Bab
3METODOLOGI PELAKSANAAN
3.1.3.1. UMUMUMUM
Pekerjaan SID Pengamanan Pantai Pulau Mua Kabupaten Maluku Barat Daya ini akan
dilakukan dengan berorientasi pada pencapaian hasil yang optimal. Metode studi dalam
pekerjaan ini dibedakan dalam beberapa hal, yaitu :
Studi Pendahuluan
Pengumpulan data primer (inventarisasi kerusakan pantai, survei lapangan).
Pengolahan dan analisa data.
Pemodelan matematik salah satu lokasi yang dinilai memiliki masalah paling kompleks.
Perencanaan sistem pengaman pantai pada lokasi studi
Perencanaan Teknik Rinci (Detail Design)
Analisis Ekonomi
Kajian Lingkungan
Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Konsultan guna
menyelesaikan pekerjaan tersebut di atas secara garis besar tertera pada bagan alir berikut
ini.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-1
Gambar 3.1 Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan Studi Pendahuluan.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-2
Gambar 3.2 Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan Survey Investigasi dan Analisis Data.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-3
Gambar 3.3 Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan Detail Desain.
3.2.3.2. STUDI PENDAHULUANSTUDI PENDAHULUAN
Pekerjaan ini meliputi kegiatan pengumpulan persiapan personil dan administrasi,
pengumpulan data sekunder, survey pendahuluan dan analisa data awal. Survey
pendahuluan dimaksudkan sebagai orientasi awal daerah studi sekaligus inventarisasi data
awal mengenai kondisi daerah (fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan). Hasil dari survey
pendahuluan ini nantinya akan dikaji untuk dijadikan referensi bagi kegiatan-kegiatan
berikutnya (pembuatan laporan dan diskusi pendahuluan penyempurnaan rencana kerja,
survey lapangan/data primer, analisa data, desain, dsb) .
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-4
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari data-data yang diperlukan melalui
instansi-instasi terkait seperti: Bakosurtanal, Jantop TNI AD, Janhidral TNI AL, BMG,
Direktorat Geologi, Kementerian PU, Dinas PU setempat, Bappedda setempat,
Balitbangpedalda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Kecamatan dan Desa/Keluranan, dsb.
Adapun data sekunder yang dikumpulkan antara lain:
Data Klimatologi dan Meteorologi
Data Geologi dan Mekanika Tanah
Data Sosial Ekonomi Masyarakat.
Karakteristik Pantai
Peta-peta Situasi dan Topografi Lokasi
Data Oceanografi dan Hidrografi
Informasi mengenai Lingkungan Sekitar Pantai
Hasil-hasil studi terdahulu, dsb.
3.3.3.3. PENGUMPULAN DATA PRIMERPENGUMPULAN DATA PRIMER
Kegiatan ini berupa pengumpulan data primer melalui survey lapangan. Kegiatan ini terdiri
atas kegiatan inventarisasi kerusakan pantai/pesisir, survey topografi, survey bathimetri
pantai, survey hidrooceanografi, survey geologi/mekanika tanah, survey kondisi sosial
ekonomi dan survey kondisi lingkungan.
3.3.1. Survey Topografi
Survei ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran bentuk permukaan tanah yang
berupa situasi dan ketinggian serta
posisi kenampakan yang ada di areal
lokasi pekerjaan beserta areal
sekitarnya. Areal survei memanjang
sejajar dengan garis pantai. Areal yang
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-5
akan dilakukan survei topografi berupa areal memanjang garis pantai, hasilnya kemudian
akan dipetakan dengan skala dan interval kontur tertentu.
A. Peralatan Survei
Peralatan yang dipergunakan dalam survei topografi antara lain meliputi:
Wild T - 0 Theodolit.
Wild NAK 1 Waterpass.
Rambu ukur.
Pita ukur 50 meter.
Waterpass Kern.
Kompas Sestrel.
Peilschaal
B. Pengamatan Azimuth Astronomis
Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:
Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-
sudut terukur dalam jaringan polygon.
Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/polygon yang tidak terlihat satu
dengan yang lainnya.
Penentuan sumbu X dan Y untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan
pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.
Dengan memperhatikan metoda pengamatan azimuth astronomis pada gambar di
bawah, maka Azimuth Target (T) adalah :
T = M + atau T = M + ( T - M )
dimana:
T = azimuth ke target
M = azimuth pusat matahari
(T) = bacaan jurusan mendatar ke target
(M) = bacaan jurusan mendatar ke matahari
= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke target
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-6
Pengukuran azimuth matahari dilakukan pada jalur polygon utama terhadap patok
terdekat dengan titik pengamatan pada salah satu patok yang lain.
Gambar 3.4 Pengamatan Azimuth Astronomis.
C. Pembuatan Titik Tetap (Bench Mark)
Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat bench mark (BM)
dibantu dengan control point (CP) yang dipasang secara teratur dan mewakili kawasan
secara merata. Kedua jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk
menyimpan data koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi (Z).
Mengingat fungsinya tersebut maka patok-patok beton ini diusahakan ditanam pada
kondisi tanah yang stabil dan aman. Kedua jenis titik ikat ini diberi nomenklatur atau
kode, untuk memudahkan pembacaan peta yang dihasilkan. Disamping itu perlu pula
dibuat diskripsi dari kedua jenis titik ikat yang memuat sketsa lokasi dimana titik ikat
tersebut dipasang dan nilai koordinat maupun elevasinya.
Bentuk bench mark yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar berikut
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-7
Utara (Geografi)
P2
MatahariP1
M
T
M
T
40
2015
6520
100
Beton 1:2:3
Pasir dipadatkan
Pen kuningan
Tulangan tiang Ø10
Sengkang Ø5-15
Pelat m armer 12 x 12
20
1020
10
Ø6 cm
Pipa pralon PVC Ø6 cm
Nom or titik
Dicor beton
Dicor beton
7525
Benchmark Control Point
Gambar 3.5 Bench Mark (BM) dan Control Point (CP).
D. Penentuan Kerangka Dasar Horizontal
Pada dasarnya ada beberapa macam cara untuk melakukan pengukuran titik kerangka
dasar horizontal, diantaranya yaitu dengan melakukan pengukuran menggunakan satelit
GPS (Global Positioning System) dan dengan pengukuran poligon. Keuntungan
menggunakan metoda GPS untuk penentuan titik kerangka dasar horizontal yaitu:
Waktu pelaksanaan lebih cepat.
Tidak perlu adanya keterlihatan antar titik yang akan diukur.
Dapat dilakukan setiap saat (real time), baik siang maupun malam.
Memberikan posisi tiga dimensi yang umumnya bereferensi ke satu datum global
yaitu World Geodetic System 1984 yang menggunakan ellipsoid referensi Geodetic
Reference System 1980.
Proses pengamatan relatif tidak tergantung pada kondisi terrain dan cuaca.
Ketelitian posisi yang diberikan relatif tinggi.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-8
Sedangkan kerugiannya antara lain:
Datum untuk penentuan posisi ditentukan oleh pemilik dan pengelola satelit. Pemakai
harus menggunakan datum tersebut, atau kalau tidak, ia harus
mentransformasikannya ke datum yang digunakannya (transformasi datum).
Pemakai tidak mempunyai kontrol dan wewenang dalam pengoperasian sistem.
Pemakai hanya mengamati satelit sebagaimana adanya beserta segala
konsekuensinya.
Pemrosesan data satelit untuk mendapatkan hasil yang teliti, relatif tidak mudah.
Banyak faktor yang harus diperhitungkan dengan baik dan hati-hati.
Spesifikasi pengamatan GPS untuk memperoleh titik kerangka utama ini adalah:
Pengamatan dilakukan secara double difference dengan metode static atau rapid
static.
Lama pengamatan 30-45 menit setiap sesi pengamatan.
Panjang tiap baseline maksimal 2.5 kilometer.
Masking angle adalah sebesar 15 derajat.
GPS receiver yang digunakan adalah GPS single frekuensi baik L1 atau L2.
RMS error dari setiap koordinat hasil perhitungan maksimum adalah 1 mm.
Pengukuran titik kontrol horizontal yang dilakukan dalam bentuk poligon, harus
terikat pada ujung-ujungnya. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting yang
perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan.
Pengukuran titik kontrol horizontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara mengukur
jarak dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran poligon ini, titik akhir
pengukuran berada pada titik awal pengukuran. Pengukuran sudut dilakukan dengan
pembacaan double seri, dimana besar sudut yang akan dipakai adalah harga rata-
rata dari pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan
matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis.
Pengukuran Jarak
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-9
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 50 meter. Tingkat
ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung
pada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah.
Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara
seperti yang diilustrasikan pada Gambar berikut.
Gambar 3.6 Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring.
Jarak AB = d1 + d2 + d3
Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak maka sebagai koreksi dilakukan juga
pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur dengan theodolit.
Pengukuran Sudut Jurusan
Sudut jurusan sisi-sisi polygon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat
ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung
berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik polygon.
Penjelasan pengukuran sudut jurusan diilustrasikan pada Gambar di bawah ini
= Sudut mendatar
AB = Bacaan skala horisontal ke target patok B
AC = Bacaan skala horisontal ke target patok C
Pembacaan sudut jurusan polygon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan
luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut :
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-10
d1d2
d3
A
B2
1
Jarak antara titik-titik polygon adalah 100 m.
Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 50 meter.
Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
Selisih sudut antara dua pembacaan 5” (lima detik).
Ketelitian jarak linier (Kl) ditentukan dengan rumus berikut.
dimana: fx = jumlah X dan fy = jumlah Y
Bentuk geometris polygon adalah loop.
Perhitungan terhadap data pengukuran kerangka dasar horisontal dilakukan dalam
bentuk spreadsheet sehingga koreksi perhitungan dapat dilakukan dengan tepat dan
merata. Hasil perhitungan tersebut diplot dalam bentuk gambar grafik polygon
pengukuran.
Gambar 3.7 Pengukuran Sudut Antara Dua Patok.
E. Penentuan Kerangka Dasar Vertikal
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-11
A
B
C
AB
AC
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-
titik jalur polygon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai
dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan
pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah
diikatkan terhadap BM.
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan
pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi seperti diilustrasikan
pada Gambar berikut.
Gambar 3.8 Pengukuran Sipat Datar (Waterpass).
Spesifikasi Teknis pengukuran waterpass adalah sebagai berikut :
Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.
Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang
menjadi rambu muka.
Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap.
Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sanpai longgar. Sambungan rambu
ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo.
Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis
bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.
Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi.
Bidikan rambu harus diantara interval 0,5 m dan 2,75 m.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-12
Bidang Referensi
Slag 1
Slag 2
b1
b2
m1
m21
DD
Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali pembacaan benang tengah, benang
atas dan benang bawah.
Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB),
yaitu : 2 BT = BA + BB.
Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.
Jarak rambu ke alat maksimum 50 m
Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
Toleransi salah penutup beda tinggi (T).
T = 10” D mm dimana:
D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satu kilo meter.
Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan
menggunakan spreadsheet sebagaimana kerangka horisontalnya. Dari hasil
pengolahan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap
Benchmark acuan. Ketinggian relatif tersebut pada proses selanjutnya akan dikoreksi
dengan pengikatan terhadap elevasi muka air laut paling surut (Lowest Low Water Level
- LLWL) yang dihitung sebagai titik ketinggian nol (+0.00).
F. Pengukuran Situasi
Dimaksudkan untuk mendapatkan
data situasi dan detail lokasi
pengukuran. Syarat-syarat yang
harus dipenuhi dalam pengukuran
situasi, yaitu:
Pengukuran situasi detail
dilakukan dengan cara
Tachymetri.
Ketelitian alat yang dipakai adalah
20”.
Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai dan Vorstraal.
Ketelitian poligon raai untuk sudut 20” n, dimana n = banyaknya titik sudut.
Ketelitian linier poligoon raai yaitu 1 : 1000.
Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi dan
bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan lapangan.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-13
Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan
penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.
Sudut poligon raai dibaca satu seri.
Ketelitian tinggi poligon raai 10 cmD (D dalam km).
Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut:
Azimuth magnetis.
Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).
Sudut zenith atau sudut miring.
Tinggi alat ukur.
Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan,
diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui
koordinatnya (X, Y, Z).
G. Perhitungan Sementara Hasil Pengukuran
Semua pekerjaan hitungan sementara harus selesai di lapangan sehingga kalau ada
kesalahan dapat segera diulang untuk dapat diperbaiki saat itu pula.
Stasiun pengamatan matahari harus tercantum pada sketsa.
Hitungan poligon dan sipat datar digunakan hitungan perataan dengan metode yang
ditentukan oleh Direksi.
Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan : Salah
penutup sudut poligon dan jumlah titiknya, salah linier poligon beserta harga
toleransinya, jumlah jarak, salah penutup sipat datar beserta harga toleransinya,
serta jumlah jaraknya.
Perhitungan dilakukan dalam proyeksi UTM.
3.3.2. Survei Bathimetri
A. Tujuan
Survai Bathimetri dimaksudkan untuk menyiapkan
Peta Bathimetri di daerah survai, yang selanjutnya
akan digunakan sebagai acuan utama dalam
perencanaan desain perlindungan pantai. Pekerjaan
survai bathimetri ini terkait erat dan berhubungan
dengan pengukuran topografi dan meliputi :
Kontrol Horisontal
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-14
Kontrol vertikal
Sistem positioning titik pemeruman
Pemeruman (sounding) – pengukuran kedalaman laut
Pengukuran topometri di perairan dangkal
Perhitungan datum peta
Perhitungan kedalaman dan pembuatan peta bathimetri
B. Peralatan Survey
Peralatan survei yang diperlukan pada pengukuran batimetri adalah:
a. Echo Sounder GPSMap dan
perlengkapannya. Alat ini
mempunyai fasilitas GPS (Global
Positioning System) yang akan
memberikan posisi alat pada
kerangka horisontal dengan
bantuan satelit. Dengan fasilitas ini,
kontrol posisi dalam kerangka
horisontal dari suatu titik tetap di
darat tidak lagi diperlukan. Selain fasilitas GPS, alat ini mempunyai kemampuan untuk
mengukur kedalaman perairan dengan menggunakan gelombang suara yang
dipantulkan ke dasar perairan.
b. Notebook. Satu unit portable computer diperlukan untuk menyimpan data yang di-
download dari alat GPSMap setiap 300 kali pencatatan data.
c. Perahu. Perahu digunakan untuk membawa surveyor dan alat-alat pengukuran
menyusuri jalur-jalur sounding yang telah ditentukan. Dalam operasinya, perahu
tersebut harus memiliki beberapa kriteria, antara lain:
C. Kontrol Vertikal
Pengukuran kontrol vertikal dimaksudkan untuk menetapkan ketinggian (elevasi) dari
setiap titik pengukuran dalam daerah survai, dari suatu datum ketinggian peta yang
ditetapkan, dalam hal ini ketinggian dari Low Water Spring (LWS). Ketinggian LWS
ditetapkan dari ketinggian MSL (Mean Sea Level) serta dari Bencmark, berdasarkan hasil
analisis harmonik pasang surut.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-15
Pengukuran ketinggian dilaksanakan dengan Pengukur Level Otomatik (Water Pass),
disepanjang jaringan poligon kontrol serta berbagai titik bantu dan titik-titik pengukuran
lainnya. Pengukuran dilaksanakan menurut standar prosedur pengukuran yang berlaku,
yakni dengan pembacaan bolak-balik. Pada pembacaan pertama dibaca level benang
atas, tengah dan bawah sedang dalam pembacaan kedua hanya dibaca benang tengah
saja. Bila beda pembacaan tinggi lebih dari 2 mm, dilakukan pembacaan ketiga.
Peralatan yang digunakan dalam Pengukuran Kontrol Horisontal dan Vertikal adalah :
Roll Meter
Theodolite Wild T-2
GPS
Waterpass
Handy talkie
D. Sistem Positioning Titik Pemeruman
Posisi kapal survai pemeruman ditetapkan dengan GPSMAP. Satu unit GPS di tempatkan
di darat, yang berfungsi sebagai stasiun darat. Mula-mula GPS di stasiun darat yang
ditempatkan di atas Benchmark ini, dioperasikan selama 8 jam terus menerus. Software
di dalam komputer menghitung posisi geografis yang tepat dari benchmark. Selanjutnya
berdasarkan posisi tepat tersebut, komputer secara otomatis menghitung koreksi dari
posisi yang diterima pada setiap saat. Selama pekerjaan pemeruman berlangsung, satu
unit lagi ditempatkan di atas perahu, yang merekam posisinya pada setiap titik fix
pemeruman. Posisi tepat dari antena GPSMAP di atas kapal kemudian secara otomatis
dikoreksi dengan nilai koreksi yang dikirimkan oleh unit stasiun darat tadi. Dengan
demikian didapatkan posisi tepat dari kapal survai di setiap titik fix. Komputer GPSMAP di
dalam perahu mencatat posisi antena setiap 0.5 detik. Titik fix pemeruman ditetapkan
setiap 20 detik, dengan demikian rekaman posisi antena GPS juga akan diambil setiap 20
detik, disesuaikan dengan waktu fix pemerumannya.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-16
Gambar 3.9 Alat GPSMAP yang digunakan dalam Survei Batimetri.
Gambar 3.10 Penempatan GPSMAP (tranduser, antena, reader) di Perahu.
E. Pengukuran Kedalaman Laut (Pemeruman)
Pengukuran kedalaman laut (pemeruman)
dilaksanakan dengan piranti Echosounder
GPSMAP yang dipasang dikapal sedemikian
hingga posisi tepat dari antena juga
menujukkan posisi tepat dari tranduser
Echosounder. Pengukuran dilaksanakan di
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-17
sepanjang jalur perum (sounding) yang sudah ditetapkan dalam desain survai, dan disetel
dalam komputer GPS yang berada dalam perahu. Berdasarkan koordinat titik awal jalur
pemeruman pertama, panjang, jarak serta arah setiap lajur yang ditetapkan, software
GPS dapat menggambarkan lajur-lajur pemeruman yang akan dilalui perahu selama
pemeruman. Selama berlangsungnya pekerjaan pemeruman, layar komputer
mengambarkan jalur yang sedang dijalani serta posisi perahu setiap saat, sehingga
jalannya perahu dapat dikendalikan berdasarkan gambar lajur perum itu. Pada setiap
waktu fix, tombol fix ditekan sehingga tergambar garis fix dalam kertas perum, yang
menggambarkan kedalaman laut pada titik fix tertentu.
F. Penentuan Jalur Sounding
Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan sounding dari titik awal
sampai ke titik akhir dari kawasan survei. Jarak antar jalur sounding yang digunakan
adalah 50 m, sejauh 1,0 km ke arah laut. Pada bagian yang mengalami abrasi, jalur
sounding dibuat dengan jarak 25 m. Untuk tiap jalur sounding dilakukan pengambilan data
kedalaman perairan setiap jarak 20 m. Titik awal dan akhir untuk tiap jalur sounding
dicatat dan kemudian di-input ke dalam alat pengukur yang dilengkapi dengan fasilitas
GPS, untuk dijadikan acuan lintasan perahu sepanjang jalur sounding.
Gambar 3.11 Pergerakan Perahu dalam Menyusuri Jalur Sounding.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-18
PANTAI
JALUR SOUNDING
DARAT
LAUT
3.3.3. Pengamatan Gelombang dan Survei Hidro-Oseanografi
A. Pengamatan Gelombang
Pengamatan tinggi gelombang
dilakukan pada beberapa lokasi di
sepanjang daerah studi yang kira-kira
memberikan parameter tinggi periode
dan arah gelombang yang berbeda.
Pada lokasi-lokasi pengamatan
tersebut dikumpulkan data gelombang
sebanyak-banyaknya hingga mencapai
persyaratan akurasi data menurut
metode statistik.
Metode pengukuran dilakukan dengan alat pengukur gelombang otomatis atau secara
visual yang disetujui unsur teknis.
Karena pengukuran gelombang hanya bisa dilakukan dalam waktu yang singkat (hanya
sekitar 2 bulan) maka perolehan data/parameter gelombang disain perhitungan
dilakukan melalui peramalan gelombang.
Peramalan gelombang didasarkan pada data angin minimum 10 tahun.
Mendapatkan paramater gelombang pada perairan pantai lokasi studi dilakukan dengan
analisis transformasi / deformasi gelombang dari gelombang hasil ramalan. Dari analisis
ini pula dapat dibuat batas-batas zone dalam profil pantai termasuk lokasi gelombang
pecah.
Parameter utama yang dibutuhkan adalah Hs dan Ts, H maks dan Tmaks, H10 dan T10.
B. Survey Hidro-Oceanografi
Survei hidro-oseanografi dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi
perairan setempat yaitu kondisi pasang surut dan kondisi arusnya serta gelombang.
Sehubungan hal tersebut maka pekerjaan yang dilakukan dalam survei hidro-oseanografi
ini meliputi :
pengamatan pasang surut,
pengukuran arus,
pengamatan gelombang.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-19
Pengamatan Pasang Surut
Pengukuran pasang surut laut
dimaksudkan untuk :
meneliti karakteristik pasang
surut di daerah survai
mendapatkan konstanta
harmonik dari berbagai komponen
harmonik pasang surut di daerah
survai, yang dapat digunakan untuk
meramalkan pasut
menetapkan Ketinggian Datum Peta untuk pemetaan bathimetri
menetapkan ketinggian Muka Laut Rata-rata (Mean Sea Level-MSL), dan muka
Air Rendah Purnama (Lowest Water Sping - LWS) dan lain-lain.
Pengamatan pasang surut dilaksanakan selama 15 hari dengan pembacaan ketinggian
air setiap satu jam. Pengukuran dilakukan pada satu tempat yang secara teknis
memenuhi syarat.
Pengamatan pasut dilaksanakan menggunakan peilschaal dengan interval skala 1 (satu)
cm.
Hasil pengamatan pada papan peilschaal dicatat pada formulir pencatatan elevasi air
pasang surut yang telah disediakan. Kemudian diikatkan (levelling) ke patok pengukuran
topografi terdekat pada salah satu patok seperti Gambar, untuk mengetahui elevasi nol
peilschaal dengan menggunakan Zeiss Ni-2 Waterpass. Sehingga pengukuran topografi,
Batimetri, dan pasang surut mempunyai datum (bidang referensi) yang sama.
Elevasi Nol Peilschaal = T.P + BT.1 – BT.2
Dimana :
T.P = Tinggi titik patok terdekat dengan peilschaal
BT.1 = Bacaan benang tengah di patok
BT.2 = Bacaan benang tengah di peilschaal
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-20
Patok
BT. 1BT. 2
Peilschaal
Gambar 3.12 Pengikatan (levelling) peilschaal.
Pengukuran Kecepatan Arus
Tujuan pengukuran arus adalah untuk
mendapatkan besaran kecepatan dan
arah arus yang akan berguna dalam
penentuan sifat dinamika perairan
lokal. Metoda pelaksanaan
pengukuran ini dijelaskan sebagai
berikut:
a. Pengukuran arus dilakukan pada beberapa lokasi dimana arus mempunyai
pengaruh penting. Penempatan titik pengamatan ini disesuaikan dengan kondisi
oceanography lokal dan ditentukan hasil studi pengamatan/survei pendahuluan
(reconnaissance survey). Yang dilakukan adalah: pengukur-an distribusi kecepatan,
dalam hal ini pengukuran dilakukan di beberapa kedalaman dalam satu penampang.
Berdasarkan teori yang ada, kecepatan arus rata-rata pada suatu penampang yang
besar adalah :
V = 0.25 ( v0.2d + 2v0.6d + v0.8d)
dimana :
v0.2d = arus pada kedalaman 0.2d
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-21
d = kedalaman lokasi pengamatan arus.
b. Pengamatan kecepatan arus dilakukan pada kedalaman 0.2d, 0.6d, 0.8d seperti yang
ditampilkan pada Gambar.
c. Pengukuran arus akan dilakukan pada 2 saat, yaitu pada saat pasang
tertinggi (spring tide) dan surut terendah (neap tide). Lama pengukuran masing-masing
selama 24 jam dengan interval waktu tertentu, yaitu dari saat surut sampai dengan
saat surut berikutnya atau pada saat pasang ke saat pasang berikutnya atau disebut 1
siklus pasang surut.
d. Di samping mengetahui besar arus, arah arus juga diamati.
Gambar 3.13 Arus Diukur pada Tiga Kedalaman Laut.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-22
Pengambilan Sample Sedimen Dasar dan Melayang
Pekerjaan ini mencakup pengambilan
contoh sedimen suspensi dan dasar.
Peralatan pengambilan contoh air
(sedimen suspensi) menggunakan satu
unit botol yang dilengkapi dengan
katup-katup pemberat. Botol yang
digunakan, dimasukkan pada
kedalaman yang dikehendaki di titik
pengambilan sampel air. Sampel air
yang didapat, disimpan dalam botol plastik untuk di tes di laboratorium.
Dalam pengambilan sampel air, terdapat dua metoda pengambilan yaitu grab sample dan
composite sample. Grab sample adalah pengambilan sampel dilakukan dengan sekali
ambil pada kedalaman tertentu. Sementara composite sample adalah pengambilan
sampel pada kedalaman air yang berbeda dan kemudian digabung menjadi satu sampel.
Metoda yang dipilih untuk diterapkan dalam pekerjaan ini adalah composite sample.
Pengambilan contoh sedimen suspensi dilakukan pada kedalaman yang sama dengan
pengukuran arus seperti yang ditampilkan sebelumnya pada Gambar. Lokasi yang
dianggap mewakili kondisi sedimentasi di sepanjang pantai adalah sebanyak 10 titik pada
masing-masing kawasan pantai.
Sementara pengambilan sampel sedimen dasar menggunakan satu unit grabber seperti
yang diilustrasikan pada Gambar. Grabber dengan kondisi “mulut” terbuka diturunkan
dengan mengulur tali hingga membentur tanah dasar laut/sungai. Saat tali ditarik kembali,
secara otomatis mulut grabber akan menggaruk material di bawahnya hingga tertutup.
Dengan demikian grabber yang telah memuat material dasar ditarik ke atas. Sampel
material dasar tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik yang diberi tanda untuk dites
di laboratorium.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-23
Gambar 3.14 Metode Pengambilan Sedimen Dasar.
3.3.4. Penyelidikan Geologi Teknik dan Mekanika Tanah
Pekerjaan penyelidikan geologi teknik dan mekanika tanah ini dilakukan guna mendapatkan
data-data serta gambaran mengenai keadaan, jenis dan sifat-sifat mekanis tanah di lokasi
dermaga. Data-data tersebut untuk selanjutnya digunakan sebagai kriteria untuk
menentukan parameter-parameter dari karakteristik tanah setempat.
Hasil dari survei ini akan memberikan penjelasan mengenai:
Daya dukung tanah,
Kestabilan lereng,
Kelulusan air (permeability), rembesan, dan
Sumber-sumber material yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelaksanaan
konstruksi.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-24
Lingkup pekerjaan survei mekanika tanah ini mencakup kegiatan-kegiatan di bawah ini.
A. Penyelidikan geologi permukaan
Penyelidikan ini dilakukan dengan
cara studi peta geologi serta melihat
secara visual bentuk-bentuk struktur
geologi yang ada dipermukaan
maupun singkapan batuan yang ada
di sekitar lokasi studi
B. Boring
Pekerjaan boring dilaksanakan untuk
mendapatkan gambaran tentang
lapisan tanah, berdasarkan jenis dan
warna tanah, melalui pengamatan
visual terhadap contoh tanah hasil
pemboran. Dari hasil boring ini juga
dapat diperkirakan profil tanah di
lokasi pekerjaan. Pada kegiatan ini
secara simultan akan dilakukan
pengambilan contoh tanah atau sample yang akan diuji lebih lanjut di laboratorium.
Dari kegiatan boring ini juga akan diketahui kedalaman muka air tanah di lokasi
pekerjaan. Kedalaman muka air tanah ini juga sangat berpengaruh dalam proses
perencanaan struktur, terutama dalam analisis konsolidasi dan analisis stabilitas lereng.
Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan boring ini adalah:
stang bor,
pengunci tabung sampel,
handle,
mata bor tipe Iwan,
tabung untuk pengambilan contoh tanah (Sample),
kunci pipa untuk memasang dan membuka sambungan stang bor,
palu untuk alat pemukul pada saat pelaksanaan pengambilan sampel, dan
parafin.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-25
Adapun pelaksanaan pekerjaan boring secara singkat diuraikan di bawah ini.
Sebelum peralatan dipasang pada titik yang telah ditetapkan, terlebih dahulu daerah
sekitarnya harus bersih.
Mendirikan konstruksi pendukung agar peralatan bor mesin dapat berdiri.
Mata bor dipasang pada stang bor, dan pada bagian atasnya dipasang handle lalu
batang pemutar dimasukkan pada handle tersebut.
Pemboran dilakukan dengan cara memutar alat bor searah jarum jam, sambil ditekan
dan dijaga sedemikian rupa sehingga posisi bor tetap tegak lurus (bor dangkal).
Setelah tanah hampir penuh mengisi mata bor, selanjutnya mata bor dicabut dan
tanahnya dikeluarkan untuk diteliti warna dan jenisnya.
Pengambilan contoh tanah (sample) dilakukan dengan memasang tabung pada ujung
bor, kemudian dimasukkan ke dalam lubang bor. Setelah tabung diperkirakan penuh,
maka bor kemudian diputar untuk mematahkan contoh tanah pada bagian dasarnya,
lalu tabung diangkat keluar tabung bor.
Kedua ujung tabung ditutup dengan parafin, untuk melindungi contoh tanah dari
penguapan dan perubahan struktur dan selanjutnya diberi label.
Gambar di bawah menyajikan contoh peralatan yang digunakan untuk kegiatan boring
dangkal.
Gambar 3.15 Peralatan Hand Boring : Auger Boring.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-26
Gambar 3.16 Peralatan Pengambilan Sampel : Thin Wall Tube Sampler.
3.3.5. Survey Sosial Ekonomi Masyarakat dan Lingkungan
Survey sosial ekonomi masyarakat ini
dimaksudkan antara lain untuk
mengetahui kondisi sosial ekonomi
masyarakat di dan sekitar lokasi studi,
sejauh mana dampak dari kerusakan
pantai terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat tersebut serta dampak dari
sistem pengamanan pantai yang sedang
direncanakan dalam pekerjaan ini. Survey
ini dilakukan antara lain dengan cara:
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-27
a. Interview dengan instansi terkait (desa/kelurahan setempat, kecamatan setempat,
Bappeda Kota Ambon, Pemkab Kota Ambon., Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata,
Dinas PU, dll.)
b. Interview dengan masyarakat pengguna pantai tersebut, khususnya masyarakat yang
berdiam di lokasi studi.
c. Penyebaran kuisioner.
Karena bangunan pantai merupakan benda
asing yang akan merubah keseimbangan
pantai, bagaimanapun juga pembuatan
bangunan pengaman pantai akan
berdampak terhadap pantai di sekitarnya,
termasuk ekosistem yang ada dilokasi
bangunan dan sekitarnya. Dalam
perencanaan struktur bangunan pengaman
pantai ini harus diperhitungkan seminimal
mungkin dampak lingkungan yang akan
timbul, seperti terjadinya erosi dibagian hilir dari bangunan pantai. Oleh karenanya
diperlukan pula kajian lingkungan lokasi studi.
3.4.3.4. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATAPENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
Data primer dan data sekunder yang berhasil dikumpulkan, diolah untuk dapat dianalisa
dalam penentuan kondisi alam perairan dalam lokasi studi. Pengolahan data meliputi data
sekunder dan data primer, dimana data primer terdiri dari data hasil survei topografi-
batimetri, hidro-oseanografi, geologi teknik/mektan, sosial ekonomi dan lingkungan.
3.4.1 Pengolahan Data Hasil Survey Topografi dan Bathimetri
Data-data hasil survey topografi dan bathimetri diolah sehingga menjadi peta situasi daerah
studi. Peta dimaksud digambar dengan skala 1:2.000. sebagai. Peta ini sangat diperlukan
untuk analisa data selanjutnya.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-28
A. Pengolahan Data Hasil Survey Topografi
Berdasarkan data topografi yang diperoleh selanjutnya melalui proses hitungan,
diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya
(X, Y, Z).
Untuk menentukan tinggi titik B dari titik A yang telah diketahui koordinat (X, Y, Z),
digunakan rumus sebagai berikut :
Untuk menghitung jarak datar (Dd)
Dd = DOCos2m
Dd = 100(Ba-Bb)Cos 2 m
Dimana :
TA = Titik tinggi A yang telah diketahui
TB = Titik tinggi B yang akan ditentukan
H = Beda tinggi antara titik A dan B
Ba = Bacaan benang diafragma atas
Bb = Bacaan benang diafragma bawah
Bt = Bacaan benang diafragma tengah
TA = Tinggi alat
Do = Jarak optis 100Ba-Bb
m = sudut miring
Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya kemampuan
jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-titik bantu yang
membentuk jaringan polygon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya pada
jalur polygon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah
orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-29
koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan matematik koreksi
Boussole (C) adalah :
C = g - m
Dimana :
g = Azimuth Geografis
m = Azimuth Magnetis
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat tergantung pada skala peta
yang akan dibuat, selain itu untuk keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi
yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat. Hasil dari pengukuran berupa data ray
dari masing-masing ruas dalam jalur polygon yang menyajikan ketinggian titik-titik tanah
yang dipilih dan posisi bangunan yang dianggap penting.
Hasil perhitungan koordinat titik dalam tiap ray lalu diikatkan pada masing-masing
patoknya sehingga didapatkan posisinya terhadap bidang referensi. Secara jelas titik-
titik ini dapat dilihat pada gambar topografi yang memiliki skala rinci.
B. Pengolahan Data Hasil Survey Bathimetri
Koreksi Terhadap Kedalaman
Data yang tercatat pada alat GPSMap adalah jarak antara tranducer alat ke dasar
perairan. Tranducer tersebut diletakkan di bagian belakang kapal, di bawah permukaan
air yang terpengaruh oleh pasang surut. Oleh sebab itu diperlukan suatu koreksi
kedalaman terhadap jarak tranducer ke permukaan air dan koreksi kedalaman terhadap
pasang surut.
Gambar dibawah menampilkan sketsa definisi besaran-besaran panjang yang terlibat
dalam proses koreksi tersebut.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-30
Gambar 3.17 Sketsa Definisi Besaran-besaran Dalam Koreksi Kedalaman.
Keterangan gambar:
EMA = Elevasi muka air diukur dari nol papan duga.
Z = Kedalaman air hasil sounding (jarak dasar perairan ke tranducer)
A = Jarak tranducer ke muka air
Dari definisi-definisi di atas maka elevasi dasar saluran dihitung dari nol papan duga
adalah (ED):
Pengikatan Terhadap Elevasi Referensi
Hasil dari koreksi pertama (koreksi terhadap jarak tranducer ke muka air dan terhadap
pasang surut) menghasilkan elevasi dasar perairan terhadap nol papan duga. Elevasi ini
kemudian diikatkan kepada elevasi MSL yang dihitung pada pengolahan data pasang
surut.
Pengikatan terhadap MSL dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini :
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-31
TAMPAK SAMPING
TRANDUSER
ANTENA
DASAR LAUT
Permukaan Air Laut
READER
PAPAN DUGA
0.00
EMA
Z
A
Keterangan :
EDMSL = Elevasi dasar perairan relatif terhadap MSL
ED = Elevasi dasar perairan relatif terhadap nol papan duga
EMSL = Elevasi MSL relatif terhadap nol papan duga
Dengan demikian MSL berada pada elevasi + 0.00m.
Contoh 3.18 Contoh Peta Hasil Pengukuran Topografi dan Bathimetri Pantai.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-32
EKSI
STIN
G TA
NGG
UL B
ETON
BM 01
DERM
AGA
CESA
R
DERM
AGA
KARL
EZDE
RMAG
A PE
RTAM
INA
LOKA
SI T
ITIK
BOR
5
LOKA
SI T
ITIK
BOR
4
LOKA
SI T
ITIK
BOR
3
LOKA
SI T
ITIK
BOR
2LOKA
SI T
ITIK
BOR
1
LOKA
SI P
ENGA
MATA
N PA
SUT
LOKA
SI P
ENGA
MBI
LAN
SEDI
MEN
LOKA
SI P
ENGU
KURA
N AR
US
X =
6620
65.69
2Y
= 99
6620
05.9
80Z
= 2.6
82 MCP
06
X =
6647
28.96
9Y
= 96
5900
5.284
Z =
2.813
M
BM 03
X =
6648
45.57
9Y
= 96
5868
6.978
Z =
3.274
MCP 03
X =
6659
25.37
4Y
= 96
5700
6.513
Z =
2.568
MCP 02 X
= 66
5998
.359
Y =
9965
6933
.414
Z =
2.650
MBM 02
X =
6679
55.27
0Y
= 96
5687
3.936
Z =
2.593
MCP 05
X =
6681
01.15
1Y
= 96
5689
1.767
Z =
3.135
MCP 04
X =
6686
78.88
7Y
= 96
5693
1.220
Z =
2.799
M
CP 01
Z =
2.830
MY
= 96
5697
5.000
X =
6689
36.00
0
3.4.2 Pengolahan Data Hasil Pengamatan Pasang Surut
Pasang surut laut dihasilkan oleh gaya tarik bulan, matahari dan benda langit lainnya, yang
disebut sebagai faktor astronomis. Sepanjang penjalarannya gelombang pasang surut
dipengaruhi oleh topografi dasar laut, morfologi pantai serta kondisi meteorologi. Komponen
pasang surut yang dihasilkan oleh faktor-faktor astronomis merupakan gelombang harmonik
(periodik), sedang pengaruh meteorologis tidaklah periodik, bahkan seringkali hanya
menghasilkan efek sesaat saja.
Tinggi muka air oleh pasang surut merupakan jumlah dari banyak sekali komponen pasang,
sehingga dapat dituliskan sebagai persamaan berikut :
(t) = S0 + SS0 + Ai cos (i t - Pi)
dimana :
(t) = tinggi pasang sebagai fungsi waktu t
A1 = amplitudo komponen pasang ke-i
i = 2 / Ti , T : periode komponen ke-i
Pi = phasa dari komponen ke i
S0 = muka laut rata-rata (Mean Sea Level – MSL)
SS0 = muka laut rata-rata akibat pengaruh faktor meteorologis
t = waktu
N = jumlah komponen pembentuk tinggi pasang
Dari hasil pengamatan pasut yang akan dilakukan selama 15 hari dapat dihitung komponen-
komponen pasang surut (tidal constituents) yang akan dipakai untuk meramalkan elevasi
pasut di wilayah perencanaan. Konsultan telah memiliki perangkat lunak/program komputer
yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tersebut.
Analisa pasang surut dilakukan untuk memperoleh elevasi muka air penting yang
menentukan dalam perencanaan. Analisa pasang surut dilakukan dengan urutan sebagai
berikut :
Menguraikan komponen-komponen pasang surut.
Meramalkan fluktuasi muka air akibat pasang surut.
Menghitung elevasi muka air penting.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-33
Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan fluktuasi muka air
akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang
diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Metoda yang biasa digunakan untuk
menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah metoda Admiralty dan Least
Square.
Komponen-komponen pasang surut penting yang akan dihitung adalah :
M2 : komponen utama bulan (semi diural)
S2 : komponen utama matahari (semi diural)
N2 : komponen eliptis bulan
K2 : komponen bulan
K1 : komponen bulan
O1 : komponen utama bulan (diural)
P1 : komponen utama matahari (diural)
M4 : komponen utama bulan (kuarter diural)
MS4 : komponen matahari-bulan
A. Metode Admiralty
Metoda Admiralty merupakan metoda empiris berdasarkan tabel-tabel pasang surut yang
dikembangkan pada awal abad ke 20. Metoda ini terbatas untuk menguraikan data
pasang surut selama 15 atau 29 hari dengan interval pencatatan 1 jam. Metoda ini
menghitung amplitudo dan ketertinggalan phasa dari sembilan komponen pasut yaitu,
M2, S2, N2, K2, O1, K1, P1, M4 and M4, dan muka laut rata-rata (MSL). Tinggi muka laut
rata-rata (MSL) biasanya ditetapkkan dari suatu bench mark tertentu yang dijadikan
acuan levelling di daerah survai. Metode Admiralty umumnya diterapkan untuk data pasut
15 dan 29 piantan.
B. Metode Least Square
Metoda Least Square menggunakan analisa matematika dimana komponen pasang surut
yang diperoleh akan memberikan harga jumlah kuadrat kesalahan peramalan yang
terkecil.
Metode ini merupakan metode untuk mencari solusi dari persamaan gelombang di atas.
Kalau kita mengabaikan faktor meteorologis, maka persamaan diatas dapat dituliskan
sebagai:
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-34
( tn ) = S0 + SS0 + Ai cos i tn + Bi cos i tn
dimana :
Ai dan Bi adalah konstanta harmonik dari komponen ke i,
k adalah jumlah komponen pasut yang dihitung,
tn adalah waktu pengamatan (dimana n=-n , -n+1,.. ,0, 1,..n-1,n, engan n=0 merupakan
waktu tengah pengamatan)
Dengan analisis harmonik pasang surut, solusi persamaan tersebut di hitung dengan
asumsi persamaan linier, yang menghasilkan :
1. Tinggi muka laut rata-rata ( Mean Sea Level – MSL) S0 = Ak+1
2. Amplitudo dari n buah komponen pasut Ci =
3. Ketertinggalan phasa dari n komponen pasut Pi = Arc tan
Sedemikian hingga persamaan kedua tanda i dapat dituliskan sebagai berikut :
h (tn) = S0 + Ci cos (i tn - Pi )
P. van der Stock mengklafisikasikan karateristik pasut suatu daerah berdasarkan
perbandingan amplitudo dari komponen diurnal dan semidiurnalnya, yang dirumuskan
sebagai :
F=
Tipe pasang surut di daerah itu diklasifikasikan sebagai :
1. Semi Diurnal bila 0 < F < 0.25
2. Campuran Semidiurnal bila 0.25 < F < 1.5
3. Campuran Diurnal bila 1.5 < F < 3.0
4. Diurnal bila > F > 3.0
Peramalan pasang surut akan dilakukan untuk kurun waktu yang cukup panjang yaitu
selama 20 tahun, di mana dalam kurun waktu tersebut diyakini semua variasi harmonik yang
ada telah tercakup seluruhnya. Hasil peramalan tersebut kemudian dianalisa lebih lanjut
untuk memperoleh beberapa elevasi penting dalam perencanaan sebagai berikut :
HHWL : highest hight water level, muka air tertinggi.
MHWS : mean high water spring, rata-rata muka air tinggi saat
purnama.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-35
MHWL : mean high water level, rata-rata seluruh muka air tinggi.
MSL : mean sea level, rata-rata seluruh muka air yang terjadi.
MLWL : mean low water level, rata-rata seluruh muka air rendah.
MLWS : mean low water spring, rata-rata muka air rendah saat
purnama.
LLWL : lowest low water level, muka air terendah.
Secara khusus angka elevasi rata-rata muka air saat purnama (spring), yaitu MHWS dan
MLWS diperoleh dari merata-ratakan pasang tertinggi dan surut terendah setiap periode
waktu purnama (pada umumnya terjadi satu kali dalam kurun waktu selama 15 hari).
Perbandingan Hasil Pengamatan dan Penaksiran
0.00
25.00
50.00
75.00
100.00
125.00
150.00
175.00
200.00
05-Jul-06 00:00 08-Jul-06 12:00 12-Jul-06 00:00 15-Jul-06 12:00 19-Jul-06 00:00
Waktu
Ele
vas
i M
uk
a A
ir (
cm)
Data Pengamatan
Hasil Penaksiran
MSL = 107.98 cm
Contoh 3.19 Contoh Perbandingan Hasil Pengamatan & Peramalan Pasang Surut.
3.4.3 Pengolahan Data Angin
Pengetahuan mengenai sifat angin sangat penting dalam perencanaan perlindungan pantai
karena :
Angin menimbulkan gaya-gaya horisontal yang perlu dipikul konstruksi
bangunanan pantai.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-36
Angin membangkitkan gelombang laut, gelombang ini menimbulkan gaya-gaya
tambahan yang yang wajib dipikul konstruksi bangunan pantai, serta perilaku gelombang
mempengaruhi lay-out bangunan pantai
Dari gelombang yang dibangkitkan oleh angin jika membentuk sudut dengan garis
pantai akan menimbulkan arus sejajar pantai yang sangat penting pada perhitungan
angkutan sedimen di pantai.
Data angin yang dianalisis adalah data magnitude kecepatan dan arah angin maksimum
harian dengan selang waktu data selama kurang lebih 15 tahun yang di ambil dari stasion
Klimatologi terdekat milik Badan Meteorologi dan Geofisika.
Metode pengelolahan data yang digunakan adalah dengan cara statistik untuk menghitung
jumlah kejadian dan prosentase kejadian terhadap klasifikasi arah dan kecepatan angin
maksimum setiap bulan untuk seluruh data dalam selang waktu minimal 10 tahun.
Data angin kemudian diklasifikasikan dalam arah dan kecepatan yang dibagi dalam 8
(delapan) arah penjuru angin yaitu Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya,
Barat, dan Barat Laut atau16 (enam belas) arah penjuru angin. Berdasarkan klasifikasi ini,
distribusi frekuensi dari setiap kecepatan dan arah angin dihitung kemudian ditabulasikan
dalam tabel serta digambarkan berupa mawar angin (windrose) untuk tiap bulan (Januari s.d.
Desember) dan Tahunan. Sebagai contoh diperlihatkan tabel dan windrose berikut :
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-37
Gambar 3.20 Contoh Gambar Windrose.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-38
3.4.4 Analisa Gelombang
Analisa gelombang dalam pekerjaan ini dilakukan mengikuti metoda yang diberikan dalam
"Shore Protection Manual" (Coastal Engineering Research Center, US Army Corp of
Engineer) edisi 1984 yang praktis merupakan acuan standar bagi praktisi pekerjaan-
pekerjaan pengembangan, perlindungan, dan pelestarian pantai.
Metoda peramalan gelombang dapat dibedakan atas metoda peramalan gelombang laut
dalam dan peramalan gelombang laut dangkal. Beda metoda laut dalam dan dangkal adalah
bahwa dalam metoda laut dangkal diperhitungkan faktor gesekan antara gerak air dan dasar
laut, yang mana akan mengurangi tinggi gelombang yang terbentuk. Di laut dalam, gerak
gelombang yang terjadi di bagian atas perairan (upper ocean) praktis tidak mengimbas ke
bagian bawah dekat dasar laut (karena pada laut yang dalam, jarak vertikal dari dasar laut
ke permukaan, jauh). Oleh karenanya, gelombang dan pembentukan gelombang di laut
dalam tidak terpengaruh oleh keadaan di dekat dasar laut.
Patut dinyatakan di sini bahwa kriteria laut dalam “dalam'' dan “dangkal'' didasarkan pada
perbandingan antara panjang gelombang L dan kedalaman dasar laut d, bukan pada harga
mutlak kedalaman perairan. Nilai batasnya dapat diilihat pada tabel berikut :
Klasifikasi d/L
Laut dalam
Transisi
Laut dangkal
> ½
1/25 - 1/2
< 1/25
Untuk melakukan peramalan gelombang di suatu perairan diperlukan masukan berupa data
angin dan peta batimetri. Interaksi antara angin dan permukaan air menyebabkan timbulnya
gelombang. Peta perairan lokasi dan sekitarnya diperlukan untuk menentukan besarnya
“fetch” atau kawasan pembentukan gelombang.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-39
Gambar 3.21 Alir Proses Peramalan Gelombang Berdasarkan Data Angin.
A. Fetch
Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan
dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup dalam arah
yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan
dengan interval 50.
Panjang fetch dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan berdasarkan rumus
berikut :
dimana:
Lfi : panjang fetch ke-i
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-40
No(Fully
Developed)
Start
4
32
210 x 15.78.68
AA U
gF
U
gtYes(Non FullyDeveloped)
t 8.68
32
2
g
U
U
gFt A
A
c
g
U
U
gtF A
A
223
min 8.68
No(Duration Limited)
0016.0
21
2
2
0
A
Am
U
gF
g
UH
31
22857.0
A
Ap
U
gF
g
UT
Yes(Fetch Limited)
2433.02
0 g
UH Am
g
UT Ap 134.8
Finish Finish
minFF
HS = significant wave height
TP = peak wave period
F = effective fetch length
UA = wind stress factor (modified wind speed)
t = wind duration
i : sudut pengukuran fetch ke-i
i : jumlah pengukuran fetch
Jumlah pengukuran “i” untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi pengukuran-
pengukuran dalam wilayah pengaruh fetch (22.50 searah jarum jam dan 22.50
berlawanan arah jarum jam) seperti pada Gambar berikut
Gambar 3.22 Daerah Pengaruh Fetch dan Kedalaman Untuk Arah Utara.
Panjang daerah pembentukan gelombang atau fetch ditentukan sebagai berikut :
1. Pertama ditarik garis-garis fetch setiap selang sudut lima derajat.
2. Tiap penjuru angin (arah utama) mempunyai daerah pengaruh selebar 22,5 derajat
ke sebelah kiri dan kanannya.
3. Panjang garis fetch dihitung dari wilayah kajian sampai ke daratan di ujung lainnya.
Jika hingga 200 km ke arah yang diukur tidak terdapat daratan yang membatasi
maka panjang fetch untuk arah tersebut ditentukan sebesar 200 km.
4. Masing-masing garis fetch dalam daerah pengaruh suatu penjuru angin (arah
utama) diproyeksikan ke arah penjuru tersebut.
5. Panjang garis fetch diperoleh dengan membagi jumlah panjang proyeksi garis-garis
fetch dengan jumlah cosinus sudutnya.
B. Perhitungan Kedalaman
Kedalaman yang dimaksud adalah kedalaman dominan pada kawasan pembentukan
gelombang (fetch) untuk wilayah kajian. Data kedalaman diperoleh dari peta bathimetri.
Perhitungan kedalaman dilakukan dengan mencari rata-rata kedalaman untuk satu
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-41
TLBL
U
TB
22.50 22.50
wilayah fetch dengan ‘luas’ 50 10 km. Setelah diperoleh seluruh rata-rata kedalaman
dalam satu arah maka dicari harga rata-rata dari keseluruhan nilai rata-rata tersebut.
Hasil perhitungan gelombang akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram
“Waverose”. Waverose menyatakan prosentase kejadian gelombang berdasarkan arah
dan tingginya. Dari pengamatan waverose bulanan akan dapat disimpulkan distribusi
gelombang perbulan yang dominan.
C. Pembentukan Gelombang
Pembentukan gelombang di laut dalam dianalisa dengan formula-formula empiris yang
diturunkan dari model parametrik berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP (Shore
Protection Manual, 1984). Prosedur peramalan tersebut berlaku baik untuk kondisi fetch
terbatas (fetch limited condition), kondisi waktu terbatas (duration limited condition) dan
kondisi sempurna.
Terbatas Waktu
Pada pembentukan gelombang terbatas waktu, waktu angin bertiup kurang lama.
Kondisi gelombang yang terbentuk adalah fungsi dari kecepatan angin dan durasi.
Penghitungan parameter gelombang untuk jenis ini menggunakan bantuan grafik.
Terbatas Fetch
Pada pembentukan gelombang terbatas fetch, angin bertiup cukup lama dan kondisi
gelombang yang terbentuk adalah fungsi dari kecepatan dan panjang fetch.
Penghitungan parameter gelombang terbatas fetch ini dapat menggunakan persamaan
berikut ini:
;
dimana:
HS = tinggi gelombang signifikan (m)
TS = periode gelombang signifikan (m)
v = kecepatan angin (m/det)
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-42
Pembentukan Sempurna
Gelombang ini terbentuk bila angin bertiup cukup lama dan dengan kecepatan yang
cukup besar. Persamaan-persamaan yang digunakan untuk kondisi pembentukan
gelombang sempurna adalah:
;
dimana:
HS = tinggi gelombang signifikan (m)
TS = periode gelombang signifikan (m)
v = kecepatan angin (m/det)
Untuk menentukan kondisi pembentukan gelombang di lokasi, dilakukan prosedur
perhitungan sebagai berikut:
Gunakan data kecepatan angin maksimum.
Tentukan durasi x (untuk Indonesia diambil t = 3 jam).
Hitung kecepatan angin untuk durasi 3 jam dengan langkah sebagai berikut :
di mana:
UX = kecepatan angin 3 jam
Ut = kecepatan angin dari data angin
Hitung durasi minimum (tmin).
di mana:
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-43
v = kecepatan angin = UX
g = percepatan gravitasi
F = panjang fetch efektif
Periksa harga dari tmin.
Jika x > tmin : gelombang terbatas fetch
Jika x < tmin : gelombang terbatas waktu
Hitung tinggi dan periode gelombang signifikan berdasarkan kondisi yang ada.
Dari tinggi dan periode gelombang (HS dan TS) yang didapatkan dari perhitungan
masing-masing data angin kemudian dilakukan analisa frekuensi dengan
menggunakan metode Gumbell untuk memperoleh tinggi dan periode gelombang
untuk periode ulang H2, H5, H10, H25, H50 dan H100 menurut arah datang gelombang.
Hasil penentuan gelombang berdasarkan analisa frekuensi ini yang digunakan untuk
perencanaan teknis fasillitas selanjutnya.
Tinggi Gelombang Rencana
Tinggi gelombang rencana yang diperlukan sebagai data input dalam analisis
gelombang selanjutnya diperoleh dengan cara sebagai berikut:
i. Dari hasil pasca-kiraan gelombang, diambil tinggi gelombang yang terbesar dengan
periodanya untuk tiap arah yang mendatangkan gelombang, tiap tahun.
ii. Dari tabel tersebut untuk tiap tahun diambil gelombang terbesar, tidak peduli arahnya.
Hasil inventarisasi gelombang terbesar selama 17 tahun ini disajikan dalam bentuk
tabel dengan informasi mengenai arah gelombang sudah hilang dalam analisis
selanjutnya.
iii. Dilakukan analisis harga ekstrim berdasarkan data gelombang terbesar tahunan yang
telah tersusun dari langkah sebelumnya. Dengan cara analisis harga ekstrim yang di-
dasarkan pada tinggi gelombang ini, maka informasi mengenai perioda gelombang hi-
lang dalam langkah selanjutnya.
iv. Analisis frekuensi gelombang rencana dengan metode yang digunakan terdiri dari be-
berapa distribusi yaitu Log Normal, Log Pearson III, Pearson III dan Gumbell. Analisis
frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap N tahun atau
dengan perkataan lain tahun berulangnya N tahun. Kejadian pada suatu kurun waktu
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-44
tertentu tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun akan tetapi terdapat suatu ke-
mungkinan dalam 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10 tahunan.
v. Pemilihan distribusi yang sesuai dari beberapa distribusi tersebut untuk memberikan ni-
lai gelombang rencana.
Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing distribusi frekuensi yang digunakan
pada tahap (4) diatas.
Distribusi Log Normal
Suatu nilai acak X memiliki fungsi distribusi Log Normal apabila nilai dari fungsi
probabilitas denstitasnya seperti persamaan dibawah ini (Ochi 1992).
Distribusi Log Normal memiliki 2 parameter statistik yaitu dan . Nilai dari
parameter dan adalah suatu nilai logaritmik dari variabel acak X yang
terdistribusi sebagai rata-rata dan varian . Persamaan dari nilai rata-rata dan
varian dari distribusi Log Normal adalah sebagai berikut:
Distribusi Pearson Tipe III
Distribusi Pearson Tipe III adalah suatu distribusi gamma (memiliki 3 parameter
gamma) yang diturunkan dari suatu fungsi gamma. Persamaan tersebut diberikan
di bawah ini (Ochi 1992):
dimana nilai dari () adalah suatu fungsi gamma dengan , dan merupakan
parameters yang diberikan oleh persamaan berikut ini :
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-45
Distribusi Log Pearson Tipe III
Distribusi Log Pearson III merupakan modifikasi dari distribusi Pearson Tipe III
dengan mengubah y = log (x) sehingga mengurangi nilai kemencengan
(skewness). Persamaan distribusi Log Pearson adalah sebagai berikut (Ochi 1992).
dimana:
Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel berasal dari Distribusi Nilai Asimtot Ekstrim Tipe I dan
merupakan fungsi distribusi kumulatif sebagai berikut (Ochi 1992)
atau dalam fungsi probabilitas densitas dinyatakan sebagai berikut:
dimana:
s = standar deviasi
= rata-rata
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-46
Keempat distribusi yang telah dijelaskan di atas diterapkan ke dalam nilai tinggi
gelombang maksimum seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai dari gelombang
maksimum hasil prediksi berdasarkan masing-masing distribusi diplot berdasarkan nilai
gelombang hasil pengamatan. Data pengamatan diplot berdasarkan nilai probabilitas
Weibull yang terlampaui. Persamaan probabilitas Weibull adalah sebagai berikut :
dimana
= probabilitas dari suatu nilai X yang berada di bawah suatu nilai di bawah
xm.
m = ranking dari xm
n = jumlah total data dari nilai maksimum
Fungsi distribusi yang paling sesuai dapat dipilih berdasarkan: (1) pengamatan visual,
dan (2) nilai error (= perbedaan antara data dan perhitungan). Definisi dari “rata-rata
error” adalah sebagai berikut:
Error rata-rata =
Dimana :
XDistribustion = tinggi gelombang hasil perhitungan
XData = tinggi gelombang hasil peramalan
N = jumlah data
Perbandingan dari berbagai distribusi diperlihatkan dalam sebuah grafik. Dengan
melihat grafik tersebut tidak terlihat secara jelas perbedaan nilai dari fungsi distribusi
yang memperbandingkan antara data hasil pengamatan gelombang dengan peramalan
gelombang. Selanjutnya dengan menggunakan metoda error terkecil akan ditemukan
nilai dari sebuah distribusi selanjutnya yang akan digunakan dalam analisis pada
Pekerjaan ini.
Setelah mendapatkan tinggi gelombang rencana untuk periode ulang tertentu tersebut
kemudian dianalisis periode gelombang yang sesuai melalui sebuah grafik hubungan
antara tinggi gelombang dengan periode gelombang.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-47
Gambar 3.23 Contoh Gambar Wave Rose.
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Probabilitas Weibull
Tin
gg
i G
elo
mb
ang
(m
)
Data Tinggi Gelombang
Distribusi Log Normal
Distribusi Pearson
Distribusi Log Pearson
Distribusi Gumbel
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-48
Gambar 3.24 Contoh Perbandingan Tinggi Gelombang Rencana Pada Berbagai Jenis
Distribusi.
y = 0.0356x2.0083
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Perioda Gelombang Signifikan (detik)
Tin
gg
i G
elo
mb
an
g S
ign
ifik
an
(m
ete
r)
Gambar 3.25 Contoh Grafik Hubungan Tinggi dan Periode Gelombang.
D. Transformasi Gelombang
Gelombang pada kawasan pantai (coastal area) berasal dari laut lepas pantai.
Penyebaran gelombang dipengaruhi oleh kontur dasar perairan dimana pergerakan
gelombang ditransformasikan menurut variasi topografi dasar perairan tersebut. Ada
beberapa tipe transformasi gelombang, diantaranya: pendangkalan (shoaling), pecah
(breaking), refraksi (refraction), difraksi (difraction) dan lain-lain. Untuk keperluan
pekerjaan ini lebih ditekankan pada analisa refraksi/difraksi saja.
Refraksi
Refraksi adalah peristiwa berubahnya arah perambatan dan tinggi gelombang akibat
perubahan kedalaman dasar laut. Pada perairan dalam, gelombang laut tidak
``merasakan'' pengaruh dasar laut karena jarak vertikal yang jauh antara permukaan laut
tempat gelombang beraksi dan dasar laut.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-49
Semakin dangkal perairan, pengaruh dasar laut semakin ``dirasakan'' oleh gelombang;
pengaruh mana antara lain berbentuk refraksi. Jadi, refraksi merupakan fenomena
perairan dangkal.
Gelombang akan merambat lebih cepat pada perairan yang dalam dari pada perairan
yang dangkal. Hal ini menyebabkan puncak gelombang membelok dan menyesuaikan
diri dengan kontur dasar laut.
Parameter-parameter yang penting pada analisa refraksi gelombang adalah :
Dimana :
Ks : koefisien pendangkalan
Kr : koefisien refraksi
Cg : kecepatan ‘grup’ gelombang
dimana subscript “o” menyatakan ‘laut dalam’
Sementara, tinggi gelombang yang terjadi pada perairan dangkal (H) dapat dihitung
sebagai berikut :
H = Ho.Ks.Kr
Perubahan arah gelombang karena refraksi menghasilkan konvergensi (penguncupan)
atau divergensi (penyebaran) energi gelombang seperti yang ditunjukkan pada gambar
berikut.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-50
Kontur
d
Ortogonal
0.5
Gelombang pecah
Lau
t dal
am
b0
0L
Puncak gelombang
dasar laut
gelombang
0.4
0.3
0.2
L0
_ = 0.1
Gambar 3.26 Refraksi Gelombang.
Penurunan persamaan refraksi gelombang dengan menganggap dua garis ortogonal
yang melintas dari laut dalam menuju pantai dan dianggap tidak ada energi gelombang
yang keluar dari lintasan tersebut sehingga dianggap konstan. Besarnya tinggi
gelombang yang terjadi akibat pengaruh refraksi adalah:
H = Ks.Kr.H0
dengan:
Ks = koefisien pendangkalan
Kr = koefisien refraksi
H = Ks.Kr.H0
Koefisien pertama adalah pengaruh pendangkalan sedangkan yang kedua adalah
pengaruh garis ortogonal konvergen atau divergen yang disebabkan oleh refraksi
gelombang.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-51
Kontur kedalaman
x
0
Ortogonal gelombang
0b
b
L
0L
x
Pantai
Gambar 3.27 Refraksi Gelombang pada Kontur Lurus dan Sejajar.
Untuk gelombang yang tidak mengalami shoaling, dengan Ks = H/H’0, maka persamaan
tinggi gelombang menjadi:
H’0 = KrH0
di mana: H’0 = tinggi gelombang dalam ekivalen
Penyelesaian masalah refraksi gelombang karena perubahan kedalaman dapat
menggunakan hukum Snell seperti dilihat pada Gambar.
Garis puncak gelombang
L
TC
1=
1
2TL
2C
=
x d
2
1
2
Ortogonal gelombang
1
2d
1d > 2dC>1C 2L>1L 2
Gambar 3.28 Hukum Snell untuk Refraksi Gelombang.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-52
Gelombang menjalar dari laut dengan kedalaman d1 menuju kedalaman d2 dengan
perubahan kedalaman mendadak (seperti anak tangga) dan dianggap tidak ada refleksi
gelombang. Karena adanya perubahan kedalaman maka cepat rambat dan panjang
gelombang berkurang dari C1 dan L1 menjadi C2 dan L2. Berdasarkan Hukum Snell,
berlaku:
di mana:
1 = sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar di mana gelombang
melintas
2 = sudut yang sama diukur saat garis puncak gelombang melintas dasar kontur
berikutnya
C1 = kecepatan gelombang pada kedalaman kontur pertama
C2 = kecepatan gelombang pada kedalaman kontur kedua
Apabila ditinjau di laut dalam dan pada titik yang ditinjau, maka persamaan di atas
menjadi:
Jarak ortogonal di laut dalam dan di suatu titik yang ditinjau adalah b0 dan b. Apabila
kontur dasar laut lurus dan sejajar maka jarak x di titik O dan titik berikutnya adalah:
Sehingga koefisien refraksi adalah:
Difraksi
Difraksi adalah peristiwa transmisi energi gelombang dalam arah kesamping (lateral)
dari arah perambatan gelombang. Peristiwa ini terjadi apabila terdapat bangunan laut
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-53
yang menghalangi perambatan gelombang. Pada bagian yang terlindung oleh bangunan
laut, tetap terbentuk gelombang akibat transmisi lateral tadi. Fenomena difraksi tidak
terbatas pada perairan dangkal saja karena difraksi terjadi dimana terdapat bangunan
laut yang menghalangi perambatan gelombang.
Pada Gambar menunjukkan apabila tidak terjadi difraksi gelombang maka daerah di
belakang rintangan akan tenang. Bila terjadi difraksi, maka daerah di belakang rintangan
akan terpengaruh oleh gelombang datang. Garis puncak gelombang di belakang
rintangan akan membelok dan mempunyai busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung
rintangan. Pada daerah ini, tinggi gelombang akan berkurang, semakin jauh dari ujung
rintangan maka berkurangnya tinggi gelombang akan semakin besar. Sedangkan untuk
daerah di depan rintangan akan terjadi superposisi antara gelombang datang dan
gelombang balik yang dikenal dengan short crested waves (gelombang hasil superposisi
beberapa gelombang yang sudut datang/perginya tidak sama).
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-54
Gambar 3.29 Pola Gelombang di Belakang Rintangan.
Perhitungan difraksi gelombang berdasarkan jenis rintangan yang dilalui dapat
dibedakan menjadi:
a. Difraksi gelombang melewati celah tunggal
Contoh diraksi gelombang melewati celah tunggal dapat dilihat pada Gambar. Tinggi
gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung kepada:
Jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r.
Sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan
ujung rintangan
Sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan
Dengan demikian koefisien difraksi dapat didefinisi sebagai:
di mana:
H = tinggi gelombang setelah difraksi
HI = tinggi gelombang datang
K’ = koefisien difraksi = f’(,,r/L)
Nilai K’ untuk ,,r/L tertentu dapat dicari dengan menggunakan diagram difraksi.
Langkah-langkah untuk menggunakan diagram difraksi adalah:
Hitung panjang gelombang (L).
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-55
Puncak gelombang
P
L
Arah Gelombang
Rintangan
Titik tinjau
K'
r
Perairan tenang
Arah Gelombang
Puncak gelombang
P
L
Rintangan
a. Tidak Terjadi Difraksi b. Terjadi Difraksi
Hitung jarak lokasi dari ujung rintangan (r).
Hitung r/L.
Tentukan arah gelombang.
Gunakan diagram difraksi untuk arah gelombang yang sesuai.
Bila arah gelombang tidak sama dengan yang ada pada diagram, lakukan
interpolasi.
b. Difraksi gelombang melewati dua celah
Untuk menentukan koefisien difraksi gelombang yang melewati dua celah digunakan
grafik yang dikembangkan oleh Jonhson (1952, 1953; dalam Wiegel 1964) yang
menunjukkan kurva difraksi yang sama untuk arah gelombang datang tegak lurus sisi
celah dan untuk berbagai perbandingan antara lebar celah B dan panjang gelombang
L (B/L). Apabila lebar celah sama dengan lima kali panjang gelombang atau lebih,
maka difraksi oleh kedua ujung celah tidak saling mempengaruhi sehingga teori
difraksi untuk gelombang melewati celah tunggal dapat digunakan untuk kedua sisi.
Apabila keadaan yang ditinjau melibatkan bangunan laut, maka biasanya sulit untuk
menerapkan model refraksi saja, karena konsep refraksi tidak berlaku di daerah yang
terlindung oleh bangunan laut. Oleh karena itu, peneliti numerik mengembangkan model
yang mampu sekaligus memperhitungkan proses refraksi dan difraksi (misalnya,
Berkhoff 1972, Lozano & Liu, 1980). Model kombinasi refraksi-difraksi seperti inilah yang
akan digunakan dalam pekerjaan ini untuk mensimulasikan proses refraksi-difraksi di
kawasan perairan studi.
Analisis fenomena refraksi/difraksi yang akan digunakan dalam pekerjaan ini
dilaksanakan dengan pemodelan refraksi-difraksi di kawasan perairan proyek. Model
numerik yang akan digunakan adalah REF/DIF yang disusun oleh Center for Applied
Coastal Research, University of Delaware, USA.
Sebelum model numerik dieksekusi, harus ditetapkan terlebih dahulu gelombang
rencana untuk analisa refraksi/difraksi ini. Untuk eksekusi model refraksi/difraksi
gelombang dibutuhkan masukan data sebagai berikut :
1. Bathimetri Perairan.
Agar memberikan hasil yang baik, analisa refraksi/difraksi memerlukan kawasan
perairan yang agak luas. Peta batimetri yang didapatkan dari survei batimetri terlalu
kecil untuk digunakan. Oleh karena itu, diambil peta 1:50.000 dari Dishidros TNI-AL
sebagai pelengkap.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-56
Pada bagian peta tersebut akan digambarkan 2 (dua) kawasan perairan untuk
analisa refraksi/difraksi, yaitu Kawasan Besar (KB) dan Kawasan Kecil (KK). KB
merupakan kawasan yang cukup luas, dimana pada batas laut paling luar pada
kawasan ini diambil suatu anggapan bahwa gelombang yang ada atau terbentuk
berupa gelombang sempurna yang belum mengalami refraksi / difraksi. Sedang KK
adalah suatu kawasan di dalam KB untuk melakukan simulasi yang lebih teliti,
dimana peta KK yang digunakan adalah peta hasil survei lapangan dengan skala
1:2.000.
2. Tinggi Gelombang
Tinggi gelombang yang digunakan sebagai data masukan model numerik ini adalah
tinggi gelombang yang diperoleh dari hasil pasca-kiraan gelombang berdasarkan
data angin. Data angin sekunder yang digunakan diusahakan diambil dari lokasi
pengamatan yang mempunyai karakteristik tidak jauh berbeda dengan karakteristik
lokasi kajian. Lokasinya juga diharapkan tidak terlalu jauh dari lokasi kajian.
3. Arah Datang Gelombang
Untuk daerah kajian refraksi/difraksi di kawasan ini, arah yang ditinjau adalah arah-
arah yang menghadap ke laut bebas atau relatif bebas.
4. Perioda Gelombang
Dalam proses perhitungan tinggi gelombang rencana, informasi mengenai perioda
(dan arah) gelombang telah “hilang” karena besaran yang menjadi obyek
perhitungan adalah tinggi gelombang. Untuk memberi spesifikasi iklim gelombang
yang lengkap, perioda gelombang harus ditetapkan perencana. Dasar penetapan
dalam hal ini adalah informasi yang diperoleh dari inventarisasi gelombang terbesar.
Hasil yang diperoleh dari analisa refraksi/difraksi gelombang adalah tinggi gelombang
dan arah perambatan gelombang pada titik perhitungan.
Ketika gelombang menjalar ke perairan dangkal, gelombang akan mencapai kecuraman
maksimum, sehingga kemudian pecah pada jarak tertentu dari garis pantai. Kecuraman
maksimum gelombang ini bergantung kepada faktor kedalaman relatif d/L dan juga
kemiringan dasar laut (m).
Tinggi gelombang pecah dapat dihitung berdasarkan persamaan :
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-57
H
H H L
b
o o o
1
3 31 2
. //
dimana : Hb = tinggi gelombang pecah
Ho = tinggi gelombang datang dari laut dalam
Lo = panjang gelombang datang dari laut dalam
Sedangkan koefisien jarak gelombang pecah dihitung berdasarkan persamaan :
d
H b aH gT
b
b b
12/
dimana : db = koefisien jarak pecah gelombang
a dan b memenuhi persamaan :
a = 43.75 ( 1 - e-19.5m )
dimana : m = kemiringan pantai
Sedang jarak sebenarnya gelombang pecah dari pantai adalah : db1 = db/m
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-58
Gambar 3.30 Contoh Hasil Simulasi Refraksi dan Difraksi Gelombang.
U
Gambar 3.31 Contoh Kontur Gelombang (Gelombang Datang dari Timur Laut ke Barat
Daya).
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-59
3.4.5 Analisa Angkutan Sedimen dan Perubahan Garis Pantai
A. Angkutan Sedimen Sejajar Pantai
Analisis angkutan sedimen dilakukan untuk memperoleh parameter-parameter berikut
ini:
Laju angkutan sedimen dasar, baik yang diakibatkan oleh arus saja atau
kombinasi arus dan gelombang.
Laju pengendapan sedimen melayang di kolam pelabuhan dan alur pelayaran.
Berdasarkan Shore Protection Manual, 1984 (SPM 1984), angkutan materi sedimen
sejajar pantai disebut longshore transport. Penamaan longshore transport ini sama
artinya dengan littoral transport atau pergerakan littoral drift, yaitu sedimen yang
bergerak pada zone littoral. Zone littoral di dalam terminologi pantai adalah daerah
perairan dari garis pantai hingga tepat sebelum daerah gelombang pecah
Angkutan sedimen sejajar pantai dapat ditaksir dengan menghitung laju angkutan
sedimen sejajar pantai yang disebabkan oleh gelombang laut dalam hal ini gelombang
diambil dari hasil peramalan gelombang. Data yang diperlukan adalah tinggi dan arah
gelombang serta prosentase kejadiannya. Besarnya angkutan dinyatakan dalam satuan
m3/tahun.
Gelombang laut yang datang dari perairan dalam dengan membentuk sudut tertentu
terhadap garis pantai menimbulkan arus sejajar pantai, yang menghasilkan angkutan
sedimen sejajar pantai pula. Laju angkutan sedimen yang dinyatakan dengan simbol Q,
dalam metode perhitungan empiris umumnya dinyatakan dalam hubungannya dengan
faktor laju empiris I, dengan persamaan berikut :
dimana :
s = densitas sedimen diambil
= densitas air laut
n = porositas sedimen
g = percepatan gravitasi
Besarnya faktor I dihitung dengan menggunkan persamaan yang mengatur korelasi
antara I dengan komponen fluks energi gelombang yang sejajar pantai P, yakni
persamaan :
P = 0.05 g3/2 H0 5/2 (cos 0 )1/4 sin 20
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-60
Dimana :
Ho = tinggi gelombang diperairan dalam
0 = sudut muka gelombang datang terhadap garis pantai
Hubungan antara fluks energi P dengan faktor I, diatur dengan persamaan :
I = KP
dimana K adalah konstanta yang besarnya bergantung pada jenis tinggi gelombang
yang digunakan dalam perhitungan, jadi dengan demikian laju angkutan sedimen dapat
dihitung berdasarkan persamaan :
Dalam menentukan pola pergerakan sedimen pantai yang terjadi maupun yang akan
terjadi pada kurun waktu tertentu, Konsultan menggunakan program simulasi GENESIS
(Generalized Model for Simulating Shoreline Change) dari US Army Corps of Engineers
(ASCE). Metodologi analisis dari program simulasi GENESIS diuraikan di berikut ini.
Longshore transport rate (Q), atau tingkat angkutan sedimen sejajar pantai, lazim
mempunyai satuan meter kubik per tahun (dalam SI). Karena pergerakannya sejajar
pantai, maka ada dua kemungkinan arah pergerakan, yaitu ke arah kanan dan kiri relatif
terhadap seorang pengamat yang berdiri di pantai menghadap ke laut. Pergerakan dari
kanan ke kiri diberi notasi Qlt, dan pergerakan dari kiri ke kanan Qrt, sehingga didapat
tingkat angkutan sedimen ‘kotor’ (gross) Qg = Qlt + Qrt , dan tingkat angkutan ‘bersih’
(net) Qn = Qlt - Qrt . Nilai Qg digunakan untuk meramalkan tingkat pendangkalan pada
suatu alur perairan yang terbuka, Qn untuk desain alur yang dilindungi dan perkiraan
erosi pantai, dan Qlt serta Qrt untuk desain penumpukan sedimen di ‘belakang’ sebuah
struktur pantai yang menahan pergerakan sedimen.
Bentuk keluaran dan masukuan pada pemodelan dengan menggunakan GENESIS
seperti pada Gambar menunjukkan struktur masukan dan keluaran program GENESIS.
Nama-nama disebelah kiri gambar adalah masukan sedangkan yang di kanan adalah
keluarannya.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-61
Gambar 3.32 Struktur Masukan dan Keluaran Program GENESIS.
Keempat masukan utama atau minimal (dengan garis tebal) diperlukan untuk seluruh
simulasi model, sedang file SEAWL.ext dipakai bila terdapat seawall selama simulasi
berlansung. NSWAV.ext, dan DEPTH.ext dipakai bila model memakai informasi
gelombang disekitar pantai. Kedua masukan ini diperlukan, bila simulasi menggunakan
model transformasi gelombang eksternal. Hal yang perlu diperhatikan untuk SHORL.ext,
SHORM.ext, dan SEAWL.ext bahwa dalam masukan nilai tiap baris berjumlah sepuluh
kecuali baris yang terakhir.
Data masukan yang dibutuhkan pada GENESIS adalah sebagai berikut:
i. Data posisi awal garis pantai berupa koordinat (x,y). Fixed boundaries dari garis
pantai yang akan ditinjau adalah posisi dimana perubahan garis pantai tersebut dapat
dianggap tidak signifikan terhadap hasil simulasi, atau pada sebuah struktur yang
rigid (misalnya karang). Batasan ini diperlukan karena di dalam simulasi, perubahan
garis pantai pada kedua titik batas tersebut di atas besarnya dianggap nol.
ii. Time series data gelombang lepas pantai atau gelombang laut dalam, tinggi
gelombang, perioda dan arah rambat gelombang terhadap garis normal pantai untuk
selang waktu tertentu. Untuk pantai dengan kontur batimetri yang sejajar pantai maka
data gelombang ini akan dihitung pergerakan akibat refraksi dan difraksi secara
internal di dalam GENESIS sendiri.
iii. Grid simulasi yang melingkupi garis pantai serta perairan dimana gelombang akan
merambat. Jumlah grid pada arah sumbu x untuk program ini terbatas hingga 80
buah.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-62
iv. Struktur bangunan pantai eksisting atau yang direncanakan dan data struktur-struktur
laut lainnya yang berada pada perairan yang ditinjau.
v. Data-data lain seperti ukuran butiran (D50), parameter kalibrasi, posisi seawall, beach
fill yang diakibatkan oleh masuknya sedimen dari sungai, dan parameter-parameter
lain.
Program GENESIS ini, dengan data-data masukan di atas dapat memberikan perkiraan
nilai longshore transport rate serta perubahan garis pantai akibat angkutan sedimen
tersebut tanpa maupun dengan adanya struktur jetty atau breakwater pada pantai untuk
jangka waktu tertentu.
Simulasi yang dilakukan pada sebuah kawasan kajian mencakup:
i. Laju angkutan sedimen total (jumlah angkutan sedimen akibat longshore transport ke
arah kiri maupun kanan relatif terhadap posisi PPI).
ii. Perubahan garis pantai kumulatif dalam kurun waktu 10 tahun.
iii. Kondisi awal garis pantai pada kawasan kajian (eksisting) dan perubahan posisi garis
pantai dalam kurun waktu 10 tahun.
Program GENESIS menerapkan “one-line simulation”, dimana batas antara laut dan
darat di pantai digambarkan sebagai suatu bidang yang tegak (tembok).
Pengembangan atas program GENESIS ini adalah program “n-line simulation” yang
mensimulasikan kondisi pantai secara lebih realistis, dimana kontur pantai dapat
disimulasikan dengan mendekati kondisi batimetri yang ada. Pada saat ini, program “n-
line” ini sedang dalam tahap pengembangan oleh Konsultan. Sebagai alternatif, jika
memungkinkan program “n-line” ini akan digunakan oleh Konsultan untuk melakukan
simulasi perubahan garis pantai.
B. Analisa Perubahan Garis Pantai
Tiga macam skala waktu pada evolusi garis pantai dapat dibedakan atas :
a. Evolusi geologi yang terjadi selama ratusan tahun.
b. Evolusi jangka panjang (long-term evolution) yang terjadi dalam orde tahunan atau
puluhan tahun
c. Evolusi yang terjadi musiman (terjadi pada saat arus atau gelombang terbesar)
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-63
Evolusi geologi terjadi secara regional untuk seluruh kawasan. Long-term evolution
terjadi untuk sebagian pantai diantara headland (tempat yang tetap seperti batuan,
bangunan pantai dan lain-lain). Evolusi musiman juga terjadi pada sebagian pantai,
diakibatkan misalnnya oleh topan, gelombang (major storm). Evolusi musiman ini
sifatnya merusak dan kemudian berangsur-angsur perubahan musiman ini akan kembali
pada keseimbangan semula.
Pada analisa ini yang akan dibahas adalah long-term evolution, sedangkan short-term
evolution adalah merupakan perturbasi (gangguan) yang bertindihan dengan long-term
evolution. Short-term evolution dapat dihitung dengan menggunakan parameter rencana
yang sifatnya sesaat, sedangkan long-term evolution harus menggunakan data jangka
panjang mengenai gelombang dan arus.
Penyebab utama dari long-term evaluation adalah :
1. Erosi karena gelombang pendek dan deposisi karena panjang gelombang.
2. Efek dari bangunan pantai seperti bulkhead, jetty, groin, terhadap erosi atau deposisi.
Peramalan perubahan garis pantai dalam pekerjaan ini akan dianalisa dengan
menggunakan analisa numeris model matematis yang terdapat dalam program simulasi
GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline Change) dari US Army Corps of
Engineers (ASCE). Metodologi analisis dari program simulasi GENESIS telah diuraikan
sebelumnya.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-64
4,600
5,200
5,800
6,400
7,000
7,600
0 5 10 15 20 25 30
Grid Simulasi (1 grid = 40 m)
Po
sisi
Gar
is P
anta
i (m
)
Posisi Garis Pantai AwalTahun ke-1Tahun ke-3Tahun ke-5Tahun ke-10
Dusun Cesar
Dusun Englas
Dermaga Cesar
Contoh 3.33 Contoh Hasil Analisis Perubahan Garis Pantai Hasil Simulasi.
3.4.6 Medan Gelombang dan Arus di Perairan Sekitar Pantai
Secara alamiah daerah pantai umumnya stabil dan berada dalam keseimbangan dinamik.
Interaksinya dengan gelombang dan arus dikarakterisasi oleh siklus dari erosi and akrasi.
Keseimbangan dinamik tersebut akan terganggu oleh intervensi manusia dengan
pembangunan struktur pantai yang dapat menghambat erosi dan akrasi pantai.
Pengertian tentang interaksi antara gelombang dan arus yang dibangkitkan oleh gelombang
dan struktur pantai diperlukan untuk pengembangan daerah pantai. Salah satu cara untuk
mengerti interaksi antara gelombang dan arus yang dibangkitkan oleh gelombang dan
struktur pantai adalah melalui pemodelan matematik.
A. Persamaan Pengatur
Persamaan-persamaan untuk medan gelombang ekuivalen dengan persamaan slope
landai telah dikembangkan oleh Berkhoff (1972) is diberikan oleh Watanabe and
Maruyama (1986) sebagai berikut :
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-65
dengan
;
u dan v adalah komponen kecepatan horizontal dalam arah-x and y, c adalah kecepatan
fasa, ζ adalah elevasi muka air dan ; k adalah bilangan gelombang,
dan h adalah kedalaman air.
Untuk menghitung medan gelombang di daerah surfzone, suku dissipasi energi untuk
gelombang pecah ditambahkan pada persamaan (4.38) sebagai berikut :
Faktor disipasi, fD, ditentukan oleh :
dengan slope rata-rata dasar di sekitar titik pecah, dan and adalah
komponen amplitudo laju aliran.
Jika koefisien Ddan’ adalah 2.5 dan 0.25 secara berturut-turut, Persamaan (4.40)
menjadi esensial ekuivalen dengan model disipasi energi oleh Mizughuci (1980).
Besaran pada persamaan (4) memberikan amplitudo laju aliran maksimum di daerah
gelombang recovery. Dalam kasus maka diterapkan fD = 0.
B. Analisa Numerik
Persamaan pengatur didiscritisasi dengan skema staggered mesh dengan notasi seperti
pada Gambar :
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-66
Gambar 3.34 Skema Staggered Mesh Scheme (Watanabe & Maruyama, 1986).
si )(21 si )1(
1, jyiQ
ji,jxiQ ,
jyiQ ,
jxiQ ,1
sj )1(
sj )(21
sj
y
x
si )(21 si )1(
1,1
m
jxiQ
mji,
1.mjxiQ
mjxiQ ,
mjxiQ ,1
tm )1(
tm )(21
tm
y
x
Diskritisasi persamaan (5.39) dan (5.40) adalah sebagai berikut :
Syarat Batas Internal Dengan Reflektifitas
Bila gelombang berdiri ada di depan suatu reflektor sepanjang dengan koefisien
refleksi adalah KR (perbandingan tinggi gelombang yang direfleksi dengan tinggi
gelombang datang) dan n sudut gelombang datang (lihat Gambar 5.15). Komponen
laju aliran dalam arah-x pada suatu waktu tertentu pada titik (xo,yo) pada batas dan pada
titik lain diberikan sebagai jumlah laju aliran gelombang datang dan yang
direfleksikan, QxI dan QxR (Maruyama, 1988) :
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-67
Pernyataan QxI dan QxR diberikan oleh teori gelombang amplitudo kecil dengan asumsi
kedalaman perairan lokal konstan. Hubungan berikut adalah benar kecuali untuk kasus
KR = 1 dan Qx(xo,yo) = 0, diperoleh :
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-68
(a)
(b)
Untuk batas refelektor yang paralel terhadap sumbu-x seperti yang diperlihatkan dalam
Gambar di atas, komponen kecepatan laju aliran diberikan dengan cara yang sama :
Batas Virtual Tanpa Reflektifitas
Perhitungan syarat batas daerah sisi umumnya berupa batas virtual terbuka.
Keberadaan batas-batas virtual ini tidak menimbulkan efek terhadap solusi daerah studi.
Untuk itu batas lateral diolah sehingga tidak mempunyai reflektifitas (KR=0), sehingga
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-69
y
Incident waves
Reflected waves
Gambar 3.35 Batas dengan Reflektivitas (Maruyama, 1988).
y
IncidentReflected
gelombang bebas melalui batas tersebut. Syarat batas yang akan digunakan dalam
perhitungan medan gelombang ini yang paralel terhadap sumbu-y adalah sebagai
berikut :
Bila batas terbuka maka (Maruyama, 1988) :
Untuk batas yang paralel terhadap sumbu-x :
Batas Terbuka di Lepas Pantai
Kondisi gelombang yang datang dari laut dalam diberikan pada batas lepas pantai
sebagai inisialisasi perhitungan. Pendekatan ini kurang tepat terutama untuk laju aliran,
karen bukan hanya gelombang datang (incident wave) yang memotong batas, tetapi ada
juga komponen gelombang keluar (outgoing wave) yang berasal dari hasil refleksi oleh
bangunan pantai maupun garis pantai.
Tinjau gelombang yang datang dengan amplitudo aI dan sudut datang I, demikian juga
dengan gelombang keluar seperti yang diperlihatkan pada Gambar dibawah ini.
Prosedur yang sama diterapkan seperti pada kasus batas virtual tanpa refleksi,
sehingga laju aliran pada batas terbuka di lepas pantai (Maruyama, 1988) :
dengan :
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-70
3.4.7 Pemodelan Hidrodinamika Pantai
Perangkat lunak yang akan digunakan dalam pemodelan ini adalah Surface-Water Modeling
System (SMS) versi 8.0 (Environmental Modeling Research Laboratory (ERML), 2002) yang
dikembangkan oleh US Army Corps of Engineers. SMS adalah prosesor pra dan pasca
untuk pemodelan elemen hingga dan elemen beda hingga. Program inti dari SMS ini adalah
program pemodelan hidrodinamika yang dapat menghitung elevasi muka air dan kecepatan
aliran untuk suatu masalah aliran.
SMS sangat cocok untuk perhitungan numerik dengan mesh (grid) yang besar dan kompleks
(sampai beberapa ribu elemen). Mesh elemen hingga serta kondisi batas yang diperlukan
untuk perhitungan dapat dibuat secara interaktif dan disimpan dalam file-file yang spesifik.
File-file tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan hidrodinamika. File-file solusi
perhitungan memberikan informasi elevasi muka air, kecepatan aliran, konsentrasi sedimen,
atau data fungsional lain disetiap node dari mesh yang dapat dibaca untuk plot vektor, kontur
berwarna, atau kurva yang berubah terhadap waktu sehingga terbentuk animasi dinamis.
Dalam program SMS terdapat beberapa modul program penting untuk membuat pemodelan.
Terkait dengan pekerjaan ini modul yang akan digunakan adalah :
1) GFGEN (Geometri File Generation) adalah file untuk membuat geometri dan file mesh
elemen hingga untuk menjadi masukan sistem pemodelan SMS. Program ini melakukan
pemeriksaan rutin mesh dan menyusun kembali mesh. Program GFGEN ini hanya
membutuhkan file geometri ASCII sebagai input.
2) RMA2 (Resources Management Associates-2) adalah program inti dari SMS. RMA2
adalah program elemen hingga dua dimensi untuk menyelesaikan masalah
hidrodinamika. RMA2 dapat digunakan untuk menghitung elevasi muka air dan
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-71
0x
n
),( 00 ysxQtx 0y
),( 00 yxQ tx
y
Outgoing waves
Incident waves
i
kecepatan aliran pada titik-titik node dalam suatu mesh elemen hingga yang mewakili
badan air di daerah studi, seperti sungai, kolam, muara, atau pelabuhan.
3) SED-2D adalah program pemodelan numerik 2-dimensi, yang dirata-ratakan dalam arah
vertikal (kedalaman), untuk menpemodelan proses transportasi sedimen dalam saluran
terbuka, seperti sungai, estuari dan perairan teluk. SED-2D dapat memprediksi dengan
cukup akurat untuk pergerakan sedimen yang berupa pasir maupun lempung pada
kondisi aliran langgeng maupun tak langgeng, dengan asumsi kecepatan dan arah
aliran dapat dianggap seragam pada seluruh kedalaman.
Dalam pemodelan hidrodinamika dan sedimentasi ada beberapa tahapan pekerjaan yang
perlu dilakukan dengan urutan tertentu. Dimulai dengan pembuatan mesh (grid perhitungan
numerik), kemudian masukan data elevasi muka air, serta parameter Viskositas Eddy dan
nilai Manning untuk menjalankan RMA2. Solusi hidrodinamika yang didapatkan dari RMA-2
beserta data sedimen digunakan sebagai data masukan untuk menjalankan SED-2D.
Dengan menjalankan SED-2D didapatkan batimetri baru akibat pergerakan sedimen.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan simulasi arus adalah sebagai berikut :
1) Membuat mesh atau grid.
Mesh yang dibuat tidak perlu memiliki keteraturan dalam bentuk elemen yang satu
dengan yang lainnya, jadi lebih bersifat bebas. Dari grid yang kita buat dapat dibentuk
berbagai macam elemen.
2) Membuat data inputan dan syarat batas.
Data masukan yang pertama adalah kedalaman di setiap node, dimasukkan secara
manual. Program akan melakukan interpolasi untuk menghitung kedalaman pada node
yang berada di “badan” sisi elemen. Syarat batas yang dibutuhkan pada pemodelan ini
adalah pasang surut. Pasang surut dimasukkan pada barisan grid di sisi yang berada di
laut. Pada pekerjaan ini, sisi laut yang merupakan satu-satunya kondisi batas yang
memberikan pengaruh terhadap lokasi yang ditinjau, diberi kondisi batas berupa
perubahan elevasi muka air dinamis yang mewakili pasang surut.
Selain kondisi batas ditentukan juga sifat material untuk keseluruhan mesh secara
global. Sifat material yang ditentukan adalah koefisien pertukaran turbulen (Eddy
Viskosity, E) dan koefisien kekasaran Manning, n. Koefisien pertukaran turbulen dan
koefisien kekasaran Manning menentukan sifat dari suatu material.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-72
Data masukan lainnya adalah lamanya simulasi yang akan dijalankan. Simulasi arus
dan sedimen ini pada umumnya dilakukan untuk jangka waktu yang cukup lama, dalam
pekerjaanini diambil dua tahun.
3) Menjalankan GFGEN.
GFGEN dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap bentuk geometri serta data
masukan yang sudah dibuat agar dapat dibaca dan dipergunakan oleh modul lain dalam
program ini. GFGEN inilah yang akan menentukan urutan solusi elemen yang akan
digunakan selama simulasi. Jika akan dilakukan simulasi secara bertahap, maka
GFGEN harus selalu dijalankan untuk setiap file geometri yang telah berubah.
4) Menjalankan RMA-2.
Setelah semua langkah di atas dilakukan, maka langkah berikutnya adalah menjalankan
modul RMA2.
5) Plot kecepatan dan arah arus.
Hasil simulasi ini ditampilkan untuk kondisi pasang dan kondisi surut.
Prosedur pemodelan arus secara umum dirangkum dalam sebuah bagan alir yang dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-73
Membuat Grid Mesh UntukKawasan Studi
Menentukan Kondisi Batas UntukKawasan Studi
Input Data
Koefisien Kekasaran Manning (n)Koefisien Pertukaran Turbulensi (e)Temperatur Air, Kontrol Model, dll
Run Hidrodinamika
Output
Perubahan Elevasi Muka AirArah dan Besar Arus
Kalibrasi
Output Akhir
Perubahan Elevasi Muka AirArah dan Besar Arus
Berhasil
Tidak Berhasil
Gambar 3.36 Bagan Alir Simulasi Arus.
Untuk membuat pemodelan arus yang terjadi, dibutuhkan data-data yang mempengaruhi
karakteristik perilaku arus di lokasi tersebut. Data yang digunakan dalam pemodelan
hidrodinamika ini merupakan data sekunder antara lain adalah :
1. Batimetri Perairan
Peta batimetri yang digunakan berasal dari hasil survei batimetri yang telah
dilaksanakan untuk kondisi eksisting dan pasca desain.
2. Data Pasang Surut
Data pasang surut (pasut) diperoleh dari pengamatan lapangan. Dari data yang
diperoleh dapat dilihat bahwa untuk Pantai Singkil, dari hasil pengamatan, tipe pasang
pasang surut yang ada adalah pasang surut campuran condong ke semidiurnal artinya
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-74
dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan perioda yang
berbeda.
3. Grid Pemodelan (Mesh)
Mesh yang dibuat kemudian diberi kondisi batas yang menggambarkan kondisi
lapangan. Sisi laut yang merupakan satu-satunya boundary condition (BC) yang
memberikan pengaruh terhadap lokasi yang ditinjau, diberi kondisi batas berupa
perubahan elevasi muka air dinamis yang mewakili pasang surut. Seluruh grid
pemodelan, baik untuk kondisi eksisting maupun kondisi pasca desain dapat dilihat pada
gambar–gambar berikut ini.
Selain kondisi batas ditentukan juga sifat material untuk keseluruhan mesh secara
global. Sifat material yang ditentukan adalah koefisien pertukaran turbulen (Eddy
Viskosity, E) dan koefisien kekasaran Manning, n yang memiliki harga E = 5000 N
det/m2 dan n = 0,10.
Gambar 3.37 Contoh Tampilan Analisa Hidrodinamik Perairan Menggunakan Software SMS 08.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-75
3.4.8 Pengolahan Data Hasil Survey Geologi Teknik dan Mekanika Tanah
Pengolahan data hasil survey geologi teknik dan mekanika tanah dilakukan di laboratorium.
Analisa ini dilaksanakan guna mendapatkan parameter-parameter tanah yang merupakan
salah satu parameter desain struktur. Uji di laboratorium mekanika tanah yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut :
Uji sifat fisik tanah (Index Properties), dari uji ini diperoleh besarnya spesific gravity
(GS), berat jenis tanah (), dan kadar air (W). Parameter-parameter ini digunakan
dalam analisis daya dukung tanah dan analisis stabilitas lereng.
Uji Atterberg, dari uji ini diperoleh batas plastis dari sampel tanah.
Uji triaksial, dari uji ini diperoleh parameter kuat geser tanah berupa sudut geser ()
dan kohesi (C) tanah.
Parameter- parameter tersebut digunakan antara lain dalam analisis stabilitas lereng. Dalam
analisis stabilitas lereng akan dilakukan analisis dengan parameter kuat geser undrained
dan drained. Parameter undrained digunakan di dalam analisis untuk kondisi pembebanan
short term atau saat konstruksi sedang berlangsung, sebaliknya parameter drained
digunakan di dalam analisis untuk kondisi pembebanan long term atau saat konstruksi telah
selesai. Biasanya dalam analisis undrained ini dilakukan pada muka air surut dan muka air
tanahnya rendah, dan sebaliknya pula dalam analisis drained dilakukan pada muka air tinggi
dan muka air tinggi pula. Dari kedua analisis ini akan diperoleh kemiringan lereng yang
diijinkan sehingga tidak terjadi keruntuhan.
3.4.9 Pengolahan Data Hasil Survey Sosial Ekonomi
Data-data hasil survey sosial ekonomi masyarakat antara lain berupa data kependudukan,
kondisi sosial masyarakat daerah studi, kondisi perekonomian daerah studi, RUTR dan
kebijakan pemerintah mengenai daerah studi diolah untuk selanjutnya dijadikan bahan
masukan bagi perencanaan sistem pengamanan pantai pada daerah studi.
3.5.3.5. PERENCANAAN SISTEM PENGAMANAN PANTAIPERENCANAAN SISTEM PENGAMANAN PANTAI
Guna pengamanan pantai pada lokasi studi perlu dibuat sistem pengamanan pantai yang
komprehensip. Sistem pengamanan pantai yang komprehensip meliputi pengamanan pantai
secara struktural keras (hard structure) dan struktur lunak (soft structure). Hal tersebut perlu
dilakukan mengingat sistem pengamanan pantai secara hard structure walaupun
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-76
diperkirakan bisa memperoleh hasil yang lebih cepat dari sistem pengamanan soft structure
tetapi sedikit banyak akan berdampak terhadap lingkungan sekitar. Adapun sistem
pengamanan soft structure adalah sebaliknya. Sehingga dengan adanya perpaduan
pemakaian pola pengamanan tersebut, diharapkan memperoleh hasil yang optimal dan tidak
berdampak besar terhadap lingkungannya. Dalam perencanaan sistem ini juga perlu
didesain lay out dari sistem pengamanan rencana
Pantai adalah merupakan suatu jalur pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat areal
pantai mencapai batas dimana pengaruh-pengaruh penomena laut seperti pasang surut,
intruksi air asin dan pengaruh rayapan gelombang masih ada, sedangkan ke arah laut
mencapai suatu batas dimana pengaruh fenomena darat seperti angkutan sedimen dan
debit sungai masih ada.
Mengingat sulitnya untuk menentukan batas arah darat dan laut yang tepat, maka dalam
suatu studi khususnya untuk usaha pengamanan pantai, ke arah darat mencapai jarak
antara 100 - 200 m untuk pantai yang datar dan untuk pantai perbukitan mencapai lokasi
tinggi rayapan yang diperkirakan ± 5 m dari muka air tinggi. Ke arah laut dibatasi pada lokasi
perairan dalam yang ditandai dengan suatu kedalaman d = 1/2 kali panjang gelombang
perairan dalam (Lo). Pada (Gambar 4.1 dan 4.2) disajikan jalur pantai sesuai dengan uraian
diatas.
Dua permasalahan yang paling banyak terjadi di pantai adalah erosi dan sedimentasi. Kedua
permasalahan tersebut terjadi akibat tidak adanya keseimbangan antara suplay dan
kapasitas angkut sedimen. Terjadi permasalahan erosi, apabila suplay sedimen lebih kecil
dari kapasitas angkutnya, sementara permasalahan sedimentasi terjadi apabila suplay
sedimen lebih besar dari kapasitas angkutnya.
Faktor-faktor penyebab terjadinya erosi anatar lain :
Pengaruh adanya bangunan pantai kedap yang menjorok ke laut
Pengambilan material pantai dan sungai
Penebangan hutan bakau
Perubahan iklim gelombang
Pengaruh cuaca (hujan dan panas)
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-77
Permasalahan sedimentasi antara lain akibat adanya penggundulan hutan dan letusan
gunung berapi yang meningkatkan jumlah suplay sedimen ke sungai yang akhirnya diangkut
oleh sungai ke pantai. Sementara kapasitas angkutan sedimen tetap maka peningkatan
suplay sedimen dari sungai menyebabkan terjadinya proses sedimenatasi di pantai.
Gambar 3.39 Jalur Pantai Untuk Keperluan Studi Pengamanan Pantai Arah Tegak Lurus Garis Pantai (Pantai yang Datar).
Gambar 3.40 Jalur Pantai Untuk Keperluan Studi Pengamanan Pantai Arah Tegak Lurus Garis Pantai (Pantai yang Berbukit).
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-78
Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai sebagai dasar perencanaan dalam sistem
pengamanan yang digunakan untuk pengendalian erosi pantai, dengan :
perencanaan terumbu karang buatan (submerge break water),
perencanaan bangunan pantai seperti groin, jetty dan sea wall serta
perencanaan penanaman vegetasi
antara lain :
Pembangunannya dapat dilaksanakan dengan metoda kerja sesederhana mungkin
sehingga tanpa memerlukan peralatan khusus.
Bahan-bahan yang digunakan semaksimal mungkin merupakan bahan produksi dalam
negeri.
Biaya pembangunan dapat ditekan seminimal mungkin tanpa mengorbankan mutu
bangunan serta jenis vegetasi yang disyaratkan.
Memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan.
Salah satu variabel yang sangat penting dalam perencanaan pengendalian pencemaran
berupa terumbu karang buatan (submerge breakwater), seawall, groin, jetty dan penanaman
vegetasi adalah kondisi alam. Data-data kondisi alam yang penting dalam perencanaan ini
meliputi :
Kedalaman dasar laut yang disyaratkan (batimetri).
Kondisi pasang surut perairan di lokasi rencana.
Kecepatan dan arah arus dominan oleh pasang surut.
Parameter gelombang, dan proses perambatan gelombang, gelombang pecah, serta
arus yang dibangkitkan sepanjang garis pantai (longshore current)
Kondisi tanah.
Kondisi biologi laut serta vegetasi yang sesuai.
Variabel lain yang menentukan perencanaan terumbu karang buatan buatan (submerge
breakwater), seawall, groin, jetty dan penanaman vegetasi adalah :
1. Terumbu karang buatan :
Cukup kuat dan stabil dalam menghadapi hantaman gelombang.
Kemampuan sturktur terumbu karang buatan untuk meredam gelombang datang
yang baik.
Kemudahan dalam pemasangan dan pelepasannya serta kemungkinan penggunaan
material yang kondusif mampu memberi perlindungan dan mempercepat
pertumbuhan mahluk terumbu karang.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-79
Bentuk yang “baik”, memiliki banyak rongga yang memungkinkan sirkulasi arus
disekitar struktur terumbu karang buatan dan menciptakan lingkungan yang kaya
akan nutrisi bagi makhluk karang.
2. Bangunan Pantai (Seawall, revetment, groin, jetty, krib dll)
Cukup kuat dan stabil dalam menghadapi hantaman gelombang.
Kemampuan sturktur untuk melindungi pantai dari hantaman gelombang datang yang
baik, serta kemampuan untuk menahan abrasi dengan mereduksi angkutan sedimen
sejajar pantai.
Kemudahan dalam pemasangan dan pelepasannya serta kemungkinan penggunaan
material yang kondusif mampu memberi perlindungan terhadap pantai.
Bentuk yang “baik”, sehingga masih memungkin tidak terputusnya ekositem mahluk
kecil yang hidup di pesisir.
3. Green Belt (vegetasi atau mangrove)
Struktur pelindung bibit mangrove yang ditanam cukup stabil dalam menghadapi
hantaman gelombang.
Setelah beberapa tahun diharpakan struktur serta density pepohonan mangrove
melindungi pantai dari hantaman gelombang datang yang baik, serta kemampuan
untuk menahan abrasi dengan menjebak sedimen.
Kemudahan dalam penanaman serta pengadaan bibit.
Bentuk yang “baik”, sehingga dapat dihuni oleh biota, burung dalam menjaga
ekosistem hutan mangrove.
Perencanaan sistem pengamanan pantai ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
A. Identifikasi permasalahan serta pembuatan alternatif sistem pengamanan
Setelah pengolahan dan analisis data dilakukan, akan dapat dilakukan identifikasi
masalah yang terjadi di lokasi pekerjaan penelitian dan perencanaan ini. Selanjutnya
dilakukan penelitian pengembangan layout terumbu karang buatan, bangunan pantai
serta desain greenbelt, serta implikasi dari dari masing-masing alternatif
pengembangan. Implikasi yang dikaji terutama adalah pola hidrolik dalam kaitannya
dengan pengendalian erosi pantai.
B. Pemilihan Alternatif
Dari berbagai alternatif yang terkumpul, baik alternatif layout bangunan maritim, jenis
struktur bangunan pantai, sarana penunjang yang diperlukan, beserta implikasi dari
masing-masing alternatif, selanjutnya dikeluarkan rekomendasi layout definitif. Pemilihan
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-80
alternatif terutama didasarkan pada kondisi sehubungan dengan keterbatasan lahan
yang ada.
3.6.3.6. DESAIN RINCI BANGUNAN PENGAMAN PANTAI (HARD STRUCTURE)DESAIN RINCI BANGUNAN PENGAMAN PANTAI (HARD STRUCTURE)
3.6.1 Prinsip Kerja Bangunan Pantai
Dalam menentukan struktur pengaman erosi pantai yang sesuai untuk kawasan pantai,
selain faktor dominan penyebab erosi pantai, jenis pantai, kondisi geologi, dan kondisi Hidro-
Oceanografi, maka kesesuaian dan ketersediaan bahan bangunan di daerah ini sangatlah
penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan. Dalam rangka upaya membuat
perencanaan perlindungan pantai ini ada beberapa pendekatan antara lain:
1. Mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai dengan bangunan pemecah
gelombang lepas pantai.
2. Memperkuat tebing pantai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang (dengan
bangunan revertmentt atau sea wall).
3. Mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai (dengan pembangunan Groin atau Krib).
4. Menambah suplai sedimen ke pantai (dengan cara sand by passing atau beach
norishment).
3.6.2 Jenis Bangunan Pantai
Sesuai dengan fungsinya, terdapat berbagai macam jenis bangunan pengaman pantai
dengan konsep pengamanan abrasi pantai yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik
masing-masing. Bangunan pengaman pantai tersebut dapat difungsikan sendiri-sendiri
ataupun dilakukan pemakaian kombinasi antara dua jenis atau lebih bangunan pengaman
pantai.
Bangunan-bangunan pengamanan pantai yang umum dibuat di Indonesia antara lain
Tembok Laut
Revertment
Krib
Tanggul Laut
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-81
A. TEMBOK LAUT
Tembok laut merupakan struktur
yang masif dari pasangan batu atau
beton, melindungi tebing pantai
secara langsung terhadap hempasan
gelombang dihuat pada lokasi pantai
berlumpur maupun berpasir. Tembok
laut dibuat apabila garis pantai
berada dekat sekali dengan sarana
dan prasarana pantai, dengan jumlah
material pantai seperti pasir dan kerikil yang sangat sedikit sehingga pembuatan bangunan
pengamanan pantai yang lain seperti
krib yang akan mengakibatkan
adanya bagian pantai yang tererosi
akan dapat merusakkan sarana dan
prasarana yang ada. Tembok laut
perlu dilengkapi dengan saluran
drainase, lapisan filter dan pelindung
kaki. Tembok laut berfungsi juga
sebagai penahan tanah tebing pantai
di belakang tembok.
B. DINDING PANTAI DAN REVETMEN
Dinding pantai atau revertment adalah
bangunan yang memisahkan daratan
dan perairan pantai yang terutama
berfungsi sebagai pelindung pantai
terhadap erosi dan limpasan
gelombang (overtopping) ke darat.
Daerah yang dilindungi adalah daratan
tepat di belakang bangunan.
Permukaan bangunan yang menghadap arah datangnya gelombang dapat berupa sisi
vertikal atau miring. Dinding pantai biasanya berbentuk dinding vertikal sedangkan
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-82
Tembok Laut dari Pasangan Batu di Pantai Utara Bali
Tembok Laut dari Susunan Buis Beton di Pantai Pangandaran Jawa Barat
Revertment dari Blok Beton Kubus Berlubang
di Pantai Eretan Jawa Barat
revertment mempunyai sisi miring.
Bangunan-bangunan ini ditempatkan
sejajar atau hampir sejajar dengan
garis pantai dan bisa terbuat dari
pasangan batu, beton tumpukan pipa
(buis) beton, turap, kayu atau
tumpukan batu.
Dalam perencanaan dinding pantai
atau revertment perlu ditinjau fungsi
dan bentuk bangunan, lokasi, panjang, tinggi, stabilitas bangunan dan tanah pondasi, elevasi
muka air baik di depan maupun di belakang bangunan, ketersediaan bahan bangunan dan
sebagainya. Fungsi bangunan akan menentukan pemilihan bentuk permukaan bangunan
berupa bangunan berbentuk sisi tegak, miring, lengkung atau bertangga.
Seperti telah dijelaskan bahwa salah satu fungsi utama dinding pantai adalah menahan
terjadinya limpasan gelombang. Air yang melimpas di belakang bangunan akan terinfiltrasi
melalui permukaan tanah dan mengalir kembali ke laut. Apabila perbedaan elevasi muka air
di belakang dan di depan bangunan cukup besar dapat menimbulkan kecepatan aliran cukup
besar yang dapat menarik butiran tanah di belakang dan pada pondasi bangunan (piping).
Keadaan ini dapat mengakibatkan rusak/runtuhnya bangunan. Penanggulangan dari
keadaan tersebut dapat dilakukan dengan membuat elevasi puncak bangunan cukup tinggi
sehingga tidak terjadi limpasan, di belakang bangunan dilindungi dengan lantai beton atau
aspal dan dilengkapi dengan saluran drainase atau dengan membuat kosntruksi yang dapat
menahan terangkutnya butiran tanah/pasir misalnya geotekstil yang berfungsi sebagai
saringan.
Selain beberapa parameter
perencanaan di atas, untuk
perencanaan dinding pantai perlu
diperhatikan kemungkinan terjadinya
erosi di kaki bangunan. Kedalaman
erosi yang terjadi tergantung pada
bentuk sisi bangunan, kondisi
gelombang dan sifat tanah dasar.
Untuk melindungi erosi tersebut maka
pada kaki bangunan ditempatkan batu
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-83
Revertment dari Susunan Batu Kosong
di Pantai Tanawangko Sulawesi Utara
Revertment dari Susunan Tiang Pancang di Bali
(Dilihat Dari Atas)
pelindung. Selain itu pada bangunan sisi tegak harus dibuat turap yang dipancang di bawah
bangunan. Kedalaman erosi maksimum terhadap tanah dasar asli adalah sama dengan
tinggi gelombang maksimum yang mungkin terjadi di depan bangunan.
Seperti tembok laut maka revertment
dapat dibuat pada pantai berpasir
maupun pantai berlumpur. Revertment
merupakan struktur yang merupakan
tidak masif, terdiri dari unit-unit kecil.
Lapisan luar yang langsung terhempas
gelombang disebut armor, disusun
membentuk kemiringan 1 : 1,5, 1 : 2
atau 1 : 3. Armor dapat dibuat dari
susunan batu kosong atau dari blok-
blok beton. Blok-blok beton yang telah banyak dikenal di Indonesia adalah kubus dan
tetrapod. Dibelakang lapisan armor dipasang lapisan pengisi. Alternatif lain revertment
adalah revertment susunan tiang pancang beton. Tiang-tiang beton berbentuk L, dipasang
dengan kemiringan tertentu (1 : 1 atau 1 : 1/5). Dibelakang susunan tiang beton dipasang
lapisan pengisi dari susunan batu kosong. Dikaki tiang pancang dipasang struktur pondasi
dari rangka besi yang diisi batu kosong. Bagian flens tiang pancang dipasang masuk ke
lapisan pondasi. Pada bagian atas tiang beton dipasang balok beton kepala (concrete cap)
sejajar pantai yang menyatukan tiang-tiang pancang menjadi satu kesatuan. Setiap jarak
dua meter dipasang balok melintang (tegak lurus balok memanjang) sebagai pengikat.
Dibelakang struktur dipasang pasangan batu dan balok beton memanjang untuk mengikat
balok beton melintang. Seperti juga tembok laut maupun revertment, dikaki susunan tiang
pancang perlu dipasang struktur pelindung kaki dari susunan batu kosong.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-84
Revertment dari Susunan Tiang Pancang di Bali
(Dilihat Dari Atas)
C. GROIN ATAU KRIB
Groin atau Krib adalah bangunan
pelindung pantai yang biasanya dibuat
tegak lurus pantai dan berfungsi untuk
menahan transpor sedimen sepanjang
pantai sehingga bisa
mengurangi/menghentikan erosi yang
terjadi.
Perlindungan pantai dengan
menggunakan satu buah Groin atau Krib tidak akan efektif. Biasanya perlindungan pantai
dilakukan dengan membuat suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa Groin atau Krib
yang ditempatkan dengan jarak tertentu. Dengan menggunakan satu sistem Groin atau Krib
perubahan garis pantai yang terjadi
tidak terlalu besar. Mengingat transpor
sedimen sepanjang pantai terjadi di surf
zone, maka Groin atau Krib akan efektif
menahan sedimen apabila bangunan
tersebut menutup seluruh lebar surf
zone dengan kata lain panjang Groin
atau Krib sama dengan lebar surf zone.
Tetapi bangunan seperti itu dapat
mengakibatkan suplai sedimen ke
daerah hilir terhenti sehingga mengakibat erosi yang besar di daerah tersebut. Garis pantai
di sebelah hulu dan hilir bangunan berubah secara mendadak dengan perubahan yang
sangat besar. Oleh karena itu
sebaiknya masih memungkinkan
terjadinya suplai sedimen ke daerah
hilir, yaitu dengan membuat Groin atau
Krib yang tidak terlalu panjang dan
tinggi. Pada umumnya panjang Groin
atau Krib adalah 40 sampai 60 persen
dari lebar rerata surf zone dan jarak
antara Groin atau Krib antara satu
sampai tiga kali panjang Groin atau Krib.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-85
Krib Berbentuk T di Bali
Krib Berbentuk T di Manado
Krib Tegak Lurus di Pantai Sanur Bali
Groin atau Krib dapat dibedakan
menjadi beberapa tipe, yaitu tipe lurus,
tipe T dan tipe L seperti yang
ditunjukkan pada Gambar. Menurut
konstruksinya, Groin atau Krib dapat
berupa tumpukan batu, caisson beton,
turap, tiang yang dipancang berjajar
atau tumpukan buis beton yang di
dalamnya diisi beton.
Krib tegak lurus pantai berfungsi mengendalikan erosi akibat adanya gangguan angkutan
sedimen menyusur pantai. Krib sejajar pantai berfungsi mengendalikan terjadinya proses
erosi akibat gangguan angkutan sedimen tegak lurus pantai maupun menyusur pantai. Krib
berbentuk T berfungsi mengendalikan proses erosi akibat angkutan munyusur pantai
maupun tegak lurus pantai. Pada pantai-pantai dengan sistim krib berbentuk T akan
merupakan komponen pantai yang disebut kantong pantai (pocket beach) dan menjadikan
pantai dalam kondisi stabil statis (static equilibrium). Dengan adanya krib-krib maka garis
pantai akan mengalami perubahan seperti terlihat pada (Gambar) disajikan contoh bangunan
pengamanan pantai tipe krib.
Gambar 3.41 Beberapa Tipe Groin atau Krib.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-86
Tipe Lurus
Gelombang
Dominan
Gelombang
Tipe T
Dominan
Gelombang
Tipe L
Dominan
Krib Sejajar di Pantai Sanur Bali
Gambar 3.42 Bentuk Garis Pantai setelah Pemasangan Krib
(Krib Tegak Lurus Pantai).
Gambar 3.43 Bentuk Garis Pantai setelah Pemasangan Krib
(Krib Sejajar Pantai).
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-87
Gambar 3.44 Bentuk Garis Pantai setelah Pemasangan Krib
(Krib Berbentuk T).
D. JETTY
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi muara sungai
yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai. Pada
penggunaan muara sungai sebagai alur pelayaran, pengendapan di muara dapat
mengganggu lalu lintas kapal. Untuk keperluan tersebut jetty harus panjang sampai
ujungnya berada di luar gelombang pecah. Dengan jetty panjang transpor sedimen
sepanjang pantai dapat tertahan dan pada alur pelayaran kondisi gelombang tidak pecah
sehingga memungkinkan kapal masuk ke muara sungai.
Selain untuk melindungi akur pelayaran, jetty juga dapat digunakan untuk mencegah
pendangkalan di muara dalam kaitannya dengan pengendalian banjir. Sungai-sungai yang
bermuara pada pantai berpasir dengan gelombang cukup besar sering mengalami
penyumbatan muara oleh endapan pasir. Penyumbatan atau penutupan ini sering terjadi
pada musim kemarau di mana debit sungai kecil sehingga tidak mampu mengerosi endapan
dan menyebabkan banjir di daerah sebelah hulu muara. Pada musim penghujan, air banjir
dapat mengerosi endapan sehingga sedikit demi sedikit muara sungai terbuka kembali.
Selama proses penutupan dan pembukaan kembali tersebut biasanya disertai dengan
membeloknya muara sungai dalam arah yang sama dengan arah transpor sedimen
sepanjang pantai.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-88
Secara garis besar, tipe-tipe jetty berdasarkan lokasi penempatannya dapat dibedakan
sebagai berikut:
a. Jetty panjang, apabila ujungnya berada di luar gelombang pecah. Tipe ini efektif untuk
menghalangi masuknya sedimen ke muara tetapi biaya konstruksinya sangat mahal.
b. Jetty sedang, di mana ujungnya berada antara muka air surut dan lokasi gelombang
pecah. Tipe ini dapat menahan sebagian transpor sedimen sepanjang pantai dan alur di
ujung jetty masih memungkinkan terjadinya endapan pasir.
c. Jetty pendek, di mana kaki ujung bangunan berada pada muka air surut. Fungsi
utamanya adalah menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran
pada alur yang telah ditetapkan untuk bisa mengerosi endapan sehingga pada awal
musim penghujan di mana debit besar (banjir) belum terjadi, muara sungai telah terbuka.
Gambar berikut, memberikan bentuk dari masing-masing bangunan di atas disertai dengan
perubahan garis pantai yang ditimbulkan.Jetty dapat juga dibuat dari tumpukan batu, beton,
tumpukan buis beton, turap dan sebagainya.
Gambar 3.45 Beberapa Tipe Jetty.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-89
Pecah
Jetty Panjang
Dominan
Qs
GelombangGaris Gelombang
Jetty Sedang
Qs
Gelombang
DominanGaris GelombangPecah
Garis AirSurut
Jetty Pendek
Garis Gelombang
Qs
Dominan
Gelombang
SurutGaris Air
Pecah
E. TANGGUL LAUT
Tanggul laut merupakan bangunan
pantai yang dibuat sejajar garis pantai,
terpisah dari daratan. Biasanya
tanggul laut diperlukan untuk
melindungi areal reklamasi. Tanggul
laut dapat dibuat dengan struktur tipe
rubble mound. Pada Gambar disajikan
contoh tanggul laut.
3.6.3 Teknis Perencanaan
Elevasi Struktur Bangunan
Elevasi puncak bangunan pengaman pantai tergantung pada limpasan (overtopping)
yang diijinkan. Elevasi puncak bangunan dihitung berdasarkan kenaikan (runup)
gelombang yang tergantung pada karakteristik gelombang, kemiringan bangunan,
porositas dan kekasaran lapisan pelindung.
Elevasi muka air tinggi (HHWL) akan dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan
elevasi struktur. Acuan untuk elevasi dasar struktur bagian bawah akan diperhitungkan
terhadap elevasi muka air terendah (LLWL). Sedangkan untuk elevasi puncak struktur
akan diperhitungkan terhadap elevasi muka air tertinggi (HHWL) ditambah tinggi
rayapan gelombang (runup) dan tinggi kebebasan dengan rumus sebagai berikut:
Et = HHWL + Runup + Free board
yang berakibat terganggunya fasilitas umum. Hasil dari perencanaan teknis ini
diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi pelaksanaan fisik konstruksi
selanjutnya.
Limpasan Gelombang (Overtopping)
Struktur bangunan pengaman pantai dapat direncanakan untuk dilimpasi gelombang,
terutama pada saat badai yang terjadi pada waktu air pasang tinggi. Air limpasan
gelombang tersebut dapat dialirkan kembali ke laut melewati bagian atas bangunan
(untuk Groin atau Krib, jetty, pemecah gelombang) atau membuat saluran drainase
yang berada di belakang bangunan (untuk revertment). Pemilihan struktur bangunan
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-90
Tanggul Laut dari Susunan Batu Kosong
Di Pantai Padang, Sumatera Barat
dapat dilimpasi atau tidak sangat tergantung dengan berbagai faktor di antara fungsi
bangunan dan estetika keberadaan bangunan yang bila struktur bangunan yang terlalu
tinggi, akan menghalangi pemandangan kearah laut.
Rayapan Gelombang (Run-up)
Struktur bangunan pantai juga harus mampu menahan gesekan air laut akibat adanya
rayapan gelombang air laut, terutama pada saat berlangsung badai atau akibat pasang
surut. Apabila gelombang bergerak menuju bangunan yang miring (dinding tembok laut
atau pemecah gelombang), sebagian dari momentum gelombang tersebut akan
dirubah menjadi gerakan air yang meluncur ke atas lereng, yang disebut rayapan
gelombang (wave run–up). Tinggi rayapan dapat didefinisikan sebagai elevasi vertikal
maksimum yang dapat dicapai oleh gerakan air yang meluncur ke atas lereng
bangunan, diukur dari muka air rata-rata (MSWL = Mean Sea Water level).
Gambar 3.46 Rayapan Gelombang (Run-nup) Gelombang.
Penentuan rayapan gelombang pada bangunan dilakukan dengan bantuan grafik runup
gelombang yang dapat dilihat pada Gambar untuk berbagai tipe material. Grafik
tersebut merupakan fungsi bilangan Irrabaren untuk berbagai jenis lapis lindung yang
mempunyai bentuk sebagai berikut:
Ir =
di mana :
Ir = bilangan Irrabaren
= sudut kemiringan sisi bangunan
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-91
H = tinggi gelombang di lokasi bangunan
L0 = panjang gelombang di laut dalam
Grafik ini juga dapat digunakan untuk menghitung run down (Rd) yaitu turunnya
permukaan air karena gelombang pada sisi bangunan.
Gambar 3.47 Grafik Perbandingan Run-Up dan Run-Down Relatif
untuk Berbagai Tipe Sisi Miring.
Batu Lapisan Pelindung Bangunan
Di dalam perencanaan bangunan pengamanan pantai dari konstruksi batu, perlu
ditentukan berat butiran batu pelindung yang dapat dihitung dengan menggunakan
rumus Hudson :
di mana:
W = berat butir batu pelindung
Wr = berat jenis batu
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-92
Hd = tinggi gelombang perencanaan
Sr = Wr/Ww; dimana Ww = berat satuan air = 1.025kg/m3
= kemiringan lereng breakwater
KD = koefisien stabilitas yang tergantung pada bentuk batu pelindung (batu alam
atau buatan), kekasaran permukaan batu, ketajaman sisi-sisinya, ikatan
antara butir dan keadaan pecahnya gelombang yang diberikan pada Tabel.
Tabel 3.1 Koefisien Stabilitas KD Untuk Berbagai Jenis Butiran
Lengan Bangunan Ujung (Kepala) Bangunan
No. Lapisan Lindung n Penempatan KD KD
Gelombang Gelombang Gelombang Gelombang
Pecah Tidak Pecah Pecah Tidak Pecah
1. Batu Pecah
Bulat Halus 2 Acak 1.2 2.4 1.1 1.9 1.5 - 3.0
Bulat Halus > 3 Acak 1.6 3.2 1.4 2.3 2.0
Bersudut Kasar 1 Acak 1.0 2.9 1.0 2.3 2.0
1.9 3.2 1.5
Bersudut Kasar Acak 2.0 4.0 1.6 2.8 2.0
1.3 2.3 3.0
Bersudut Kasar > 3 Acak 2.2 4.5 2.1 4.2 2.0
Bersudut Kasar 2 Khusus *3 5.8 7.0 5.3 6.4 2.0
Paralelepipedum 2 Khusus 7.0 - 20.0 8.5 - 24.0 - -
5.0 6.0 1.5
2. Tetrapod dan Quadripod 2 Acak 7.0 8.0 4.5 5.5 2.0
3.5 4.0 3.0
8.3 9.0 1.5
3. Tribar 2 Acak 9.0 10.0 7.8 8.5 2.0
6.0 6.5 3.0
4. Dolos 2 Acak 15.8 31.8 8.0 16.0 2.0
7.0 14.0 2.0
5. Kubus Dimodifikasi 2 Acak 6.5 7.5 - 5.0 *2
6. Hexapod 2 Acak 8.0 9.5 5.0 7.0 *2
7. Tribar 1 Seragam 12.0 15.0 7.5 9.5 *2
8. Batu Pecah (KRR) - Acak 2.2 2.5 - -
(Graded Angular)
Catatan:
n : jumlah susunan butir batu dalam lapis pelindung
*1 : penggunaan n = 1 tidak disarankan untuk kondisi gelombang pecah
*2 : sampai ada ketentuan lebih lanjut tentang nilai KD, penggunaan KD dibatasi pada kemiringan 1 : 1,5 sampai 1 : 3
*3 : batu ditempatkan dengan sumbu panjangnya tegak lurus permukaan bangunan
Kemiringan
Cot
Persamaaan di atas memberikan berat butir batu pelindung yang sangat besar. Untuk
mendapatkan batu yang sangat besar tersebut adalah sulit dan mahal. Guna
memperkecil harga pembangunan maka bangunan pantai dibuat dalam beberapa lapis.
Lapis terluar terdiri dari batu dengan ukuran seperti persamaan di atas sedangkan
pada lapisan di bawahnya diletakkan ukuran batu yang semakin kecil.
Bangunan pengaman pantai biasanya dibedakan dalam dua bagian, yaitu kepala dan
lengan bangunan. Kepala bangunan mempunyai panjang sekitar 15 m sampai 45 m
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-93
dari ujung bangunan. Panjang tersebut tergantung pada panjang bangunan dan elevasi
puncak ujung bangunan. Pada bagian kepala bangunan memerlukan berat butir batu
pelindung yang lebih besar daripada lengan bangunan. Hal ini mengingat bahwa
kepala bangunan menerima serangan gelombang dari berbagai arah sehingga pada
tabel di atas, nilai KD untuk bagian kepala bangunan lebih kecil daripada nilai di lengan
bangunan.
Lebar dan Tebal Puncak Bangunan
Lebar puncak juga tergantung pada limpasan yang diijinkan. Pada kondisi limpasan
yang diijinkan, lebar puncak minimum adalah sama dengan lebar dari tiga butir batu
pelindung yang disusun berdampingan (n = 3). Untuk bangunan tanpa terjadi limpasan,
lebar puncak bangunan bisa lebih kecil. Selain batasan tersebut, lebar puncak harus
cukup lebar untuk keperluan operasi peralatan pada waktu pelaksanaan dan
perawatan.
Lebar puncak bangunan pengaman pantai dapat dihitung dengan rumus berikut ini:
B = n.k.
di mana :
B = lebar puncak
n = jumlah butiran (nminimum = 3)
k = koefisien lapis (Tabel 4. 1)
W = berat butir batu pelindung
Wr = berat jenis batu pelindung
Kadang-kadang di puncak bangunan pengaman pantai terbuat dari dinding lapis beton
yang dicor di tempat. Lapisan beton ini mempunyai tiga fungsi, yaitu memperkuat
puncak bangunan, menambah tinggi puncak bangunan dan sebagai jalan untuk
perawatan.
Tebal lapis pelindung dan jumlah butir batu tiap satu luasan diberikan oleh rumus
berikut ini:
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-94
t = n.k.
N = A.n.k.
di mana :
t = tebal lapis pelindung
n = jumlah lapis batu dalam lapis pelindung
k = koefisien yang diberikan dalam Tabel 3.5
A = luas permukaan
P = porositas rerata dari lapis pelindung (%) yang diberikan dalam Tabel 3.5
N = jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A
W = berat butir batu pelindung
Wr = berat jenis batu pelindung
Tabel 3.2 Koefisien Lapis
Koef. Lapis Porositas(kD) P (% )
1. Batu Alam (halus) 2 Random (Acak) 1.02 382. Batu Alam (kasar) 2 Random (Acak) 1.15 373. Batu Alam (kasar) > 3 Random (Acak) 1.10 404. Kubus 2 Random (Acak) 1.10 475. Tetrapod 2 Random (Acak) 1.04 506. Quadripod 2 Random (Acak) 0.95 497. Hexapod 2 Random (Acak) 1.15 478. Tribar 2 Random (Acak) 1.02 549. Dolos 2 Random (Acak) 1.00 6310. Tribar 1 Seragam 1.13 4711. Batu Alam Random (Acak) 37
No. Batu Pelindung n Penempatan
Pondasi Tumpukan Batu dan Pelindung Kaki
Tumpukan batu dapat juga digunakan sebagai pondasi dan pelindung kaki bangunan
pengaman pantai. Sebagai pondasi, bangunan pengaman pantai dari blok beton,
caison atau buis beton ditempatkan di atas tumpukan batu. Sedangkan tumpukan batu
sebagai pelindung kaki ditempatkan di depan bangunan yang berfungsi melindungi
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-95
tanah pondasi terhadap gerusan akibat gelombang. Stabilitas bangunan tergantung
pada kemampuan pondasi terhadap erosi yang ditimbulkan oleh serangan gelombang-
gelombang besar. Gelombang rencana untuk menghitung berat batu pondasi dan
pelindung kaki sama dengan yang digunakan untuk perencanaan bangunannya.
Berat butir batu untuk pondasi dan pelindung kaki bangunan diberikan oleh persamaan
sebagai berikut :
di mana:
W = berat rerata butir batu (ton)
Wr = berat jenis batu (ton/m3)
H = tinggi gelombang rencana (m)
Sr = Wr/Ww; di mana Ww = berat satuan air = 1.025kg/m3
Ns = angka stabilitas rencana untuk pondasi dan pelindung kaki bangunan seperti
diberikan pada Gambar .
Gambar 4.48 Pondasi (a) dan Pelindung Kaki (b) dari Tumpukan Batu.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-96
Gambar 4.49 Angka Stabilitas Ns Untuk Pondasi dan Pelindung Kaki.
3.6.4 Stabilitas Struktur Bangunan
Struktur bangunan pengaman pantai perlu dilakukan perhitungan terhadap stabilitas
bangunan dan daya dukung tanah sehingga mampu memikul gaya luar, seperti gelombang
maupun gaya-gaya luar lainnya seperti adanya tekanan tanah.
Analisa Penurunan
Penurunan (settlement) dapat didefinisikan sebagai pergerakan vertikal dasar suatu
struktur yang dipengaruhi penambahan beban atau lainnya. Banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya penurunan, biasanya akibat penambahan beban pada tanah
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-97
sekitarnya, penimbunan, penurunan muka air tanah, getaran, berat konstruksi.
Besarnya penurunan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
S = Si + Sc + SS
di mana:
Si = penurunan segera (immediate settlement)
Sc = penurunan akibat konsolidasi pertama (primary consolidation settlement)
Sc = penurunan akibat konsolidasi (secondary consolidation settlement)
Harga Si jauh lebih kecil daripada harga SC dan waktu yang diperlukan juga lebih kecil
daripada waktu SC. Sedangkan SS merupakan tahapan kedua sesudah selesainya
penurunan pertama, waktu yang diperlukan SS sangat lama dan harga penurunannya
juga kecil.
Penurunan Segera (Immediate Settlement)
Penurunan langsung disebabkan karena pemampatan elastis tanah. Berdasarkan teori
elastis, besarnya penurunan (Si) dapat dihitung dengan rumus:
di mana
IS = faktor pengaruh bentuk pondasi yang harga bergantung pada B dan L
qo = gaya netto per unit luas (m’)
= angka poisson
ES = modulus kompresi atau elastisitas (Young’s Modulus)
L = panjang pondasi
B = lebar pondasi
Besaran-besaran yang dapat digunakan untuk analisa penurunan segera dapat dilihat
pada tabel-tabel berikut ini.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-98
Tabel 3.3 Harga IS Untuk Macam-macam Bentuk Pondasi
Jenis PondasiFaktor Pengaruh Bentuk Pondasi IS
Pusat Sudut Rata-rata
Bujursangkar 1,12 0,56 0,95 0,82
Lingkaran 1,00 0,64 0,85 0,88
Persegi L/B
1,50
2,00
5,00
10,00
100,00
1,36
1,53
2,10
2,52
3,38
0,68
0,77
1,05
1,26
1,69
1,20
1,31
1,83
2,25
2,96
1,06
1,20
1,7
2,20
3,40
Tabel 3.4 Parameter Elastis Berbagai Jenis Tanah
Jenis Tanah ES (kg/cm2)
Pasir :
Urai (lepas)
Setengah padat
Padat
Lanauan
0,20 – 0,40
0,25 – 0,40
0,30 – 0,45
0,20 – 0,40
100 – 250
175 – 280
350 – 575
100 – 175
Kerikil dan Pasir 0,15 – 0,35 700 – 1800
Lempung :
Lunak
Setengah padat
Padat
0,20 – 0,50
0,20 – 0,50
0,20 – 0,50
20 – 50
50 – 100
100 - 250
Penurunan Akibat Konsolidasi Pertama (Primary Consolidation Settlement)
Penurunan konsolidasi pertama adalah penurunan yang disebabkan pemampatan oleh
daya mampat lapisan tanah yang di bawah. Besarnya penurunan (SC) dalam cm,
ditentukan dengan rumus :
SC = mV.P.H
di mana
H = tebal tanah (m), atau
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-99
Nilai CC (indeks kompresi) diketahui dari pengujian laboratorium atau ditentukan dari
Liquid limit (batas cair) tanah jenis lempung umumnya yang mempunyai batas
kepekaan <4. Rumus indeks kompresi ditentukan sebagai:
CC = 0,009 (LL – 10)
Penurunan Akibat Konsolidasi Kedua (Secondary Consolidation Settlement)
Besarnya penurunan kedua dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
di mana
Hts = tebal lapisan tanah pada saat mulai konsolidasi kedua.
= Ht - Sc
Ht = tebal lapisan tanah.
SC = penurunan pertama konsolidasi.
t = waktu yang dibutuhkan untuk pemampatan kedua.
tp = waktu berakhirnya konsolidasi pertama.
C = koefisien konsolidasi kedua.
Analisa Daya Dukung dan Stabilitas Geser
Analisa daya dukung dilakukan untuk mempelajari kemampuan tanah dalam
mendukung beban struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan
tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan
geser yang dapat dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya. Analisa
daya dukung tanah dilakukan dengan menggunakan persamaan Terzaghi yang
diberikan sebagai berikut:
di mana:
c = kohesi tanah
= berat volume tanah
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-100
q = tekanan pada dasar pondasi
B = lebar pondasi
NC, Nq, N = faktor daya dukung Terzaghi yang dipengaruhi
Umumnya analisa daya dukung didasari pada analisa keruntuhan geser lokal (local
shear failure) dan keruntuhan geser umum (general shear failure) sehingga nilai faktor
daya dukung Terzaghi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.5 Nilai-nilai Faktor Daya Dukung Terzaghi
Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal
NC Nq N N’C N’q N’
0
5
10
15
20
25
30
34
35
40
45
48
50
5,7
7,3
9,6
12,9
17,7
25,1
37,2
52,6
57,8
95,7
172,3
258,3
347,6
1,0
1,6
2,7
4,4
7,4
12,7
22,5
36,5
41,4
81,3
173,3
287,9
415,1
0,0
0,5
1,2
2,5
5,0
9,7
19,7
35,0
42,4
100,4
297,5
780,1
1153,2
5,7
6,7
8,0
9,7
11,8
14,8
19,0
23,7
25,2
34,9
51,2
66,8
81,3
1,0
1,4
1,99
2,7
3,9
5,6
8,3
1,.7
12,6
20,5
35,1
50,5
65,6
0,0
0,2
0,5
0,9
1,7
3,2
5,7
9,0
10,1
18,8
37,7
60,4
87,1
Penentuan daya dukung tanah yang diijinkan untuk desain didasari atas besarnya
angka keamanan (FS) yang nilainya sekitar 3 (FS ijin = 3). Besarnya daya dukung tanah
untuk suatu struktur yang ada di atasnya dapat diperoleh menurut persamaan berikut.
di mana :
qu = daya dukung batas tanah
Pi = total tekanan yang bekerja pada tanah
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-101
Sedangkan kemampuan tanah untuk menahan gaya geser yang terjadi sebagai
berikut:
di mana:
Fri = total tegangan yang menahan geser tanah
Fi = total tegangan yang bekerja pada tanah
Analisa Stabilitas Guling
Analisa stabilitas guling dilakukan untuk melihat kemampuan struktur dalam menahan
beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengecekan stabilitas guling
dilakukan dengan mengecek angka keamanan struktur yang diberikan oleh persamaan
berikut ini.
di mana:
Mri = total momen yang menahan pengaruh guling
Mi = total momen yang bekerja pada tanah
3.7.3.7. ANALISIS EKONOMIANALISIS EKONOMI
Salah satu cara untuk analisis ekonomi adalah dengan cara analisis biaya manfaat (Cost
Benefit Analysis) atau CBA dan Cost Effectiveness. CBA mencoba melihat perhitungan dari
seluruh manfaat dan biaya dari satu alternative jenis konstruksi dan dibandingkan dengan
hal yang sama pada jenis konstruksi yang lain, dan benefit cost ratio yang tertinggi yang
akan dipilih. Dalam analisis ini alternatif yang akan dipilih adalah bilamana seluruh
keuntungan atau manfaat yang diperoleh melebihi biaya-biaya yang harus dikeluarkan
dimana B/C ratio lebih besar dari satu.
Karena seringkali sulit sekali menilai manfaat atau benefit dari suatu alternative atau proyek,
maka dipakai cara perhitungan lain yaitu cost effectiveness. Dalam perhitungan ini
dibandingkan berbagai alternative biaya yang timbul untuk mencapai suatu tujuan, kemudian
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-102
dipilih pengeluaran biaya yang rendah dilihat dari usaha pencapaian tujuan tersebut. Metode
ini lebih sering dipergunakan bila data dan dana yang tersedia untuk melakukan studi
terbatas.
Prinsip-prinsip dasar ABM, perlu diketahui dalam membuat analisa ABM agar perhitungan
analisis biaya manfaat dapat tepat diperhitungkan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Identifikasi pengambil keputusan, hal ini perlu
diketahui dengan pasti agar ukuran yang pasti dapat diperhitungkan.
2. Identifikasi berbagai alternatif jenis bangunan
pengaman pantai yang akan menjadi perbandingannya.
3. Identifikasi biaya untuk memperhitungkan biaya
dengan tepat dan rasional yang akan dipakai sebagai patokan pada perhitungan yang
akan dilakukan.
4. Identifikasi manfaat untuk menentukan besarnya
manfaat yang akan diperhitungkan secara tepat.
5. Transformasikan dampak ke dalam nilai moneter.
6. Memperhitungkan disounting dalam biaya dan
manfaat yang telah diperhitungkan.
7. Penafsiran hasil ABM dengan membadingkan
perhitungan biaya dan manfaat pada berbagai alternative kegiatan lain yan ditunjuk
sebagai pembanding.
Dalam pemberian nilai moneter pada biaya dan manfaat serta dalam transformasi dampak
ke dalam nilai moneter dalam ekonomi terdapat berbagai metode yang akan dipakai yaitu :
1. Metode perhitungan jumlah uang, dalam metode ini diperhitungkan
berapa jumlah uang yang akan dikeluarkan sebagai biaya pembangunan bangunan
pengaman pantai dan berapa nilai uang dari manfaat bangunan tersebut yang diperoleh.
2. Metode niai pasar atau metode nilai ganti dalam memperhitungkan
nilai pasar harus diperhitungkan surplus konsumen dan pajak.
3. Metode ekonometrik, yaitu manfaat terbangunnya bangunan
pengaman pantai misalnya akan menaikkan nilai jual tanah, naiknya harga pangan yang
dapat digambarkan dengan fungsi sbb: P = f(X11, X21, ……Xni)
4. Metode survey, yaitu dengan cara menanyakan kepada para
responden mengenai nilai dari biaya manfaat yang diperoleh.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-103
Rumus dari B/C ratio adalah sebagai berikut :
3.8.3.8. KAJIAN LINGKUNGANKAJIAN LINGKUNGAN
Kajian lingkungan dalam studi ini pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk
mengeliminir dampak negative terhadap lingkungan dari rencana pembangunan system
pengamanan pantai serta untuk menjaga fungsi lingkungan hidup yang mencakup aspek
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan
pengendalian lingkungan hidup.
Dengan adanya kajian lingkungan dalam pekerjaan ini maka diharapkan bisa :
1. Menghilangkan/menurunkan potensi sumber dampak negatif.
2. Memberikan perlakuan terhadap dampak negatif, agar potensi menurun.
3. Melindungi komponen lingkungan yang akan terkena pengaruh dampak
negatif.
3.9.3.9. PELAPORANPELAPORAN
Sebagai pertanggung jawaban dari pekerjaan ini maka Konsultan akan membuat laporan
pekerjaan yang berupa :
1. Laporan Pendahuluan
Laporan ini berisikan mengenai hasil survey pendahuluan, kegiatan pengumpulan data
awal serta rencana kerja selanjutnya. Laporan ini diserahkan kepada Direksi Pekerjaan
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-104
untuk selanjutnya didiskusikan/presentasikan oleh Konsutlan guna mendapatkan
masukan bagi langkah-langkah kegiatan selanjutnya.
2. Laporan Bulanan
Pada setiap akhir bulan atau awal bulan selanjutnya Konsultan akan melaporakan
kemajuan pekerjaan yang telah dilaksanakannya kepada Direksi Pekerjaan dalam
bentuk Laporan Bulanan.
3. Laporan Interim
Dalam laporan ini Konsultan akan melaporakan hasil pekerjaan yang telah dilakukannya
hingga pekerjaan analisa data lapangan selesai, termasuk analisis hidrodinamika dan
sedimentasi/perubahan garis pantai. Selain itu dalam laporan ini akan dibahas juga
mengenai rencana sistem pengamanan pantai dan kriteria desain bangunan
pengamanan pantai.
4. Laporan Draft Final
Laporan ini terdiri atas laporan-laporan :
a. Laporan Utama
Laporan ini berisikan mengenai hasil pekerjaan seluruhnya yang telah dilakukan oleh
Konsultan. Laporan ini selanjutnya akan didiskusikan/dipresentasikan oleh Konsultan
guna penyempuranaan hasil pekerjaan.
b. Gambar Rencana/Desain (dalam ukuran Kertas HVS ukuran A3)
c. Laporan Penunjang
Laporan ini merupakan laporan yang berisikan mengenai hasil survey lapangan yang
telah dilaksanakan oleh Konsultan, yang terdiri atas:
- Survey Topografi - Bathimetri
- Survey Hidro – Oceanografi
- Survey Geologi Teknik/Mekanika Tanah
- Survey Sosial Ekonomi dan Lingkungan
5. Laporan Final
Laporan ini terdiri atas laporan-laporan :
a. Laporan Utama
Laporan ini merupakan hasil dari penyempuranaan Laporan Utama dari Draft Final
yang telah didiskusikan/dipresentasikan
b. Ringkasan Eksekutif
Laporan ini pada dasarnya merupakan ringaksan dari Laporan Utama
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-105
c. Nota Desain
Konsultan juga akan menyerahkan perhitungan-perhitungan desain bangunan
pengaman yang direncanakan dalam bentuk Nota Desain.
d. Rencana Anggaran Biaya
Laporan ini berisikan mengenai hasil perhitungan volume pekerjaan dan rencana
anggaran biaya konstruksi dari bangunan pengaman pantai yang direncanakan.
e. RKS Teknis dan Adminsitrasi
Laporan ini berisikan mengenai spesifikasi/syarat-syarat teknis pengerjaan konstruksi
dari bangunan pengaman pantai yang telah direncanakan
f. Gambar Desain/Rencana (dalam bentuk kertas kalkir ukuran A1
dan cetak birunya)
3.10.3.10. DISKUSI / PRESENTASIDISKUSI / PRESENTASI
Guna mendapatkan hasil pekerjaan yang optimal dan sesuai harapan, maka Konsultan akan
melakukan kegiatan diskusi yang periodik maupun yang tidak periodek. Kegitan diskusi yang
periodik tersebut berupa :
a. Kegiatan diskusi/presentasi Pendahuluan
b. Kegiatan diskusi/presentasi Interim
c. Kegiatan diskusi/presentasi Akhir
Kegiatan diskusi/presentasi tersebut akan melibatkan Konsultan dengan pihak pemberi
kerja (Pengguna Jasa dan Direksi Pekerjaan) maupun pihak-pihak terkait lainnya.
Adapun kegiatan diskusi yang tidak periodik adalah kegiatan diskusi yang tidak terjadwal
atau sewaktu-waktu dengan pihak Direksi Pekerjaan atau biasa disebut dengan asistensi.
LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI
3-106