Download - Laporan Resmi Praktikum Kimia II
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
KIMIA DASAR
DISUSUN OLEH:
Nama : Kurnia Sridamayanti
NIM : 14642
Kelas : A
Jurusan : Kehutanan
Kelompok : I (Satu)
Acara : II (Pengenceran Larutan)
Co. Assisten : Husna Fatmawati Yuniatun
SARJANA KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
1
2012
I. ACARA : Cara Pengenceran Larutan
II. TEMPAT : Lab. Kimia Instiper
TANGGAL : 19 Oktober 2012
III. TUJUAN : Mengetahui cara pengenceran larutan
IV. DASAR TEORI :
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih
zat yang terdisfersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya
dapat bervariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan atau padatan. Larutan encer
adalah larutan yang mengandung sejumlah kecil solut, relatif terhadap jumlah
pelarut, sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar
solut. Solut adalah zat terlarut sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam
mana solut terlarut.
Pada umumnya zat yang digunakan sebagai larutan adalah air. Selain air,
yang berfungsi sebagai pelarut adalah alcohol, amoniak, kloroform, benzene,
minyak, asam asetat.
Kelarutan zat terlarut diketahui dari konsentrasi dalam larutan jenuhnya,
biasanya dinyatakan dalam banyaknya mol zat terlarut per liter larutan jenuh
(Petrucci dan Suminar, 1992). Namun konsentrasi larutan dapat juga dinyatakan
dengan beberapa cara seperti persen berat, persen volume, molaritas, molalitas,
fraksi mol, normalitas dan bagian persejuta.
1. Persen Berat.
Merupakan perbandingan massa zat terlarut dengan massa larutan dikali
100%. Biasanya dipakai pada larutan padat-cair atau padat-padat. (Tim Dosen
Teknik Kimia, 2011: 11).
2. Persen Volume.
2
Merupakan perbandingan volume zat terlarut dengan volume larutan
dikalikan 100% (untuk campuran dua cairan atau lebih). (Tim Dosen Teknik
Kimia, 2011: 11).
3. Molaritas (M).
Merupakan banyaknya mol zat terlarut dalam tiap liter larutan. Harga
kemolaran dapat ditentukan dengan menghitung mol zat terlarut dan volume
larutan. Volume larutan adalah volume zat terlarut dan pelarut setelah bercampur.
(Tim Dosen Teknik Kimia, 2011: 12).
4. Molalitas (m).
Merupakan molalitas adalah jumlah ml zat terlarut dalam 1000gr pelarut
murni. (Tim Dosen Teknik Kimia, 2011).
5. Fraksi Mol (X).
Merupakan perbandingan mol salah satu komponen dengan jumlah mol
semua komponen. (Tim Dosen Teknik Kimia, 2011: 12)
6. Normalitas (N)
Merupakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam tiap liter larutan. Ekivalen
zat dalam larutan bergantung pada jenis reaksi yang dialami zat itu, karena ini
dipakai untuk penyetaraan zat dalam reaksi. (Tim Dosen Teknik Kimia, 2011: 12).
7. Bagian Persejuta (ppm).
Miligram zat terlarut dalam tiap kg larutan, satuan ini sering dipakai
untuk konsentrasi zat yang sangat kecil dalam larutan gas, cair atau padat.
Kelarutan suatu endapan menurut defenisi adalah sama dengan
konsentrasi molar dari larutan jenuhnya (Vogel, 1990). Larutan jenuh merupakan
larutan dimana zat terlarutnya (molekul atau ion) telah maksimum pada suhu
tertentu. Untuk zat elektrolit yang sukar larut ,larutan jenuhnya dicirikan oleh nilai
Ksp.
Nilai Ksp pada suhu 250 C telah didaftar. Jika larutan mengandung zat
terlarutnya melebihi jumlah maksimum kelarutannya pada suhu tertentu, maka
dikatakan bahwa larutan telah lewat jenuh (Mulyono, 2005). Kelarutan bergantung
3
pada berbagai kondisi seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam
larutan itu, dan pada komposisi pelarutnya.
Perubahan kelarutan dengan tekanan tidak memiliki arti penting yang
praktis dalam anlisis anorganik kualitatif. Karena semua pekerjaan dilakukan
dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer. Perubahan yang sedikit dari tekanan
atmosfer tidak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan.
Terlebih penting adalah perubahan kelarutan dengan suhu. Umumnya
dapat dikatakan bahwa kelarutan endapan bertambah besar dengan kenaikan suhu,
meskipun dalam beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi hal
yang sebaliknya. Laju kenaikan dengan suhu berbeda-beda dalam beberapa hal
sangat kecil sekali dsalam hal-hal lainnya sangat besar (Vogel, 1990).
Maka dari itu kelarutan suatu endapan menurut defenisi dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
N1V1 = N2V2
N1: Normalitas larutan sebelum diencerkan
V1: Volume larutan atau massa sebelum diencerkan
N2: Normalitas larutan setelah diencerkan
V2: Volume larutan atau massa setelah diencerkan
V. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai
berikut:
1. Alat
a. Labu ukur
b. Pipet ukur
c. Gelas ukur
d. Corong
2. Bahan
4
a. 0,05 M Ca(OH)2
b. Akuades 250 ml
c. Larutan 0,015 M
VI. CARA KERJA
Langkah-langkah dalam mengencerkan larutan Ca(OH)2 adalah sebagai berikut:
1. Menentukan kebutuhan pelarut dengan perhitungan molaritas
2. Mengambil larutan sesuai dengan pergitungan
3. Memasukkan larutan ke dalam gelas ukur hingga mencapai garis sebesar
perhitungan molar
4. Memindahkan larutan dari gelas ukur ke labu ukur
5. Menambahkan akuades sebanyak 250 ml
VII. PENGAMATAN
Hasil perhitungan volume awal dari Ca(OH)2 adalah sebagai berikut:
Molaritas awal
(M1)
Molaritas akhir
(M2)
Volume awal (V1) Volume akhir (V2)
0,05 M 0,015 M ? 250 ml
Diketahui: M1
M2
V2
=
=
=
0,05 M
0,015 M
250 ml
Ditanyakan: V1?
Dijawab:
M1VI
0,05 M . V1
V1
V1
V1
=
=
=
=
=
M2V2
0,015 M . 250 ml
0,015 M . 250 ml
0,05
3,75
0,05
75 ml
5
Jadi, hasil perhitungan volume awal dari Ca(OH)2 adalah 75 ml. Sehingga
pengenceran larutan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Ca(OH)2 dimasukkan ke dalam gelas ukur hingga mencapai volume 75
ml. Kemudian pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur. Ca(OH)2 sebanyak
75 ml dalam gelas ukur akan menjadi 100 ml dalam labu ukur. Lalu masukkan
larutan akuades sebanyak 250 ml. Ukuran 250 ml akuades merupakan ukuran dari
gelas ukur. Apabila dipindahkan ke dalam labu ukur maka akan menjadi 150 ml.
Sehingga 100 ml Ca(OH)2 dalam labu ukur ditambahkan dengan 150 akuades,
maka akan menjadi 250 ml larutan encer Ca(OH)2. Jadi, kelarutan suatu endapan
menurut defenisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya (Vogel,
1990).
VIII. PEMBAHASAN
Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi)
dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar.
Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah
panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran natrium sulfat
pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, natrium sulfat pekat yang
harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan ke
dalam natrium sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat
menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan natrium sulfat memercik.
Jika kita berada di dekatnya, percikan natrium sulfat ini merusak kulit.
Untuk mengencerkan larutan agar menjadi larutan standart, hal pertama
yang harus kita lakukan adalah memperhitungkan berapa jumlah atau volume
pelarut yang harus ditambahkan agar sesuai dengan konsentrasi larutan yang kita
inginkan. Apabila tidak kita perhitungkan terlebih dahulu,kita tidak akan tahu
kapan atau seberapa pelarut yang harus ditambahkan agar larutan tersebut menjadi
standart.
6
IX. KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan percobaan di atas adalah sebagai berikut:
1. Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi)
dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih
besar.
2. Pengeceran larutan dilakukan untuk membuat larutan standar.
3. Pada pembuatan larutan terjadi reaksi eksotermal yang ditandai dengan larutan
menjadi panas.
4. Kelarutan suatu endapan menurut defenisi adalah sama dengan konsentrasi
molar dari larutan jenuhnya
5. M1V1 = M2V2
3,75 = 3,75
7
DAFTAR PUSTAKA
Purwadi, Bambang, 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Dasar. Institut Pertanian STIPER, Yogyakarta.
Kuswanti, Tine. 2004. Kimia Dasar. Bumi Aksara: Jakarta.
Anonim. Tanpa tahun. Asidimetri dan Alkametri. Laman www.google.com.
Anonim. 1995. Kamus Sains Bergambar. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
8