LAPORAN LOKAKARYA Perencanaan Bersama Program Ketenagakerjaan di Kab. Maros
Maros, 22-23 November 2012
Disusun Oleh :
Tim PDPM-LPPM ITS
1. Latar Belakang
Permasalahan ketenagakerjaan, seperti pengangguran dan pengaruhnya seperti kemiskinan,
merupakan permasalahan sosial yang kita hadapi bersama. Program penciptaan lapangan kerja
produktif, yaitu lapangan kerja yang dapat mengoptimalkan potensi sumber daya yang dimiliki dan
dapat berkelanjutan, sangatlah dibutuhkan untuk merespon hal ini. Pemerintah telah melakukan
upaya-upaya untuk membuat program dan memfasilitasi pelaksanaan program ketenagakerjaan.
Namun, program ketenagakerjaan ini sangatlah kompleks. Pengetahuan dan kemampuan
pemerintah untuk merancang, melaksanakan, memonitor serta mengevaluasi program terbatas.
Untuk itu, peran serta para pemangku kepentingan, seperti swasta dan masyarakat sangatlah
penting dalam kegiatan ketenagakerjaan. Langkah kritis utama adalah memahami dan melakukan
diagnosa terhadap kondisi ketenagakerjaan yang ada, serta menyusun program dan prioritas untuk
menyelesaikannya.
Lokakarya Perencanaan Bersama Program Ketenagakerjaan (PBPK) adalah sebuah kegiatan untuk
membantu proses perencanaan pembangunan yang lebih baik dengan mengedepankan berbagi
pengetahuan (knowledge sharing) antara pemangku kepentingan yang terkait dengan isu
ketenagakerjaan di tingkat daerah serta mendorong para pemangku kepentingan untuk ikut
mengambil bagian dari perencanaan dan pelaksanaan program ketenagakerjaan.
Metodologi dalam Lokakarya Perencanaan Bersama Program Ketenagakerjaan (PBPK) ini
diperkenalkan oleh ILO (Badan Perburuhan Internasional) dan terus dikembangkan melalui
kerjasama Pusat Potensi Daerah dan Pemberdayaan masyarakat (PDPM) ITS Indonesia dan
Stockholm School of Economics (SSE) Swedia, dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Bappenas,
dengan bantuan pendanaan dari pemerintah Swedia melalui Swedish International Development
Agency (SIDA).
2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari Lokakarya Perencanaan Bersama Program Ketenagakerjaan (PBPK) ini adalah agar
pemangku kepentingan permasalahan ketenagakerjaan (Pemerintah, swasta dan masyarakat):
a. Memiliki pemahaman lebih baik tentang permasalahan, tantangan dan peluang dalam
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang inklusif dan
berkelanjutan.
b. Bersama-sama melakukan analisa ketenagakerjaan sehingga kualitas perencanaan program
ketenagakerjaan dapat lebih baik.
c. Berdialog untuk menciptakan forum diskusi di antara pemangku kepentingan sebagai wadah
identifikasi permasalahan dan tantangan dalam menciptakan lapangan kerja produktif serta
sarana pemberi masukan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijakan terkait.
d. Memberikan landasan yang kuat bagi Pemerintah Daerah yang bersangkutan dalam
penyusunan kebijakan strategi pengembangan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di
Daerah.
e. Bersama-sama berkomitmen untuk memperkuat dialog sosial antara pemerintah dan para
pemangku kepentingan di Daerah.
Sedangkan manfaat / luaran dari Lokakarya Perencanaan Bersama Program Ketenagakerjaan
(PBPK) ini adalah:
a. Adanya pemahaman yang lebih baik tentang arah dan rencana pembangunan di daerah,
termasuk permasalahan dan tantangannya.
b. Adanya pemahaman yang lebih baik tentang konsep perencanaan bersama program
ketenagakerjaan sebagai upaya penciptaan lapangan kerja yang inklusif dan berkelanjutan
c. Adanya pemahaman gambaran terkini tentang kondisi (permasalahan, tantangan dan peluang)
pengembangan sumber daya produktif (SDM &SDA) serta kemampuannya untuk mendapatkan
kerja dengan kesempatan yang setara di daerah
d. Adanya pemahaman gambaran terkini tentang kondisi ekonomi, yang mencakup identifikasi
permasalahan, tantangan dan peluang pertumbuhan ekonomi yang kondusif di daerah serta
kesempatan yang adil yang berkelanjutan
e. Adanya pemahaman gambaran terkini tentang kondisi (permasalahan, tantangan dan peluang)
kesetaraan dan keberlanjutan pembangunan sosial ekonomi di daerah.
f. Teridentifikasinya potensi sektor unggulan di daerah yang dapat menciptakan lapangan kerja
produktif yang inklusif dan berkelanjutan
g. Adanya rekomendasi kebijakan yang diperlukan untuk menindaklnajuti peluang dan menjawab
permasalahan dan tantangan penciptaan lapangan kerja di daerah melalui sektor unggulan ini
h. Adanya rekomendasi studi lanjut untuk mendukung hal-hal tersebut diatas.
Dalam kerangka untuk mendukung pencapaian visi Kabupaten Maros 2010-2015 yaitu:
“ Terwujudnya Masyarakat Maros yang sejahtera dan beriman melalui pemerintahan yang bersih
& profesional “.
3. Definisi
Seperti tertulis dimuka, tujuan lokakarya ini adalah menyusun masukan alternatif arahan kebijakan
dan program penciptaan lapangan kerja produktif yang inklusif dan berkelanjutan. Berikut definisi
dari terminologi diatas:
Lapangan kerja produktif: lapangan kerja yang mampu memberikan kesempatan kerja dengan
penghasilan yang layak bagi seseorang untuk mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya, serta
keluar dari garis kemiskinan. Untuk itu, lapangan kerja produktif erat kaitannya dengan pengurangan
pengangguran dan pekerja miskin.
Inklusif: seluruh warga masyarakat, baik pria maupun wanita, baik di kota maupun di desa memiliki
kesempatan yang samadalam memperoleh lapangan kerja produktif. Hal ini terkait erat dengan
kesetaraan.
Berkelanjutan: lapangan kerja produktif yang memperhatikan kelestarian lingkungan sehingga dapat
tersedia tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi mendatang.
4. Metodologi
Untuk mencapai tujuan diatas, kegiatan Lokakarya Perencanaan Bersama Program
Ketenagakerjaan (PBPK) ini terdiri dari dua tahapan:
- Pra lokakarya, sebagai tahapan persiapan, untuk mengetahui APA karakteristik
ketenagakerjaan dan tantangan yang dihadapi daerah. Kegiatan ini dilakukan oleh tim ITS
bersama dengan SSE dengan cara melakukan eksplorasi data statistik.
- Lokakarya, dengan tujuan mempresentasikan data ketenagerjaan dan tantangannya,
melakukan konfirmasi temuan awal, serta mencari tahu MENGAPA permasalahan
ketenagakerjaan dan kemiskinan dapat terjadi dan mencari masukan BAGAIMANA tantangan
tersebut dapat diatasi. Kegiatan ini merupakan kegiatan bersama, yang difasilitasi oleh
Bappeda setempat, dengan dukungan narasumber dan fasilitator dari ITS.
Kerangka berpikir dari tahapan analisa diagnostik mengacu pada diagram ketenagakerjaan (lihat
Gambar 4.1). Gambar 4.1 Diagram ketenagakerjaan menunjukkan bahwa lapangan kerja produktif
yang inklusif dan berkelanjutan mengakar pada 4 faktor pembangunan yaitu:
- Tersedianya sumber daya produktif (Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam)
- Adanya dukungan faktor penggerak ekonomi
- Yang dilaksanakan dengan mengedepankan aspek kesetaraan
- Dijalankan dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan
Gambar 4.1. Diagram Ketenagakerjaan
Kerangka diagnosa ketenagakerjaan menunjukkan bahwa penciptaan lapangan kerja berdasarkan
pada dua sumber daya produktif, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya alam. Keduanya
perlu diberdayakan dalam kerangka ekonomi produktif, yang ekonomi yang mempertimbangkan
kesetaraan dan keberlanjutan, dengan melibatkan 3 unsur pembangunan, yaitu pemerintah, swasta
dan masyarakat. Jika hal ini dijalankan maka pembangunan berkelanjutan dengan kesetaraan
diharapkan dapat mengatasi defisit kesempatan kerja produktif serta kemiskinan.
Untuk itu, tahapan perencanaan menjadi tahapan awal yang kritis, dan Lokakarya Perencanaan
Bersama Program Ketenagakerjaan (PBPK) ini ditujukan sebagai sarana perencanaan bersama dan
diskusi dengan mengacu kepada konsep diatas.
5. Agenda dan Peserta
Lokakarya ini dilaksanakan pada tanggal 22-23 November 2012, dengan hasil diskusi pada satu sesi
dijadikan masukan bagi sesi berikutnya, yaitu:
Hari 1: (a) Paparan visi dan misi pemerintah kab. Blora; (b) Penjelasan metodologi; (c)
Dinamika ketenagakerjaan kab. Blora serta (d) Analisa diagnosa ekonomi dan
keberlanjutan
Hari 2: (e) Analisis diagnosa sumber daya manusia dan sumber daya produktif lainnya,
dilanjutkan dengan diskusi (f) Ke(tidak)setaraan dan rangkuman rekomendasi bagi
pemerintah daerah.
Kerangka lokakarya dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Kerangka Lokakarya
Jadwal lengkap lokakarya ini dapat dilihat pada lampiran A.
Lokakarya ini diikuti oleh 46 peserta, terdiri dari 28 pemerintah, 8 swasta dan 10 masyarakat, serta
73,91% ( 34 orang) laki laki dan 26,09 % ( 12 orang) perempuan. Daftar peserta lokakarya dapat
dilihat pada lampiran B. Gambaran awal tentang harapan peserta dapat dilihat di lampiran C.
6. Hasil Lokakarya
Hasil lokakarya ini disampaikan dalam 4 sub bab: Struktur Demografi, Dinamika ketengakerjaan yang
meliputi ekonomi dan tenagakerja.
6.1. Struktur Demografi
6.1.1. Jumlah dan sebaran penduduk
Dengan luas wilayah sekitar 1.619,12 km2, Kab.
Maros memiliki jumlah penduduk sekitar 319.002
jiwa sehingga rata-rata kepadatan penduduk di
Kabupaten Maros sekitar 197 jiwa/km2. Kabupaten
Maros terdiri dari 14 kecamatan dan 103
kelurahan dan desa. Sebagian besar penduduk
tinggal didesa, yaitu sekitar 221.147 jiwa (66,19%)
dan penduduk yang tinggal di kota sebanyak
107.855 jiwa (33,81%).
Sumber: Kabupaten Maros Dalam Angka, BPS,2010
Gambar 6.1. Distribusi Penduduk Desa/Kota
6.1.2. Struktur penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin
Jumlah penduduk laki-laki sekitar 155.965 (49%) dan perempuan sekitar 163.037 (51%). Struktur
penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 3.2. Penduduk usia kerja,
yaitu berusia 15 tahun ke atas sekitar 218295 (68,4%) dan sisanya 100.707 (31,6%) orang adalah
penduduk usia dibawah 15 tahun.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
33,81
66,19
PERKOTAAN PEDESAAN
Sumber: Maros dalam Angka
Gambar 6.2. Piramida Penduduk Kabupaten Maros
6.2. Dinamika Ketenaga-kerjaan
6.2.1. Penduduk Angkatan Kerja
Jumlah penduduk angkatan kerja sekitar 140.254 orang (44%) merupakan dimana lebih dari 50%
(sekitar 75.000 orang) memiliki pendidikan SD ke bawah, sisanya berpendidikan SLTP atau SLTA ke
atas. Angkatan kerja yang berpenduidikan SLTA ke atas hanya 38%. Selanjutnya proporsi perempuan
yang memiliki pendidikan tinggi lebih besar dibandingkan laki-laki. (lihat gambar 4.1)
Sumber: Maros Dalam Angka, 2010
a) Berdasarkan pendidikan b) Berdasarkan Pendidikan dan Jenis kelamin
Sumber: Maros dalam Angka, 2010
Gambar 6.3. Penduduk Angkatan Kerja berdasarkan tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin
8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 2,0 4,0 6,0
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65+
Female
Male
18%
22%
22%
28%
3%
7% Tidak Punya Ijazah
SD atau Sederajat
SLTP atau Sederajat
SLTA atau Sederajat
D1 / D2 /D3
D4/S1/S2/S3
17,20 19,80 22,54 31,07
2,02
7,37
19,00 23,74 21,17 24,56
4,61
6,92
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Tid
ak P
un
ya Ij
azah
SD a
tau
Sed
era
jat
SLTP
ata
u S
ede
raja
t
SLTA
ata
u S
ede
raja
t
D1
/ D
2 /D
3
D4/
S1/S
2/S3
PEREMPUAN
LAKI-LAKI
Penduduk usia kerja yang bekerja sekitar 126.653 orang dan pengangguran sekitar 12.611 orang
(Lihat Tabel 6.1) dimana pengangguran yang berpendidikan SD sekitar 51%, sedangkan pengang-
guran dengan pendidikan SLTP sekitar 7,5% dan sisanya berpendidikan SLTA ke atas (42,2%).
Tabel 6.1. Status penduduk angkatan kerja berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten Maros
Status Pendidikan yang ditamatkan
Jumlah SD ke bawah SLTP SLTA keatas
Angkatan Kerja 74.948 21.233 44.083 140.264
Bekerja 68.515 20.291 37.847 126.653
Penganggur 6.433 942 6.236 12.611
Bukan Angkatan Kerja *) *) *) 78.031 Sumber: Maros Dalam Angka , BPS 2010
6.2.2. Partisipasi Angkatan Kerja dan Defisit Tenaga Kerja Produktif
Tingkat partisipasi kerja secara umum masih rendah, dimana perbandingan penduduk angkatan
kerja dengan penduduk usia kerja 64,3%, artinya terdapat 43,7% penduduk yang tdak bekerja karena
tidak bekerja/menganggur atau memang tidak aktif bekerja (ibu rumah tangga, sekolah dsb).
Sedangkan perbandingan penduduk yang bekerja dibandingkan penduduk usia kerja (employment
rate) sekitar 58% (lihat Tabel 6.2)
Tabel 6.2. Prediksi Tingkat aktifitas Penduduk, Pekerja dan Pengangguran
Distribusi penduduk dalam usia kerja berdasarkan jenis kelamin - 2010
Laki-laki Perempuan Total
1 Populasi 155.965 163.037 319.002
2 Penduduk usia kerja 15+ 104.165 114.130 218.295
3 Dalam angkatan kerja 88.147 52.117 140.264
4 Bekerja 82.847 43.806 126.653
5 Pengangguran 5.300 8.311 13.611
6 Tidak aktif (orang) 16.018 62.013 78.031
7 Rasio ketergantungan, aktual (%) 0,88 2,72 1,52
8 Rasio ketergantungan, berdasarkan usia (%) 0,50 0,43 0,46
9 Activity rate (%) = [3]/[2]*100 84,6% 45,7% 64,3%
10 Employment rate (%) = [4]/[2]*100 79,5% 38,4% 58,0%
11 Unemployment rate (%) = [5]/[3]*100 6,0% 15,9% 9,7%
Sumber: Maros dalam Angka, 2011
Gambar 6.4. Prediksi Defisit Lapangan Kerja Produktif
Jumlah angkatan kerja sekitar 140.264 jiwa (64%) dimana 58% diantaranya adalah penduduk yang
memiliki pekerjaan. Oleh karena itu masih terdapat pengangguran sekitar 9,7% (36110 orang).
Diantara penduduk yang bekerja, terdapat sekitar 18.517 orang merupakan pekerja tidak produktif.
Prediksi defisit tenaga kerja yaitu jumlah penduduk yang menganggur ditambah dengan pekerja
tidak produktif di kabupaten Maros sekitar 31.128 orang (Lihat Gambar 6.4).
Dari segi pendidikan, kualitas penduduk angkatan kerja relatif rendah dimana yang berpendidikan
SD, sekitar 9% menganggur, sedangkan angkatan kerja yang berpendidikan SLTP yang menganggur
adalah 942 orang dan SLTA ke atas yang menganggur adalah 6.236 orang (Lihat Tabel 6.1). Hal ini
menunjukkan bahwa Kabupaten Maros memiliki persoalan pengangguran yang serius yaitu
pengangguran dengan pendidikan rendah.
6.2.3. Penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor ekonomi
Sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan merupakan sektor yang menyerap tenaga
kerja tertinggi dengan penyerapan tenaga kerja 55.695 orang dan yang kedua adalah sektor
perdagangan yang mampu menyerap 22.402 orang serta ketiga adalah jasa kemasyarakatan yang
menyerap sekitar 22 orang tenaga kerja (lihat Gambar 6.2).
Sumber : http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id
Gambar 6.5. Jumlah Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor di Kabupaten Maros Tahun 2010
Sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, bangunan dan perdagangan besar/eceran dan
rumah makan lebih banyak didominasi oleh penduduk berpendidikan rendah (SD ke bawah).
Sementara itu sektor keuangan, listrik dan jasa kemasyarakatan memiliki tenaga kerja yang
berpendidikan lebih baik. (lihat Gambar 6.5)
Sumber : http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id
Gambar 6.6. Tingkat Pendidikan Pekerja di Berbagai Sektor.
55.696
1.388
7.755
362
6.646
22.402
8.518
1.787
22.051
0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000
Pertanian, kehutanan, perburuan dan …
Pertambangan dan penggalian
Industri Pengolahan
Listrik Gas dan Air
Bangunan
Perdagangan besar, eceran , rumah …
Angkutan, pergudangan dan komunikasi
Keuangan Asuransi usaha persewaan …
Jasa kemasyarakatan
42630 1067
3466
0
4017 12028
2875
82 2324
8545 238
1440
238
1391 4169
1728
440 2094
3784 83
2178
811 4676
3107
771
7825
124 256
2563
165 224 238
5159 P
ertanian
, kehu
tanan
, p
erbu
ruan
dan
perikan
an
Pertam
ban
gan d
an
pen
ggalian
Ind
ustri P
engo
lahan
Listrik Gas d
an A
ir
Ban
gun
an
Perd
agangan
besar, eceran
, ru
mah
makan
dan
ho
tel
An
gkutan
, pergu
dan
gan d
an
kom
un
ikasi
Keu
angan
Asu
ransi u
saha
persew
aan b
angu
nan
tanah
d
an jasa p
erusah
aan
Jasa kemasyarakatan
Universitas
Diploma I,II,III/ Akademi
SMTA Kejuruan
SMTA Umum
SMTP
<= SD
Untuk pekerja yang berpendidikan SD ke bawah, rata-rata upah yang diterima di sektor pertanian,
perdagangan dan bangunan relatif rendah dibandingkan dengan sektor yang lain (pertambangan,
angkutan, listrik dan gas, agkutan pergudangan serta jasa keuangan). Terlihat bahwa pendidikan
berpengaruh terhadap besarnya penghasilan di masing-masing sektor. Selanjutnya sektor yang bisa
memberikan upah lebih baik di Kabupaten Maros adalah sektor jasa, keuangan, listrik dan gas.
Tabel 6.3. Rata-Rata Upah/Gaji Per Sektor Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pekerja.
Sumber : http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id
6.2.4. Tantangan Ketenagakerjaan di Kabupaten Maros
Dari uraian di atas terlihat sangat jelas bahwa secara umum Kabupaten Maros memiliki defisit
angkatan kerja produktif sekitar 32.128 orang terdiri dari 13.611 pengangguran dan 18.517 tenaga
kerja tidak produktif. Persoalan ketenaga-kerjaan di Kabupaten Maros adalah rendahnya kualitas
pendidikan angkatan kerja terutama untuk penduduk yang tinggal di pedesaan. Secara lebih detil,
berdasarkan analisis data sekunder ditemukan berbagai persoalan ketenaga-kerjaan di Kabupaten
Maros diantaranya adalah:
Ditinjau dari sisi pendidikan, kualaitas tenaga kerja umumnya rendah karena paling banyak
berpendidikan SD ke bawah
Dengan kualitas SDM yang rendah tersebut, sektor yang mampu menyerap tenaga kerja
adalah sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan merupakan sektor yang
menyerap tenaga kerja tertinggi ( sektor pertanian menyerap 55.695 tenaga kerja, sektor
Pertanian, kehutanan,
perburuan dan perikanan
Pertambangan
dan penggalianIndustri Pengolahan Listrik Gas dan Air Bangunan
<= SD 415.951 978.151 862.736 1.089.076 635.667
SMTP 646.893 8.000.000 756.559 - 853.458
SMTA Umum - - 967.184 1.000.000 923.130
SMTA Kejuruan - - 1.250.000 - -
Diploma I,II,III/ Akademi - - - - -
Universitas 372.894 2.200.392 801.977 1.058.564 814.905
Perdagangan besar,
eceran , rumah makan dan
hotel
Angkutan,
pergudangan dan
komunikasi
Keuangan Asuransi
usaha persewaan
bangunan tanah dan
jasa perusahaan
Jasa
kemasyarakatan
<= SD 506.391 706.960 776.773 1.173.178
SMTP 670.894 1.177.709 1.361.681 1.127.967
SMTA Umum 524.874 2.473.750 150.000 1.054.392
SMTA Kejuruan 1.500.000 1.981.547 - 1.156.766
Diploma I,II,III/ Akademi - - 2.209.244 2.887.827
Universitas 622.082 1.256.769 1.221.239 1.561.672
Rata-Rata Upah / Gaji Bersih Pekerja / Karyawan Selama Satu Bulan Di Kabupaten Maros
Tahun 2010
perdagangan menyerap 22.402 tenaga kerja dan sektor jasa kemasyarakatan menyerap
sekitar 22.000 tenaga kerja)
Rata-rata penghasilan persektor berbeda, terendah adalah di sektor pertanian dan bangunan
terutama untuk pekerja berpendidikan rendah (SD ke bawah).
Proporsi angkatan kerja laki-laki dan perempuan setara untuk mereka yang berpendidikan SD
lebawah, namun untuk angkatan kerja berpendidikan SLTP dan SLTA, prosentasi laki-laki
cenderung lebih banyak dibandingkan wanita. Untuk angkatan kerja berpendidikan tinggi,
proporsi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan hasil diskusi hal-hal penting yang terkait dengan persoalan ketenaga kerjaan adalah :
Rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja disebabkan oleh karena umumnya penduduk
sudah merasa puas dengan tingkat pendidikan SD atau maksimum SLTP. l
Kebiasaan buruk angkatan kerja yaitu etos kerja yang kurang, terlambat masuk kerja, pemalas
tetapi banyak maunya (minta gaji tinggi), kurang percaya diri, kurang disiplin, selalu
mengharap bantuan, tidak menghargai waktu, mental KKN, peragu, terlalu santai
Angkatan kerja memiliki keterampilan kurang dan pengetahuan kewirausahaan rendah
Angkatan kerja kurang kreatif mengelola sumberdaya yang ada, memiliki kemampuan
manajemen yang kurang dan belum mampu bersaing
Lapangan kerja di Kabupaten Maros masih sangat kurang/ terbatas dan selain itu tidak
tersedia informasi yang cukup atau tidak ada akses informasi tentang pelatihan SDM/
keterampilan dan lowongan kerja.
6.3. Ketidak-setaraan
6.3.1. Ketidaksetaraan Penghasilan dan Kemiskinan
Kabupaten Maros masih mengahadi persoalan kemiskinan walaupun tingkat kemiskinan di
Kabupaten Maros terus menurun yaitu 36.331 jiwa (11%), bahkan sekarang lebih rendah dari angka
kemiskinan Nasional nasional yang mencapai 13,5% di tahun 2010 dan 11,96% di tahun 2012 (BPS,
2012). Tingkat kemiskinan ini sangat erat kaitannya dengan ketidak-setaraan penghasilan di berbagai
sektor atau jenis pekerjaan maupun di berbagai level tingkat pendidikan.
Sektor pertanian dan bangunan memiliki rata-rata penghasilan yang lebih rendah dari sektor yang
lain. Sementara itu penduduk yang berpendidikan SD di berbagai sektor memiliki rata-rata
penghasilan yang terendah yaitu dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu peningkatan
kesejahteraan penduduk atau pemberantasan kemiskinan akan tercapai jika pemerintah Kabupaten
Maros mampu memberikan peluang peningkatan pendapatan bagi sektor-sektor yang memberikan
penghasilan rendah terutama untuk pekerja dengan pendidikan rendah.
6.3.2. Kesetaraan Gender
Proporsi laki-laki dan perempuan untuk angkatan kerja yang berpendidikan rendah (SD ke bawah)
terlihat hampir sama., namun untuk angkatan kerja berpendidikan SLTP dan SLTA , prosentasi laki-
laki cenderung lebih banyak dibandingkan wanita. Untuk angkatan kerja berpendidikan tinggi,
proporsi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. (lihat Gambar 6.7).
Sumber: Maros Dalam Angka,BPS, 2010
Gambar 6.7. Tingkat pendidikan penduduk angkatan kerja berdasarkan jenis kelamin
Namun demikian tingkat partisipasi perempuan di Kabupaten Maros masih rendah , yaitu: 1) activity
rate perempuan sebesar 45,7% sedangkan laki-laki yang mencapai lebih dari 87%., 2) employment
rate (perbandingan penduduk yang bekerja dan penduduk usia kerja) untuk laki-laki 79,5% dan
perempuan 38,4%. (Lihat Tabel 6.2). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah penduduk angkatan
kerja perempuan yang berpendidikan tinggi termasuk kelompok pengangguran?
6.3.3. Ketidak-setaraan desa-kota
Jumlah angkatan kerja yang tinggal di pedasaan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan angkatan
kerja yang tinggal di perkotaan, sekitar 66%, tinggal di desa. Penduduk angkatan kerja di perkotaan
memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik. dimana laki-laki yang berpendidikan SLTA ke atas
mencapai 57%, sedangkan perempuan mencapai sekitar 54%. Untuk wilayah pedesaan, laki-laki
dengan pendidikan SLTA ke atas hanya 31% dan perempuan sekitar 26% dan sissanya berpendidikan
SLTP ke bawah (lihat Gambar 5.2). Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan pendidikan untuk
17,20 19,80 22,54 31,07
2,02
7,37
19,00 23,74 21,17 24,56
4,61
6,92
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Tidak Punya Ijazah SD atau Sederajat SLTP atau Sederajat SLTA atau Sederajat D1 / D2 /D3 D4/S1/S2/S3
LAKI-LAKI PEREMPUAN
wilayah desa dan kota jauh berbeda. Artinya di kabupaten Maros, kesempatan meraih pendidikan
yang lebih tinggi bagi penduduk desa lebih kecil dibandingkan dengan penduduk kota.
(a) Proporsi angkatan kerja (b) Tingkat pendidikan penduduk angkatan kerja Sumber : http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id
Gambar 6.8. Distribusi Tenaga Kerja Berdasarkan Desa-Kota
Tantangan untuk mengatasi defisit tenaga kerja produktif sekitar 32.128 orang yang harus
diselesaikan oleh pemerintah Kabupaten Maros umumnya tinggal di pedesaan dan berpendidikan
rendah. Dibutuhkan inovasi cerdas untuk dapat menyediakan lapangan kerja produktif bagi SDM
dengan kondisi seperti itu. Pertanyaannya adalah sektor apa yang dianggap mampu menyediakan
lapangan kerja produktif di Kabupaten Maros, yaitu dapat memberikan penghasilan lebih dari batas
kemiskinan?
6.4. Sektor Ekonomi dan pemilihan sektor unggulan
Tingkat pertumbuhan ekonomi Maros terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Di tahun
2010, tingkat pertumbuhan ekonomi Maros sebesar 7.1%. Sebagai kabupaten penyangga ibu kota
provinsi Sulawesi Selatan, Maros berada pada titik penentu prioritas sektor yang akan
dikembangkan, karena berbagai peluang yang dimilikina. Kabupaten Maros memegang peran
penting dalam mendukung sektor perdagangan Makassar, sektor pertaniannya merupakan salah
satu lumbung padi nasional, serta pariwisatanya merupakan salah satu tujuan pariwisata nasional.
Yang perlu menjadi catatan adalah, tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan di Kab. Maros
lebih tinggi dari rata-rata provinsi Sulawesi Selatan.
PERKOTAAN 34%
PEDE-SAAN 66%
7,91 11,65
22,55 23,14
13,04 16,92
23,69 27,60
21,74 17,29
23,01 23,35
41,90
34,96
24,83
18,68
2,77
8,27
1,59 2,55
12,65 10,90
4,33 4,67
-10,00
10,00
30,00
50,00
LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI PEREMPUAN
PERKOTAAN PEDESAAN
Tidak Punya Ijazah SD atau Sederajat SLTP atau Sederajat
SLTA atau Sederajat D1 / D2 /D3 D4/S1/S2/S3
Sumber: Maros Dalam Angka 2011, Pusdatinaker, 2010
Gambar 6.9. Perbandingan Distribusi PDRB dan Lapangan Pekerjaan Per Sektor
Gambar 6.9 menunjukkan perbandingan antara kontribusi sektor terhadap PDRB dan terhadap
penciptaan lapangan kerja. Terlihat bahwa dari sudut ekonomi, 38,5% PDRB disumbang oleh sektor
pertanian, dilanjutkan sektor industri pengolahan (23,3%), perdagangan (8,45%), dan jasa
kemasyarakatan lainnya sebesar 14%. Namun kontribusi masing-masing sektor ini dalam penciptaan
lapangan kerja tidak merata. Sektor pertanian menyediakan tenaga kerja hingga 44% sedangkan
industri pengolahan hanya menyediakan lapangan kerja sebesar 6.13%, sedangkan perdagangan dan
pariwisata menyediakan 17,7% dan jasa lainnya hingga 17,42%. Hal ini berarti terdapat ketimpangan
produktivitas antara sektor yang satu dengan yang lain. Sektor industri pengolahan merupakan
sektor yang paling produktif, karena jumah tenaga kerja sedikit, namun kontribusi ekonominya
besar. Namun ternyata, yang terrekam dalam data tersebut adalah industri pengolahan hasil
tambang.
Untuk itu, pemilihan sektor yang dapat terus menyediakan pekerjaan yang layak perlu
dipertimbangkan. Pemilihan sektor perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:
a. Memiliki demand / pasar
b. Sesuai dengan karakteristik tenaga kerja yang ada (pengangguran terbuka, sesuai dengan
tingkat pendidikan /ketrampilan yang ada)
c. Penyerapan tenaga kerja tinggi
d. Bisa memberikan imbalan yang layak
e. Berkelanjutan
38,51%43,99%
1,51%
1,10%
23,23%6,13%
0,91%
0,29%
1,67%
5,25%
8,46%17,69%
5,85% 6,73%
5,83% 1,41%
14,04% 17,42%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
PDRB Lapangan Kerja
Jasa kemasyarakatan
Keuangan Asuransi usaha persewaan bangunan tanah dan jasa perusahaan
Angkutan, pergudangan dan komunikasi
Perdagangan besar, eceran , rumah makan dan hotel
Bangunan
Listrik Gas dan Air
Industri Pengolahan
Pertambangan dan penggalian
Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan
Terdapat 4 sektor potensial sebagai sektor unggulan berdasarkan kriteria diatas, yaitu: Pertanian,
Perdagangan, Pengolahan pangan, Pariwisata.
Kerangka donat sistem pasar digunakan
untuk memandu hal yang perlu diperbaiki
untuk masing-masing sektor, yaitu dengan
mengeksplorasi:
1) Permasalahan dalam menjaga rantai
nilai di sektor ini;
2) Dukungan regulasi bagi penciptaan
iklim usaha,
3) Ketersediaan fungsi pendukung yang
dapat membuat sektor ini tumbuh.
7. Diskusi Upaya Pencapaian Target Lapangan Kerja Produktif di
berbagai sektor
Pemerintah Kabupaten Maros telah menyadari bahwa isu tentang ketenagakerjaan sangat penting
dan merupakan tugas dan kewenangan utama bagi pemerintah Kabupaten Maros dalam mengatasi
permasalahan tersebut. Permasalahannya adalah bagaimana merencanakan dan melaksanankan
penataan tentang ketenagakerjaan (angkatan kerja dan bukan angkatan kerja) dengan melibatkan
semua stakeholder unsur swasta, BUMN dan perusahaan daerah. Tingginya angka pengangguran
cukup sulit untuk diatasi, namun setidaknya terdapat 4 hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Maros yaitu:
1. Memberikan prioritas bagi anak berpendidikan rendah mendapat prioritas untuk diberikan
ketrampilan/ keahlian tertentu.
2. Meningkatkan kualitas program magang
3. Memberikan pelatihan berbasis kompetensi ditempat kerjanya masing-masing
4. Mengadakan pelatihan kepada generasi muda untuk menjadi wirausaha baru
Sesuai dengan diskusi di bab sebelumnya, 4 sektor terpilih sebagai sektor unggulan, yaitu: Pertanian,
perdagangan, industri perdagangan dan pariwisata. Untuk itu, sub bab berikut menggambarkan
kondisi saat ini dari masing-masing sektor, usulan kebijakan dan indikator keberhasilannya.
Kriteria pemilihan dan rekomendasi program:
Menyerap tenaga kerja
Memberi nilai tambah besar
1. RANTAI NILAI SEKTOR
UTAMA
I
N
P
U
T
P
A
S
A
R
2. FUNGSI PENDUKUNG DAN
LAYANAN USAHA
3. PERATURAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
Gambar 6.10. Kerangka Donat Sistem Pasar
Keterkaitan dengan sektor lain (multiplier effect)
Dijamin keberlanjutannya (pasar)
Memberikan peluang kerja yang setara
Mudah diimplementasikan
Biaya terjangkau
7.1. Sektor Pertanian
7.1.1. Kondisi saat ini: Kelemahan dan Peluang
Sektor pertanian ini masih dilakukan secara tradisional. Berdasarkan hasil diskusi kelemahan dan
tantangan dari sektor pertanian adalah :
• Belum terbangun sistem agrobisnis secara luas dari hulu ke hilir, sehingga jika sektor ini
dikembangkan maka peluangnya adalah membentuk sistem agrobisnis secara luas dari hulu ke
hilir karena sistem agrobisnis ini akan memiliki segmen yang menyerap tenaga kerja . selain itu
sektor pertanian harusnya dikembangkan menjadi sistem pertanian terpadu (wirausaha tani).
Peluang yang lain adalah membuka lahan pertanian organik karena saat ini permintaan pasar
untuk produk tersebut cukup tinggi, selain itu supaya produk dapat masuk ke supermarket
• Dari sisi SDM/ketenaga kerjaan, sektor pertanian memiliki SDM dengan pendidikan dan
ketrampilan yang rendah. Saat ini banyak terjadi urbanisasi sehingga SDM di sektor pertanian
sangat kurang karena banyak pemuda yang sudah tidak tertarik lagi bekerja di sektor pertanian.
Sesungguhnya peluang kerja di sektor pertanian sangat besar dan membutuhkan ketrampilan
yang tinggi di bidang agro bisnis.
• Kondisi infrastruktur dipandang masih belum memadai, jalan menuju ke lokasi pertanian belum
bagus oleh karena itu dibutuhkan program pemerinyah untuk perbaikan jalan akses ke wilayah
pertanian. Selain itu dibutuhkan sarana irigasi yang yang lebih luas dan memadai.
• Persoalan lingkungan yang dihadapi adalah penggunaan pupuk kimia yang cukup tinggi sehingga
saat ini mulai dirasakan penurunan kesuburan tanah. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi yang
ramah lingkungan, misalnya dengan memanfaatkan limbah pertanian atau kotoran ternak
untuk pupuk organik.
• Dari sisi produk, sampai sekarang belum ada standar kualitas hasil pertanian sehingga petani
tidak mengetahui kualitas yang seperti apa yang diinginkan oleh pasar. Informasi pasar juga
belum ada dan belum terbentuk kemitraan di bidang pertanian. Oleh karena itu dibutuhkan
adanya kemtiraan dan temu usaha agrobisnis. untuk kepentingan promosi dibutuhkan pameran
di bidang pertanian agar permintaan pasar makin besar.
7.1.2. Usulan Kebijakan dan Program
Agar sektor pertanian ini dapat dikembangkan sehingga mampu menyediakan lapangan kerja
produktif, maka dibutuhkan kebijakan dan program yang terpadu sebagai berikut:
1. Meningkatakan kapasitas SDM yaitu dengan memberikan pelatihan tentang pengembangan
usaha agrobisnis dan pertanian terpadu.
2. Peningkatan sarana dasar/infrastruktur pertanian
3. Mengadakan program pertanian organik
4. Mengembangkan program jaringan informasi pasar
5. Mengembangkan kawasan komoditi unggulan.
Dalam pengembangan program, pemerintah memiliki peran sebagai regulator, pihak swasta adalah
mitra sedangkan masyarakat petani adalah pelakunya.
7.1.3. Indikator keberhasilan
Aspek INDIKATOR KEBERHASILAN SEKTOR PERTANIAN
Kualitas SDM • Tersedianya tenaga terampil di desa
Produk dan Produktifitas
• Meningkatnya produksi dan produktivitas pertanian • Berkembangnya kualitas produksi pertanian ramah lingkungan • Berkembangnya tradisi bertani organic
Penyerapan tenaga kerja
• Berkurangnya pengangguran di desa
Sarana dan prasarana
• Terpenuhinya sarana dasar yang mendukung peningkatan usaha tani
Promosi • Mudahnya akses pemasaran dan sarana produksi dan informasi lancar di berbagai media
• Terjalinnya kemitraan antara petani, pelaku usaha dan pemodal
Pengembangan usaha
• Berkembangnya komoditas unggulan di setiap wilayah secara berkelanjutan dan terbangunnya sistem agribisnis
7.2. Sektor Perdagangan
7.2.1. Kondisi saat ini: kelemahan dan peluang
Sektor perdagangan yang dibahas adalah sakala kecil dan menengah, dimana kondisi saat ini masih
belum dapat memberikan peluang kerja produktif yang cukup karena:
• Perdagangan umumnya masih dilakukan dengan cara tradisional sehingga keuntungan kecil.
Penduduk/ pedagang masih kurang memanfaatkan teknologi (internet, dsb). Disisi lain akses
ke lembaga keuangan kurang (jaringan rendah). Peluang pasar seharusnya sangat besar
karena banyaknya arus manusia yang lalu lalang karena merupakan daerah trans dan adanya
PTB. Selain itu Maros merupakan daerah satelit dari ibukota provinsi (Makassar) dan
masyarkat perkotaan cenderung konsumtif.
• Kualitas SDM
Kualitas SDM rendah dan cenderung feodal, artinya dalam perdagangan tingkat pendidikan
SDM dianggap tidak penting. Tingkat pengetahuan untuk pengembangan usaha perdagangan
kurang sehingga kurang bisa membuka lowongan kerja
• Infrastruktur
Perdagangan di Kabupaten Maros didukung oleh ketersediaan pasar tradisional yang
berjumlah 21 pasar yang tersebar di 14 kecamatan diman 2 pasar sudah kelas satu dan 19
pasar kelas dua. Selama dua tahun terakhir ini anggaran perbaikan pasar cukup besar,
hampir lebih dari 10 M. sehingga secara kualitas sudah bagus. Untuk tahun depan masih
disediakan dana sebesar 17 M.
namun demikian pengelolaan pasar masih kurang baik dan perlu dikembangkan (karena
kesannya becek dan tidak teratur)
Selain pasar sarana perdagangan yang lain adalah Ruko yang harganya cukup mahal dan
belum ada pasar modern (yang bersih) yang menarik
Peran swasta untuk pengembangan pasar belum ada, misalnya melalui dana CSR
• Lingkungan
Pengelolaan lingkungan pasar kurang memadai (banyak limbah pasar/ sampah berserakan)
• Promosi
Promosi kurang karena tidak tahu caranya dan media promosinya tidak ada terutama bagi
yang tinggal di desa. Selain itu jalur informasi mengenai komoditi perdagangan tidak cepat
dketahui oleh pelaku perdagangan
• Produk yang diperdagangkan
Umumnya tidak dikemas dengan baik dan kualitas produk kurang, produk banyak yang
tidak tahan lama, masa guna (expired date) yang cepat
Sudah banyak indomaret di Maros tetapi tidak ada produk lokal yang bisa masuk karena
kualitas yang tidak terpenuhi akibat produk pertanian yang masih menggunakan pestisida.
7.2.2. Kebijakan dan Program
Kebijakan yang mendukung pengembangan perdagangan di Kabupaten maros adalah:
• Mengintegrasikan program pengembangan perdagangan dengan pengembangan wisata
• Memberikan keleluasaan kepada pedagang untuk mendapatkan akses modal yaitu dengan
melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan.
• Agar ada peningkatan kualitas SDM di bidang perdagangan, maka pemerintah harus memiliki
kebijakan untuk pelajar dengan memberikan pendanaan yang khusus agar dapat melanjutkan
pendidikan yang tinggi
• Pembuatan perda yang mengatur tentang asosiasi pedagang
Berdasarkan hasil diskusi, program yang dibutuhkan untuk pengembangan sektor perdagangan
antara lain:
o Peningkatan kualitas SDM:
Pelatihan penggunaan/ pembuatan sarana promosi, pengembangan produk, penggunaan
teknologi, akses informasi bagi pelaku perdagangan
Pelatihan tata cara pengemasan produk kerajinan pariwisata agar menarik dan memiliki
nilai jual
Pembinaan rutin untuk para pedagang/ wirausaha/ swasta di desa
o Program pengembangan usaha perdagangan:
Pembentukan asosiasi pedagang dalam rangka memudahkan oetani menjual hasil panen dan
untuk mengurangi keinginan menjual ke tengkulak
o Perbaikan lingkungan pasar:
Pengadaan mesin daur ulang sampah, baik plastik maupun organik
Mengaktifkan pengelola sampah untuk mengakomodir pengambilan sampah dari pasar
7.2.3. Indikator keberhasilan
Aspek INDIKATOR KEBERHASILAN SEKTOR PERDAGANGAN
Kualitas SDM • Meningkatnya kemampuan usaha perdagangan dalam akses pasar dan permodalan
• Banyaknya outlet pemasaran yang didirikan oleh masyarakat • Jumlah usaha dagang yang memiliki situs internet untuk bertransaksi
Produk dan Produktifitas
• Meningkatnya jumlah usaha yang ada • Meningkatnya hasil produksi
Penyerapan tenaga kerja
• Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor perdagangan • Banyaknya jumlah anak usaha kota di desa
Sarana dan prasarana
• Tersedianya akses telekomunikasi yang handal di Maros • Tersedianya akses jalan dari sentra produksi menuju sentra perdagangan • Tersedianya alat transportasi yang handal dan terjangkau dari sentra produksi
menuju sentra perdagangan
Promosi • Jumlah pameran dagang yang dilakukan di berbagai tingkat (kabupaten, provinsi, nasional)
• Jumlah konter promosi yang bisa diakses oleh para pengusaha di Maros • Jumlah situs usaha yang dipromosikan melalui berbagai media
Pengembangan usaha
• Formalisasi usaha • Banyaknya akses kredit bagi pengembangan usaha
7.3. Sektor Industri Pengolahan Pangan
7.3.1. Kondisi saat ini: kelemahan dan peluang
Jumlah produk yang masih kurang bervariasi, pengolahan masih skala rumah tangga . Para produsen
unumnya memiliki pengetahuan mutu yang masih kurang baik, sementara itu fasilitas produksi juga
masih sangat terbatas.
Disisi lain bahan baku sangat tersedia sehingga dapat dibuat berbagai jenis olahan misalnya:
- Olahan pangan: padi
- Olahan perikanan: ikan, kepiting
- Olahan perkebunan: jagung (nasi koboi), popcorn, pakan ternak
- Olahan kehutanan: kerajinan bambu
SDM Jumlahnya relatif kurang padahal jumlah angkatan kerja cukup tinggi namun belum
terlatih
Lingkungan Adanya limbah sisa hasil olahan yang belum terkelola dengan baik . Perlu
dikembangan proses produksi yang ramah lingkungan.
Promosi Media cetak (koran) sudah banyak dan sudah banyak yang sampai di pelosok-
pelosok dan masyarakat sudah banyak yang sering membaca koran bahkan
masyarakat sudah banyak yang sering online. Namun promosi untuk porduk olahan
masih terkendala dengan mahalnya biaya iklan di media cetak dan elektronik. Para
produsen juga belum paham bagaimana cara mempromosian melalui media
elektronik. Selain itu dibutuhkan pengetahuan cara memberikan merk yang menarik
pandangan masyarakat
7.3.2. Kebijakan dan program
Untuk menunjang pengembangan industri pengolahan pemerintah Kabupaten Maros perlu memiliki
berbagai kebijakan baru diantaranya
• Melakukan sertifikasi kepada industri olahan sehingga memiliki kualitas yang standar
• Merekomendasikan pengembangan bahan pangan/ komoditi unggulan, lombok, tomat,
jagung, udang dan lain-lain
• Kebijakan penetapan kawasan industri pengolahan pangan secara terpusat di setiap
kecamatan sesuai komoditas andalan dengan peralatan teknologi
• Memiliki kebijakan khusus agar terjadi kesetraraan gender dalam penyerapan tenaga kerja di
tingkat kecamatan
Berbagai usulan program untuk pengembangan sektor industri pengolahan adalah:
• Pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM)
• Peningkatan usaha-usaha pertanian yang berorientasi pasar
• Melakukan pembinaan home industri secara terarah dan berkesinambungan
7.3.3. Indikator keberhasilan
Keberhasilan dari pengembangan sektor industri pengolahan dapat dikukur dengan:
Aspek INDIKATOR KEBERHASILAN SEKTOR PENGOLAHAN PANGAN
Kualitas SDM • Meningkatnya partisipasi perempuan dalam kegiatan pengolahan pangan • Meningkatnya kemampuan SDM untuk membuat produk yang berkualitas dan
memenuhi standar layak pangan
Produk dan Produktifitas
• Meningkatnya jumlah usaha berijin PIRT • Meningkatnya hasil produksi • Layaknya upah yang diterima di sektor pengolahan pangan
Penyerapan tenaga kerja
• Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pengolahan pangan • Banyaknya jumlah usaha pengolahan pangan di desa
Sarana dan prasarana
• Tersedianya akses telekomunikasi yang handal di Maros • Tersedianya akses jalan dari sentra produksi menuju sentra perdagangan • Tersedianya alat transportasi yang handal dan terjangkau dari sentra produksi
menuju sentra perdagangan
Promosi • Adanya toko oleh-oleh khas Maros • Promosi sentra pengolahan pangan dan budaya mengkonsumsi pangan
lokal
Pengembangan usaha
• Formalisasi usaha • Banyaknya akses kredit bagi pengembangan usaha
7.4. Sektor Pariwisata
Obyek wisata di Kabupaten Maros yang sangat terkenal adalah Batimurung. Saat ini obyek wisata
Batimurung masih banyak dikunjungi oleh turis domestik dan belum banyak turis mancanegara yang
datang ke obyek wisata tersebut. Selain itu sesungguhnya Maros memiliki budaya yang unik yang
dapat menjadi daya tarik wisata, seperti acara pernikahan adat Maros, proses adat Maros.
7.4.1. Kondisi saat ini :kelemahan dan peluang
Pengembangan pariwisata di Kabupaten Maros mustinya sangat terbuka, namun sampai
saat ini investor masih kurang berminat. Selain itu belum ada regulasi yang jelas tentang
wisata di Maros, misalnya petapan derah/kawasan wisata dan segala sesuatu yang
mendukung pengembangan wisata.
Sarana dan prasarana pendukung wisata kurang memadai, misalnya ketersediaan hotel,
restoran dan transport menuju ke lokasi wisata juga masih kurang memadai.
Pengembangan sarana dan prasarana pendukung ini akan membuat wisatawan betah tinggal
lebih lama di Kabupaten Maros.
Pengelolaan lingkungan di sekitar obek wisata masih kurang baik terutama pengelolaan
limbah domestik. Masyarakat yang tinggal di sekitar obyek wisata membutuhkan
pengetahuan tentang bisnis wisata dan pengelolaan lingkungan sehingga dapat mendukung
pengembangan sektor wisata di kabupaten Maros.
Kualitas SDM yang mendukung pengembangan wisata masih kurang memiliki pengetahuan
tentang wisata. Peningkatan kualitas SDM/masyarakat sekitar terutama para pemuda akan
semakin mempercepat pengembangan wisata.
Obyek wisata selain wisata alam belum tergali padahal budaya Maros juga cukup unik dan
memiliki daya jual sebagai obyek wisata
Promosi wisata di kabupaten maros sangat kurang baik untuk turis domestik maupun
mananegara. Kurangnya promosi ini dikarenakan kurangnya dana promosi.
Berikut komentar dari wisatawan asing:
Don't waste your time.” *)
Reviewed July 3, 2012
We had one day to kill in Makassar, and decided to check out the waterfalls and butterfly park at
Bantimurung. What a waste of a day. We spent two hours on at least 3 different Bemos in the penetrating
heat to get there. Getting off the Bemo we walked past numerous stalls selling food, drink, and most
disappointingly, thousands of framed butterflies. Don't encourage this dispicable practice - its no wonder
there are very few butterflies left in what must have once been an incredible sight. We were expecting a
20 000 admission each based on Lonely Planets (often incorrect) advice, and arrived to face 50 000
rupiah each - more than we were willing to pay but considering the effort we took to get there decided to
bite the bullet. Basically this is a dirty public pool fed by a large waterfall. The waterfall itself is
impressive, but is ruined by its surroundings - litter, concrete, dilapidated facilities, and hawkers. We
walked to the top of the river only to find a walkway that was accessible with a flashlight, which guides
willingly offer - at this point we were done, and chose to make the walk straight back out the gates, only
to find no bemos returning to Rantepao. We waited 45 minutes, punctuated with swathes of locals
wanting to take pictures with us (which is normally fun, but less so when you're in a bad mood, and after
40 or 50 occurances), until we waved a Bemo down, for a 2 hour ride back to the city. Waste of money,
not to mention a whole day. Stay away.
Visited May 2012
Was this review helpful? Yes
Problem with this review?
Ask Patrick W about Bantimurung
7.4.2. Usulan Kebijakan dan Program
Pengembangan pariwisata di kabupaten Maros membutuhkan regulasi yang bentuknya afirmative
action, diantaranya:
• Masterplan pengembangan Bantimurung sebagai icon wisata Maros
• Masterplan pengembangan pariwisata desa
• Regulasi untuk peningkatan PADS bagi desa yang menjadi obyek wisata
• Perda perlindungan bagi tenaga kerja perempuan terutama di tempat pariwisata.
Selanjutnya program yang dibuthkan adalah program terintegrasi antara masyarkaat khususnya di
areal pariwisata dengan pemerintah (program pelestarian budaya lokal) yaitu:
• Program peningkatan kapasitas tenaga kerja di bidang pariwisata khusunya untuk
perempuan (skill dan perspektif)
• Program pengembangan pariwisata berbasis desa
• Progam peningkatan kapasitas msyarakat untuk pengelolaan lingkungan dan kegiatan yang
mendukung bisnis wisata.
• Program perlindungan khusus untuk tenaga kerja perempuan di sektor pariwisata
7.4.3. Indikator keberhasilan
Aspek INDIKATOR
Pengembangan obyek wisata
• Adanya areal pariwisata yang baru atau desa-desa wisata • Daerah wisata yang tertata rapi, ramah dan nyaman
Penyerapan tenaga kerja
• Penyerapan tenaga kerja di bidang wisata • Meningkatnya jumlah tenaga kerja perempuan di sektor pariwisata
Kerjasama • Adanya desa wisata yang dinai oleh CSR • Adanya kerjasama dengan swasta dan masyarakat untuk pengelolaan
pariwisata (modal/ investasi/ kerjasama desa dll)
Promosi • Adanya program promosi paket wisata yang lengkap di Maros • Peningkatan jumlah wisatawan asing dan domestik
8. Lampiran A. Agenda lokakarya
WAKTU SESI
Hari 1,
Tujuan hari 1: Memahami arahan strategis, kondisi pembangunan ekonomi di daerah, serta mengidentikasi sector unggulan serta strategi nilai tambah untuk pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan 08:00 – 08:30 Pendaftaran
08:30 - 09:00 Pembukaan
Ucapan Selamat Datang Ketua Panitia Lokakarya
Pidato dan Pembukaan Resmi Sekretaris Daerah Kabupaten Maros
Sesi Foto
09:00 – 09:15 Rehat Kopi 1
09:15 – 09:45 Perkenalan Fasilitator Utama – Tim ITS (Lantip Trisunarno, MT)
09.45 – 10.00 Sesi 1. Pengenalan Metodologi Perencanaan Bersama Program Ketenagakerjaan Narasumber: Dr Janti G
10:00 – 11:00 Sesi 2. Strategi Pembangunan Daerah Maros Narasumber : Ketua Bappeda Kab. Maros Moderator: ……..
11:00 – 12:00
Sesi 3. Meningkatkan Kesempatan Kerja – Fokus Pada Tingkat dan Kualitas Pembangunan Ekonomi – pemahaman fakta pembangunan ekonomi di Maros Nara Sumber: Dr. Janti Gunawan
12:00 – 13:00 Rehat Makan Siang
13:00 – 13:15 Energizer
Sesi 4. Meningkatkan Kesempatan Kerja – Fokus Pada Tingkat dan Kualitas Pembangunan Ekonomi (lanjutan) – memahami sector unggulan Fasilitator kelompok
14:30 – 15:00 Rehat Kopi
15:00 – 16:30
Sesi 5. Meningkatkan Kesempatan Kerja – Fokus Pada Tingkat dan Kualitas Pembangunan Ekonomi (lanjutan) – rantai nilai dan nilai tambah Fasilitator
Hari 2
Tujuan hari 2: Memahami kondisi sumber daya produktif dan tantangan pembangunan berbasis sumber daya (manusia dan alam) serta bagaimana implikasinya
Meninjau kembali kebijakan dan langkah yang ada, bagaimana pembangunan lebih adil dan berkelanjutan – menyusun masukan kebijakan dan rencana aksi
08:30 – 08:45 Pembukaan Hari 2 Rangkuman Hari 1, Pengenalan Kegiatan Hari 2 dan Ice Breaking Fasilitator utama
08:45 – 09:45
Sesi 7. Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Kab Maros Presentasi dan tanya jawab mengenai kondisi, dinamika dan karakteristik yang unik dari ketenagekarjaan, ekonomi dan bursa tenaga kerja Daerah. Narasumber: Dr.Agnes Tuti
09:45 – 10:00 Rehat Kopi
10:00 – 12:00
Sesi 8. Diskusi tantangan aspek sumber daya produktif di Maros Tujuan: Memperoleh prioritas tantangan pembangunan sumber daya produktif di Maros Diskusi kelompok
12:00 – 13:00 Rehat Makan Siang
13:00 – 13:15 Energizer
13:15 – 15:15 Sesi 9. Mencapai Tujuan Pembangunan dengan Kesetaraan Nara sumber: Dr. Eddy Soedjono
15:15 – 15:45 Rehat Kopi
15:45 – 16:45
Sesi 10: Rangkuman dan Kesimpulan serta Implikasi Kebijakan dan Studi Lanjutan Diskusi dan presentasi kelompok untuk mengajukan rekomendasi kebijakan dan studi lanjutan – jika diperlukan – untuk menindaklanjuti diskusi di Hari 1,2 dan 3 dengan cara mengulas kembali permasalahan, tantangan dan peluang yang telah diidentifikasi. Fasilitator:Dr Janti Gunawan
16:45 – 16:55 Evaluasi
16:55 – 17:00 Penutupan Lokakarya
9. Lampiran B. Daftar peserta lokakarya
Pemerintah
No Nama Instansi Jabatan No. Telp
1. H. M Natsir BPSK Kepala 81242998050
2. Makmur BAPPEDA Kasubag Pros 4115618278
3. Hj. Syamsiah Pariwisata Sekretaris 81355057769
4. Hj. Djohar Daud Bag. Hukum 82348737177
5. Nurwati Ishak BKKBN Sekretaris 82348605561
6. H. Nurdin Kopermdag 85255153330
7. Abd. Rauf Tokoh masyarakat 85298344252
8. Nurul Ashar Dinsosnaker Trans Pengawas ketenagakerjaan 81355409130
9. Drs. H. Muh. Nawir, Msi Dinsosna Kertrans kadis
10. A. Mappelawa Kec. Cambi Camat
11. Abdul Gaffal Dinas Sosial Kasi Pembina 82189908848
12. Ir. Jammaludi Ali Kec. Maros kades 81334517785
13. khairil anwar monev Bappeda staf 8194118237
14. H. Sattu Talib Kantor Camat M.Loe Kasi Pembangunan 81342248251
15. Muh. Yani Kec. Maruut
16. SULTAN TOMAS
17. Jammaludin Dinas Pertanian Ka. Sabag program 81342177085
18. Wahyu Kiswatiningsih BPS Kab. Maros Staf Sie Sosial 85255704981
19. Fatmawati DPKP Sekdie 821989830337
20. H. B. Burhan Kec. Tauralil Camat 81342435293
21. Diagustra Branda BAPPEDA staf 89694987444
22. Erlan Trisla Bappeda Staf 89694987444
23. Asis. Se. Kec. Camba 85299002488
24. Nur Alam Bappeda Staf
25. H. Abdul Haris Kec. M. Loe Camat 8114209771
26. A.s Chaidir DPRD Maros WAKA 812455297
27. Lovy Hendrajaya DPRD Maros Ketua Kom III 85398823022
28. ade permana 85256304301
Masyarakat
1. Muliati Kec. M. Loe Tokoh perempuan 81289844924
2. Hj. Dhaniar Anggota Koperasi Anggota
3. Hajerah Wanita usaha Anggota
4. Rosniah Kec. Camba Tokoh perempuan
5. Syahril HPPMI Sekum 85241757574
6. Opik HPPMI Bidang 82347271501
7. Muh. Syadiq T. HPPMI Ketua bidang adukasi 85242355546
8. Muh. Asri HMB Ketua 85255060562
9. M. Irdan AB LAPS Ketua 81342185091
10. Rusman Anno JARI CSR PM 81356559874
Swasta
1. Gunawan Gani PT. SBM 82187119477
2. Akbar PT.SBM 8234665387
3. Abd. Raup Swasta 8234798589
4. Nurasia Swasta 81342236869
5. Mustamin Swasta 85242412855
6. Nurkhaes M. Bank Sulsel 85341247777
7. A. Amin Swasta 81242907080
8. A. Singke Swasta 85242881823
10. Lampiran C. Harapan, Kekhawatiran & Kontribusi lokakarya
Sebelum lokakarya dimulai, peserta diminta untuk menuliskan harapannya, kekhawatiran dan
kontribusi yang akan diberikan. Langkah ini dilakukan untuk memastikan adanya kesepamahaman
harapan demi efektifnya lokakarya, dan mempertimbangkan ketidak efektifan lokakarya di masa
lampau (jika ada) untuk menjadi lebih baik, serta mengajak peserta sebagai pelaku pembangunan
untuk dapat berperan aktif sejak tahapan perencanaan pembangunan. Rangkuman harapan peserta
dapat dilihat tabel berikut:
Harapan Kekhawatiran Kontribusi
Selama lokakarya (output)
Perencanaan ketenagakerjaan dilaksanakan secara sistematis sinergis antara pemangku kepentingan dengan stakeholder terkait
Adanya perhatian terhadap UMP (upah minimum)
Memberikan informasi & inspirasi bagi masyarakat
Sebagai kegiatan fasilitasi pertemuan tenaga kerja dengan perusahaan, agar tenaga kerja dapat memperoleh perlindungan hokum
Pasca lokakarya (outcome)
Terserapnya angkatan kerja dengan terbukanya lapangan kerja -> berkurangnya pengangguran
Menciptakan usaha kecil dan wirausaha baru
Lokakarya ini hanya ada pada tatanan konsep, hanya eremonial / formalitas dan tidak ada tindak lanjut
Kegiatan yang berjalan tetap tidak ada kesesuaian antara program dengan kebutuhan tenaga kerja
Makin meningkat jumlah pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas karena jumlah kerja yang tidak sesuai.
Banyak perusahaan yang memperkerjakan anak usia sekolah dan tidak memperhatikan pendidikan
UMKM belum mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Ikut aktif dalam membuat perencanaan yang mampu membuka lapangan kerja
Memberi pelatihan/magang yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan
Menjadi fasilitator kegiatan di daerah sendiri, turut menciptakan lapangan kerja
Menyediakan data yang memadai untuk keperluan pemerintah dan masyarakat untuk membuat kebijakan tentang ketenagakerjaan
Memberi akses informasi lapangan kerja pada pencari kerja
• Mengusulkan hapus sistem kontrak kerja, memberi UMR yang layak kepada tenaga kerja
• Meningkatkan pengawasan ketenagakerjaan sehingga perlindungan terhadap tenaga kerja dapat maksimal sehingga tercipta hubungan harmonis antara tenaga kerja, pengusaha dan pemerintah.
Lampiran D. Evaluasi lokakarya
Lampiran E. Dokumentasi Lokakarya
Pembukaan Lokakarya
Proses Penyampaian Materi dan Diskusi
Proses Penyampaian Materi dan Diskusi
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi:
Pusat Studi PDPM LPPM-ITS
Kampus ITS Sukolilo-Surabaya
Telp. 031-5962271