Download - Keperawatan Terminal
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar belakang
Peran perawat sangat konprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat
adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan
kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual
(APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar
spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual
dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama
(spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO,
1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk memenuhi
kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut pasien
senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir
hayatnya sesuai dengan Sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa amalan yang terakhir
sangat menentukan, sehingga perawat dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi)
agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya.
Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini
sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya
sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,
dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”. Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang
berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir
kehidupannya ini, pasien tersebut selalu berada di samping perawat. Oleh karena itu,
pemenuhan kebutuhan spiritual dapat meningkatkan semangat hidup klien yang
didiagnosa harapan sembuhnya tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk
menghadapi alam yang kekal.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memahamidan mendalami konsep pasien dalam keadaan terminal.
2. Tujuan Khusus
A. Memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa
B. Agar mahasiswa mampu memahami konsep pasien terminal dan dapat
diaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan.
3. Metode penulisan
1. Mengumpulkan data dari perpustakaan
2. Mencari referensi di internet
3. Diskusi kelompok
D. Sistematika penulisan
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan penulisan
C. Metode penulisan
D. Sistematika penulisan
BAB II Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu
(Carpenito, 1995).
Perawatan terminal dapat dimulai pada minggu-minggu, hari-hari dan jaminan
terakhir kehidupan dimana bertujuan :
1. Pertahankan hidup
2. Menurunkan stress
3. Meringankan dan mempertahankan kenyamanan selama mungkin (Weisman).
Bagian kehidupan yang tidak dapat dihindari dan bagian tersulit untuk di terima
adalah setiap orang meninggal secara unik, jadi harus di rawat secara unik juga yaitu
perawat harus mengembangkan dan memelihara hubungan perseptif kebutuhan yang
positif dengan yang positif dengan pasien dan keluarga yang akan membuat pasien
meninggal dengan nyaman dan terhormat.
B. Manifestasi klinis
1. Fisik
Gerakan pengindaran menghilang secara berangsur-angsur dimulai dari ujung
kaki dan ujung jari.
Aktivitas dari GI berkurang.
Reflek mulai menghilang.
Suhu klien biasanya tinggi tapi merasa dingin dan lembab terutama pada kaki
dan tangan dan ujung-ujung ekstremitas.
Kulit kelihatan kebiruan dan pucat.
Denyut nadi tidak teratur dan lemah.
Nafas berbunyi, keras dan cepat ngorok.
Penglihatan mulai kabur.
Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri.
Klien dapat tidak sadarkan diri.
2. Respon psikososial
Sesuai dengan fase-fase kehilangan menurut seorang ahli E. Kuber Ross mempelajari
respon-respon atas menerima kematian dan maut secara mendalam dari hasil
penyelidikan/penelitiannya yaitu :
a) Respon kehilangan
Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah (air muka), ketakutan, cara
tertentu untuk mengulurkan tangan.
Cemas diungkapkan dengan cara menggerakkan otot rahang dan kemudian
mengendor.
Rasa sedih diungkapkan dengan mata setengah terbuka atau menanggis.
b) Hubungan dengan orang lain
Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidak mampuan untuk
berhubungan secara interpersonal serta akibat penolakan.
C. Fase-fase kehilangan
Elizabeth Kubbler Ross menggambarkan 5 tahap yang akan dilalui klien dalam
menghadapi bayangan akan kematian/kehilangan yang sangat bermanfaat untuk memahami
kondisi klien pada saat ini, yaitu:
1. Tahap peningkatan atau denial (menyangkal)
Adalah ketidakmampuan menerima, kehilangan untuk membatasi atau
mengontrol nyeri dan dystress dalam menghadapinya. Gambaran pada tahap denial
yaitu:
Tidak percaya diri
Shock
Mengingkari kenyataan akan kehilangan
Selalu membantah dengan perkataan baik
Diam terpaku
Binggung, gelisah
Lemah, letih, pernafasan, nadi cepat dan berdebar-debar
Nyeri tubuh, mual
Intervensi:
Kenali bahwa menyangkal dan syok dapat digunakan oleh pasien setelah diberitahu
bahwa ia akan menghadapi kematian.
Jangan mempengaruhi mekanisme itu, kecuali hal ini menjadi destruktif (mis.
Pasien menolak pengobatan dan perawatan lebih lanjut)
Habiskan waktu bersama pasien untuk menununjukkan bahwa ia tidak akan
ditinggalkan sendirian.
Jangan mendukung penyangkalan, percakapan harus harus mencakup kenyataan
Lanjutkan untuk mengajarkan dan mendorong perawatan diri dan aktivitas.
2. Marah
Data subjektif dan objektif:
Caci maki
Penolakan perawatan
Penolakan nutrisi dan perawatan diri
Pengkritikan staff secara negative
Cari perhatian
Tidak mengizinkan orang lain mendekatinya
Pelamparan barang-barang
Pencabutan jarum infuse, sadapan
Intervensi:
Sadari bahwa pasien tidak marah kepada anda secara pribadi
Jangan biarkan perilaku yang membahayakan secara fisik diteruskan
Habiskan waktu bersama pasien dan diskusikan tentang kemarahannya
Dorong pasien mengungkapkan rasa marah secara verbal, bersikap empati
Rencanakan perawatan pasien dengannya dan dorong pemecahan masalah secara
bersama
Pertanyakan bagaimana pasien mengevaluasi perawatan yang telah diberikan
Lanjutkan pertanyaan dan diskusikan kemarahan pasien
Kaji kebutuhan pelayanan social
3. Tahap tawar menawar
Adalah cara coping dengan hasil-hasil yang mungkin dari penyakit dan menciptakan
kembali tingkat kontrol. Gambaran pada tahap ini yaitu:
Sering mengungkapkan kata-kata kalau, andai.
Sering berjanji pada Tuhan.
Mempunyai kesan mengulur-ulur waktu.
Merasa bersalah terus menerus.
Kemarahan mereda.
Intervensi:
Sadari bahwa pasien membuthkan waktu untuk menerima kematian yang akan
dihadapinya
Habiskan waktu bersama pasien
Diskusikan pentingnya benda dan orang yang dihargai
Terapkan tujuan yang kecil, relistis, dan dapat dicapai
Berikan pujian untuk tujuan yang akan dicapai atau di0usahakan untuk dicapai
4. Tahap depresi
Adalah ketiada usaha apapun untuk mengungkapkan perasaan atau reaksi
kehilangan. Gambaran pada tahap ini yaitu:
Klien tidak banyak bicara.
Sering menanggis.
Putus asa
Apatis
Penurunan kemampuan berkonsentrasi
Insomnia
Ketidakmampuan untuk bangun
Menangis
Keletihan yang konstan
Nafsu makan buruk
Kurang tertarik pada orang atau lingkungan
Duduk sendirian
Intervensi:
Sadari bahwa pasien mulai memisahkan diri dari kehidupan
Jangan mencoba untuk mengembirakan pasien
Bersedia untuk duduk diam dan jika tepat pegang tangan pasien.
Terima tangisan, jangan diganggu
Sadari bahwa pasien mungkin ingin orang yang paling disayangi saja yang ada
didekatnya
Tingkatkan hubungan positif untuk memelihara kehormatannya
Tenangkan pasien dengan perawatan punggung dan perawatan mulut yang lembut
5. Tahap penerimaan
Adalah akhir klien dapat menerima kenyataan dengan kesiapan. Gambaran pada
tahap ini yaitu:
Tenang/damai.
Mulai ada perhatian terhadap suatu objek yang baru.
Berpartisipasi aktif.
Tidak mau banyak bicara.
Siap menerima maut.
Tidak ada sikap emosional
Kedamaian
Nyeri dan ketidaknyamanan lebih sedikit
Kecemasan lebih sedikit
Intervensi:
Rencanakan perawatan pasien dengan membiarkan orang yang membuat pasien
merasa nyaman untuk merawat pasien
Sadari bahwa pasien mungkin tidak ingin sendirian.
Tidak semua orang dapat melampaui kelima tahap tersebut dengan baik, dapat saja terjadi,
ketidakmampuan menggunakan adaptasi dan timbul bentuk-bentuk reaksi lain. Jangka waktu
periode tahap tersebut juga sangat individual.
Penerimaan suatu prognosa penyakit terminal memang berat bagi setiap individu. Ini
merupakan suatu ancaman terhadap kehidupan dan kesejahteraan pada individu tersebut. Dari
ancaman tersebut timbul suatu rentang respon cemas pada individu, cemas dapat dipandang
suatu keadaan ketidakseimbangan atau ketegangan yang cepat mengusahakan koping.
Rentang respon seseorang terhadap penyakit terminal dapat digambarkan dalam suatu
rentang yaitu harapan, ketidakpastian dan putus asa.
D. Asuhan keperawatan pada pasien terminal
a. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik
yaitu suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit
dan aspek pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek psikososial
lainnya.
1. Faktor predisposisi
Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada penyakit
terminal, sistem pendekatan bagi klien. Klas Kerud telah mengklasifikasikan
pengkajian yang dilakukan yaitu:
a. Riwayat psikosisial, termasuk hubungan-hubungan interpersonal,
penyalahgunaan zat, perawatan psikiatri sebelumnya.
b. Banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis.
c. Kemampuan koping.
d. Sosial support sistem termasuk sumber-sumber yang ada dan dibutuhkan
support tambahan.
e. Tingkat perkembangan
f. Fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan.
g. Identitas kepercayaan diri, pendekatan nilai-nilai dan filosofi hidup.
h. Adanya reaksi sedih dan kehilangan
i. Pengetahuan klien tentang penyakit
j. Pengalaman masa lalu dengan penyakit
k. Persepsi dan wawasan hidup respon klien terhadap penyakit terminal,
persepsi terhadap dirinya, sikap, keluarga, lingkungan, tersedianya fasilitas
kesehatan dan beratnya perjalanan penyakit.
2. Factor presipitasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien penyakit terminal
adalah:
a. Prognosa akhir penyakit yang menyebabkan kematian.
b. Faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian.
c. Support dari keluarga dan orang terdekat.
d. Hilangnya harga diri,karena kebutuhan tidak terpenuhi sehimgga klien
menarik diri,cepat tersinggung dan tidak ada semangat hidup.
3. Factor perilaku
a) Respon terhadap klien
Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan mengalami krisis
dan keadaan ini mengakibatkan keadaan mental klien tersinggung sehingga
secara langsung dapat menganggu fungsi fisik/penurunan daya tahan tubuh.
b. Respon terhadap diagnosa
Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal adalah shock
atau tidak percaya perubahan konsep diri klien terancam, ekspresi klien
dapat berupa emosi kesedihan dan kemarahan.
c. Isolasi sosial
Pada klien terminal merupakan pengalaman yang sering dialami, klien
kehilangan kontak dengan orang lain dan tidak tahu dengan pasti bagaimana
pendapat orang terhadap dirinya.
b. Rencana keperawatan
Tujuan perawatan pada klien terminal:
1. Membantu klien untuk hidup lebih nyaman dan sepenuhnya sampai
meninggal.
2. Membantu keluarga memberi support pada klien
3. Membantu klien dan keluarga untuk menerima perhatian
Kriteria hasil dan manajemen efektif:
1. Koping yang efektif, klien dan keluarga yang tidak mengetahui kematian,
ditandai dengan:
Percakapan antara keluarga dan klien tentang hari terakhir dan jam terakhir
yang disukai.
Percakapan antara klien dan keluarga tentang kepercayaan spiritual dan
tentang adanya kematian.
Interaksi antara klien dan keluarga yang berhubungan dengan arti
kehidupan dan ketakutan yang berhubungan dengan kematian.
2. Proses pemisahan yang berguna bagi klien dan keluarga, ditandai dengan:
Klien memberi kenang-kenangan pada anggota keluarga.
Klien mengucapkan selamat tinggal pada tiap-tiap anggota keluarga.
Perubahan ekspresi verbal tentang cinta antara kelurga dan klien.
Klien membuang semua harapannya.
Diskusi antara klien dan pasangannya tentang bagaimana mengelakan
kematian pada anaknya dan bagaimana anak berpartisipasi dalam upacara
pemakaman.
3. Tanda aktif, nyaman bagi klien sampai kematian, ditandai dengan:
Tidak ada ekpresi dystress berhubungan dengan nyeri.
Komunikasi dengan pengunjung meskipun klien menjadi pendengar,
berusaha memberikan perhatian dan sedikit komentar.
Menonton TV atau membaca sendiri.
4. Grieving untuk klien dan keluarga pada kehilangan yang akan terjadi dan
saling menghibur, ditandai dengan:
Saling berbicara tentang perasaan mereka.
Menangis bersama.
Saling berpelukan.
Mempertahankan kontak fisik selama klien mengalami kemunduran fisik.
1. Intervensi keperawatan
Komunikasi
Denial, pada tahap ini dapat mempergunakan teknik komunikasi:
Listening
Dengarkan apa yang diungkapkan klien.
Pertahankan kontak mata.
Observasi komunikasi non verbal.
2. Silent
Duduk bersama klien
Mengkonsumsikan minat perawat pada klien secara non verbal
3. Broad opening
Mengkonsumsikan topik/pikiran yang sedang dipikirkan klien.
b. Angger, pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi
Listening: perawat berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang
dikatakan klien lalu diklarifikasikan.
c. Bargaining
1. Fucusing
Bantu klien mengembangkan topik atau hal yang penting.
2. Sharing perception
Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai untuk kemampuan
meluruskan kerancuan.
d. Acceptance
1. Informing
Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang
sesuai dengan kesejahteraan dan kemandirian klien.
contoh:
Melaksanakan kegiatan sesuaai dengan kemampuan
Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
Gunakan waktu luang dengan aktivitas bermanfaat dan pemikiran
positif
1. Broad opening
Komunikasikan pada klien tentang apa yang dipikirkan dan harapan-
harapannya.
3. Focusing
Membantu klien mendiskusikan hal yang menjadi topik utama dan menjaga
agar tujuan komunikasi tercapai.
2. Persiapan klien
a. Fase denial
1. Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan
ciptakan suasana tenang.
2. Konfirmasikan rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya
dengan menanyakan kepada klien apa yang dipersepsikannya tentang
kehidupan setelah mati.
3. Tanyakan tentang pengalaman klien menghadapi dying yang diketahui
klien, tanyakan apa saja ketakutan yang dihadapi proses dying.
4. Menganjurkan kien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak
menghindar dari situasi sesungguhnya.
b. Fase angger
1. Pertahankan sentuhan fisik dan suara tenang dan juga rahasia klien.
2. Membicarakan klien untuk mengekpresikan keinginan, apa yang akan
dan sedang terjadi pada mereka.
3. Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
c. Fase bargaining
1. Ajarkan kien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang
bermakna.
2. Dengarkan klien saat bercerita tentang hidupnya mengenai apa yang
diperolehnya, kesukaan dan kegagalannya, kesenangan dan keputusan
yang dialaminya.
d. Fase depresi
1. Beri kenyataan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan
ciptakan lingkungan/suasana yang tenang.
2. Perlakuan klien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
3. Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi klien jika ada salah pengertian
harusnya diklarifikasi.
4. Untuk klien yang tidak mau berkomunikasi secara verbal tetap berikan
support.
e. Fase acceptance
1. Bina hubungan saling percaya sehingga klien akan terbuka,
menanyakan dan mengklarifikasikan alternatif pemecahan masalah
bila klien didiagnosa penyakit terminal.
2. Identifikasikan dengan siapa klien ingin bicara terbuka beri tahu
keluarga untuk menghadapi masalah regesi yang akan terjadi.
3. Bantu klien memperoleh dan memberitahukan kualitas hidup jika
mungkin.
4. Bantu klien dalam mengatur waktu agar merasa kepuasan dalam hidup
mereka.
5. Pertahankan hubungan klien dengan orang-orang terdekat.
6. Bantu klien dalam mendapatkan informasi dan apa yang dapat klien
lakukan dengan informasi yang diberikan olehnya.
7. Berikan jawaban terbuka dan jujur terhadap semua pertanyaan yang
diajukan klien.