Download - Kelompok 14
KONSEP KELUARGA DALAM ISLAM
Oleh: Ahmad Rivai dan Rahmad Hidayat
NIM. 4314030001 NIM. 4314030027
ABSTRAK
Keluarga merupakan satuan sosial terkecil yang diikat oleh perkawinan.
Melalui keluarga dilahirkan anak keturunan. Anak merupakan amanat Allah SWT.
kepada orang tua. Oleh karena itu, orang tua bertanggung jawab atas pendidikan
anaknya dan mengisi kefitrahan itu dengan keimanan dan keikhlasan, sehingga
memiliki akhlak yang mulia dan menjadi anak yang shalih dan shalihah.
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam mendidik akidah
anak. Melalui keluarga anak mulai mengenal dasar-dasar keislaman, dan dengan
bekal pendidikan dalam keluarga, anak akan mengembangkan pendidikannya
melalui lembaga-lembaga formal.
Dengan demikian, pendidikan dalam keluarga menjadi peletak dasar bagi
pendidikian berikutnya
KATA KUNCI : Keluarga, Anak, Pendidikan Islam
1
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan bagian terkecil dalam suatu masyarakat, yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak-anak. Meskipun demikian ada juga keluarga yang hanya
terdiri dari ayah dan ibu dalam sebuah rumah tangga.
Hidup berumah tangga merupakan tuntutan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial. Keluarga atau rumah tangga muslim adalah lembaga terpenting dalam
kehidupan kaum muslimin umumnya dan manhaj amal Islami khususnya. Ini
semua disebabkan karena peran besar yang dimainkan oleh keluarga, yaitu
mencetak dan menumbuhkan generasi masa depan, pilar penyangga bangunan
umat dan perisai penyelamat bagi negara.
Maka tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa keluarga merupakan
pondasi awal dari bangunan masyarakat dan bangsa. Oleh karenanya, keselamatan
dan kemurnian rumah tangga adalah faktor penentu bagi keselamatan dan
kemurnian masyarakat, serta sebagai penentu kekuatan, kekokohan, dan
keselamatan dari bangunan negara. Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa
apabila bangunan sebuah rumah tangga hancur maka sebagai konsekuensi
logisnya masyarakat serta negara bisa dipastikan juga akan turut hancur.
Kemudian setiap adanya sekumpulan atau sekelompok manusia yang terdiri
atas dua individu atau lebih, tidak bisa tidak, pasti dibutuhkan keberadaan seorang
pemimpin atau seseorang yang mempunyai wewenang mengatur dan sekaligus
membawahi individu lainnya (tetapi bukan berarti seperti keberadaan atasan dan
bawahan). Untuk lebih jelas dari pembahasan tentang keluarga ini akan lebih
dijelaskan di bab pembahasan pada makalah ini.
B. Defenisi / Landasan Teori
Keluarga dapat diartikan sebagai kelompok sosial yang merupakan produk
dari adanya ikatan-ikatan kekerabatan yang mengikat satu individu dengan yang
lainnya. Dengan pengertian ini keluarga berarti merupakan unit sosial terkecil
dalam masyarakat. Keluarga dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu
keluarga luas atau keluarga besar yang disebut dengan al-‘ailah, dan keluarga inti
atau keluarga kecil yang disebut dengan istilah al-usrah. Al-‘ailah dimaknai
2
sebagai lembaga tempat hidup bersama dengan situasi yang berbeda-beda, tapi di
bawah satu formasi keluarga, yang di dalamnya terbentuk sebuah ikatan bersama.
Sedangkan Al-usrah adalah kelompok sosial yang terdiri dari suami, istri dan
anak-anak yang belum menikah.
Dalam membina keluarga tentu tidak terlepas dari nilai-nilai Islami sehingga
kehidupan rumah tangganya akan mendapatkan keharmonisan dan kebahagiaan
bersama. Melalui bimbingan dan pengajaran agama Islam dalam keluarga
membuat ketentraman dan ketenangan hidup.
Menurut Ir. M. Munandar Soelaeman dalam bukunya yang berjudul : ”Ilmu
Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial”, mengartikan : “Keluarga adalah
sebagai suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk
sosial, yang ditandai adanya kerja sama ekonomi”. [1]
Selanjutnya menurutnya lagi “Fungsi keluarga berkembangbiak,
mensosialisasi atau mendidik anak, menolong, melindungi atau merawat orang-
orang tua (jompo)”. [2]
[1] Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung : PT. Eresco, 1992),
h.55
[2] Ibid.
Sementara itu para ahli antropologi melihat : “Keluarga sebagai suatu
kesatuan sosial terkecil yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial”. [3]
Ini didasarkan atas kenyataan bahwa :
Sebuah keluarga adalah suatu satuan kekerabatan yang juga merupakan
satuan tempat tinggal yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi, dan
mempunyai fungsi untuk berkembangbiak, mensosialisasikan atau mendidik anak
dan menolong serta melindungi yang lemah khususnya merawat orang-orang tua
mereka yang telah jompo. [4]
Dari dua definisi diatas, terdapat persamaan yakni keluarga terdiri dari
suatu kesatuan terkecil dari manusia sebagai makhluk sosial dan bekerja sama di
dalamnya, mendidik anak-anaknya atau merawat orang-orangtuanya.
Selanjutnya Prof. Wahyu mengatakan : ”Dalam bentuk yang paling dasar,
sebuah keluarga terdiri atas seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan
3
ditambah dengan anak-anak mereka yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang
sama”. [5]
Keluarga adalah terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah. [6] Selanjutnya menurut Arifin , keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari
dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta
tinggal bersama. [7]
Dari semua definisi di atas tampak persamaannya bahwa keluarga terdiri
dari ayah, ibu dan anak-anak.
[3] Wahyu, Ilmu Sosial Dasar, ( Surabaya: Usaha Nasional, 1986),h. 57[4] Ibid.[5] Ibid.[6] Wahyu, Pokok-pokok Materi Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam, (Banjarmasin ,2010) Bagian 9, h. 1[7] Ibid.
Seperti yang terungkap dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
Surat An-Nisaa’ / 4 : 34
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu,
Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”
C. Konsep Keluarga Menurut Islam
4
Konsep keluarga menurut islam secara substansial tidak begitu berbeda
dengan bentuk konsep keluarga sakinah yang ada pada hukum Islam yaitu
membentuk rumah tangga yang bernafaskan Islam, yang mawaddah wa
rahmah. Hanya pada poin-poin tertentu yang memberi penekanan yang lebih
dalam pelaksanaannya, seperti hal-hal yang menyangkut tentang hak dan
kewajiban atau peran suami-istri di dalam rumah tangga.
1. Kewajiban-kewajiban dan peran suami dalam keluarga.
Kebutuhan-kebutuhan yang wajib dipenuhi seorang ayah sebagai
kepala keluarga meliputi :
Kebutuhan yang berhubungan dengan jasādiyah
Kebutuhan yang berhubungan dengan rūhiyah, dan
Kebutuhan yang berhubungan dengan aqliyah.
a. Kebutuhan yang berhubungan dengan jasādiyah
Yang berhubungan dengan jasādiyah atau yang identik
dengan kebutuhan lahiriyah antara lain seperti:
1) Kebutuhan sandang,
2) Kebutuhan pangan,
3) Kebutuhan tempat tinggal, dan
4) Kebutuhan yang sifatnya sosial seperti kebutuhan
berinteraksi dengan sesamanya dan lain sebagainya.
b. Kebutuhan yang berhubungan dengan rūhiyah
Kebutuhan yang berhubungan dengan rūhiyah sebagai
berikut :
a) Kebutuhan beragama,
b) Kebutuhan aqidah atau kebutuhan tauhid, dsb.
c) Kebutuhan yang berhubungan dengan aqliyahnya.
c. Kebutuhan yang berhubungan dengan aqliyah
5
Kebutuhan aqliyah adalah kebutuhan yang
bersifat aqliyah yaitu kebutuhan akan pendidikan.
Namun dari semua kebutuhan yang tersebut di atas,
kebutuhan ruhiyah lah yang paling penting. Yaitu apa saja yang
berhubungan dengan aqidah islamiyah. Karena masalah ini
berlanjut sampai kehidupan kelak di akhirat.[8]
[8] http://blog.re.or.id/konsep-keluarga-sakinah-dalam-pandangan-islam.htm
Allah SWT berfirman:
Surat At Tahrim / 66 : 6
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Selain sebagai seorang suami dan atau ayah yang mempunyai tanggung
jawab terhadap keluarga yang dipimpinnya, laki-laki sebagai seorang muslim juga
mempunyai tugas yang tidak kalah pentingnya dan merupakan tugas pokok setiap
muslim atau mu’min yaitu melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Allah SWT berfirman:
Al-Imran / 3 : 104
6
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããô‰tƒ ’n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î tböqyg÷Ztƒur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur
ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang
beruntung”
Amar ma’ruf nahi munkar diperintahkan untuk dikerjakan di manapun dan
kapanpun seorang muslim berada dan kepada siapa saja hal itu perlu dilakukan.
Akan tetapi yang paling penting dan utama dilakukan amar ma’ruf nahi munkar
adalah dimulai dari diri sendiri, keluarga dekat maupun jauh, baru kemudian
kepada masyarakat secara umum. Juga dengan cara apapun sesuai dengan kondisi
yang ada di lapangan, misalnya dengan ucapan saja ataukah diperlukan dengan
perbuatan.
Namun dari semua kebutuhan yang tersebut di atas, kebutuhan ruhiyah lah
yang paling penting. Yaitu apa saja yang berhubungan dengan aqidah islamiyah.
Karena masalah ini berlanjut sampai kehidupan kelak di akhirat.
2. Kewajiban-kewajiban dan peran seorang istri dalam keluarga.
Konsep lain seperti yang tertera dalam Al-Qur’an ialah sakinah,
mawaddah, warahmah. Didalam islam membina keluarga yang
sakinah, mawaddah, dan warahmah sangat ditegaskan dan dianjurkan
seperti yang di jelaskan dalam Al-Qur’an.
Allah Berfirman:
Surat Arrum ayat 21
7
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurø—r& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t Zo¨Šuq¨B ºpyJômu‘ur 4 ¨bÎ) ’Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9
tbrã©3xÿtGtƒ ÇËÊÈ “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfiki”
Ulama tafsir menyatakan bahwa sakinah dalam ayat tersebut adalah suasana
damai yang melingkupi rumah tangga dimana masing-masing pihak (suami-isteri)
menjalankan perintah Allah SWT. dengan tekun, saling menghormati, dan saling
toleransi. Dari suasana as-sakinah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan
menyayangi (al-mawaddah), sehingga rasa bertanggung jawab kedua belah pihak
semakin tinggi.
Sehingga ungkapan Rasulullah SAW. “Baitii jannatii”, rumahku adalah
surgaku, merupakan ungkapan tepat tentang bangunan rumah tangga/ keluarga
ideal. Dimana dalam pembangunannya mesti dilandasi fondasi kokoh berupa
Iman, kelengkapan bangunan dengan Islam, dan pengisian ruang kehidupannya
dengan Ihsan, tanpa mengurangi kehirauan kepada tuntutan kebutuhan hidup
sebagaimana layaknya manusia tak lepas dari hajat keduniaan, baik yang bersifat
kebendaan maupun bukan.
Keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, merupakan suatu keluarga
dambaan bahkan merupakan tujuan dalam suatu perkawinan dan sakinah itu
didatangkan Allah SWT. Maka untuk mewujudkan keluarga sakinah harus
melalui usaha maksimal baik melalui usaha bathiniah (memohon kepada Allah
SWT.), maupun berusaha secara lahiriah (berusaha untuk memenuhi ketentuan
baik yang datangnya dari Allah SWT. dan Rasul-Nya, maupun peraturan yang
dibuat oleh para pemimpin dalam hal ini pemerintah berupa peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku).
8
D. Fungsi Keluarga
Secara singkat fungsi keluarga menurut Prof. Wahyu ada 7 yaitu :
Pengaturan Seksual, Reproduksi, Sosialisasi, Afeksi, Penentuan Status, Pelindung,
dan Ekonomis.
1. Fungsi Pengaturan Seksual
Fungsi pengaturan seksual, merupakan wahana bagi masyarakat untuk
mengatur dan mengorganisasi keinginan kepuasan seksual. Tetapi lebih
dari itu agar manusia dapat lebih sempurna dalam mengungkapkan,
merasakan, dan menghayati cinta kasih yang dibangun dengan pasangan
hidupnya.
2. Fungsi Reproduksi
Dalam urusan reproduksi, mayoritas masyarakat tergantung dan
mempercayakannya pada lembaga keluarga.
3. Fungsi Sosialisasi
Kelompok primer yang pertama dari seorang anak adalah bermula dari
keluarga yang fondasi kepribadiaannya ditanam secara kuat, sehingga
ketika mulai tumbuh besar dan bersosialisasi dengan kelompok lain telah
memiliki landasan kepribadian yang kuat.
4. Fungsi Afeksi
Keluarga merupakan salah satu tempat untuk berbagi kasih sayang
dan cinta. Akan tetapi, ketiadaan afeksi sangat mengrogoti kemampuan
seorang bayi untuk bertahan hidup. Kebutuhan akan persahabatan dan
keintiman, tanggapan manusiawi yang penuh kasih sayang sangat penting
bagi masyarakat.
5. Fungsi Penentuan Status
Dalam sebuah keluarga seseorang mendapatkan status berdasarkan
umur, jenis kelamin, urutan kelahiran dan lain sebagainya. Di samping itu,
keluarga juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi status sosial, seperti
seorang kulit putih, orang kelas menengah dan seterusnya.
6. Fungsi Perlindungan
Keluarga berfungsi juga sebagai tempat berteduh dan berlindung baik
secara fisik, ekonomi, dan psikologis bagi seluruh anggotanya.
9
7. Fungsi Ekonomis
Salah satu tujuan berkeluarga adalah menjalin hubungan bersama,
dalam arti luas seluruh anggotanya bekerja sama memecahkan segala
masalah atau persoalan yang dihadapi termasuk persoalan ekonomi.
Selain itu Keluarga mempunyai empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi seksual yang membuat terjadinya ikatan di antara anggota
keluarga, antara laki-laki dan perempuan. Kedua jenis kelamin ini secara
alami berada pada posisi yang saling membutuhkan.
2. Fungsi kooperatif untuk menjamin kontinuitas sebuah keluarga.
3. Fungsi regeneratif dalam menciptakan sebuah generasi penerus secara
estafet.
4. Fungsi genetik untuk melahirkan seorang anak dalam rangka menjaga
keberlangsungan sebuah keturunan.
E. Istilah Keluarga Dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an Istilah Keluarga disebut dengan Ahlun sebagaimana
terdapat dalam surah At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi :
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3‹Î=÷dr&ur #Y‘$tR $ydߊqè%ur â¨$¨ 9Z $# äou‘$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#y‰Ï© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr&
tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Menjaga keluarga yang dimaksud dalam butiran ayat di atas adalah dengan
cara mendidik, mengajari, memerintahkan mereka, dan membantu mereka untuk
bertakwa kepada Allah, serta melarang mereka dari bermaksiat kepada-Nya.
10
Selain itu keluarga dapat diartikan dzawil qurba sebagaimana terdapat
dalam surah Al-Isra ayat 26 yang berbunyi :
Ï #N uäur #sŒ 4’n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur
tûøó$#ur È ‹@ Î6¡¡9$# Ÿwur ö‘Éj‹t7è? #·ƒÉ‹ö7s? ÇËÏÈ
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”
Islam merupakan agama yang pertama kali memberikan perhatikan
terhadap keluarga sebagai elemen sosial yang pertama. Sementara orangtua
memberikan pendidikan, pemeliharaan dan pengawasan yang terus menerus
kepada anak-anaknya, yang akan mewarnai corak kepribadian sang anak.
Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang memberikan
pengajaran, bimbingan terhadap anak dalam ajaran agama Islam, sebagaimana
yang dikemukakan :
“Pendidikan agama Islam adalah segala usaha yang berupa pengajaran,
bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak setelah selesai pendidikannya
dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, serta
menjadikannya sebagi way of life ( jalan kehidupan) sehari-hari, baik dalam
kehidupan pribadi maupun sosial masyarakat”. [9]
Menurut pengertian lain, pendidikan agama Islam adalah usaha sadar
generasi tua mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan
kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia muslim yang bertaqwa kepada
Allah SWT, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian utuh yang memahami,
mengahayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupannya. [10]
F. Tujuan Terbentuknya Keluarga Muslim
Tujuan terbentuknya sebuah keluarga muslim adalah menciptakan keluarga
yang sakinah (tentram), mawaddah (cinta dan gairah) dan rahmah (kasih sayang). [11]
11
[9] Tim Dosen PIF-Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya-Indonesia: Usaha Nasional, 1988), h. 4
[10] Departemen Agam RI, Pedoman Pelaksanaan PendidikanA gama Islam, (Jakarta : 1985/1986),h. 9[11] Wahyu, Op-Cit., h. 4
Hal ini sebagaimana dalam surah ar-Rum ayat 21 yang berbunyi :
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurø—r& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômu‘ur 4 ¨bÎ) ’Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9
tbrã©3xÿtGtƒ ÇËÊÈ ”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “
Sementara menurut Undang-Undang Perkawinan Bab 1 pasal 1, menyatakan
bahwa, “Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Di dalam hadis Rasulullah SAW, pernah bersabda yang artinya: ”Janganlah
seseorang isteri sebagaimana binatang bersetubuh, dan hendaklah ada perantara
antara keduanya“. Beliau ditanya: ”Apakah perantara itu?”. Beliau menjawab :
”Ciuman dan rayuan”. (HR. Dailami)
Sementara itu menurut Nadhirah Mudjab, yang dikutip oleh Prof. Dr.H.
Wahyu, menyatakan bahwa tujuan terbentuknya suatu keluarga muslim adalah:
1. Mengatur potensi kelamin/kebutuhan seks yang sehat dan bersih
2. Melahirkan keturunan yang mulia
3. Merasakan kasih sayang dan penderitaan hidup
4. Mendidik generasi baru
5. Menjaga nasab
6. Menjaga harta pusaka. [12]
Sebuah keluarga Muslim merupakan landasan utama bagi terbentuknya
masyarakat Islami. Di dalam keluarga Muslim terkandung sebuah konsep
religius (al-mafhum al-dini), yaitu bahwa para anggota keluarga diikat oleh
sebuah ikatan agama untuk mewujudkan kepribadian yang luhur. Konsep ini
12
menekankan bahwa sebuah keluarga Muslim harus dapat membentuk para
anggotanya agar memiliki kepribadian yang luhur ini. Memiliki sifat kasih
dan sayang, cinta sesama, menghormati orang lain, jujur, sabar, qana’ah dan
pemaaf merupakan di antara indikator bagi sebuah kepribadian yang luhur.
Orangtua mempunyai andil yang cukup besar dalam membentuk
kepribadian seorang anak, karena memang dilingkungan keluargalah anak
akan dibentuk, dalam arti pertumbuhan dan perkembangan oleh orangtua.
Menurut Nasy’at Al-Masri dalam bukunya yang berjudul “Menyambut
Kedatangan Bayi”, mengatakan : ”Adapun pembinaan dan pendidikan bagi
seorang anak muslim dan muslimah yang baik, dapat direalisasikan dalam
tiga masalah:
Pertama; menumbuhkan dan mengembangkan segi-segi positif,
membangkitkan bakat-bakatnya yang luhur dan kreativitasnya yang
membangun dengan mewarnai ketiganya dengan warna dan corak Islam.
Kedua; meluruskan kecenderungan dan wataknya yang tidak baik, dengan
mengarahkannya menuju perangai dan watak yang terpuji.
Ketiga; menguatkan keyakinan, bahwa tujuan utama dari penciptaan
manusia, ialah untuk mengabdikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”. [13]
Dalam membina kebahagiaan dan ketentraman keluarga ada syarat yang
perlu diketahui, sebagaimana yang nyatakan oleh Zakiah Darajat yang dikutip
oleh Prof.Dr.H. Wahyu, sebagai berikut : “Beberapa persyaratan yang perlu
diketahui dan dilakukan oleh setiap pasangan suami isteri, agar dapat tercapai
kebahagiaan dan ketentraman dalam keluarga.
Syarat-syarat itu antara lain, hendaknya suami isteri itu :
1. Saling mengerti antara suami isteri
a. Mengerti latar belakang pribadinya
b. Mengerti diri sendiri
[12] Ibid., h.5[13] Nasy’at Al-Masri, Uklhti Al Muslimah Kaifa Tastaqbilin Mauludiki Al-Jadid, diterjemahkan H. Salim
Basyarahil , dengan judul : Menyambut Kedatangan Bayi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994). Cet.14,h.60
2. Saling menerima
a. Terimalah dia sebagaimana adanya
13
b. Terimalah hobbynya dan kesenangannya
c. Terimalah keluarganya
3. Saling menghargai
a. Menghargai perkataan dan perasaan
b. Menghargai bakat dan keinginannya
4. Saling mempercayai
a. Percaya akan pribadinya
b. Percaya akan kemampuannya
5. Saling mencintai
a. Lemah lembut dalam berbicara
b. Tunjukkan perhatian kepadanya
c. Bijaksana dalam pergaulan
d. Jauhi sikap egoistis
e. Jangan mudah tersinggung, tentramkan batin sendiri, dan tunjukkan
rasa cinta. [14]
Sementara itu orangtua sebagai Pembina keluarga yang pertama dan utama
dalam sebuah rumah tangga wajib bertanggungjawab terhadap anak-anaknya, hal
ini sebagai amanah dari Allah SWT yang dititipkan kepada orangtua.
Islam membebani kedua orangtua untuk bertanggungjawab memelihara
kehidupan, pendidikan, pertumbuhan fisik, dan perkembangan mental anak,
dengan pertimbangan bahwa anak merupakan amanat yang dibebankan kepada
mereka, dan Allah akan menghisab mereka atas amanat tersebut. Hal itu untuk
menghindarkan si anak dari beban melindungi dan mendidik dirinya sendiri yang
tidak mungkin dilakukannya karena ketidakmampuannya untuk melakukan itu.
Untuk itu Islam melimpahkan tanggungjawab mendidik anak kepada kedua
orangtua. [15]
[14] Wahyu, Op-Cit., h. 6[15] Dr. Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, dkk, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 1994),h. 35
Tanggungjawab orangtua sebagai ayah dan ibu terhadap anak menurut
Umar Hasyim, yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Wahyu dapat dirincikan sebagai
berikut :
1. Memberi nama yang baik
14
2. Membaguskan akhlaknya
3. Mengajar baca tulis al-Qur’an
4. Mengajar berenang
5. Mengajar memanah atau menembak
6. Menjodohkan kalau sudah dewasa
7. Mendidik tauhid dan keimanan
8. Membimbing shalat dan urusan ibadah lainnya. [16]
Sesungguhnya Allah SWT. Itu indah dan menyukai keindahan. Diantara
keindahan ialah memberi nama yang baik bagi anak. Islam adalah agama
kemudahan. Untuk itu, Islam menginginkan kemudahan meskipun menyangkut
pemberian nama. [17]
Nama yang baik bagi anak kelak akan memberikan nilai positif.
Sedangkan nama yang buruk tentu saja akan memberikan dampak negatif bagi
pemiliknya, dan bisa menjadi bahan ejekan atau celaan oleh kawan-kawannya
kelak.
Nama adalah lafaz dimana seseorang dipanggil dengannya. Islam memberi
perhatian sangat besar terhadap masalah ini, hingga Allah SWT pun menegaskan
hal ini dalam Al-Qur’an surah Maryam ayat 7, yang berbunyi :
!$ƒÌŸ2t“»tƒ $¯RÎ) x8çŽÅe³u;çR A »O n=äóÎ/
¼çmßJó™$# 4Ózøts† öNs9 @yèøgwU ¼ã&©! `ÏB
ã@ö6s% $wŠÏJy™ ÇÐÈ
“ Hai Zakaria, Sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan
(beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum
pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia”.(QS. Maryam : 7)
[16] Ibid.[17] Nur Kholish Rif’ani, Cara Bijak Rasulullah Dalam Mendidik Anak, ( Yogyakarta : Real Book, 2013), h.
51
Dari Abu Darda Ra, ia berkata bahwa ia telah mendengar Sabda Rasulullah
SAW :
15
“Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama
kalian dan nama bapak-bapak kalian. Maka baguskanlah nama-nama
kalian.”(HR. Abu Dawud)
Adapun untuk memberi nama anak, sebaiknya diambil dari nama-nama
orang shaleh, baik dari kalangan nabi, rasul, ataupun orang-orang shaleh lainnya.
Hal itu dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan cara
mencintai dan menghidupkan mereka. Rasulullah SAW, memberikan anjuran
untuk memakai nama seperti Abdullah dan Abdurrahman.
Dari Ibnu Umar ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW :
“Sesungguhnya nama yang paling dicintai oleh Allah adalah ‘Abdullah dan
‘Abdurrahman”. (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Sedangkan nama-nama yang dimakruhkan untuk diberikan kepada seorang
anak seperti :
a. Nama yang mengandung arti keberkahan atau yang menimbulkan rasa
optimis, misalnya nama : Aflah (beruntung), Nafi’ (bermanfaat), Rabah
(keuntungan), Yasar (kemudahan)
b. Nama yang berhubungan dengan hawa nafsu
c. Nama yang mengandung kesan jelek, baik lafaz ataupun makna
d. Nama orang-orang fasiq, kafir, dan orang jahat
e. Nama yang menunjukkan dosa dan maksiat
f. Nama orang-orang zalim .misalnya Firaun, Qarun, Haman, Abrahah dan
lainnya.
Hal utama yang harus dilakukan orang tua adalah membimbing anaknya
supaya berakhlak mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Ajarkan kepada anak-anakmu tiga hal, yaitu : mencintai nabimu,
keluarganya, dan membaca Al-Qur’an. Karena sesungguhnya ahli
(melaksanakan) Al-Qur’an itu akan berada di bawah naungan ‘Arsy Allah pada
hari kiamat bersama para nabi dan orang-orang suci”. (HR. Thabrani)
Anak hendaknya terbiasa ditanamkan padanya akhlak mulia, etika, moral
dan nilai-nilai yang baik, sehingga akan menjadikannya makhluk yang bermanfaat
bagi dirinya, keluarganya, dan semua orang. Akhlak mulia dan agama merupakan
satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Orang yang agamanya
16
baik tentu tercermin pada akhlaknya yang mulia. Anak jangan diberi, ditontonkan
akhlak tercela, seperti berbohong, mencuri, suka mencela, memperolok-olok,
menghina, mengumpat, ghibah, membicarakan kejelekkan orang lain, dan
sebagainya.
Salah satu ajaran Rasul adalah saling mendoakan antara satu dengan
lainnya, yakni menebarkan salam. Termasuk ketika kita ingin memasuki rumah
atau keluar rumah, baik rumahnyan sendiri maupun ketika sedang bertamu ke
rumah orang lain. Nabi SAW bersabda :
Artinya : “Wahai anakku, jika kamu masuk menemui keluargamu,
ucapkanlah salam, niscaya akan menjadi berkah bagimu dan bagi keluargamu”.
(HR. Tirmidzi)
Mengucapkan salam merupakan salah satu sunnah Rasulullah. Ia adalah
amal shaleh yang sangat agung, walaupun cukup ringan dilakukan. Menebarkan
salam dan mentradisikannya merupakan perbuatan yang kelak memasukkan
pelakunya ke dalam surga.
Selanjutnya menanamkan pendidikan aqidah atau tauhid kepada anak
merupakan hal yang sangat penting. Sebagaimana yang dilakukan oleh Lukman
Al-Hakim. Firman Allah Swt. Dalam Al-Qur’an Surah Luqman ayat 13 yang
berbunyi :
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9
Ò ŠO Ïàtã ÇÊÌÈ “ Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".
Begitu juga dalam hal perintah shalat dan ibadah lainnya
Allah SWT. Berfirman dalam al-Qur’an Surah Lukman ayat 17 yang
berbunyai:
¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã Ìs3ZßJø9$#
17
÷ŽÉ9ô¹$#ur 4’n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷“tã Í‘qãBW{$# ÇÊÐÈ
“ Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Dalam memberikan pendidikan agama kepada anak, orangtua hendaknya
mendidik, membimbing dan mengawasi, terutama yang menyangkut ibadah
kepada Allah SWT, seperti shalat. Sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah
SAW dalam hadis beliau yang artinya :
“Dari Amr bin Suaib dari ayahnya dari kakeknya yang di ridhai oleh Allah
atasnya berkata, sabda Rasulullah SAW :”Suruhlah anak-anakmu mengerjakan
shalat ketika berusia 7 tahun dan pukullah mereka bila enggan mengerjakannya
ketika mereka berusia 10 tahun dan pisahkanlah tidur mereka“. (HR. Abu Daud) [18]
[18] Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’as-As-Sijistani, Sunan Abi Daud I, (Beirut: Darul Fikr, t.th), h. 119
G. Penutupan
Keluarga adalah satuan sosial terkecil yang diikat oleh perkawinan. Proses
lahirnya sebuah keluarga atau rumah tangga dimulai dari hasrat dan keinginan
individu untuk menyatu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, terbentuknya
sebuah keluarga diawali dengan proses memilih yang dilakukan oleh individu
yang berlainan jenis kelamin, lalu melamar (khitbah), dan diakhiri dengan
perkawinan (al-nikâh).
18
Keluarga memiliki peran dan fungsi yang sangat signifikan dalam
kehidupan bermasyarakat, agama serta nusa dan bangsa, khususnya keluarga
muslim. Adapun tujuan utama pembinaan keluarga dapat kita temukan dalam
beberapa ayat al-Qur’an dan Hadits Rasulullah saw., yang intinya sebagai berikut:
(1) menegakkan hukum-hukum Allah SWT.;
(2) merealisasikan ketentraman jiwa;
(3) melaksanakan perintah Rasulullah SAW; dan
(4) merealisasikan kecintaan kepada anak-anak.
Sedangkan fungsi keluarga yaitu:
(1) fungsi pengaturan seksual;
(2) fungsi reproduksi;
(3) fungsi sosialisasi;
(4) fungsi afeksi;
(5) fungsi penentuan status;
(6) fungsi perlindungan; dan
(7) fungsi ekonomis.
H. Kesimpulan
1) Orangtua dalam keluarga Muslim hendaknya menjadikan agama Islam sebagai
landasan utama dan pertama dalam mengajarkan, mendidik dan membimbing
anak-anaknya agar menjadi keluarga yang terpelihara dari api neraka.
2) Orangtua mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada anak-
anaknya untuk bekal di dunia dan di akherat.
19
3) Dalam membina keluarga sakinah mawadah warahmah
keluarga muslim berpegang kepada pedoman yang bersumber
dari Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
I. Saran
Sebaiknya kita bisa membentuk keluarga yang sesuai dengan ajaran Nabi
Muhammad SAW yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadis. Keluarga merupakan
tiang awal pembentukkan insan yang bertawakal kepada Allah SWT. Oleh karena
itu, bentuklah keluarga yang sesuai dengan Konsep Keluarga Menurut Islam agar
mencapai yang namanya keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’as-As-Sijistani, Sunan Abi Daud I, (Beirut: Darul
Fikr, t.th), h. 119
Al-Masri, Nasy’at Uklhti Al Muslimah Kaifa Tastaqbilin Mauludiki Al-Jadid,
diterjemahkan H. Salim Basyarahil , dengan judul : Menyambut Kedatangan
20
Bayi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994).
Cet.14,h.60
Departemen Agam RI, Pedoman Pelaksanaan
PendidikanA gama Islam, (Jakarta : 1985/1986),h.
9
Dr. Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, dkk, Pendidikan
Anak Menurut Islam, (Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 1994),h. 35
http://blog.re.or.id/konsep-keluarga-sakinah-dalam-pandangan-islam.htm
Rif’ani,Nur Kholish Cara Bijak Rasulullah Dalam Mendidik Anak,
( Yogyakarta : Real Book, 2013), h. 51
Soelaeman, Munandar Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial,
(Bandung : PT. Eresco, 1992), h.55
Tim Dosen PIF-Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya-
Indonesia: Usaha Nasional, 1988), h. 4
Wahyu, Ilmu Sosial Dasar, ( Surabaya: Usaha Nasional, 1986),h. 57
Wahyu, Op-Cit., h. 4
Wahyu, Op-Cit., h. 6
Wahyu, Pokok-pokok Materi Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam,
(Banjarmasin ,2010) Bagian 9, h. 1
RIWAYAT HIDUP
Rahmad Hidayat , 7 September 1995 lahir di Desa Pasir yang terdapat di
Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Anak ke 3 dari 3 bersaudara. Anak dari Bapak
21
Nurzal dan Ibu Darnis. Menamatkan Sekolah Dasar di SDN 19 Ampang Gadang
Kec. Ampek Angkek Kab. Agam. Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Ampek
Angkek Kab. Agam. Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Ampek Angkek Kab.
Agam. Sekarang melanjutkan pendidikan di Politeknik Negeri Jakarta dengan
Program Studi S1 Terapan Broadband Multimedia Jurusan Teknik Elektro.
22