergi susu
formula sebelumnya disangkal, tanda-tanda alergi susu seperti eritema natum (+).
Secara klinis, gejala menyerupai dermatitis atopik terdapat 3 fase/bentuk yang
lokasi dan morfologinya berubah sesuai dengan pertambahan usia. lesi terutama
pada wajah, sehingga dikenal sebagai eksim susu, daerah lipatan kulit, khususnya
lipat siku dan lutut. Dermatitis ini dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik, faktor
ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan dan kontaktan, alergen hirup,
makanan, mikroorganisme, perubahan temperatur, dan trauma. Pada pemeriksaan
penunjang harus dilakukan uji eliminasi dan provokasi untuk megetahui penyebab
alergi pada pasien ini terutama alergi susu formula. Untuk pengobatan cukup
diberikan kortikosteroid topical pada pasien ini sudah diberikan hidrokortison.13-14
Pada pasien ini dapat dapat diberikan pemberian asi paling tidak sampai
usia 2 tahun, atau menggantikan susu formula hipoalergenik, seperti susu sapi
terhidrolisat kasein da whey dengan fragmen yang cukup kecil, contohnya seperti
nutramigen (mead Johnson) dan pregestimil (mead johnson).
Prognosis baik karena peneatalaksanakan diare sesuai dengan 5 pilar diare
penanganan diare, sebagian besar (90%) kasus diare pada anak akan sembuh
dalam waktu kurang dari 7 hari. Pada pasien ini anak sembuh kurang dari 7 hari.
BAB V
KESIMPULAN
26
Telah dilaporkan kasus dari seorang anak perempuan berusia 4 bulan yang
dirawat di ruang F RSUD dr. Doris Sylvanus pada tanggal 22 juli 2015. Dengan
diagnosa awal Diare akutt dengan dermatitis alergi dan kejang demam kompleks.
Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosis diare dengan
dermatitis atopik ec intoleransi susu formula tetapi masih harus diujikan lagi
dengan uji eleminasi dan uji provokasi. Kejang demam yang terjadi akibat
komplikasi dari diare yang terjadi akibat dehidrasi dan hipernatremia. Pemberian
nutrisi dalam kasus ini adalah pemberian Asi hingga usia 2 tahun atau pergantian
susu formula yang bersifat hipoalergenik. Prognosis dalam ksus ini baik, gejala
menghilang kurang dari 7 hari.
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta:Sagung Seto. 2007:1-244.
2. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. Penyakit tidak menular. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia. 2013
3. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit: Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan tingkat pertama di
Kabupaten/kota: Ikterus. Alih bahasa, Tim adaptasi Indonesia. Jakarta:
WHO Indonesia. 2009.
4. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010:87-110
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Ed 6. Jakarta:
EGC.2011
6. Wilson LM, Price SA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 2. Edisi 6. Jakarta:EGC 2013
7. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The
Journal of Infectious disease 200: S188-94, 2009.5.
8. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan
kejang demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2006.
9. Haslam, Robert HA. Sistem saraf. Dalam: Behrman RE,Kliegman RM,
Arvin AM, editor. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000. h. 2053-64
10. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19thedition.
UnitedStated of Amrica, Lippincot wiliams
11. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatologyand Nutrition/European Society for Paediatric Infectious diseas
e Evidenced BasedGuidelines for Management of Acute Gastroenteritis in
Children in Europe.Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46:
S81-184.2008.
28
12. Robin GB, Johnny B, Tim C. Dermatology: fundamentals of pratice.UK:
EGC 2011: 165-69
13. Herbert P. Photoguide to common skin disorders : Diagnosis and
managment. New York: Departmen of dermatology mount sinai school of
medcine. 2011: 49-60
14. Ikatan dokter anak Indonesia. Diagnosis dan tatalaksana alergi susu sapi.
Jakarta : IDAI.2010: 11-12
29