Download - KTI BISMILLLAH
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah
anemia gizi, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi
di seluruh dunia. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, terdapat 37,1% ibu hamil
anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan
proporsi yang hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan
perdesaan (37,8%).
Di Indonesia anemia disebabkan karena defisiensi zat gizi mikro
dengan penyebab terbanyak defisiensi zat besi. Anemia defisiensi zat besi
lebih cenderung berlangsung di Negara yang sedang berkembang.
Diperkirakan 36% atau kira-kira 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800
juta orang di Negara sedang berkembang menderita anemia jenis ini,
sedangkan prevalensi di Negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100
juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang (Arisman, 2010).
Dampak anemia bagi ibu hamil diantaranya adalah memperlemah
otot rahim saat persalinan yang menyebabkan masa persalinan memanjang
(partus lama) dengan bahaya perdarahan dan infeksi, dan pada bayi dapat
terjadi kekurangan oksigen (hipoksia). (Sadikin, M.. 2002)
Berdasarkan Laporan KIA Provinsi tahun 2011 dalam Factsheet
Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu, Penyebab kematian ibu
terbanyak masih didominasi Perdarahan (32%), disusul Hipertensi (Eklamsia)
dalam kehamilan (25%), Infeksi (5%), Partus lama (5%), dan Abortus (1%).
Penyebab Lain-lain (32%) cukup besar, termasuk didalamnya penyebab
penyakit non obstetrik.
World Health Organization (WHO) (2013) melaporkan bahwa Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih 190 per 100.0000 kelahiran hidup,
angka tersebut turun jika dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu 250 per
100.000 kelahiran. Angka tersebut masih jauh dari yang ditargetkan MDGs
yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
2
Program pemberian tablet zat besi pada ibu hamil sudah dijalankan
sejak tahun 1970 dan mengalami penurunan dalam kasus anemia.
Pengumpulan data nasional pada Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1992, mencatat bahwa 63,5% perempuan hamil menderita anemia.
Angka ini menurun pada Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 1995, menjadi 50,5% dan menjadi 40,1% pada tahun 2001 (Depkes,
2007). Namun penurunan yang terjadi tidak signifikan dan masih tinggi jika
dibandingkan dengan negara maju. Hal ini disebabkan karena program
pemerintah tersebut kurang memperhatikan aspek lain. Misalnya bau khas
tablet Fe yang memperparah mual dan muntah pada ibu hamil, dan kurangnya
efektifitas tubuh untuk mengabsorbsi Fe karena tidak disertai faktor
pendukung yang dapat membantu absorbsi Fe seperti protein, vitamin C dan
asam folat. (Azhar, D. S., 2013)
Indonesia merupakan negeri yang memiliki potensi alam yang sangat
melimpah, dan kekayaan ini tentu dapat dan harus dimanfaatkan sebagai salah
satu solusi pemecahan masalah kesehatan yang ada. Daun kelor merupakan
salah satu tanaman yang banyak terdapat di Indonesia, dengan kandungan
gizinya yang diketahui berkali lipat dibandingkan bahan makanan nabati
lainnya tentu daun kelor memiliki potensi yang sangat besar untuk
memecahkan berbagai masalah kesehatan termasuk anemia. Hal ini didukung
oleh Fuglie, bahwa dalam 100 gram daun kelor segar terdapat energi 92.0
kcal, protein 6.7 gram, lemak 1.7 gram, karbohidrat 13.4 gram, zat besi 7 mg,
dan vitamin C 220 mg.
Berdasarkan hal ini, maka penulis tartarik untuk membuat formula
taburia daun kelor yang diharapkan mampu menurunkan tingkat anemia pada
ibu hamil sehingga resiko kematian ibu dapat berkurang.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana formulasi taburia daun kelor untuk menangani anemia
defisiensi zat gizi besi pada ibu hamil ?
3
1.3 Tujuan
Tujuan umum:
Menghasilkan formulasi taburia daun kelor untuk penanganan anemia
defisiensi zat gizi besi pada ibu hamil.
Tujuan khusus:
Formulasi taburia daun kelor
Menganalisis kadar zat besi, protein, dan vitamin C pada taburia daun
kelor
Menganalisis sifat organoleptik dari taburia daun kelor
Menilai kelemahan serta keuntungan dari daun kelor dalam penanganan
masalah anemia gizi besi pada ibu hamil
1.4 Manfaat
1.4.1 Praktis
Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa bahan pangan
baku lokal yang mudah, murah, dan berkualitas mempunyai kandungan nilai
gizi yang tinggi yaitu kelor yang mampu menunjang pemenuhan masalah
gizi pada ibu hamil serta mampu memperbaiki kondisi kesehatan ibu hamil.
1.4.2 Teoritis
Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengaplikasikan metode
penelitian khususnya tentang pemberian gizi pada ibu hamil
dengan anemia gizi besi.
Sebagai pendukung dan sarana untuk penelitian lebih lanjut serta
sebagai pengembangan khasanah ilmu pengetahuan mengenai
pemberdayaan sumber daya lokal untuk pemecahan masalah
anemia gizi besi pada ibu hamil.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia dalam Kehamilan
2.1.1 Pengertian Anemia dalam Kehamilan
Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan
sebagai penurunan dibawah normal kadar hemohlobin, hitung eritrosit dan
hematokrit (Bakta, 2007).
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit)
dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu
memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan (Tarwoto,
2007).
2.1.2 Penyebab Anemia pada Ibu Hamil
Menurut Winkjosastro (2002) dalam Azhar, D. S. (2013), peningkatan
sel darah merah dan volume darah memiliki perbandingan: plasma 30%, sel
darah 18% dan hemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan
sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam
kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini
berfungsi untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat
dengan adanya kehamilan.
2.1.3 Gejala dan Tanda Anemia pada Ibu Hamil
Menurut Tarwoto (2007), anemia pada ibu hamil ditandai dengan gejals
seperti cepat lelah; nyeri kepala; pusing; kesulitan bernapas; palpitasi; serta
pucat pada wajah, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut, dan
konjungtiva.
5
2.1.4 Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Winkjosastro (2002)
dalam Azhar, D. S. (2013), adalah Anemia Defisiensi Besi, Anemia
Megaloblastik, Anemia Hipoblastik, Anemia Hemolitik, dan Anemia-anemia
lain.
2.1.5 Pengaruh anemia Terhadap Kehamilan
Organ uterus atau rahim memerlukan kontraksi yang kuat ketika terjadi
persalinan dan beberapa saat sesudah itu. Kontraksi kuat dalm persalinan
tentu saja untuk mendorong bayi yang beratnya 2,5 sampai 4 kg melalui
saluran yang sempit yang dengan sendirinya mempunyai tahanan tinggi.
Kontraksi sesudah persalinan sangat diperlukan untuk pengecilan (inovulasi)
uterus. Proses ini tidak hanya diperlukan untuk mengembalikan uterus ke
ukuran dan keadaan semula, tetapi juga untuk menghentikan perdarahan
akibat lepasnya plasenta dari perlekatannya di permukaan dalam rahim
(endometrium) yang luas selama kehamilan. Semua proses ini memerlukan
energi dalam jumlah besar, yang hanya bisa dipenuhi oleh metabolisme
aerob. Ini berarti diperlukan oksigen dalam jumlah yang besar. Anemia jelas
akan memperlemah kontraksi otot rahim ketika terjadi persalinan (atonia
uteri), menyebabkan masa persalinan memanjang (partus lama) dengan
bahaya perdarahan dan infeksi. Di pihak lain, pada bayi akan terjadi
kekurangan oksigen (hipoksia) karena tali pusat yang merupakan sumber
darah kaya akan oksigen terlalu lama terjepit oleh badan bayi yang berada di
jalan lahir yang sempit, akibat lemahnya dorongan oleh kontraksi rahim yang
juga lemah tersebut. Lambat atau terganggunya proses inovulasi uterus akan
menyebabkan permukaan luka akibat lepasnya plasenta tetap luas, sehingga
kehilangan darah menjadi lebih banyak. Selain itu, luka yang luas membuka
peluang yang besar untuk infeksi pasca melahirkan. Semua keadaan yang
disebutkan dan dapat terjadi ini merupakan faktor-faktor yang sangat
meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak oleh persalinan.
(Sadikin, M. 2002)
6
2.2 Daun Kelor
2.2.1 Pengertian Daun Kelor
Kelor atau merunggai (Moringa oleifera) adalah sejenis tumbuhan dari
suku Moringaceae. Tumbuhan ini memiliki ketinggian batang 7—11 meter.
Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling, beranak daun gasal
(imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda. Bunganya
berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna
hijau, bunga ini keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah
kelor berbentuk segitiga memanjang yang disebut kelentang. Batangnya
berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis, permukaan kasar;
percabangan simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung tumbuh
lurus dan memanjang.
2.2.2 Klasifikasi Kelor
Klasifikasi dari kelor yaitu berasal dari Kingdom Plantae, dari Ordo
Brassicales, dari Famili Moringaceae, dari Genus Moringa, dan merupakan
spesies M. Oleifera.
2.2.3 Kandungan Gizi Daun Kelor
Berdasarkan hasil penelitian Lowell J. Fuglie, dalam 100 gram daun
kelor, mengandung zat gizi sebagai berikut:
Daun Kelor Segar
Bubuk Daun Kelor
Energi (kkal) 92.0 205.0Protein (g) 6.7 27.1Lemak (g) 1.7 2.3Karbohidrat (g) 13.4 38.2Serat (g) 0.9 19.2Mineral (g) 2.3 -Ca (mg) 440.0 2.003Mg (mg) 24.0 368.0P (mg) 70.0 204.0K (mg) 259.0 1.324Cu (mg) 1.1 0.57Fe (mg) 7.0 28.2S (mg) 137.0 870.0
7
Asam oksalat (mg) 101.0 1.6%Vitamin A – ß carotene (mg) 6.8 16.3Vitamin B- choline (mg) 423.0 -Vitamin C-ascorbic acid (mg) 220.0 17.3Vitamin E-tocopherol acetate (mg)
- 113.0
2.3 Zat Besi
2.3.1 Pengertian Zat Besi
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial bagi tubuh: sebagai alat
angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron
di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam
jaringan tubuh. (Almatsier, 2001)
2.3.2 Absorbsi Zat Besi
Zat besi yang berasal dari makanan yang telah dikonsumsi akan diserap
dalam usus. Menurut (Bakta, 2000) proses absorbsi zat besi dalam usus terdiri
atas tiga fase, yaitu:
2.3.2.1 Fase Luminal
Pada fase luminal ikatan dari bahan makanan dilepaskan atau diubah
menjadi bentuk terlarut dan terionisasi. Kemudian zat besi dalam bentuk feri
(Fe3+) direduksi menjadi bentuk fero (Fe2+) sehingga siap diserap usus. Dalam
proses ini getah lambung dan asam lambung memegang peranan penting.
Absorbsi paling baik terjadi pada duodenum dan jejenum proksimal. Hal ini
dihubungkan dengan jumlah reseptor pada permukaan usus dan pH usus. Di
dlam usus, besi akan dibedakan menjadi:
a. Besi hem: Diserap secara langsung, tidak dipengaruhi oleh bahan
penghambat maupun pemacu. Prosentase absorbsinya 10-25 % atau 4 kali
dari besi non hem. Senyawa besi hem terdapat daginf, ikan, dan hati. Besi
hem ini diserap secara utuh dan setelah berada pada epitel usus (enterosit)
8
akan dilepaskan dari rantai porfirin oleh enzim haemoxygenase, kemudian
ditransfer ke dalam plasma atau disimpan dalam ferritin.
b. Besi non hem: Absorbsinya sangat dipengaruhi oleh zat pengikat (ligand)
yang dapat menghambat ataupun memacu ansorbsi.
- Zat pemacu
Adalah zat-zat yang mempertahankan besi agar tetap dalam keadaan
terlarut. Bahan-bahan yang bekerja sebagai pemacu utama ialah daging,
ikan, hati, asam askorbat atau vitamin C. Beberapa bahan yang terdapat
dalam daging yang dikenal sebagai meat factor seperti asam amino,
cysteine dan glutathion dapat meningkatkan absorbsi besi melalui
pembentukan soluble chelate yang mencegah polimerisasi dan presipitasi
besi. Asam askorbat merupakan bahan pemacu absorbsi yang sangat kuat
yang berfungsi sebagai reduktor yang dapat mengubah feri menjadi fero,
mempertahankan pH usus tetap rendah sehingga mencegah presipitasi
feri dan bersifat sebagai monomeric chelator yang membentuk iron-
ascorbate chelate yang lebih mudah diserap.
- Zat penghambat atau inhibitor
Adalah zat yang membentuk kompleks yang mengalami presipitasi
sehingga besi sulit diserap. Zat penghambat absorbsi besi sebagian besar
terdapat dalam makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Penghambat paling kuat adalah senyawa polifenol seperti tanin dalam
teh. Teh dapat menurunkan absorbsi hingga 80% sebagai akibat
terbentuknya kompleks besi-tanat. Kopi juga mengandung polifenol
tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan teh. Bahan
penghambat lain diantaranya adalah phytate, bekatul, kalsium, fosfat,
oksalat, dan serat (fiber) yang dapat membentuk kompleks polimer besar.
2.3.2.2 Fase Mukosal
Pada fase mukosal besi diserap secara aktif melalui reseptor. Jika dosis
terlalu besar besi akan masuk secara difusi pasif. Dalam sel enterosit, besi
akan diikat oleh suatu karier protein spesifik dan ditransfer melaluoi sel ke
9
kapiler atau disimpan dalam bentuk firitin dalam enterosit kemudian dibuang
bersamaan dengan deskuamisi epitel usus.
2.3.2.3 Fase Sistemik
Pada fase sistemik, besi yang masuk ke plasma diikat oleh apotransferin
menjadi transferim dan diedarkan ke seluruh tubuh, terutama ke sel eritroblast
dalam sumsum tulang. Semua sel mempunyai reseptor transferin pada
permukaannya. Transferin ditangkap oleh reseptor ini dan kemudian melalui
proses pinositosis (endositosis) masuk ke dalam vesikel (endosome) dalam
sel. Penurunan pH akan membuat besi, transferin, dan reseptor terlepas dari
ikatannya. Besi akan dipakai oleh sel sedangkan reseptor dan transferin
dikeluarkan dan dipakai ulang. Besar kecilnya penyerapan besi oleh usus
ditentukan oleh faktor intraluminal dan faktor regulasi eksternal. Faktor
intraluminal ditentukan oleh jumlah besi dalam makanan, kualitas besi (besi
hem atau non hem), perbandingan jumlah pemacu dan penghambat dalam
makanan. Faktor regulasi luar ditentukan oleh cadangan besi tubuh dan
kecepatan eritropoesis.
2.4 Hubungan antara Anemia dalam Kehamilan dengan Daun Kelor
Perubahan fisiologis ibu hamil menyebabkan kebutuhannya akan
berbagai zat gizi meningkat, diantaranya adalah kebutuhan zat besi. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi, ibu hamil dapat menderita anemia dan anemia
akan memberikan dampak buruk terhadap ibu maupun janin. Untuk
mencegah dan atau mengatasi anemia pada ibu hamil, bahan alami yang dapat
dimanfaatkan karena kandungan zat besinya tinggi dan mudah didapat adalah
daun kelor.
Menurut Fuglie, daun kelor segar mengandung zat besi sebanyak 7 mg
per 100 gram bahan. Namun, zat besi yang terdapat pada daun kelor
merupakan zat besi non hem yang absorbsinya sangat dipengaruhi oleh zat
pengikat (ligand) yang dapat memacu maupun menghambat absorbsi. Salah
satu bahan yang dapat berperan sebagai zat pemacu adalah asam askorbat
atau vitamin C. Asam askorbat merupakan zat pemacu kuat yang berfungsi
10
mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah
diabsorbsi, menghambat pembentukan homosiderin yang sukar dimobilisasi
untuk membebaskan besi bila diperlukan, serta berperan dalam memindahkan
besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati. Absorpsi besi dalam
bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C (Almatsier,
2001). Pada daun kelor, dapat ditemukan sebanyak 220 mg vitamin C dalam
100 gram bahan.
Pada fase sistemik, besi yang masuk ke plasma diikat oleh apotransferin
menjadi transferim dan diedarkan ke seluruh tubuh, terutama ke sel eritroblast
dalam sumsum tulang (Bakta, 2000). Dengan kata lain, apotransferin
merupakan zat yang sangat penting dalam proses distribusi zat besi. Penyusun
dasar apotransferin adalah protein yang juga banyak terdapat dalam daun
kelor, yaitu sebesar 6.7 gram dalam 100 gram bahan.
11
2.5 Kerangka Konsep
Kehamilan
Kebutuhan Oksigen ↑
Serum darah meningkat 25-30%, sel darah meningkat
20%
Kerja jantung meningkat
Hemodilusi
Peningkatan hormon Gangguan penyerapan zat besi
Emesis Gravidarum
Undernutrition
Kurangnya asupan zat besi pada
makanan sehari-hari
Gangguan pencernaan
Konsumsi zat penghambat
penyerapan zat besi
Konstipasi
Hb dan konsentrasi hematokrit ↓
Anemia pada kehamilan
Sumber: (Azhar, D. S. dkk, 2013)
Transport Fe dari duodenum ke hati
meningkat
Transferin ↑
Asupan protein↑
Hb meningkat
Penyerapan zat besi optimal
Reduktor
Fe3+ → Fe2+
Asupan zat besi ↑+
Asam askorbat ↑
Abikel (Abon ikan kelor)Ikan Daun kelor
12
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menerapkan
desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL), menggunakan faktor tunggal.
Pada tahap formulasi faktor tunggalnya adalah daun kelor dengan berbagai
proporsi.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan bulan Mei 2015, bertempat di: laboratorium Ilmu
Teknologi Pangan / ilmu bahan makanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang
3.3 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam yang digunakan dalam pembuatan
formulasi abon ikan dan kelor (abikel) adalah sebagai berikut:
Alat : Bahan :
Baskom : 3 buah
Wajan : 1 buah
Pisau : 4 buah
Blender : 1 buah
Spatula : 1 buah
Timbangan : 1 buah
Piring olah : 5 buah
Gelas ukur : 1 buah
Telenan : 2 buah
Panci : 1 buah
Oven : 1 buah
Loyang : 4 buah
Risopan : 1 buah
Ikan gabus : 1 kg
Santan kelapa : 1 butir kelapa
(santan kental)
Gula merah : 250 gram
Lengkuas : 100 gram
Garam : 30 gram
Cabe merah besar : 100 gram
Kemiri : 100 gram
Bawang merah : 50 gram
Bawang putih : 50 gram
Daun salam : 8 lembar
Daun jeruk : 8 lembar
Minyak goreng : 30 ml
13
Sedangkan alat yang digunakan dalam pengujian sifat organoleptik
formula abon ikan dan kelor (abikel) adalah sebagai berikut:
Alat : Bahan :
Formulir uji hedonik :10 lembar
Baki orlep : 5 set
Sendok : 10 buah
Gelas : 10 buah
Abon ikan (standar) : 100 g
Formula 1 : 100 g
Formula 2 : 100 g
Sa
3.5 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang kami lakukan adalah true eksperimen. Kami menguji
kadar protein, Fe, dan vitamin C dengan menggunakan pendekatan teoritis
untuk menguji kadar pada produk abon ikan kelor, karena keterbatasan dana
dan waktu untuk mendapatkan reagen
3.6 Pengolahan Data
Proporsi formulasi Abikel (abon ikan kelor) merupakan proporsi yang
didasarkan pada sifat organoleptik pangan meliputi warna, aroma, rasa dan
tekstur. Peralatan untuk analisis mutu organoleptik adalah formulir uji
hedonik.
14
3.7 Metode Pelaksanaan Penelitian
BAB IV
Daun kelor
Blanching daun kelor
Ikan
Abon ikan
Abon ikan kelor
Analisis sifat dan mutu organoleptik
Pencacahan daun kelor
15
BAB IVPEMBAHASAN
4.1 Formulasi Abon Ikan Kelor
Berdasarkan Angka Kecukupan Zat Gizi (AKG) 2013, kebutuhan zat
besi ibu hamil adalah sebesar 26 mg/hari. Takaran yang digunakan dalam
setiap konsumsi yaitu 5 gram dengan frekuensi 3 kali sehari, yang berarti
masih menyisakan 10 gram abon ikan kelor.
Terdapat tiga variasi formulasi abon ikan kelor dengan proporsi yaitu
satu sampel standart, formulasi 1 dengan penambahan daun kelor sebanyak
30%, dan formulasi 2 dengan penambahan daun kelor sebanyak 40%,
a) Standar
Berat (g) Fe (mg) Protein (gram)
Vitamin C (mg)
Abon ikan 393 130,7 148,5 233,3Total 393 140,2 157,7 239,2Dalam 100 gram Abon
100 33,25 37,78 59,36
b) Formulasi 1
Berat (g) Fe (mg) Protein (gram)
Vitamin C (mg)
Abon ikan 393 130,7 148,5 233,330% daun kelor segar
117,9(setara dengan 20,3 g tepung)
5,7 5,5 3,5
Total Abikel 413,3 136,4 154,0 236,8Dalam 100 gram Abikel
100 33,02 37,28 57,33
Dalam 15 gram Abikel
15 4,95 5,58 8,55
Dalam 5 gram Abikel
5 1,65 1,86 2,85
16
c) Formulasi 2
Berat (g) Fe (mg) Protein (gram)
Vitamin C (mg)
Abon ikan 393 130,7 148,5 233,340% daun kelor segar
157,2(setara dengan 27,19 g tepung)
7,7 7,4 4,7
Total Abikel 420,19 138 155,9 238Dalam 100 gram Abikel
100 32,85 37,11 56,67
Dalam 15 gram Abikel
15 4,92 5,55 8,49
Dalam 5 gram Abikel
5 1,64 1,85 2,83
Adapaun hasil penilaian sifat organoleptik dari ketiga formulasi tersebut
adalah sebagai berikut:
NO. SIFAT ORGANOLEPTIK
STANDAR(974)
FORMULA 1(221)
FORMULA 2(521)
1 Warna 39 47 43
2 Aroma 28 44 40
3 Rasa 28 46 48
4 Tekstur 36 39 36
Keterangan:
Sangat Tidak suka = 0 – 10
Tidak suka = 11 – 20
Agak tidak suka = 21 – 30
Agak suka = 31 – 40
Suka = 41 – 50
Sangat suka = 51 - 60
Dari kedua formula tersebut, dapat disimpulkan bahwa formulasi
dengan kandungan Fe, protein, dan vitamin C tertinggi dan sifat organoleptik
terbaik adalah formulasi 1.
17
Jika setiap kali makan ibu hamil mengkonsumsi abikel sebanyak 5
gram (setara dengan 1 sendok makan) dengan frekuensi 3 kali sehari, maka
setiap harinya ibu hamil mendapat asupan Fe sebanyak 4,92 mg dari 15 gram
abikel yang memenuhi 19% AKG.
4.2 Keunggulan Teknologi
Keunggulan pada produk ini adalah bentuknya abon bisa dijadikan
lauk setiap saat serta dapat diolah kembali menjadi kudapan, misalnya
menjadi isian kue lemper, pastel, sumpia, dan kudapan. Formulasi pada
produk ini merupakan abon ikan dengan penambahan daun kelor, dengan
kandungan Fe pada ikan dan daun kelor yang lebih kompleks karena disertai
vitamin C sebagai reduktor yang dapat mengubah feri menjadi fero serta
protein yang berguna untuk mendistribusikan Fe. Sehingga pemenuhan Fe
pada ibu hamil lebih efektif. Penambahan kelor selain menambah nilai gizi
juga meningkatkan cita rasa, karena mengurangi rasa amis dari ikan tersebut.
4.3 Kelemahan Produk
Kelemahan pada produk ini adalah produk ini belum dapat memnuhi
100% kebutuhan ibu hamil terhadap Fe. Dengan penambahan 30% daun kelor
pada abon dapat mememnuhi 18,92 % dari kebutuhan Fe per hari.
18
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
formula 1 (abon dengan penambahan 30% daun kelor) adalah formula
terbaik, baik dari segi kandungan zat gizi maupun sifat organoleptiknya.
Kandungan gizi abon ikan kelor formula 1 adalah sebagai berikut:
Berat (g) Fe (mg)
Protein (gram)
Vitamin C (mg)
Abon ikan 393 130,7 148,5 233,3
30% daun kelor segar
117,9(setara dengan 20,3 g tepung)
5,7 5,5 3,5
Total Abikel 413,3 136,4 154,0 236,8Dalam 100 gram Abikel 100 33,02 37,28 57,33
Dalam 15 gram Abikel 15 4,95 5,58 8,55
Dalam 5 gram Abikel 5 1,65 1,86 2,85
5.2 Saran
Adapun beberapa saran yang ingin kami berikan, antara lain:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
alternatif penanganan kasus anemia pada ibu hamil
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dan mendalam agar bisa bermanfaat
secara nyata bagi penderita anemia
19
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Arisman, 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Buku Ajar Ilmu Gizi ECG
Azhar, D. S. Dkk. 2013. “Formulasi Sirup ‘Edukasi’ untuk Penanganan Anemia
Defisiensi Gizi Besi pada Ibu Hamil”. KTI Mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Malang dalam Polytechnic’s Event and Recognition Technopreneurship of
Health (PERTH) Tahun 2013.
Bakta, I., 2007. Hematologi. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pdf [diakses pada tanggal 18 Maret 2015]
Kementrian Kesehatan RI. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu.
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2013/01/ Factsheet_Upaya-PP-AKI.pdf [diakses
pada tanggal 18 Maret 2015]
Sadikin, Mohammad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta:Widya Medika
World Health Organization (WHO). 2014. Trends in Maternal Mortality: 1990 to
2013. http://www.who.int/gho/maternal_health/countries/idn.pdf [diakses
pada tanggal 5 April 2015]
Lowell J. Fuglie. Moringa Tree : A Local Solution for Malnutrition?.
http://miracletrees.org/ moringa-doc/moringa_the_miracle_tree.pdf. [diakses
pada tanggal 5 April 2015]
20
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Faiz Wildani Nisa
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat dan tanggal lahir : Kediri, 13 Maret 1995
Status : Belum Menikah
Alamat : Jalan Mastrip 20 Kediri
Email : [email protected]
No telpon : 085736351670
Riwayat pendidikan :
1. TK BHAYANGKARI 41 Kota Kediri2. SDN SUKORAME 2 Kota Kediri3. SMPN 1 Kota Kediri4. MAN KOTA KEDIRI 35. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN GIZI
21
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rizka Nizar Kurniawati
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat dan tanggal lahir : Ngawi, 17 Oktokber 1995
Status : Belum Menikah
Alamat : Dsn Tempurejo RT 03 RW 07 Ds Tempuran Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi
Email : [email protected]
No telpon : 085790283891
Riwayat pendidikan :
1. TK RA NAWAKARTIKA IV Tempuran Ngawi 2. MI FIESABILIL MUTTAQIEN TEMPUREJO3. MTSN 1 PARON NGAWI4. SMAN 2 NGAWI5. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN GIZI
22
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Putri Nila Widuriana
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat dan tanggal lahir : Sidoarjo, 14 Februari 1995
Status : Belum Menikah
Alamat : Dsn Kisik RT 01/ RW 11 Desa Gempol kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan
Email : [email protected]
No telpon : 085790283891
Riwayat pendidikan :
1. TK PKK 02 KISIK GEMPOL2. SDN GEMPOL 1 KABUPATEN PASURUAN3. SMPN 3 BANGIL KABUPATEN PASURUAN4. SMAN 1 BANGIL KABUPATEN PASURUAN5. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN GIZI
23
Lampiran 1
Prosedur Pembuatan Formula Abon, Ikan, dan Kelor (Abikel)
Campurkan kedua bahan tersebut lalu sangrai hingga kering (setelah kering baru masukkan gula merah
yang sudah di iris tipis)
Campurkan kedua bahan tersebut lalu sangrai
hingga kering
Oven bahan yang sudah disangrai hingga memperoleh tekstur yang diinginkan ± 12 jam dengan suhu
60o
Siangi dan cuci ikan sampai bersih dari duri dan darah
Kukus ikan selama ±35 menit hingga ikan matang
Suir ikan hingga menyerupai tekstur abon yang diinginkan
Haluskan bumbu bumbu abon (bawang merah, bawang putih,
cabai, lengkuas dihaluskan)
Tumis bumbu hingga harum lalu masukkan ikan, sangrai hingga
kering
Blanching daun kelor ± 1 menit lalu tiriskan
Cacah kecil daun kelor
24
Lampiran 2
Tabel Hasil Uji Hedonik terhadap Formula Abon, Ikan, dan Kelor (Abikel)
FORMULA panelis Warna Aroma Rasa Tekstur
1 4 4 2 52 5 3 5 33 5 3 2 44 5 5 1 25 5 2 5 56 1 2 4 17 3 2 3 38 3 3 3 59 4 3 2 5
STANDART
10 4 1 1 3Total 39 28 28 36
1 5 5 4 52 4 4 2 43 4 3 4 24 6 3 3 45 4 3 5 46 6 6 6 67 4 5 5 68 5 5 6 29 6 5 6 4
FORMULASI 1
10 3 5 5 2Total 47 44 46 39
1 6 5 6 52 4 5 6 53 4 4 5 34 5 3 2 35 4 3 5 46 2 4 6 27 4 4 6 38 4 5 2 39 5 5 5 4
FORMULA 2
10 5 2 5 4Total 43 40 48 36
25