Download - Kehamilan Abdominal Rai
BAB IPENDAHULUAN
Kehamilan abdominal merupakan bagian dari kehamilan ektopik yang jarang
terjadi dan merupakan kasus yang mengancam nyawa. Kasus ini terjadi jika
Gestasional sac mengalami implantasi diluar uterus, ovarium ataupun tuba
falopi.1 Kehamilan ektopik merupakan peristiwa yang dapat dihadapi oleh setiap
klinisi, tidak jarang yang menghadapi penderita untuk pertama kali adalah dokter
umum, sehingga perlu diketahui oleh setiap dokter klinik mengenai kehamilan
ektopik pada umumnya dan kehamilan abdominal pada khususnya, serta
diferensial diagnosisnya.1,2
Diperkirakan sekitar 1% dari kehamilan adalah kehamilan esktrauterine
dan 3% dari kasus tersebut terjadi kehamilan dengan implantasi peritoneal.1
Hampir semua kasus kehamilan abdominal didahului oleh adanya ruptur atau
abortus pada kehamilan tuba yang terjadi pada kavum peritoneal.Berdasarkan
catatan dari Centers of Disease Control diperkirakan insiden dari kehamilan
abdominal adalah sebesar 1 dari 10.000 kelahiran hidup, sedangkan pada Parkland
Hospital yang merupakan tempat yang paling banyak menerima kasus – kasus
kehamilan ektopik, tercatat bahwa kehamilan abdominal jarang terjadi dan
terhitung sekitar 1 diantara 25.000 kelahiran.2
Wanita dengan riwayat salphingitis yang disertai dengan adanya jaringan
parut dan perlengketan jaringan perituba dapat meningkatkan terjadinya resiko
kehamilan ektopik yang selanjutnya meningkatkan resiko kehamilan abdominal.
IUD (Intra Uterine Device) yang berfungsi mencegah terjadinya kehamilan
intrauterine, tetapi dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan abdominal,
pengobatan dengan menggunakan gonadotrophin yang ditujukan untuk
meningkatkan ovulasi, dilaporkan dapat meningkatkan resiko kehamilan
abdominal, hal ini juga dapat terjadi pada proses fertilisasi invitro akibat dari
transfer embrio.1
Pada kehamilan abdominal primer implantasi dari ovum yang telah
dibuahi terjadi langsung pada peritoneum. Karena kasus kehamilan abdominal
primer sangat jarang terjadi, banyak penulis yang meragukan kemungkinan ini,
namun bukti konklusif mengenai kehamilan abdominal primer ini dibuktikkan
1
oleh Studiford. Sedangkan pada kehamilan abdominal sekunder didahului oleh
adanya ruptura tuba atau abortus tuba, dimana hasil konsepsi mengalami
reimplantasi di daerah peritoneum. Penyebab langsung dari ruptura tuba dapat
berupa trauma yang berkaitan dengan koitus atau pemeriksaan bimanual yang
kasar, sekalipun pada sejumlah besar kasus terjadi ruptura spontan.2
Wanita dengan kehamilan abdominal kemungkinan akan sangat terganggu
dengan adanya nausea, vomitus, meteorismus, konstipasi dan nyeri abdomen,
dalam stadium lanjut kehamilannya, gerakan janin akan dirasakan nyeri. Pada
pemeriksaan fisik dengan palpasi abdomen , posisi janin berada dalam keadaan
abnormal yaitu sering letak lintang atau miring. Dengan melakukan palpasi
forniks, bagian kecil kepala janin kadang – kadang ditemukan dengan jelas berada
di luar uterus. Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis kehamilan abdominal, diantaranya : stimulasi oksitosin,
pemeriksaan radiologis dan sonografi.2
Setiap diagnosis kehamilan abdominal ditegakkan, maka tindakan
pembedahan segera merupakan pilihan yang disarankan, dikarenakan resiko yang
dapat terjadi pada ibunya dan ketidakmunkinan ditemukannya janin normal dan
viable.1 Kehamilan abdominal merupakan suatu hal yang serius dan suatu kondisi
yang sangat potensial mengancam nyawa dan dampak yang sangat mengganggu
pada kehamilan abdominal yang terjadi pada ibu maupun janin adalah berkaitan
dengan morbiditas yang terjadi akibat intervensi pembedahan.3
2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kehamilan abdominal merupakan varian dari kehamilan ektopik yang berupa
kehamilan dimana sel telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh secara
intraperitoneal dan diluar tuba, ovarium dan intraligamentus.3 Kehamilan
abdominal dibagi menjadi dua bagian berdasarkan proses terjadinya yaitu:4
1. Kehamilan abdominal primer
Kehamilan abdominal yang terjadi berdasarkan adanya implantasi
primer dari hasil konsepsi kedalam rongga peritoneum
2. Kehamilan abdominal sekunder
Kehamilan abdominal yang didahului oleh adanya ruptur atau abortus
yang terjadi pada kehamilan tuba yang kemudian berimplantasi pada
kavum peritoneal.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan catatan dari Centers of Disease Control diperkirakan insiden dari
kehamilan abdominal adalah sebesar 1 dari 10.000 kelahiran hidup, sedangkan
pada Parkland Hospital yang merupakan tempat yang paling banyak menerima
kasus – kasus kehamilan ektopik, tercatat bahwa kehamilan abdominal jarang
terjadi dan terhitung sekitar 1 diantara 25.000 kelahiran.2 Sedangkan angka
insiden dari kehamilan abdominal mengalami peningkatan setelah dilakukannya
proses transfer gamet intrafalopi yang terjadi pada proses fertilisasi in vitro.
Endometriosis, tuberkulosis dan adanya IUD dapat memicu terjadinya
peningkatan angka insiden kehamilan abdominal.2
2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Wanita dengan riwayat salphingitis yang disertai dengan adanya jaringan parut
dan perlengketan jaringan perituba dapat meningkatkan terjadinya resiko
kehamilan ektopik yang selanjutnya meningkatkan resiko kehamilan abdominal.
IUD (Intra Uterine Device) yang berfungsi mencegah terjadinya kehamilan
intrauterine, tetapi dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan abdominal,
3
pengobatan dengan menggunakan gonadotrophin yang ditujukan untuk
meningkatkan ovulasi, dilaporkan dapat meningkatkan resiko kehamilan
abdominal, hal ini juga dapat terjadi pada proses fertilisasi invitro akibat dari
transfer embrio.1 Berdasarkan etiologi dan asal mula terjadinya kehamilan
abdominal, maka kehamilan abdominal dapat dibagi menjadi dua kategori : 5
1. Kehamilan Abdominal Primer
Yaitu bila sejak pertama kali telah terjadi impantasi di kavum abdominalis.
Syarat yang harus dipenuhi pada kehamilan ini adalah adanya tuba yang masih
intak, posisi dan letak organ genitalia masih normal, dan tidak terdapat fistula
pada tuba ataupun dinding uterus.
2. Kehamilan Abdominal Sekunder
Dapat berasal dari ruptura tuba atau abortus tuba. Pada kasus ini terjadi
implantasi di daerah kavum abdominalis. Terdapat bekas ruptur atau abortus
pada tuba.
Pada kehamilan abdominal terdapat beberapa faktor – faktor resiko yang
dapat digunakan dalam membantu mendiagnosis adanya kehamilan abdominal,
berikut beberapa faktor resiko pada kehamilan abdominal : 3
- Infertilitas
- Riwayat infeksi pelvis
- Kelainan kongenital
- Endometriosis
- Riwayat Kehamilan Ektopik
2.4 PATOFISIOLOGI
2.4.1 Kehamilan Abdominal Primer
Pada kehamilan abdominal ini implantasi dari ovum yang telah dibuahi terjadi
langsung pada peritoneum. Karena kasus kehamilan abdominal primer sangat
jarang terjadi, banyak penulis yang meragukan kemungkinan ini, namun bukti
konklusif mengenai kehamilan abdominal primer ini dibuktikkan oleh Studiford
yang mencatat adanya kehamilan abdominal yang memenuhi syarat-syarat
kehamilan abdominal.2
2.4.2 Kehamilan Abdominal Sekunder
4
Kehamilan abdominal sekunder didahului oleh adanya ruptura tuba atau abortus
tuba, dimana hasil konsepsi mengalami reimplantasi di daerah peritoneum.
Penyebab langsung dari ruptura tuba dapat berupa trauma yang berkaitan dengan
koitus atau pemeriksaan bimanual yang kasar, sekalipun pada sejumlah besar
kasus terjadi ruptura spontan.2
Sedangkan pada abortus tuba, pemisahan sering kali disebabkan oleh
tekanan pembuluh darah yang ditempel, atau oleh karena kontraksi dari tuba itu
sendiri. Jika wanita tidak dioperasi atau meninggal karena perdarahannya, nasib
embrio akan tergantung dari kerusakan yang diderita oleh hasil konsepsi pada saat
terjadi ruptur atau abortus dan selama kehamilan. Jika embrio atau janin terlempar
keluar ke dalam kavum peritonei dalam keadaan tanpa cedera, hasil konsepsi
tersebut dapat tertanam kembali hampir disegala tempat, membangun sirkulasi
darah yang memadai dan kembali hidup serta tumbuh, namun demikian
kemungkinan seperti ini sangat kecil, mengingat terjadinya kerusakan selama
proses transisi tersebut.2
2.4.3 Keadaan Janin
Keadaan janin pada kehamilan abdominal sangat jelek sehingga sebagian besar
sudah meninggal ketika ditemukan. Jika janin meninggal setelah mencapai suatu
ukuran cukup besar untuk diresorpsi, janin tersebut akan mengalami supurasi,
mumifikasi, kalsifikasi atau pembentukan adipocere.2
5
Gambar 2-1 : Janin yang terkalsifikasi pada kehamilan abdominal
Bakteri dapat mencapai hasil konsepsi, khususnya bila hasil konsepsi
melekat pada usus, dengan terjadinya supurasi pada daerah tersebut. Akhirnya
abses yang terjadi akan mengalami ruptur pada tempat yang resistensinya paling
kecil, dan bila pasien tidak meninggal akibat peritonitis serta septikemia, maka
bagian janin dapat menonjol keluar lewat dinding abdomen atau lebih sering lagi,
menonjol ke dalam usus atau kandung kemih. Mumifikasi dan pembekuan
lithopedion kadang – kadang terjadi dan hasil konsepsi yang telah mengalami
mumifikasi dapat bertahan selama bertahun – tahun tanpa keluhan sampai
kemudian menjadi distosia pada kehamilan berikutnya atau timbul keluhan akibat
penekanan. Ada kasus – kasus dengan lithopedion yang sudah bertahan selama 20
6
hingga 30 tahun sebelum lithopedion tersebut dikeluarkan pada saat pembedahan
atau otopsi, sedangkan yang paling jarang adalah perubahan menjadi massa lemak
yang berwarna kekuningan yang disebut dengan adipocere.2
2.5 GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang terjadi pada kehamilan abdominal dibagi menjadi dua bagian
yaitu : 1
2.5.1 Kehamilan Abdominal Primer
Kehamilan abdominal primer cenderung terjadi pada usia
kehamilan dibawah 12 minggu yang diikuti oleh terjadinya
kehamilan ektopik tuba, kecuali sudah dapat dipastikan dengan
pemeriksaan fisik pada pelvis bahwa pada tuba falopi tidak terjadi
kelainan. Gejala yang sering muncul berupa nyeri perut,
amenorhea, perdarahan pervaginal dan adanya test kehamilan
dengan hasil positif.
2.5.2 Kehamilan Abdominal Sekunder
Nyeri perut yang berulang – ulang , mual muntah sering terjadi
pada kehamilan trimester kedua dan ketiga, serta rasa nyeri pada
setiap gerakan janin dapat juga dikeluhka oleh penderita. Pada
wanita multipara akan sering merasakan sesuatu yang berbeda
dengan kehamilan – kehamilan sebelumnya. Pada kehamilan
sekunder, bagian – bagian janin sangat mudah dipalpasi dengan
letak janin di dalam abdomen biasanya dalam posisi melintang
ataupun oblik. Pada usia kehamilan 12 minggu, pembesaran uterus
akan teraba jauh di bawah pelvis, pembukaan servik dan efisemen
sering tidak terjadi. His palsu sering terjadi pada kehamilan ini dan
anemia umumya terjadi pada akhir trimester ketiga akibat dari
perdarahan intra abdominal.
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan abdominal secara dini sangat sulit ditegakkan sebelum
dilakukan laparotomi. Sering kali pada fase laten yang memanjang dan gagalnya
7
induksi oksitosin yang kemudian dilakukan pembedahan, maka pada saat itulah
sering baru diketahui adanya kehamilan abdominal.1 Karena ruptura dini atau
abortus pada kehamilan tuba merupakan peristiwa awal yang biasa terjadi
sebelum kehamilan abdominal, dalam pemeriksaan retrospektif biasanya
ditemukan riwayat yang mengarah ke arah peristiwa tersebut. Abnormalitas yang
mungkin masih teringat oleh pasien adalah spotting atau perdarahan tak teratur
dan nyeri abdomen, yang biasanya paling menonjol pada satu atau kedua kuadran
bawah perut. Anemia yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dalam awal kehamilan
dapat menyertai peristiwa ruptur atau abortus tersebut.2
Wanita dengan kehamilan abdominal kemungkinan akan sangat terganggu
dengan adanya nausea, vomitus, meteorismus, konstipasi dan nyeri abdomen,
dalam stadium lanjut kehamilannya, gerakan janin akan dirasakan nyeri dan pada
saat mendekati aterm, uterus yang kosong menjadi bukti adanya kehamilan
abdominal dengan persalinan palsu.2
Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi abdomen , posisi janin berada
dalam keadaan abnormal yaitu sering letak lintang atau miring, dan hal ini
kerapkali mudah dipastikan. Akan tetapi, bagian – bagian janin yang mudah
diraba bukanlah tanda yang bisa diandalkan karena kadang – kadang bagian janin
dapat teraba dengan mudah pada kehamilan intrauterin yang normal, khususnya
pada ibu multipara dengan dinding abdomen yang tipis. Pemijatan didaerah hasil
konsepsi tidak merangsang massa kehamilan tersebut untuk menjadi keras seperti
yang terjadi pada kehamilan intrauterin. Servik uteri biasanya akan bergeser yang
sebagian akan bergantung pada posisi janin, dan servik juga bisa terlihat
berdilatasi namun penipisannya tidak begitu nyata. Massa uterus mungkin dapat
ditemukan pada bagian bawah dari massa kehamilan. Dengan melakukan palpasi
forniks, bagian kecil kepala janin kadang – kadang ditemukan dengan jelas berada
di luar uterus.2
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis kehamilan abdominal, diantaranya :
- Stimulasi dengan oksitosin
Jika tidak ditemukan adanya aktivitas uterus lewat pengukuran
tekanan dalam rahim dengan menggunakan meteran khusus yang
8
dilakukan berkali – kali pada dinding abdomen ibu di daerah hasil
konsepsi, sementara oksitosin diinfus dengan tekanan terukur,
kehamilan tersebut hampir dapat dipastikan kehamilan diluar
rahim. Selain itu kehamilan luar rahim juga tidak memberikan
reaksi pada Oxytocin Challenge Test.2
- Pemeriksaan radiologi
Kecurigaan kuat terhadap kemungkinan kehamilan abdominal
dapat dipastikan lewat pemeriksaan dengan sinar-x dengan kontras
radio opak atau probe dalam uterus. Janin akan jelas terlihat diluar
kavum uteri. Foto sinar-x lateral akan menunjukkan bagian –
bagian kecil janin terletak dekat tulang punggung ibu.2
Gambar 2-2 : Foto sinar-x pada kehamilan abdominal
- Sonografi
Dalam prakteknya, hasil pemeriksaan sonografi atau USG pada
kehamilan abdominal mungkin tidak begitu jelas untuk
9
memudahkan penegakan diagnosis yang pasti. Namun demikian,
pada sebagian kasus yang dicurigai, hasil USG dapat dipakai
untuk mengenali kehamilan diluar rahim. Sebagai contoh, jika
kepala janin terlihat melintang di dekat kandung kemih ibu tanpa
adanya jaringan uterus yang berada diantaranya, maka kehamilan
abdominal dapat ditegakkan.2
Gambar 2-3 : Hasil USG pada kehamilan abdominal
2.7 PENATALAKSANAAN
Setiap diagnosis kehamilan abdominal ditegakkan, maka tindakan pembedahan
segera merupakan pilihan yang disarankan, dikarenakan resiko yang dapat terjadi
pada ibunya dan ketidakmunkinan ditemukannya janin normal dan viable. Namun
jika kehamilan tersebut berusia 20 minggu serta keadaan ibu dan janinnya baik,
maka dianjurkan memonitor kehamilan tersebut di rumah sakit dengan tranfusi
darah sampai janin tersebut cukup viable. Tetapi jika janin yang terdapat pada
kehamilan tersebut sudah meninggal maka tindakan pembedahan tidak dapat
ditunda lagi sebelum terjadi perdarahan, sepsis dan terjadinya abses.1
Tindakan operasi untuk kehamilan abdominal dapat menimbulkan
perdarahan masif. Tanpa tranfusi darah yang intensif, harapan pasien untuk
tertolong amatlah kecil. Karena itu, di dalam kamar operasi sedikitnya sudah
harus tersedia 2000 ml darah yang cocok dengan golongan darah pasien. Sebelum
operasi dipasang 2 set infus yang masing – masing dapat menyalurkan cairan
infus dengan volume besar dan cepat. Kalau waktu masih memungkinkan, usus
harus dikosongkan dengan pengurasan mekanis, selain itu diberi preparat
10
antimikroba , mengingat usus sering melekat erat dengan plasenta atau selaput
ketuban.2
Karena perlekatan plasenta pada kehamilan abdominal selalu membawa
resiko perdarahan, kita harus yakin agar pembuluh darah yang memasok plasenta
dapat diikat dahulu sebelum organ tersebut dicoba diangkat. Pemisahan parsial
dapat terjadi spontan, atau lebih besar kemungkinannya lagi terlepas pada saat
pembedahan akibat tindakan manipulasi pada waktu mencoba menentukan lokasi
perlekatan plasenta dengan tepat. Karena perdarahan masif dapat terjadi, untuk
sebagian besar kasus sebaiknya dihindari tindakan ekplorasi yang tidak begitu
penting pada organ – organ disekitarnya. Pada umumnya bayi harus dilahirkan,
tali pusat dipotong di dekat plasenta dan abdomen ditutup. Sayangnya tindakan
meninggalkan plasenta dalam kavum abdomen ini dapat menimbulkan komplikasi
berupa infeksi, abses, perlekatan, dan obstruksi intestinal.namun bagaimanapun
juga komplikasi – komplikasi tersebut masih lebih ringan daripada perdarahan
yang kadangkala terjadi akibat pengangkatan plasenta pada saat pembedahan.2
Tabel 2-1 : Opsi Penatalaksanaan pada Kehamilan Abdominal 6
11
Opsi Penatalaksanaan Kualitas Evidence
Tingkat Rekomendasi
Referensi
Disertai kematian janin
Dilahirkan secara laparotomi, dan masih mungkin untuk ditunda untuk mengurangi tingkat komplikasi
IV C 1
Disertai janin hidup dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu
Dilahirkan secara laparotomi
Dipertimbangkan untuk melakukan pendekatan konservatif setelah dilakukan konseling, penderita dirawat inap
-
-
-
-
Disertai janin hidup dengan usia kehamilan diatas 24 minggu
Dilahirkan secara laparotomi bila oligohidramnion dan/atau disertai kompresif deformitas
Dilahirkan secara laparotomi :- Idealnya dilakukan bersama
dengan ahli bedah umum/ vaskuler
- Tersedia beberapa unit darah- Dilakukan dengan insisi midline
vertikal pada abdomen- Insisi kantong gestasi dilakukan
jauh dari plasenta- Hindari manipulasi plasenta saat
melahirkan- Pelepasan plasenta secara
komplit dilakukan jika pembuluh darah yang melayani plasenta dipastikan aman
- Jika pembuluh darah yang melayani plasenta tidak dapat diamankan,hanya lakukan ligasi pada tali pusat (tingkat morbiditas post operatif tinggi)
-
IV
C
-
1
2.8 PROGNOSIS
Kehamilan abdominal merupakan suatu hal yang serius dan suatu kondisi yang
sangat potensial mengancam nyawa. Angka kematian ibu diperkirakan antara 0,5
sampai dengan 18%. Sedangkan kematian perinatal diperkirakan sekitar 40
sampai dengan 95%. Dampak yang sangat mengganggu pada kehamilan
12
abdominal yang terjadi pada ibu maupun janin adalah berkaitan dengan
morbiditas yang terjadi akibat intervensi pembedahan.3
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Alto WA. Abdominal Pregnancy. Finds Articles 1990; Available from:
http://www.findarticles.com/p/articles/mi_m3225/is_n1_v41; Accesed : July
30th,2005.
2. Cuningham FG, Gant NF, Levero Kj, Gilstrap LC.Haiuts JC, Wenstrom KD.
Ectopic Pregnancy. In Williams Obstetric 21st ed. McGraw Hill, New York ;
2001 ; 899-902.
3. Cotter A/T/H, Izquerdol L, Hereida F. Abdominal Pregnancy. The Fetus.net
2002 Available from: http://www.thefetus.net/page.php?id=1032. Accesed :
July 30th,2005
4. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachmidi T. dalam : Ilmu
Kebidanan. Ed.3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
1999.
5. Manuaba IBG. Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Dokter Umum. Jakarta: EGC; 1995.
6. Deering P. Abdominal Pregnancy. In : James DK, Mohamed K, Stone P,
Wijngaarden WV, Hill LM. Eds. Evidance-Based Obstetrics a Companion
Volume to High Risk Pregnancy, 2nd ed. Saunders ; 2002 ; 318.
14
15