-
i
KESANTUNAN SAPAAN VERBAL GURU KEPADA SISWA
DI SMP ALOYSIUS TURI YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2017/2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Clara Wahyu Kurnia Pangestuti
NIM: 131224002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
SKRIPSI
KESANTUNAI\T SAPAAN YEBBAL GURU I(EPADA SISWA
*i S}€F ATGYSTUS TUFJ YECYAHAR?ATAITUN AJARAN 2T17 |zffI*
Prof. Dr. Praaowo, M.Pd. Tanggal, 16 Januari 2018
g#5.gr fl"i:lyi:-,\ b
,ing .r r ^-b"".;.enc
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
SKRIPSI
KESAI{TU|'{AJ\ SAFAA|.i }'ERBAL CURiJ KEPADA SiSWA
DI SMP ALOYSIUS TURI YOGYAKARTA
TAiiLT{ AJAPTAi\ 29r,7 i7018
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Clara \Mahyu Kurnia Pangestuti! -11224{!{!?
Telah dipertahankan di depan Panitia Pengujin .'!-- a-.-----"..-.!. "-\(} f.,.-...,,-: an! elr-.iu{i ls.riBH.ai. !; -scii!;s.{i iu.l {;
dan telah diny atakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
iiam* i,engkap
Ketua
Sekretaris
t ,--.-.-a-- 1l urFFv!s r
Anggota2
Anggota 3
Rishe Purnama Dewi, S.Pd.. M.Hum.
Dr. R. Kunjana Raharcii, M.Hum.
! ! nl-'i.-.i i i!_ -_iii-.,!!i!'! ,\i l-.f
Dr. Yuliana Setyaningsih. M.Pd.
Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.
Yogyakarta, 29 Jarnari 20 18
FakLrltas Kegurua-n dar: iimtr Penrlirlika.nt l,^:-.^-,..-;.^^ ('---.^a^ I \l-...-.^-^Lilrli el-irrus -*l!a[a I-,Ilat IilJ
lll
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
MOTO
“ Hidup itu bukan masalah maju atau mundur, tetapi bagaimana caranya tetap
bertahan pada langkah yang akan membawa kita kepada masa depan”.
(Clara Wahyu Kurnia P.)
“ Mengapa kita harus membela diri ketika kita disalahpahami atau dihakimi
dengan keliru? Tinggalkanlah hal itu. Mari kita tidak mengucapkan apapun.
Merupakan hal yang manis untuk membiarkan orang lain menghakimi kita dengan
cara yang mereka suka. Oh keheningan yang terberkati, yang memberi begitu
banyak kedamaianbagi jiwa!”
(St. Therese of Lisieux)
“Kesalahan tidak akan menjadi kebenaran walau berulang kali diumumkan,
sebaliknya, kebenaran tidak akan jadi kesalahan walau tak seorang pun
mengetahuinya”.
(Mahatma Gandhi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
2. Orang tua tercinta, Ayah Yohanes Agus Budi Santoso dan Ibu Anastasia
Iswahyuni yang selalu mendoakan dan mendukung dalam hal keuangan
serta kasih sayang dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Adik saya satu-satunya Monika Kristiana Agista Putri yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Alm. Yohanes Agus Iswahyudi dan Arista Kristianto yang selalu menjadi
pendoa sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tempat dimana peneliti menempuh
pendidikan dan menuntut ilmu.
6. Keluarga, sahabat dan teman-teman yang terkasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vi
ABSTRAK
Pangestuti, Clara Wahyu Kurnia. 2018, “Kesantunan Sapaan Verbal Guru
kepada Siswa di SMP Aloysius Turi Yogyakarta.” Skripsi. Yogyakarta:
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini menganalisis tentang kesantunan sapaan verbal guru
kepada siswa di sekolah. Penelitian ini memiliki dua sub rumusan masalah yaitu
bagaimana kesantunan sapaan verbal guru kepada siswa di SMP Aloysius Turi
Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018, dengan sub masalah bagaimana wujud dan
ciri penanda spaan verbal guru kepada siswa serta apa maksud sapaan verbal guru
kepada siswa. Tujuan utama yaitu mendeskripsikan kesantunan sapaan verbal
guru kepada siswa di SMP Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018.
Penelitian ini memiliki dua sub tujuan. Pertama, mendeskripsikan wujud dan ciri
penanda kesantunan sapaan verbal. Kedua, mendeskripsikan maksud sapaan vebal
guru kepada siswa.
Peneliti untuk mengumpulkan data menggunakan teknik merekam dan
mencatat. Data diambil selama bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2017.
Instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti itu sendiri. Analisis data dilakukan
dengan tahapan: (1) mengidentifikasi data yang telah dikumpulkan, (2)
mengklasifikasi hasil temuan berdasarkan prinsip kesantunan milik Leech, faktor
penentu kesantunan serta indikator kesantunan, (3) menginterpretasi maksud dari
data yang diperoleh, (4) mendeskripsikan hasil analisis data tersebut.
Hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti menemukan
wujud dan ciri penanda kesantunan sapaan verbal guru kepada siswa di SMP
Aloysius Turi Yogyakarta. Wujud kesantunan sapaan verbal adalah tuturan yang
memenuhi prinsip kesantunan, yakni 62 pematuhan terhadap maksim Leech.
Wujud itu sendiri adalah tuturan verbal guru kepada siswa, sedangkan ciri
penanda dalam penelitian ini adalah indikator kesantunan yaitu menjaga suasana
perasaan mitra tutur, mempertemukan perasaan penutur dengan mitra tutur,
menjaga agar tuturan agar dapat diterima oleh mitra tutur, menjaga agar dalam
tuturan terlihat ketidakmampuan penutur, memposisikan lawan tutur dalam posisi
tinggi, menjaga tuturan agar apa yang dikatakan penutur juga dirasakan mitra
tutur serta pemilihan kata atau diksi. Peneliti juga menemukan sepuluh (10)
maksud dalam penelitian ini yaitu maksud menyuruh, mengingatkan, menegur,
memberi candaan, menyapa, menanyakan, meminta, menyindir, memuji,
memberitahu dan mengetahui.
Kata Kunci: Kesantunan berbahasa, Wujud dan Ciri penanda
kesantunan, Fungsi sapaan, dan Maksud.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vii
ABSTRACT
Pangestuti, Clara Wahyu Kurnia. 2018, “The Politeness of Teacher's
Vocational Greetings to Students in SMP Aloysius Turi Yogyakarta
Academic Years 2017/2018.’’ Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language
Education and Literature Study Program, Department of Language
Education and Art, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata
Dharma University.
This study analyzed the politeness of teacher's vocational greetings to
students in SMP Aloysius Turi Yogyakarta. This study has a main goal to describe
teacher's verbal greetings toward students at SMP Aloysius Turi Yogyakarta
academic years 2017/2018. Furthermore, this research has two sub-goals. First,
describing the form and characteristic of teachers’ verbal manners of greeting.
Second, describing ideas of teachers’ verbal manners of greeting toward students.
In this research, the researcher used two methods to collect data namely
recording and taking notes. Meanwhile, the data were taken in July until August
2017. The instrument in this study was the researcher it self. Thus, The data
analysis was done by four steps: (1) Identifying the data that has been collected
before, (2) Classifying the result based on Leech’s manners principal, (3)
Interpreting the meaning of data, (4) describing the result of analysis data.
Based on the findings, the researchers found that the form and
characteristic of teachers’ verbal manners toward students at SMP Aloysius Turi
Yogyakarta. They were fulfilled with Leech’s manners principal, the researcher
also found 62 discipline manners about Leech’ maxim indicators. According to
the analysis data, the researcher found politeness indicators namely diction and
three function of greeting; (1) to attract attentions, (2) to recognize the
messengers, (3) to keep a good relationship among society. The researcher also
analyzed the meaning of greeting in order to observe the politeness of greeting
that used by teacher toward students.
Key word: Politeness of speaking, form and characteristic of speakers, Funtion
and meaning of greeting.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas
berkat rahmat serta pertolongannya yang telah dilimpahkan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Penulisan skripsi
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari kata sempurna dan
penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas arahan, bantuan serta bimbingan
dari berbagai pihak. Penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak tersebut sebagai berikut:
1. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan,
pendampingan, dan nasihat kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi
ini.
2. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia serta triangulator bagi penulis yang
telah memberikan dukungan, pendampingan, dan nasihat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ix
3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
memberikan dukung, motivasi, pendampingan, saran, dan pengarahan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik penulis dalam mendalami
ilmu bahasa dan sastra Indonesia sebagai bekal dalam dunia pendidikan.
5. Th. Rusmiyanti, selaku staf sekretariat Program Studi Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma yang selalu memberikan
informasi yang berkaitan dengan perkuliahan maupun penyelesaian skripsi
ini.
6. Orang tua tercinta, Ayah Yohanes Agus Budi Santoso dan Mama
Anastasia Iswahyuni yang selalu mendoakan dan mendukung dalam hal
keuangan serta kasih sayang dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Adik saya satu-satunya Monika Kristiana Agista Putri yang selalu
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga baru penulis selama berada di Yogyakarta Second Family
(Alexandra Taum, Anggraini Taruk, Tursina Ayun Sundari dan Yohana
Augusta Wokabelolo), serta Keluarga Marmut (Cicilia Kumara Hadiyanti,
Indah Rahayu dan Yohana Augusta Wokabelolo), yang telah memberikan
dukungan, kasih sayang, penghiburan, serta saran ketika penulis sedang
merasa kalut selama penulis berada di Yogyakarta sampai pembuatan
skripsi ini dapat selesai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9. Kepada teman-teman yang memberikan saran terhadap penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini Timotius Tri Yogatama, Riska Safitri dan
Elisabeth Riski Titasari. Sehingga penulis mendapatkan banyak masukan
selama pembuatan skripsi ini.
10. Seluruh teman-teman seperjuangan PBSI angkatan 2013 kelas A dan B
yang selalu memberi dukungan dan doa kepada peneliti dalam
penyelesaian skripsi ini.
11. Kakak-kakak (Brigitta Swaselia Kasita dan Maria Yunita Angelina) yang
senantiasa memberikan dukun gan dan nasihat-nasihat kepada peneliti.
12. Seluruh. pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam
memberikan dukungan, dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kdtik dan saran. Penulis juga berharap
agar penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak terutama dalam
bidanh akademis.
Yogyakart a, 29 J anuai 20 I 8
Penulis,
Clara Wahyu Kurnia Pangestuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PERNYATAAII KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuatkarya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.
Yogyakart a, 29 I arutai 20 I 8
Penulis,
Clara Wahyu Kurnia Pangestuti
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
T]NTUK KEPENTINGAI\ AKADEMIS
Yang betanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
nama : Clara Wahyu Kurnia Pangestuti
NIM :131224002demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada PerpustakaanUniversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
KESANTUNAN SAPAAN VERBAL GURU KEPADA
SISWA DI SMP ALOYSIUS TURI YOGYAKARTA TAHT]N
AJARA}I 2OI7 12018 KAJIAN PRAGMATIK.
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di intemet atau media
lain untuk kepentingan akadernik tanpa perlu meminta izin dari saya maupun
mernberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 29 I arluan 20T8
Penulis
Clard ahyu Kumia Pangestuti
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN MOTO ....................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR..................................................................................... viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.......................................................... xi
PERNYATAAN PUBLIKASI........................................................................ xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
1.5 Batasan Istilah ........................................................................................ 6
1.6 Sistematika Penyajian ............................................................................. 7
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 9
2.1 Kajian Teori Terdahulu yang Relevan .................................................. 9
2.2 Pragmatik ............................................................................................. 10
2.3 Kesantunan Berbahasa .......................................................................... 12
2.4 Tindak Tutur ......................................................................................... 15
2.5 Prinsip Kesantunan Leech .................................................................... 18
2.6 Faktor Penentu Kesantunan ................................................................. 23
2.7 Indikator Kesantunan Menurut Pranowo ............................................. 24
2.8 Tuturan Sapaan ..................................................................................... 26
2.9 Konteks .................................................................................................. 29
2.10 Maksud ................................................................................................ 31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
2.11 Kerangka Berpikir ............................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 39
3.1 Jenis Penelitian ......................................................................................... 39
3.2 Sumber Data dan Data ............................................................................. 40
3.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 41
3.4 Instrumen Penelitian ................................................................................. 41
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................ 41
3.6 Triangulasi Data ........................................................................................ 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 45
4.1 Deskripsi Data............................................................................................ 45
4.2 Hasil Penelitian........................................................................................... 47
4.2.1 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru kepada
Siswa .............................................................................................
48
4.2.1.1 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru
kepada Siswa berdasarkan Maksim Kebijaksanaan.............
49
4.2.1.2 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru
kepada Siswa berdasarkan Maksim Kedermawanan...........
51
4.2.1.3 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru
kepada Siswa berdasarkan Maksim Penghargaan................
54
4.2.1.4 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru
kepada Siswa berdasarkan Maksim Kesederhanaan............
56
4.2.1.5 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru
kepada Siswa berdasarkan Maksim Permufakatan..............
59
4.2.1.6 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru
kepada Siswa berdasarkan Maksim Kesimpatisan...............
62
4.2.2 Maksud Kesantunan Sapaan Verbal Guru kepada Siswa............... 64
4.2.2.1 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan
Maksim Kebijaksaan...........................................................
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
4.2.2.2 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan
Maksim Kedermawanan......................................................
66
4.2.2.3 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan
Maksim Penghargaan...........................................................
67
4.2.2.4 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan
Maksim Kesederhanaan.......................................................
65
4.2.2.5 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan
Maksim Permufakatan........................................................
69
4.2.2.6 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan
Maksim Kesimpatisan.........................................................
71
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................... 73
4.3.1 Wujud dan Ciri Penanda Sapaan Verbal ....................................... 74
4.3.2 Maksud Kesantunan Sapaan Verbal .............................................. 80
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 82
5.1 Simpulan ............................................................................................... 82
5.2 Saran...................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 85
LAMPIRAN...................................................................................................... 87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Interaksi menurut KBBI (2008:542) yaitu hal saling melakukan aksi,
berhubungan, memengaruhi; antarhubungan. Sedangkan interaksi sosial itu
sendiri adalah hubungan sosial yang dinamis antara perseorangan dan
perseorangan, antara perseorangan dan kelompok, dan antara kelompok dan
kelompok. Melalui sebuah interaksi sosial itulah, sebuah komunikasi dapat terjadi.
Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua
orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (KBBI,
2008:721). Adanya komunikasi akan mempermudah terjadinya interaksi dan
bahasa merupakan salah satu alat yang digunakan untuk berkomunikasi. Budaya
dapat mempengaruhi cara individu maupun kelompok itu dalam berinteraksi dan
berkomunikasi. Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Bahasa
menentukan harkat, martabat, sikap, dan perilaku seseorang, Sapir dan Whorf
(dalam Pranowo, 2009:7).
Berdasarkan kebudayaan tingkat kesantunan antardaerah dapat dikatakan
berbeda-beda. Santun sendiri dapat diartikan halus dan baik (budi bahasanya,
tingkah lakunya). Kesantunan saat berbahasa merupakan cerminan diri, karena
saat kita berbahasa santun dengan orang lain pun menjadi tertarik dengan
percakapan yang sedang berlangsung. Tingkat kesantunan seseorang juga
tergantung pada mitra tuturnya, maksudnya adalah siapa yang diajak berbicara,
hampir di setiap daerah memiliki kesamaan dalam bertutur. Seorang pemuda akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
berbicara lebih sopan kepada orang yang lebih dewasa atau seseorang yang
memiliki umur lebih tua dari padanya, berbeda dengan ketika pemuda tersebut
berbicara dengan teman sebayanya.
Contoh lainnya adalah tuturan yang terjadi antara pedagang dengan pembeli
akan berbeda dengan tuturan yang dilakukan oleh guru dengan murid. Austin
(dalam Pranowo, 2009:2) mengemukakan bahwa setiap ujaran dalam tindak
komunikasi selalu mengandung tiga unsur yaitu (1) tindak lokusi berupa ujaran
yang dihasilkan oleh penutur, (2) tindak ilokusi berupa maksud yang terkandung
dalam tuturan, dan (3) tindak perlokusi berupa efek yang ditimbulkan oleh
tuturan.
Kasus-kasus seperti itulah yang membuat kesantunan menjadi sangat penting
untuk diteliti terutama kesantunan verbal yang dituturkan guru kepada murid.
Tingkat kesantunan sebuah sapaan dapat dilihat dari cara guru menyapa murid-
muridnya. Santun atau tidaknya sebuah sapaan itu tergantung dari bahasa yang
digunakan oleh guru dan bagaimana cara guru menyampaikannya. Masih banyak
orang yang tidak lagi memperhatikan tingkat kesantunan sebuah bahasa maupun
percakapan yang digunakan. Karena hal-hal kecil seperti itu sudah jarang
mendapatkan perhatian dari masyarakat.
Rahardi (2005:119) mengatakan bahwa semakin panjang tuturan yang
digunakan, akan cenderung semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin
pendek sebuah tuturan, akan cenderung tidak santunlah tuturan itu. Dalam tuturan
bahasa Indonesia, sebuah tuturan itu sendiri dianggap santun apabila penutur
menggunakan kata-kata yang santun, dalam artian tidak mengejek, tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
merendahkan, ataupun tidak mengandung unsur SARA yang dapat menyinggung
perasaan mitra tutur. Kesantunan saat menyapa perlu juga diperhatikan terutama
sapaan yang dilontarkan oleh guru kepada siswanya. Ada saatnya guru merasa
kedudukannya lebih tinggi dari siswanya sehingga dengan mudahnya guru
menyapa siswanya secara tidak sopan misalnya menyapa dengan menggunakan
nama ejekan yang diberikan oleh siswa lain. Hal tersebut tentu akan membuat
siswa malu atau bahkan tersinggung. Guru akan lebih dihormati apabila dapat
menjaga kesantunannya, salah satunya melalui sebuah sapaan.
Meskipun dalam ilmu pragmatik kesantunan berbahasa baru mulai
mendapatkan perhatian, konsep etika berbahasa ini dapat dikatakan menjadi
bagian dalam komunikasi verbal masyarakat manapun sebelum dikenal dalam
pragmatik. Kesantunan berbahasa, secara tradisional telah diatur oleh norma-
norma dan moralitas masyarakat yang diinternalisasikan dalam konteks budaya
dan kearifan lokal. Tata krama berbahasa antara yang muda dan tua, sudah lama
hidup dalam komunikasi verbal. Namun, sangat disayangkan hal itu sudah mulai
sirna mengikuti arus negatif westernisasi yang membawa ideologi liberal.
Tulisan ini akan memberikan pandangan teoretis mengenai kesantunan
berbahasa yang mana dapat dijadikan acuan untuk kembali melakukan refleksi
atas penggunaan bahasa sehari-hari. Refleksi untuk melihat nilai kesantunan
dalam penggunaan bahasa sehari-hari terbilang penting, karena bahasa bukan
hanya sebagai instrumen komunikasi, melainkan juga ajang realisasi diri yang
santun dan beretika. Semakin santun orangnya, semakin baik budi pekertinya.
Hal itulah yang sedang dibutuhkan Indonesia, maka dari itu diperlukan perhatian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
khusus terhadap kesantunan, baik kesantunan dalam bertutur maupun saat
menyapa individu lain, agar tercipta sebuah rasa menghormati antar manusia.
Sebenarnya, rasa menghormati, rasa memiliki dan perasaan peduli terhadap
manusia lain sudah ada sejak zaman dahulu. Karena hal-hal tersebut merupakan
salah satu bagian dari norma-norma yang berlaku di masyarakat. Jika norma-
norma dalam tradisi lokal menanamkan kesantunan dalam berbahasa, mungkin
belum terjadi pemilahan antara kesopanan dan kesantunan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah utama dalam
penelitian ini adalah bagaimana kesantunan sapaan verbal guru kepada siswa di
SMP Aloysius Turi Yogyakarta?
Berdasarkan rumusan masalah utama di atas, penelitian ini juga menemukan
beberapa sub-sub masalah tersebut akan diuraikan di bawah ini.
1. Bagaimana wujud dan ciri penanda kesantunan sapaan verbal guru kepada
siswa di SMP Aloysius Turi Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018?
2. Apa maksud sapaan verbal guru kepada siswa di SMP Aloysius Turi
Yogyakarta 2017/2018?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas terdapat rumuan masalah utama dan sub-
sub masalah. Tujuan penelitian dari rumusan masalah utama adalah
mendeskripsikan kesantunan sapaan verbal guru kepada murid di SMP Aloysius
Turi Yogyakarta. Pada sub-sub masalah yang telah dipaparkan diatas tujuan
penelitiannya sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
1. Mendeskripsikan wujud dan ciri penanda kesantunan sapaan verbal guru
kepada siswa di SMP Aloysius Turi Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018.
2. Mendeskripsikan maksud sapaan verbal guru kepada siswa di SMP
Aloysius Turi Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan
pandangan dan kontribusi mengenai kesantunan yang dapat digunakan oleh
masyarakat, khususnya kesantunan sapaan guru kepada murid.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh
guru untuk melihat kesantunan yang digunakan saat menyapa para
murid di sekolah.
2. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh para siswa untuk
dapat berkomunikasi secara lebih santun kepada guru.
3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak sekolah
sebagai evaluasi kesantunan para guru dalam menyapa murid.
4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan
tentang kesantunan yang digunakan di masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
1.5 Batasan Istilah
Pembahasan dalam penelitian ini tentu hanya mencakup beberapa hal saja,
1. Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur
(atau penulis)dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca) (Yule,
2006:3).
2. Konteks
Konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama
dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang membantu mitra tutur untuk
menafsirkan makna tuturan (Leech, 1993 : 20).
3. Kesantunan Berbahasa
Fraser (dalam Gunarwan, 1994:88) mengartikan kesantunan sebagai
properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut
pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak
mengingkari kewajibannya. Definisi di atas dapat diartikan bahwa tingkat
kesantunan dari tuturan adalah penilaian dari oang lain, bukan dari si
penutur.
4. Tuturan Sapaan
Tuturan sapaan adalah hubungan komunikasi langsung antara pembicara
dengan mitra wicaranya. Tuturan sapaan ini akan merujuk kepada mitra
tutur agar perhatiannya tertuju kepada pembicaraan dan digunakan oleh
pembicara untuk saling menyapa atau menegur dalam suatu peristiwa
komunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
5. Maksud
Menurut Chaer (2009:35) maksud dapat dilihat dari segi si pengujar,
orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Di sini orang yang berbicara
itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frasa, tetapi
yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu
sendiri.
1.6 Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan istilah, dan sistematika penyajian.
Bab II berisi landasan teori yang digunakan untuk menganalisis masalah-
masalah yang diteliti, yaitu tentang kesantunan berbahasa secara verbal. Teori-
teori yang dikemukakan dalam bab II ini adalah teori tentang kajian teoretis (1)
pengertian pragmatik, (2) konsep kesantunan berbahasa, (3) ruang lingkup bahasa
verbal, (4) prinsip dan indikator kesantunan berbahasa, (5) konteks, dan (6)
kerangka berpikir.
Bab III berisi metode penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur yang
akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Bab III berisi uraian (1)
jenis penelitian, (2) sumber data dan data, (3) metode dan teknik pengumpulan
data, (4) instrumen penelitian, (5) metode dan teknik analisis data, (6) analisis
data, dan (7) trianggulasi hasil analisis data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
Bab IV berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3) pembahasan
hasil penelitian. Bab V berisi tentang simpulan penelitian dan saran untuk
penelitian kesantunan berbahasa verbal dan non verbal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini peneliti menguraikan tentang landasan teori, dan kerangka
berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik
sejenis yang dilakukan oleh peneliti lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori
yang digunakan sebagai landasan analisis yang terdiri atas teori prinsip
kesantunan, teori fungsi sapaan sebagai penanda kesantunan, dan teori konteks.
Kemudian, kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang digunakan peneliti
berdasarkan pada landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.
2.1 Kajian Teori Terdahulu yang Relevan
Ada beberapa tulisan yang masih relevan dengan penelitian ini. Penelitian-
penelitian tersebut menjadi acuan peneliti dalam merumuskan tingkat kesantunan
yang terjadi di masyarakat. Terutama kesantunan sapaan guru kepada murid
melalui penggunaan bahasa.
Penelitian pertama milik Fendi Eko Prabowo (2016) dengan judul
“Kesantunan Berbahasa Dalam Kegiatan Diskusi Kelas Mahasiswa PBSI
Universitas Sanata Sharma Angkatan 2014”. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan pada kondisi yang
alamiah dan lebih menandai akan hasil penelitian sesuai dengan sikap serta
pandangan peneliti terhadap adanya (tidak adanya) penggunaan bahasa daripada
menandai cara penanganan bahasa tahap demi tahap, langkah demi langkah.
Peneliti menemukan persamaan teori yang digunakan oleh Fendi yaitu
penggunaan prinsip kesantunan berbahasa milik Leech. Hasil dari penelitian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
dilakukan oleh Fendi Eko Prabowo yaitu peneliti menemukan bentuk tuturan
santun dan tidak santun pada saat pengambilan data. Peneliti menemukan dua
puluh dua (22) pematuhan terhadap maksim Leech serta emapt puluh delapan (48)
pelanggaran terhadap maksim Leech.
Penelitian kedua milik Fransisca Dike Desintya Dipta Sasmaya (2014) dengan
judul “Tingkat Kesantunan Berbahasa Pedagang “PERKO” Trotoar Malioboro
Yogyakarta (Suatu Tinjauan Sosiopragmatik). Jenis penelitian yang digunakan
peneliti adalah deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data observasi
partisipatif dan metode simak-catat. Teknik analisis data deskriptif dan
kontekstual. Peneliti menemukan kesamaan teori dengan peneltian terdahulu milik
Fransisca Dike yaitu penggunaan teori sapaan milik Kridalaksana yang
menyatakan bahwa kata sapaan merujuk pada kata atau ungkapan yang dipakai
untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa.
Penelitian berjudul “Tingkat Kesantunan Berbahasa Pedagang “PERKO”
Trotoar Malioboro Yogyakarta (Suatu Tinjauan Sosiopragmatik) mendapatkan
temuan bahwa tingkat kesantunan berbahasa penjual dan pembeli sangatlah
rendah. Hal ini dikarenakan mereka menggunakan bahasa sehari-hari atau dapat
dikatakan menggunakan bahasa sesuka nereka dalam bertransaksi jual beli.
2.2 Pragmatik
Pragmatik menurut Thomas dan Yule (dalam Cummings: 2007)
mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari makna yang muncul
dalam interaksi. Hanya saja ada sedikit misunderstanding tentang apa itu
pragmatik. Bermula dari paparan Charles Morris (dalam Cummings, 2007) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
mengatakan bahwa pragmatik adalah salah satu sistem semiotik selain sintaksis
dan semantik, beberapa orang memiliki pemahaman bahwa pragmatik itu ya
semiotik, sehingga aplikasi konsep pragmatik ini diterapkan seperti layaknya
penerapan konsep semiotik sosial.
Yule (2006:3) mengemukakan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna
yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar
(atau pembaca). Oleh karena itu, pragmatik lebih banyak berhubungan dengan
analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya dari pada
dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang di gunakan dalam tuturan itu
sendiri. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Levinson (dalam Tarigan,
1986: 33), yang mengartikan pragmatik sebagai telaah mengenai relasi antara
bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan
pemahaman bahasa. Pragmatik linguistik berada di persimpangan antara sejumlah
bidang di dalam dan di luar ilmu pengetahuan kognitif, bukan hanya ilmu
linguistik, psikologikognitif, antropologi kultural, dan filsafat (logika, semantik,
teori tindakan), tetapi juga sosiologi (dinamika interpersonal dan kajian konvensi
social) dan retorika memberikan kontribusi terhadap bidang kajian ini
(Cummings, 2007:1).
Cruise (dalam Cummings, 2007:2), pragmatik dapat dianggap berurusan
dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang
disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang
diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, (b) namun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
juga muncul secara alamiah dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan
secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut.
Pragmatik sendiri lebih berkenaan dengan tuturan yang digunakan oleh
penutur dalam interaksi, apa sebenarnya maksud di balik ujaran yang dia
eksekusi, bagaimana penutur bisa menangkap maksud yang bahkan tuturan itu
tidak eksplisit, bagaimana tuturan itu bisa mengakomodasi maksud yang beda
manakala aspek konteks berubah, bagaimana setiap maksud dari sebuah tuturan
itu bisa juga memiliki kekuatan yang membuat lawan bicara itu merespon dengan
sebuah reaksi tertentu. Semua itu memerlukan sistem semion bentuk lain yang
sifatnya kontekstual.
Dalam konteks ini, sebuah ujaran atau tuturan yang digunakan oleh seorang
penutur dalam interaksi itu sebenarnya memiliki tiga dimensi makna, yaitu makna
yang muncul dari satuan-satuan yang dirangkai dengan kaidah struktur klausa atau
yang disebut sebagai makna lokusi yaitu makna yang dikandung oleh tuturan itu
dalam konteks interaksi atau yang dikenal dengan nama makna ilokusi atau daya
pragmatik (pragmatic force) dan daya tuturan yang mampu menggerakkan lawan
bicara.
2.3 Kesantunan Berbahasa
1. Teori Kesantunan Berbahasa menurut Brown dan Levinson
Brown dan Levinson (1987) mengatakan teori kesantunan berbahasa itu
berkisar atas nosi muka (face). Semua orang yang rasional punya muka (dalam
arti kiasan tentunya), dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dan sebagainya.
Ungkapan-ungkapan dalam bahasa Indonesia seperti kehilangan muka,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
menyembunyikan muka, menyelamatkan muka, dan mukanya jatuh, mungkin
lebih bisa menjelaskan konsep muka ini dalam kesantunan berbahasa. Muka ini
harus dijaga, tidak boleh direndahkan orang. Menurut Brown dan Levinson (1987)
sebuah tindak tutur dapat merupakan ancaman terhadap muka. Tindak tutur ini
oleh Brown dan Levinson disebut sebagai Face Threatening Act (FTA). Untuk
mengurangi kekerasan ancaman itulah di dalam berkomunikasi kita tidak harus
selalu menaati.
2. Teori Kesantunan Berbahasa menurut Pranowo
Pranowo tidak memberikan teori mengenai kesantunan berbahasa, melainkan
memberi pedoman bagaimana berbicara secara santun. Menurut Pranowo (dalam
Chaer, 2010:62), suatu tuturan akan terasa santun apabila memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Menjaga suasana perasaan lawan tutur sehingga dia berkenan bertutur
dengan kita.
b. Mempertemukan perasaan kita (penutur) dengan perasaan lawan tutur
sehingga isi tuturan sama-sama dikehendaki karena sama-sama
diinginkan.
c. Menjaga agar tuturan dapat diterima oleh lawan tutur karena dia
sedang berkena di hati.
d. Menjaga agar dalam tuturan terlihat ketidakmampuan penutur di
hadapan lawan tutur.
e. Menjaga agar dalam tuturan selalu terlihat posisi lawan tutur selalu
berada pada posisi yang lebih tinggi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
f. Menjaga tuturan selalu terlihat bahwa apa yang dikatakan kepada
lawan tutur juga dirasakan oleh penutur.
Pranowo dalam bukunya Berbahasa secara santun (2009:13) juga
mengemukakan alasan mengapa manusia harus berbahasa secara santun kepada
mitra tutur karena mengeluarkan pernyataan atau mengaktualisasi diri secara
bebas bukan berarti tanpa batas. Dalam berucap dan berperilaku, seseorang tidak
harus melanggar hukum dan pranata sosial maupun pranata budaya. Meskipun
sudah ada pranata sosial dan budaya, janganlah seseorang baru berbuat santun
setelah dikucilkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, perilaku hendaknya selalu
dijaga agar ketika berbicara maupun berperilaku tidak perlu diperingatkan oleh
hukum maupun pranata sosial dan budaya. Setiap orang hendaknya selalu
menjaga diri agar ucapan dan perilakunya tidak melanggar hukum maupun
pranata sosial dan pranata budaya.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang dapat menimbulkan interaksi antar
penutur dengan mitra tutur. Ada tiga hal penting ketika penutur berinteraksi
dengan mitra tutur. Pertama, mitra tutur diharapkan dapat memahami maksud
yang disampaikan oleh penutur. Dengan demikian, interaksi antara penutur
dengan mitra tutur dapat komunikatif. Jika mitra tutur tidak mampu memahami
pesan yang disampaikan oleh penutur, komunikasi akan gagal. Sebaliknya, jika
mitra tutur mampu memahami maksud penutur, komunikasi akan berhasil. Kedua,
setelah mitra tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek
tuturan yang lain. Mitra tutur tidak cukup hanya disuguhi dengan maksud. Mereka
juga ingin mendapatkan persepsi mengenai penutur. Persepsi mitra tutur terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
penutur akan diperoleh melalui cara menyampiakna maksud menggunakan
bahasa. Jika cara menyampaikan maksud dilakukan oleh penutur dengan bahsa
yang mudah dipahami, persepsi penutur akan mengatakan bahwa penutur sangat
mahir menjelaskan suatu pokok masalah kepada mitar tutur. Jika penutur
menggunakan kata-kata yang enak dirasakan, mitra tutur akan mempersepsi
penutur sebagai orang yang santun.
Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang
ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antara
penutur dengan mitra tutur. Pada saat interaksi antara penutur dengan mitra tutur
sedang berlangsung, orang ketiga yang sedang berada di luar pembicaraan pun
sering ikut memersepsi tuturan penutur. Orang ketiga akan mempersepsikan
seberapa tingkat kejelasan maksud tuturan dan seberapa tingkat kesantunan
berbahasa penutur.
Berbahasa dan berperilaku santun merupakan kebutuhan setiap orang, bukan
sekadar kewajiban. Seseorang berbahasa dan berperilaku santun sebenarnya lebih
dimaksudkan sebagai wujud aktualisasi diri. Pada dasarnya aktualisasi diri dengan
berbahasa dan berperilaku santun dapat berkenan bagi mitra tutur hanyalah efek
bukan tujuan. Setiap orang harus menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri.
Hal ini dimaksudkan agar orang lain juga mau menghargainya. Inilah hakikat
berbahasa secara santun.
2.4 Tindak Tutur
Tutur atau tuturan yaitu sesuatu yang dituturkan, tidak sengaja menuturkan,
terucapkan, atau terlafalkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:1511).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
Tuturan tersebut dapat berupa kata, frasa, atau kalimat yang diucapkan ketika
sedang berkomunikasi. Ujaran tersebut bisa berbentuk pernyataan untuk
memberikan informasi atau pernyataan untuk menanyakan informasi.
Menurut Searle (dalam Nadar, 2009:12) berpendapat bahwa unsur yang
paling kecil dalam komunikasi adalah tindak tutur seperti menyatakan, membuat
pertanyaan, memberi perintah, menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima
kasih, mengucapkan selamat, dan lain-lain. Austin dalam bukunya How to Do
Things With Words (1962) mengatakan bahwa secara analitis dapat dipisahkan
tiga macam tindak bahasa yang terjadi secara serentak, yaitu lokusi, ilokusi,
perlokusi (Nababan, 1987:18). Pertama, tindak lokusi (lokutionary act) yang
mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa
hubungan subjek dengan suatu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa
hubungan subjek dengan predikat, atau topik dengan penjelasan dalam sintaksis
(Nababan, 1987:18). Tindak tutur lokusi bisa berupa kata, frasa atau kalimat yang
digunakan penutur untuk mengatakan sesuatu. Kedua, tindak ilokusi
(illocutionary act), yaitu pengucapan suatu pernyataan, janji, tawaean, pertanyaan,
dan sebagainya. Tindak ilokusi berarti melakukan suatu tindakan dengan maksud
dan fungsi tertentu. Ketiga, tindak perlokusi adalah tindak membubuhkan
pengaruh kepada diri sang mitra tutur. Perlokusi (perlocutionary act) merupakan
hasil atau efek yang diharapkan timbul pada diri si pendengar sesuai dengan
situasi dan kondisi penuturan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
Yule (2006: 92–94) mengklasifikasikan tindak tutur menjadi 5 jenis fungsi
umum, yaitu deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Berikut ini
adalah penjelasan dari setiap jenis tersebut.
1. Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan.
Penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus,
untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat.
2. Representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini
penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan,
dan pendeskripsian tentang sesuatu yang diyakini oleh penutur.
3. Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan
oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan
psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan,
kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan.
4. Direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh
orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang
menjadi keinginan penutur.
5. Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk
mengaitkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang.
Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur.
Tindak tutur ini dapat berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Pada
waktu menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia
dengan kata-kata (lewat penutur).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
2.5 Prinsip Kesantunan Leech
Dalam menentukan santun atau tidaknya suatu tuturan dapat menggunakan
suatu prinsip tertentu. Leech menyampaikan enam maksim yang menjadi prinsip
kesantunan. Keenam maksim tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
a. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)
Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa
para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu
mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak
lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan
maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Apabila di
dalam bertutur orang berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat
menghindarkan sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun
terhadap si mitra tutur. Perasaan sakit hati merupakan akibat dari perlakuan yang
tidak menguntungkan pihak lain akan dapat diminimalkan apabila maksim
kebijaksanaan ini dipegang teguh dan dilaksanakan dalam kegiatan bertutur.
Dengan perkataan lain, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat
dilakukan apabila maksim kebijaksnaan dilaksanakan dengan baik.
b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan
diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain
akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan
memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
c. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)
Maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun
apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak
lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling
mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. Peserta tutur
yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan
sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan demikian, karena tindakan mengejek
merupakan tindakan tidak menghargai orang lain. Kerena merupakan perbuatan
tidak baik, perbuatn itu harus dihindari dalam pergaulan sesungguhnya.
d. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)
Maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan
dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya
sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam
kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Dalam
masyarakat dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak
digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang.
e. Maksim Permufakatan (Agreement Maxim)
Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim kecocokan menurut
Wijana (dalam Kunjana, 2006:64). Maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur
dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur.
Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur
dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan
bersikap santun. Di dalam masyarakat tutur Jawa, orang tidak diperbolehkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
memenggal atau bahkan membantah secara langsung apa yang dituturkan oleh
pihak lain.
Hal demikian tampak sangat jelas, terutama, apabila umur, jabatan, dan status
sosial penutur berbeda dengan si mitra tutur. Pada zaman kerajaan-kerajaan di
Pulau Jawa dahulu, orang yang berjenis kelamin wanita tidak di perkenankan
menentang sesuatu yang dikatakan dan diperintahkan sang pria. Kita dapat
mencermati orang bertutur pada zaman sekarang ini, seringkali didapatkan bahwa
dalam memperhatikan dan menanggapi penutur, si mitra tutur menggunakan
anggukan-anggukan tanda setuju, acungan jempol tanda setuju, wajah tanpa
kerutan pada dahi tanda setuju, dan beberapa hal lain yang sifatnya paralinguistik
kinesik untuk menyatakan maksud tertentu.
f. Maksim Kesimpatisan (Sympathic Maxim)
Maksim kesimpatisan yaitu para perserta tutur diharapkan dapat
memaksimalkan sikap simpati anatar pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap
antipati terhadap dalah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak
santun. Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa kesimpatisan
terhadap orang lain ini di dalam komunikasi kesehariannya. Orang yang bersikap
antipati terhadap orang lain, apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain,
akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat.
Kesimpatisan terhadap pihak lain sering ditunjukkan dengan senyuman,
anggukan, gandengan tangan, dan sebagainya.
Berbeda dengan yang disampaikan Leech di atas, didalam model
kesantunan Brown dan Levison (dalam Kunjana, 2006:68) terdapat tiga skala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala
termaksud ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural yang selengkapnya
mencakup skala-skala berikut.
a. Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social
distance between speaker and hearer)
Skala ini banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis
kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Berkenaan dengan perbedaan
umur antara penutur dan mitra tutur, lazimnya didapatkan bahwa semakin
tua umur seseorang, peringkat kesantunan dalam bertuturnya akan menjadi
semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang msaih berusia muda lazimnya
cenderung memiliki peringkat kesantunan yang rendah di dalam kegiatan
bertutur. Orang yang berjenis kelamin wanita, lazimnya memiliki peringkat
kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berjenis kelamin
pria.
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa wanita cenderung lebih
banyak berkenaan dengan sesuatu yang bernilai estetika dalam keseharian
hidupnya. Sebaliknya, pria cenderung jauh dari hal-hal itu karena lazimnya,
ia banyak berkenaan dengan kerja dan pemakaian logika dlama kegiatan
keseharian hidupnya. Latar belakang sosiokultural seseorang memiliki peran
sangat besar dalam menentukan peringkat kesantunan bertutur yang
dimilikinya. Orang yang memiliki jabatan tertentu di dalam masyarakat
cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan
kebanyakan orang, seperti petani, pedagang, kuli perusahaan, buruh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
bangunan, dan pembantu rumah tangga. Demikian pula, orang-orang kota
cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan
masyarakat desa. Pada zaman dahulu, para punggawa kerajaan terkenal
memiliki kesantunan bertutur relatif tinggi dibandingkan dengan orang-
orang kebanyakan, seperti pedagang, buruh perusahaan, petani, dan
sebagainya.
b. Skala peringkat status sosial (the speaker and hearer relative power)
atau seringkali disebut dengan peringkat kekuasaan (power rating)
Skala ini didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan
mitra tutur. Contohnya ketika ada seorang dokter berada dalam ruang
periksa sebuah rumah sakit, kedudukan seorang dokter lebih tinggi dari
pasien. Maka dari itu seorang dokter memiliki peringkat kekuasaan yang
lebih tinggi dari pasien. Sejalan dengan itu di sebuah jalan raya seorang
polisi lalu lintas dianggap memiliki peringkat kekuasaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan dokter rumah sakit yang pada saat itu kebetulan
melanggar peraturan lalu lintas. Sebaliknya, polisi yang sama akan jauh di
bawah seorang dokter rumah sakit dalam hal peringkat kekuasaannya
apabila sedang berada di sebuah ruang periksa rumah sakit.
c. Skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank
rating atau lengkapnya adalah the degree of imposition associated with
the required expenditure of good or service.
Skala ini didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu
dengan tindak tutur lainnya. Sebagai contoh, dalam situasi yang sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
khusus, bertamu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu
bertamu yang wajar akan dikatakan sebagai tidak tahu sopan santun dan
bahkan melanggar norma kesantunan yang berlaku pada masyarakat tutur
itu. Namun demikian, hal yang sama akan dianggap sangat wajar dalam
situasi yang berbeda. Pada saat di suatu kota terjadi kerusuhan dan
pembakaran gedung-gedung dan perumahan, orang berada di rumah orang
lain atau rumah tetangganya bahkan sampai pada waktu yang tidak
ditentukan.
2.6 Faktor Penentu Kesantunan
Faktor penentu kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi
pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor penentu kesantunan
dari aspek kebahasaan dapat diidentifikasi sebagai berikut (Pranowo, 2009:76).
Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan antara lain aspek
intonasi (keras lembutnya intonasi ketika seseorang berbicara), aspek nada bicara
(berkaitan dengan suasana emosi penutur, nada resmi, nada bercanda atau
bergurau, nada mengejek, nada menyindir), faktor pilihan kata dan faktor struktur
kalimat.
Aspek intonasi dalam bahasa lisan sangat menentukan santun tidaknya
pemakaian bahasa. Ketika penutur menyampaikan maksud kepada mitra tutur
dengan menggunakan intonasi keras, padahal mitra tutur berada pada jarak yang
sangat dekat dengan penutur, sementara mitra tutur tidak tuli, penutur akan dinilai
tidak santun. Sebaliknya, jika penutur menyampaikan maksud dengan intonasi
lembut, penutur akan dinilai sebagai orang yang santun. Namun, intonasi kadang-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
kadang dipengaruhi oleh latar belakang budaya masyarakat. Lembutnya intonasi
orang Jawa berbeda dengan orang Batak.
Aspek nada dalam bertutur lisan mempengaruhi kesantunan berbahasa
seseorang. Nada adalah naik turunnya ujaran yang menggambarkan suasana hati
penutur ketika sedang bertutur. Jika suasana hati sedang senang, nada bicara
penutur menaik dengan ceria sehingga terasa menyenangkan. Jika suasana hati
sedang sedih, nada bicara penutur menurun dengan datar sehingga terasa
menyedihkan. Jika suasana hati sedang marah, emosi, nada bicara penutur menaik
dengan keras, kasar sehingga terasa menakutkan.
Nada bicara tidak dapat disembunyikan dari tuturan. Dengan kata lain, nada
bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Namun, bagi
penutur yang ingin bertutur secara santun, hendaknya dapat mengendalikan diri
agar suasana hati yang negatif tidak terbawa dalam bertutur kepada mitra tutur.
Pilihan kata merupkan salah satu penetu kesantunan dalam bahasa lisan
maupun bahasa tulis. Ketika seseorang sedang bertutur, kata-kata yang digunakan
dipilih sesuai topik yang dibicarakan, konteks pembicaraan, suasana mitra tutur,
pesan yang disampaikan, dan sebagainya. Dalam bahasa lisan, kesantunan juga
dipengaruhi oleh faktor bahasa nonverbal, seperti gerak gerik anggota tubuh,
kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tangan, kepalan tangan, tangan
berkacak pinggang, dan sebagainya.
2.7 Indikator Kesantunan Pranowo
Selain menggunakan kaidah dan skala kesantunan untuk mengukur suatu
tuturan, pemilihan kata (diksi) juga memengaruhi kesantunan dalam proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
komunikasi. Pranowo (2009:103) memberikan saran agar komunikasi dapat terasa
santun, tuturan ditandai dengan hal-hal berikut.
1) Perhatikan suasana perasaan mitra tutur sehinga ketika bertutur dapat
membuat hati mitra tutur berkenan (angon rasa).
2) Pertemukan perasaan Anda dengan perasaan mitra tutur sehingga isi
komunikasi sama-sama dikehendaki karena sama-sama diinginkan (adu
rasa).
3) Jagalah agar tuturan dapat di terima oleh mitra tutur karena mitra tutur
sedang berkenan di hati (empan papan).
4) Jagalah agar tuturan memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur di
hadapan mitra tutur (sifat rendah hati).
5) Jagalah agar tuturan selalu memperlihatkan bahwa mitra tutur diposisikan
pada tempat yang lebih tinggi (sikap hormat).
6) Jagalah agar tuturan selalu memperlihatkan bahwa apa yang dikatakan
kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur (sikap tepa selira).
Selain itu, indikator di atas juga dapat dilihat melalui pemakaian kata-kata
tertentu sebagai pilihan kata (diksi) yang dapat mencerminkan rasa santun,
misalnya:
1) Gunakan kata “tolong” untuk meminta bantuan orang lain.
2) Gunakan frasa “terima kasih” sebagai penghormatan atas kebaikan
orang lain.
3) Gunakan kata “maaf” untuk tuturan yang diperkirakan dapat menyinggung
perasaan orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
4) Gunakan kata “berkenan” untuk meminta kesediaan orang lain melakukan
sesuatu.
5) Gunakan kata “beliau” untuk menyambut orang ketiga yang dinilai lebih
dihormati.
6) Gunakan kata “Bapak/Ibu” untuk menyebut orang kedua dewasa.
Penelitian lanjutan milik Pranowo menemukan indikator kesantunan dapat
mendukung kesantunan, yaitu sikap rendah hati. Sikap rendah hati seseorang
dapat tumbuh dan berkembang jika seseorang mampu memanifestasikan nilai-
nilai lain, seperti tenggang rasa (angon rasa, adu rasa), angon wayah, mau
berkorban, mawas diri, empan papan, dan sebagainya.
2.8 Tuturan Sapaan
Tutur atau tuturan yaitu sesuatu yang dituturkan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008:1511). Tuturan tersebut dapat berupa kata, frasa, atau kalimat
yang diucapkan ketika sedang berkomunikasi. Sedangkan sapaan berarti ajakan
untuk bercakap, teguran, ucapan, yang dalam konteks linguistik berarti kata atau
frasa untuk saling merujuk dalam pembicaraan dan yang berbeda-beda menurut
sifat hubungan di antara pembicara itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008:1225).
Menurut Kristal (dalam Aslinda, dkk,2000:3) mendefinisikan sapaan sebagai
cara mengacu seseorang di dalam interaksi linguistik yang dilakukan secara
langsung. Pendapat ini sejalan dengan Nababan (1993:40), yang mengatakan
bahwa sistem tutur sapa (sapaan) adalah alat seseorang pembicara untuk
menyatakan sesuatu kepada orang lain. Sapaan ini akan merujuk kepada orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
yang diajak bicara agar perhatiannya tertuju kepada pembicaraan. Berdasarkan
teori dari Kristal dan Nababan dapat disimpulkan bahwa tuturan sapaan adalah
hubungan komunikasi secara langsung antara pembicara dengan mitra wicaranya.
Tuturan sapaan ini akan merujuk kepada mitra wicara agar perhatiannya tertuju
kepada pembicaraan dan digunakan oleh pembicara untuk saling menyapa atau
menegur salam suatu peristiwa komunikasi.
Menurut Brown dan Gilman, penggunaan sapaan di pengaruhi oleh dua
faktor, yakni faktor kuasa (power) dan solidaritas (solidarity). Kedua faktor ini
mempengaruhi pola sapaan yang digunakan antara penutur dengan mitra bicara.
Di dalam sapaan, terdapat dua pola, yaitu resiprokal dan nonresiprokal. Pola
resiprokal digunakan apabila penutur menyapa mitra bicara dengan bentuk sapaan
yang sama. Pola resiprokal ini menunjukkan hubungan yang simetris. Sebaliknya
,jika nonresiprokal digunakan apabila penutur menyapa mitra bicara dengan
bentuk sapaan yang berbeda dan hubungan yang ditunjukkan adalah hubungan
yang asimetris.
Dalam hubungan kuasa (power), sapaan digunakan secara nonresiprokal .
Hal ini terjadi karena penutur dan mitra bicara memiliki perbedaan kuasa.
Penutur yang memiliki kuasa lebih tinggi (superior) menyapa orang lain dengan
sapaan T dan ia menerima sapaan bentuk V. Sementara itu, orang memiliki kuasa
lebih rendah (inferior) menyapa dengan sapaan V dan di sapa dengan sapaan T.
apabila hubungan kuasa antara penutur dan mitra bicara sama (equal), sapaan
yang digunakan secara respirokal, yaitu saling menyapa dengan sapaan V atau T.
Brown dan Gilman menjelaskan lebih jauh bahwa kekuasaan didasarkan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
kekuatan fisik, kesejahteraan, usia, jenis kelamin, peran di masyarakat, Negara,
ketentaraan, dan di dalam keluarga.
Dalam hubungan solidaritas (solidarity), sapaan digunakan secara resiprokal.
Solidaritas ini muncul pada hubungan kuasa yang sama (power equal). Solidaritas
menunjukkan kedekatan (closeness) dan keintiman (intimacy) antara penutur dan
mitra bicara. Apabila penutur dan mitra bicara memiliki kekuasaan yang (power
equal) dan memiliki solidaritas, mereka akan saling menyapa dengan sapaan T.
Sebaliknya, apabila mereka tidak memiliki solidaritas, akan saling menyapa
dengan sapaan V. Apabila penutur memiliki kekuasaan yang lebih tinggi
(superior) dan memiliki solidaritas, ia kan menyapa dengan sapaan T dan disapa
dengan sapaan T dan V. Sebaliknya, penutur memiliki kuasa lebih rendah
(inferior) dan memiliki solidaritas, ia akan menyapa dengan sapaan V dan T dan
disapa dengan sapaan T. Apabila penutur memiliki kekuasaan yang lebih tinggi
(superior) tetapi tidak memiliki solidaritas, ia akan menyapa mitra bicara dengan
sapaan V dan T, serta disapa dengan sapaan V. Sebaliknya, penutur memiliki
kuasa lebih rendah (inferior) tetapi tidak memiliki solidaritas, ia akan menyapa
dengan sapaan V dan disapa dengan sapaan V dan T.
2.8.2 Fungsi Sapaan
Bieber (dalam Fitri, 2012:20) membagi fungsi sapaan berdasarkan letak
kemunculannya dalam ujaran. Berdasarkan letaknya tersebut, Bieber et
al.membagi sapaan ke dalam fungsi berikut.
1. Menarik perhatian seseorang,
2. Manandai mitra bicara,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
3. Mempertahankan dan memperkuat hubungan sosial.
Sapaan yang berada di awal ujaran biasanya berfungsi untuk menarik
perhatian seseorang (1) dan memperkenalkan lawan bicara (2). Sementara itu,
sapaan yang terletak di akhir ujaran mempunyai fungsi kombinasi nomor 2 dan 3,
yaitu mengatur dan mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan mitra
bicara. Fungsi sapaan untuk menjaga hubungan sosial terlihat dari penggunaan
sapaan berupa panggilan akrab (familiarizers).
2.9 Konteks
Gagasan tentang konteks berada di luar pengejawantahannya yang jelas
seperti latar fisik tempat, dihasilkannya suatu ujaran yang mencakup faktor-faktor
linguistik, sosial dan epistemis. Meskipun peran konteks dalam makna bahasa
telah lama diketahui walau hanya akhir-akhir ini saja diuraikan secara jelas dalam
disiplin ilmu pragmatik yang usianya masih relatif muda baru sekaranglah
kontribusi faktor-faktor konteks terhadap proses argumentasi di selidiki secara
serius oleh para ahli pragmatik (Cummings, 2007:5).
Konteks telah diberi berbagai arti antara lain diartikan sebagai aspek-aspek
yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Dalam hal itu dapat
dikatakan bahwa konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-
sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang membantu mitra tutur untuk
menafsirkan makna tuturan (Leech, 1993:20).
Pranowo (2014: 65) mendefinikan bahwa konteks adalah teks lain, atau situasi
yang berada di luar teks yang sedang dibicarakan. Mulyana (2005: 21)
menyebutkan bahwa konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan
atau dialog. Segala sesuatu yang behubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan
dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang
melatarbelakangi peristiwa tuturan itu.
Menurut Moeliono dan Samsuri (dalam Mulyana, 2005:23) konteks terdiri
atas beberapa hal, yakni situasi, partisipan, waktu, tempat, adegan, topik,
peristiwa, bentuk, amanat, kode dan saluran. Sedangkan, Syafi’ie (dalam
Mulyana, 2005:24) menambahkan bahwa, apabila dicermati dengan benar,
konteks terjadinya suatu percakapan dapat dipilah menjadi empat macam, yakni
sebagai berikut.
1) Konteks linguistik (linguistic context), yaitu kalimat-kalimat dalam
percakapan.
2) Konteks epistemis (epistemis context), adalah latar belakang
pengetahuanyang sama-sama diketahui oleh partisipan.
3) Konteks fisik (physical context), meliputi tempat terjadinya percakapan,
objek yang disajikan dalam percakapan, dan tindakan para partisipan.
4) Konteks sosial (social context), yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi
hubungan antar pelaku atau partisipan dalam percakapan.
Uraian tentang konteks terjadinya suatu percakapan (wacana) menunjukkan
bahwa konteks memegang peranan penting dalam memberi bantuan untuk
menafsirkan suatu wacana. Kesimpulannya, secara singkat dapat dikatakan in
language, context is everything. Dalam berbahasa (berkomunikasi), konteks
adalah segala-galanya (Mulyana, 2005: 24).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
2.10 Maksud
Berbeda dengan makna dan informasi, makna adalah gejala dalam ujaran dan
informasi yaitu gejla-luar-ujaran. Selain informasi sebagai sesuatu yang luar
ujaran ada lagi istilah yang disebut dengan maksud. Informasi dan maksud sama-
sama sesuatu luar-ujaran. Berbeda dengan informasi yaitu sesuatu luar-ujaran
dilihat dari segi objeknya atau yang dibicarakan. Maksud dapat dilihat dari segi si
pengujar, orang yan berbicara, atau pihak subjeknya (Chaer, 2009:35). Di sini
orang yang berbicara itu mengujarkan seuatu ujaran entah berupa kalimat maupun
frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu
sendiri. Contohnya ada beberapa mahasiswa sedang mengerjakan tugas bersama
di dalam rumah saat itu hari mulai petang, kemudian ada seorang mahasiswa yang
berkata “Wah kita mengerjakan tugas ditemani cahaya rembulan”. Maksud dari
tuturan mahasiswa tersebut adalah memerintahkan salah satu temannya untuk
menghidupkan lampu.
Tuturan di atas menjelaskan bahwa maksud banyak digunakan dalam bentuk-
bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa
lain. Selama masih menyangkut isi bahasa maka maksud itu masih dapat disebut
sebagai persoalan bahasa. Hal tersebut jika dirasa sudah terlalu jauh dan tidak
berkaitan lagi dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai
persoalan bahasa. Mungkin termasuk persoalan bidang studi lain, entah filsafat,
antropologi, atau psikologi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
2.11 Kerangka Berpikir
Kajian pragmatik kita mengenal istilah kesantunan. Kesantunan merupakan
salah satu fenomena sosial yang sering diabaikan oleh masyarakat. Kesantunan
dalam berbahasa sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari sebagai sarana
komunikasi dimasyarakat. Praktik berbahasa dimasyarakat sendiri memiliki
tingkat kesantunan yang berbeda, hal itu terjadi karena dipengaruhi oleh budaya
yang berbeda pada setiap daerah. Prakti tersebut sangatlah penting untuk menjaga
kesantunan dalam bertutur agar tidak menyinggung pihak lain. Salah satunya
adalah guru sebagai teladan siswa saat di sekolah. Sebagai guru wajib untuk
bertutur secara santun agar tidak menyakiti hati siswa dan dapat memberi
pelajaran kepada siswa terkait berbahasa secara santun.
Penelitian mengenai kesantunan sapaan verbal guru kepada murid si SMP
Aloysius Turi Yogyakarta, memiliki sebuah kerangka berpikir. Kerangka berpikir
digunakan sebagai fondasi suatu pemikiran yang akan digunakan selama proses
penelitian berlangsung. Tujuan dari kerangka berpikir adalah memudahkan
peneliti dalam menjelaskan alur penelitian kesantunan sapaan verbal guru kepada
murid di SMP Aloysius Turi Yogyakarta. Dalam kerangka berpikir ini peneliti
akan membahas permasalahan-permasalahan yang telah diangkat, yakni
kesantunan sapaan, wujud kesantunan sapaan, ciri penanda kesantunan sapaan,
dan maksud dari sapaan tersebut. Pembahasan masalah tersebut alam dijelaskan
dengan konsep, teori, dan metode yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Peneliti menggunakan tori pragmatik sebagai pisau analisis dalam penelitian.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah tingkat kesantunan sapaan verbal guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
kepada murid, maka peneliti berpikir bahwa teori pragmatik sangat tepat
digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. Komponen penting dalam
teori pragmatik yang menjadi fokus peneliti adalah teori tentang kesantunan
berbahasa secara verbal atau dalam bentuk tuturan. Peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode yang menghasilkan
data deskriptif yamg dipaparkan dalam bentuk lisan maupun tertulis. Peneliti
memberi gambarang menyeluruh mengenai data penelitian berdasarkan proses
yang telah dilakukan dalam hal pengumpulan data dan analisis data. Pengumpulan
data dilakukan untuk memperoleh informasi dan mengumpulkan data-data serta
menjawab permasalahan yang diangkat oleh peneliti. Data yang telah tekumpul
dari sumber data akan diproses melalui analisis data. Analisis data merupakan
penelusuran melalui temuan-temuan yang diperoleh peneliti. Analisis data
merupakan cara peneliti untuk mengolah data yang telah terkumpul olahan data
tersebut akan digunakan untuk menjawab permasalah yang diangkat dalam
penelitian ini.
Berdasarkan kegiatan pengumpulan data dan analisis data, peneliti berupaya
untuk menuliskan hasil penelitian tersebut. Hasil penelitian merupakan sasaran
yang ingin dicapai oleh peneliti. Dalam hasil penelitian, peneliti akan
menguraikan secara runtut proses penelitiannya yang kemudia dideskripsikan
secara singkat dalam butir-butir yang spesifik. Alur penelitian tingkat kesantunan
sapaan verbal guru kepada siswa SMP Aloysius Turi Yogyakarta memiliki bagan
kerangka berpikir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
Kerangka Berpikir
HASIL PENELITIAN
KESANTUNAN SAPAAN VERBAL GURU KEPADA
SISWA DI SMP ALOYSIUS YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2017/2018
PENDEKATAN PRAGMATIK
KESANTUNAN BERBAHASA
WUJUD DAN CIRI
KESANTUNAN
VERBAL
INDIKATOR
KESANTUNAN
BERBAHASA
INDONESIA
PRINSIP
KESANTUNAN
LEECH
KAIDAH
KESANTUNAN
BERBAHASA
PENGUMPULAN DATA DAN
ANALISIS DATA
MAKSUD
KESANTUNAN
VERBAL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
39
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini dipaparkan mengenai metode penelitian. Hal-hal yang
berkaitan dengan metode penelitian meliputi: (1) jenis penelitian, (2) subjek
penelitian (3) metode dan teknik pengumpulan data, (4) instrumen penelitian,
(5) teknik analisis data, serta (6) sajian analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang kesantunan sapaan guru kepada murid di SMP
Aloysius Turi Yogyakarta, bukan mengkaji tentang kegunaan bahasa. Jenis
penelitian yang dilakukan adalah kebahasaan secara khusus pada bidang
pragmatik.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif
yang dimaksud karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah atau
natural setting (Sugiyono,2012:8). Deskriptif yang dimaksud karena lebih
menandai akan hasil penelitian sesuai dengan sikap serta pandangan peneliti
terhadap adanya (tidak adanya) penggunaan bahasa daripada menandai cara
penanganan bahasa tahap demi tahap, langkah demi langkah (Sudaryanto,
1993:60). Selanjutnya, Moleong (2014:6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan lain-
lain., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
40
Penelitian kesantunan berbahasa verbal guru kepada siswa di SMP Aloysius
Turi Yogyakarta yang termasuk dalam penelitian jenis deskriptif kualitatif ini
hendak menggambarkan secara apa adanya bentuk-bentuk penggunaan
kesantunan berbahasa secara verbal. Penggunaan kesantunan verbal di lingkup
sekolah ini dirinci dengan menggambarkan wujud dan penanda, maksud, serta
kaidah kesantunan verbal. Oleh karena itu, penggunaan kesantunan berbahasa
verbal dianggap sebagai fenomena yang dapat dipahami dan dideskripsikan secara
alamiah.
3.2 Sumber Data dan Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitaif ini adalah bahasa verbal, maka
dalam penelitian ini sumber data yang akan digunakan adalah tuturan guru kepada
siswa yang dicurigai mengandung wujud dan maksud tuturan. Data penelitian ini
berupa tuturan verbal yang mengandung unsur kesantunan berbahasa dalam
komunikasi para guru kepada siswa di sekolah.
Pemilihan guru didasari alasan bahwa masih banyak para guru yang kurang
menyadari betapa pentingnya berbahasa secara santun kepada siswa. Guru dapat
memberikan contoh dan pengaruh kepada siswa guna memperkenalkan
pentingnya berbahasa santun kepada siapapun. Para siswa akan lebih mudah
menyerap sesuatu melalui apa yang mereka lihat atau tindakan nyata daripada
teori atau ucapan yang keluar dari mulut semata. Secara tidak sadar mereka akan
melakukan atau meniru sesuatu yang sering mereka lihat, maka dari itu sangat
penting guru berbahasa santun kepada siswa selain untuk menjaga perasaan dan
menghargai siswa juga membantu menciptakan generasi muda berakhlak santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
41
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data simak. Peneliti
mengumpulkan tuturan dari hasil percakapan yang dilakukan oleh guru kepada
murid di sekolah. Tuturan ini diperoleh dengan memperhatikan metode simak,
yaitu menyimak tuturan langsung yang dituturkan oleh guru kepada murid di
sekolah. Teknik yang digunakan terhadap metode tersebut adalah dengan
mencatat dan merekam setiap tuturan yang terjadi, seperti wawancara dan
observasi. Dalam wawancara narasumber yang akan di wawancarai adalah guru
dan murid yang ada di SMP Aloysius Yogyakarta. Peneliti juga menggunakan
teknik observasi dimana adanya proses pengamatan selama penelitian ini
berlangsung. Berfungsi sebagai data penguat agar lebih akurat.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan peneliti dalam penelitian kesantunan berbahasa
verbal adalah dengan berbekal pengetahuan pragmatik yang meliputi kesantunan
berbahasa, prinsip, dan indikator kesantunan berbahasa. Bekal pengetahuan dalam
bentuk teori tersebut akan digunakan untuk menganalisis penggunaan bahasa
dalam hal wujud dan penanda kesantunan. Selain itu, peneliti juga akan
melengkapi instrumen penelitian dengan cara melakukan wawancara kepada
informan sebagai bentuk konfirmasi atas data yang didapatkan.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada kajian
analisis deskriptif. Analisis deskriptif yang dimaksudkan adalah analisis dengan
merinci dan menjelaskan secara panjang lebar keterkaitan data penelitian dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
42
bentuk kalimat (Nurastuti, 2007:103). Tujuan dari penelitian deskriptif adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada.
Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini
sebagai berikut.
1) Peneliti mengidentifikasi data berdasarakan ciri-ciri penanda yang
ditemukan.
2) Peneliti mengklasifikasikan data bahasa verbal yang mengandung
kesantunan berbahasa.
3) Peneliti menginterpretasi data berdasarkan prinsip dan indikator kesantunan
berbahasa yang menjadi acuan.
4) Peneliti mendeskripsikan data dan melakukan pembahasan berdasarkan
kajian pragmatik.
3.6 Triangulasi Data
Data yang sudah terkumpul merupakan modal awal yang sangat berharga
dalam penelitian, dari data terkumpul akan dilakukan analisis yang digunakan
sebagai bahan masukan untuk penarikan kesimpulan, melihat begitu besarnya
posisi data maka keabsahan data yang terkumpul menjadi sangat vital. Data yang
salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah pula, demikian sebaliknya, data
yang sah (valid atau kredibel) akan menghasilkan kesimpulan hasil penelitian
yang benar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
43
Penelitian kualitatif sangat sulit mencari kondisi yang benar-benar sama.
Selain itu, manusia sebagai instrumen, faktor kelelahan dan kejenuhan akan
berpengaruh. Kriteria kepastian (confirmability) berasal dari konsep objektivitas
pada kuantitatif. Kenyataannya sesuatu objektif atau tidak bergantung pada
persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, atau penemuan
seseorang. Padahal pengalaman seseorang itu sangat subjektif dan dapat dikatakan
subjektif bila disepakati oleh beberapa orang atau banyak orang. Untuk itu kriteria
kepastian atau objektivitas ini supaya menekankan pada orangnya, melainkan
harus menekankan pada datanya. Sebagai alat analisis data perlu menggunakan
trianggulasi data.
Triangulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat kepercayaan
(kredibilitas atau validitas) dan konsistensi (reliabilitas) data, serta bermanfaat
juga sebagai alat bantu analisis data di lapangan. Kegiatan triangulasi dengan
sendirinya mencakup proses pengujian hipotesis yang dibangun selama
pengumpulan data. Triangulasi mencari dengan cepat pengujian data yang sudah
ada dalam memperkuat tafsir dan meningkatkan kebijakan, serta program yang
akan berbasis pada bukti yang telah tersedia. Triangulasi adalah suatu pendekatan
analisa data yang mensintesa data dari berbagai sumber.
Triangulasi menyatukan informasi dari penelitian kuantitatif dan kualitatif,
menyertakan pencegahan dan kepedulian memprogram data, dan membuat
penggunaan pertimbangan pakar. Triangulasi bisa menjawab pertanyaan terhadap
kelompok risiko, keefektifan, kebijakan dan perencanaan anggaran dan status
epidemik dalam suatu lingkungan berubah. Triangulasi menyediakan satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
44
peranghkat kuat ketika satu respon cepat diperlukan atau ketika data ada untuk
menjawab satu pertanyaan sulit. Triangulasi bukan bertujuan mencari kebenaran,
tetapi meningkatkan pemahaman peneliti terhadap data dan fakta yang dimiliknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Data penelitian yang dimaksud peneliti berupa tuturan yang mengandung
kesantunan verbal yang dilakukan oleh guru kepada siswa diperoleh dalam
rentang waktu dua bulan yaitu bulan Juli – Agustus 2017. Jumlah data yang
dianalisis sebanyak enam puluh dua (62) tuturan yang mengandung kesantunan
secara verbal. Data tersebut dianalisis menggunakan teori menggunakan prinsip
kesantunan menurut Leech (dalam Rahardi, 2006), faktor penentu kesantunan
serta indikator kesantunan menurut Pranowo (2009). Kemudian, data tersebut
akan dianalisis dari sudut kesantunan berbahasa secara verbal berdasarkan teori
yang telah dipaparkan diatas.
Para guru di SMP Aloysius Turi Yogyakarta dalam berkomunikasi sehari-
hari dengan para siswa menggunakan bahasa Jawa ngoko bercampur dengan
bahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena lingkungan terjadinya komunikasi
berada di Jawa khususnya Yogyakarta, dengan begitu bahasa ibu atau bahasa
pertama mereka adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa akan dituturkan oleh para
guru kepada mitra tutur yang memiliki kesamaan budaya dengan si penutur.
Sedangkan bahasa Indonesia digunakan untuk berkomunikasi dengan mitra tutur
yaitu siswa-siswi yang berasal dari luar Yogyakarta atau pulau Jawa. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa pemersatu yang dapat digunakan untuk
berkomunikasi terlepas dari banyaknya budaya di Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
46
Maka dari itu, peneliti menggunakan prinsip kesantunan dari Leech karena
peneliti menemukan kecocokan teori yang dapat digunakan sebagai pedoman
kesantunan ketika bertutur. Kemudian, peneliti juga melengkapi dengan teori
dari Pranowo terkait yaitu faktor penentu kesantunan serta indikator kesantunan
untuk melihat kesantunan dari si penutur. Pada setiap analisis data yang akan
dilakukan, peneliti menggunakan beberapa teori dari beberapa ahli tersebut.
Menurut peneliti teori-teori tersebut telah sesuai dengan data yang diperoleh.
Tabel di bawah ini menjelaskan terkait penggolongan data dalam penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
47
Tabel 4.1 : Jumlah Kesantunan Bahasa Verbal
Peneliti mengan