KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN WANITA
YANG MELAKUKAN ABORSI
Oleh
NURALIA
1981914523
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1424 HI 2004 M
Ketika kumohon pada Allah kekuatan,
Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat
Ketika kumohon pada Allah kebijaksanaan,
Allah memberiku masalah untuk dipecahkan
Ketika kumohon pada Allah kesejahteraan,
Allah memberiku aka/ untuk berpikir
Ketika kumohon pada Allah keberanian,
Allah memberiku bahaya untuk kuatasi
Ketika kumohon pada Allah sebuah cinta,
Allah memberiku orang-orang bermasafah untuk kutolong
Ketika kumohon pada Allah bantuan,
Allah memberiku kesempatan
Aku tak pernah menerima apa yang kupinta
Tapi aku menerima segala yang kubutuhkan
Oo'aku terjawab sudah
KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN \VANITA YANG
MELAKUKAN ABORSI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat- Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Oleh
NURALI1\ 1981914523
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I
Ors. H. ChoL·:uddin. AS MA NIP. 150 013 058
Fakultas Psikologi
l'en bi1nbing II
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
1424 H/ 2004 IVI
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul KONFLJK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
WANITA YANG MELAKUKAN ABORSI telah diujikan dalarn Sidang Skripsi
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 Februari
2004. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Dekan I Ketua Merangkap Anggota,
Dra. Hj. Netty Hartati, M. Si NIP. 150 215 938
Penguji I
Dra. Afioah Mas'ud, M. Pd NIP. 150 220 775
Pembimbing I
<:::L . ---:)\ ---- :-=:>
Drs. Choliluddin. AS, MA NIP. 150 013 058
Sidang Skripsi
Jakarta, 11 Februa1 i 2004
Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap Anggota,
/
Dra. H". Zahr t h a ah M. Si
Anggota:
N R. 150 38 773
Penguji II
Drs. C liluddin. AS MA NIP. 150 013 058
I Soiicha,S.Ag
NIP. 150 293 234
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Puji Allah SWT, yang telah menciptakan makhluk sesempurna
manusia. Hanya dengan tanganNya manusia dapat berjalan di atas Jorong
waktu yang penuh liku. Persembahan sholawat dan salam bagi insan mulia
yang menjadi sahabat sejati bagi seluruh umatnya, Nabi Muhammad SAW.
Alhamdulillah .... hanya kata itu yang dapat terucap dari bibir seorang
hamba pengagumNya, karena hanya berkat curahan kasih sayangNya yang
tak terhingga penulis dapat mengejar ketinggalan dan telatnya penulis
menjadi wi,sudawan.
Teriring do'a untuk Ayahanda tercinta H. Husin Habib (aim) nun jauh
di sana, walau penulis tumbuh dan melangkah tanpanya namun samudra
cinta di hatinya yang tiada henti penulis nikmati menumbuhkan keberanian
dan kekuatan bagi penulis untuk menjadikan hidup demikian berharga. God
forgive him!!
Peluk kasih dan cinta selalu terkirim untuk lbunda tersayang
Rismiyati, ketabahanmu dalam menjalani hidup tanpanya menjadi spirit
tersendiri bagiku untuk terus memandang ke depan. Jangan bosan
merindukan penulis yang sering berada jauh darimu. Semoga lulusnya
penulis dapat mengurangi satu kekhawatiranmu tanpa menumbuhkan
kecemasan yang lain, ! love you, Mom. God love her!!!
IV
Beribu kata terima kasih penulis hadiahkan kepada dua pribadi
bijaksana, Bapak Drs. Choliluddin, AS. MA, pembimbing I, dan lbu
Solicha, S.Ag, pembimbing II, yang selalu memberikan dukungan moril,
arahan, masukan berharga, terutama kesabaran selama membimbing penulis
menyelesaikan skripsi.
Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. lbu Dra. Hj. Netty Hartati M. Psi, Dekan Fakultas Psikologi dan Dosen
Pembimbing Akademik angkatan '98, semoga perhatian lbu terhadap
kemajuan Psikologi UIN terus bertambah.
2. Seluruh Dasen UIN Jakarta, khususnya para Dosen Fakultas Psikologi
yang telah rela membimbing mahasiswa membuka cakrawala dunia.
3. Para staf Bagian Akademik dan Tata Usaha UIN, terutama yang
bersemayam di Fakultas Psikologi, terima kasih telah bersedia dibikin
repot oleh para mahasiswa.
4. My lovely family, my big brother and sister, kak Amid (semoga dapat lebih
memahami keberadaanmu sebagai kakak tertua), kak lmuk (yang
semakin sibuk dengan dunianya sendiri), uni Ina (untuk kasih sayangnya
yang selalu penulis rindukan), dan kak Ujang (jangan berhenti menjaga
our mom), juga semua kakak iparku, mbak Nur, mbak Tri, a'Tony, mbak
Siti, semoga our big family tetap berada dalam damai dan cinta even
without our dady. I love u all.
v
5. Keponakan-keponakanku, Anggun 'poyeng', Ana, Zaky, Aji-bon, lqok
'bakpau', Sultan, Tasya, dan satu lagi yang belum terlahir, bersama
kalian dapat melupakan kejenuhan penulis dalam kuliah. I miss u all .... !
6. Terkasih yang tak pernah berhenti kubanggakan, my big love Wien
Rabitha, who showers me with love and happiness every time, with u my
life'// be more wonderful, wo ai ni ... keep in love with me baby ... !
7. The happy family, lbu dengan keramahannya, kak Diana with her sweet
smile, l·sti the lady cooky, Ami 'man of the match', dan Chintia I like your
beautiful voice, terima kasih telah memperkenankan penulis 'singgah'
dihatinya dan menikmati sepanjang waktu bersamanya. Jangan bosan
menerima kehadiran penulis walau mungkin terasa menjemukan.
8. My best friends, Aas (for your deep attention, dan untuk kebersamaan kita
yang terkadang penuh dengan kesensitifan), Pieh (wish u meet someone
u need), Rini (tangisanmu membuat penulis terenyuh sekaligus lucu, be a
stronger girl, friend .. !), Mey (don't give up to get everything you want),
k'Nung dan Goyang (all troubles never make u hopeless, keep spirit!).
Thanks to you all for everytime you gave, everymoment you made, and
every/ave I accept, wish our sweet friendship'// never end .. .i love u all.
9. My sisters, Yanti dan Mira, thank u for your love and attention.
10. Asep dan Lia yang berjuang bersama penulis, lcun, Wiyah, Nanung,
Bowo, Febri, Anang, Turhadi, Agus-zaman, Agus-KM, Beti dan Eni
Vl
yang telah melangkahi penulis, angkatan '98 lainnya, thanks for our
friendship, moga terus love me and us.
11.Angkatan '99, Rahma, Hudan, Fikri, Deden, Suryani, Ari, Nisa, lmah,
Encot, Omah, Rahma-B, Nurhasanah, and others, hidup Psikologi!!.
12. Neni, teman seperguruan penulis dalam bimbingan skripsi.
13. Popoy' 'Roy' terima kasih atas Cianjur-nya.
14. Tek upik, mbak Nur, dan uni Mas, terima kasih telah bersedia membantu
penulis dengan ceritanya yang luar biasa.
15. Para subjek penelitian yang telah bersedia diwawancarai oleh penulis.
16. Semua pihak yang menjadi tim sukses penulis, terima kasih atas
segalanya.
Ciputat, 1 O februari 2004
Penulis
vu
ABSTRAK
(C) Nur Alia
(A) Fakultas Psikologi (B) 10 februari 2004
(D) KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN WANITA YANG MELAKUKAN ABORSI
(E) xiii +112 halaman (F) Maraknya fenomena pengguguran kandungan atau disebut aborsi yang
disebabkan oleh unwanted pregnancy mengakibatkan tidak sedikit nyawa melayang akibat cara pengguguran yang tidak aman yang dilakukan bukan oleh tenaga profesional. Campur tangan para dukun beranak dalam melakukan aborsi diakibatkan tenaga medis tidak diizinkan melakukan praktek aborsi tanpa adanya indikasi medis. Hal ini mengindikasikan ilegalnya tindakan aborsi dalam hukum Indonesia sehubungan dengan resikonya yang berupa hilangnya bukan hanya nyawa janin melainkan juga nyawa ibunya. Bahkan dalam agama (dalam hal ini Islam) melarang dilakukannya aborsi yang dapat dikatakan sebagai 'pembunuhan' meskipun masih merupakan kontroversi di kalangan ulama. Secara moral, mengakhiri kehamilan sama saja dengan mengakhiri sebuah awal dari kehidupan seorang manusia. Sekali lagi dapat dikatakan bahwa tindakan aborsi merupakan tindakan 'pembunuhan' yang umumnya oleh hukum manapun tidak diperbolehkan kecuali dengan alasan-alasan yang dapat diterima secara medis.
Mengingat dilarangnya tindakan aborsi yang banyak mengandung resiko ini tidak menyebabkan pelaku aborsi di Indonesia berkurang tetapi justru bertambah banyak dari tahun ke tahun, bukan tidak mungkin terdapat banyak hal yang melatarbelakanginya. Umumnya wanita yang ingin melakukan aborsi akan terlibat konflik antara keinginannya untuk aborsi dengan hal-hal lain yang dikhawatirkan terjadi akibat aborsi.
Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan mengungkap gambaran konflik yang dialami wanita yang ingin melakukan aborsi serta bagaimana proses pengambilan keputusannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan subjek penelitian berjumlah tiga orang, yang diambil berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Karakteristik subjek penelitian yaitu wanita beragama Islam yang melakukan aborsi provokatus criminalis.
Berdasarkan hasil analisa data, diketahui bahwa konflik yang dialami wanita pelaku aborsi dapat berupa konflik internal dan eksternal. Konflik
Vlll
internal terjadi lantaran kekhawatiran subjek akan dosa dan keselamatan jiwa, serta adanya penolakan dari naluri ke-ibuan. Sedangkan konflik ekstern;,:il timbul karena pertentangan dengan orang lain akibat berbedanya keinginan untuk aborsi a!au tidak. Ada pula subjek yang tidak mengalami konflik apapun ketika ingin melakukan aborsi.
Decision making ketiga subjek penelitian ini dipengaruhi oleh pertimbangannya dalam mengatasi kondisi yang tidak mengenakkan yang diakibatkan oleh unwanted pregnancy. Resiko yang terkandung dalam tindakan aborsi tidak lagi diperdulikan, bahkan perasaan bersalah dan berdosa dinomorduakan dengan harapan tercapainya tujuan tertentu setelah dilakukan aborsi. Status sebagai individu yang tersisihkan dalam keluarga juga menjadi alasan untuk pasrah menerima keputusan yang dipilih keluarga.
(G) Bahan bacaan: 35 (1976-2003)
IX
OAFTAR ISi
KATA PENGANTAR ........................................................................ iv
ABSTRAK ...................................•................•............................... viii
DAFTAR 181 .•..............••...................•............••••....•••.......•..•....•••..... x
DAFT AR TABEL. ......•........................................•........•...............•.. xiii
DAFT AR GAMBAR •.................•...........••.............................•.•....... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............ ,. .................•..•.......................................•... 1
A. Latar belakang masalah ...................................................... 1
B. Perumusan masalah ........................................................... 8
C. Pembatasan masalah ......................................................... 8
D. Tujuan dan manfaat penelitian ............................... , .............. 9
E. Teknik penulisan ............................................................... 10
F. Sistematika penulisan ......................................................... 1 O
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................... 12
A. Konflik ............................................................................ 12
1. Definisi konflik ............................................................... 12
2. Macam konflik ............................................................... 13
B. Pengambilan Keputusan .................................................... 17
1. Definisi Pengambilan Keputusan ...................................... 17
2. Faktor yang mempengaruhi Pengambilan Keputusan ........... 19
x
3. Strategi Pengambilan Keputusan ...................................... 20
4. Tahap-tahap Pengambilan Keputusan ............................... 21
C. Aborsi. ............................................................................. 23
1. Definisi aborsi. .............................................................. 23
2. Macam-macam aborsi. .................................................. 24
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aborsi. .......................... 36
4. Resiko-resiko aborsi. ...................................................... 31
5. Aborsi dalam pandangan Islam ........................................ 33
D. Proposisi teoritis ................................................................ 37
BAB Ill METODOLOGI PENELITIAN ...... ........................................ .... 41
A Pendekatan penelitian .................................................... .41
B. Subjek penelitian ........................................................... .42
C. Metode pengumpulan data ................................................ 43
D. lnstrumen pengumpulan data ........................................... .43
E. Teknik analisa data ......................................................... 44
F. Tahapan penelitian ........................................................ .45
BAB IV HASIL PENELITIAN ............. ........................................ ........ 46
A Gamba ran umum subjek .................................................... 46
B. Riwayat kasus dan analisa kasus ........................................ .47
1. Kasus Nining ............................................................... .47
XI
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Gambaran um um subjek ..................................................... .47
Tabel 4.2 Perbandingan analisa antar kasus ........................................ 107
X111
DAFT AR GAMBAR
Gambar 2.1 Approach-approach conflict ............................................... 13
Garn bar 2.2 Avoidance-avoidance conflict ............................................ 14
Garn bar 2.3 Approach- avoidance conflict.. .......................................... . 33
Garn bar 2.4 Bagan analisa kasus ....................................................... .40
Garn bar 4.1 Bagan analisa kasus Nining .......... , ................................... 68
Garn bar 4.2 Bagan analisa kasus Rina ................................................ 88
Garn bar 4.3 Bagan analisa kasus Santi .............................................. 104
A. Latar belakang masalah
BABI
PENDAHULUAN
Bersatunya dua insan yang berbeda dalam satu ikatan yang suci akan
selalu dilandasi oleh berbagai tujuan. Salah satu tujuan tersebut adalah untuk
mendapatk<;n keturunan sebagai penerus kelangsungan eksistensi umat
manusia.
Memiliki seorang anak merupakan kebahagiaan yang tak ternilai bagi
setiap pasangan, sehingga kelahirannya akan menjadi saat yang paling
dinantikan terutama oleh sang ibu. Seberat apapun beban yang llarus
ditanggung ketika seorang wanita sedang mengandung, tidak akan menjadi
penghalang terlahirnya seorang bocah mungil dari rahimnya. Begitu besarnya
arti kehadiran seorang anak dalam sebuah keluarga, sehingga banyak
diantara pasangan yang belum dikaruniai anak bersedia mengadopsi anak
orang lain demi memiliki sang buah hati.
Walaupun anak merupakan harta yang sangat berharga bagi banyak
pasangan, namun pada kenyataannya tidak sedikit wanita yang memang
tidak menginginkan kehamilannya akhirnya mengakhiri masa kehamilannya
dengan sengaja sehingga janin yang dikandung tidak sempat dilahirkan.
Tindakan mengakhiri masa kehamilan dengan menggugurkan janin yang
dikandung disebut juga dengan aborsi.
Fenomena aborsi sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat
Indonesia. Semakin hari semakin banyak wanita yang dengan tega
menggugurkan janin yang berada dirahimnya sendiri. Berdasarkan perkiraan
dari BKBN, ada sekitar 2 juta kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di
Indonesia (www.aborsi.net, 2003). Berarti ada 2 juta nyawa yang dibunuh
setiap tahunnya secara keji. Menurut sumber lain, kasus aborsi di Indonesia
diperkirakan sudah mencapai 2,3 juta kasus setiap tahun (www.kompas.com,
2000). Angka kematian bayi akibat aborsi tersebut melebihi angka kematian
manusia akibat perang, kecelakaan, maupun penyakit.
Tindakan yang diambil seorang wanita untuk menggugurkan
kandungannya dengan sengaja umumnya disebabkan oleh kegagalan
kontrasepsi, kebutuhan hidup yang tak mencukupi, kehamilan remaja, sudah
memiliki cukup banyak anak, korban perkosaan, beban ekonomi, alasan
medis, dan alasan pribadi.
2
Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, tindakan aborsi sebenarnya
merupakan sesuatu yang ilegal. Namun bila ada indikasi medis seperti
penyakit yang mengharuskan memilih diantara ibu dan janin, maka jiwa si ibu
lah yang harus diselamatkan dengan jalan menggugurkan janin yang berada
dalam rahim si ibu tersebut. Kondisi yang demikian itu menjadikan hukum
aborsi berubah legal dengan ketentuan hanya boleh dilakukan oleh para ahli
medis.
Sedangkan aborsi tanpa dasar indikasi medis tetap merupakan
tindakan yang ilegal dan melanggar hukum. Hal itulah yang menyebabkan
wanita yang tidak menginginkan kehamilannya melakukan aborsi dengan
cara semb1Jnyi-sembunyi dan dengan cara yang tidak aman (unsafe
abortion).
3
Unsafe abortion adalah aborsi yang dilakukan oleh orang yang tidak
berkompeten dengan menggunakan fasilitas yang tidak memadai dan dengan
cara-cara yang membahayakan sehingga menimbulkan banyak komplikasi
bahkan kematian.
Cukup banyak pula kasus unsafe abortion yang mengakibatkan
kematian wanita yang menggugurkan kandungannya tersebut. Ada yang
meninggal karena menggugurkan kandungan dengan cara memasukkan
tangkai-tangkai tumbuhan tertentu atau rumput ke dalam lubang kemaluan
sehingga terjadi infeksi. Ada yang memijat-mijat perut hingga mengakibatkan
rahim robek. Ada pula yang oleh dukun dimasukkan benda tumpul sejenis
tongkat pendek ke dalam vaginanya. Bahkan ada juga dukun yang
menggunakan bantuan makhluk halus dengan peralatan berupa kemenyan,
dan masih banyak praktek ilegal lainnya yang membahayakan jiwa wanita.
Masalah aborsi sebenarnya masih merupakan isu kontroversial di
berbagai kalangan. Perdebatan pro dan kontra dalam membahas kasus
aborsi lantaran aborsi tidak hanya berkaitan dengan masalah kesehatan saja,
tetapi lebih dari itu aborsi juga erat kaitannya dengan etika, moral, agama,
dan hukum.
Pada dasarnya, hukum manapun tidak membolehkan tindakan aborsi
tanpa adanya indikasi medis. Menggugurkan janin yang berada dalam rahim
dengan sengaja sama saja dengan membunuh janin tersebut karena ia
sudah memiliki kehidupan. Hal itulah yang melandasi dilarangnya aborsi dari
sudut pandang etika dan moral.
Dalam Islam sendiri, sebagian ulama sepakat untuk mengharamkan
aborsi ketika janin telah berusia lebih dari 120 hari kecuali untuk
menyelamatkan nyawa ibu. Sedangkan sebelum janin berusia 120 hari aborsi
masih boleh dilakukan jika ada alasan yang dibenarkan hukum Islam.
Sebagian ulama lainnya mengharamkan aborsi baik sebelum maupun
sesudah janin berusia 120 hari.
Di Amerika, terdapat pula perbedaan pandangan antara kelompok
yang pro-aborsi dan anti-aborsi dalam menanggapi permasalahan aborsi.
Kelompok pro-aborsi berargumen bahwa:
a) Wanita mempunyai hak penuh atas tubuhnya dan berhak menentukan
apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya sendiri, karena wanita
bukanlah produk yang dihasilkan untuk menjadi korban dari keputusan
keputusan masyarakat yang tidak memperhatikan hak wanita
4
b) Anak Y,ang kelahirannya tidak diinginkan dianggap sebagai penghambat
karir wanita, selain itu pula akan berdampak pada kurangnya perhatian
dan tanggung jawab wanita dalam pengasuhan anak tersebut.
c) Doktrin agama yang menganggap aborsi sebagai pembunuhan dengan
asumsi bahwa kehidupan sudah dimulai sejak masa konsepsi, tidak
sesuai dengan realita sosial dan biologis. Dari segi sosial, kehidupan itu
ada sejak manusia dilahirkan, sedangkan secara biologis kehidupan itu
dimulai pada saat janin berusia enam bulan.
d) Melakukan aborsi ataupun melahirkan adalah pilihan pribadi, bukan
paksaan dari peraturan manapun.
Sedangkan argumen dari kelompok anti-aborsi adalah sebagai berikut:
5
a) Aborsi adalah pembunuhan, sama saja dengan membinasakan
kehidupan manusia, karena janin sudah memiliki kehidupan sejak berusia
satu minggu.
b) Aborsi bukan satu-satunya jalan untuk menghindari anak yang tidak
diinginkan, melainkan masih ada cara yang lain yaitu dengan
diadopsikan. Pada kenyatannya, jumlah orang yang ingin mengadopsi
anak masih lebih banyak dibanding anak yang tersedia untuk diadopsi.
c) Kelompok pro-aborsi adalah kelompok yang egois, karena hanya
mementingkan karir wanita dan kesenangan seksual tanpa
mempertimbangkan tanggung jawab sosial. Pada dasarnya aborsi dapat
dihindari bila para wanita tidak melakukan seks bebas atau dengan cara
mengatur program kehamilan.
d) Tidak ada pertimbangan moral untuk merampas kehidupan manusia
dalam kondisi apapun. Kehidupan manusia merupakan hal yang benar
benar suci, dan semua orang berhak hidup walaupun dalam keadaan
yang cacat tubuh atau mental. Begitulah prinsip moral yang berlaku
dimanapun.
Pada hakikatnya, setiap wanita tidak ada yang mempunyai keinginan
untuk melakukan aborsi. Terlebih wanita yang hidup dalam masyarakat
Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan terkenal dengan moral dan
budi pekerti. Selain itu, bahaya yang timbul dari tindakan aborsi terlampau
besar karena menyangkut nyawa si pelaku aborsi. Namun terkadang
keadaan yang tidak menyenangkan mendesaknya untuk lebih memilih aborsi.
Disitulah timbul konflik dalam dirinya untuk tetap meneruskan kehamilan
dengan menerima kondisi yang mungkin tidak diharapkan atau
mengakhirinya dengan konsekuensi tertentu.
Umumnya banyak konflik yang terjadi ketika seorang wanita
mempunyai keinginan untuk menggugurkan kandungannya, walaupun tidak
semua pelaku aborsi merasakannya. Konflik tersebut dapat berasal dari
adanya pertentangan batin dalam diri sendiri dan ada pula yang berasal dari
lingkungan atau orang-orang di sekitarnya.
6
f(onflik dalam diri sendiri biasanya muncul apabila keinginan untuk
aborsi tersebut berbenturan dengan ni/ai religius seseorang. Be/um /agi jika
bayangan akan resiko yang dapat terjadi setelah aborsi sehubungan dengan
faktor kesehatan terus menghantui.
Juga tak dapat dipungkiri, sekejam apapun seorang ibu, atau begitu
besarnya rasa tidak suka seorang wanita atas kehamilannya, tetap saja di
dalam hatinya terdapat sebuah naluri. Naluri seorang ibu yang secara alami
akan menolak dilaksanakannya tindakan 'pembunuhan' bayi yang sedang
dikandung.
7
Sementara konflik lain juga dapat terjadi ketika keinginan untuk
me/akukan aborsi itu tidak didukung oleh lingkungan. Terlebih bi/a orang
orang terdekat yang sangat berpengaruh tidak menyetujui bahkan menentang
dipilihnya tindakan tersebut. Bagi wanita yang menyadari sepenuhnya akan
adanya keterlibatan berbagai pihak dalam setiap tindakan, ada atau tidaknya
dukungan dari lingkungan akan sangat mempengaruhi pertimbangannya
dalam menentukan tindakan yang harus diambil.
Setelah melewati bermacam konflik dan pertimbangan-pertimbangan
yang cukup matang, berbagai alternatif lain yang dapat menjadi solusi dari
unwanted pregnancy harus juga dipertimbangkan berikut semua resiko dan
manfaatnya. Selanjutnya, langkah terakhir yang /larus ditempuh adalah
menetapkan suatu keputusan. Namun memutuskan tindakan mana yang
akan diambil juga tidaklal1 semudah membalikkan telapak tangan. Kembali
terdapat kondisi dilematis yang tidak dapat begitu saja diabaikan.
Meskipun pada akhirnya aborsi dipilih sebagai alternatif terbaik, namun
proses untuk mengambil keputusan tersebut umumnya dirasakan sangat
sulit. Kesulitan tersebut dapat tergambar dalam berbagai bentuk sesuai
dengan kondisi awal hingga akhir pelbagai kasus aborsi.
Melihat fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat seperti yang
telah dipaparkan di atas, penulis ingin mengadakan penelitian yang
bertemakan fenomena aborsi tersebut dengan judul "konflik dan
pengambilan keputusan wanita yang melakukan aborsi".
B. Perumusan Masalah
Dari apa yang dipaparkan diatas, permasalahan yang timbul adalah:
1) Bagaimanakah gambaran konflik yang terjadi pada seorang wanita
ketika ingin melakukan aborsi?
2) Bagaimanakah proses pengambilan keputusan seorang wanita
sehingga ia memilih melakukan aborsi daripada meneruskan
kehamilannya?
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
1) Konflik adalah suatu kondisi dimana seseorang harus memilih diantara
dua kebutuhan, harapan, ataupun tujuan yang saling bersaing dengan
kekuatan yang sama.
2) Decision making adalah suatu proses pemecahan masalah yang
mengharuskan seseorang memilih diantara alternatif pilihan masalah.
3) Aborsi adalah pengakhiran masa kehamilan atau hasil konsepsi
(pembuahan) sebelum janin dapat dilahirkan.
4) Aborsi yang dipermasalahkan dalam penelitian ini adalah jenis abortus
provocatus criminalis yakni tindakan mengakhiri masa kehamilan
dengan menggugurkannya secara sengaja tanpa adanya indikasi
med is.
5) Pelaku aborsi yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah
wanita yang beragama Islam, dengan pertimbangan bahwa ada
larangan menggugurkan janin dalam agama Islam.
D. Tujuan dan manfaat penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi yang
bagaimanakah yang dapat mengakibatkan timbulnya konflik pada wanita
yang ingin melakukan aborsi dan pertimbangan-pertimbangan yang
bagaimanakah yang menyebabkannya memilih aborsi daripada meneruskan
kehamilannya.
9
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini secara
praktis adalah agar masyarakat khususnya kaum wanita mengetahui
berbagai konflik yang dapat terjadi ketika seorang wanita ingin mengambil
tindakan aborsi sehingga sedapat mungkin dapat menghindari kondisi yang
dapat membawanya pada timbulnya keinginan untuk melakukan aborsi.
Selain itu, penelitian ini dapat pula dijadikan sebagai kaca
perbandingan bagi calon pelaku aborsi agar lebih berpikir positif dalam
menerima kehamilannya sehingga mampu mempertimbangkan berbagai hal
dengan bijaksana sebelum memutuskan untuk melakukan aborsi.
10
Sedangkan secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi ilmiah bagi perkembangan Psikologi yang islami.
E. Teknik penulisan
Teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman
pada APA (American Psychology Association) Citation style Guide.
F. Sistematika penulisan
BAB!
Dalam penelitian ini, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
Dalam bab pertama yang merupakan bab pendahuluan ini berisi
latar belakang masalah, permasalahan dalam penelitian,
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, teknik
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
BAB Ill
BAB IV
BABV
Bab yang berisi kajian pustaka ini meliputi teori-teori tentang
konflik, decision making, aborsi, serta proposisi teoritis.
Bab ini membal1as tentang metodologi penelitian yang meliputi
pendekatan penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan
data, instrumen pengumpulan data, teknik analisa data, dan
tahapan penelitian.
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian yang
meliputi gambaran umum subyek, riwayat kasus dan analisa
kasus, serta perbandingan antar kasus.
Bab yang terakhir ini berisi penutup yang meliputi kesimpulan,
diskusi, dan saran.
11
A. KONFLIK
1. Definisi konflik
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Teori mengenai konflik merupakan teori yang diperkenalkan oleh Kurt
Lewin, dengan pendefinisian sebagai berikut:
"Lewin defined a conflict situation as one in which the forces acting on the
person are opposite in direction and about equal in strength" (Atkinson,
1964:89).
Konflik merupakan keadaan psikologis tentang kebimbangan yang terjadi
ketika seseorang pada suatu waktu dipengaruhi oleh dua daya kekuatan yang
saling berlawanan dengan kekuatan yang hampir sama (Harre & Lamb, 1996).
Konflik juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana ada daya
daya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira
sama (Sarwono, 2002).
Konflik dapat timbul dalam situasi di mana terdapat persaingan antara dua
atau lebih kebutuhan, harapan, keinginan, dan tujuan yang tidak bersesuaian
sehingga menyebabkan individu merasa ditarik ke arah dua kutub yang berbeda
sekaligus, dan menimbulkan perasaan yang sangat tidak mengenakkan
(Dafidoff, 1991 ).
Selain itu, dapat dikatakan bahwa konflik terjadi akibat adanya vektor
vektor yang saling bertentangan dan tarik-menarik dalam lapangan psikologis
seseorang yang kalau tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustrasi
dan ketidakseimbangan kejiwaan (Sarwono, 2000).
Dari beberapa teori-teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik
merupakan suatu kondisi dimana seseorang dipengaruhi oleh daya-daya yang
saling berlawanan arah dengan kekuatan yang kira-kira sama.
2. Macam-macam konflik
Konflik yang terjadi dalam diri individu dapat dibagi menjadi:
a) Konflik mendekat-mendekat (Approach-approach conflict).
Konflik ini terjadi ketika individu menghadapi dua obyek atau tujuan yang
sama-sama bernilai positif pada waktu yang bersamaan.
[3
Garn bar 2.1: Approach-approach conflict: orang tertarik antara dua hal yang
positif.
Jenis konflik ini lebih mudah diselesaikan dibandingkan jenis konflik
lainnya. Cara penyelesaiannya umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan cara memuaskan salah satu tujuan terlebih dahulu lalu beralih ke tujuan
14
berikutnya, atau dengan cara memuaskan salah satu tujuan saja dan
meninggalkan tujuan lainnya.
b) Konflik menjauh-menjauh (Avoidance-avoidance conflict).
Konflik ini terjadi bila individu dihadapkan pada pilihan dari dua obyek yang
sama-sama bernilai negatif namun tidak dapat dihindari kedua-duanya. Jika
menghindari salah satu obyek maka harus mendekati obyek lainnya yang juga
tidak disukai, demikian pula sebaliknya .
... I
Gambar 2.2: Avoidance-avoidance conflict: orang terjepit antara dua bahaya
atau dua ancaman. Kalau tidak ada yang menghalangi, ia akan cenderung
keluar dari situasi (mengikuti panah titik-titik).
Ada dua bentuk perilaku yang dapat muncul akibat konflik ini. Yang
pertama adalah vacillation atau kebimbangan. lndividu yang terjebak dalam
konflik ini akan merasakan kebimbangan yang luar biasa dalam menghadapi dua
hal yang sama-sama tidak menyenangkan. Jika ia menghindari salah satunya,
maka secara otomatis ia mendekati obyek lainnya. Akibatnya, ia melakukan
manipulasi terhadap wilayah konflik tersebut.
Bentuk perilaku yang kedua adalah attemp to leave atau meninggalkan
wilayah konflik. lndividu yang berada dalam konflik ini mungkin saja mengambil
tindakan dengan lari atau menjauhi wilayah terjadinya konflik tersebut.
Banyak juga individu yang berusaha mengurangi ketegangan atau
kecemasan yang terjadi akibat konflik ini dengan cara berkhayal yakni
mengkhayalkan seandainya tidak terjebak dalam konflik tersebut atau
mengkhayalkan hal-hal yang telah lalu yang tidak menyebabkannya berada
dalam situasi demikian.
c) Konflik mendekat-menjauh (Approach-avoidance conflict).
Konflik yang terjadi ketika individu berhadapan dengan satu obyek atau
tujuan yang bernilai negatif dan positif sekaligus.
15
Gambar 2.3: Approach-avoidance conflict: orang tertarik kepada suatu hal
yang sekaligus mengandung bahaya atau ancaman.
Konflik ini juga mengakibatkan timbulnya kebimbangan dalam diri individu.
Ketika ia berusaha mencapai obyek atau tujuan tersebut, hal negatif yang ada
dalam obyek tersebut pun akan mendekatinya. Sementara penyelesaian dengan
cara melarikan diri dari konflik juga akan menimbulkan permasalahan baru.
d) Jenis konflik lainnya yang juga sering terjadi dalam lapangan kehidupan
seseorang adalah konflik mendekat-menghindar ganda (multiple approach-
avoidance conflict) yakni konflik yang terjadi ketika individu diharuskan
memilih dua obyek yang sama-sama bernilai positif dan negatif sekaligus.
Terdapat pula konflik yang dibedakan berdasarkan sumber terjadinya
dan dapat dibagi menjadi dua bagian (Oafidoff, 1991 ), yaitu:
1. Konflik internal (dalam diri sendiri)
16
Konflik ini terjadi bila tujuan-tujuan yang saling bertentangan berada dalam
diri individu sendiri. Konflik yang terjadi dalam diri seorang wanita ketika ingin
melakukan tindakan aborsi umumnya berkaitan dengan aspek-aspek berikut:
a. Kognisi
Pengetahuan yang dimiliki seseorang pada dasarnya akan mempengaruhi
pertimbangannya dalam melakukan hal apapun, tak terkecuali tindakan aborsi
yang seharusnya dapat lebih dipertimbangkan karena menyangkut nyawa
manusia. Pengetahuan tersebut meliputi:
1) Resiko aborsi baik ditinjau dari segi kesehatan maupun dampak
psikologisnya. Tindakan aborsi bukan saja akan menimbulkan efek buruk bagi
ala! reproduksi wanita melainkan juga keselamatan jiwa sang ibu. Terlebih bila
wanita yang melakukan aborsi tersebut mengalami trauma ataupun dampak
psikologis lainnya.
2) Hukum aborsi dalam agama maupun pemerintah. Walaupun hukum aborsi
dalam Islam masih merupakan isu kontroversi namun dilarangnya
pembunuhan-dalam hal ini seorang janin- baik oleh agama maupun
pemerintah setidak-tidaknya akan mempengaruhi pertimbangan seseorang
ketika ingin melakukan aborsi.
b. Afeksi
17
Bagi seorang ibu, adanya janin dalam rahimnya selayaknya dapat
membawa kebahagiaan karena janin tersebut telah menjadi bagian dari tubuhnya
sendiri. Meskipun ia tumbuh dalam kehamilan yang tidak dikehendaki atau
direncanakan namun keinginan sang ibu untuk mengakhirinya akan mendapat
penolakan dari naluri ke-ibuan yang secara alami selalu menetap di jiwa setiap
ibu.
2. Konflik eksternal (di luar individu)
Yaitu konflik yang terjadi bila terdapat dua atau lebih tujuan yang saling
be1ientangan berasal dari luar individu. Konflik ini akan terjadi jika ada
pertentangan dalam keluarga ataupun lingkungan terhadap keinginan seorang
wanita untuk melakukan aborsi.
B. DECISION MAKING
1. Definisi PENGAMBILAN KEPUTUSAN
"oecision making atau pengambilan keputusan merupakan suatu proses
pilihan alternatif tindakan seseorang dalam cara yang adekuat dan efisien dalam
situasi tertentu~ Beberapa definisi tentang decision making atau pengambilan
keputusan menurut para ahli adalah sebagai berikut:
"Decision making is a kind of problem solving in which we are presented
with several alternatives, among which we must choose" (Morgan, 1986:
237).
18
"Tl1e process of choosing among various courses of action of alternatives"
(Baron, 1992: 256).
"The process of gathering information about relevant alternatives and
making an appropriate choice" (Atwater, 1983: 403).
"Tl1e decision process is considered to be one that is extended in time: it
involves a series of information search, judgement and evaluation
processes which are followed by further post-decision processes that serve
to help people to adjust to the implications of their decisions and to
understand their own goals and values" (Ran yard, 1997: 3).
'Selain itu, Marx (1976) juga mengatakan bahwa tanda-tanda umum dari
sebuah keputusan adalah:
1) Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual ··
2) Keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif ~
3) Keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh
ditangguhkan atau dilupakan
Berdasarkan beberapa definisi di alas, maka dapat disimpulkan bahwa
decision making atau pengambilan keputusan adalah suatu proses dari
pemecahan masalah yang mengharuskan seseorang untuk memilih diantara
berbagai alternatif. •·
Qaktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan menurut Marx (1976)
diantaranya adalah faktor personal, yang meliputi:
1. Kognisi, yang berupa kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki
individu.
2. Motif, yakni bagaimana motivasi individu dalam merespons situasi yang
sedang dihadapi.
3. Sikap, yang berhubungan dengan perasaan negatif dan positif individu
terhadap suatu situasi.
Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi pengambilan keputusan
individu dalam menghadapi konflik adalah (Dafidoff, 1991 ):
19
1. Kuatnya motivasi. Bila motivasi yang timbul dari sebuah pilihan semakin kuat,
maka akan semakin kuat pula dorongan untuk memilih hal tersebut,
dibandingkan dengan pilihan yang timbul dari motivasi yang lemah.
2. Jarak, tempat, dan waktu. lndividu akan cenderung mendekati atau
menghindari salah satu pilihan sesuai dengan jauh-dekatnya jarak, tempat.
dan waktu dari pilihan tersebut.
3. Pengharapan. Semakin besar harapan individu terhadap salah satu pilihan
maka akan besar pula kemungkinannya untuk memilih pilihan tersebut'
3. ·strategi pengambilan keputusan
'Terdapat berbagai strategi dalam decision making individu yang
selanjutnya oleh Dinklage (1966, dalam Atwater, 1983) dikategorikan dalam:
a. Strategi impulsif, yakni mengambil alternatif pertama tanpa berpikir dalam.
b. Strategi fatalistik, yakni menyerahkan keputusannya kepada situasi atau
nasib.
c. Strategi compliant, yakni menyuruh orang lain membuat keputusan bagi
dirinya.
d. Strategi delaying, yakni menunda-nunda keputusan baik dalam memikirkan
ataupun bertindak.
e. Strategi agonizing, yakni selalu bimbang dalam pengambilan keputusan.
f. Strategi planning, yakni memakai prosedur yang rasional disertai
pertimbangan atas fakta-fakta.
20
g. Strategi intuitif, yakni memakai rasa keseimbangan sebagai dasar keputusan.
h. Strategi paralysis, yakni mau melakukan apa yang sudah menjadi keputusan
namun tidak mampu mencapai keputusan.
Sedangkan menurut Gelatt, Varenhorst, & Carey (1972, dalam Atwater,
1983) berdasarkan unsur resiko dan keadaan ketidakpastian yang sering ada
dalam situasi decision making, maka strategi decision making dapat juga
diklasifikasikan menjadi:
a. Wish strategy, yaitu milmilih alternatif yang dapat membawa pada hasil yang
paling diinginkan tanpa mempertimbangkan resiko.
2!
b. Escape strategy, yaitu memilih alternatif yang paling dapat terhindar dari hasil
yang buruk.
c. Safe strategy, yaitu memilih alternatif yang paling dapat mendatangkan
keberhasilan.
d. Combination strategy, yaitu memilih alternatif yang menggabungkan antara
kemungkinan atau peluang paling tinggi dengan hasil yang paling diinginkan.
Untuk mendapatkan keputusan yang baik yakni dengan memperoleh hasil
yang paling diinginkan, maka sangat penting bagi tiap individu untuk
menggunakan strategi decision making yang paling sesuai dengan individu
tersebut dan situasi yang dihadapi.
Berbedanya strategi yang digunakan tiap individu dalam decision making
tidak terlepas dari pengaruh emosi dan kepribadian individu dalam
mempertimbangkan resiko yang dapat muncul dari pengambilan keputusan. Oleh
karena itu, individu tidak selalu menggunakan strategi decision making yang
sama dalam berbagai situasi melainkan dapat berubah-ubah sesuai dengan
waktu, situasi, dan lingkungan yang dihadapi.
4. Tahap-tahap pengambilan keputusan
Janis dan Mann (1977, dalamAtwater, 1983) membagi tahap-tahap
decision making ke dalam lima tahap, yaitu:
1. Appraising the challenge, yakni dengan mengenali masalah, meninjau situasi
dan berbagai kendala, serta mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi.
Tahap ini berisi pertanyaan kunci sebagai berikut: "apakah resiko yang akan
timbul jika tidak berbuat apapun?"
22
2. Surveying the alternatives, yakni mengumpulkan informasi tentang semua
alternatif, dengan pertanyaan kunci: "apakah seluruh alternatif yang ada telah
dipertimbangkan?"
3. Weighing alternatives, yakni mengeva/uasi konsekuensi dari se/uruh alternatif
terutama mengenai untung dan ruginya. Pertanyaan kuncinya adalah:
"alternatif mana yang paling baik?"
4. Making a commitment, yakni membuat komitmen dalam implementasi
alternatif. Pertanyaan kuncinya: "kapankah alternatif terbaik dapat
diimplementasikan dan membiarkan orang lain mengetahui keputusan yang
diambi/?"
5. Adhering despite negative feedback, yakni bersikap kritis dan bersedia
mengubah strategi bi/a salah dalam mengambil keputusan. Pertanyaan
kuncinya: "apakah resikonya akan menjadi berat jika tidak melakukan
perubahan?"
Se/2njutnya, Janis dan Mann (1979) mengatakan bahwa terdapat tujuh
kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas dan efektivitas prosedur
decision making, yaitu:
1. Memeriksa kembali dengan seksama alternatif tindakan yang dapat dilakukan.
2. Mempertimbangkan setiap tujuan dan ni/ai dalam tiap a/ternatif yang tersedia.
3. Mempertimbangkan konsekuensi negatif dan positif dari setiap pilihan yang
ada.
4. Mencari informasi baru yang relevan dengan alternatif yang ada untuk
mengevaluasi alternatif tersebut.
5. Memperhitungkan setiap informasi baru dari berbagai sumber walaupun tidak
mendukung alternatif yang disukai.
6. Menguji kembali konsekuensi dari setiap alternatif yang ada termasuk
alternatif yang tidak diterima sebelum menetapkan pilihan.
7. Membuat langkah-langkah yang terperinci dari setiap tindakan yang dipilih dan
merencanakan tindakan antisipatif jika terdapat resiko dari tindakan yang telah
ditetapkan.'
C. ABORSI
1. Definisi aborsi
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah "abortus" berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel
sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. lni adalah suatu proses
pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh
(www.aborsi.net, 2003).
Kata aborsi atau dalam bahasa lnggris disebut abortion berasal dari
bahasa Latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran (Yanggo, Anshary,
1996).
24
Sardikin Ginaputra (zuhdi, 1989, seperti dikutip oleh Yanggo, Anshary,
1996) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan bahwa aborsi
merupakan pengakhiran masa kehamilan atau hasil konsepsi (pembuahan)
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Aborsi mengandung pengertian peristiwa berakhirnya kehamilan di mana
janin belum viable (dapat hidup di luar rahim), yakni untuk usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Al Fauzi,
www.kompas.com).
Dari berbagai definisi aborsi tersebut dapat disimpulkan bahwa aborsi
merupakan tindakan mengakhiri masa kehamilan dengan sengaja sebelum masa
kehamilan tersebut berakhir secara alamiah.
2. Macam-macam aborsi
Aboi·si dapat dibagi menjadi dua macam (Yanggo & Anshary, 1996) yaitu:
1. Abortus spontan atau spontaneous abortus yaitu pengguguran yang tidak
disengaja dan terjadi tanpa tindakan apapun, yang dapat disebabkan oleh
pendarahan (blooding), kecelakaan, dan sebagainya.
2. Abortus buatan atau abortus provocatus yaitu aborsi yang terjadi karena
tindakan yang disengaja. Jenis aborsi ini dapat dibedakan dalam dua macam,
yaitu:
25
a. Abortus Artificialis Therapicus yaitu pengguguran yang dilakukan oleh
dokter berdasarkan indikasi medis, sebagai bentuk penyelamatan atas jiwa
ibu yang terancam bila kehamilannya dipertahankan.
b. Abortus Provocatus Criminalis yaitu pengguguran yang dilakukan dengan
sengaja tanpa dasar indikasi medis. Biasanya aborsi jenis ini dilakukan
untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi (www.aborsi.net, 2003),
yaitu:
1. Aborsi spontan atau alamiah, yang berlangsung tanpa tindakan apapun.
Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel
sperma.
2. Aborsi buatan atau sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia
kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan
disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter,
bidan atau dukun beranak).
3. Aborsi terapeutik atau medis adalah pengguguran kandungan buatan yang
dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil
tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang
parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang
dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan
tidak tergesa-gesa.
26
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aborsi
Luasnya tindakan aborsi, tidak terlepas dari adanya kehamilan yang tidak
diinginkan (unwanted pregnancy). Pada umumnya, ada lima alasan wanita tidak
menginginkan kehamilannya, yaitu:
1. Alasan kesehatan, yakni ketika seorang ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
Biasanya faktor kesehatan dalam kasus ini berhubungan dengan adanya
penyakit tertentu yang bila kehamilannya tetap dipertahankan akan beresiko
fatal terhadap keselamatan bayi dalam kandungan maupun nyawa sang ibu.
Jika kondisi demikian terjadi pada seorang wanita yang sedang hamil, para
ahli medis akan menyarankan untuk aborsi demi meyelamatkan jiwa sang ibu.
2. Alasan 'psikososial, yakni ketika seorang ibu sudah enggan atau tidak mau
mempunyai anak lagi. Pengalaman buruk seorang ibu ketika mempunyai
seorang anak dapat dikategorikan kedalam salah satu penyebab tidak
dikehendakinya kehamilan berikutnya. Minimnya pengalaman seorang ibu
dalam mengasuh anak akan membuatnya merasa kerepotan atau kesusahan
sehingga l1al itu menjadi pengalaman yang tidak mengenakkan baginya. Ada
juga seorang wanita yang ketika hamil merasa belum siap untuk mempunyai
seorang anak lagi dikarenakan anaknya masih sangat kecil, atau memang
kondisi psikologisnya yang belum dipersiapkan untuk hamil lagi.
3. Kehamilan di luar nikah. Wanita yang hamil akibat hubungan yang tidak sah
umumnya akan menganggap kehamilan itu sebagai aib yang harus
disembunyikan. Terlebih bila pria yang menghamilinya tidak mau bertanggung
jawab atas bayi yang dikandungnya maka biasanya jalan yang ditempuh
adalah dengan aborsi agar tidak terlahir anaknya tanpa ayah.
27
4. Masalah sosial ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban
ekonomi keluarga. Bagi wanita yang berada dalam tingkatan ekonomi rendal1,
mempunyai seorang anak lagi merupakan sebuah masalah yang besar.
Jangankan untuk mendapatkan biaya tambahan bagi sang jabang bayi, untuk
menghidupi anak-anak yang ada saja ia sudah merasa kewalahan. Hal itu
biasanya menjadi pendorong digugurkannya anak yang masih dalam
kandun,:;iannya.
5. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar
keluarga). Perkosaan yang membuahkan kehamilan umumnya berdampak
pad a bencinya wanita yang sedang mengandung tersebut pada janin dalam
rahimnya. Bagaimana tidak, jika yang berada dalam perutnya adalah benih
dari orang yang tidak pernah diinginkannya, orang yang memaksanya,
merenggut kehormatannya dengan paksa. Mempertahankan kehamilan itu
merupakan malapetaka baginya, maka aborsi menurutnya adalah cara terbaik
untuk melenyapkan benih tersebut.
6. Kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak
diinginkan. 'Kebobolan' (dalam istilah sehari-hari) termasuk kehamilan yang
berada di luar rencana. Bagi pasangan yang memang tidak menginginkannya,
membuang benih tersebut merupakan hal yang dianggapnya wajar.
Selain disebabkan oleh kehamilan yang tidak diinginkan, terdapat faktor
faktor lain yang menyebabkan seorang wanita melakukan tindakan aborsi
(Yanggo & Anshary, 1996), diantaranya adalah:
1. Dorongan individual, yang meliputi kekhawatiran terhadap kemiskinan, tidak
ingin mempunyai keluarga yang besar, demi memelihara kecantikan,
mempertahankan status wanita karir, dan sebagainya.
2. Dorongan kecantikan,.yang biasanya berupa kekhawatiran akan cacatnya
janin yang akan dilahirkan akibat pengaruh radiasi, obat-obatan, dan
sebagainya.
28
3. Dorongan moral. Umumnya terjadi pada wanita yang tidak sanggup menerima
sangsi sosial dari masyarakat lantaran kehamilan diluar nikah.
Wanita manapun yang meminta aborsi pada hakikatnya berada dalam
keadaan terjepit atau terpaksa. Tidak ada satupun wanita yang menginginkan
aborsi. Diantara faktor-faktor yang membuat wanita tidak ingin diaborsi adalah:
a) Takut sakit. Praktek aborsi umumnya lebih banyak dilakukan oleh dukun
beranak karena para ahli medis memang sudah terikat kode etik untuk tidak
sembarangan melakukan tindakan aborsi kecuali dengan alasan medis.
Sebagaimana layaknya para dukun, peralatan yang digunakan untuk
mengeluarkan janin dalam rahim seorang wanita merupakan peralatan yang
masih sangat tradisional, seperti sebatang lidi, sebatang pohon, atau apapun
yang sekiranya dapat mengorek rahim. Peralatan tersebut pastilah
menyebabkan rasa sakit yang diderita ketika proses aborsi berlangsung lebih
parah dibandingkan dengan melahirkan. Karena itu, biasanya wanita yang
ingin aborsi takut merasakan sakit tersebut.
29
b) Takut risikonya (mungkin: kematian). Tidak sedikit wanita yang aborsi
berakhir dengan pendaral1an yang tiada henti bahkan sampai mengakibatkan
kematian. Bagaimana tidak, dipaksanya rahim untuk menge/uarkan benih
yang ada didalamnya dengan cara yang tidak normal tentunya membuat
rahim tersebut bekerja dengan tidak wajar pula, sehingga bukan hanya janin
yang keluar me/ainkan juga darah akibat rusaknya rahim. Terjadinya
pendarahan jika tidak segera dihentikan dapat berakibat pada kematian si
pelaku aborsi tersebut.
c) Biayanya mahal. Praktek aborsi yang dianggap ilegal dalam negara
Indonesia umumnya memakan biaya yang tidak sedikit apa/agi bila dilakukan
oleh ahli medis yang bersedia me/anggar kode etik profesinya. Belum lagi bi/a
nantinya terjadi pendarahan atau apapun yang menyebabkan campur tangan
Rumah Sakit untuk menyelesaikannya. Akan butuh biaya lebih banyak untuk
membunui1 janin yang tak berdosa tersebut.
d) Perasaan berdosa. Sebagai muslim, menggugurkan kandungan yang dapat
diibaratkan dengan pembunuhan akan menimbulkan perasaan berdosa bagi
pelakunya. Pertimbangan akan mendapat dosa ini/ah yang terasa paling
berat bagi pelaku aborsi.
e) Yang terpenting adalah naluri ke-ibu-annya menolak aborsi. Secara alamiah,
setiap wanita pasti memiliki naluri sebagai seorang ibu yang tidak akan hilang
30
sampai kapanpun. Ketika wanita yang sedang hamil ingin melakukan
tindakan aborsi, secara alamiahpun naluri tersebut akan berusaha
menolaknya. Sedalam apapun rasa bencinya terhadap janin dalam rahimnya,
pasti ada sedikit rasa sayang pada janin yang tak bersalah itu.
Namun di lain pihak, ketakutan akan adanya dampak negatif yang
kemungkinan akan menimpa wanita jika tidak diaborsi menyebabkannya tetap
mengambil tindakan aborsi. Dampak-dampak tersebut antara lain:
a. Dampak ekonomi, contohnya:
a) Bagi kehamilan akibat kegagalan kontrasepsi, akan berdampak pada
jumlah anak yang semakin banyak sementara penghasilan suami terbatas
sehingga mengakibatkan terlantarnya anak-anak tersebut.
b) Bagi pegawai ataupun sejenisnya {pramugari, polwan, dan sebagainya)
mempunyai anak sebelum melewati tahap yang ditentukan akan beresiko
terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK)
c) Bagi wanita yang hamil saat masih sekolah atau kuliah, belum adanya
pekerjaan atau penghasilan yang cukup untuk membiayai calon jabang
bayi dapat menjadi beban baginya bila harus mempertahankan
kehamilan.
b. Dampak sosial jika iidak aborsi (khusus untuk kehamilan pra-nikah), dapat
mengakibatkan putus sekolah atau kuliah, malu pada keluarga atau tetangga,
mengalami kebingungan dalam mengasuh bayi, terputusnya atau
terganggunya karir dan masa depan,
4. Resiko-resiko Aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kondisi kesehatan dan
keselamatan fisik seorang wanita, terlebih terhadap kondisi psikologisnya. Ada
dua macam resiko yang umumnya harus ditanggung wanita yang melakukan
aborsi, yaitu:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
31
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa
resiko yang akan dihadapi seorang wanita, yaitu:
a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gaga!
c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d. Rahim yang sobek (Uterine Pedoration)
e. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya
f. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada
wanita)
g. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
h. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
1. Kanker hati (Liver Cancer)
j. Kelainan pada placenta atau ari-ari (Placenta Previa) yang akan
menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada
saat kehamilan berikutnya
k. Menjadi mandul atau tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic
Pregnancy)
I. lnfeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
m. lnfeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
2. Resiko terhadap kondisi psikologis
32
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi
kesehatan dan keselamatan wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang
sangat hebat terhadap kondisi psikologis wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia
psikologi sebagai "Post-Abortion Syndrome" (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS,
yang umumnya berupa:
a. Kehilangan harga diri
b. Beberapa wanita mengalami depresi kronis hingga beberapa bulan
c. Berteriak-teriak histeris
d. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi
e. Mengalami trauma
f. Pada beberapa wanita timbul perasaan benci pada semua pria
g. lngin melakukan bunuh diri
h. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang.
1. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual
j. Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan
dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun
dalam hidupnya.
5. Aborsi dalam pandangan Islam
Secara moral, tindakan aborsi dapat dikatakan sebagai tindakan
pembunuhan yang jelas dilarang dalam hukum manapun. Terlebih dalam
pandangan Islam yang berdasarkan pada firman Allah dan hadis Nabi yang
menerangkan bahwa manusia adalah makhluk mulia yang lahir dalam keadaan
suci dan bersih, maka tindakan aborsi merupakan tindakan yang melanggar
moral keislaman dan merusak kemuliaan derajat manusia (Yanggo & Anshary,
1996).
Kehidupan janin merupakan kehidupan yang wajib dihormati dan dijaga.
Hal itu terbukti dengan adanya kebolehan berbuka puasa bagi wanita hamil yang
khawatir akan keselamatan janin dalam kandungannya, juga diwajibkannya
penundaan pelaksanaan hukum qishas terhadap wanita yang sedang hamil demi
menjaga janinnya. Selain itu, ada pula hukuman bagi orang yang memukul perut
wanita hamil yang tidak lama setelah dilahirkan anaknya mati akibat pukulan
tersebut. Semua hal itu menunjukkan bahwa Islam memberikan perhatian dan
penghormatan yang besar terhadap kehidupan janin, sehingga dilarangnya
tindakan yang melampaui batas (seperti aborsi) meskipun terhadap kehamilan
akibat hubungan yang tidak sah (Qardhawi, 1995).
Kontroversi dikalangan para ulama sehubungan dengan hukum melakukan
aborsi tidak terlepas dari adanya tahap-tahap pertumbuhan janin di dalam rahim
yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Tahap a/-nuthfah, yaitu ketika terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma
sebelum empat puluh hari usia kehamilan.
2. Tahap al-alaqah, yaitu ketika sel telur yang telah dibuahi tersebut menempel
atau melekat pada dinding rahim selama empat pulul1 hingga delapan puluh
hari usia kehamilan.
34
3. Tahap al-mudhghat, yaitu ketika janin mulai menjadi tulang dan daging selama
usia kehamilan mencapai 120 hari.
4. Tahap pemberian nyawa (nafkh a/-ruh), yaitu ketika janin semakin sempurna
dengan ditiupkannya ruh ke dalam janin tersebut setelah 120 hari usia
kehamilan.
Para ulama sepakat untuk mengharamkan aborsi yang dilakukan pada
saat janin sudah diberi nyawa atau setelah 120 hari usia kehamilan, kecuali alas
dasar indikasi medis.
Sedangkan aborsi yang dilakukan sebelum 120 hari usia kehamilan,
sebagian ulama membolehkan walaupun dengan syarat-syarat tertentu dan
sebagian lagi tetap melarangnya. Perbedaan pendapat tersebut dapat
digolongkan menjadi:
1. Golongan yang mengharamkan aborsi secara mutlak walaupun sebelum 40
hari usia kehamilan. Dengan alasan bahwa bila air mani telah tersimpan di
dalam rahim berarti sudah ada proses kehidupan.
2. Golongan yang membolehkan aborsi pada salah satu tahap dan melarang
pada tahap-tahap yang lain, dengan penjelasan sebagai berikut:
c. Makruh pada tahap a/-nuthfah atau sebelum 40 hari dan haram pada
tahap al-alaqat dan al-mudhghat.
d. Boleh aborsi hanya sebelum 40 hari usia kehamilan, sedangkan setelah
usia tersebut dilarang.
e. Boleh aborsi pada tahap a/-nuthfah dan al-a/aqah atau sebelum 80 hari.
tetapi haram pada tahap a/-mudhghat.
35
3. Golongan yang membolehkan aborsi sebelum kehamilan berusia 120 hari jika
ada alasan yang dibenarkan hukum Islam. Alasan tersebut diantaranya
kondisi kesehatan ibu sangat buruk, kehamilan dan persalinan beresiko tinggi,
kehamilan yang terjadi saat ibu sedang menyusui bayi yang mengakibatkan
berakhirnya masa menyusui sementara si ayah tidak mempunyai sumber
pendapatan untuk memperoleh susu pengganti ASI bagi bayi tersebut, dan
lainnya. Namun jika tidak ada alasan yang dibenarkan secara syar'I maka
hukumnya menjadi makruh.
4. Golongan yang membolehkan aborsi sebelum kehamilan berusia 120 hari
walaupun tanpa alasan apapun.
Pada dasarnya, tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang
menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak
sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia.
Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang
membunuh sesama manusia adalah sangat mengerikan. Berikut ini berbagai
alasan disertai dalil Al-Quran yang merupakan larangan tindakan aborsi (pro-
36
kontra-net), yaitu:
a) Manusia, berapapun kecilnya, merupakan makhluk mulia ciptaan Allah.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali
ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah
beriirman: "Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia."(QS
17:70).
b) Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua
orang. Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang
lain, memiliki dampak yang sangat besar.
c) Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang
yang cukup atau takut akan kekurangan uang. Banyak calon ibu yang masih
muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau
tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk
menggugurkan kandungannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman
Allah yang bunyinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena
takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu
juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar." (QS 17:31)
I ... <" lb. · 1.S .• t:; .·I -<WI ~ · · · · ·:"1 -I ~ -<~';! I I .!··::-. " ~ U ~ U I .. .J r o-.JY l?--' L.Y- , I .J Y""' iJ .J
d) Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan perintah Allah dan
merupakan tindakan kriminal.
e) Sejak janin berada dalam kandungan, Allah sudah mengenalnya.
f) Tidak ada kehamilan yang merupakan "kecelakaan" atau kebetulan. Setiap
janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
g) Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam
kasus hamil diluar nikah sekalipun, karena Nabi sangat menjunjung tinggi
kehidupan.
D. PROPOSISI TEORITIS
37
Tidak selamanya seorang wanita dapat mensyukuri anugerah Tuhan yang
berwujud janin dalam kandungannya, walaupun umumnya banyak wanita yang
khawatir bahkan takut bila ternyata dirinya tidak tergolong wanita yang subur
kandungannya terlebih bila sampai tidak mempunyai anak. Hal ini terbukti dengan
banyaknya kasus aborsi yang melanda setiap negara manapun di dunia bahkan
hingga ke penduduk yang primitif atau modern sekalipun.
Fenomena 'pembunuhan' dalam bentuk aborsi sudah menjadi hal yang
biasa di lingkungan masyarakat, meskipun banyak pelaku aborsi yang menutup
nutupi tindakannya tersebut dengan alasan malu, aib, dan sebagainya. Tidak
sedikit pula pelaku aborsi yang menganggap enteng tindakan tersebut hingga
dengan santainya mengakui dan menceritakannya kepada orang lain.
38
Kehamilan yang tidak diinginkan atau dalam istilah sehari-hari disebut
'kebobolan' merupakan alasan kuat bagi seorang wanita untuk melakukan aborsi.
Keinginan untuk meggugurkan janin yang sedang dikandungnya pada hakikatnya
bukanlah semata-mata keinginan yang membabi-buta atau tanpa alasan, namun
terdapat bermacam faktor yang mendorongnya melakukan tindakan tersebut.
Oleh karena itu tidak heran jika dalam banyak kasus, motif yang mendasari
seseorang untuk melakukan aborsi itu berbeda-beda.
Ada pula pelaku aborsi yang sebenarnya tidak berkeinginan untuk
melakukannya. Tindakan tersebut dipilih lantaran keinginan pihak lain diluar
dirinya yang mempunyai pengaruh untuk memaksanya melakukan aborsi.
Ketika tindakan aborsi akan diambil oleh seorang wanita biasanya akan
terjadi konflik internal yang berupa pertentangan antara keinginan dengan naluri
ke-ibuan, pertimbangan faktor resiko aborsi bagi kesehatan, terlebih bila
berbenturan dengan ajaran agama.
Terdapat pula ketidaksesuaian keinginan antara individu dengan
lingkungan disekitarnya walaupun tidak mesti terjadi pada setiap kasus. Hal itu
disebabkan karena tidak semua orang lebih mementingkan tanggung jawab pada
Tuhan daripada meraih apa yang diinginkan.
Untuk mengatasi situasi seperti itu, dibutuhkan strategi yang paling sesuai
dengan masing-masing individu agar dapat memutuskan jadi-tidaknya tindakan
aborsi dilakukan. Ada pelaku aborsi yang menggunakan wish strategy, memilih
aborsi tanpa memperdulikan resikonya. Ada pula yang menggunakan safe
strategy dengan memilih aborsi karena akan mendatangkan hasil yang
diinginkan, dan sebagainya.
39
Bukan hanya strategi, tahap-tahap dalam mengambil keputusan pun
seharusnya dilalui dengan sistematis oleh setiap pelaku aborsi. Tahapan-tahapan
tersebut meliputi pertimbangan akan adanya alternatif selain aborsi dan resiko
dari aborsi maupun alternatif lain tersebut, proses pemilihan aborsi atau alternatif
lain dan kapan dapat diimplementasikan, serta dapat menerima umpan balik
sehabis memutuskan pilihan tersebut.
Selanjutnya, gambaran teoritis untuk menganalisa adanya konflik dan
pengambilan keputusan dari kasus aborsi dapat dilihat dalam bagan analisa
kasus berikut.
40
BAGAN DINAMIKA KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
WANITA PELAKU ABORSI
KEHAMlLAN _1
UNWANTED PREGNANCY "I INGIN ABORSI I
. I
• Kesehatan • Diri sendiri • Psikososial • Orang lain '. • Sosial-ekonomi • Perkosaan KONFLIK
I I I • Pra-nikal1
I I 11 App-app l • Kegagalan KB Internal Ekstemal
I Avo-avo H App-avo H Mult app-avo I • Resiko aborsi •Agama DECISION '. • Nahrri keibuan MAKING -
I I
STRATEGI I I TAHAP I ~ Appraising the Challenge
Wish I Strategy
Surveying the I Alternatives
Escape I
Strategy Weighing Alternatives
I
Safe I
Strategy Making a Commitment
I I
Combination Adhering Despite Strategy Negative Feedback
I
BAB Ill
METOOOLOGI PENELITIAN
A. PENDEKA TAN PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mencari gambaran
tentang konflik yang dialami wanita yang ingin melakukan aborsi serta
bagaimana proses pengambilan keputusannya, maka pendekatan pene/itian
yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
dengan bentuk studi kasus yang bersifat deskriptif.
Pendekatan kualitatif ini dapat digunakan untuk memahami gejala
tingkah laku manusia menurut penghayatan sang pelaku ataupun melalui
sudut pandang subjek penelitian (Arikunto, 1995).
Sedangkan digunakannya bentuk studi kasus dalam penelitian ini
mengacu pada penjelasan Yin (2000) yang menjelaskan bahwa studi kasus
lebih tepat digunakan bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk
mengontrol peristiwa-peristiwa atau fenomena kontemporer dalam kehidupan
nyata yang akan diselidiki, dengan pertanyaan penelitian yang berbunyi "how"
atau "why".
8. SUBJEK PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini diambil berdasarkan tujuan penelitian yang
telah ditetapkan sebelumnya. Adapun karakteristik subjek dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Wanita yang melakukan aborsi provokatus criminalis
2. Beragama Islam
Sedangkan jumlah subjek dalam penelitian kualitatif menurut Strauss
tidak ada ketentuan bakunya (Arikunto, 1995). Terlebih apabila data yang
diperoleh telah cukup memadai dan mendalam maka subjek boleh diambil
dalam jumlah kecil (Poerwandari, 1998). Dalam penelitian ini subjek yang
akan diambil berjumlah tiga orang sesuai dengan karakteristik di alas.
C. METODE PENGUMPULAN DATA
Sebagaimana lazimnya penelitian-penelitian kualitatif lainnya,
penelitian inipun menggunakan metode wawancara dan observasi sebagai
metode pengumpulan data.
42
Wawancara yang digunakan sebagai metode utama dalam penelitian
ini adalah wawancara mendalam (in-depth interview) yang bersifat semi·
structured dengan menggunakan pedoman wawancara umum. Sedangkan
observasi digunakan sebagai metode penunjang dalam pengumpulan data
penelitian ini.
D. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Setelah ditentukannya metode pe11gumpulan data dalam penelitian ini,
selanjutnya ditentukan pula instrumen pengumpulan data yang sesuai
dengan metode yang telah ditetapkan. lnstrumen yang dapat digunakan
43
dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, catatan wawancara, lembar
observasi, tape-recorder, dan buku catatan.
1) Pedoman wawancara.
Pedoman wawancara digunakan untuk memfokuskan data-data yang
akan diambil agar sesuai dengan tujuan penelitian, juga sebagai ala! bantu
untuk mengkategorisasikan jawaban dalam analisis data.
2) Lembar observasi, yang digunakan sebagai pedoman untuk
melakukan pengamatan terhadap gambaran fisik subjek, keadaan tempat
wawancara, sikap dan perilaku subjek selama wawancara, gangguan dan
catatan khusus selama proses wawancara berlangsung.
3) Catalan wawancara, untuk mencatat identitas pribadi subjek dan
ringkasan wawancara.
4) Tape-recorder, sebagai ala! untuk merekam perkataan subjek.
5) Buku catatan, digunakan untuk mencatat hal-hal yang tidak jelas atau
terlewati atau tidak terekam selama proses wawancara.
E. TEKNIK ANALISA DATA
Penelitian ini menggunakan bentuk analisa data pattern- macthing
atau pencocokan pola, yaitu membandingkan sebuah pola yang didapat
secara empiris dengan pola alternatif yang diramalkan untuk mencari validitas
internal (Yin, 2000).
Langkah-langkah analisa data selanjutnya adalah :
44
1. membaca data berulang-ulang untuk menemukan makna dari jawaban
subjek.
2. melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok permasalahan.
3. mengelompokan data dengan memberikan kode-kode.
4. melakukan interpretasi dengan analisa pencocokan pola, lalu hasil analisa
dibandingkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini.
Selain itu, menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman
(Syofia, 2003} ada tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan dalam
proses analisis data, yaitu :
a. reduksi data, yaitu suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu,
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
b. Penyajian data, yaitu sekumpulan info yang tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Langkah-langkah analisa datanya adalah :
a) Data-data yang telah terkumpul dipindahkan ke dalam transkip verbatim.
b) Dibuat ringkasan dari setiap kasus dan dikumpulkan aspek-aspek penting
yang relevan dengan penelitian untuk dianalisa.
c) Data yang dikumpulkan kemudian dikelompok-kelompokan dan diberi
kode (reduksi data) serta penjelasan singkat untuk mempermudah proses
interpretasi sesuai dengan outline analisa data.
d) Analisa terhadap masing-masing kasus.
e) Hasil analisa dirangkum dan disimpulkan dari hal yang umum ke hal yang
khusus.
F. TAHAPAN PENELITIAN
1. Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu dipersiapkan
instrumen yang akan digunakan daJam penelitian ini, yaitu pedoman
wawancara, lembar observasi, catatan wawancara, dan tape recorder.
2. Setelah instrumen dipersiapkan, kemudian peneliti mencari informasi
tentang keberadaan subjek yang memenuhi kriteria dalam penelitian
ini.
3. Jika keberadaan subjek telah diketahui peneliti, maka peneliti
menemui subjek tersebut untuk meminta kesediaanya menjadi subjek
penelitian ini.
4. Selanjutnya, penelitian dilaksanakan dengan melakukan wawancara
dan observasi sesuai dengan metode yang telah ditetapkan.
45
BABIV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang hasil pengolahan seluruh data
yang telah didapat dari lapangan penelitian. Hasil penelitian ini dapat
dijabarkan'dalam bentuk gambaran umum subjek penelitian, riwayat kasus
dan analisa kasus, serta analisa perbandingan antar kasus.
A. Gambaran Umum Subjek
Subjek dalam penelitian ini berjumlah tiga orang, yang diambil
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Latar belakang
pendidikan ketiga subjek tersebut menunjukkan tingkat yang berbeda-beda.
Diantara mereka ada yang menyelesaikan pendidikannya hingga tamat pada
jenjang menengah tingkat atas, ada pula yang hanya sampai lulus Sekolah
Dasar, bahkan salah satunya tidak sampai selesai Sekolah Dasar.
Usia mereka ketika melakukan aborsi berada pada kisaran 18 hingga
28 tahun, usia dimana mulai dimasukinya masa dewasa dini. Pada usia ini,
mereka dituntut untuk mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi
sehingga mereka dinilai telah cukup mampu untuk dapat mengambil
keputusan.
Nama-nama subjek dalam penelitian ini sengaja tidak disebutkan
sesuai fakta melainkan diganti dengan nama-nama pilihan peneliti sendiri.
47
Hal ini dimaksudkan agar kerahasiaan subjek dalam penelitian ini tetap
terjaga.
Gambaran mengenai ketiga subjek tersebut dapat dilihat lebih jelas
dalam label berikut:
Tabel 4.1 Gambaran umum Subjek
No Nam a Usia ketika Latar belakang aborsi oendidikan
1. Ninina 18 tahun SD kelas Ill 2. Rina 20tahun SD 3. Santi 27 tahun SPG
B. Riwayat Kasus dan Analisa Kasus
1. Kasus Nining
Nining yang dilahirkan pada tahun 1959 merupakan anak bungsu dari
empat bersaudara. Sejak kematian Ayahnya ketika usianya baru mencapai
satu tahun, ia dan kakak-kakaknya tidak di asuh lagi oleh ibu kandung
mereka melainkan dititipkan pada saudara-saudaranya. Sementara ibu
kandung Nining telah menikah kembali, Nining tinggal bersama bibinya yang
rumahnya terletak jauh dari tempat tinggal kakak-kakaknya yang lain.
Nining hidup di tengah keluarga yang kondisi perekonomiannya biasa-
biasa saja atau dapat dikatakan berkecukupan. Bibinya yang hidup bersama
suami dan dua orang anak tidak menggunakan cara yang keras dalam
mendidik anak-anaknya dan Nining. Peraturan-peraturan dan disiplin apapun
yang berlaku dalam keluarga tersebut tidak dilaksanakan dengan cara yang
kaku. Pola asuh yang liberal itulah yang didapatkan Nining dalam keluarga
bibinya tersebut.
48
Sedangkan pendidikan agama yang diterima Nining dalam keluarga itu
juga sewajarnya saja. Tidak ada disiplin khusus yangs berakhir dengan
hukuman bila tidak menjalankan ibadah-ibadah keagamaan. Semuanya
berjalan secara apa adanya.
Nining yang hidup dalam asuhan bibinya, disekolahkan ke Sekolah
rakyat (sekarang SD) tetapi hanya sampai kelas tiga. Hal itu disebabkan
kondisi perekonomian yang hanya cukup untuk membiayai kebutuhan hidup
sehari-hari.
Selain bersekolah, sebagaimana layaknya anak-anak seusianya di
lingkungan tersebut, ia pun setiap sore belajar mengaji di musholla dekat
rumahnya. Hal itu juga hanya berjalan hingga setahun selepasnya berhenti
sekolah. Sehingga selain di rumah, ia juga mendapatkan pendidikan agama
dari guru ngaji tersebut walaupun tetap dalam kadar yang biasa-biasa saja
atau dalam arti tidak begitu mendalam.
Ketika Nining beranjak remaja, pergaulan Nining dengan pemuda
pemuda disekitarnya berjalan wajar. la juga sempat mempunyai hubungan
khusus dengan salah satu pemuda tersebut dengan masih dalam batas-batas
yang normal atau tidak melanggar norma-norma yang berlaku dalam agama.
Saal itu pula, !bu kandung Nining yang telah menitipkannya pada
keluarga tersebut sejak ia berusia satu tahun kembali datang dan sering
mengajaknya pergi berjalan-jalan. Lalu tak lama kemudian lbunya juga
mengajaknya pergi menemui kakak perempuannya yang belum sempat
dikena/nya.
49
Nining dan /bunya kemudian menetap dirumah kakak kandung Nining.
Di rumah itu, selain tinggal kakak Nining dan suaminya beserta tiga anaknya,
juga ada /ima orang pemuda yang sebaya Nining. Pemuda-pemuda tersebut
adalah adik kandung, keponakan dan saudara-saudara dari kakak ipar
Nining.
Nining yang pada waktu itu berusia tujuh be/as tahun menumpang
hidup dalam keluarga yang bermata pencaharian dari usaha berdagang dan
menjahit itu. Walaupun banyak yang menetap disana, namun tidak ada
kesulitan dalam perekonomian ke/uarga tersebut. Kakak ipar Nining tetap
mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Mereka hidup layak dan
tidak kekurangan.
Walaupun tidak mengenyam pendidikan di sekolah maupun ditempat
pengajian lagi, namun keluarga yang Nining tinggali tersebut adalah keluarga
yang cukup memperhatikan nilai-nilai keagamaan. Kakak iparnya yang juga
sebagai guru ngaji didaerah itu sangat keras dan tegas dalam mendidik anak
anaknya tak terkecuali semua orang yang tinggal disitu. Terlebih bila
50
menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan agama, kakak iparnya tak
segan-segan memarahi anak-anaknya maupun siapapun yang berbuat salah.
Pada kira-kira setengah tahun berada dirumah kakaknya, dua orang
pemuda yang berada dirumah itu menyukainya dan berusaha menjalin
hubungan khusus dengan Nining. Pemuda tersebut adalah Ari (adik kandung
kakak iparnya) dan Supri (keponakan kakak iparnya). Nining yang pada
waktu itu juga menyukai Ari akhirnya memutuskan untuk memilih Ari. Lalu
mulailah mereka berpacaran.
Hubungan khusus diantara mereka berlangsung secara wajar tanpa
melanggar batas-batas susi/a. Walaupun tinggal dalam satu rumah yang
sama, mereka tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.
Namun ternyata kakak kandung, kakak ipar, maupun ibunya tidak
menyetujui hubungan tersebut lantaran Ari dan Nining adalah saudara ipar.
Waiau demikian, tidak ada tindakan keras yang dilakukan kakak iparnya
untuk melarang hubungan itu.
Mereka berdua sama sekali tidak memperdulikan ha/ tersebut. Bahkan
ketika /bu Nining membicarakan ketidaksetujuannya pada mereka berdua, Ari
tetap tidak perduli.
"Emak pernah ngomong sama dia, sama aku juga, 'ngapain sih kamu
kok pacaran sama adeknya kakak sendiri?' terus katanya gini 'biarin
aja !ah Mak, orang aku seneng ama Nining, Nining juga mau, kita kan
sama-sama seneng, terus mau diapain?' gitu katanya"
51
Lalu ketika sudah hampir satu tahun Nining menjalin hubungan
dengan Ari, terjadi suatu masalah yang mengharuskan Ari pergi ke luar kota
untuk sementara waktu. Namun mereka tidak memutuskan hubungan begitu
saja, karena mereka masih sama-sama mencintai.
Ketiadaan Ari dirumah itu dimanfaatkan Supri untuk mendekati Nining
kembali. Walaupun pada awalnya Nining masih menolak, namun setelah
berkali-kali didekati akhirnya Nining menerimanya juga.
"ya namanya juga perempuan ... dirayu /aki-laki ya manut aja ... "
Mulanya, proses pacaran antara Nining dan Supri berlangsung biasa
biasa saja. Tidak ada konflik ataupun hal-hal yang melanggar norma dalam
hubungan tersebut. Walaupun tetap saja tidak ada dukungan dari kakak dan
kakak iparnya, sementara ibu kandungnya sudah tidak mengetahui perihal
keadaan Nining karena tidak berada di rumah itu lagi.
Ketika Ari kembali dari luar kota, ia merasa cemburu alas hubungan
antara Nining dan Supri namun ia tidak dapat berbuat apa-apa. Kedatangan
Ari membawa pengaruh buruk bagi Supri. la mengalami ketakutan akan
berpalingnya Nining pada Ari kembali. Berkali-kali Nining meyakinkan Supri
bahwa hubungannya dengan Ari sudah berakhir, namun Supri masih saja
tidak percaya pada kata-kata Nining.
Dengan ketakutannya yang sangat berlebihan akan kehilangan Nining,
akhirnya Supri memutuskan untuk mengambil jalan pintas. Suatu malam
ketika Nining sedang tidur, Supri datang menghampirinya. Dengan alasan
tidak percaya akan cinta Nining padanya, ia meminta Nining untuk
membuktikan kesungguhannya dengan melakukan hubungan badan.
Mendengar permintaan tersebut Nining langsung menolaknya dengan terus
meyakinkan bahwa dirinya hanya mencintai Supri.
52
Tanpa menanggapi penolakan Nining, pria yang telah diliputi perasaan
takut kehilangan wanita yang dicintainya itu terus memaksa Nining agar
bersedia memenuhi permintaannya. Dengan berat hati akhirnya Nining hanya
bisa pasrah menyerahkan dirinya untuk 'ditiduri' oleh Supri.
"aku ya sebenemya engga mau, tapi dia maksa terus mau nidurin
aku ... aku kaya lagi mimpi pas dia gituin aku ... kaya orang engga
sadar, padahal aku sadar kok .. ya orang bangun tidur"
Setelah tiga bulan kejadian itu berlalu, Nining menyadari bahwa dirinya
belum mendapatkan menstruasi. Perasaan was-was akan terjadi sesuatu
yang tidak diinginkannya pun menghantuinya. Sambil menangis ia lalu
menceritakan semua hal yang telah dialamimya tersebut pada teman
dekatnya. Temannya pun beranggapan bahwa Nining telah hamil dan ia
menyarankan agar Nining memberitahu tentang kehamilannya itu pada
kakaknya.
Nining yang merasa takut akan dimarahi oleh kakak dan kakak iparnya
tidak berani mengatakan hal yang sebenarnya. Saat itu ia merasa sangat
menyesali perbuatannya yang telah berlebihan hingga ia hamil. la juga takut
akan dosa yang harus ditanggungnya karena telah berzina. Perasaan malu
pada keluarga atas kehamilannya pun meliputinya.
53
"waktu itu aku ngerasa takut, malu, ama keluarga ... malu sama Allah
soalnya udah berbuat enggak senono/J ... takutnya dosa, nyese/, nyesel
karena udah berbuat begitu, habisnya kalo enggak gitu takutnya dia
enggak percaya, soalnya dia enggak percayaan banget''
Setelah beberapa hari kemudian, Nining menceritakan tentang
kehamilannya pada Supri. Namun dengan santainya, Supri menanggapi hal
tersebut dengan ajakan untuk menikah.
"aku cerita sama dia, eh dianya santai aja, kaya enggak pernah
berbuat. Terus katanya 'ya udah kalo udah /Jamil ya udah nika/J aja '
gitu katanya"
Sementara itu, menurut pengakuan Nining, ada kemungkinan
temannya menceritakan semuanya pada kakak kandung Nining tanpa
sepengetahuannya. Hal itu terbukti dengan berubahnya sikap kakak dan
kakak iparnya. Mereka berdua menjadi sering marah-marah padanya tanpa
sebab dan lebih banyak diam, tidak seperti biasanya.
Beberapa hari kemudian, kakak kandungnya menyuruhnya untuk
menggugurkan kandungannya dengan alasan malu bila orang lain tahu
Nining hamil di luar nikah. Menurut Nining, perintah untuk menggugurkan
kandungan itu adalah atas ide kakak iparnya tetapi yang menyampaikan
adalah kakak kandungnya. r
54
"kakakku bilang gini ' .. . gugurin! cu ma diurut, enggak sakit "
Walaupun menurut Nining persetujuannya tidak dibutuhkan pada
waktu itu, tetapi ia tetap merasa bingung. la mencoba meminta pendapat '
pada Supri, namun Supri pun hanya bisa pasrah mengikuti jalan yang
dianggap terbaik menurut keluarga. Sementara ia tidak bisa meminta
pendapat dari ibu kandungnya dikarenakan ia sendiri tidak tahu dimana
keberadaan ibunya pada saat itu.
Menurut Nining, perintah kakak dan kakak iparnya untuk
menggugurkan kandungan tidak sesuai dengan keinginan pribadinya.
Sebenarnya ia hanya ingin menikah saja ketika tahu dirinya telah hamil. Hal
itu berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangannya bahwa dosa yang
harus ditanggungnya jika menggugurkan kandungan akan lebih berat
ketimbang menikah. Sementara kakaknya yang menyuruhnya untuk
menggugurkan kandungan tidak menanggung apa-apa.
"kalo aborsi itu dosanya gede, kalo nikah itu enggak, cuma abis nikah
itu ..... yah pokoknya ka/o misa/nya /angsung nikah rasanya kita tuh
enggak berdosa karena enggak ngegugurin anak, ka/o aborsi itu kan
ngegugurin anak kan, sedangkan anak itu enggak berdosa, jadi kan
dosanya dua kali lipat, udah kita ngelakuin, udah kita aborsi ... "
Selain takut akan dosa akibat aborsi, Nining mengaku tidak tahu resiko
lainnya yang dapat terjadi. Karena pada waktu itu ia belum pernah
mendengar kasus serupa yang dapat dijadikan bahan pertimbangannya.
"waktu itu aku ya enggak tau apa-apa kalo aborsi itu sakit atau
bahaya, orang enggak pernah ngedenger tentang aborsi, lagian
kakakku juga enggak bilang apa-apa"
55
Sementara keinginannya untuk menikah agar terhindar dari dosa
aborsi juga ia akui tidak terlepas dari adanya resiko. Namun menurutnya hal
itu adalah tanggung jawabnya sendiri karena ia yang menginginkannya.
"tapi ntar pandangan orang lain, kok baru nikah udah hamil gede, kan
malu ... ta pi ya biarin aja namanya udah terlanjur, mau diapain /agi"
Walaupun Nining menyadari adanya resiko yang tidak dapat dihindari
jika ia menikah, namun ia tetap merasa bahwa jalan yang terbaik dan lebih
mudah untuk dilaksanakan pada situasi seperti itu adalah dengan menikah
saja.
"yang paling baik ya nikah, kalo aborsi kan dosanya terla/u berat, kalo
nikah kan misalkan kita udah hami/ terus nikah , ya anaknya enggak
dosa, ya ibunya juga enggak dosa, terus nanti kan sesudah ngelahirin
kan kita bisa nikah lagi "
Keinginan untuk menikah tersebut sempat Nining bicarakan dengan
Supri. Dengan alasan belum mendapatkan penghasilan yang memadai, Supri
yang sebelumnya mengajak Nining untuk menikah berbalik menolaknya. la
malah menyarankan Nining untuk mengikuti perintah kakaknya saja. Nining
mengaku semakin merasa kebingungan pada waktu itu. Tetapi untuk
membicarakan keinginannya dengan kakaknya ia tidak berani, dikarenakan
takut akan diusir dari rumah tersebut.
"aku enggak berani bilang ama kakak .... takut! pikiranku, kalo enggak
diaborsi, aku bakalan diusir dari sini, sedangkan orang tuaku jauh
enggak tau"
56
Selama hampir tiga hari Nining terus memikirkan apa yang harus
dilakukannya tanpa mempunyai keberanian untuk mendiskusikannya dengan
keluarga. Karena merasa tidak mampu dan tidak berhak untuk berbuat sesuai
keinginannya meskipun menyangkut dirinya sendiri, akhirnya dengan
terpaksa ia memutuskan untuk mengikuti saja keinginan kakak dan kakak
iparnya tersebut.
"aku takut enggak diakuin lagi ama kakak, takut dibuang, jadi satu
satunya jalan ya ngikutin maunya kakak, sebenarnya pikiranku enggak
mau diaborsi, kasian, cu ma apa bole/J buat .... akhirnya aku ya pasra/J
aja !ah, enggak mikir apa-apa lagi, uda/J enggak mikir takut dosa, ya
tersera/J .. .. pokoknya aku pasra/J mau mati mau /Jidup, kalo emang
suru/J digugurin ya digugurin, gitu aja"
Terlepas dari pertimbangan akan dosa, menurut Nining sendiri,
tindakan menggugurkan kandungan adalah perbuatan yang tidak baik karena
sama saja dengan pembunuhan.
57
"aborsi itu jelek, soalnya kan ngebunuh manusia, manusia itu kan
enggak berdosa, jadi jeleknya ya disitu, tapi apa boleh buat, orang
disuruh keluarga begitu supaya jangan malu, jadi ya aborsi aja "
Dengan harapan yang besar agar terhindar dari rasa malu jika sampai
terlihat hamil oleh tetangga, Nining tidak lagi memperdulikan dosa akibat
aborsi ataupun beban moral yang sudah menjadi pertimbangannya
sebelumnya.
"yang penting uda/1 aborsi, yang pen ting sehatin du/u badan ... masalah
agama entar du/u, digugurin du/u yang penting, supaya jangan ada
malu dalam keluarga "
Beberapa hari kemudian, kakaknya memanggil dukun beranak
kerumahnya untuk menggugurkan kandungan Nining. Dukun itu lalu memijit
perut Nining yang sedang mengandung tiga bulan. Menurutnya, saat itu ia
tidak merasakan sakit. Rasanya hanya seperti dipijat biasa. Darah juga belum
ada yang keluar dari rahimnya. Setelah dipijat, dukun itu memberinya jamu
untuk diminum.
Proses tersebut dilanjutkan pada hari berikutnya hingga berlangsung
selama tiga hari. Pada hari ketiga itulah darah yang berasal dari rahimnya
mulai keluar sedikit demi sedikit melalui lubang vaginanya. Hingga akhirnya
terjadi pendarahan lalu Nining dibawa ke Ariumah Sakit.
58
Sesampainya di Rumah Sakit, Nining mengaku merasa ketakutan
ketika melihat jarum suntik. Namun sekali lagi, ia hanya bisa pasrah
menerima keadaannya tersebut.
"aku mikir .. aborsi itu begini ya, sakit ... apalagi pas fiat jarum suntik
serem banget, bodo' !ah, mau mati kek, mau hidup, pasrah aja ama
Allah"
Setelah proses aborsi selesai, Nining menyesali tindakannya yang ia
anggap keliru. Sambil terus memikirkannya, ia juga menyadari adanya
keterpaksaan dalam tindakannya itu. Namun sekali lagi ia tak bisa merubah
apa yang sudah terjadi akibat ulahnya sendiri.
" ... kenapa aku ini aborsi, kenapa aku gugurin anakku sendiri,
sedangkan anak ini enggak dosa .... he e/1 ya, kita berbuat, kita sendiri,
kok ma/ah dibuang anaknya, /ah kalo enggak keluarga enggak
ngedukung suruh ngebuang, enggak bakalan dibuang anakku, karena
ke/uarga suruh ngebuang ya terpaksa"
Menurutnya, setelah keluar dari Rumah Sakit ia langsung jatuh sakit
dan tidak bisa keluar rumah. Selain itu pula, alasannya tidak mau keluar
rumah juga karena merasa malu dengan tetangga-tetangganya sehingga ia
hanya berdiam diri di rumah.
Tanpa sepengetahuannya, ternyata tetangga sudah mengetahui kabar
' tersebut. Mereka ribut membicarakan perihal aborsi Nining. Tanggapan
negatif dari tetangga-tetangga yang membuat malu keluarga kakaknya itu ia
dengar dari mulut kakaknya sendiri. Hal itu membuatnya semakin merasa
bersalah pada kakak dan kakak iparnya karena alas perbuatannya keluarga
yang harus menanggung malu.
Namun dibalik penyesalannya, Nining mengaku ada manfaat atas
peristiwa yang dialaminya. Karena setahun kemudian ia menikah dengan
Supri. Walaupun rumah tangganya hanya bertahan selama beberapa tahun
saja.
Analisa Kasus
59
Timbulnya permasalahan dalam kasus ini diawali ketika Nining
mengetahui bal1wa dirinya hamil sedangkan ia belum menikah. Ketakutannya
akan mendapat amarah dari keluarganya membuatnya tidak berani
menceritakan kehamilannya pada keluarga. la merasa malu atas
perbuatannya yang tidak senonoh dalam rumah tersebut. Tentu saja hal itu
akan menjadi aib bagi keluarga kakaknya bila orang lain sampai
mengetahuinya.
Alasan lain yang membuat ia tidak mau menyampaikan kabar tersebut
pada keluarganya menurutnya adalah karena ia takut akan diusir dari rumah
tersebut oleh kakaknya. la sangat bergantung pada keluarga kakaknya itu
sehingga jika sampai ia diusir maka ia tidak tahu lagi harus tinggal dimana.
Oleh karena itu ia sebenarnya ingin merahasiakan semuanya agar jangan
diketahui kakaknya.
Dengan penuh perasaan takut dan bingung, ia menceritakan perihal
kehamilannya pada Supri dan seorang temannya. Namun ternyata Supri
yang memang tidak mau ambil pusing menanggapinya dengan seenaknya
saja. Tanpa merasa bersalah Supri mengajaknya menikah. Namun ajakan
tersebut juga tidak dilandasi dengan niatnya yang sungguh-sungguh.
Akhirnya hanya kekecewaan yang diterima Nining. Hal itu membuatnya
semakin bingung.
60
Sebelumnya memang sudah timbul keinginannya untuk menutupi
kehamilan itu dengan menikah. Namun sekali lagi keinginannya tidak akan
terlaksana tanpa melibatkan Supri sendiri dan keluarga kakaknya. Sementara
untuk mengatakan keinginannya tersebut Nining juga tidak berani karena
tentunya akan berakibat terbongkarnya kehamilannya.
Tanpa sepengetahuannya, temannya yang telah mengetahui
kehamilan Nining menceritakannya pada kakaknya. Lalu ia mulai merasakan
perubahan sikap kakak dan kakak iparnya. Mereka yang biasanya tampak
bersahabat,mulai menunjukkan sikap antipati padanya. Ketakutan akan
datangnya bencana besar dalam hidupnya kembali menghampirinya.
Tanpa disangka-sangka, kakaknya menyuruhnya untuk menggugurkan
kandungannya dengan alasan malu pada tetangga-tetangga jika sampai
mengetahui ada wanita yang hamil di luar nikah dalam keluarga yang dikenal
'kuat' keagamaanya itu. Keluarganya tidak memberinya pilihan lain kecuali
aborsi. Nining yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan dalam benaknya
untuk aborsi terkejut dengan perintah dari kakaknya itu. Disinilah Nining
mengalami konflik eksternal.
Konflik ini dialaminya ketika ia merasakan bahwa apa yang
dikehendaki keluarganya tidak sesuai dengan keinginannya sendiri.
Walaupun ia menyadari sepenuhnya akan kesalahan yang telah ia lakukan
berzina- namun menggugurkan kandungan bukanlah solusi yang ia
harapkan.
Meskipun terjepit dalam situasi yang serba salah, tetap saja Nining
tidak mau angkat bicara. Merasa tidak mempunyai hak untuk menentukan
apa yang harus dilakukannya, ia lebih memilih diam. Karena menurutnya,
sebagai 'benalu' dalam keluarga tersebut tidak seharusnya ia melawan
kehendak tuan rumah.
61
Konflik eksternal yang dialami Nining memang tidak muncul ke
permukaan. Kebisuannya dapat meredam pecahnya konflik hingga orang
lain-kakaknya- yang jelas-jelas menjadi sumber munculnya konflik itu tidak
mengetahui adanya penolakan dalam diri Nining. Hal itu menyebabkan konflik
tersebut hanya dirasakan oleh Nining saja.
Untuk menyelesaikan konflik yang dialaminya dengan keluarga, Nining
yang memang tidak mempunyai keberanian untuk menentang kakaknya
hanya dapat pasrah menerima perintah tersebut. Tidak ada usaha lain yang
dicobanya sebagai solusi dari konfliknya itu. Pada akhirnya, keinginannya
untuk melindungi kandungannya dengan menikah harus dikalahkan dengan
kehendak keluarga (aborsi).
Dalam kepasrahannya menerima apapun yang keluarga putuskan, ia
tetap merasakan adanya pertentangan-pertentangan dalam dirinya. Hal ini
menunjukkan adanya konflik internal yang dialami Nining.
62
la menyadari perbuatannya yang menyebabkannya hamil sudah
merupakan dosa. Oleh karena itu ia tidak mau bila harus menanggung dosa
berikutnya akibat membunuh janin dalam kandungannya. Dalam hal ini, faktor
agarna mempengaruhi pemikirannya.
Selain itu, terlepas dari faktor agama, ia sendiri pun menganggap
tindakan aborsi adalah tindakan yang tidak benar karena sama saja dengan
pembunuhan. Naluri ke-ibuan seorang wanita ikut bermain pada tahap ini.
Sekeras apapun penolakan seorang wanita yang sedang rnengandung
terhadap janin dalam rahimnya, lazimnya tetap terdapat perasaan sayang
walau sedikit terhadap benih tersebut. Apalagi dalam kasus ini Nining sendiri
sebenarnya tidak menghendaki aborsi. la tidak mau membunuh janin yang
akan menjadi anaknya kelak.
Dalam kondisi demikian, Nining terjepit dalam dua hal yang baginya
sama-sama mengandung nilai baik dan buruk, untung dan rugi. Dihadapkan
pada pilihan yang diinginkannya yaitu menikah dan perintah kakaknya untuk
aborsi, ia berada dalam wilayah konflik. Jenis konflik yang dialaminya
merupakan multiple approach-avoidance conflict.
Berdiri diantara dua pilihan yang sama berat membutuhkan banyak
pertimbangan bagi Nining untuk memilih. Menikah baginya dapat
menghindarkannya dari dosa akibat membunuh sehingga ia tidak
menanggung dosa yang berlipat ganda karena telah berzina. Namun dibalik
itu ia menyadari akan terjadi gunjingan lingkungan bila perutnya yang lebih
cepat membesar tidak sesuai dengan usia pernikahannya.
63
Sementara itu, jika ia memilih aborsi maka akan lebih berat dosa yang
ditanggungnya. Selain dosa akibat berzina juga dosa membunuh janin. Tetapi
dengan aborsi menurutnya ia akan merasa aman, lepas dari rasa malu akibat
hamil di luar nikah. Bukan hanya itu, keluarganya juga tidak akan menjadi
bahan omongan para tetangga.
Untuk terlepas dari permasalahan yang menjadi penyebab timbulnya
berbagai konflik dalam dirinya, ia harus membuat sebuah keputusan. Nining
juga melalui' beberapa tahap pengambilan keputusan yang berikutnya akan
dianalisa sesuai dengan teori-teori yang ada. Begitu pula dengan strategi
yang digunakannya sehingga akhirnya ia memutuskan untuk aborsi.
Tahap pertama dalam pengambilan keputusan adalah dengan
mengenali masalah, melacak sumber terjadinya masalah, menilai segala hal
yang berkaitan dengan permasalahannya, juga mempertimbangkan resiko
yang akan terjadi jika tidak berbuat apa-apa. Ketika Nining tahu bahwa
dirinya hamil sebelum terikat pernikahan, pada awalnya ia panik, bingung,
dan menyesal. Kehamilan inilah yang menjadi sumber terjadinya masalah
64
bagi Nining. Kemudian ia mencoba mencerilakannya pada Siwa dan
lemannya. Karena lidak mendapal jawaban yang memuaskan alas
pennasalahannya, ia memikirkan sualu cara unluk menulupi kehamilannya
ilu. Tanpa memiliki referensi alas kasus serupa, ia menemukan solusi yakni
dengan menikah. Menurulnya, jika ia menikah paslilah semua orang lidak
akan menyangka kalau sebenarnya dirinya telah hamil sebelum ia resmi
menikah. Sebaliknya, jika ia tidak melakukan tindakan apapun untuk
menulupi kehamilannya itu tenlu bukan hanya ia saja yang akan
menanggung malu telapi nama baik keluarganya pun akan lercemar.
Tahap kedua adalah survei berbagai alternatif. Selelah berpikir
unluk menikah, Nining memang lidak langsung mengalakannya pada
keluarga karena sejak awal ia sudah merasa lakul unluk mengakui '
semuanya. Keluarganya akhirnya mengelahui kehamilannya dari temannya.
Kemudian kakaknya memberikan perinlah yang berbeda dengan
keinginannya. Bukannya menikah yang diperinlahkan melainkan aborsi.
Beranjak dari perinlah lersebul, Nining menyadari adanya allernalif lain selain
menikah unluk menulupi kehamilannya. la mulai memikirkan solusi yang
dilawarkan kakaknya lersebut. Namun pikirannya lerpaul pada dosa yang
akan ditanggungnya jika ia aborsi. la lerus memikirkan bagaimana sebaiknya
agar ia lerbebas dari permasalahannnya ilu. la menyayangkan tindakan yang
dipilih kakaknya namun tidak ada keberanian untuk menenlangnnya.
Tahap selanjutnya adalah mempertimbangkan alternatif. Sele/ah
memikirkan berbagai hal yang berhubungan dengan aborsi, Nining lalu
mempertimbangkan baik-buruknya tindakan aborsi maupun pernikahan.
65
Dal am pertimbangannya, kedua alternatif tersebut tidak terlepas dari adanya
nilai positif dan negatif. Dengan menikah ia dapat terhindar dari dosa karena
aborsi namun nantinya ia akan mendapat malu jika orang Jain memperhatikan
usia kehamilannya yang lebih cepat ketimbang usia perkawinannya.
Sedangkan bi/a aborsi, ia dapat menutupi aibnya akibat hamil di luar nikah
sehingga terhindar dari rasa ma/u namun ia mendapatkan dosa yang lebih
besar karena membunuh anak. Meskipun pada dasarnya Nining tetap
menginginkan pernikahan, kenyataan bahwa dirinya menumpang pada
kakaknya dan harus menjaga nama baik keluarga tersebut membuatnya
merasa tidak enak dan tertekan jika ia sampai membuat malu keluarganya
akibat kehamilannya itu. Akhirnya dengan merasa terpaksa ia memutuskan
untuk mematuhi perintah kakaknya jika memang itu merupakan jalan terbaik
bagi keluarganya.
Berikutnya adalah tahap untuk membuat komitmen. Nining yang
memang tidak mengetahui dimana, bagaimana, dan kapan ia harus aborsi
menyerahkan segalanya pada kakaknya. Beberapa hari kemudian kakaknya
memanggilkan dukun beranak ke rumah itu dan langsung dimu/ailah proses
aborsi tersebut. Setelah beberapa hari berikutnya ketika proses aborsi
selesai, Nining jatuh sakit dan menyebabkannya hanya berada di dalam
rumah. Sakit yang dideritanya itu membuatnya merasa dapat menghindari
sindiran para tetangga yang ia khawatirkan telah mengetahui aibnya itu.
Nining sendiri mengaku tidak pernah mau mengakui tindakannya
menggugurkan kandungan tersebut, sekali lagi karena ia malu. la ingin
merahasiakan semuanya agar nama baiknya dan nama baik keluarganya
tidak tercemar.
66
Tahap terakhir dari pengambilan keputusan adalah menerima umpan
balik meskipun negatif. Tanpa sepengetahuan Nining, ternyata tetangga
telah mengetahui perihal aborsinya akibat hamil di luar nikah. Kakaknya yang
memberitahukan hal itu mengaku merasa malu atas perbuatan tidak
senonohnya dalam rumah itu sehingga keluarganya menjadi bahan
pergunjingan para tetangga. Nining juga menyesal atas malunya keluarga
karena kehamilannya namun hal itu dianggapnya sebagai kesalahan
keluarganya sendiri karena menyuruhnya aborsi sehingga tetangga akhirnya
mengetahui semuanya. Menurutnya jika keluarganya menyuruhnya menikah
pastilah kemungkinan para tetangga mengetahui kehamilannya lebih kecil
dibandingkan aborsi.
Mengacu pada riwayat kasus yang berdasarkan pada pengakuan
Nining, dapat dilihat bahwa dalam mengambil keputusan Nining
menggunakan escape strategy, dalam arti bahwa Nining memilih alternatif
yang dapat terhindar dari hasil yang buruk. Aborsi merupakan tindakan yang
diharapkan dapat menyembunyikan kehamilan Nining akibat 'kecelakaan'
tersebut agar keluarga tidak menanggung malu.
2. Kasus Rina
Subjek kedua dalam penelitian ini adalah Rina. la adalah anak kedua
dari delapan bersaudara yang dilahirkan pada tahun 1973. la memiliki dua
· orang saudara peremuan dan lima orang saudara lelaki.
67
Sejak dilahirkan, ia tinggal bersama orang tua dan seluruh saudaranya
di kota Jakarta. Orang tuanya bekerja sebagai pedagang dan penjahit yang
berlokasi di rumahnya sendiri. Penghasilan orang tuanya yang pada saat itu
dapat terbilang lumayan dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga yang
berjumlah sepuluh orang tersebut.
Rina dan kakaknya pun dapat mengenyam pendidikan Sekolah Dasar
yang terletak tidak begitu jauh dari rumahnya. Selepas pulang sekolah, ia dan
kakaknya biasanya membantu orang tuanya menjaga warung dan pekerjaan
pekerjaan yang lain. Terkadang ia dan kakaknya juga bergantian mengasuh
adik-adiknya.
Masa kecilnya ia lalui dengan gembira meskipun menurutnya pada
saat itu banyak yang harus dipelajari lebih awal dibandingkan anak-anak
seusianya. Hal-hal seperti membantu pekerjaan orang tua untuk menjaga
warung dan sebagainya sudah sejak kecil ia jalani. Meski demikian, orang
tuanya tidak pernah menekan anak-anaknya untuk terus membantu. la dan
68
GAMBAR 4.1 BAGAN ANALISA KASUS NINING
KEHAMILAN . UNWANTED PREGNANCY I ; INGIN ABORSI . I
Dari orang Iain I I
I ,. Kehamilan pra-nikah
KONFLIK I I I
Internal I
Eksternal 11
Mult app-avo I
•Agama • Nalmi keilman DECISION • , MAKING
I I I
STRATEGI I I TAHAP I ~ Appraising the Challenge
I
Snrveyillg the Alternatives
Escape I Strategy Weighing Alternatives
I
Making a Commitment
I
Adhering Despite Negative Feedback
kakaknya dibiarkan bermain jika memang pekerjaan tersebut masih bisa
ditangani oleh orang tuanya. Namun dibandingkan kakak dan adik-adiknya,
Rina lebih banyak bermain daripada berada di rumah. la cenderung lebih
ma/as untuk membantu pekerjaan rumah yang biasanya dilakukan o/eh
setiap anak perempuan, sehingga kakaknya /ah yang banyak membantu
orang tuanya.
69
Sementara kehidupan keagamaannya ketika keci/ dirasakannya biasa
biasa saja., Sebagaimana layaknya setiap anak yang dibesarkan dalam
ke/uarga yang beragama Islam, orang tuanya juga mengajarkan sholat,
mengaji, dan pengetahuan agama yang lain. Selain dari kedua orang tua, ia
tidak mendapatkan pendidikan agama dari yang lainnya.
Rina dibesarkan dalam keluarga yang liberal. Orang tuanya tidak
terlalu mengekang, memerintah, ataupun menghukum anak-anaknya jika
tidak menuruti perintah orang tua, sehingga tidak ada kekerasan dalam
ke/uarga tersebut.
Ketika ia lulus dari Sekolah Dasar, keluarganya pindah ke luar kola.
Kehidupannya di daerah yang baru itu tidak jauh berbeda dengan
kehidupannya di daerah sebelumnya. Orang tuanya masih cukup mampu
menghidupi keluarganya walaupun dalam kadar yang 'pas-pasan' sehingga
menyebabkan kakaknya dititipkan pada keluarganya yang lain.
Adanya adaptasi dengan lingkungan baru dan kondisi perekonomian
yang kurang memadai membuat Rina tidak melanjutkan sekolah ke jenjang
70
berikutnya. Faktor kemalasan juga mempengaruhinya sehingga enggan
melanjutkan sekolah, sementara orang tuanya juga tidak memaksanya untuk
bersekolah lagi.
Dalam kesehariannya, ia menghabiskan waktunya untuk bermain dan
menjaga warung yang terletak dalam rumahnya sendiri. Warung yang berisi
barang-barang kelontong itulah yang menjadi sumber penghasilan orang
tuanya.
Berhubung dalam lingkungan yang baru itu ia belum mempunyai
banyak teman, sehingga tidak banyak waktu yang dipergunakannya untuk
bermain. Berbeda dengan ketika ia di Jakarta, sebagian besar waktunya di
tempat baru tersebut dihabiskan untuk menjaga warung dan membantu
pekerjaan rumah lainnya.
Lalu menurut ceritanya, beberapa bulan semenjak ia tinggal di daerah
tersebut, ada seorang pria yang datang berbelanja ke warungnya. Selama
transaksi jual beli itu berlangsung, pria tersebut juga mencoba menggodanya
sambil mengajaknya berkenalan. Rina yang memang belum mengenal pria
itu, hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan padanya
sekedarnya saja tanpa memperdulikan bualan-bualannya. Lalu keesokan
harinya pria tersebut datang lagi. Kali ini ia datang memang tidak untuk
berbelanja melainkan mengajak Rina mengobrol. Seperti biasa, Rina hanya
menganggapinya sekedarnya saja.
71
Pria yang kemudian dikenalnya bernama Siwa itu, semakin sering
datang hampir setiap hari untuk menggodanya. Belakangan ia mengetahui
bahwa Siwa dikenal sebagai 'lelaki hidung belang' di lingkungan tersebut.
Lalu orang tua Rina melarang Rina untuk tidak banyak bergaul dengan Siwa.
Karena me,mang bukan Rina yang memulai semua itu, ia merasa tidak
selayaknya melarang Siwa untuk berhenti mendekatinya. Selain itu, memang
kedatangan Siwa ke warung itu cukup beralasan, ia ingin berbelanja.
Sel1ingga tidak mungkin penjual menolak pembelinya untuk datang.
Setelah hampir tiga bulan didekati oleh Siwa, Rina yang pada waktu itu
baru berumur 15 tahun mulai menyukai Siwa. Lalu mereka pun mulai
berpacaran.
Hubungan mereka berdua ternyata tidak disukai oleh orang tua Rina.
Tingkah laku 'buruk' Siwa pada setiap gadis membuat orang tua Rina
khawatir akan masuknya Rina dalam perangkap Siwa. Sering sekali orang
tua Rina melarangnya untuk tidak berhubungan lagi dengan Siwa. Namun
Rina yang sudah terlanjur jatuh hati pada Siwa tidak pernah menghiraukan
larangan tersebut.
"orang tua ya marah .. .pasti positif, karena dia enggak senang ngeliat
tingkah lakunya Siwa, dia kan 'brutal' ama cewek. Ya dibilang anak
badung ya enggaklah, tapi kaya begitu/ah ama perempuan, enggak
aku aja, banyak perempuan lain. Orang tua ngelarang banget sih, tapi
aku kan karena ... orang aku seneng ya ... ya udah deketin aja /ah"
Hubungan mereka pun terus berjalan. Selama mereka berpacaran,
menurut pengakuan Rina, Siwa mendatanginya hampir setiap hari dan ia
sering diajak berjalan-jalan. Selain itu pula, Siwa juga sering menciumnya.
"Jalan-jalan ya .. .jalan-jalan /ah pokoknya, kemana aja jalan. Orang
tiap hari datengnya ke rumah terus. O ... pasti, brutal! Ya kalau orang
pacaran ya dicium-cium gitu"
72
Setelah kurang lebih tiga tahun berpacaran, Rina ternyata hamil. Hal
itu menyebabkan kedua orang tuanya dengan terpaksa menyetujui Rina yang
pada waktu berusia 18 tahun menikah dengan pemuda yang menghamilinya
tersebut.
"Lah itu kan enggak dibolehin sebenemya, itu kan terpaksa, karena
ada, mau diapain /agi"
Kehidupan rumah tangga yang dijalani Rina menurutnya tidak seindah
yang ia duga. Siwa yang telah menjadi suaminya jarang berada di rumah.
Setiap hari suaminya yang bekerja sebagai pemutar film di biaskop-biaskop
pergi dari sore hingga tengah malam, sehingga sedikit sekali waktunya untuk
memperhatikan isteri dan anaknya. Rina merasa kurang bahagia dengan
kehidupan rumah tangganya yang seperti itu.
" .. . sedikit! Ka/au dia /agi ada di rumah ya ngerasa bahagia, tapi kalau
dia enggak ada di rumah ya enggak"
Lebih dari itu, kebiasaan buruk suaminya sebagai 'lelaki hidung
belang' ternyata muncul kembali. Suaminya mulai berselingkuh. Sering sekali
wanita lain yang tak dikenalnya datang mencari suaminya. Rina merasa
sangat tertekan menerima kenyataan tersebut. Lalu ia mengadukan hal itu
pada orang tuanya. Orang tuanya yang sejak awal memang tidak suka
dengan tingkah laku Siwa memberinya pendapat untuk bercerai saja.
73
Ditengah kondisi yang membingungkannya itu, tetangganya
memberitahukan bahwa Siwa pernah mengaku akan menceraikan Rina.
Mendengar itu semua, ia semakin merasa kesal. Malam harinya, ia
menanyakan hal tersebut pada suaminya. Namun Siwa tidak membenarkan
kabar itu, ia malah mengaku kalau dirinya sedang mabuk saat mengatakan
hal tersebut sehingga kata-kata itu keluar dari mulutnya tanpa ia sadari.
Kemudian mereka bertengkar dan pada malam itu juga Rina pulang ke rumah
orang tuanya yang tidak begitu jauh dari rumah suaminya itu.
" .. . dari itu kan terus aku bertengkar tuh ma/em ya, terus aku kan
pulang ke rum ah, masa' isteri pulang jam 12 ma/em aja enggak mau
disamperin berarti kan dia emang udah mau nyere'in aku kan"
Setelah kejadian itu, menurutnya ia merasa semakin yakin akan
keputusannya untuk bercerai. Suaminya juga sudah menyepakati perceraian
tersebut. Namun diluar dugaan, beberapa hari setelah dimulainya proses
perceraian, ia baru menyadari kalau dirinya sudah terlambat bulan. Lalu ia
memeriksakan kandungannya ke dokter dan di sana pun ia dinyatakan hamil
satu bulan.
74
Keharnilan itu rnernbuat Rina panik. la sedikit rnenyesali keharnilan
yang tidak dikehendakinya itu. Narnun sebenarnya bukanlah keberadaan
janin dalarn rahimnya yang ia permasalahkan melainkan situasi pada saat itu
yang dianggap kurang tepat. Disaat ia dan suaminya sudah memutuskan
untuk bercerai tetapi justru dirinya hamil. Lalu ia datang pada suaminya dan
menceritakan semuanya. Namun tanpa disangka-sangka, suaminya
menangggapi kehamilan Rina dengan sikap negatif. la tidak mengakui bahwa
yang dikandung Rina adalah anaknya.
"aku dateng /agi ke rumahnya. Kita ngomong, 'ini gimana ini, aku
hamif' aku bilang. Eh terus ma/ah katanya gini jangan-jangan itu anak
bukan anakku' katanya. Kan aku jadi tambah panas, marah"
Mendengar penolakan suaminya atas bayi dalam kandungannya
tersebut, Rina menjadi semakin marah. la yang selama ini tetap setia pada
suaminya walaupun diperlakukan dengan tidak adil-perselingkuhan
suaminya-merasa harga dirinya diinjak-injak alas tuduhan yang dilontarkan
suaminya itu.
"karena dia ngomong begitu jadi aku ya emosi .. kesel ya gimana gitu,
kok lelaki kok kayak begitu, orang sedangkan itu anak kamu kok,
darah daging kamu kok, kok ngomongnya kaya gitu, /ah ama siapa kita
selingkuh lagi, kalo enggak ama suami sendiri ya"
Dengan penuh emosi yang membara akhirnya Rina pulang ke rumah
orang tuanya. Kemudian ia mengadukan semua yang telah terjadi pada
ibunya. Alas pertimbangan sedang dimulainya proses perceraian dan
penolakan Siwa tersebut, ibunya memberikan alternatif untuk berobat saja.
Berobat dalam arti meluruhkan benih yang sudah tumbuh dalam rahimnya
agar tidak timbul masalah baru.
75
Saran dari ibunya ternyata sangat berpengaruh terhadap pemikiran
Rina yang pada saat itu sedang tidak stabil. Kekecewaannya yang telah
bertumpuk pada suaminya membawanya untuk menerima saran ibunya
tersebut. la mulai mencari tahu dimana tempat untuk menggugurkan
kandungan. Secara.kebetulan ketika ia menceritakan semua yang dialaminya
pada tetangganya, ternyata tetangganya itu mengetahui tempat yang
dimaksud. Namun Rina yang merasa belum begitu yakin pada niatnya untuk
aborsi tidak langsung menuju tempat tersebut.
Menurutnya, tidak rnudah menentukan langkah apa yang akan diambil
sebagai solusi dari permasalahannya. Walaupun pada saat itu ia tidak
menghendaki benih dalam rahimnya namun ia juga merasa takut jika harus
menggugurkan kandungan. la takut jika terjadi sesuatu yang menyebabkan
nyawa menjadi taruhannya. Sebelumnya ia sering mendengar bahaya akibat
aborsi berupa pendarahan hebat yang akhirnya menyebabkan si pelaku
masuk Rumah Saki!. la tidak mau hal itu terjadi pada dirinya.
"Resikonya berat ... kita bakalan ... enggak ... biasanya kan adajuga
yang pendek umurnya .. ya kan pendarahan kan banyak, darah itu kan
keluar dari mulai ini ... sampe kita ngeluarin itu bayi kan pendarahan
terus"
76
Selain itu, sebagai seorang muslim ia mengetahui dilarangnya
tindakan aborsi dalam agama. Berlandaskan hal tersebut, ia beranggapan
bahwa perbuatan menggugurkan kandungan adalah dosa. Meskipun ia
menyadari tingkat religiusitasnya tidak tinggi atau dalam arti ia bukan orang
yang 'alim' tetapi menyangkut masalah aborsi baginya merupakan suatu dosa
besar yang sama saja dengan pembunuhan. Hal itu pula yang masih
dipikirkannya sebelum menentukan untuk aborsi.
'Jelek itu .. dosa iya .. kan karena aborsi sih .. aborsi anak kan enggak
boleh tuh .. dilarang agama sih, dosa .. dosa berat itu .. banyak banget
dosanya, terus karena .. pokoknya aku karena kepengen ceraijadinya
nekat"
Timbul keraguan pada diri Rina untuk terus mempertahankan
kehamilan atau menggugurkannya saja. Walaupun ia menyadari janin
tersebut tidak diinginkannya, namun keberadaannya yang sudah terlanjur di
dalam rahim telah mengusik naluri keibuannya untuk terus membiarkannya
berkembang. Menurutnya, ada perasaan 'sayang' bila kehadiran sang jabang
bayi disia-siakan. Namun bila ia teringat kembali pada kekecewaan
sebelumnya pada suaminya, ia merasa tidak ada gunanya lagi
mempertahankan kehamilannya itu.
77
"kalo enggak digugurin ya .. aku seenggak-enggaknya kan enggak bisa
cerei, lebih .. ya lebih pusing lagi !ah"
Ditengah kebimbangannya, beberapa hari kemudian Siwa datang
pada Rina dan menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya. Salah
satu alasan yang diutarakan tidak jauh berbeda dengan pemikiran ibunya
yakni sehubungan dengan proses perceraian yang tidak akan terlaksana bila
sang isteri sedang hamil. Selain itu, anak pertama mereka -yang pada waktu
itu baru berusia satu setengah tahun-masih terlalu kecil untuk mempunyai
adik sehingga lebih baik kehamilannya diakhiri.
Rina yang sebelumnya merasa masih ragu untuk aborsi, setelah
mendengar argumen dari suaminya menjadi bertambah yakin akan memilih
aborsi. la juga membenarkan alasan yang diungkapkan suaminya.
"abisnya gini juga ya, kan anak pertama masih kecil, kan masih perlu
bimbingan kita juga ya, kalo misalnya udah pun ya adek /agi
gimana . .iya emang iya aku .. kayaknya gimana ya .. mikirjuga ya, nekat
jadinya, emang itu anak mau digugwin aja, abis .. kakaknya aja masih
kecil, entar kalo misa/nya ada lagi siapa yang mau ngurusin .. itu aja
udah ngurusinnya rame-rame kok"
Setelah lebih dari satu minggu Rina terjebak dalam kebimbangan,
akhirnya ia memutuskan untuk mengambil tindakan aborsi. Menurutnya tidak
ada jalan lain lagi yang dapat dipilih agar terlepas dari beban rumah
tangganya selain bercerai. Lalu untuk mensukseskan proses perceraiannya
pun jalan satu-satunya adalah dengan aborsi.
78
"kan aku kan ja/an satu-satunya kan kepengen supaya cerai, makanya
digugurin ... karena pengen cerei iya, karena dia ngomong begitu juga
iya, jadinya panas hati, pokoknya udah enggak di ini-in deh"
Keputusannya untuk aborsi tidak ia ceritakan pada siapapun. lbunya
yang pernah menyarankan demikian pun tidak ia beritahu. Sementara untuk
meminta pendapat dari bapaknya ia mengaku tidak berani karena ia yakin
bapaknya tidak akan mengizinkannya untuk aborsi.
"ya kalo cerita pasti kan oreng tua pasti marah, masa' anak kok
digugurin kan punya bapak punya ibu, kan ada ayahnya kok kenapa
digugurin, pasti kan begitu kan, kalo aku kan karena .. nekat aja !ah
udah /ah, karena kita kan mau bercerai, kalo bercerai kan kita kudu
kagak hamil, kalo ha mil kan kita enggak jadi bercerai"
Tepatnya pada usianya yang baru mencapai dua puluh tahun, Rina
yang sudah bulat keyakinannya untuk aborsi melangkah menuju tempat
dimana ia bisa menggugurkan kandungannya. Di rumah dukun beranak yang
berjarak kurang lebih 1 O km dari rumahnya itu, ia berusaha mengeluarkan
benih dalam kandungannya yang sudah berjalan lebih dari satu bulan.
Dengan perasaan yang sudah diliputi hasrat untuk cepat bercerai dari
suaminya, .Rina tidak lagi memikirkan rasa takut yang sebelumnya sempat
menghantuinya. Yang ia pikirkan saat itu hanya keluarnya janin dari
rahimnya.
79
"udah enggak ada takut mati apa enggaknya, yang penting aku udah
bisa ngeluarin ini anak, yang penting bisa cere' ama bapaknya"
Menurut pengakuannya, Rina melihat dukun beranak itu memasukkan
sesuatu berbentuk sebatang lidi ke dalam vaginanya. Saat itu ia merasakan
sedikit sakit namun hanya sebentar. Selama proses itu berjalan ternyata tidak
ada setetes darahpun yang keluar dari rahimnya. Bahkan hingga selesai
tetap tidak ada sesuatupun yang berhasil keluar. Dukun beranak itu
beranggapan bahwa janin dalam rahim Rina memang sangat kuat sehingga
tidak bisa dikeluarkan.
Rina yang merasa usahanya tidak berhasil akhirnya pulang dengan
pasrah. la tidak mau Jagi mencoba 'berobat' ke dukun Jainnya. la
menyerahkan semuanya pada nasib dan membiarkan janin tersebut
berkembang dalam rahimnya.
"kalo masi/1 jadi anak ya kita urusin, kalo enggak jadi ya mau diapain
gitu"
Kemudian proses perceraian antara Rina dan suaminya terus berjalan.
Rina tidak mengakui kehamilannya di depan penghulu agar perceraian itu
tidak terhambat.
Orang tua Rina yang tidak mengetahui bahwa ia telah aborsi
beranggapan kalau dirinya masih mengandung. Tidak ada seorang pun yang
mengetahui tindakannya untuk mengakhiri kehamilannya itu. la sengaja
merahasiakan perbuatannya karena merasa malu. Baginya aborsi
merupakan aib. Oleh karena itu ia tidak berani menceritakannya pada orang
tua terlebih lingkungan.
Namun setelah tiga bulan semenjak Rina menggugurkan kandungan,
pada suatu malam ketika ia sedang tidur ia terbangun seolah ada yang
membangunkannya. la terkejut mendapati darah sudah banyak keluar dari
vaginanya. la merasa seperti orang yang sedang melahirkan karena darah
tidak berhenti mengalir.
Seketika itu pula ia langsung menjerit dan menangis. Orang tuanya
yang sedang tidur di samping kamarnya terbangun dan menghampirinya.
80
Lalu tiba-tiba ketika ia mengejang ada sesuatu yang keluar dari vaginanya. la
semakin terkejut ketika melihat yang keluar itu berbentuk seperti binatang.
Berukuran sebesar tikus dan berwarna merah seperti daging. Ternyata itu
adalah janin yang pernah ia aborsi.
Rina mengalami pendarahan. la langsung dibawa ke Rumah Sakit
untuk di'kiret'. Setelah keadaan kembali normal, ia lalu menceritakan bahwa
dirinya pernah aborsi pada orang tuanya. Sesuai dugaannya, orang tuanya
terutama bapaknya langsung memarahinya dan menyalahkan tindakannya
tersebut. Rina pun merasa menyesal alas apa yang telah terjadi.
"tapi pas keluar itu .. janin anak itu .. nah baru terpikir .. menyesal .. anak
itu kenapa anak kita di ini-in digugurin. Ya itu aku pas keluar .. pas
81
pertama ngeliat anak itu baru aku menyesal 'ya elah kok .. kayak begini
kok aku ngegugurin anak, ngebunuh anak' .. menyesel ada, nangisjuga
jerit-jeritan, dimarahin juga ama orang tua, itu kan namanya ngebunuh
anak, ya pasti dimarahin, kalo tau begitu kan enggak bakalan dibolehin
ama orangtua, orang /ua kan enggak nyuruh"
Tidak berbeda dengan orang tuanya sendiri, mertuanya juga
memarahinya alas tindakannya ketika mendengar kabar tersebut. Mereka
menyay'3ngkan janin ca/on cucunya yang tidak sempat ter/ahir ke dunia itu.
Bukan hanya orang tua dan mertuanya saja yang menyalahkannya,
keluarganya yang lain juga ikut menyesali kejadian itu. Bahkan sa/ah satu
pamannya sampai ada yang mengatakan bersedia mengurus dan
membesarkan anaknya jika memang tidak diinginkannya. Namun tetap saja
semuanya tidak bisa berubah. Nasi telah menjadi bubur.
Penyesalan yang dirasakan Rina atas keluarnya janin yang
dikandungnya ditumpahkan dengan menyalahkan Siwa. la datang dengan
penuh emosi pada Siwa dan mengatakan kekecewaanya atas perintah Siwa
untuk aborsi. Namun Siwa yang memang tidak menginginkan anak tersebut
hanya terdiam tanpa penyesalan sedikitpun.
"Ya dianya diem aja enggak bisa ngomong apa-apa orang dia yang
sa/a/7, ya dia yang nyuruh .. orang ceritanya macem-macem .. ngarang .. "
Dibalik penyesa/annya, Rina juga merasa lega karena akhirnya proses
perceraiannya dengan Siwa berjalan dengan lancar. Sele/ah kurang /ebih
satu tahun melewati proses tersebut, akhirnya ia benar-benar dinyatakan
resmi bercerai dengan Siwa. Menurutnya, mungkin jika ia tidak mengambil
tindakan aborsi tersebut, perceraiannya tidak akan berhasil.
"ya/J .. /ega juga .. ak/Jirnya bisa cerei ama dia, kalo dulu enggak jadi
digugurin .. enggak tau de/J, jadi gimana"
Analisa kasus
82
Akar permasalahan yang dirasakan Rina sebenarnya bermula dari
keretakan hubungannya dengan suaminya. Satu setengah tahun hidup dalam
rumah tangga yang ia idam-idamkan, ternyata berbuntut perselingkuhan
suaminya sendiri. Merasa tidak tahan dengan kenyataan yang ia hadapi,
akhirnya ia meminta bercerai. Suaminya yang memang menginginkan
perceraian itu langsung menerima permintaan Rina. Maka dimulailah proses
perceraian antara Rina dan suaminya.
Tidak lama setelah dimulainya proses perceraian itu Rina ternyata
hamil. Kehami!an yang tidak berada pada waktu yang tepat itu menyebabkan
timbulnya masalah baru bagi Rina. la lalu mencoba mendiskusikannya pada
suaminya namun bukanlah jalan keluar yang didapatkannya melainkan
tuduhan dan penolakan atas janin tersebut.
Kekecewaannya pada sikap negatif suaminya itu ditumpahkan pada
ibunya. Pembicaraan tersebut membuahkan saran untuk aborsi dari ibunya.
Mulailah terpikir untuk mengakhiri saja kehamilannya itu dengan
pertimbangan agar proses perceraian dapat berlangsung dengan baik.
Awalnya Rina masih ragu-ragu untuk menggugurkan kandungannya
tersebut. la takut akan dosa jika ia aborsi. Menurut pemahamannya sebagai
seorang muslim, melakukan aborsi sama saja dengan membunuh manusia
walau dalam konteks yang berbeda. Hal itu merupakan dosa yang besar.
Aspek refigius menjadi sumber terjadinya konflik internal dalam dirinya
ketika ingin memilih aborsi sebagai solusi dari permasalahannya.
83
Bukan hanya itu, pengetahuannya akan resiko yang dapat terjadi
akibat aborsi juga mempengaruhi pertimbangannya. la sering mendengar
pelaku aborsi mengalami pendarahan hebat hingga harus dilarikan ke Rumah
Saki!. Lebih dari itu, bahkan ada yang mempertaruhkan nyawa hingga benar
benar terenggut nyawanya kari'ma aborsi. Rina tidak ingin resiko tersebut
menimpanya sehingga menyebabkannya belum bisa memutuskan apakah
aborsi harus tetap dilakukannya atau tidak.
Ditengah kebimbangannya, suaminya yang sepertinya sudah tidak
perduli pada Rina dan anak yang dikandungnya menyuruhnya untuk
menggugurkan kandungannya. Alasan yang diberikan suaminya cukup
mempengaruhi pertimbangan Rina untuk aborsi. Mengingat usia anak
pertama mereka yang masih sangat kecil tidak memungkinkannya untuk
memiliki anak dulu. Apalagi pada saat itu mereka berdua sudah sepakat
bercerai bahkan sedang dalam proses, maka tidak akan berhasil perceraian
itu jika isteri sedang hamil.
Rina kembali meyakinkan diri untuk menggugurkan kehamilannya
terlebih setelah didukung oleh suaminya. Namun ia masih merasa ada
sesuatu yang menghalanginya untuk melaksanakan rencana tersebut.
Sebagai seorang ibu, naluri ke-ibuannya mencegah digugurkannya janin
yang sudah bersemayam dalam rahimnya itu. Sebenarnya ia sendiripun
sangat menyayangkan bila anak yang tidak bersalah itu harus dibuang.
84
Kondisi demikian membuat Rina berada dalam situasi yang serba tidak
mengenakkan. Disatu sisi ia ingin agar perceraiannya dengan suaminya
cepat selesai. Hal itu dapat terwujud bila kehamilannya ditiadakan dengan
cara aborsi. Selain itu bila anaknya yang baru berusia satu setengah tahun itu
mempunyai adik, ia merasa tidak sanggup mengurus keduanya sehingga
jalan satu-satunya juga harus dengan menghilangkan calon anak tersebut.
Tetapi disisi lain, untuk melaksanakan aborsipun ia merasa takut. Takut
mendapat dosa karena rnembinasakan janin dan takut akan resiko dari
proses aborsi yang dapat membahayakan keselamatan jiwa. Rina terjebak
dalam approach-avoidance conflict. la mengharapkan aborsi dapat
mengeluarkannya dari permasalahan namun dosa dan resiko dari aborsi
harus ditanggungnya pula.
85
Selanjutnya, setiap konflik yang ada pasti diakhiri dengan pengambilan
keputusan. Untuk itu, terdapat tahap-tahap yang harus dilalui dalam
mengambil keputusan sebagaimana telah dilalui pula oleh Rina sendiri.
Tahap pertama yaitu mengenali masalah. Kehamilan yang datang
pada saat Rina sedang menjalankan proses perceraian baginya merupakan
masalah yang dapat menghambat berlangsungnya perceraian tersebut.
Terlebih kehamilannya yang hanya berjarak satu setengah tahun dari anak
pertamanya dianggapnya terlalu cepat. Oleh karena itu baik Rina apalagi
suaminya mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut yakni dengan
aborsi. Mereka berkeyakinan seandainya bukan dengan cara menghilangkan
keberadaan janin dalam rahim Rina maka mereka tidak akan berhasil
bercerai.
Berikutnya, survei berbagai alternatif. Pada saat itu Rina mengaku
tidak menemukan jalan lain kecuali aborsi. Walaupun masih mengalami
konflik dalam hatinya terhadap cara tersebut tetapi Rina berusaha mencari
tahu tempat dimana ia bisa manggugurkan kandungannya. Selain itu ia juga
memikirkan berbagai resiko yang dapat terjadi jika ia aborsi begitu pula
dengan dosanya.
Lalu tahap mempertimbangkan alternatif. Berbagai kekhawatiran
yang muncui dalam benak Nining seandainya ia mengambil tindakan aborsi,
terhapus ketika ia berpikir bahwa harapannya untuk segera bercerai dari
suaminya akan terwujud jika ia tidak hamil lagi. Kebenciannya pada suaminya
86
menutup pikirannya sehingga tidak terpikir sama sekali untuk membatalkan
perceraian tersebut demi melahirkan anaknya dengan masih memiliki ayah.
Dengan harapan yang besar agar dapat berpisah dari suaminya, ia 'nekat'
memilih jalan aborsi tanpa memperdulikan lagi resiko dan dosanya.
Tahap selanjutnya yaitu membuat komitmen. Setelah Rina
memutuskan untuk melakukan aborsi, ia langsung menuju tempat dimana ia
bisa mengeluarkan janinnya yang telah ia ketahui sebelumnya dari
tetangganya. Tindakannya untuk aborsi tersebut tidak ia beritahukan pada
siapapun termasuk orang tuanya sendiri. la memang sengaja
menyembunyikannya dari orang lain agar tidak dicap jelek karena
menggugurkan kandungan. Bahkan walaupun usahanya pada awalnya tidak
berhasil Ganin dalam rahimnya tidak langsung keluar pada saat itu), ia tetap
tidak berkata apacapa pada orang tuanya. Ketika akhirnya janin tersebut
berhasil keluar setelah tiga bulan kemudian di saksikan kedua orang tuanya,
barulah ia mengakui tindakannya untuk membuang janin itu. Setelah kejadian
itu, Nining berani menceritakan semua nya tetapi hanya pada keluarga dan
orang-orang terdekatnya. Sementara pada tetangganya, ia sampai sekarang
masih tidak mau menceritakannya karena tidak mau diketahui kejelekannya. ,
Tahap terakhir yakni menerima umpan balik. Keluarnya janin yang
memang pada awalnya diharapkan kepergiannya, berbuntut penyesalan yang
mendalam pada diri Rina. Meskipun Rina berniat menggugurkannya, namun
ketika janin tersebut tidak berhasil keluar ia akhirnya dapat menerima
keberadaan janin ilu dalam rahimnya. lronisnya, juslru disaal ia sudah
lerbiasa dengan kehadiran janin lersebul lelapi ma/ah janin ilu pergi.
Penyesalan yang dirasakan Rina bertambah parah kelika orang tuanya,
mertuanya, dan saudara-saudaranya menyalahkannya alas kejadian
87
lersebut. Tidak lerima atas kesa/ahan yang hanya dilimpahkan padanya, Rina
berbalik menyalahkan suaminya karena alas perintahnya Rina mengambil
/angkah lersebut. Namun dibalik penyesalannya, Rina juga merasa
keadaannya menjadi lebih baik. Harapannya unluk bercerai dari suaminya
telah lerlaksana berkat keliadaan janin dalam rahimnya. Penga/aman
tersebul dijadikan pelajaran bagi Rina untuk tidak melakukan aborsi lagi,
hingga kini.
Melihal kenekatan Rina unluk mengambil tindakan aborsi lanpa
memperdulikan lagi resiko yang akan dihadapinya (walaupun sebe/umnya
sempat dipertimbangkan) maka dapat dipastikan bahwa slrategi yang
digunakan dalam mengambil keputusan adalah wish strategy.
3. Kasus S'anti
Subjek terakhir dalam pene/itian ini bernama Santi. la adalah anak
lerakhir dari tiga bersaudara yang dilahirkan pada tanggal 5 apri/ 1969.
Kedua saudaranya semuanya le/aki. Ayahnya berprofesi sebagai seorang
po/isi sedangkan ibunya menjadi ibu rumah tangga.
88
GAMBAR 4.2 BAGAN ANALISA KASUS RINA
I . I UNWANTED PREGNANCY i .
INGIN ABORSI KEHAMILAN I • 1
• Diri sendiri • Orang lain
'
I Psikososial I I KONFLIK I I I I Internal I App-avo I
• Resiko aborsi •Agatna DECISION . .. • Naluri keibuan MAKING ~
I I
STRATEGJ TAHAP
L Appraising the Challenge
I
Surveying the Alternatives
, Wish I Strategy
Weighing Alternatives
I
Making a Commitment
I
Adhering Despite Negative Feedback
89
Menurut pengakuannya, Santi sejak kecil hingga dewasa tidak pernah
merasakan kesusahan. Dari penghasilan ayahnya yang cukup lumayan
sebagai polisi, keluarganya hidup serba berkecukupan.
Santi dan dua kakaknya dapat mengenyam pendidikan hingga lulus
Sekolah Dasar. Selanjutnya, mereka juga meneruskan pendidikannya hingga
akhir jenjang sekolah menengah ke atas. Kedua kakaknya tidak melanjutkan
pendidikan kejenjang berikutnya dikarenakan malas. Begitu pula Santi tidak
merasakan bangku kuliah karena setelah lama! SPG ia keburu menikah
dengan kekasihnya.
Sebagaimana layaknya anak-anak kecil seusianya, ia mengaku masa
kecilnya cukup bahagia. Banyaknya teman-teman disekitar rumahnya
membuatnya tidak merasa kesepian, karena setiap hari dapat bermain
bersama mereka.
Walaupun ayahnya bekerja sebagi polisi, namun disiplin yang keras
tidak diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. Menurut Santi, ayahnya tidak
terkesan otoriter dalam keluarga tetapi malah cenderung permissif. Ayahnya
tidak pernah benar-benar mengontrol apa yang dilakukan anak-anaknya baik
dirumah apalagi di luar rumah. Santi menilai, hal itu mungkin disebabkan oleh
kesibukan ayahnya dalam memperoleh penghasilan bagi keluarga.
Termasuk juga dalam hal ibadah, ayah Santi tidak pernah
memperhatikan satu-persatu bagaimana ibadah yang dijalankan anak
anaknya. Seperti kebanyakan orang tua lainnya yang muslim, ayahnya juga
90
mengingatkan anak-anaknya untuk melaksanakan ibadah seperti sholat dan
mengaji. Hanya sampai disitu. Ayahnnya seakan tidak memiliki kesempatan
untuk mengecek apakah anak-anaknya menjalankannya atau tidak. Sekali
lagi menurut Santi hal itu dikarenakan kesibukan ayahnya yang jarang berada
di rumah sehingga waktu yang dapat dihabiskan bersama keluarga hanya
sedikit.
Sebenarnya Santi sendiri mengaku sangat menyayangkan hal
tersebut. Bagi Santi, ayahnya yang sedari kecilnya sudah dapat dikategorikan
memahami agama secara mendalam, terlebih berasal dari keluarga yang
'agamanya kuat' (istilah yang dipakai Santi) seharusnya juga menurunkan
ilmunya tersebut pada anak-anaknya. Namun pada kenyataannya Santi dan
kedua kakal<nya justru mendapatkan pengetahuan mengenai agama hanya
dari guru ngaji yang memberikan pelajaran mengaji di musholla dekat
rumahnya setiap malam. ltupun tidak diikutinya setiap malam karena ayahnya
yang hanya mementingkan berangkatnya mereka dari rumah untuk mengaji
tidak mengetahui kalau anak-anaknya sebenarnya sering membolos dari
pengajian tersebut. Jadilah Santi dan kakak-kakaknya hingga kini merasa
kurang mengerti tentang agama.
"bapak aku kan ya emang ya .. apa istilahnya .. dari keluarga yang
agamanya kuat, dia tamat a/-qur'an, jaman dulu kan ceritanya diiring
iringin naek kuda sih ... denger cerita kaya gitu enggak .. kalo jaman dulu
kan jaman bapakku masih kecil kalo tamat a/qur'an kan diarak-arak
91
dari kampung-kekampung, nah terus bapak aku ini salahnya gini,
karena terlalu sibuk dia enggak merhatiin anak-anaknya, cuman
anaknya disuruh ngaji, entah itu mau ngaji mau enggak yang penting
berangkat ma/em ngaji, tapi nyatanya enggak ada yang bisa ngaji ...
pokoknya kurang /ah, enggak ketat banget gitu, karena bapakku kan
tugas .. .jadi sampe sekarang ya keluarga aku .. ya tentang agama ya
enggak tau banget, ya tau paling cuman dikit-dikit enggak
mendalam .. karena bapak aku kan sibuk, berangkat pagi pulang sore,
terus berangkat /agi tengah ma/em"
Sementara ibunya juga bertindak sama. la tidak terlalu menuntut anak-,
anaknya untuk berdisiplin dalam hal ibadah. Yang penting bagi ibunya, anak-
anaknya tidak melawan perintah kedua orang tua.
"Mamakku ... cuek, terlalu cuek dia, suka-suka anaknya, yang penting
anaknya nurut, gitu aja udah"
Ketika Santi menginjak remaja, pergaulannya dengan teman sejenis
ataupun lawan jenisnya tidak mengalami masalah. la juga sempat merasakan
jatuh cinta dan berpacaran meskipun baginya hal itu hanya merupakan cinta
monyet.
Lalu ketika pendidikannya di SPG (kini setingkat SMU) sudah hampir
selesai, ia mulai merasakan benar-benar mencintai seorang pria. Selama
kurang lebih delapan bulan mereka berpacaran, akhirnya tidak lama selepas
Santi lulus dari sekolahnya ia memutuskan untuk menikah dengan pacarnya
92
tersebut. Hal itu menyebabkannya enggan untuk melanjutkan pendidikannya
menjadi mahasiswa.
Kehidupan rumah tangga yang dijalani Santi bersama suaminya
tergolong sangat sederhana. Keputusan untuk menikah dalam usia yang
masih sangat muda terkesan belum dipersiapkan dengan matang. Suaminya
yang juga hanya tamat SMA sepertinya, belum mempunyai penghasilan
tetap. Namun hal itu tidak membuat hubungan mereka sebagai suami-isteri
mengalami' goncangan. Mungkin karena mereka merupakan pasangan yang
baru menikah, yang baru menikmati hal-hal indah dalam kebersamaan
sebagai suami-istri, sehingga belum merasakan hal tersebut sebagai
masalah.
Sejak menikah, Santi dan suaminya menempati sebuah rumah milik
mertuanya. Direnakan belum mempunyai pekerjaan, suaminya ikut
membantu usaha yang dimiliki orang tuanya sehingga ia dapat menghasilkan
sedikit pemasukan untuk menghidupi keluarganya. Sementara Santi yang
juga hanya tamat SPG, berusaha menjalankan bisnis kecil-kecilan untuk
membantu memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tak hanya itu, mereka
berdua juga masih mendapatkan bantuan dari orang tua dan mertua Santi
sehingga walaupun hidup dengan penghasilan yang tidak pasti mereka tidak
kekurangan.
Setelah kira-kira satu tahun menikah, Santi melahirkan seorang anak
perempuan pada usianya yang kedua puluh satu tahun. Semakin lengkaplah
kebahagiaan Santi dan suaminya dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
Namun sekali lagi, suaminya yang masih belum mendapatkan pekerjaan
tetap mengharuskan mereka hidup serba pas-pasan. Terlebih dengan
kehadiran seorang bayi yang membutuhkan lebih banyak biaya dari
biasanya.
Santi yang walaupun belum berpengalaman dalam mengasuh anak,
tidak mera~a kerepotan dengan lahirnya anak pertama mereka.
Sebagaimana ibu-ibu muda lainnya, Santi juga masih sering dibantu oleh
orang tua dan mertuanya dalam mengasuh anak.
Lalu empat tahun kemudian, Santi melahirkan anak keduanya.
93
Ternyata anak yang kedua ini juga berjenis kelamin wanita. Tidak jauh
berbeda dengan kondisi sebelumnya, Santi dan suaminya juga masih hidup
dalam kesederhanaan. Namun pada saat itu suaminya sudah merasa mantap
pada pekerjaannya bergabung dengan usaha orang tuanya. Waiau demikian,
kehadiran anak kedua membutuhkan lebih banyak biaya lagi sehingga tetap
saja Santi merasa kondisi perekonomian keluarganya masih pas-pasan.
Pengalaman mengasuh anak pertamanya membuat Santi tidak lagi
membutuhkan bantuan orang tua maupun mertuanya untuk mengasuh anak
keduanya. Santi juga mengaku tidak pernah mendapatkan pengalaman buruk
baik dalam mengasuh anak pertama maupun anak keduanya. Semua itu
dilaluinya dengan lancar.
94
Namun lama-kelamaan Santi mulai merasa kewalahan harus
mengasuh kedua anaknya yang masih kecil-kecil seorang diri. Terlebih
urusan rumall tangga seperti memasak dan membereskan rumah juga
ditanganinya sendiri. Oleh karena itu ia berniat untuk tidak menambah anak
dulu sebelum kedua anaknya besar. ,
Sejak Santi melallirkan anak pertamanya, ia sudah mengikuti program
Keluarga Berencana. Begitu pula setelah anak keduanya lallir, ia kembali
mengatur rencana kehamilannya lewat program KB tersebut. Apalagi
menyadari kondisi perekonomian rumah tangganya yang dirasakan semakin
sulit ketika mempunyai dua orang anak, ia dan suaminya bertekad untuk
menunda kellamilan berikutnya sebelum mendapatkan penghasilan yang
memuaskan.
"suamiku kan ketjaannya be/um mantep.jadi ya aku pengen gedein
dia orang dulu !ah, Rara sama Gaea, aku enggak pengen punya anak
du/u"
Namun tanpa disangka-sangka, ketika usia anak keduanya baru
mencapai tiga setengah tahun dan pemasukan yang ia dan suaminya
dapatkan belum sesuai dengan yang mereka harapkan ternyata Santi hamil
lagi. Kehamilan itupun disadarinya ketika ia sudah tidak mendapatkan
menstruasi selama dua bulan lebih. la memeriksakan kandungannya ke
dokter dan dinyatakan bahwa dirinya telah hamil sekitar hampir tiga bu Ian.
95
Berdasarkan pengakuannya, ketika mendengar pernyataan dari dokter
tersebut bukannya kebahagian yang dirasakannya melainkan perasaan
tertekan. Batinnya langsung menolak kehadiran janin dalam rahimnya yang
menurutnyl'! tumbuh akibat 'kebobolan'.
" .. .ih kok aku ha mil lagi, /ah aku males /ah hamil /ah, aku males
pokoknya hamil"
Santi yang merasa tidak berkenan untuk mempunyai anak lagi pada
waktu itu, langsung terdetik dalam hatinya untuk melakukan aborsi. la lalu
bercerita dan bertanya pada temannya, mencari tahu dimana tempat untuk
menggugurkan kandungannya.
"pas dikasih tau dokter aku hami/ dua bu/an setengah, terus pu/ang
pulang dari dokter itu uda/1 langsung cari dimana tempat gugurin"
la pun langsung memberitahukan suaminya perihal kehamilan dan
niatnya untuk aborsi. Suaminya yang juga menyadari semua alasan yang
dikemukakan Santi adalah benar, tidak melarangnya melakukan aborsi.
Menurutnya, keinginan untuk aborsi itu timbul lantaran ia merasa
belum siap untuk mempunyai anak lagi. Setelah mempunyai dua anak,
baginya dibutuhkan persiapan lahir dan batin untuk menghadapi kehamilan
berikutnya. Persiapan lahir yang berupa cukupnya materi dan persiapan batin
dalam bentuk benar-benar menginginkan keberadaan anak berikutnya.
Saal itu, baik persiapan lahir maupun batin belum dimilikinya. Kondisi
keuangan keluarga yang menurutnya belum memadai untuk kehadiran anak
96
ketiga ditambah ia memang belum berencana untuk hamil lagi, membuatnya
ingin membuang janin tersebut. ,
"ya namanya kalo kita hamil, be/um siap lahir batin, daripada anak itu
nanti entah cacat, entah pertumbuhannya kurang gimana, ya aku
gugurin, pokoknya aku be/um siap lahir batin punya anak"
Selain itu, anak kedua Santi yang pada waktu itu berumur tiga
setengah tahun dianggapnya masih terlalu kecil. Hal itu pula yang
menyebabkannya belum merasa siap untuk mempunyai anak lagi.
" .. orang Caca masih keci/ kan, dia kan be/um sekolah sih waktu itu,
orang dia baru umur tiga faun kan be/um sekolah, ya pokoknya bagi
aku gimana ya .. pokoknya punya anak itu .. batin aku itu enggak
tenang .. ya karena aku enggak siap itu /ah"
Bagi Santi, saat itu tidak ada jalan lain untuk menghindari keadaan
rumah tangganya yang diramalkannya akan bertambah buruk jika
mempunyai anak lagi. Hanya dengan aborsi ia dapat terlepas dari situasi
yang dapat menyulitkannya.
" .. pokoknya bayangan aku tuh repooot banget, susaaaah banget kalo
punya anak lagi, satu-satunya ja!an ya cuma digugurin.."
Usaha Santi mencari tempat untuk dapat melakukan aborsi sudah
mulai menampakkan hasil. Temannya yang sebenarnya tidak mengetahui
tempat yang dimaksud, merekomendasikannya pada saudaranya yang
diketahui pernah melakukan aborsi. Tanpa berpkir panjang lagi, Santi segera
menuju terhpat saudaranya untuk memperoleh jawaban. la memang merasa
sudah yakin akan melakukan aborsi tanpa memperdulikan dosa, resiko atau
apapun.
97
"enggak ada ragu-ragu pokoknya maju terus pantang mundur, enggak
ada! ... enggak ada perasaan sayang, enggak ada perasaan..itu
nyesel .. dalam agama itu dilarang, dosa besar, bayinya mau
d1kemanain itu enggak ada kepikiran sedikitpun kesana .. suer, yang
penting keluar aja gitu"
Ketika Santi sedang berada di rumah mertuanya yang hanya berjarak
dua ratus meter dari rumahnya, ia pun menceritakan kehamilannya dan
niatnya untuk aborsi kepada mertuanya. Mengerti dengan kondisi yang
dihadapi menantunya tersebut, ibu dari suaminya itu menyerahkan pada
Santi apapun yang sudah menjadi keputusannya.
Sementara itu, menurut pengakuannya Santi tidak mau menceritakan
niatnya tersebut pada orang tuanya sendiri. Semenjak ia menikah, ia
menganggap pennasalahan apapun yang terjadi dalam rumah tangganya
adalah tanggung jawabnya dan suaminya sendiri. Termasuk untuk aborsi, ia
juga menganggap tidal< ada gunanya menceritakannya pada orang tua.
"males cerita ke orang tua, sampe sekarang juga enggak tau, tau-tau
pas aku di Rumah Sakit kemaren, aku bilang pernah dikiret gara-gara
ngegugugin, eh terus katanya 'kalo aku tau dulu lu aborsi pasti dilarang' gitu"
98
Butuh beberapa minggu bagi Santi untuk mengetahui dimana tempat
mewujudkan keinginannya. Selama menunggu informasi tersebut, ia
mencoba datang kedokter kandungan yang sudah menjadi langganannya
dan menceritakan maksud kedatangannya yang tak lain adalah untuk aborsi.
Tanpa banyak komentar dokter tersebut memberinya obat yang dianggap
Santi saat itu untuk meluruhkan benih dalam rahimnya. Namun ternyata,
belakangan diketahui bahwa obat yang diberikan itu bukanlah untuk
membantu mengeluarkan janin melainkan sebaliknya, untuk membuat rahim
Santi bertambah kuat.
Kecewa dengan perlakuan dokter, Santi yang sudah mengetahui
tempat praktek aborsi yang dilakukan dukun beranak akhirnya menuju tempat
tersebut. Tanpa keraguan sedikitpun sejak menginginkan aborsi, ia pergi
diantar oleh suami dan saudaranya.
"aku udah enggak mikir-mikir lagi. Pokoknya taunya anak itu keluar
aja, aku be/um siap, gitu, pokoknya .. keluar aja bayi itu, aku be/um
siap /ahir batin punya anak /agi"
Di tempat tersebut, Santi melihat sang dukun memasukkan sesuatu
yang katanya seperti batang pohon kedalam vaginanya. la hanya merasakan
sedikit sakit dan seketika itu keluar beberapa tetes darah yang berasal dari
rahimnya. Kemudian dukun tersebut memberinya obat berupa aspirin dengan
maksud mencegah terjadinya demam. Namun karena malas, Santi tidak
meminum obat tersebut. Beberapa hari kemudian Santi merasakan seluruh
tubuhnya menggigil dan keluar keringat dingin dalam ukuran yang tidak
normal. Lalu tidak lama terjadi pendarahan. la langsung dibawa ke Rumah
Sakit oleh suaminya. Disana ternyata ia dikiret, dibersihkan rahimnya akibat
terjadi pendarahan tadi. Maka benar-benar keluarlah janin yang telah
dikandungnya itu.
Setelah bebas dari kehamilan, Santi mengaku merasa tenang dan
lega. la terlepas dari beban yang menghimpitnya sejak awal kehamilannya.
" .. ./ega .. p!ong .. enggak kepikir-pikir kesitu /agi sampe sekarang"
99
Santi yang pada saat itu memang tidak mengetahui bagaimana
pandangan Islam mengenai aborsi, merasa tidak malu-malu untuk
menceritakan perihal aborsinya pada teman dan tetangganya. Berangkat dari
kepribadian yang super cuek, ia pun menganggap aborsi sudah umum
dilakukan orang lain sehingga tidak ada perasaan malu sedikitpun atas aborsi
yang bagi kebanyakan orang justru malah merupakan aib.
" ... cerita aku .. uh aku cuek bener, seo!ah-olah aku ini enggak dosa !oh,
bener, sumpah deh, kayaknya aku ini gimana ya .. kayaknya aku ini
bangga bener, tapi apa yang mau dibanggain coba sebenemya,
kayaknya seolah-o!ah dosa itu enggak numpuk di muka aku itu
kayaknya enggak ada dosa, ta pi tak pikir-pikir sekarang dosa juga, aku
ma/ah ngajak-ngajak orang yang mau gugurin Joh, maklum du!u aku
kali .. kurang .. kurang gimana ya isti!ahnya agamanya kurang, jadi cerita
kaya gitu kayaknya cerita .. a!ah udah umum, ya sekarang kalo ada
JOO
yang tan ya ya tak jawab aku dulu emang pernah gugurin, tapi enggak
sesumbar kaya dulu"
Banyak dari tetangga Santi yang menyayangkan tindakannya meng
aborsi. Namun dengan santai, ia menjawab semua itu dengan alasan belum
siap lahir dan batin. la sama sekali tidak memperdulikan tanggapan
lingkungan atas tindakannya tersebut, karena ia sendiri tidak pernah
menyesali janin yang memang tidak diinginkannya itu.
Santi yang ketika diwawancara juga sedang hamil lima bulan,
mengaku pernah berniat untuk menggugurkan kehamilannya itu. Namun
suaminya yang telah mengetahui adanya dosa bagi pelaku aborsi tidak
mengizinkannya. Akhirnya sampai sekarang kehamilannya masih terus
bertahan. la pun sudall tidak lagi mempunyai keinginan untuk aborsi karena
baginya kini aborsi adalah dosa.
Analisa kasus
Seperti kasus-kasus sebelumnya, permasalahan dimulai ketika Santi
mengetahui kehamilannya justru disaat ia sedang tidak menginginkannya.
Usahanya menunda kehamilan karena alasan ekonomi ternyata kebobolan
juga. Unwanted pregnancy, kembali menjadi sumber permasalahan dalam
setiap kasus aborsi dalam penelitian ini.
Kehamilan tersebut tidak dikehendakinya tidak lain adalah karena ia
merasa belum siap lahir dan batin untuk mengurus anak lagi, sedangkan ia
sudah cukup kerepotan mengasuh kedua anak sebelumnya. Kondisi
demikian diperparah karena pada saat itu menurut Santi suaminya belum
mendapatkan penghasilan yang memadai.
101
Tanpa memiliki pengetahuan akan resiko dan hukum menggugurkan
kandungan dalam agama, Santi bertekad membunuh janin dalam rahimnya
sehingga rencananya untuk tidak mempunyai anak dulu sebelum merasa
mapan kembali terwujud. Terlebih ketika niatnya itu didukung oleh orang
orang disekitarnya terutama sang suami.
Tidak seperti kasus-kasus aborsi pada umumnya, tidak terjadi konflik
dalam diri Santi ketika ingin melakukan aborsi baik konflik internal maupun
eksternal. Kasus seperti ini memang jarang ditemui dalam kenyataan karena
menurut teori wanita yang ingin melakukan aborsi biasanya akan selalu
merasakan pertentangan-pertentangan dalam hatinya, pemikirannya, minimal
nalurinya sebagai wanita. Dapat pula pertentangan itu terjadi dengan orang
orang disekitarnya (biasanya keluarga) akibat tidak setuju atas tindakan
aborsi.
Namun hal itu tidak terjadi pada Santi. la sama sekali tidak mengalami
pertentangan dalam dirinya berkaitan dengan faktor resiko maupun agama.
Bahkan nalurinya sebagai seorang ibupun tidak menunjukkan peran.
Pengetahuan agama yang dirasakan Santi sendiri masih sangat
kurang, kemungkinan menjadi penyebab tidak adanya informasi yang masuk
dalam kognisinya mengenai pandangan agama terhadap aborsi. Selain itu,
keluarganya juga tidak ada yang mengingatkannya akan hal tersebut.
102
Sementara Santi yang sudah sering mendengar tetangganya banyak
yang melakukan aborsi dan berhasil dengan selamat, tidak ada resiko apa
apa, juga membuatnya beranggapan kalau aborsi itu tidak beresiko. Hal itu
menyebabkan tidak terjadinya kebimbangan dalam diri Santi untuk
melakukan aborsi.
Selanjutnya, akan dibahas tahap-tahap pengambilan keputusan yang
dilewati Santi untuk melakukan aborsi. Tahap pertama yaitu mengenali
masalah. Santi menyadari kehamilannya itu ia anggap sebagai masalah
karena kondisi perekonomian keluarganya yang pada saat itu menurutnya
belum bisa menjamin kesejahteraan Santi, suaminya, dan dua anaknya.
Apalagi jika harus ditambah dengan anggota baru, dalam hal ini anak dalam
kandungan Santi yang akan terlahir.
Mengingat pertimbangan-pertimbangan tersebut, Santi langsung
memutuskan untuk menggugurkan kandungannya sejak awal diketahui
kehamilannya. Menurutnya, jika tidak digugurkan kemungkinan anak tersebut
akan tidak terawat dengan baik. Hal itu akan menjadi beban baru bagi Santi
dan keluarga.
Memasuki tahap kedua, survei alternatif. Santi tidak menginginkan
bayangan-bayangan buruk karena kelahiran anak ketiga benar-benar
menimpanya. Oleh karena itu, menurutnya hanya aborsi satu-satunya jalan
untuk menghentikan terlahirnya anak tersebut.
103
Tahap ketiga yaitu mempertimbangkan alternatif. Keinginannya
sejak awal untuk aborsi tidak pernah diwarnai dengan keragu-raguan.
Dengan harapan yang besar agar tidak kesusahan dalam mengurus anak
sehubungan dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan, ia menganggap aborsi
merupakan solusi terbaik dari permasalahannya.
Selanjutnya, tahap membuat komitmen. Setelah mengetahui tempat
dimana ia dapat menggugurkan kandungannya, dengan langkah pasti ia
menuju tempat tersebut. Begitu berhasil dengan aborsinya, tanpa mempunyai
perasaan malu Santi menceritakan hal itu pada tetangga-tetangganya. la
sedikitpun tidak menganggap aborsi sebagai aib sehingga tidak pernah
merahasiakan pada siapapun kalau dirinya pernah aborsi.
Terakhir, menerima umpan balik. Terdapat reaksi negatif dari
tetangga Santi yang menyayangkan aborsi tersebut. Namun karena ia sendiri
tidak merasakan adanya perasaan menyesal, ditambah dengan sifatnya yang
demikian cuek, maka reaksi negatif yang ada tidak pernah diperdulikannya.
Pada kasus Santi ini, dapat disimpulkan bahwa strategi yang
dipergunakannya dalam mengambil keputusan adalah wish strategy. la tidak
memperdulikan resiko yang dapat terjadi akibat aborsi karena ia sendiri
memang tidak mengetahuinya. Yang ia tahu hanya bagaimana agar janin
dalam kandungannya dapat keluar.
104
GAMBAR 4. 3 BAGAN ANALISA KASUS SANTI
KEHAMILAN UNWANTED PREGNANCY INGIN ABORSI
Diri sendiri
Psikososial
DECISION ' MAKING
.
l I I
STRATEGI I TAHAP I
~ Appraising the Challenge
I
Surveying the Alternatives
Wish I
Strategy Weighing Alternatives
I
Making a Coll!lnitment I I
Adhering Despite Negative Feedback
105
C. Perbandingan analisa antar kasus
Dari ketiga kasus di atas, dapat diketahui bahwa penyebab timbulnya
keinginan untuk aborsi adalah adanya unwanted pregnancy. Untuk kasus
Rina dan Santi, keinginan itu timbul dari dalam diri sendiri meskipun pada
awalnya Rina mendapat saran dari ibu dan suaminya. Sedangkan pada
kasus Nining, keinginan untuk aborsi merupakan keinginan keluarganya. la
sendiri sebenarnya tidak setuju atas aborsi tersebut.
Nining menganggap kehamilannya sebagai unwanted pregnancy
karena kehamilannya di luar nikah. Sedangkan Rina tidak menginginkan
kehamilannya karena alasan psikososial yakni perceraiannya yang akan
terhambat gara-gara kehamilannya, juga karena anak pertamanya masih
terlalu kecil. Sementara Santi merasa belum siap lahir dan batin atas
kehamilannya, kondisi perekonomian keluarganya yang belum cukup, dan
usia anak-anaknya yang masih dianggap terlalu kecil.
Pada waktu dimulainya proses aborsi, Nining dan Santi sedang
mengandung tiga bulan, sementara Rina baru memasuki satu bulan usia
kehamilannya. Anehnya, Rina yang menggugurkan kandungannya ketika
memasuki bulan pertama ternyata janin tersebut keluar setelah berusia
empat bulan dalam rahim Rina.
Menggali tipe konflik yang mereka alami, Nining mengalami konflik
dalam dirinya dan pertentangan dengan keluarga atas perbedaan pemilihan
alternatif. Sedangkan jenis konflik lain yang juga dialami Nining termasuk
kedalam mu/tipple approach-avoidance conflict.
Rina berada dalam approach-avoidance conflict. la juga mengalami
konflik dalam dirinya atas pertimbangannya akan dosa, resiko aborsi, dan
naluri keibuannya yang menolak aborsi tersebut.
106
Sedangkan Santi, tidak mengalami konflik apapun baik dalam dirinya
maupun bersama orang lain. la tidak pernah merasa ragu sedikitpun ketika
ingin melakukan aborsi.
Rina dan Santi sama-sama menggunakan wish strategy dalam
mengambil keputusan, dalam arti bahwa mereka berdua tidak memperdulikan
resiko apapun yang dapat terjadi akibat aborsi. Yang mereka utamakan
adalah bagaimana mewujudkan harapan-harapan mereka yang akan tercapai
hanya dengan aborsi. Berbeda dengan Nining, ia menggunakan escape
strategy dalam mengambil keputusannya untuk aborsi.
Sedangkan untuk tahap-tahap pengambilan keputusan, ketiga subjek
dalam penelitian ini sama-sama melewati keseluruhan tahap tersebut.
Sehingga dapat dipastikan bahwa mereka telah mengambil keputusan secara
bijaksana.
Perbandingan analisa ketiga kasus dalam penelitian ini dapat dilihat
dalam label berikut:
107
Tabel 4.2 Perbandingan analisa antar kasus
Nining Rina Santi
Unwanted pregnancy Hamil ora-nikah Psikososial Psikososial Keinginan aborsi Orano lain Diri sendiri Diri sendiri Tipe konflik Int, eks, muff app- Int, app-avo Tidak ada
avo Strates:ii DM Escape strategy Wish strategy Wish strategy Usia kehamilan 3 bulan 1 bulan 3 bulan ketika aborsi
BABV
KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
Dalam bab terakhir ini akan dijelaskan kesimpulan penelitian yang
merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian, disertai diskusi dan saran
yang konstruktif dari peneliti.
A. Kesimpulan
Berpatokan pada data hasil wawancara dan observasi peneliti di
lapangan yang telah dianalisa dalam bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1) Konflik yang dialami para subjek penelitian ketika ingin melakukan
aborsi timbul akibat pengaruh faktor kognisi dan afeksi. Faktor kognisi
yang dima~sud berupa pengetahuan subjek akan pandangan agama
(dalam ha! ini Islam) mengenai aborsi, yang walaupun masih
merupakan kontroversi para ulama namun dikalangan orang awam
diketahui bahwa aborsi dilarang. Hal ini menimbulkan ketakutan pada
diri subjek terhadap dosa yang diyakini akan ditanggungnya jika
melakukan aborsi. Demkian pula dengan adanya pengetahuan subjek
akan bermacam bahaya bagi keselamatam jiwa yang diakibatkan oleh
aborsi. Bahaya yang terkadang hingga merenggut nyawa tersebut ,
membuat subjek merasa ragu untuk melakukan aborsi. Sedangkan
108
109
faktor afeksi berperan ketika naluri alamiah subjek sebagai seorang
ibu menolak dilakukannya aborsi karena merasa sayang atau kasihan
terhadap janin yang tidak berdosa tersebut. Bermacam konflik di alas
dapat dikategorikan ke dalam konflik internal.
2) Bukan hanya konflik internal yang dirasakan calon pelaku aborsi,
terdapat pula konflik eksternal berupa pertentangan subjek dengan
orang laiin (keluarga atau lingkungan} antara keinginan untuk aborsi
atau tetap mempertahankan kehamilan.
3) Tidak semua pelaku aborsi mengalami konflik sebelum melakukannya.
Dari salah satu kasus dalam penelitian ini terdapat pelaku aborsi yang
tidak menemui konflik apapun dalam dirinya baik konflik internal
maupun konflik eksternal. Hal itu disebabkan kurangnya pengetahuan
subjek akan aborsi dalam agama, dan tidak pernah diketahuinya
bahaya fisik dan psikis yang ditimbulkan oleh aborsi.
4) Dalam mengambil keputusan, ketiga subjek melewati tahap-tahap
pengambilan keputusan meskipun tanpa mereka sadari. Tahap-tahap
tersebut yakni berupa pengenalan masa/ah, mencari alternatif so/usi
/ainnya, mempertimbangkan alternatif yang ada, menetapkan dan
melaksanakan keputusan, serta menerima eva/uasi dari orang lain
meskipun bernilai negatif. Ketiga subjek dalam penelitian ini
menganggap aborsi sebagai satu-satunya alternatif yang tepat untuk
mencapai tujuan mereka yaitu satu subjek yang ingin agar
110
perceraiannya berjalan dengan baik, satu subjek lagi untuk menutupi
malu akibat hamil pra-nikah, dan subjek lainnya yang merasa belum
siap lahir dan batin untuk mempunyai anak lagi. Demi alasan-alasan
tersebut para subjek mengesampingkan perasaan takut dosa dan
takut mati ataupun penolakan dari naluri keibuan. Dengan
kekhawatiran akan bertambah parahnya kondisi karena tidak
tercapainya tujuan akibat kehamilan, maka mereka memutuskan untuk
aborsi.
B. Diskusi
Sesuai dengan teori yang ada, bahwa maraknya tindakan aborsi
khususnya di Indonesia terjadi karena adanya unwanted pregnancy atau
kehamilan yang tidak diinginkan. Dalam penelitian ini, faktor yang
menyebabkan timbulnya unwanted pregnancy adalah karena kehamilan pra
nikah dan faktor psikososial.
Penelitian ini mendukung teori yang mengatakan bahwa banyak
diantara pelaku aborsi sebenarnya tidak menginginkan tindakan tersebut.
Adanya resiko yang menyangkut keselamatan jiwa si pelaku maupun
ketakutan akan dosa menimbulkan konflik dalam diri calon pelaku aborsi.
Terlebih pada dasarnya naluri ke-ibuan si pelaku aborsi jelas-jelas menolak
tindakan ini.
111
Namun pada kenyataannya, ada juga pelaku aborsi yang tidak
mengalami 'konflik apapun baik karena faktor agama ataupun resiko
kesehatan. Bahkan tidak ada penolakan yang ia rasakan dari nalurinya
sebagai seorang ibu. Hal ini membuktikan bahwa terdapat pelaku aborsi yang
memang benar-benar tidak menginginkan adanya janin dalam rahimnya
tanpa terlibat konflik sama sekali.
Fenomena tersebut dapat disebabkan oleh minimnya pengetahuan
agama si pelaku sehingga tidak ada informasi yang diterimanya mengenai
hukum aborsi dalam agama. Juga tidak diketahuinya resiko yang dapat
terjadi akibat aborsi, atau dapat juga karena kepribadian yang terlalu cuek
sehingga tidak memikirkan akibat apapun jika ingin melakukan sesuatu.
Penelitian ini juga mendukung teori yang dikemukakan oleh Marx
(1976) dan Dafidoff (1991) yang menyatakan bahwa faktor personal berupa
kognisi, motif, sikap, dan pengharapan dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan individu dalam menghadapi konflik. Pelaku aborsi yang
mempunyai harapan besar terhadap aborsi, ditambah dengan adanya
res pons negatif terhadap terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan lantaran
hamil, akan memperkuat motivasinya untuk aborsi.
C. Saran
Setelah terjun langsung dalam lapangan penelitian, ternyata banyak
hambatan yang ditemukan sehubungan dengan pengambilan data. Saran
dari peneliti berikut kiranya dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan
peneliti lain yang te1iarik pada penelitian sejenis ini.
112
1) Sebaiknya mencari subjek penelitian yang baru melakukan aborsi
(maksimal 5 tahun) agar konflik dan pengambilan keputusannya dapat
tergali lebih dalam.
2) Sebaiknya dalam melakukan wawancara, tidak dihadiri pihak lain agar
subjek dapat lebih terbuka .
3) Bagi wanita yang ingin melakukan aborsi, sebaiknya memikirkannya
lebih matang terlebih dahulu karena aborsi tidak terlepas dari resiko
yang berat. Hukum aborsi dalam agama juga sebaiknya bahkan
seharusnya dipertimbangkan dulu agar tidak ada perasaan menyesal
dan takut dosa dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arikunto, Suharsimi. (1995). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Atkinson, Rita L., Atkinson, Richard C., Smith, Edward E., Bern, Daryl J.
(1999). Introduction to psychology, 111h. Ed. Diterjemahkan oleh
Widjaja Kusuma. Batam Centre: lnteraksara.
Atwater, Eastwood. ( 1983). Psychology of adjustment: personal growth in a
changing world, -;tid edition. New Jersey: Prentice Hall.
Baron, Robert A. (1992). Introduction to psychology, -;tid edition. USA: Allyn &
Bacon.
Chaplin, James P. (2000). Kamus lengkap psikologi. Diterjemahkan oleh
Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Cet.6.
Collins, Randall. (1986). Sociology of marriage and the family: gender, love,
and property. Chicago: Nelson-Hall.
Dafidoff, Linda L. (1991 ). Psikologi: suatu pengantar, edisi kedua.
Diterjemahkan oleh Mari Juniati. Jakarta: Penerbit Erlangga
Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. (1997). Aborsi, kontrasepsi, dan mengatasi
kemandulan: isu-isu biomedis dalam perspektif Islam. Diterjemahkan
oleh Sari Meutia. Bandung: Penerbit Mizan.
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1996). Kamus lnggris-lndonesia. Jakarta:
PT. Gramedia. Cet-23.
Harre, Rom, & Lamb, Roger. (1996). Ensik/opedi psikologi: pembahasan dan
evaluasi lengkap berbagai topik, teori, riset, dan penemuan baru dalam
i/mu psikologi. Editor edisi Indonesia: Danuyasa Asihwardji. Jakarta:
Penerbit Arcan.
Hurlock, Elizabeth B. (2001) Psikologi perkembangan. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Janis, Irving L., Mann, Leon. (1979). Decision making: a psychological
analysis of conflict, choice & commitment. New York: The Free Press.
vfuiarx. Melvin H. (1976). Introduction to psychology: problems, procedures and
principles. New York: MacMillan Publishing Co., Inc.
Moleong, Lexy J. (1997). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, cet-8.
Morgan, Clifford T., et. al. (1986). Introduction to psychology, 1h edition.
Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Poerwandari, Kristi. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku
manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.
Rakhmat, Jalaluddin. (1996). Psikologi komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Cet ke-10.
Ranyard, Rob, Crozier, W. Ray, & Olasvenson. (1997). Decision making:
cognitive models and explanations. New York: Routledge.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2000). Berkenalan dengan aliran-aliran dan
tokoh-tokoh psikologi. Jakarta: PT. Bulan Bintang. Cet -3.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2002). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. Cet-7.
'Umran, Abd ar-Rahim. (1997). Family planning in the legacy of Islam.
Diterjemahkan oleh Muhammad Hasyim. Islam dan KB.Jakarta: PT.
Lentera Basritama.
Yanggo, Chuzaimah T., & Anshary AZ .. Hafiz. (1996). Problematika hukum
Islam kontemporer (//). Jakarta: PT. Pustaka Firdaus. Cet ke-2.
Yin, Robert K. (2000). Studi kasus. Jakarta: Raja Grafindo.
'' '1 '
Jurnal:
Utomo, Budi, dkk. (2002). Prosiding seminar: insiden dan aspek psiko-sosial
aborsi di Indonesia (2001). Jakarta: CV. Tri Agung, Pusat Penelitian
Kesehatan , Lembaga Penelitian UL Cet-1.
Skripsi:
Cahyatama, Hidayatullah. (1999). Dinamika konf/ik dan pengambilan
keputusan pada mahasiswi mus/imah yang membuka jilbab. Depok:
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Putrini, Alfatiane. (2002). Pengambilan keputusan untuk menikah dan tidak
menikah saat masa ku/iah pada mahasiswi. Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Syofia. (2003). Peri/aku coping pada narapidana: studi kasus pada LP wanita
Tangerang. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN.
Internet:
Al-fauzi, Asra. Opini: kontroversi masa/ah aborsi from
http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0104/04/daerah/dkks 19.htm/kontroversi masalah aborsi.
Anshor, Maria Ulfah. Opini Aborsi, antara Fakta dan Norma. Retrieved Senin,
2 Juli 2001 from http://www.kompas.com/kompas
cetak/0107/02/dikbud/abor35.
Ada 2,3 Juta Aborsi di Indonesia Setiap Tahun. Retrieved Jumat, 3 Maret
2000 from http://www.kompas.com/kompas
cetak/0003/03/iptek/ada 10. htm
http: //www.aborsi.net/resiko.htm/senin 20 oktober 2003
Opini. From http://www.kompas.com/kompas
cetak/0104/04/daerah/dkks19.htm/aborsi di indonesia
___ from http://www.kompas.com/kompas-
cetak/O 104/04/daerah/dkks 19 .htm/unsafe abortion
___ from http://www.kompas.com/kompas
cetak/0104/04/daerah/dkks 19.htm/pro dan kontra .
. Waryono, eko. Memberikan Pifihan kepada Perempuan. Retrieved Rabu, 15
November 2000 from http://www.kompas.com/kompas
cetak/0011/15/dikbud/memb28.htm /Kompasleko waryono.