Download - Laporan Iling
BAB I
PENDAHULUAN
Lingkungan ternak merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan dalam upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan
produktivitas ternak dengan memanfaatkan proses fisiologi ternak.
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup
keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta
flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan.
Sehingga lingkungan ternak adalah lingkungan yang berada disekitar
ternak dalam skala tertentu yang dapat mempengarungi proses fisiologis
ternak.
Lingkungan ternak sangat penting dipelajari karena sangat
perbengaruh terhadap produksi dan produktivitas ternak sesuai dengan
rumus P=G+E+GE. Produksi dipengaruhi oleh genetik, environment, dan
interaksi antara keduanya. Environment atau lingkungan dibagi menjadi 2
yaitu makro dan mikro, tetapi disini hanya dipelajari lingkungan mikro.
Lingkungan mikro adalah kondisi disekeliling ternak yang berpengaruh
secar langsung atau tidak langsung terhadap tubuh ternak.
Lingkungan mikro terdiri dari komponen-komponen: lingkungan
fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan hayati, lingkungan sosial. Lingkungan
fisik meliputi kelembaban, suhu udara, panjang penyinaran, tekanan
udara, pencahayaan, kecepatan angin, radiasi sinar matahari, curah
hujan, lahan kandang dan peneduh. Lingkungan kimiawi meliputi
komposisi dan susunan, ikatan-ikatan kimiawi, debu, arang, pasir, tanah,
tanaman, asap. Lingkungan hayat meliputi mikroorganisme, predator atau
pemangsa, manusia, ketakutan, dan penyakit. Lingkungan sosial antara
lain adalah cara pemeliharaan misalnya pemeliharaan intensif, semi
intensif maupun pemeliharaan ekstensif. Faktor lingkungan tersebut akan
mempengaruhi proses fisiologi ternak itu sendiri. Apabila keadaan
lingkungan mendukung untuk proses fisiologi, maka ternak merasa
1
nyaman, dengan begitu ternak akan dapat memproduksi secara
maksimal. Sedangkan apabila lingkungan tidak mendukung proses
fisiologis ternak, maka ternak akan beradaptasi dengan berbagai cara
diantaranya: stress terjadi terhadap semu individu yang ada di dalam
kelompok, strain (pengaruhnya terhadap setiap individu), produksi turun,
lebih parah dari itu ternak dapat juga mati.
Sistem peternakan di daerah tropis termasuk Indonesia sebagian
besar dikelola secara tradisional sehingga faktor cuaca tropis merupakan
faktor paling penting yang berperan pada produktivitas ternak. Cuaca
merupakan keadaan harian unsur-unsur meteorologi yang berfluktuasi
seperti radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin
dan curah hujan, serta iklim yang merupakan rata-rata keadaan cuaca
sesuai wilayah tertentu, selama jangka waktu bertahun-tahun (minimal
pengamatan 10 tahun). Cuaca ternyata berpengaruh terhadap
produktivitas ternak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengaruh secara langsung yaitu pengaruh satu unsur meteorologi atau
lebih lebih terhadap tubuh ternak, sedang pengaruh tidak langsung adalah
melalui dampaknya terhadap sifat dan kesuburan tanah yang pada
gilirannya akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas tanaman (hijauan
pakan ternak).
Iklim tropis dapat bersifat sebagai stressor pada sistem faali ternak
yang dapat menghambat kemampuan ternak untuk tumbuh, berkembang
biak dan kemampuan untuk berproduksi. Oleh karena data meteorologi
sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak maka sektor
peternakan perlu sekali mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan
pengamatan yang dilakukan oleh stasiun meteorologi.
Tujuan dari praktikum ilmu lingkungan ini adalah untuk mengetahui
alat-alat meteorologi pertanian dan dapat mengetahui keadaan lingkungan
dengan melihat data yang dihasilkan oleh alat tersebut, selain itu nantinya
dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan ternak.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor Lingkungan Terhadap Produktivitas Ternak
Performans atau penampilan individu ditentukan aoleh dua fator,
yait faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh
susunan gen dan romosom yang dimiliki oleh individu tadi. Faktor
lingkungan bergantung pada kapan dan dimana individu itu berada.
Berbeda dengan faktor genetik, faktor lingkungan tidak baka dan berubah
dari waktu ke waktu. Faktor ini juga tidak diwariskan kepada anak
keturunannya.
Unsur-unsur lingkungan fisik ternak dapat digrafikkan secara umum
sebagai jari-jari dari sebuah roda. Pada lingkungan permukaan roda
digrafikkan sebagai lingkungan keseluruhan yang ditopang bentuknya
oleh jari-jari roda dimana melambangkan pengaruh berbagai unsur
tersebut, dan terdapat interaksi penting diantara unsur-unsur tersebut.
Apabila pengaruh dari suatu unsur mencapai ekstrim maka satu jari akan
patah dan keseimbangan antara ternak dan lingkungan akan terganggu.
Stres iklim dapat menekan nafsu makan, menurunkan pakan yang
dimakan dan lamanya merumput, serta akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi susu (Williamson, dan Payne, 1993).
Ketinggian tempat dari permukaan laut tidak memberi pengaruh langsung
pada produksi ternak. Namun berhubungan dengan unsur-unsur iklim
yang mempengaruhi status fisiologi penggunaan pakan, maka ketinggian
tempat secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi ternak.
Iklim Mikro
Menurut Kartasapoetra (1993), yang dimaksud dengan klimatologi
adalah ilmu yang membahas dan atau menerangkan tentang iklim,
bagaimana iklim itu dapat berbeda pada suatu tempat dengan tempat
lainnya. Iklim dapat di pandang sebagai kebiasaaan-kebiasaan alam yang
3
berlaku yang di gerakkan oleh gabungan dari pada unsur-unsur yaitu:
radiasi matahari, temperatur, kelembaban, awan, presifikasi, evaporasi,
tekanan udara dan angin.
Setiap daerah mempunyai iklim yang tidak seragam, masing-
masing dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat variable dan bersifat
tetap yaitu luas daerah, distribusi lahan dan air, tinggi tempat, tanah dan
topografi. Sedang yang bersifat variable yaitu aliran angin, curah hujan
dan vegetasi. Di samping itu interaksi faktor-faktor tersebut di atas
menyebabkan adanya mikro iklim yang spesifik pada daerah tertentu
(Williamson dan Payne, 1993).
Temperatur udara
Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari pergerakan
molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan
kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke
benda-benda lain atau menerima panas dari benda-benda lain tersebut.
Dalam sistem dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda
yang bersuhu lebih tinggi (Anonim, 2012).
Untuk menjaga dan mempertahankan suhu tubuh terhadap suhu
lingkungan yang sangat bervariasi, hewan ternak harus mempunyai
balance thermal atau keseimbangan panas antara panas yang diproduksi
oleh tubuh atau panas yang didapat dari lingkungannya dengan panas
yang hilang kelingkungannya (Williamson dan Payne, 1993).
Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang di ukur
berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Faktor-
faktor yang mempengaruhi suhu di permukaan bumi adalah: jumlah
radiasi yang di terima per tahun per hari per musim, pengaruh daratan
atau lautan, pengaruh ketinggian tempat, pengaruh angin secara tidak
langsung, pengaruh panas laten yaitu panas yang di simpan dalam
atmosfer, penutup tanah yaitu tanah yang di tutup vegetasi, tipe tanah
yaitu tanah-tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi, pengaruh sudut
4
datang sinar matahari, sinar yang tegak lurus akan membuat suhu yang
lebih panas dari pada yang datangnya miring. Pengaruh suhu terhadap
makhluk hidup adalah sangat besar sehingga pertumbuhannya benar-
benar seakan tergantung padanya, terutama dalam kegiatan-kegiatannya
(Kartasapoetra, 1993).
Kelembaban
Kelembaban didefinisikan sebagai perbandingan fraksi molekul uap
air di dalam udara basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada suhu
dan tekanan yang sama, atau perbandingan antara tekanan persial uap
air yang ada di dalam udara dengan tekanan jenuh uap air yang ada pada
temperatur yang sama. Kelembaban relatif dapat dikatakan sebagai
kemampuan udara untuk menerima kandungan uap air, jadi semakin
besar RH semakin kecil kemampuan udara tersebut untuk menyerap uap
air (Anonim, 2012).
Menurut Kartasapoetra (1993), yang di maksud dengan
kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara.
Kelembaban udara sangat berhubungnan erat dengan suhu udara dalam
mempengaruhi suhu tubuh seekor ternak. Suhu tubuh akan mengalami
perubahan apabila kelembaban udara yang di sebabkan oleh karena
adanya perubahan suhu udara.
Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan faktor yang dapat
menstimulasi curah hujan. Basarnya kelembaban di suatu tempat pada
suatu musim erat hubungannya dengan perkembangan-perkembangan
dari organisme terutama jamur dari penyakit tumbuhan (Kartasapoetra,
1993).
Selain itu kelembaban dipengaruhi oleh adanya pohon-pohon
pelindung, terutama apabila pohon-pohonnya rapat. Adanya ramalan
cuaca mengakibatkan kita dapat dengan segera melakukan
penyemprotan dengan fungisida. Di daerah tropis yang kelembbannya
besar mengakibatkan masalah bagi tanaman terutama untuk hasil-hasil
5
sayuran, hasil ini akan cepat membusuk yang di sebabkan oleh RH tadi
(Kartasapoetra, 1993).
Tekanan udara
Menurut Anonim (2012), daerah yang banyak menerima panas
matahari, udaranya akan mengembang dan naik. Oleh karena itu, daerah
tersebut bertekanan udara rendah. Ditempat lain terdapat tekanan udara
tinggi sehingga terjadilah gerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke
daerah bertekanan udara rendah.
Kecepatan Angin
Angin merupakan gerakan atau perpindahan dari suatu masa udara
dari suatu tempat ke tempat lain secara horizontal. Masa udara yaitu
udara dalam ukuran yang sangat besar yang sangat mempunyai sifat fisik
(tenperatur dan kelembaban) yang seragam dalam arah yang horizontal.
Sifat masa udara di tentukan oleh : daerah atau tempat di mana masa
udara terjadi, jalan yang di lalui oleh masa udara, umur dari masa udara
(Kartasapoetra, 1993).
Gerakan dari angin biasanya berasal dari daerah yang bertekanan
tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Angin juga mempunyai arah
dan kecepatan. Arah angin biasanya dinyatakan dengan dari mana arah
angin itu datang. Kecepatan angin sering menimbulkan berbagai
kerusakan (Kartasapoetra, 1993).
Arah angin
Besarnya angin ditunjukkan dengan satuan derajat, 1 derajat untuk
angin arah dari utara, 90 derajat untuk angin arah dari timur, 180 derajat
untuk angin arah dari selatan, 270 derajat untuk angin arah dari barat
(Anonim, 2012)
6
Status Faali
Ternak yang sehat memiliki parameter sebagai pedoman untuk
mengetahui organ-organ tubuh bekerja secara normal. Pengukuran
terhadap parameter fisiologi yang biasa dilakukan di lapangan tanpa alat-
alat laboratorium menurut Kasip (1995), adalah pengukuran respirasi,
detak jantung dan temperatur rektal.
Kasip (1995), menyatakan bahwa parameter fisiologis tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas kerja, lama kerja
dan kondisi lingkungan termasuk temperatur lingkungan, kelembaban
udara, radiasi sinar matahari, dan kondisi kandang. beberapa unsur iklim
yang berpengaruh terhadap kondisi fisiologis ternak yaitu suhu, dan
kelembaban udara. Penyimpangan dari pedoman tersebut merupakan
petunjuk bahwa satu atau beberapa organ dari ternak tersebut bekerja
tidak normal.
Respirasi
Sistem respirasi adalah struktur-struktur yang terlibat dalam
pertukaran gas antara darah dengan lingkungan atau system eksternal.
Oleh karena itu, system respirasi biasa disebut dengan system pulmoner
(Frandson, 1992).
Menurut Frandson (1992), respirasi menyangkut dua proses, yaitu
pernafasan luar (eksternal respiration) dan pernafasan dalam (internal
respiration). Eksternal respiration yaitu pertukaran udara yang terjadi di
dalam paru-paru, antara udara yang terkandung dalam kapiler-kapiler
darah pulmonalis. Sedangakan internal respiration adalah pertukaran
udara yang terjadi pada jaringan-jaringan.
Frandson (1992), menyatakan bahwa respirasi mempunyai dua
fungsi utama yaitu untuk menyediakan oksigen bagi darah dan mengambil
karbondioksida dari dalam darah. Sedang fungsi-fungsi yang bersifat
sekunder, meliputi membantu dalam regulasi keasaman cairan
7
ekstraseluler dalam tubuh, membantu pengendalian suhu, eliminasi air
dan fonasi (pembentukan suara).
Hormon thyroid dapat meningkatkan laju metabolisme sehingga
akan meningkatakn respirasi. Jika kebutuhan udara meningkat, maka
frekuensi respirasi juga akan meningkat. Untuk respirasi yang tinggi dapat
menjadi sarana prasarana peningkatan panas tubuh untuk periode yang
pendek (Frandson, 1992)
Ditambahkan pula oleh Frandson (1992), bahwa respirasi
dipengaruhi oleh temperatur, lingkungan, ukuran tubuh dan keadaan
bunting. Apabila temperatur udara tinggi, maka ternak akan berkurang
respirasinya. Sedangkan lingkungan berpengaruh jika ternak berada di
daerah perbukitan, maka pertukaran oksigen akan rendah yang
berpengaruh pada pengukuran/pengurangan respirasi ternak.
Pulsus
Pulsus atau gelembung pulsus merupakanm suatu gelembung
akibat naiknya tekanan sistol dari jantung yang kemudian menjalar
sepanjang arteri dan kapiler. Pulsus dapat diketahui dengan meraba pada
organ yang keras, misalnya tulang. Pulsus terjadi karena adanya kegiatan
jantung dalam memompa darah ke seluruh jaringan. Jantung menerima
darah ke dalam bilik-bilik dan kemudian memompanya dari ventrikel
menuju ke jaringan dan selanjutnya kembali lagi (Frandson, 1992).
Kasip (1995), menyatakan bahwa keadaan denyut nadi
berperanan pula pada pengaturan temperatur tubuh agar tetap dalam
kisaran normal. Apabila temperatur lingkungan meningkat, maka jumlah
denyut nadi juga akan meningkat pula untuk memompa darah ke
permukaan tubuh dimana akan terjadi pembebasan panas untuk menjaga
supaya temperatur tubuh tetap normal.
Temperatur rektal
Temperatur inti yang ada di dalam tubuh bagian dalam dari suatu
tubuh ternak disebut sebagai temperatur tubuh. Ada beberapa faktor atau
8
kondisi yang dapat menjaga variasi temperatur normal pada tubuh anatara
lain: umur (age), jenis kalamin (sex), iklim atau cuaca, waktu dalam hari,
suhu lingkungan (environmemt temperature), aktivitas atau kegiatan
(exercise), makan (eat), pencernaan dan minum air (drink water)
(Swenson, 1993).
Proses pembentukan panas di dalam tubuh ternak berlangsung
terus-menerus dan untuk menjaga temperatur tubuh agar tetap dalam
kisaran normal maka pembuangan panas ke lingkungan juga berlangsung
terus-menerus. Proses pembuangan panas ke lingkungan tergantung dari
temperatur lingkungan. Bila temperatur lingkungan rendah, maka tubuh
akan memproduksi panas dan panas yang dilepaskan ke lingkungan
terbatas (Kasip, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur rectal antara lain
adalah bangsa ternak, aktivitas dan kondisi kesehatan ternak serta kondisi
iklim lingkungan (Frandson, 1996). Menurut Swenson (1993), kisaran
normal temperatur rectal dari kelinci adalah 38,6 sampai 40,1oC,
sedangkan ayam adalah 40,6 sampai 43,0oC.
9
BAB III
MATERI DAN METODE
Materi
Acara I
Iklim Mikro
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum adalah wheater station,
termometer ruangan dan hygrometer.
Bahan. Tidak ada bahan yang digunakan dalam praktikum iklim
mikro.
Status Faali
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum adalah stetoskop,
counter dan termometer batang.
Bahan. Bahan yang digunakan adalah ayam jantan hitam, ayam
jantan putih, ayam betina hitam, ayam betina putih, kelinci jantan hitam,
kelinci jantan putih, kelinci betina hitam dan kelinci betina putih.
Acara II
Iklim Mikro
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum adalah wheater station,
termometer ruangan dan hygrometer.
Bahan. Tidak ada bahan yang digunakan dalam praktikum iklim
mikro.
Status Faali
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum adalah stetoskop,
counter dan termometer batang.
Bahan. Bahan yang digunakan adalah ayam jantan hitam, ayam
jantan putih, ayam betina hitam, ayam betina putih, kelinci jantan hitam,
kelinci jantan putih, kelinci betina hitam dan kelinci betina putih.
10
Metode
Acara I
Iklim Mikro
Pengamatan iklim mikro dilakukan dengan cara mengamati secara
langsung thermometer hygrometer untuk di dalam ruangan dan weather
station untuk di luar ruangan selama 10 menit sekali. Data yang yang di
ambil meliputi suhu ruangan dan kelembaban udara untuk di dalam
ruangan serta suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan
angin, dan arah angin untuk di luar ruangan.
Status Faali
Semua probandus diukur status faalinya di dalam ruangan yang
meliputi temperature rektal, respirasi dan pulsus, masing-masing tiga kali
pengulangan. Kemudian semua probandus dijemur di bawah sinar
matahari dan diukur status faalinya lagi. Temperature rektal diukur dengan
cara memasukkan thermometer batang ke dalam kloaka ayam atau
thermometer rektal ke dalam rektum kelinci, respirasi diukur dengan cara
melihat kembang kempisnya perut, dan pulsus diukur dengan cara
menempelkan stetoskop di dada ternak.
Acara II
Iklim Mikro
Pengamatan iklim mikro dilakukan dengan cara mengamati secara
langsung thermometer hygrometer untuk di dalam ruangan dan weather
station untuk di luar ruangan selama 10 menit sekali. Data yang yang di
ambil meliputi suhu ruangan dan kelembaban udara untuk di dalam
ruangan serta suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan
angin, dan arah angin untuk di luar ruangan. Semua data tersebut diamati
didataran tinggi maupun di dataran rendah.
11
Status Faali
Semua probandus diukur status faalinya yang meliputi temperatur
rektal, respirasi dan pulsus, masing-masing tiga kali pengulangan di
dataran tinggi maupun di dataran rendah. Temperatur rektal diukur
dengan cara memasukkan thermometer batang ke dalam kloaka ayam
atau thermometer rektal ke dalam rektum kelinci, respirasi diukur dengan
cara melihat kembang kempisnya perut, dan pulsus diukur dengan cara
menempelkan stetoskop di dada ternak.
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Acara I
Iklim Mikro
Iklim mikro yang diamati pada saat praktikum dilakukan di dalam
dan di luar ruangan Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak.
Pengamatan yang dilakukan meliputi suhu udara, kelembaban udara,
tekanan udara, kecepatan angin dan arah angin.
Suhu
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap suhu udara didapatkan
data hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 1 serta grafik dari hasil
tersebut disajikan pada grafik 1.
Tabel 1. Hasil pengamatan suhu udaraTitik waktu
pengamatanDi dalam ruangan
(°C) Di luar ruangan
(°C) 11.2811.3811.4811.5812.0812.1812.2812.3812.4812.58
30303030303030303030
35,435,435,435,435,435,435,435,435,435,4
13
11.28 11.38 11.48 11.58 12.08 12.18 12.28 12.38 12.48 12.580
10
20
30
40
50
60
70
Series2Series1
Grafik 1. Grafik perubahan suhu
Berdasarkan praktikum yang dilakukan adalah mengamati
perbedaan suhu antara suhu di dalam dan di luar ruangan yang dilakukan
pada pukul 11.28 sampai pukul 12.58 dengan selang waktu 10 menit.
Selama pengukuran tidak ada perubahan suhu pada masing-masing
ruang yaitu suhu di dalam ruangan 30°C dan diluar ruangan yaitu 35.4°C.
Terdapat perbedaan antara kedua ruangan pengambilan data yaitu suhu
di dalam ruangan lebih rendah daripada di luar ruangan. Menurut
Prawirowardoyo (1996), suhu di luar ruangan lebih tinggi daripada di
dalam ruangan, hal ini dikarenakan sinar matahari langsung sampai ke
bumi tanpa penghalang, sedangkan jika di dalam ruangan rambatan
radiasi panas matahari akan terhalang oleh ruangan sehingga suhu udara
di dalam ruangan lebih rendah daripada di luar ruangan.
Tjasjono (1999) menyatakan bahwa perubahan temperatur akan
menyebabkan perubahan fisiologi hewan seperti terjadinya perubahan
frekuensi respirasi, pulsus, temperatur rektal dan konsumsi air, sedangkan
nafsu makan akan turun. Perubahan ini adalah usaha ternak untuk
mempertahankan balance thermal tubuh.
Kelembaban udara
Adapun hasil dari pengukuran yang diperoleh saat pengukuran
kelembaban udara adalah sebagai berikut
Tabel 2. Hasil pengamatan kelembaban udara
14
Titik waktu pengamatan
Di dalam ruangan(%)
Di luar ruangan(%)
11.2811.3811.4811.5812.0812.1812.2812.3812.4812.58
57,557,557,5585858
59,560
60,560,5
12131314202020212326
11.2811.38
11.4811.58
12.0812.18
12.2812.38
12.4812.58
0102030405060708090
100
Di luar ruangan (%)Di dalam ruangan (%)
Grafik 2. Grafik kelembaban udara
Hasil yang diperoleh pada praktikum kelembaban mengalami
kenaikan. Kelembaban udara berubah sesuai tempat dan waktu,
menjelang tengah hari kelembaban berangsur menurun, pada sore hari
sampai menjelang pagi hari kelembaban udara bertambah besar
(Tjasjono, 1999).
Hasil praktikum menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara
kelembaban udara di dalam dan di luar ruangan. Di dalam ruangan
memiliki kelembaban relatif yang lebih tinggi daripada di luar ruangan.
Menurut Tjasjono (1999), perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain distribusi darat dan air, radiasi matahari dan masa udara.
Tekanan Udara
15
Adapun hasil dari pengukuran yang diperoleh saat pengukuran
tekanan udara adalah sebagai berikut
Tabel 3. Hasil pengamatan tekanan udara
Titik waktu pengamatan
Di luar ruangan(milibar)
11.2811.3811.4811.5812.0812.1812.2812.3812.4812.58
29,4729,4829,4729,4429,4029,4129,4029,4129,4429,43
11.2811.38
11.4811.58
12.0812.18
12.2812.38
12.4812.58
29.3629.38
29.429.4229.4429.4629.48
29.5
Di luar ruangan (milibar)
Di luar ruangan (milibar)
Grafik 3. Grafik tekanan udara
Berdasarkan praktikum ini pengamatan tekanan udara hanya
dilakukan diluar ruangan. Pengamatan dilakukan pada pukul 11.28
dengan tekanan udara 29,47 milibar dan pengamatan terakhir dilakukan
pada pukul 12.58 diperoleh hasil yaitu 29,43 milibar. Pengamatan ini
dilakukan setiap sepuluh menit sekali. Menurut Anonim (2012), daerah
yang banyak menerima panas matahari, udaranya akan mengembang
dan naik. Oleh karena itu, daerah tersebut bertekanan udara rendah.
Ditempat lain terdapat tekanan udara tinggi sehingga terjadilah gerakan
udara dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan udara rendah.
16
Kecepatan angin
Adapun hasil dari pengukuran yang diperoleh saat pengukuran
kecepatan angin adalah sebagai berikut
Tabel 4. Hasil pengamatan kecepatan angin
Titik waktu pengamatan
kecepatan(knot)
11.2811.3811.4811.5812.0812.1812.2812.3812.4812.58
0002240000
11.2811.38
11.4811.58
12.0812.18
12.2812.38
12.4812.58
012345
kecepatan (knot)
kecepatan (knot)
Grafik 4. Grafik kecepatan angin
Kecepatan angin hanya diukur di luar ruangan dan pengamatan
awal dilakukan pada pukul 11.28 dengan kecepatan angin sebesar 0 knot
dan berakhir pada pukul 12.58 dengan kecepatan angin 0 knot.
Kecepatan angin sebesar 1 knot setara dengan 0,5 m/s (Kartasapoetra,
1993).
Tjasjono (1999) mengungkapkan bahwa angin merupakan udara
yang bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan
rendah yang disebabkan oleh adanya tekanan horizontal. Pengaruh angin
pada ternak menurut Williamson dan Payne (1993) terutama terhadap
17
pelepasan panas dari tubuh ternak, diterangkan bahwa pengeluaran
panas melalui konveksi akan naik bila angin sejuk berhembus pada saat
yang sama pengeluaran panas melalui penguapan juga bertambah.
Arah Angin
Berdasarkan pengukuran arah angin didapat data yang ditunjukkan
pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil pengamatan arah angin
Titik waktu pengamatan
Di luar ruangan(°)
11.2811.3811.4811.5812.0812.1812.2812.3812.4812.58
230240240270330350330280250250
11.2811.38
11.4811.58
12.0812.18
12.2812.38
12.4812.58
050
100150200250300350400
Di luar ruangan (°)
Di luar ruangan (°)
Grafik 5. Grafik arah angin
Besarnya angin ditunjukkan dengan satuan derajat, 1 derajat untuk
angin arah dari utara, 90 derajat untuk angin arah dari timur, 180 derajat
untuk angin arah dari selatan, 270 derajat untuk angin arah dari barat
(Anonim, 2012). Praktikum pengamatan arah angin hanya dilakukan di
luar ruangan dan pada awal pengamatan dilakukan pada pukul 11.28
18
dengan arah angin 230 dan berakhir pada pukul 12.58 dengan arah angin
yang 250.
Status Faali
Praktikum status faali ini bertujuan untuk membandingkan
pengaruh variable yang satu dengan laninnya. Variable yang dgunakan
adalah suhu dan klelembaban di dalam dan diluar ruangan, warna bulu,
jenis kelamin dan diuji hubungannya dengan status faali yang meliputi
respirasi, pulsus dan temperatur rektal.
Respirasi
Respirasi meliputi semua proses kimia dan fisik dimana organisme
menukar udara atau gas dengan lingkungannya. Respirasi sederhana
terjadi secara langsung, tetapi pada hewan tingkat tinggi memiliki sistem
organ yang tersusun lebih jelas. Sistem respirasi pada hewan mamalia
terdiri dari paru-paru dengan segala kelengkapan yang meliputi otot yang
mengelilinginya beserta thorac, syaraf afferent dan efferent yang
berhubungan erat dengan larynk yang berfungsi untuk ekspirasi dan
inspirasi (Duke’s, 1995).
Berikut hasil pengukuran respirasi ayam dan kelinci jantan betina
yang ditunjukkan pada tebel 6 dan 7.
Tabel 6. Rata-rata respirasi ayam dan kelinci jantan.Jenis ternak Hitam Putih
Dalam ruang Luar ruang Dalam ruang Luar ruangKelinciAyam
81,7733,96
151,7534,33
83,5539,22
147,1327,12
Tabel 7. Rata-rata respirasi ayam dan kelinci betina.Jenis ternak Hitam Putih
Dalam ruang Luar ruang Dalam ruang Luar ruangKelinciAyam
74,7843,6
150,6741,33
80,6638,6
153,127,6
19
Berdasarkan hasil praktikum pengukuran respirasi kelinci dan ayam
didapat hasil bahwa respirasi ternak tersebut bervariasi. Perbedaan
frekuensi respirasi pada ternak yang berada didalam dan diluar ruangan
ini berkaitan dengan panas yang diterima tubuh. Kelinci dan ayam yang
berada di dalam ruangan terlindung, sehingga sinar matahari secara tidak
langsung mengenai tubuh ternak tersebut. Kelinci dan ayam yang berada
diluar ruangan tidak mendapatkan perlindungan dari sinar matahari
langsung, sehingga frekuensi respirasi lebih cepat (Anonim, 2012).
Kisaran respirasi pada kelinci adalah 37 kali/menit (Frandson,
1992). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi kelinci adalah
ukuran tubuh, umur, aktivitas, temperatur lingkungan, kebuntingan, dan
kondisi patologis (Duke’s, 1995).
Kisaran normal respirasi pada ayam adalah 15 sampai 40
kali/menit (Frandson, 1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi
ayam antara lain aktivitas bergerak, suhu lingkungan yang lebih tinggi
ataupun kelembaban yang lebih dari 50% dan tidak menutup
kemungkinan karena faktor stres pada ternak (Swenson and Reece,
1993). Berdasarkan literatur diatas frekuensi respirasi pada ayam maupun
kelinci baik di dalam maupun diluar ruangan dalam kisaran normal.
Pulsus
Pulsus merupakan suatu gelembung yang terbentuk akibat naiknya
tekanan systole dari jantung yang kemudian menjalar sepanjang arteri dan
kapiler. Pulsus dapat diketahui dengan meraba pada organ yang keras,
misalnya tulang. Pulsus terjadi karena adanya kegiatan jantung dalam
memompa darah ke seluruh jaringan. Jantung menerima dara ke dalam
bilik-bilik dan kemudian memompanya dari ventrikel menuju jaringan dan
selanjutnya kembali lagi ke jantung (Frandson, 1992). Adapun hasil
pengukuran pulsus kelinci dan ayam yang ditunjukkan pada tabel 8 dan 9.
20
Tabel 8. Rata-rata pulsus ayam dan kelinci jantan.
Jenis ternak Hitam PutihDalam ruang Luar ruang Dalam ruang Luar ruang
KelinciAyam
143,22308,4
75,8128,7
131,33309,4
72,33137,33
Tabel 9. Rata-rata pulsus ayam dan kelinci betina.
Jenis ternak Hitam PutihDalam ruang Luar ruang Dalam ruang Luar ruang
KelinciAyam
120,33296,6
79,1127,7
124,11311,3
74,66131,33
Hasil pengukuran pulsus pada kelinci dan ayam lebih tinggi pada
pengukuran di dalam ruangan. Perbedaan frekuensi pulsus pada ternak
yang berada didalam dan diluar ruangan ini berkaitan dengan panas yang
diterima tubuh. Kelinci dan ayam yang berada di dalam ruangan
terlindung, sehingga sinar matahari secara tidak langsung mengenai
tubuh ternak tersebut. Kelinci dan ayam yang berada diluar ruangan tidak
mendapatkan perlindungan dari sinar matahari langsung, sehingga
frekuensi respirasi lebih cepat (Anonim, 2012).
Kisaran pulsus kelinci di luar ruangan jauh di bawah normal. Duke’s
(1995), menyatakan bahwa kisaran normal pulsus pada kelinci adalah 120
sampai 140 kali/menit. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh suhu
lingkungan, bangsa atau spesies maupun besar kecilnya ukuran tubuh
(Swenson, 1997).
Kisaran pulsus ayam di luar ruangan juga dibawah kisaran normal
baik berdasarkan warna bulu. Kisaran normal pulsus ayam adalah 150
sampai 304 kali/menit (Duke’s, 1995).
Temperatur Rektal
Temperatur tubuh adalah salah satu indikator fisiologi kondisi
kesehatan ternak. Angka temperatur ini didapatkan dari pengukuran
sistem temperatur rektal, karena dianggap pada temperatur rektal
perubahan suhunya belangsung terus menerus secara perlahan-lahan.
21
Ternak mempunyai daya tahan tubuh yang berbeda-beda terhadap
perubahan suhu lingkungan yang disebut toleransi panas. Terdapatnya
variasi temperatur ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti perubahan
temperatur tubuh, pulsus dan fertilitas (Frandson, 1992).
Suhu atau temperatur inti yang ada di dalam tubuh bagian dalam
dari suatu tubuh ternak disebut sebagai temperatur tubuh. Berdasarkan
hasil pengukuran temperatur rektal didapat data yang ditunjukkan pada
tabel 10 dan 11.
Tabel 10. Rata-rata temperatur rektal ayam dan kelinci jantan.
Jenis ternak Hitam PutihDalam ruang Luar ruang Dalam ruang Luar ruang
KelinciAyam
36,9940,92
37,4341,55
36,9139,22
36,341
Tabel 11. Rata-rata temperatur rektal ayam dan kelinci betina.
Jenis ternak Hitam PutihDalam ruang Luar ruang Dalam ruang Luar ruang
KelinciAyam
36,5641
37,9441,9
36,4238,67
38,5741,47
Kisaran rata-rata temperatur rektal pada kelinci dan ayam masih
dalam batas normal. Menurut Swenson (1997), kisaran normal temperatur
rektal kelinci adalh 30,6 sampai 40,1°C, sedangkan menurut Duke’s
(1995), kisaran normal temperatur rektal ayam adalah 40,3 sampai
43,6°C. temperatur tubuh ternak yang normal besarnya sangat bervariasi
menurut umur, jenis kelamin, waktu dalam sehari (Swenson, 1997).
Ternak yang mempunyai warna bulu yang berbeda memiliki
temperatur rektal yang berbeda pula. Kelinci jantan yang berwarna hitam
mempunyai temperatur rektal yang lebih tinggi daripada kelinci jantan
yang berwarna putih. Menurut Anonim (2012), warna hitam lebih banyak
menyerap panas dari pada warna putih. Penyerapan akan disalurkan
dalam proses metabolisme tubuh yang akan berhubungan dengan proses
fisiologis tubuh ternak tersebut.
22
Acara II
Iklim Mikro
Iklim mikro yang diamati pada saat praktikum dilakukan di dataran
tinggi daerah Turen, kaliurang dan di dataran rendah di daerah pantai
Depok. Pengamatan yang dilakukan meliputi suhu udara, kelembaban
udara, tekanan udara kecepatan angin dan arah angin.
Suhu udara
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap suhu udara didapatkan hasil
yang dapat ditunjukkan pada tabel 12.
Tabel 12. Hasil pengukuran suhu udara
No waktu D.rendah ruangan
waktu D. tinggi ruangan
123456789
10
14.1014.1514.2014.2514.3014.3514.4014.4514.5014.55
38363534343333333434
08.5008.5509.0009.0509.1009.1509.2009.2509.3009.35
28282728272728292828
14.1014.20
14.3014.40
14.5030313233343536373839
D.rendah ruangan
D.rendah ruangan
08.5009.05
09.2009.35
26
26.5
27
27.5
28
28.5
29
29.5
D. tinggi ruangan
D. tinggi ruangan
Grafik 6. Grafik suhu udara
23
Praktikum yang dilakukan adalah mengamati perbedaan suhu
antara suhu di dataran rendah dan dataran tinggi. Pengamatan suhu
udara di dataran tinggi dimulai pukul 08.50 sampai 09.35 WIB dengan
suhu udara pada awal pengamatan adalah 28°C dan pada akhir
pengamatan adalah 28°C. Pengamatan suhu udara di dataran rendah
dimulai pukul 14.10 sampai 14.55 WIB dengan hasil pengamatan pada
awal pengamatan adalah 38°C dan diakhir pengamatan adalah 34°C.
Suhu udara tertinggi di muka bumi adalah di daerah tropis (sekitar
equator) dan semakin menuju ke kutub akan semakin dingin. Suhu udara
akan terasa dingin jika ketinggian tempat bertambah. Kita sudah
mengetahui bahwa setiap kenaikan bertambah 100 meter, suhu udara
berkurang rata-rata 0,6°C. Penurunan suhu semacam ini disebut gradient
temperature vertical atau lapse rate. Besar lapse rate pada udara kering
adalah 1°C (Kartasapoetra, 1993).
Perubahan suhu lingkungan akan menyebabkan perubahan
fisiologi hewan seperti terjadinya perubahan frekuensi respirasi, pulsus,
dan temperatur rektal serta konsumsi air, sedangkan konsumsi pakan
akan menurun. Perubahan ini adalah usaha ternak untuk
mempertahankan balance thermal tubuh (Tjasjono, 1999).
Kelembaban udara
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kelembaban udara
didapatkan hasil yang dapat ditunjukkan pada tabel 13.
Tabel 13. Hasil pengukuran kelembaban udaraNo Waktu D. tinggi
dlm R.D. tinggi luar R.
Waktu D.rendah dlm R.
D.rendah luar R.
123456789
10
08.5008.5509.0009.0509.1009.1509.2009.2509.3009.35
62616059595856585657
5566667777
14.1014.1514.2014.2514.3014.3514.4014.4514.5014.55
33384244454648474649
17171717171717171818
24
08.5009.00
09.1009.20
09.305354555657585960616263
Dataran tinggi (%)
Dataran tinggi (%)
14.1014.20
14.3014.40
14.500
10
20
30
40
50
60
Dataran rendah (%)
Dataran rendah (%)
Grafik 7. Grafik kelembaban udara
Pengukuran kelembaban udara dilakukan menggunakan
hygrometer. Pengamatan di dataran tinggi dilakukan pada pukul 08.50
sampai 09.35 WIB, sedangkan di dataran rendah dilakukan mulai pukul
14.10 sampai 14.55 WIB. Hasil pengukuran kelembaban di dataran tinggi
pada awal pengukuran adalah 62% dan diakhir pengukuran adalah 57%,
sedangkan pengukuran di dataran rendah pada pengukuran awal
diperoleh hasil 33% dan akhir pengamatan hasilnya adalah 49%. Menurut
Tjasjono (1999), kelembaban udara berubah sesuai tempat dan waktu,
menje;ang tengah hari kelembaban menurun dan pada sore hari sampai
menjelang pagi hari kelembaban udara bertambah besar.
Hasil praktikum di dataran tinggi maupun dataran rendah
menunjukkan bahwa kelembaban masih dalam kondisi nyaman ternak.
Kelembaban udara dalam kandang sebaiknya tidak lebih dari 60%
(Anonim, 2012). Pengukuran kelembaban udara hasil pengukuran tidak
jauh berbeda dengan kelembaban yang seharusnya.
Menurut Tjasjono (1999), perbedaan kelembaban udara dapat
dsebabkan oleh beberapa faktor antara lain distribusi darat dan air, radiasi
matahari dan massa udara. Kelembaban udara berubah sesuai tempat
dan waktu. Menjelang tengah hari kelembaban berangsur menurun, pada
sore hari sampai menjelang pagi kelembaban udara bertambah besar.
25
Kelembaban udara yang tinggi dapat menyebabkan stres pada ternak
sehingga suhu tubu, respirasi dan denyut jantung meningkat (Tjasjono,
1999).
Tekanan udara
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tekanan udara didapatkan
hasil yang dapat ditunjukkan pada tabel 14.
Tabel 14. Hasil pengukuran tekanan udara
No Titik waktu pengamatan
Dataran tinggi
(milibar)
Titik waktu pengamatan
Dataran rendah (milibar)
12345678910
08.5008.5509.0009.0509.1009.1509.2009.2509.3009.35
28,9428,9728,9829,0229,0529,0429,0229,0329,0629,06
14.1014.1514.2014.2514.3014.3514.4014.4514.5014.55
29,8329,8329,8229,8429,8629,8429,8529,8529,8729,87
08.5009.05
09.2009.35
28.8828.9
28.9228.9428.9628.98
2929.0229.0429.0629.08
Dataran tinggi (milibar)
Dataran tinggi (milibar)
14.1014.20
14.3014.40
14.5029.79
29.829.8129.8229.8329.8429.8529.8629.8729.88
Dataran rendah (milibar)
Dataran rendah (milibar)
Grafik 8. Grafik tekanan udara
Pengukuran tekanan udara yang dilakukan di dataran tinggi dimulai
pukul 08.50 sampai 09.35 WIB, sedangkan pengukuran di dataran rendah
26
dimulai pukul 14.10 hingga 14.55 WIB. Pengamatan awal di dataran tinggi
adalah 28,94 milibar dan akhir pengamatan adalah 29,06 milibar.
Pengamatan awal di dataran rendah hasil awalnya adalah 29,83 milibar,
sedangkan diakhir pengamatan adalah 29,87 milibar.
Angin berhembus dikarenakan beberapa bagian bumi mendapat
lebih banyak panas matahri dibandingkan tempat lain. Permukaan tanah
yang panas membuat suhu udara di atasnya naik. Akibatnya udara
mengembang menjadi lebih ringan, karena lebih ringan dibanding udara
sekitarnya, udara akan naik. Begitu udara panas tadi naik, tempatnya
segera digantikan oleh udara disekitarnya, terutama udara dari atas yang
lebih dingin dan berat, sehingga tekanan udara di dataran tinggi lebih
rendah daripada di dataran rendah (Anonim, 2012).
Kecepatan angin
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kecepatan angin
didapatkan hasil yang dapat ditunjukkan pada tabel 15.
Tabel 15. Hasil pengukuran kecepatan angin
No Titik waktu pengamatan
Dataran tinggi (knot)
Titik waktu pengamatan
Dataran rendah (knot)
12345678910
08.5008.5509.0009.0509.1009.1509.2009.2509.3009.35
0100004000
14.1014.1514.2014.2514.3014.3514.4014.4514.5014.55
4124627611
27
08.5009.00
09.1009.20
09.300
0.51
1.52
2.53
3.54
4.5
Dataran tinggi (knot)
Dataran tinggi (knot)
14.1014.20
14.3014.40
14.50012345678
Dataran rendah (knot)
Dataran rendah (knot)
Grafik 9. Grafik kecepatan angin
Hasil pengukuran kecepatan angin tercepat di dataran tinggi adalah
4 knot dan di dataran rendah 7 knot. Menurut Anonim (2012), kecepatan
angin dalam kandang sebaiknya tidak lebih dari 12 m/menit. Kecepatan
angin dalam pengukuran tidak sesuai dengan kecepatan angin yang
seharusnya.
Tjasjono (1999), menyatakan bahwa angin merupakan udara ayang
bergerak dari daerah bertekanan tinggi kedaerah bertekanan rendah yang
disebabkan oleh adanya tekanan horizontal, sehingga kecepatan angin di
dataran tinggi lebih kecil daripada di dataran rendah. Pengaruh angin
pada ternak adalah terhadap panas dari tubuh ternak, diterangkan bahwa
pengeluaran melalui konveksi akan naik bila angin sejuk berhembus pada
saat yang sama pengeluaran panas melalui penguapan juga bertambah
(Williamson dan Payne, 1993).
Arah angin
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap arah angin didapatkan
hasil yang dapat ditunjukkan pada tabel 16.
28
Tabel 16. Hasil pengukuran arah angin
No Titik waktu pengamatan
Dataran tinggi (°)
Titik waktu pengamatan
Dataran rendah (°)
12345678910
08.5008.5509.0009.0509.1009.1509.2009.2509.3009.35
160180150150150150170180190190
14.1014.1514.2014.2514.3014.3514.4014.4514.5014.55
100630630630630120100120120140
08.5009.00
09.1009.20
09.300
20406080
100120140160180200
Dataran tinggi (°)
Dataran tinggi (°)
14.1014.20
14.3014.40
14.500
100
200
300
400
500
600
700
Dataran rendah (°)
Dataran rendah (°)
Grafik 10. Grafik arah angin
Pengukuran arah angin dilakukan di dataran tinggi dan dataran
rendah. Pengukuran di dataran tinggi dilakukan pada pukul 08.50 sampai
09.35 WIB, sedangkan di dataran rendah dilakukan pada pukul 14.10
sampai 14.55 WIB. Arah angin pada pengukuruan awal hingga akhir
bervariasi. Besarnya angin ditunjukkan dengan satuan derajat. 1° untuk
angin arah utara, 90° untuk angin arah dari timur, 180° untuk angin arah
dari selatan dan 270° untuk angin dari arah barat (Anonim, 2012).
29
Status Faali
Pengukuran status faali yang dilakukan di dataran tinggi dan
dataran rendah terdiri dari pengukuran temperatur rektal, respirasi, dan
pulsus pada ayam, kelinci dan kambing yang tinggal didataran tinggi dan
dataran rendah.
Respirasi
Berikut hasil pengukuran respirasi ayam, kambing dan kelinci
jantan maupun betina yang ditunjukkan pada tebel 17.
Tabel 17. Rata-rata respirasi beberapa ternak yang diamati
Jenis ternak Jantan BetinaDataran
tinggiDataran rendah
Dataran tinggi
Dataran rendah
KelinciAyam Kambing
112,336,638,6
38,422,339,6
12133,928
118,221,940,6
Data diatas dapat diketahui bahwa respirasi ayam, kambing dan
kelinci dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ketinggian tempat. Ternak
kelinci mengalami respirasi tertinggi terjadi pada dataran tinggi baik jantan
maupun betina. Ternak ayam mengalami respirasi tertinggi terjadi di
dataran rendah dan tinggi untuk ayam betina, sedangkan ternak kambing
mengalami respirasi tertinggi di dataran rendah untuk kambing jantan.
Kisaran normal respirasi pada ayam adalah 17 sampai 78 kali per menit
(Frandson, 1992). Kisaran normal untuk respirasi pada kelinci adalah 37
kali/menit. Respirasi kambing berkisar antara 26 samapi 54 kali per menit
(Swenson, 1997). Respirasi ayam yang diamati masih dalam kisaran
normal sedang pada ternak kelinci dan kambing masih jauh dari kisaran
normal.
Anonim (2012), menyatakan bahwa ketinggian tempat
berhubungan dengan banyaknya jumlah cahaya yang diterima bumi. Hal
ini mempengaruhi suhu, kelembaban dan pengaruh iklim lain. Iklim di
sekitar ternak akan mempengaruhi kinerja fisiologi ternak. Respirasi
dipengaruhi oleh temperature, lingkungan, ukuran tubuh dan keadaan
30
bunting. Apabila temperatur udara tinggi, maka ternak akan berkurang
respirasinya. Sedangkan lingkungan berpengaruh jika ternak berada di
daerah perbukitan, maka pertukaran oksigen akan rendah yang
berpengaruh pada pengukuran atau pengurangan respirasi ternak.
Pulsus
Berikut hasil pengukuran pulsus ayam, kambing dan kelinci jantan
maupun betina yang ditunjukkan pada tabel berikut
Tabel 18. Rata-rata pulsus beberapa ternak yang diamati
Jenis ternak Jantan BetinaDataran
tinggiDataran rendah
Dataran tinggi
Dataran rendah
KelinciAyam Kambing
240,3288,6
75
233,9269,367,9
248269,663,8
262,8320,664,3
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa respirasi ayam,
kambing, dan kelinci dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ketinggian
tempat. Pulsus kelinci meningkat pada dataran rendah baik jantan
maupun betina. Ternak ayam meningkat pada dataran tinggi untuk jantan
maupun betina, sedangkan pada ternak kambing pulsus meningkat di
dataran rendah baik jantan maupun betina. Kisaran normal pulsus ayam
antara 150 sampai 304 kali/menit (Dukes, 1995). Kisaran normal pulsus
kelinci antara 123 sampai 304 kali/menit. Sedangkan pada kambing
antara 150 sampai 304 kali/menit (Swenson, 1997).
Kisaran pulsus pada ayam dan kisaran masih dalam kisaran
normal. Sedangkan pulsus kambing jauh dari kisaran normal. Adapun
faktor yang mempengaruhi pulsus antara lain iklim yang meliputi suhu,
kelembaban, penerimaan sinar matahari oleh bumi dan tekanan udara.
Iklim lingkungan sekitar juga mempengaruhi kinerja fisiologi suatu ternak
(Anonim, 2012).
31
Temperatur rektal
Berikut hasil pengukuran pulsus ayam, kambing dan kelinci jantan
maupun betina yang ditunjukkan pada tebel 18
Tabel 19. Temperatur rektal berbagai ternak
Jenis ternak Jantan BetinaDataran
tinggiDataran rendah
Dataran tinggi
Dataran rendah
KelinciAyam Kambing
36,940,238,6
37,839,238,6
37,240,337,8
38,740,438,5
Suhu atau temperatur inti yang ada di dalam tubuh bagian dalam
dari suatu ternak disebut sebagai temperatur tubuh. Ada beberapa faktor
atau kondisi yang dapat menjaga variasi temperatur normal pada tubuh
antara lain: umur, jenis kelamin, iklim atau cuaca, waktu dalam hari, suhu
lingkungan, aktivitas, makan, pencernaan dan minum air (Swenson,
1997).
Data yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa temperatur rektal
dipengaruhi oleh jenis kelamin, bangsa dan ketinggian tempat. Kisaran
normal temperatur rektal pada ayam adalah 40,3 sampai 43,6 0C (Duke’s,
1995). Kisaran normal temperatur rektal pada kelinci adalah 30,6 sampai
40,10C. Sedangkan kisaran temperatur rektal kambing 38,5 sampai 39,90C
(Swenson, 1997). Hasil praktikum menunjukan bahwa temperatur ternak
yang diukur berada dalam kisaran normal. Temperatur tubuh ternak yang
normal besarnya sangat bervariasi menurut umur, jenis kelamin, waktu
dalam sehari (Swenson, 1997).
32
Analisis data
Acara I
Analisis data terhadap status faali ayam yang meliputi temperatur
rektal, respirasi dan pulsus dengan perlakuan perbedaan jenis kelamin,
warna bulu (hitam dan putih), perlakukan ruang (di dalam dan di luar
ruang) diperoleh hasil uji perlakuan terhadap status faali ayam sebagai
berikut.
Tabel 20. Hasil uji perlakuan terhadap status faali ayam
perlakuanparameter status faali
temperatur rektal respirasi Pulsusjantan/hitam/dlm 40,9200 ± 0,0854 33.9667 ± 2.0550 308,40 ± 6,286jantan/hitam/luar 41,5567 ± 0,0981 34,3267 ± 6,7583 128,78 ± 4.140jantan/putih/dlm 39,2200 ± 0,2553 39,2233 ± 0,3868 309,78 ± 5,541jantan/putih/luar 41,0000 ± 0,0000 17,3367 ± 1.1547 137,67 ± 6,122betina/hitam/dlm 41,0000 ± 0,0000 43,7333 ± 1,6289 296,73 ± 12,548betina/hitam/luar 41,9433 ± 0,0981 41,0000 ± 1,4556 127,77 ± 3,672betina/putih/dlm 38,8667 ± 0,5131 38,6333 ± 2,0558 310,97 ± 4,162betina/putih/luar 41,5000 ± 0,1700 27.5567 ± 2.4532 132,00 ± 6,506
Tabel 21. Hasil uji perlakuan terhadap status faali ayam
Status faaliValues
JK WB RJK*WB JK*R WB*R JK*WB*
R
Temp. rektal0.106NS
0.000S
0.000S
0.384NS
0.005S 0.000S 0.146NS
Respirasi 0.000S0.000S
0.000S
0.167NS
0.120NS
0.000S 0.009S
Pulsus0.135NS
0.018S
0.000S
0.463NS
0.731NS
0.821NS
0.127NS
Keterangan: * = interaksi perlakuan
S = signifikan
NS = non signifikan
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa warna bulu dan
ruangan berpengaruh secara signifikan terhadap temperatur rektal,
respirasi, dan pulsus. Jenis kelamin hanya berpengaruh segnifikan
terhadap respirasi. Sedangkan interaksi jenis kelamin dan warna bulu
33
tidak berpengaruh terhadap status faali ayam. Interaksi antara jenis
kelamin dan ruangan hanya berpengaruh terhadap temperatur rektal
secara signifikan. Interaksi antara warna bulu dan ruangan berpengaruh
terhadap temperatur rektal dan respirasi. Interaksi antara jenis kelamin,
warna bulu, dan ruangan hanya berpengaruh terhadap respirasi secara
signifikan.
Analisis data terhadap status faali kelinci yang meliputi temperatur
rektal, respirasi dan pulsus dengan perlakuan perbedaan jenis kelamin,
warna bulu (hitam dan putih), perlakukan ruang (di dalam dan di luar
ruang) diperoleh hasil uji perlakuan terhadap status faali kelinci sebagai
berikut.
Tabel 22. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kelinci
perlakuanparameter status faali
temperatur rektal respirasi Pulsusjantan/hitam/dlm 36.9900 ± 0.2778 81.77 ± 5.5927 143.22 ± 8.8802jantan/hitam/luar 37.4300 ± 0.2000 151.76 ± 1.2750 75.8667± 3.6692jantan/putih/dlm 36.9100 ± 0.6879 83.5567 ± 5.4165 131.33 ± 7.2678jantan/putih/luar 36.3333 ± 0.0577 147.1333 ± 2.4826 72.2333 ± 6.8603betina/hitam/dlm 36.5667 ± 0.5396 74.7800 ± 4.24809 120.33 ± 26.2297betina/hitam/luar 37.9433 ± 0.7467 150.67 ± 4.0414 79.1000 ± 2.9866betina/putih/dlm 36.4233 ± 0.8040 80.6633 ± 3.0550 124.11 ± 6.6790betina/putih/luar 37.9033 ± 0.3055 153.3333 ± 2.8148 74.6667 ± 5.6323
Tabel 23. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kelinci
Status faaliValues
JK WB RJK*WB JK*R WB*R JK*WB*
RTemp. rektal 0.188NS 0.130NS 0.006 S 0.261NS 0.003S 0.300NS 0.208NS
Respirasi 0.461NS 0.380NS 0.000 S 0.091NS 0.031S 0.148NS 0.621NS
Pulsus 0.192NS 0.381NS 0.000 S 0,419NS 0.063NS 0.998NS 0.372NS
Keterangan: * = interaksi perlakuan
S = signifikan
NS = non signifikan
34
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat adanya pengaruh yang
signifikan pada ruangan terhadap temperatur rektal, respirasi, dan pulsus.
Sedangkan jenis kelamin dan warna bulu tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap status faali kelinci. Interaksi antara jenis kelamin
dan warna bulu, interaksi antara warna bulu dan ruangan, serta interaksi
antara jenis kelamin, warna bulu, dan ruangan tidak memberikan
pengaruh terhadap temperatur rektal, respirasi, dan pulsus. Interaksi jenis
kelamin dan ruangan memberikan pengaruh signifikan terhadap
temperatur rektal dan respirasi.
Acara II
Analisis data terhadap status faali ayam yang meliputi temperatur
rektal, respirasi dan pulsus dengan perlakuan perbedaan perbedaan
ketinggian tempat, yaitu di dataran tinggi dan di dataran rendah. Hasil uji
perlakuan terhadap status faali ayam adalah sebagai berikut.
Tabel 24. Hasil uji perlakuan terhadap status faali ayam
perlakuanparameter status faali
temperatur rektal respirasi Pulsusjantan/d.rendah 39.2233 ± 0.3868 22.2200 ± 1.0179 269.33 ± 3.5245jantan/d.tinggi 40.4000 ± 0.3464 36.8667 ± 0.5131 289.63 ± 1.1547betina/d.rendah 40.4433 ± 0.1963 21.9967 ± 1.1547 320.67 ± 8.8216betina/d.tinggi 40.4000 ± 0.1732 33.3000 ± 0.8888 271.30± 21.6654
Tabel 25. Hasil uji perlakuan terhadap status faali ayam
Status faaliValues
JK T JK*TTemp. rektal 0.007S 0.010S 0.007S
Respirasi 0.008S 0.000S 0.014S
Pulsus 0.042S 0.066NS 0.001S
Keterangan: * = interaksi perlakuan
S = signifikan
NS = non signifikan
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat adanya pengaruh yang
signifikan pada ketinggian tempat terhadap repirasi dan temperatur rektal.
35
Jenis kelamin juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
temperatur rektal, respirasi dan pulsus ternak.
Analisis data terhadap status faali kelinci yang meliputi temperatur
rektal, respirasi dan pulsus dengan perlakuan perbedaan perbedaan
ketinggian tempat, yaitu di dataran tinggi dan di dataran rendah. Hasil uji
perlakuan terhadap status faali ayam adalah sebagai berikut.
Tabel 26. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kelinci
perlakuan Parameter status faalitemperatur rektal Respirasi Pulsus
jantan/d.rendah 37.8100 ± 0.1228 38.6700 ± 0.0000 233.78 ± 2.5251jantan/d.tinggi 36.9333 ± 0.1527 112.97 ± 3.1501 240.30 ± 4.0000betina/d.rendah 38.0000 ± 0.0000 118.200 ± 11.4642 262.87 ± 17.5514betina/d.tinggi 38.6667 ± 0.5774 121.33 ± 2.2188 248.00 ± 5.2716
Tabel 27. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kelinci
Status faaliValues
JK T JK*TTemp. rektal 0.000 S 0.113NS 0.000 S
Respirasi 0.000 S 0.000 S 0.000 S
Pulsus 0.010S 0.467NS 0.086NS
Keterangan: * = interaksi perlakuan
S = signifikan
NS = non signifikan
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui adanya pengaruh yang
signifikan jenis kelamin terhadap temperatur rektal, respirasi, dan pulsus.
Ketinggian tempat juga memberikan pengaruh signifikan terhadap
respirasi. Sedangkan interaksi antara jenis kelamin dan ketinggian tempat
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap frekuensi respirasi dan
temperature rektal.
Analisis data terhadap status faali kambing yang meliputi
temperatur rektal, respirasi dan pulsus dengan perlakuan perbedaan
perbedaan ketinggian tempat, yaitu di dataran tinggi dan di dataran
rendah. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kambing adalah sebagai
berikut.
36
Tabel 28. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kambing
perlakuan parameter status faalitemperatur rektal Respirasi Pulsus
jantan/d.rendah 38.7100 ± 0.2306 39.6667 ± 0.3350 60.7400 ± 18.462jantan/d.tinggi 38.6000 ± 0.1000 31.9667 ± 0.5773 68.5567 ± 10.555betina/d.rendah 38.5733 ± 0.2227 40.6633 ± 0.6650 64.6633 ± 1.7669betina/d.tinggi 37.8000 ± 0.0000 28.0667 ± 0.5033 63.8667 ± 1.5011
Tabel 29. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kambing
Status faaliValues
JK T JK*TTemp. rektal 0.001 S 0.002 S 0.009S
Respirasi 0.002 S 0.000 S 0.000 S
Pulsus 0.952NS 0.585NS 0.505NS
Keterangan: * = interaksi perlakuan
S = signifikan
NS = non signifikan
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa adanya
pengaruh yang signifikan pada jenis kelamin, ketinggian tempat terhadap
temperatur rektal dan respirasi. Interaksi jenis kelamin dan ketinggian
tempat juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respirasi dan
temperatur rektal.
37
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
iklim mikro yang penting bagi lingkungan ternak antara lain adalah curah
hujan, suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara, dan intensitas
penyinaran. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur iklim mikro yaitu
weather station dan hygrometer.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pengukuran
terhadap status faali, dapat diketahui bahwa pengukuran di dalam
ruangan dan setelah dijemur serta pengukuran di dataran rendah maupun
dataran tinggi memberikan hasil yang berbeda. Faktor yang dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan ternak diantaranya adalah lingkungan
yang meliputi temperatur, kelembaban, dan ketinggian tempat.
38
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Analisis Klimatologi. Available at http://mysimplebiz.info/tutorial. Accessed by 8 Mei 2012
Anonim. 2012. Dasar-dasar lmu Klimatologi. Available at http://f4iz4l.blogspot//tutorial. Accessed by 8 Mei 2012
Anonim. 2012. Kelembaban udara. Available at http://www.pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files.../13039-1-325714992571.doc. Accessed by 28 April 2012
Anonim. 2012. Ketinggian tempat. Available at http://www.oocities.org/h_artono/bantul/geografi.htm. Accessed by 28 April 2012
Anonim. 2012. Radiasi sinar matahari. Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi_Matahari. Accessed by 8 Mei 2012
Anonim. 2012. Suhu udara. Available at http://www.cuacajateng.com/suhuudara.htm Accessed by 28 April 2012
Dukes, H. 1995. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Company : Ithaca New York.
Frandson. R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada. Yogyakarta.
Frandson, R.D. 1996. Anatomi Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kartasapoetra. 1993. Pengantar Iklim. Edisi Kelima. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Kasip, L.M. 1995. Kemampuan Kerja, Dinamika Fisiologis Dan Metabolit Darah Sapi Bali Betina Dalam Mengolah Lahan Pertanian Berdasarkan Lebar Mata Bajak. Tesis S2. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
Prawirowardoyo. S. 1996. Meteorologi. Penerbit ITB. Bandung
Reksohadiprodjo, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE. Yogyakarta.
39
Swenson. M. O. 1997. Dukes Physiology of Domestic Animal. Second Edition. The English Language Book Society and Loghman Gropup Limited. English.
Swenson, M. J. dan Reece, W. O. 1993. Dukes’ Physiology of Domestic Animals. 11th edition. Comstok Publishing Associates a division of Cornell University Press. Ithaca.
Tjasjono. Bagong. 1999. Klimatologi Umum. Institut Teknologi Bandung. Bandung
Williamson, G dan W.J.A Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
40
LAMPIRAN
41