Download - Lapkas Typoid - Interna Cemput
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
1/33
1
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Tempat tanggal lahir : Irenggolek, 18 september 1987
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan. Cempaka Baru Timur
Tanggal masuk : 30 september 2013
No. Kamar : II
No. Rekam Medik : 00 75 14 **
Dokter yang merawat : dr.Pudji Raharjo, Sp.PD
Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien mengeluh demam sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
pusing, lemah dan lesu, mual tidak disertai muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os masuk Rumah Sakit dengan keluhan demam sejak 3 hari, demam dirasakan
hilang timbul, demam perlahan-lahan meningkat di siang hari hinggga ke sore
hari, demam tidak disertai menggigil, os mengatakan pusing, badan terasa lemah
dan lesu, os merasa lidah terasa pahit, os menyangkal adanya batuk dan nyeri
menelan, os menyangkal adanya mimisan dan gusi berdarah, os mengatakanmerasakan mual tidak disertai muntah, os merasakan nyeri ulu hati, os
menyangkal adanya bintik-bintik merah di kulit, os merasa selama sakit nafsu
makan biasa, BAB dan BAK lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os pernah mengalami demam tifoid 1 tahun lalu. Riwayat hipertensi (-), DM (-),
gangguan jantung (-), gangguan fungsi hati (-), asma (-).
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
2/33
2
Riwayat Penyakit Keluarga :
di keluarga tidak ada yang menderita hal yang sama. Hipertensi (-), DM (-),
gangguan jantung (-), gangguan fungsi hati (-), asma (-).
Riwayat Pengobatan :
Os belum berobat untuk keluhannya
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi obat dan makanan (-)
Riwayat Psikososial :
Dilingkungan sekitar Os tidak ada yang menderita hal yang sama, lingkungan
sekitar yang menderita demam berdarah (-).
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Status Gizi :
BB Sebelum sakit : 61 Kg
BB Ketika Sakit : 61 Kg
TB : 150 cm
Kesimpulan : 27,1overweigt
Tanda VitalTekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x / menit
Pernafasan : 20 x / menit
Suhu : 38,1 o C
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
3/33
3
Status Generalis
Kepala : Normochepal
Mata : Sklera Ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Hidung : Normonasi, secret (-/-), septum deviasi (-/-), epistaksis (-/-)
Telinga : Nomotia, Sekret (-/-)
Mulut : Mukosa bibir kering, lidah kotor (-), lidah tidak tremor
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
PARU
Inspeksi
Statis : Simetris ka=ki, skar (-), retraksi otot
pernapasan (-)
Dinamis : Simetris ka=ki, skar (-), retraksi otot
pernapasan (-)
Palpasi : Vokal fremitus ka=ki normal, nyeri tekan
(-)
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru, batas paru-
hepar setinggi ICS 6, midclavicularis dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing(-/-)
Kesan : Paru-paru normal
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba, ICS 5 midclavicularissinistra
Perkusi :
Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), Gallop (-).
Kesan : Jantung normal
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
4/33
4
ABDOMENT
Inspeksi : datar, supel
Auskultasi : bising usus (+) normal 8 x / menit
Perkusi : timpani ke empat quadran abdomen
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas atas : akral hangat, CRT
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
5/33
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
6/33
6
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 27 September 2013, 12.30
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 12,50 mg/dL 11,7015.50
LED 35 mm/jam 0-20
Lekosit 9,0 10^3/uL 3.611.0
Hematokrit 38,00 % 3.805,20
Eritrosit 5,29 10^6 3,80-5.20
Trombosit 398 10^3 /uL 150-440
Hitung jenis
Basofil 0 % 0-1
Neutrofil 61 % 50-70
Limfoist 31 % 20-40
Monosit 5 % 2-8
MCV 71 Fl 80-100
MCH 24 Pg 26-34
MCHC 33 g/dL 32-37
Eosinofil 3 % 1-2
Kimia
SGOT 12 u/L 0-35
SGPT 7 u/L 0-35
Asam Urat 5,10 Mg/dL 2,40-5,70
Serologi
Salmonella Tyhpi
- O
+/positif : 1/320 -/negative
Salmonella
ParatyhpiAO
+/positif : 1/320 -/negative
Salmonella
ParatyhpiBO
+/positif : 1/320 -/negative
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
7/33
7
Salmonella
ParatyhpiCO
+/positif : 1/80 -/negative
Salmonella Typhi
H
-/ negative -/negative
Salmonella
ParatyhpiAH
-/ negative -/ negative
Salmonella
ParatyhpiBH
+/positif : 1/320 -/negative
Salmonella
ParatyhpiH
-/ negative -/ negative
Anti S. Typhi IgM 2 < = 2 tidak ada
indikasi demam
typoid
3 borderline
lakukan terulang
beberapa hari
kemudian
4 positif lemah
indikasi demam
typoid
6-10 positif,
indikasi kuat
demam typoid
Tanggal 30 September 2013, 16.27
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 12,1 mg/dL 11,7015.50
Lekosit 10,4 10^3/uL 3.611.0
Hematokrit 37,00 % 3.805,20
Eritrosit 5,23 10^6 3,80-5.20
Trombosit 325 10^3 /uL 150-440
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
8/33
8
MCV 72 Fl 80-100
MCH 33 Pg 26-34
MCHC 32 g/dL 32-37
Kimia
SGOT 12 u/L 0-35
SGPT 9 u/L 0-35
Glukosa Sewaktu 112 Mg/dL 70-200
Serologi
Anti S. Typhi IgM 2 < = 2 tidak ada
indikasi demam
typoid
3 borderline
lakukan terulang
beberapa hari
kemudian
4 positif lemah
indikasi demam
typoid
6-10 positif,
indikasi kuat
demam typoid
Elektrolit
Natrium (Na) 141 mEq/L 135-147
Kalium (K) 3.1 mEq/L 3.5-5.0
Klorida 101 MEq/L 94-111
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
9/33
9
Follow up
Tanggal S O A P
01
September
Os.
mengeluh
pusing, os
merasa
mual mulai
berkurang,
nyeri ulu
hati masih
di rasakan,
lemas
dirasakan
terkadang,
demam
berkurang
karena
sudah
minum obat
TTV :
TD : 120/80
mmHg
RR : 20 x/
menit
Nadi : 82 x /
menit
S :36,4 oC
Pemeriksaan
Abdomen :
Palpasi
Nyeri tekan
epigastrium
1. Febris2. Sindroma
dyspepsia
Observasi KU
Rencana
Terapi :
R/ Dumin 3 x
1
Vometa 3 x 1
Aspar K 3x 1
Starcef 2 x
200
Theragram 1 x
1
Inj.
Pantozol 1 x 1
Omeprazol 1
x 1
Durdex 500 2
x 1
02
September
2013
Os
merasakn
hari ini
keluhan
berkurang,demam (-),
namun bdan
terasa
panas, mual
(-), muntah
(-), nyeri
ulu hati (-),
TTV :
TD : 110/70
mmHg
RR : 20 x/
menitNadi : 80 x /
menit
S :36,4 oC
Pemeriksaan
Lab :
Salmonella
1. Sindromadispepsia
Tirah baring
Dumin 3 x 1
Kloramfenikol
100 mg 4 x 1
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
10/33
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
11/33
11
2013 panas,
pusing
mulai
berkurang,
terasa lemas
sedikit,
nyeri ulu
hati
dirasakan
hilang
timbul.
mmHg
RR : 20 x/
menit
Nadi : 88 x /
menit
S :36,4 oC
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
12/33
12
TINJAUAN PUSTAKA
Demam Tifoid
Pendahuluan
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemic di Indonesia. Penyakit
ini termasuk menular tercantum dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1962
tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. (IPD)
Epidemiologi
Survilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di
Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan
frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di
Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan
jumlah penderita sekitar 35,8 % yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.
Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan. Perbedaan insidens di perkotaan erat dengan penyediaan air
bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan
sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
Patogenesis
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
13/33
13
Masuknya kuman Salmonella typhi ( S.typhi) dan Salmonella paratyphi
(S. paratyphi) kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimunaskan di dalam lambung, sebagian lolos masuk
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral
mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembuh sel-sel epitel
(terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan di fagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama
asistomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati
dan limpa. Di oragan-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar atau sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi
darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-
tanda dan gejala penyakit sistemik.
Didalam hati , kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu dieksrsikan secara intermiten ke dalam lumen
usus. Sebagian kuman di keluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
14/33
14
kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubung makrofag sidah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman
Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plak Payeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague payeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernafasaan dan gangguan organ lainnya.
Gambaran Klinis
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa
diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengatahuan
gambaran klinis penyakit itu sangat penting untuk membantu mendeteksi secara
dini. Walaupun pada kasus tertentu di butuhkan pemeriksaan tambahan untuk
membantu menegakan diagnosis.
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari, gejala-gejala
klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik
hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.(ipd)
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dangejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan
suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-perlahan.
Pada pemeriksaan fisik hanya didpatkan suhu badan meningkat. Sifat
demam adalah menigkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam
hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
15/33
15
bradikardi relative (bradikardi relative adalah peningkatan suhu 1 oC tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8 kali permenit), lidah yang berselaput (kotor ditengan,
tepi dan ujung merah dan tremor), hematologi, splenomelogi, meteorismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis. Roselae
jarang ditemukan pada orang Indonesia.
Manifestasi Klinik
Masa inkubasi Salmonella typhi antara 3-21 hari, tergantung dari
status kesehatan dan kekebalan tubuh penderita. Pada fase awal penyakit,
penderita demam tifoid selalu menderita demam dan banyak yang
melaporkan bahwa demam terasa lebih tinggi saat sore atau malam hari
dibandingkan pagi harinya. Ada juga yang menyebut karakteristik demam
pada penyakit ini dengan istilah step ladder temperature chart, yang
ditandai dengan demam yang naik bertahap tiap hari, mencapai titik
tertinggi pada akhir minggu pertama kemudian bertahan tinggi, dan
selanjutnya akan turun perlahan pada minggu keempat bila tidak terdapat
fokus infeksi.
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
16/33
16
Masa Permulaan (7 hari)
Demam
dimulai 7-14 hari sejak masuknya S.typhi. Meningkat pada malam hari,
turun pada pagi hari. Suhu puncak pada tengah malam.
Lemah/fatique (lebih berat dari penyakit febris lain)
Diare (enterocolitis) pd 10 20% (lebih pd anak)
Anoreksia
Tanda khas :
Sindroma Klinis / Demam Tifoid
Masa Inkubasi
Ruam rose spot
Pada 30% kulit putih
Biasanya < 5 becak
Warna merah/oranj
Makulo-papapular
Diameter14 cm
Lebih pada tubuh
Hilang ssdh 5 hari
Masa Penyakit: minggu ke2 mirip sindroma influenza
Febris makin tinggi (39 - 40C)
Bercucuran keringat / diaphoresis
Nyeri kepala frontal
Batuk kering
Anoreksia / mual
Perut kembung atau sakit (20 40%) Lemah
Konstipasi / sembelit (berhari-hari, pembesaran limpa Peyers, bukan
karena tidak makan)
Hepatomegali
Masa Lanjutan: minggu ke3
Makin buruk/toksik
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
17/33
17
Lemah serta myalgia
Febris tinggi & sinambungan
Abdomen makin kembung,
Perdarahan usus
Perforasi usus
Miokarditis: takipnea, rales paru
Makin Apati, Lethargi, Delirium, Psikosis, Somnolen, semikoma dan
konvulsi.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan RutinWalaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan
leucopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain
itu dapat pula ditemukan anemia ringan atau trombositopenia. Pada
pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun
limfonia. Lanju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi
normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan khusus.
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan dengan uji Widal dan kultur
organism. Sampai sekarang, kultur masih menjadi standar baku dalam
penegakan diagnostic. Selain uji widal, terdapat beberapa metode
pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah
serta memiliki sensitivitas dan spesifitas lebih baik dari antara lain ujiTUBEX, Typidot dan Dipstick.
2. Uji WidalUji Widal dilakukan untuk diteksi antibody terhadap kuman
S.typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
S.typhi dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah supensi Salmonella yang sudah dimatikan dan
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
18/33
18
diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :
a) Aglutinini O (dari tubuh kuman),b) Agglutinin H (flagella kuman)c) Agglutinin Vi (simpai kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya O dan H yang digunakan
untuk mendiagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin tinggi
terinfeksi penyakit ini.
Interpretasi hasil uji widal adalah sebagai berikut :
Titer O yang tinggi (160) menunjukan adanaya infeksi akut. Titer H yang tinggi (160) menunjukan telah mendapat imunisasi
atau pernah menderita infeksi.
Titer antibody yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.
Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu keempat, dan tetap tinggi dalam beberapa minggu. Pada fase akut
mula-mula timbul aglutinin O, kemudiaan diikuti dengan agglutinin H.
Pada orang yang telah sembuh agglutinin O masih dapat di jumpai setelah
4-6 bulan, sedangkan agglutinin H menetap sekitar 9-12 bulan. Oleh
karena itu uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
1) Pengobatan dini dengan antibiotic2) Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid3) Waktu pengambilan darah4) Daerah endemic dan non endemic5) Riwayat vaksinasi6) Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi
bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau
vaksinisasi
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
19/33
19
7) Factor teknik pemeriksaan antara laboratorium, akibat aglutinasisilang, dan strain Salmonellayang digunakan untuk supensi antigen.
3. Uji TUBEXPemeriksaan ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan waktu
singkat untuk dilakukan (kurang lebih 5 menit). Untuk meningkatkan
spesivisitas, pemeriksaan ini menggunakan antigen O9 yang hanya
ditemukan pada Salmonella serogroup D dan tidak pada mikroorganisme
lain. Antigen yang menyerupai ditemukan pula pada Trichinella spiralis
tetapi antibodi terhadap kedua jenis antigen ini tidak bereaksi silang satu
dengan yang lain. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi
Salmonella serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada S.
typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif.
Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan. Antigen ini dapat
merangsang respons imun secara independen terhadap timus, pada bayi,
dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat
ini, respon terhadap anti-gen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi
terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk
infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Uji Tubex hanya
dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak
dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen,
meliputi:
1. Tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan
sensitivitas.2. Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi
dengan antigen S. typhi O9
3. Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang
diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen 09.
Komponen-komponen ini stabil disimpan selama 1 tahun dalam suhu 40C
dan selama beberapa minggu dalam suhu kamar. Di dalam tabung, satu
tetes serum dicampur selama kurang lebih 1 menit dengan satu tetes
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
20/33
20
reagen A. Dua tetes reagen B kemudian dicampurkan dan didiamkan
selama 1-2 menit. Tabung kemudian diletakkan pada rak tabung yang
mengandung magnet dan didiamkan. Interpretasi hasil dilakukan
berdasarkan warna larutan campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan
hingga kebiruan. Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang
interpretasinya dapat dilihat pada label 1. Konsep pemeriksaan ini dapat
diterangkan sebagai berikut. Jika serum tidak mengandung antibodi
terhadap O9, reagen B akan bereaksi dengan reagen A. Ketika diletakkan
pada daerah yang mengandung medan magnet (magnet rak), komponen
mag-net yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak, dengan
membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen B. Sebagai
akibatnya, terlihat warna merah pada tabung yang sesungguhnya
merupakan gambaran serum yang lisis. Sebaliknya, bila serum
mengandung antibodi terhadap O9, antibodi pasien akan berikatan dengan
reagen A menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan
memberikan warna biru pada larutan.
Table interpretasi uji Tubex
Skor Interpretasi
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
21/33
21
4-5 Positif Menunjukan
infeksi tifoid
aktif
> 5 Positif Indikasi kuat
infeksi tifoid
4. Uji TypidotUji Typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membrane luar S.typhi. Hasil positif uji typhidot didapatkan 2-3
hari setelah infeksi dan dapat mengeidentifikasi secara spesfik antibodi
IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi sebarat 50 kD, yang tedapat pada
strip nitroselulosa. Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98% dan
spesifisitasnya sebesar 76,6%. Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder
(IgG) terkaktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi.
Sehingga, uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG
pada sampel serum. Uji ini dikenal dengan nama uji Typhidot M,
memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pasa
serum pasien. Uji ini bahkan lebih spesifik sebesar hampir 100% dan lebih
cepat (3 jam) bila dibandingkan dengan kultur.
5. Uji IgM DipstickUji Dipstik juga digunakan untuk mendeteksi IgM spesifik terhadap
S.typhi pada specimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip
yang mengandung antigen lipopolisakarida S.typhi dan anti IgM (sebagai
control), reagen deteksi yang mengandung natibodi anti Ig M yang dilekati
dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi denganreagen dan serum pasien. Setelah diinkubasi reagen dibilas dengan air
mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan penilaian
deangan membandingkannya dengan strip control. Garis control harus
terwarnai dengan baik. Sensitivitas uji ini sebesar 65-77% dan
spesifisitasnya sebesar 95-100%
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
22/33
22
6. Kultur DarahHasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi
hasil negative tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut :
a. Telah mendapat terapi antibiotic.b. Volume darah yang kurangc. Riwayar vaksinasi.d. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin
semakin meningkat.
Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :
istirahat dan perawatan, diet, serta terapi penunjang.
Sebagian besar kasus demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah
baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta
pemberian antibiotik. Namun untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar
pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan
timbul penyuit dan dapat dilakukan dengan seksama.
Istirahat dan Perwatan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi.
Tidah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,
mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat
masa penyembuhan
Diet
Diet merupakah hal yang penting dalam proses penyembuhan penyakit, karenamakanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan
semakin turun sehingga proses penyembuhan akan semakin lama. Dulu penderita
demam tifoid diberi makan bubur untuk menghindari perforasi usus. Namun kini,
beberapa penelitian menemukan bahwa pemberian makanan padat seperti nasi
beserta lauk pauk rendah selulosa (menghidari sementara sayuran yang tinggi
serat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
23/33
23
Terapi Penunjang
Pengobatan demam tifoid adalah dengan menggunakan antibiotik. Antibiotik
yang biasa digunakan seperti kloramfenikol, florokuinolon, amoksisilin, dan
trimetropim-sulfametoxazol. Sayangnya resistensi S.typhi terhadap obat-obat
tersebut sering terjadi belakangan ini, terutama di daerah-daerah Asia, Amerika
Latin, dan Amerika Tengah. Pada daerah tersebut, pengobatan yang digunakan
dalah quinolon jangka panjang atau dengan azatitromisin dan generasi ketiga
sefalosporin.
Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih menjadi obatpilihan pertama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang
diberikan adalah 4x500 mg/hari dapat diberikan per oral atau
intravena. Dosis tersebut diberikan selama 10-14 hari atau sampai
5-7 hari setelah demam turun, sedang pada kasus dengan malnutrisi
atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4-6
minggu untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis.
Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka relaps
dan karier. Namun, pada anak, hal tersebut jarang dilaporkan. Pada
anak-anak dosis yang diberikan sama seperti dewasa yaitu
100mg/kg/hari, namun jka konsentrasi cairan serebrospinal sudah
adekuat maka dosis harus langsung diturunkan dengan cepat hingga
50 mg/kg/hari. Untuk anak-anak suspek fungsi metabolik yang
imatur, dosis yang digunakan sebesar 25 mg/kg/hari dibagi tiap 6
jam. Sedangkan untuk neonatus (
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
24/33
24
hipersensitivitas, pada ibu menyusui serta tidak dapat digunakan
untuk pencegahan.
Thiampenikol dan Kotrimoksazol. Antibiotik lain yang memberikanefektivitas hampir sama yaitu tiamfenikol dan
Kotrimoksazol. Tiamfenikol memiliki kemungkinan terjadinya
komplikasi hematologi seperti anemia aplastik lebih rendah
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah
4x500 mg, demam rata-rata turun pada hari ke 5-6. Sedangkan
kotrimoksazol efeknya sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk
dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol
400mg dan 80mg trimetropin) diberikan selama 2minggu.
Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabiladibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah
200mg/kg/hari dibagi dalam 4 kali pemberian secara itravena.
Amoksisilin dengan dosis 100mg/kg/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian per oral memberikan hasil yang setara dengan
kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama. Kombinasi
trimetropim sulfametoksazol (TMP-SMZ) memberikan hasil yang
kurang baik dibandingkan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan
adalah TMP 10mg/kg/hari atau SMZ 50mg/kg/hari dibagi dalam 2
dosis.
Pada demam tifois kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor,
koma, dan syok pemberian deksametason intravena (3mg/kg diberikan
dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam
sampai 48jam) disamping antibiotik yang memadai, dapat menurunkanangka mortalitas dari 35-55% menjadi 10%. Demam tifoid dengan
penyulit perdarahan usus kadang-kadang memerlukan transfuse darah.
Sedangkan apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada
peritoneum dan udara bebas pada foto abdomen dapat membantu
menegakkan diagnosis. Laparotomi harus segera dilakukan disertai
penambahan antibiotic metronidazol untuk memperbaiki prognosis. Rseksi
10 cm di setiap sisi perforasi dilaporkan dapat meningkatkan angka
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
25/33
25
harapan hidup. Transfusi trombosit dianjurkan untuk pengobatan
trombositopenia yang dianggap cukup berat sehingga menyebabkan
perdarahan saluran cerna pada pasien-pasien yang masij dalam
pertimbangan untuk dilakukan intervensi bedah.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan
tertentu seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septic,
yang pernah dibuktikan ditemukan 2 macam organism dalam kultur darah.
Sedangkan penggunaan kortikosteoid hanya diindikasikan pada toksik
tifoid yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg.
Tatalaksana Komplikasi
Sebagai suatu penyakit sistemik maka hamper semua oragan utma tubuh
dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberpa komplikasi
yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu :
Komplikasi intestinal. Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,pancreatitis.
Komplikasi ekstra-intestinal.o Komplikasi karfiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis.
o Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID,thrombosis.
o Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis.o Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolelitiasis.o Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, piolenefritis, perinefritis.o
Komplikasi tulang : osteomelitis, periostitis, spondilitis, atritis.
o Komplikasi neuropsikiatrik/ tifoid toksik.
Penatalaksanaan Pada Pengidap Tifoid (Karier)
Kasus demam tifoid karier merupakan factor risiko terjadinya outbreak
demam tifoid. Pada daerah endemic dan daerah hiperendemik penyandang kuman
S. typhi ini jauh lebih banyak serta sanitasi lingkungan dan social ekonomi rendah
semakin sulit usaha penanggulangannya.
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
26/33
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
27/33
27
Pencegahan
Preventif dan Kontrol Penularan
Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan
peledakan Kasus Luar Biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek,
mulai dari segi kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor
penjamu serta faktor lingkungan.
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan
transmisi tifoid, yaitu: 1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi, 2.
Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi S.typhi akut maupun
karier. 3. Proteksi pada orang yang berisiko tinggi.
Pencegahan infeksi Salmonella typhijuga dapat dilakukan dengan
penerapan pola hidup bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana namun
efektif dapat mulai dibiasakan sejak dini oleh setiap orang untuk menjaga
higienitas pribadi dan lingkungan, seperti membiasakan cuci tangan dengan
sabun sebelum makan atau menyentuh alat makan/minum, mengkonsumsi
makanan dan minuman bergizi yang sudah dimasak matang, menyimpan
makanan dengan benar agar tidak dihinggapi lalat atau terkena debu, memilih
tempat makan yang bersih dan memiliki sarana air memadai, membiasakan
buang air di kamar mandi, serta mengatur pembuangan sampah agar tidak
mencemari lingkungan.
Vaksinasi
Vaksin pertama kali ditemukan 1896 dan setelah tahun 1960
efektivitas
vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88% (WHO).Indikasi
vaksinasi adalah bila : 1) hendak mengunjungi daerah endemik, risiko
terserang demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang, 2) orang
yang terpapar dengan penderita karier tifoid, dan 3). Petugas laboratorium.
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
28/33
28
Jenis Vaksin
Vaksin oral : -Ty21a (vivotif Berna) belum beredar di Indonesia Vaksin parenteral : -ViCPS (Typhim Vi/Pasteur Merieux), vaksin kapsul
polisakarida.
Pemilihan Vaksin
Vaksin oralTy21a diberikan 3 kali secara bermakna menurunkan
66% selama 5 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya Vaksin
parenteral non-aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek samping
serta tidak seefektif dibandingkan dengan ViCPS maupun Ty21a oral. Jenis
vaksin dan jadwal pemberiannya yang ada saat ini di Indonesia hanya ViCPS
(Typhim Vi)
Indikasi Vaksinasi
Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid bergantung pada faktor
risiko yang berkaitan, yaitu individual atau populasi dengan situasi
epidemiologisnya:
Populasi : anak usia sekolah di daerah endemik, personil militer, petugas
rumah sakit, laboratorium kesehatan, industry makanan/minuman>
Individual : pengunjung/ wisatawan ke daerah endemik, orang yang kontak
erat dengan pengidap tifoid.
Kontraindikasi Vaksinasi
Vaksin hidup oral Ty21a tidak diberikan pada sasaran yang alergi
atau reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan. Bila
diberikan bersamaan dengan obat anti malaria (klorokuin, meflokuin)dianjurkan minimal setelah 24 jam pemberian obat baru dilakukan vaksinasi.
Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat sulfonamide
atau antimikroba lainnya.
Efek Samping Vaksinasi
Pada vaksin Ty21a demam timbul pada orang yang mendapat
vaksin 0-5%, sakit kepala (0-5%), sedangkan pada ViCPS efek samping lebih
kecil (demam 0,25%, malaise 0,5%, sakit kepala 1,5%, rash5%, reaksi nyeri
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
29/33
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
30/33
30
Dispepsia
Keluhan dyspepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam
praktik klinik sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30 % kasus praktek umum
dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dyspepsia ini. Istilah
dyspepsia mulai gencar dikemukakan pada tahun 80-an, yang menggambarkan
keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak
nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,
sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar ke dada. Sindroma atau
keluhan atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit,
tentunya termasuk pula penyakit pada lambung, yang diasumsikan orang awam
sebagai penyakit maag/lambung. Penyakit hepato-pancreato-bilier (hepatitis,
pancreatitis kronik , kolelitiasis kronik dll) merupakan penyakit tersering setelah
penyakit yang melibatkan gangguan patologik pada esogafo-gastro-duodenal
(tukak peptic, gastritis dll). Beberapa penyakit diluar system gastrointestinal dapat
pula bermanifestasi dalam bentuk sindroma dyspepsia, seperti yang cukup kita
harus waspadai adalah gangguan kardiak (inferior iskemia/infark miokard),
penyakit tiroid, obat-obatan dan sebagainya.
Dyspepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat
dialami oleh seseorang. Bedasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan
bahwa 15-30 % orang dewasa pernah mengalami ini dalam beberapa hari. Namun
belum ada data epidemiologi di Indonesia. Secara garis besar, penyebab sindrom
dyspepsia ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok penyakit organic (tukak
peptic, batu kandung empedu dll) dan kelompok dimana sarana penunjang
diagnositik konvensional atau baku (radiologi, endoskopi, laboratorium) tidakdapat memperlihatkan adanya gangguan patologis structural atau biokimiawi.
Atau dengan kata lain, kelompok terakhir ini disebut sebagai gangguan
fungsional.
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
31/33
31
Penyebab Dispepsia
Esofago-gastro-duodenal Tukak peptic, gastritis kronis, gastritis
NSAID, keganasan
Obat-obatan Antiinflamasi non steroid, teofilin,
digitalis, antibioticHepato-bilier Hepatitis, kolelitiasis, kolesistitis,
keganasan, disfungsi sfingter oddi
Pankreas Pancreatitis, keganasan
Penyakit sistemik lain DM, peny. Tiroid, gagal ginjal,
kehamilan, penyakit jantung
koroner/iskemik
Gangguan fungsional Dyspepsia fungsional, irritable bowel
syndrome
Isitilah dyspepsia dikaitkan dengan keluhan yang berhubungan dengan
makan, atau keluhan oleh pasien ataupun dokternya yang dikaitkan berhubungan
dengan gangguan saluran pencernaan bagian atas. Dalam consensus Roma II
tahun 2000 dyspepsia didefinisikan sebagai dyspepsia refers to pain or
discomfort centered in the upper abdomen.
Dalam consensus Roma III tahun 2006 yang khusus membicarakan kelainan
tentang gastrointestinal fungsional, dyspepsia fungsional didefinisikan sebagai :
1.
Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,nyeri ulu hati/epigastrik, rasa terbakar di epigastrium.
2. Tidak ada bukti kelainan structural3. Kelaian ini terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum
diagnosis ditegakan.
Patofisiologi
a. Sekresi asam lambungb. Helicobacter pyloric. Dismotilitas gastrointestinald. Ambang Rangangan Presepsie. Disfungsi Autonomf. Aktivitas Mioelektrik Lambungg. Hormonalh. Diet dan Faktor Lingkungan
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
32/33
32
i. PsikologisGambaran Klinis
Bila nyeri ulu hati dominan dan disertai nyeri pada malam haridikatagorikan sebagai dyspepsia fungsional seperti tipe ulkus (ulcer like
dyspepsia)
Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang palingsering dikemukakan, dikatagorikan dismotilitas (dismotility like dyspepsia)
Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, dikatagorikan sebagaidyspepsia non-spesifik.
Medikamentosa
Antasid Penyekat H-2 Reseptor Penghambat Pompa Proton Sitoproteksi
Misoprostrol, sukralfat.
Prokinetik
-
8/13/2019 Lapkas Typoid - Interna Cemput
33/33