Download - Laporan TPP Bebuahan
Laporan Praktikum Hari,Tanggal:Senin, 11 Maret 2013
Teknik Penyimpanan dan Dosen :Dr. Endang Warsiki, S.Tp, M.Si
Penggudangan Golongan : P2
Asisten :
1. Ariska Duti Lina (F34090101)
2. Dimas Hendryanto (F34090135)
PENYIMPANAN BEBUAHAN UTUH
Oleh:
Aryosan Tetuko Haryono (F34110032)
Riki Agusetiawan (F34110039)
M. Basyir Utomo (F34110055)
DEPARTEMAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2013
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produk pasca panen hortikultura segar sangat mudah mengalami kerusakan
fisik akibat berbagai penanganan yang dilakukan. Kerusakan fisik ini terjadi
secara fisik-morfologis. Pada umumnya produk hortikultura segar mengandung
kadar air yang tinggi yakni antara 85-98%. Sehingga benturan, gesekan dan
tekanan yang sekecil apapun dapat menyebabkan kerusakan yang dapat langsung
dilihat secara kasat mata ataupun tidak terlihat pada saaat aktivitas fisik tersebut
terjadi.
Selain kerusakan fisik, kerusakan pada produk hortikultura ini juga
disebabkan oleh mikroorganisme yang menyebabkan nilai susut yang tinggi.
Mikroorganisme patogenik yang berada di dalam produk belum berkembang
selama pertumbuhan melainkan masih terdapat pada tanaman induknya dan
melakukan pertumbuhan dan perkembangan setelah panen (infeksi laten). Bila
terjadi kerusakan mekanis ataupun kemunduran fisiologis pada produk, maka
mikroorganisme patogenik akan tumbuh dan berkembang menyebabkan
pembusukan. Produk pasca panen buah segar umumnya juga masih melakukan
aktivitas metabolisme penting yaitu respirasi. Aktivitas respirasi berlangsung
untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pasca panennya.
Oleh karena itu dalam industri dibutuhkan suatu penanganan khusus dan tepat
untuk mencegah terjadinya kerusakan baik fisik, kimia, maupun biologis. Melalui
bidang ilmu penyimpanan ini akan mempelajari cara-cara penanganan yang benar
akan produk pasca panen hortikultura khususnya pada komoditi buah tomat dan
buah jeruk.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan unutk mengidentifikasi pengaruh kemasan, pengaruh
suhu, dan pengaruh penanganan pra penyimpanan terhadap perubahan mutu
bebuahan selama penyimpanan, serta menentukan kondisi penyimpanan yang
sesuai untuk komoditi bebuahan
BAB IIMETODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan,
penetrometer, pH meter, mortar, corong, tabung erlenmeyer, kapas penyaring dan
colourtech. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini
meliputi buah jeruk, buah tomat, dan juga kemasan plastik (HDPE, LDPE, dan
LDPE yang masing-masing diberi lubang berjarak 5cm).
2.2 Metode
Diamati parameter : susut bobot, perubahan warna, kekerasan, pH buah, sensori, kadar vit.c, pertumbuhan mikroorganisme, dan tanda-tanda fisiologis.
Pengamatan mutu dilakukansetiap 2 hari sekali selama 2 minggu atau sampai buah rusak
Dilakukan juga kontrol (tanpa dikemas)
Disimpan di suhu ruang
Buah dikemas dengan plastik (HDPE, kantong plastik LDPE yang diberi lubang berjarak 5 cm, dan kantong plastik LDPE
Dilakukan penanganan pra penyimpanan (pencucian dengan air mengalir, pencucian dengan larutan detergen, dan tanpa pencucian)
Buah utuh disiapkan dengan ukuran yang sama untuk setiap jenis
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
Buah-buahan dikenal sebagai hasil pertanian yang mudah rusak (busuk).
Walaupun data mengenai jumlah kerusakan pasca panen bebuahan di Indonesia
belum diketahui secara pasti, namun dari data yang berhasil dikumpulkan
diperkirakan bahwa kerusakan tersebut mencapai lebih dari 25%. Kerusakan
tersebut terutama disebabkan karena penanganan pasca panen (termasuk
pengepakan dan pengangkutan)ynag kurang baik, suhu rata-rata harian dan
kelambaban udara di Indonesia yang cukup tinggi, serta belum adanya sistem
pengawetan yang memadai yang diterapkan untuk komoditi tersebut.(Anonim
1984).
Transpirasi atau penguapan jumlah air merupakan penyebab kerusakan paling
sering terjadi pada komoditas buah-buahan terutama susut bobot buah. Proses ini
juga akan menyebabkan penurunan kualitas ketampakan (appearance), kualitas
tekstur buah, flacidity, limpness, dan penurunan kandungan nilai gizi.Kecepatan
proses transpirasi ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal komoditas
buah (sifat morfologi dan anatomi buah, rasio luas permuakaan dan volume buah,
ada-tidaknya cacat/luka, dan tingkat kematangan) dan faktor eksternal (temperatur
ruangan, kelembaban udara, sirkulasi udara, dan tekanan atmosfer). Untuk
mengurangi kecepatan proses transpirasi tersebut, maka dapat dilakukan dengan
cara melapisi kulit buah dengan lilin (waxing) ataupun edible film atau
penyimpanan buah pada kondisi yang kelembabannya cukup tinggi (85 – 95%)
(Zulkarnaen, 2009).
Respirasi – Respirasi merupakan proses pemecahan karbohidrat, protein, dan
lemak menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana dengan menghasilkan
CO2, air, dan energi. Dengan tersedianya air dan energi bebas ini, maka akan
digunakan oleh mikrobia untuk tumbuh serta menyebabkan terjadinya
disorganisasi pada jaringan (sel dinding rusak) atau kerusakan komoditas
(Zulkarnaen, 2009).
Semua hasil pertanian setelah dipanen masih merupakan bahan hidup, bukan
benda mati. Bebuahan setelah dipanen dikatakan masih hidup karena masih
melakukan proses pernafasan seperti halnya makhluk hidup lainnya. Proses
pernafasan tersebut adalah pengambilan gas oksigen dari udara yang digunakan
untuk pembakaran bahan-bahan organik, dan mengeluarkan gas karbondioksida
(CO2) serta air sebagai hasil sisa proses pembakaran tersebut. Bebuahan yang
telah dipetik ini tetap melakukan pernapasan karena hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh energi, dan energi ini kan digunakan untuk melakukan proses-proses
metabolisme lain, misalnya perubahan warna, pembentukan gula dari pati,
pembentukan aroma, dan sebagainya.
Dengan demikian perlu adanya suatu teknik salam penyimpanan dan
pengemasan yang baik pada bebuahan agar dapat tahan simpan dan mutunya tetap
terjaga. Secara umum, penyimpanan adalah usaha untuk mempertahankan daya
guna suatu produk. Respon buah segar terhadap suhu rendah berbeda-beda. Buah
tropika lebih sensitif terhadap suhu rendah, penyimpanan pada suhu 100C untuk
produk yang sensitif dapat mempercepat laju kerusakan (BPOM 2003).
Sedangkan pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan
komoditi segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya
tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen
akhir dengan nilai pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat
dilindungi dari kerusakan, benturan fisik, mekanis, dan gangguan kimia serta
mikrobiologis selama pengangkutan, penyimpanan, dan pemasaran. (Anonim
1984).
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
[Terlampir]
4.2 Pembahasan
Faktor penyebab terjadinya pelunakan pada buah-buahan adalah adanya
aktivitas etilen dalam buah. Etilen adalah suatu gas yang dapat digolongkan
sebagai zat pengatur pertumbuhan (phytohormon) yang aktif dalam pematangan
buah. Dapat disebut sebagai hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai
hormon, yakni dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman
dan merupakan senyawa organik. Seperti hormon lainnya etilen juga berpengaruh
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman antara lain mematahkan
dormansi umbi kentang, menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission,
menginduksi pembungaan nenas. Selain itu, etilen juga merupakan senyawa
organik sederhana yang dapat berperan sebagai hormon yang mengatur
pertumbuhan, perkembangan dan kelayuan suatu buah. Proses pematangan buah
erat kaitannya dengan serangkaian perubahan, yakni warna, aroma, rasa dan bau.
Perpaduan dari sifat-sifat tersebut yang nantinya akan menyokong kemungkinan
buah-buahan dapat enak untuk dimakan.
Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah
klimakterik). Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak
yang unik bagi buah dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis
yang diawali dengan proses sintesis etilen. Meningkatnya respirasi dipengaruhi
oleh jumlah ethylene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA.
Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun
proses sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ini disebabkan
oleh karena perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid.
Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut
menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak
(pada adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-
enzym antara lain enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose.
Proses pematangan juga diatur oleh hormon antara lain AUXIN, sithokinine,
gibberellin, asam-asam absisat dan etilen. Auxin berperan dalam pembentukan
etilen, tetapi auxin juga menghambat pematangan buah. Sithokinine dapat
menghilangkan perombakan protein, gibberellin menghambat perombakan
khlorofil dan menunda penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat
menginduksi enzym penyusun/pembentuk karotenoid, dan ethylene dapat
mempercepat pematangan.
Kandungan vitamin C pada jeruk adalah 30 sampai 50 miligram dalam 100
gram buah jeruk. Kandungannya memang yang paling sedikit, namun buah inilah
yang paling mudah ditemui. Apalagi saat ini banyak sekali produk minuman
olahan yang selalu menggunakan buah jeruk sebagai bahan dasar vitamin C-nya.
Manfaatnya buah jeruk ini bisa meningkatkan imunitas dan mengobati penyakit
flu. Kandungan vitamin C pada tomat adalah 34 miligram per 100 gram buah
tomat. Sayuran ini biasanya pelengkap bumbu sambal. Karena rasanya yang kecut
mengurangi rasa pedas pada cabe.
Pada saat pertumbuhan, pematangan buah akan diikuti dengan peningkatan
kadar gula sederhana, sehingga buah akan terasa manis. Hal ini disebabkan karena
terjadinya penurunan kadar senyawa-senyawa fenolik yang menyebabkan
berkurangnya rasa sepat dan penurunan asam organik serta kenaikan zat-zat yang
memberi rasa dan aroma khas pada buah. Perubahan rasa dan aroma disebabkan
oleh bertambahnya kandungan gula sederhana dalam buah yang menambah rasa
manis yang disebabkan oleh perubahan zat pati dalam buah. Berkurangnya zat
fenolik dan bertambahnya zat volatif menyebabkan rasa dan bau yang harum pada
buah.
Secara teori peningkatan kematangan buah-buahan akan meningkatkan kadar
gula yang terdapat di dalamnya. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan
polisakarida yang terdapat dalam sel yang berupa sumber karbohidrat.
Kandungangula juga tergantung pada jenis dan keadaan tempat tumbuhnya. Yang
menyebabkan rasa manis pada buah karena pada masa pertumbuhan
danpematangan, gula-gula sederhana dan pati dibentuk dari hasil fotosintesis.
Pati yang terdapat dalam sel dapat ditransformasikan menjadi gula-gula
sederhana. Kadar gula yang tinggi terjadi karena pada saat pemasakan, pati
terhidrolisis secara sempurna menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa. Buah-
buahan matang mempunyai kadar gula yang lebih tinggi dari pada kandungan gula
yang dikandung oleh buah yang masih muda.
Pengukuran kadar gula dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer,
adapun prosedurnya dengan mengambil sari dari buah yang akan
diamati kemudian dioleskan atau diteteskan pada tempat tertentu pada
refraktometer kemudian diamati pada tempat yang terang atau tempat yang
terdapat sinar matahari. Nilai kadar gula diperoleh dari angka yang terdapat pada
refraktometer antara warna gelap dan terang bagian atas yang paling jelas. Selama
penyimpanan, buah mengalami proses pematangan dimana kadar gula meningkat
disebabkan adanya degradasi polisakarida pada dinding sel yangmerupakan
sumber gula. Gula merupakan hasil perubahan dari pati sebagai akibat dari enzim-
enzim yang bekerja, baik enzim yang berasal dari tanaman itu sendiri maupun
yang dihasilkan oleh jasad renik. Seharusnya semakin lama waktu
penyimpanan atau jika buah matang dan lunak, maka makin banyak proses
degradasi polisakarida dan makin tinggi gula yang dihasilkan. Lamanya
penyimpanan terhadap buah dapat meningkatkan kadar gula buah tersebut. Hal ini
disebabkan karena buah yang disimpan akan semakin matang sehingga kadar
gulanya naik.
Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan mengeni pengaruh suhu, teknik
pengemasan dan penanganan, baik pra maupun pasca panenterhadapa mutu
bebuahan selama penyimpanan, adapun buah yang digunakan adalah buah jeruk
dan buah tomat. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada komoditi-
komoditi tersebut, maka dilakukan pengamatan dengan berbaagai uji meliputi
penyusutan bobot, perubahan warna, uji kekerasan, uji kadar gul, uji pH, uji kadar
vitamin C, uji sensori, pengamtan terhadap pertumbahan organisme dan
pertumbuhan fisiologi.
Uji susut bobot dilakukan dengan cara penimbangan komoditi secara berkala
dengan neraca. Setiap perubahan bobot dicatat. Uji ini dihitung berdasarkan
persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan hingga akhir
penyimpanan. Uji susut bobot dimaksudkan untuk membandingkan selisih bobot
bahan sebelum penyimpanan dengan bobot bahan setelah penyimpanan. Komoditi
yang diamati adalah buah jeruk. Jeruk merupakan jenis buah yang termasuk jenis
buah non-klimaterik diaman buah tidak mengalami kenaikan produksi CO2 dan
gas etilen seiring dengan kenaikan tingkat kematangan.
Pada pengujian terhadap susut bobot diketahui bahwa persentase penurunan
bobot yang signifikan adalah pada semua jeruk dalam kemasan LDPE, HDPE,
dan LDPE berlubang dan begitu juga dengan buah tomat yang mengalami
penurunan bobot yang cukup signifikan. Namun penurunan bobot yang signifikan
yaitu pada kantong plastik LDPE yang diberi lubang berjarak 5 cm dengan tanpa
perlakuan karena dari data pengamatan penurunan susut bobot pada buah jeruk
kemasan tersebut berkurang banyak. Sedangkan untuk buah tomat penurunan
bobot yang signifikan pada kantong plastik LDPE berlubang dengan tanpa
perlakuan . Namun berdasarkan literatur, komoditas buah-buahan akan tetap baik
kualitasnya jika disimpan diatas titik bekunya sebesar 5-150C, selain itu,
penggunaan plastik polietilen yang memiliki permeabilitas buah tinggi kurang
cocok sebagai bahan pengemas buah dalam kondisi tertutup rapat (). Jadi hasil
yang didapat tidak sesuai dengan literatur yang ada
Pada uji pewarnaan dilakukan dengan menggunakan alat bernama Colortec
colormeter. Alat ini akan mengukur kecerahan dan kepekatan dari warna suatu
bahan. Cara penggunaan alat ini untuk bahan padatan, berbeda dengan bahan
berupa cairan. Alat ini akan menunjukkan 3 parameter, yaitu A*, B*, L*.
Paramater A* dan B* menunjukkan perubahan warna dari satu ke warna lainnya,
misalnya dari hijau kekuning. Dan parameter L menunjukkan kecerahan warna
bahan yang diuji. Pada uji ini warna diketahui bahwa jeruk mempunyai intensitas
warna atau kecerahan(L) yang lebih tinggi dibandingkan tomat karena dilihat dari
data L diketahui bahwa nilai L pada buah jeruk berkisar antara 4000-7000
sedangkan dari data tomat diketahui bahwa nilai L berkisar antara 2000-4000.
Namun pada buah jeruk pada pengamatan ke hari terakhir warna pada buah jeruk
berubah ke warna agak kecoklatan begitu juga pada buah tomat. Proses
pencoklatan yang terjadi pada kulit buah diduga karena proses enzimatik. Karena
berdasarkan literatur pencoklatan dapat terjadi karena proses enzimatik, proses
enzimatik memerlukan keberadaan enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus
berhubungan dengan substrat tersebut.() kemudian perubahan warna kulit buah
selain karena adanya perubahan pigmen juga disebabkan oleh adanya enzim
phenolase yang teroksidasi dan mengakibatkan warna kulit buah menjadi cokelat
kehitaman()
Uji kekerasan pada praktikum ini dilakukan dengan alat penetrometer. Prinsip
kerja dari penetrometer adalah mengukur kedalaman tusukan dari jarum
penetrometer per bobot beban tertentu dalam waktu tertentu (mm/g/s). Pada uji
kekerasan buah diketahui bahwa nilai yang didapat bervariasi karena dari kegiatan
praktikum kekerasan ada sebagian kelompok yeng melakukan pengujian dengan
mengguanakan beban pada alat penetrometer, namun menurut laboran pada buah
yang tidak terlalu keras seharusnya tidak perlu dipasang beban pada alat karena
akan memberikan hasil yang tidak akurat. Dari data ini diketahui kekerasan buah
yang mudah ditembus oleh jarum alat yaitu pada buah tomat yang dikemas dalam
plastik LDPE berlubang dengan tanpa perlakuan yaitu nilainya 206,67 hal ini
berarti buah tersebut dengan mudah ditembus oleh jarum alat. Karena semakin
lama penyimpanan seharusnya buah akan mengalami penurunan bobot dan
penurunan kekerasan disebabkan karena buah muai tidak segar lagi atau sudah
mulai lembek. angka yang tinggi menunjukkan kekerasan suatu bahan menurun
Menurut literatur, kekerasan buah menurun karena hemiselulosa dan protopektin
terdegradasi. Protopektin menurun jumlahnya karena berubah menjadi pektin
yang bersifat larut dalam air dan perubahan tekstur buah selama penyimpanan
terutama disebabkan perubahan lamela tengah dan dinding sel primer yang
disebabkan enzim pendegradasi serta pelarutan materi pektin.()
Uji berikutnya adalah uji kadar gula yang dilakukan dengan alat
refrektrometer. Sesuai dengan namanya, alat ini memanfaatkan sifak refraksi
cahayanya. Cairan tersebut diteteskan pada permukaan kaca refraaktrometer. Alat
ini akan menunjukkan skala dalam satuan derajat brigs. Dari data uji ini didapat
hasil nilai kadar gula tertinggi yaitu dari buah tomat yang dikemas dalam kantong
plastik LDPE tanpa perlakuan dan pada data yang lain diketahui bahwa kadar gula
pada tomat setelah disimpan beberapa hari mengalami peningkatan yang
signifikan dari hari jetiga dan keempat dan mengalami penurunan pada hari
terakhir sedangkan pada buah jeruk kadar gula yang dihasilkan tidak terlau tinggi
pada pengamatan setelah hari pertama, karena pada pengamatan pertama
kebanyakan dari praktikan salah dalam menerjemahkan nilai yang ada dalam
satuan refraktometer, namun setelah pengamatan pertama nialai yang didapat pada
pengamatan berikutnya baru sesuai dengaan keakuratan karena karena pada jeruk
kadar gula yang dikandung tidak terlalu tinggi untuk buah yang belum terlalu
matang namun kadar gula akan bertambah seiring dengan tingkat kematangan
buah.
Uji pH buah yang dilakukan dengaan pH meter. Dari uji ini akan diketahui
perubahan pH pada bahan yang diamati selama penyimpanan. Uji ini dilakukan
dengan mencelupkan pH meter ke dalam larutan bahan yang akan diukur. Skala
yang ditunjukkan pH meter merupakan pH dari bahan tersebut. Kadar pH adalah
derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan. Semakin buah matang, kadar pHnya akan berkurang karena terjadi
penurunan kadar asam dan tanin. Dari hasil pengamatan diperoleh hasil pH padda
buah jeruk di awal yaitu berkisar antara 4-5 baik itu buah tomat maupun buah
jeruk. pH buah dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan mengalami
penurunan pH dan ada juga masih stabil pH buah tersebut. Dalam artian pH yang
mangalaami penurunan tidak terlalu signifikan dan juga tidak terlalu meningkat
signifikan. Sari buah jeruk mengandung asam sitrat. Asama sitrat adalah senyawa
organik berupa kristal putih, tak berwarna, tidak berbau, rasanya asam sekali,
sifatnya mudah larut dalam air dan alkohol. Kandungan asam sitrat jeruk lemon 7-
8%, jeruk nipis 8,7%, jeruk manis 1,4% dan derajat keasaman (pH) jeruk adalah
2-9 (). Berdasarkan literatur ini, data yang diperoleh masih sesuai dengan literatur
yang ada.
Uji selanjutnya yaitu uji kadar vitamin C. Uji ini hanya dilakukan pada
bebuahan. Prinsip utama dari uji ini adalah titrasii yod untuk larutan bahan yang
diuji. Sebanyak 0,001 N yod setara dengan 0,88 mg asam askorbat (vitamin C),
sehingga dari perbandingan ini dapat ditentukan kadar vitamin C yang terkandung
dalam suatu bahan. Pada pengamatan inni uji kadar vitamin C hanya dilakukan
pada pengamatan pertama dan pengamtan kelima, dari data diperoleh hasil bahwa
kadar vitamin C pada jeruk tinggi karena jeruk mengandung asam askorbat dan
pada pengamatan selanjutnya ada yang mengalami penurunan kadar vitamin C
namun ada pula yang mengalami peningkatan, hal ini tidak sesuai dengan literatur
karena seharusnya semakin matang buah, maka kadar vitamin C akan semakin
berkurang . hal ini disebabkan karena vitamin C merupakan vitamin yang mudah
mengalami kerusakan akibat lingkungan. Hasil yang tidak sesuai ini dapat
dikarenakan oleh kesalahan praktikan yang terlalu banyak melakukan titrasi
sehingga mempengaruhi hasil perhitungan.
Untuk kelompok 1 buah tomat, dengan menggunakan perforated HDPE untuk
parameter sensori. Pada hari pertama hingga hari kelima kulitnya halus, namun
pada hari terakhir terdapat bercak. Kemudian untuk warna, dari keseluruhan hari
tetap berwarna orange. Tekstur tetap keras dari hari awal hingga hari akhir. Dan
pada hari-hari tertentu terdapat aroma. Untuk kantong plastik LDPE yang diberi
lubang berjarak 5 cm, parameter sensorinya adalah pada hari pertama tidak
diamati kemudian pada hari kedua hingga hari ketiga baik, masuk hari keempat
terdapat bercak dan agak keriput, hari kelima dan terakhir lunak serta berair.
Untuk kantong plastik LDPE, parameter sensorinya adalah pada hari awal tak
diamati, hari kedua tampak baik, hari ketiga terdapat bercak, hari keempat hingga
terakhir semakin lunak dan aromanya pun busuk.
Untuk kelompok 2 buah tomat dalam keadaan tidak dicuci, dengan
menggunakan perforated HDPE untuk parameter sensori. Pada hari pertama
hingga hari terakhir, kulit buah dari halus, kemudian semakin lama semakin kasar,
lalu aroma yangdihasilkan semakin lama semakin bau dan pada akhirnya tidak ada
baunya serta terdapat bercak. Untuk kantong plastik LDPE yang diberi lubang
berjarak 5 cm, pada hari pertama kulit halus kemudian semakin lama semakin
kasar dan terdapat bercak hingga hanri akhir. Aromanya semakin hari semakin
hilang, dari bau tomat hingga tak ada bau. Untuk kantong plastik LDPE, dari hari
awal hingga hari akhir kulitnya halus, terdapat bercak hingga hari kelima,
padahari keenam bercak hilang. Untuk bau dari hari awal sampai akhir tetap bau
tomat.
Untuk kelompok 3 buah tomat dalam keadaan dicuci dengan detergen,
dengan menggunakan perforated HDPE untuk parameter sensori. Pada hari
pertama hingga hari akhir mulus. Untuk kantong plastik LDPE yang diberi lubang
berjarak 5 cm, pada hari awal tak ada pengamatan, hari kedua dan ketiga mulus,
selanjutnya hari keempat hingga hari terakhir memar. Untuk kantong plastik
LDPE, hari awal tak ada pengamatan, hari kedua hingga hari keempat mulus, hari
kelima tak ada pengamatan, hari terakhir mulus juga. Kemudian untuk kontrol,
hari awal tak pengamatan, kemudian mulus hari berikutnya, kemudian memar dan
pada akhirnya sampel hilang hinggga hari akhir.
Untuk kelompok 4 buah jeruk dengan dialirin air mengalir, untuk yang
menggunakan perforated HDPE, semakin lama kulit menghitam, terdapat aroma
tak sedap, berair serta lunak hingga hari akhir. Untuk kantong plastik LDPE yang
diberi lubang berjarak 5 cm, terdapat bercak hingga diujung hari pengamatan dan
juga kondisinya masih bagus seperti awal. Untuk kantong plastik LDPE, terdapat
bercak di hari awal kemudian semakin hari semakin menghitam kulitnya dan juga
berair. Pada hari terakhir pengamatan diperoleh gelembung.
Untuk kelompok 5 buah jeruk tanpa perlakuan, untuk yang menggunakan
perforated HDPE, parameter sensorinya adalah pada hari awal terdapat bercak
cokelat dan warna cokelat selama pengamatan kemudian aroma jeruk semakin
lama semakin busuk dan pada hari akhir buah lembek dan berair. Untuk kantong
plastik LDPE yang diberi lubang berjarak 5 cm, terdapat bercak cokelat hingga
hari keenam pengamatan, kemudian aroma semakin hari semakin tak sedap
hingga di ujung hari pengamatan dan kulit semakin kasar pada hari terakhir
pengamatan. Untuk kantong plastik LDPE, adanya bercak cokelat hingga hari
terakhir, kemudian aroma yang ditimbulkan semakin hari semakin tak sedap, kulit
semakin tak halus dan permukaan agak keriput.
Untuk kelompok 6 buah jeruk dengan dicuci oleh detergen, untuk yang
kontrol, parameter sensorinya adalah dari ahri awal hingga hari akhir kulitnya
halus dan terdapat bercak, untuk aroma hingga hari kelima masih terdapat aroma
jeruk, namun pada hari terakhir buah jeruk tak berbau. Untuk yang menggunakan
perforated HDPE, kulitnya halus dan semakin lama tampak semakin cokelat
kemudian terdapat bercak dan beraroma jeruk hingga hari akhir serta diperoleh
buah telah berair. Untuk kantong plastik LDPE yang diberi lubang berjarak 5 cm,
kulitnya halus hingga hari akhir kemudian ada bercak lalu hingga hari akhir aroma
jeruk lama-kelamaan semakin hilang. Untuk kantong plastik LDPE, hari pertama
dan kedua kulit masih halus, kemudian lama-kelamaaan berwarna cokelat. Pada
hari akhir didapat bahwa buah telah lunak, berair dan menimbulkan bau busuk.
Dari keseluruhan kelompok yang melakukan pengamatan terkait parameter
tanda-tanda fisiologis didapat hasil secara dominan tidak busuk dari beberapa
kelompok, meskipun ada satu kelompok yang busuk mungkin dikarenakan buah
yang diamatinya diberi perlakuan dengan suatu deterjen. Kemudian ada kelompok
yang tanda-tanda fisiologisnya ditunjukkan dengan keluarnya lendir atau berlendir
pada buah. Hal tersebut wajar saja terjadi karena mungkin timbulnya ataupun
terjadinya proses respirasi antara buah dan plastik tersebut dalam keadaan
kemasan yang tertutup. Kemudian ada kelompok yang parameter tanda-tanda
fisiologisnya tidak ada. Hal tersebut terjadi karena hilangnya sampel yang
bersangkutan ketika ditaruh di laboratorium pengemasan, baik itu karena terbuang
oleh orang lain, terselip di sudut-sudut ruangan maupun digunakan secara tak
sengaja oleh orang lain.
Pada pengamatan pertumbuhan mikroorganisme yg mengamati setiap
komoditi apakah terdapat mikroorganisme atau tidak jika diberi perlakuan-
perlakuan tertentu. Pada pengamatan yang dilakukan biasanya pada LDPE
berlubang tidak terdapat mikrooganisme sedangkan pada LDPE dan HDPE
terdapat mikroorganisme. Hal itu disebabkan karena perlakuan yang diberikan
berbeda-beda dan karena suasana anaerob dan aerob. Dan biasanya bakteri
muncul akibat jangka waktu yang lama selama penyimpanan menggunakan
plastik HDPE dan LDPE. Dan kontrol mengalami beberapa masalah yaitu sampel
hilang dan pertumbuhan mikroorganisme belum tumbuh. Hal itu disebabkan oleh
kesalapahaman manusia dan kesalahan prosedur atau kondisi yang tidak
mendukung.
Pada kelompok 1 komoditi menggunakan plastik LDPE tidak berlubang pada
hari ke 8 tumbuh jamur atau mikroorganisme, sedangkan pada plastik LDPE
berlubang tumbuh jamur atau mikroorganisme pada hari ke 9 terdapat jamur,
sedangkan pada plastik HDPE tidak terdapat jamur atau mikroorganisme. Untuk
kelompok 2 komoditi yg diamati adalah buah tomat pada plastik HDPE tidak
terdapat mikroorganisme pada hari ke-11, untuk plasti LPE berlubang tidak
terdapat mikroorganisme, pada plastik LDPE terdapat mikroorganisme pada hari
ke-9. Pada kelompok 3 untuk plastik HDPE tidak terdapat mikroorganisme, untuk
plastik LDPE terdapat mikroorganisme yg sangat banyak pada hari ke-9, untuk
plastik LDPE berlubang tidak ada mikroorganisme, untuk kontrol sampel hilang
pada hari ke-9. Karena sampel hilang sehingga menyebabkan data yag didapat
kurang akurat. Pada kelompok 4 untuk plastik HDPE terdapat bakteri pada hari
ke-11, untuk plastik LDPE berlubang tidak terdapat mikoorganisme, untuk plastik
LDPE terdapat mikrooganisme pada hari ke-11. Pada kelompok 5 untuk plastik
HDPE tidak terdapat mikroorganisme, untuk plastik LDPE terdapat
mikroorganisme pada hari ke 4 dan 8, untuk plastik LDPE berlubang tidak
terdapat mikroorganisme pada hari ke 7 dan 10. Pada kelompok 6 pada plastik
HDPE terdapat mikroorganisme pada hari ke 4, 8, 10, pada LDPE berlubang tidak
terapat mikroorganisme, untuk plastik LDPE terdapat mikroorganisme pada hari
ke 7, 8, 10, untuk kontrol belum ada mikroorganisme
Penyimpanan dengan suhu yang terlalu rendah juga mengakibatkan terjadinya
chilling injury. Pada umumnya, untuk komoditas buah-buahan akan tetap baik
kualitasnya jika disimpan diatas titik beku sebesar 5-150C. Perlu diketahui bahwa
kerusakan atas suhu dingin ini, lebih rentan terjadi pada buah-buahan teropis.
Sedangkan pada buah-buahan subtropis dan non klimakterik hmpir tidak
dipengaruhi suhu dingin. Baru pada penyimpanan suhu beku, buah-buahan
tersebut juga akan mengalami freezing injury. Buah jeruk dan tomat disarankan
untuk disimpan pada suhu 11-140C serta pada kelembaban relatif (RH) 85-90%
yang diperkirakan dapat bertahan selama 2 minggu.
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan
Salah satu penanganan pasca panen hasil pertanian adalah penyimpanan.
Penyimpanan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dari hasil pertanian
itu dan menghindari kerusakan pada hasil pertanian tersebut. Dalam proses
penyimpanan ini harus diperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas hasil pertanian selama penyimpanan berlangsung. Faktor tersebut
meliputi suhu, kelembaban, teknik pengemasan dan sirkulasi udara. Selain itu,
penanganan pra penyimpanan seperti pencucian dan sorting juga perlu
diperhatikan.
Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa selama
penyimpanan berlangsung, terjadi perubahan-perubahan pada komoditi yang
disimpan, baik perubahan fisik-mekanis, biologis maupun mikrobiologis.
Disamping itu, komposisi kimia dari komoditi yang disimpan pun berubah.
Perubahan tersebut selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah disebutkan di
atas juga disebabkan oleh perbedaan karakteristik dari setiap komoditi yang
disimpan. Melalui praktikum ini pula diketahui tempat dan pengemasan yang baik
bagi masing-masing komoditi yang diuji. Oleh karena itu, perlu pemilihan teknik
penyimpanan yang tepat sehingga umur simpan suatu komoditi lebih tahan lama
dan kualitasnya pun terjaga.
5.2 Saran
Bagi praktikan selanjutnya yang akan melakukan pengamatan serupa, kami
menyarankan agar melakukan pengamata dengan baik, tepat dan teliti. Terutama
dalam penguasaan teori tiap uji yang akan dilakukan. Selain itu, kecakapan akan
penggunaan alat untuk masing-masing uji juga sangat penting
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1984.Teknologi Pengolahan Pangan : Penyimpanan Atmosfir Terkendali
Pada Pengawetan Buah-Buahan.
http://www.ipb.ac.id/teknologipengolahanpangan[24 Maret 2013]
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).2003.Prinsip Pengawetan dan
Pengolahan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan
Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya.Jakarta : BPOM
Arta Dewi. 2009. Aman menyimpan buah dan Sayur. [terhubung berkala].
http://www.okfood.com/. ( 24 Maret 2013).
Hartuti N. 2008. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung : PT. Gramedia
Pustaka.
Kamarani. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Natawidjaja P. Suparman. 1983. Mengenal Buah-buahan Yang Bergizi.
Jakarta:Pustaka Dian.
Rismunandar. 1986. Mengenal Tanaman Buah-buahan. Bandung: Sinar Baru.
Wirakartakusumah Abdullah.1992. sifat fisik pangan. Bogor : Institut pertanian
bogor.
Zulkarnaen. 2009. Dasar-Dasar Holtikultura. Jakarta : Bumi Aksara