i
KEEFEKTIFAN MODEL CTL BERBASIS
INKUIRI TERBIMBING TEMA BAHAN KIMIA
DALAM KEHIDUPAN UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN SISWA
SKRIPSI
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan IPA
oleh
Nur Rokhmah Fitriani
4001412013
JURUSAN IPA TERPADU
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
� Mimpikan yang kau mau dan kejarlah semua impianmu.
� Orang sukses takkan pernah mengeluh bagaimana kalau akan gagal,
namun berusaha bagaimana untuk berhasil.
� Bahagia itu sederhana, memiliki hati yang tak pernah membeci, senyuman
yang tak pernah menyakiti, dan kasih sayang yang tak pernah berakhir.
PERSEMBAHAN
Untuk Bapak dan Ibu tersayang
(Bapak Nurokhim dan Ibu Sakilah),
Adikku Islahhuddin Akbar,
Abangku Machfud Kurnia Akbar,
Sahabatku Kepompong,
Teman seperjuangan Pendidikan IPA 2012,
Keluarga PPL Spenadasa 2015,
Keluarga KKN Kuripan Subah 2015,
Keluarga Kos Puri Cempaka,
Almamaterku UNNES,
v
PRAKATA
Puji syukur senantiasa terucap kehadirat Allah atas segala rahmat-Nya dan
sholawat selalu teecurah kepada Rosulullah SAW hingga akhir zaman. Pada
kesempatan ini, penulis dengan penuh syukur mempersembahkan skripsi dengan
judul “Keefektifan Model CTL Berbasis Inkuiri Terbimbing Tema Bahan Kimia
dalam Kehidupan untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keaktifan Siswa”.
Skripsi ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan dan bimbingan
banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Semarang.
3. Ketua Jurusan IPA Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang.
4. Arif Widiyatmoko, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Miranita Khusniati, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Dr. Sri Haryani, M.Si., penguji yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Dra. Woro Sumarni, M.Si., Dosen Wali yang telah memberikan arahan dan
motivasi.
8. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat
selama belajar di FMIPA Universitas Negeri Semarang.
9. Rahayu Prihatin, S.Pd., Kepala SMP Negeri 10 Magelang yang telah
memberikan izin penelitian.
10. Nunuk Sri Pamungkas Siwi, S.Pd., guru IPA SMP Negeri 10 Magelang
yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
vi
11. Segenap guru, staf, dan karyawan SMP Negeri 10 Magelang yang
membantu terlaksananya penelitian ini.
12. Siswa kelas VIII A, VIII C, dan IX A SMP Negeri 10 Magelang yang
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
13. Teman-teman yang bersedia menjadi observer dalam penelitian ini.
14. Kedua orang tua dan keluarga besar yang sudah memberikan doa, semangat
dan dukungan dalam penyusunan skripsi.
15. Teman-teman Pendidikan IPA 2012 yang senantiasa memberikan bantuan
dan semangat.
16. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis dan pembaca demi kebaikan masa yang akan datang.
Semarang, Juli 2016
Penulis
vii
ABSTRAK
Fitriani, Nur Rokhmah. 2016. Keefektifan Model CTL Berbasis Inkuiri Terbimbing Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keaktifan Siswa. Skripsi, Jurusan IPA Terpadu Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama
Arif Widiyatmoko, S.Pd., M.Pd. dan Pembimbing Pendamping Miranita
Khusniati, S.Pd., M.Pd.
Kata Kunci: CTL, Inkuiri Terbimbing, Hasil Belajar, Keaktifan Siswa.
Pembelajaran IPA di sekolah dapat diterapkan dengan menghubungkan materi
dalam pembelajaran dengan kehidupan nyata. Namun, pembelajaran IPA di SMP
Negeri 10 Magelang belum menekankan pemahaman siswa sendiri secara aktif
untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata. Pembelajaran IPA
menggunakan model CTL berbasis inkuiri terbimbing menerapkan pembelajaran
dimana guru akan memberikan pertanyaan awal kepada siswa mengenai
permasalahan atau kejadian yang ada di kehidupan sehari-hari, kemudian siswa
melakukan eksperimen untuk membuktikan konsep IPA dengan dibimbing oleh
guru.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan model CTL
berbasis inkuiri terbimbing tema bahan kimia dalam kehidupan untuk
meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa. Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen dengan jenis penelitian quasi experimental design.
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 10 Magelang dengan subjek penelitian
siswa kelas VIII. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik
purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas
VIIIA sebagai kelas ekperimen dan VIII C sebagai kelas kontrol. Hasil penelitian
menunjukkan hasil belajar siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan
dengan nilai N-gain sebesar 0,62 dengan kriteria sedang. Serta kelas eksperimen
memiliki rata-rata hasil belajar lebih tinggi dibanding kelas kontrol berdasarkan
perhitungan t test dengan nilai thitung ≥ ttabel (5,42 ≥ 1,67). Keaktifan siswa kelas
eksperimen juga mengalami peningkatan setiap pertemuan pertama dari 36,9%
kriteria kurang aktif, pertemuan kedua menjadi 60,5% cukup aktif, pertemuan
ketiga 78,2% dengan kriteria aktif dan pada pertemuan keempat menjadi 81,4%
sangat aktif. Dengan demikian, model CTL berbasis inkuiri terbimbing efektif
digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa.
viii
ABSTRACT
Fitriani, Nur Rokhmah. 2016. The Effectiveness Guided Inquiry of CTL-Based Model Chemicals in Life Theme to Increase Learning Outcomes and Student Activity. Final Project, Department of Integrated Science Faculty of Mathematics and Natural Sciences, State University of Semarang. First Supervisor Arif
Widiyatmoko, S.Pd., M.Pd. and Second Supervisor Miranita Khusniati, S.Pd.,
M.Pd.
Keywords: CTL, Guided Inquiry, Learning Outcomes, Student Activity
Science learning in school can be applied by connecting the material in the learning with real life. However, learning science in SMP Negeri 10 Magelang not emphasize understanding of the students themselves actively to relate the subject to real life. Learning science using guided inquiry CTL-based model implement the learning in which the teacher will provide initial questions to the students about issues or events in everyday life, then the students do experiments to prove concepts of science guided by teacher.The purpose of this research was to determine the effectiveness guided inquiry of CTL-based model chemicals in life theme to improve learning outcomes and student activity. This research was a quasi-experimental research. The research conducted at SMP Negeri 10 Magelang with research subjects 8th grade students. The sample in this study were taken using purposive sampling technique. The sample are VIIIA as experimental class and VIIIC as control class. The results showed the experimental class student learning outcomes increased with the value of N-gain of 0.62 with the criteria of medium. As well as the experimental class has an average of learning outcomes is higher than the control class based on the calculation t test with tcount ≥ ttable (5.42 ≥ 1.67). Experimental class student activity also increased every first meeting of the 36.9% with the less active criteria, the second meeting became quite active 60.5%, the third meeting became active criteria 78.2%, and the fourth meeting to 81.4% very active. Thus, the CTL based guided inquiry model effectively used to improve learning outcomes and student activity.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……......………………………………………………… i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN……......………………….....……… ii
HALAMAN PENGESAHAN ……......………...……………………………… iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN……......………………………………….… iv
PRAKATA……......……………………………………………….................… v
ABSTRAK……......…………………………………………….................…… vii
ABSTRACT……......……………………………………………...............…… viii
DAFTAR ISI ……………………………………………….......……………… ix
DAFTAR TABEL ……......……………………………………………….....… xi
DAFTAR GAMBAR ……......………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN……...…………………………………………………. xiii
BAB
1. PENDAHULUAN………………………………………………….........…. 1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………….………. 1
1.2 Rumusan Masalah.......…………………………………………………. 5
1.3 Tujuan Penelitian.......………………………………………………….. 5
1.4 Manfaat Penelitian.......………………………………………………… 5
1.5 Penegasan Istilah..........………………………………………………… 6
2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………..…………………….........…. 8
2.1 Contextual Teaching and Learning……………………………………. 8
2.2 Inkuiri Terbimbing.......………………………………………...………. 13
2.3 Hasil Belajar...............………………………………………………….. 17
2.4 Keaktifan Siswa...........………………………………………………… 20
2.5 Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan………………………….……… 23
2.6 Kerangka Berpikir………...............................………………….……… 25
2.7 Hipotesis..............................................………………………….……… 25
3. METODE PENELITIAN……………………..…………………….........…. 26
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian..........……………………………………. 26
3.2 Populasi dan Sampel.......….…………………………………...………. 26
x
3.3 Variabel Penelitian......………………………………………...……….. 26
3.4 Rancangan Penelitian...........…………………………………………… 27
3.5 Prosedur Penelitian…….............................…………………….……… 28
3.6 Metode Pengumpulan Data………............................………….…….… 34
3.7 Metode Analisis Data………............................……….........….…….… 35
4. HASIL DAN PEMBAHASAN...……………..…………………….........…. 40
4.1 Hasil Penelitian...............................……………………………………. 40
4.2 Pembahasan.....................….…………………………………...………. 45
5. PENUTUP...................................……………..…………………….........…. 58
5.1 Simpulan........................................………………………………….…. 58
5.2 Saran................................….…………………………………...……..... 58
DAFTAR PUSTAKA..........……………………..…………………….........…. 59
LAMPIRAN........................……………………..…………………….........…. 64
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Tahapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning ………....... 12
3.1 Validitas Butir Soal Uji Coba...............................……...………………. 28
3.2 Interval Reliabilitas..............................…………………………………. 29
3.3 Kriteria Daya Pembeda Butir Soal......…………………………………. 30
3.4 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal......……………………………….... 30
3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran Butir Soal......……………….……….….… 30
3.6 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal......………..………………….... 31
3.7 Kegiatan Pembelajaran Kelas Eksperimen......……...……...………….. 33
3.8 Kegiatan Pembelajaran Kelas Kontrol............……………...…………. 34
3.9 Kategori Gain Score Hasil Belajar Kognitif..........….....................….…. 37
4.1 Hasil Uji Normalitas Data Nilai Pretest...............................………...…. 41
4.2 Hasil Uji Normalitas Data Nilai Posttestt...............................……....…. 41
4.3 Nilai Posttest Keseluruhan...................................................………...…. 42
4.4 Peningkatan Hasil Belajar.....................................................………...…. 42
4.5 Hasil Tanggapan Siswa.........................................................………...…. 44
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman
2.1 Skema Model Connected...........................………..………………….... 24
2.2 Kerangka Berpikir.........................................……………...…………... 25
3.1 Rancangan Nonequivalen Control Group Design................................... 27
4.1 Peningkatan Keaktifan Siswa .........................................…….……….... 43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Silabus Pembelajaran Kelas Eksperimen....………..……......................... 64
2. Silabus Pembelajaran Kelas Kontrol...........………..…………………..... 66
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen…..….………...... 68
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol........…..………......... 82
5. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen..........................…..…………..... 92
6. Lembar Kerja Siswa Kelas Kontrol.................................…..………….... 111
7. Instrumen Validasi LKS CTL Berbasis Inkuiri Terbimbing............…..... 115
8. Validasi LKS CTL Berbasis Inkuiri Terbimbing...................................... 118
9. Kisi-Kisi Soal Evaluasi.....................................................…..…………... 119
10. Soal Uji Coba..................................................................…..…………..... 122
11. Kunci Jawaban Soal Uji Coba..........................................…..……...…..... 132
12. Analisis Butir Soal..........................................................…..…………..... 133
13. Perhitungan Reliabilitas Soal..........................................…..…………..... 134
14. Soal Pretest.......................................................................…..…….......... 135
15. Soal Posttest......................................................................…..………..... 138
16. Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest..........................…...……….... 142
17. Daftar Kode Siswa Eksperimen dan Kontrol..........................…...……... 143
18. Nilai Ulangan Akhir Semester Gasal ..........................…...………........... 144
19. Uji Homogenitas Data Awal..........................…...………......................... 145
20. Daftar Nilai Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen..........................…... 146
21. Daftar Nilai Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ..........................…........ 147
22. Uji Normalitas Data Nilai Pretest..........................…...………................. 148
23. Uji Normalitas Data Nilai Posttest..........................…...………................ 150
24. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Nilai Hasil Belajar ........................... 152
25. Peningkatan Hasil Belajar Siswa..........................…...……….................. 154
26. Lembar Observasi Keaktifan Siswa..........................…...……….............. 156
27. Data Keaktifan Siswa..........................................................…...………... 158
28. Angket Tanggapan Siswa..................................................…...………..... 166
xiv
29. Hasil Analisis Tanggapan Siswa..........................….………..................... 167
30. Surat Ijin Penelitian.............................................….………..................... 168
31. Surat Keterangan Penelitian.................................….………..................... 169
32. Surat Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi .................................…...... 170
33. Surat Tugas Panitia Ujian Sarjana................ .................................…....... 171
34. Dokumentasi........................................................….………..................... 172
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No. 20 Tahun 2003). Pendidikan
yang tertata dengan baik dapat menciptakan generasi yang berkulitas, cerdas,
adaptif, dan bermoral. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah berusaha
menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum ini
mengacu pada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa tidak hanya sebagai
objek yang diberi materi, namun siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Siswa
berperan aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya, dengan demikian
pembelajaran tidak hanya sekedar hafalan dan pemahaman. Untuk
mengoptimalkan peran siswa dalam pembelajaran dikembangkan strategi, metode,
dan media pembelajaran yang mengacu pada student centered learning
(Rahardiana dkk, 2015).
Pembelajaran IPA di SMP Negeri 10 Magelang belum mengacu pada
student centered learning. Siswa belum secara aktif mencari tahu sendiri
pengetahuan tentang IPA yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari
dan penguasaan pengetahuan masih mengacu pada teori yang ada dalam buku
paket IPA. Pembelajaran IPA di sekolah juga belum terpadu, masih terpisah-pisah
yaitu fisika dan biologi. Proses pembelajaran IPA masih didominasi oleh
pembelajaran yang menuntut siswa menghafal materi pelajaran dengan metode
ceramah dan tanya jawab serta diskusi. Pembelajaran IPA di sekolah sulit
dipahami oleh siswa, karena mereka tidak mengalami sendiri apa yang dipelajari,
sehingga hasil belajar dan keaktifan siswa kurang optimal. Hal ini diperkuat
dengan adanya data dari nilai UAS IPA semester gasal bahwa masih terdapat
2
sekitar 85% siswa kelas VIII yang nilainya masih dibawah kriteria ketuntasan
minimal 75 serta rata-rata kelas hanya sekitar 63. Penyampaian materi pelajaran di
sekolah seharusnya menggunakan metode yang menyenangkan dan memudahkan
siswa memahami materi pelajaran. Dengan demikian, pembelajaran di sekolah
dapat mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang
aktif melibatkan siswa dapat ditunjang dari kelengkapan dari sarana dan prasarana
sekolah.
Sarana dan prasarana di SMP Negeri 10 Magelang sudah sangat baik
mendukung pembelajaran di sekolah. Di setiap kelas sudah terpasang LCD dan
proyektor yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran. Penyampaian
materi IPA akan lebih baik melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut
Rusman (2012: 188), pembelajaran di sekolah tidak hanya difokuskan pada
pengetahuan teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang
dimiliki siswa senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan aktual yang
terjadi di lingkungannya, sehingga diperlukan model pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL)
merupakan keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan
nyata. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih menarik, dan dirasakan sangat
dibutuhkan oleh siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya
(Rusman, 2012: 188). Namun, pembelajaran IPA di SMP Negeri 10 Magelang
belum menekankan pemahaman siswa sendiri secara aktif yang mengaitkan materi
pelajaran dengan kehidupan nyata siswa. Guru selalu mendorong siswa untuk
mengetahui dan memberikan informasi yaitu dengan menerapkan metode ceramah
dalam pembelajaran. Proses pembelajaran IPA hanya sebatas penyampaian materi
yang terdapat di dalam buku sehingga siswa hanya menghafal materi. Dengan
demikian, model pembelajaran CTL diharapkan agar siswa mampu memahami
makna materi pelajaran yang diajarkan oleh guru, sehingga siswa memiliki
pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata berkaitan dengan
materi yang telah diajarkan di sekolah.
Pembelajaran IPA di sekolah dapat diterapkan dengan menghubungkan
kehidupan nyata melalui kegiatan eksperimen. Kegiatan eksperimen dapat
3
ditunjang dengan keadaan laboratorium IPA di sekolah. Laboratorium IPA di
SMP Negeri 10 Magelang sudah memiliki alat dan bahan yang lengkap. Namun,
pembelajaran IPA belum memanfaatkan laboratorium dengan optimal untuk
menunjang proses pembelajaran. Pembelajaran IPA dengan eksperimen untuk
membuktikan konsep-konsep dan materi pelajaran yang bersifat abstrak yang sulit
diajarkan secara teoritis oleh guru, sehingga pembelajaran IPA sebaiknya
menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing. Menurut Anam (2015: 17),
pendekatan inkuiri terbimbing mengajarkan siswa bekerja (bukan hanya duduk,
mendengarkan lalu menulis) untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang
dikemukakan oleh guru, kemudian mereka dibimbing untuk menemukan cara
terbaik dalam memecahkan masalah tersebut.
Pembelajaran inkuiri terbimbing mengharuskan guru untuk merancang
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Pada proses awal pembelajaran
guru memberikan banyak bimbingan kemudian secara teratur mengurangi
frekuensi bimbingan dengan demikian siswa dapat menjadi penyelidik yang baik
dan pengetahuan ilmiahnya dapat terpenuhi. Kelebihan dari pembelajaran berbasis
inkuiri terbimbing untuk siswa adalah menekankan pada presentasi dalam
menyajikan hasil eksperimen. Siswa akan terlibat secara aktif dalam diskusi
sesuai dengan karakter gaya belajar yang mereka miliki (Yunus dkk, 2013).
Diskusi yang akan dilaksanakan siswa dengan bimbingan guru adalah mengenai
permasalahan yang ada atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga model pembelajaran yang digunakan adalah model CTL berbasis inkuiri
terbimbing.
Pembelajaran IPA menggunakan model CTL berbasis inkuiri terbimbing
menerapkan pembelajaran dimana guru akan memberikan pertanyaan awal kepada
siswa mengenai permasalahan atau kejadian yang ada di kehidupan sehari-hari,
kemudian siswa melakukan eksperimen untuk membuktikan konsep IPA dengan
dibimbing oleh guru. Pembelajaran dengan model CTL berbasis inkuiri
terbimbing membutuhkan eksperimen untuk membuktikan konsep-konsepnya dan
materi-materi yang bersifat abstrak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Jannah
(2012) yaitu praktikum dalam pembelajaran IPA melalui inkuiri terbimbing lebih
4
efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep IPA dibandingkan dengan
praktikum regular. Dan dari hasil penelitian Rahayu dan Hermanto (2015)
menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual berpengaruh secara signifikan
terhadap keaktifan siswa. Demikian juga dengan hasil penelitian Dewi dkk (2013)
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang belajar dengan model pembelajaran
inkuiri terbimbing lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model
pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran
inkuiri terbimbing dalam proses pembelajaran IPA, dapat memberi peluang
kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar. Siswa belajar sambil
melakukan sendiri dalam menemukan konsep yang dipelajari, berdasarkan
masalah yang ada di lingkungan sekitar. Siswa akan memperoleh pengalaman
lebih bermakna dan lebih kuat melekat dalam pikiran mereka. Kuatnya informasi
yang melekat pada memori siswa, tentu akan berdampak pula terhadap perolehan
hasil belajar siswa.
Pembelajaran IPA dengan menggunakan model CTL berbasis inkuiri
terbimbing dalam penelitian ini menggunakan tema bahan kimia dalam
kehidupan. Tema bahan kimia dalam kehidupan terdiri dari bahan-bahan yang
sering sekali ditemui dan dampaknya terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tema
bahan kimia dalam kehidupan sangatlah tepat apabila menggunakan model
pembelajaran CTL yaitu dengan menerapkan teori-teori yang ada dalam teori IPA
pada permasalahan sehari-hari. Siswa diajak untuk menemukan sendiri
pengetahuan dengan menggunakan pendekatan inkuiri untuk memecahkan
masalah yang ada di kehidupan sehari-hari dengan di bimbing oleh guru. Tema
bahan kimia dalam kehidupan akan sulit diterima dan dihafal oleh siswa apabila
pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas hanya dengan metode ceramah.
Tema bahan kimia dalam kehidupan perlu disampaikan dengan model
pembelajaran yang menyenangkan dan mendorong siswa terlibat secara aktif
dalam menemukan konsep dari peristiwa yang ada di lingkungan yaitu dengan
model CTL berbasis inkuiri terbimbing agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran
di kelas, serta diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
5
Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan, maka dilakukan penelitian
dengan judul “keefektifan model CTL berbasis inkuiri terbimbing tema bahan
kimia dalam kehidupan untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa”.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keefektifan model CTL berbasis inkuiri terbimbing tema bahan
kimia dalam kehidupan untuk meningkatkan hasil belajar siswa?
2. Bagaimana keefektifan model CTL berbasis inkuiri terbimbing tema bahan
kimia dalam kehidupan untuk meningkatkan keaktifan siswa?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui keefektifan model CTL berbasis inkuiri terbimbing tema bahan
kimia dalam kehidupan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Mengetahui keefektifan model CTL berbasis inkuiri terbimbing tema bahan
kimia dalam kehidupan untuk meningkatkan keaktifan siswa.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Bagi Siswa
1) Meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada tema bahan kimia dalam
kehidupan.
2) Mendorong siswa untuk aktif dalam menerapkan teori IPA dalam
memecahkan masalah yang terjadi pada kehidupan nyata.
6
1.4.2 Bagi Guru
1) Guru dapat melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menuntut guru untuk lebih kreatif
dalam mengelola suatu pembelajaran.
2) Memberikan masukan atau gagasan mengenai model pembelajaran yang
efektif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa.
1.4.3 Bagi Peneliti
1) Mengetahui bagaimana prosedur eksperimen tentang model pembelajaran
tipe CTL (Contextual Teaching and Learning) berbasis pendekatan inkuiri
terbimbing pada tema Bahan Kimia dalam Kehidupan.
2) Dapat menjadi model mengajar apabila kelak menjadi tenaga pengajar.
1.5 Penegasan Istilah 1.5.1 Keefektifan Pembelajaran
Keefektifan pembelajaran berarti tercapainya tujuan belajar dalam proses
belajar mengajar (Wiliani, 2013). Keefektifan pembelajaran dalam penelitian ini
adalah penerapan model CTL berbasis inkuiri terbimbing dalam pembelajaran
IPA dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa pada tema bahan kimia
dalam kehidupan.
1.5.2 Contextual Teaching and Learning (CTL)
CTL merupakan pembelajaran yang menghubungkan materi pelajaran di
sekolah dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran lebih bermakna dan melekat
kuat dalam memori siswa, yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa di
sekolah. Siswa dapat dengan aktif menerapkan materi pelajaran dengan
permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari. CTL dalam penelitian ini
mengacu pada tujuh komponen menurut Rusman (2012: 193), yaitu
kontruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi,
dan penilaian otentik sebagai dasar dalam penerapan model CTL dalam
pembelajaran IPA di sekolah.
7
1.5.3 Inkuiri Terbimbing
Pendekatan inkuiri terbimbing merupakan pendekatan yang menempatkan
siswa sebagai subjek yang belajar dengan memberikan kesempatan berpikir dan
mengembangkan metode ilmiah dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa. Jadi siswa
diharapkan terlibat aktif dalam pembelajaran melalui proses mentalnya sendiri
dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang berorientasi ilmiah. Perolehan
pengetahuan yang berupa konsep IPA diperoleh melalui proses bukan melalui
hafalan (Sayekti, 2012). Tahapan inkuri tebimbing dalam penelitian ini yaitu
adanya stimulus di awal pembelajaran, pernyataan masalah, pengumpulan data,
pemrosesan data, verifikasi, dan generalisasi.
1.5.4 Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah
mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut
tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu apabila siswa
mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang
diperoleh adalah berupa penguasan konsep (Rifai & Anni, 2012: 69). Hasil belajar
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar ranah kognitif.
1.5.5 Keaktifan Siswa
Keaktifan siswa adalah salah satu bentuk dari hasil belajar ranah
psikomotorik. Keaktifan siswa dalam penelitian ini merupakan keterlibatan siswa
dalam proses belajar mengajar yang dilihat dari aspek menurut Sudjana (2010:
61), yaitu turut serta dalam melaksanakan tugas belajar, terlibat dalam pemecahan
masalah, bertanya, diskusi, dan melatih diri dalam memecahkan
soal/permasalahan.
1.5.6 Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan
Bahan kimia dalam kehidupan adalah tema IPA Kelas VIII Semester 2.
Materi pokok yang dibahas yaitu kegunaan dan efek samping bahan kimia dalam
kehidupan sehari-hari, bahan kimia alami dan bahan kimia buatan dalam kemasan
yang terdapat dalam bahan makanan.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Contextual Teaching and Learning (CTL) Pembelajaran sains harus memberikan siswa kesempatan untuk
mengumpulkan data dan membuat keputusan terkait dengan kehidupan mereka
sehari-hari. Ilmu akan sulit untuk dipelajari jika tidak memenuhi tingkat berpikir
siswa. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan
kontekstual yang filsafat didasarkan pada konstruktivisme. Pembelajaran
kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan
pembelajaran material terhadap kondisi riil siswa dan mendorong siswa untuk
menggunakan pengetahuan mereka sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Jadi
siswa dapat menghubungkan teori pada peristiwa atau kejadian nyata, yang
kemudian dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih bermakna, serta
akan meningkatkan tingkat pencapaian belajar siswa, dan guru memainkan peran
besar dalam membentuk kerjasama sikap di antara anggota kelompok dan
menciptakan proses belajar aktif (Suryawati et al., 2010).
Belajar yang berorientasi pada penguasaan menghafal materi, kompetisi
akan sukses, tetapi guru akan gagal dalam mendukung siswa untuk memecahkan
masalah dalam jangka waktu yang panjang. Pendekatan kontekstual adalah
konsep yang membantu guru untuk belajar dan untuk mengasosiasikan
pengetahuan yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka. Dengan konsep itu, hasil dari pembelajaran diharapkan
lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa dan pengalaman kerja, bukan mentransfer pengetahuan dari
guru ke siswa. Strategi belajar lebih penting daripada hasilnya. Sebagai strategi
pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan pembelajaran menjadi
lebih produktif dan bermakna. Penerapan pendekatan kontekstual untuk
membangun kerjasama antara siswa dan guru dalam hubungan yang harmonis
9
dapat merangsang siswa untuk aktif dalam mengekspresikan pendapat,
meningkatkan kemampuan komunikasi, tanggung jawab, kepercayaan diri dan
juga membangun minat siswa (Ekowati et al., 2015).
Pendekatan kontekstual untuk mengajar umumnya diakui sebagai strategi
yang masuk akal dan diinginkan untuk meningkatkan belajar siswa dalam
pembelajaran. Guru mendorong siswa untuk terlibat secara aktif, yaitu siswa
berfungsi sebagai peneliti dan guru sebagai fasilitator (Klassen, 2006).
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan mereka. Selama berlangsungnya pembelajaran
kontekstual, kondisi yang mengaktifkan siswa dapat ditemukan oleh siswa sendiri
dari kehidupannya sehari-hari atau diciptakan oleh guru sehingga membantu
menjadikan materi pelajaran bermakna dan memotivasi siswa (Restanti dkk,
2013).
Pembelajaran kontekstual dapat terjadi hanya ketika siswa memproses
informasi baru atau pengetahuan dengan cara yang masuk akal bagi mereka dalam
kehidupan mereka sendiri sebagai acuannya (dunia batin mereka sendiri memori,
pengalaman dan tanggapan). Pendekatan ini dalam pembelajaran mengasumsikan
bahwa pikiran secara alami mencari makna dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
pendekatan kontekstual dapat membantu pemahaman siswa melalui kegiatan
laboratorium (Kamaruddin et al., 2012).
Menurut Rusman (2012: 193) ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual
yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu:
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta,
konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
10
2. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan
akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta
kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
3. Bertanya (questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya
dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau
kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong
pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran.
4. Masyarakat belajar (learning community)
Masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama
dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya.
5. Pemodelan (modelling)
Tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan
pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan
membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh guru.
6. Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja
dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa
yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru
dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan
atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
7. Penilaian Sebenarnya (authentic assesment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa
memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.
Penerapan pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) yang
berbasis konstruktivisme menuntut siswa untuk berpartisipasi aktif berdiskusi
bersama anggota kelompoknya karena siswa dituntut untuk menemukan konsep
sendiri. Pembelajaran CTL juga memungkinkan siswa bekerja sama dan bertukar
ide serta berani mengemukakan pendapatnya dan berani menjelaskan hasil diskusi
11
di depan teman-temannya. Pendekatan pembelajaran yang digunakan membuat
pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa tidak merasa bosan karena
berbeda dengan pendekatan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru. Siswa
juga menjadi lebih tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Pembelajaran CTL
menuntut siswa aktif dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual,
maupun emosional guna mencapai hasil belajar yang optimal. Diskusi kelompok
kecil memberikan kesempatan berpartisipasi yang lebih besar bagi setiap anggota
sehingga setiap siswa merasa terlibat dan puas terhadap belajarnya serta
mencegah dominasi anggota tertentu. Pada tahap ini siswa juga berpikir bersama
memecahkan tugasnya, membelajarkan antar anggota untuk memahami
materinya, serta menyiapkan diri untuk mempresentasikan jawabannya. Sehingga
setiap siswa harus memiliki tanggung jawab yang besar terhadap dirinya sendiri
maupun terhadap kelompoknya. Pada tahap elaborasi, guru memberikan
penguatan terhadap konsep yang ditemukan siswa dari tahap-tahap sebelumnya.
Pada tahap ini, terjadi komunikasi antara siswa dan guru untuk mendapatkan suatu
kesimpulan terhadap materi yang dipelajari (Wulandari dkk, 2015).
Menurut Johnson, sebagaimana dikutip oleh Rusman (2012: 189),
pendekatan CTL memiliki beberapa keunggulan diantaranya: 1) memungkinkan
siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan
sehari-hari untuk menemukan makna, 2) memperluas konteks kehidupan pribadi
siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang
otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna baru. Namun,
pembelajaran CTL juga mempunyai kelemahan dalam pembelajaran (Dzaki,
2009). Kelemahan pembelajaran CTL adalah 1) bagi siswa yang tidak dapat
mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang
sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri, 2) perasaan
khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus
menyesuaikan dengan kelompoknya, dan 3) banyak siswa yang tidak senang
apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun
merasa harus bekerja melebihan siswa yang lain dalam kelompoknya.
12
Manfaat dari pembelajaran CTL antara lain: (1) melibatkan siswa dalam
menulis kegiatan, (2) meningkatkan motivasi siswa untuk berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran di kelas, (3) membantu siswa untuk membangun pemahaman
mereka, (4) membantu siswa untuk memecahkan masalah mereka, (5)
menyediakan cara bagi siswa untuk mendiskusikan atau berinteraksi dengan
teman mereka, dan (6) membantu siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran
(Satriani et al., 2012).
Menurut Sanjaya (2005), tahapan pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tahapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
No Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
1 Guru mengarahkan siswa agar
mereka bekerja sendiri dan
mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan
kemampuannya
Siswa bekerja sendiri dan
mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan
kemampuannya
2 Guru memotivasi siswa agar
mereka menemukan sendiri
pengetahuan dan ketrampilannya
yang akan dipelajari
Siswa menemukan sendiri
pengetahuan dan ketrampilannya
3 Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya
tentang hal-hal yang belum
dipahami oleh siswa dalam
pembelajaran
Siswa bertanya kepada guru
tentang hal-hal yang belum
dipahami dalam pembelajaran
4 Guru menyuruh siswa untuk
membentuk kelompok belajar
yang anggotanya heterogen
Siswa bergabung untuk
membentuk kelompok
5 Guru menghadirkan model
sebagai media pembelajaran
Siswa menunjukan contoh yang
ada disekitar lingkungan sekolah
6 Guru membimbing siswa untuk
melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang telah
dilakukan
Siswa membuat hubungan
tentang pelajaran yang telah
dilakukan dengan kehidupan
nyata siswa
7 Guru melakukan penilaian
terhadap hasil belajar siswa
untuk mengetahui hasil belajar
masing-masing siswa.
Siswa mengerjakan soal-soal
13
Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran CTL (Contextual Teaching
and Learning) dalam penelitian ini berperan untuk melibatkan siswa
menghubungkannya materi dengan kehidupan nyata berdasarkan permasalahan
yang ada di lingkungan sekitar. Sehingga pengalaman belajar lebih bermakna dan
lebih kuat melekat dalam pikiran mereka yang berdampak terhadap perolehan
hasil belajar siswa di sekolah.
2.2 Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu
jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pada pembelajaran inkuiri
terbimbing, guru harus merancang pembelajaran inkuiri yang melibatkan siswa
secara aktif. Pada proses awal pembelajaran guru memberikan banyak bimbingan
kemudian secara teratur mengurangi frekuensi bimbingan dengan demikian siswa
dapat menjadi penyelidik yang baik dan pengetahuan ilmiahnya dapat terpenuhi.
Kelebihan dari pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing untuk siswa adalah
menekankan pada presentasi dalam menyajikan hasil eksperimen. Siswa-siswa
akan terlibat secara aktif dalam presentasi sesuai dengan karakter gaya belajar
yang mereka miliki (Yunus dkk, 2013).
Pendekatan inkuiri terbimbing menempatkan siswa sebagai subjek yang
belajar tidak lagi sebagai objek belajar yang hanya menerima pengetahuan dari
guru. Selain itu inkuiri terbimbing memberikan kesempatan berpikir bagi siswa
dan juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan metode
ilmiah dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa. jadi siswa diharapkan terlibat aktif
dalam pembelajaran melalui proses mentalnya sendiri dengan melakukan
kegiatan-kegiatan yang berorientasi ilmiah. Sehingga perolehan pengetahuan yang
berupa konsep IPA diperoleh melalui proses bukan melalui hafalan (Sayekti dkk,
2012).
Pendekatan inkuiri terbimbing mengajarkan siswa bekerja (bukan hanya
duduk, mendengarkan lalu menulis) untuk menemukan jawaban terhadap masalah
yang dikemukakan oleh guru di bawah bimbingan intensif dari guru. Tugas guru
lebih seperti ‘memancing’ siswa untuk melakukan sesuatu. Guru datang ke kelas
14
dengan membawa masalah untuk dipecahkan oleh siswa, kemudian mereka
dibimbing untuk menemukan cara terbaik dalam memecahkan masalah tersebut
(Anam, 2015: 17).
Pendekatan inkuiri terbimbing dalam proses pembelajaran IPA, dapat
memberi peluang kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar.
Untuk menemukan konsep yang dipelajari siswa belajar dan menemukan sendiri,
dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Keterlibatan
siswa dalam memecahkan masalah dan dengan memanfaatkan lingkungan sebagai
sumber belajar akan menimbulkan perasaan senang dan peserta didik akan lebih
tertarik dan aktif dalam pembelajaran. Siswa akan memperoleh pengalaman lebih
bermakna dan apa yang pelajari akan lebih kuat melekat dalam pikiran mereka.
Dengan kuatnya informasi yang melekat pada memori siswa, tentu akan
berdampak pula terhadap perolehan hasil belajar siswa (Neka dkk, 2015).
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing
mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah atau menemukan jawaban dari
permasalahan. Untuk menemukan solusi dari masalah, siswa melakukan
penyelidikan dengan metode yang mereka telah dipraktekkan (konstruktivisme).
Konsep pembelajaran berbasis penyelidikan dapat berperan positif mendukung
praktik pembelajaran berbasis penyelidikan, khususnya instruksi yang
menekankan siswa aktif dan menarik kesimpulan dari data. Strategi pengajaran
yang secara aktif melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui
penyelidikan ilmiah yang lebih mungkin untuk meningkatkan pemahaman
konseptual dari strategi konvensional (Vlassi & Karaliota, 2013).
Pendekatan inkuiri terbimbing mengacu pada kegiatan di mana pengetahuan
dan pemahaman tentang para siswa mempelajari alam. Guru memberikan masalah
atau pertanyaan untuk mengadakan penyelidikan yang diklasifikasikan sebagai
konfirmasi, terstruktur, dipandu dan penyelidikan. Selama kegiatan pembelajaran,
siswa merancang eksperimen mereka sendiri, membuat penelitian tentang konsep
mereka dan membuat argumentasi tentang percobaan. Ketika menerapkan
penyelidikan muncul kesulitan. Kesulitan yang ditemukan adalah 1) Tidak adanya
keterampilan merumuskan hipotesis, pertanyaan penelitian dan mendefinisikan
15
variabel, 2) guru bertemu untuk pertama kalinya dengan laboratorium berdasarkan
penyelidikan, 3) ketika meneliti tentang konsep dan melakukan eksperimen,
mereka tidak tahu di mana dan bagaimana memulai penelitian. Oleh karena itu,
pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan. Inkuiri terbimbing berorientasi pada
proses aktif yang melibatkan melakukan observasi, mengajukan pertanyaan,
memeriksa buku-buku dan sumber informasi untuk mendapatkan teori atau
konsep, merencanakan penyelidikan, meninjau dari teori atau konsep yang sudah
ada, menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisis dan
menginterpretasikan data, mengusulkan jawaban, penjelasan dan prediksi dan
mengkomunikasikan hasil. Dengan pendekatan inkuiri tebimbing, siswa tidak
mengelola penyelidikan sendiri tetapi aktif dalam proses pembelajaran melalui
penyelidikan. Guru memberi permasalahan kepada siswa, kemudian siswa
mencari pemecahan masalah dalam kegiatan penyelidikan. Dalam diskusi kelas,
siswa menemukan jawaban sebagai pengetahuan yang mereka dapatkan dari
penyelidikan (Arslan, 2014).
Pembelajaran berbasis penyelidikan mendorong siswa untuk menemukan
jawaban pertanyaan berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Siswa mengajukan
pertanyaan, perencanaan dan melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, dan
menarik kesimpulan dari bukti adalah bagian dari keaktifan siswa dalam proses
belajar. Model pembelajaran berbasis penyelidikan. Guru memberikan
permasalahan kepada siswa untuk dipecahkan. Siswa menerima informasi tentang
pertanyaan penelitian, metode, dan hasil. Guru diminta untuk melihat apakah
siswa dapat mengkonfirmasi percobaan. Dalam tugas terstruktur, siswa disediakan
dengan pertanyaan penyelidikan serta dengan deskripsi tentang bagaimana untuk
proses penyelidikan. Pertanyaan awal disediakan oleh guru tapi siswa menyusun
prosedur mereka sendiri. Dengan penyelidikan, siswa dapat menghasilkan
jawaban dari pertanyaan mereka sendiri (Meier & Vogt, 2015).
Pembelajaran IPA menggunakan pendekatan inkuiri terbukti merangsang
untuk memotivasi siswa, menerapkan keterampilan percobaan/praktikum,
konstruksi makna dan memperoleh pengetahuan ilmiah. Karena praktikum adalah
metode pembelajaran yang lebih disukai siswa, guru membimbing siswa untuk
16
menemukan jawaban atau solusi untuk masalah sendiri yang terkait dengan
kehidupan mereka sehingga dapat berguna dalam kehidupan serta dapat
meningkatkan pemahaman siswa. Guru menerapkan pembelajaran menggunakan
pendekatan inkuiri di kelas dengan bantuan lembar kerja siswa. Siswa
mengerjakan LKS dan guru bertugas mengevaluasi keberhasilan siswa untuk
melihat minat dan motivasi siswa di kelas (Suduc et al., 2015).
Menurut Brunner, sebagaimana dikutip oleh Setiani dan Priansa (2015)
menyatakan bahwa tahap-tahap dalam implementasi pembelajaran inkuiri
terbimbing adalah sebagai berikut:
1. Stimulus.
Stimulus adalah memberikan pertanyaan atau menganjurkan siswa untuk
mengamati gambar maupun membaca buku mengenai materi.
2. Pernyataan masalah.
Berkaitan dengan pemberian kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya dalam bentuk hipotesis.
3. Pengumpulan data.
Berkaitan dengan pemberian kesempatan kepada siswa mengumpulkan
informasi.
4. Pemrosesan data.
Berkaitan dengan pengolahan data yang telah diperoleh oleh siswa.
5. Verifikasi.
Berkaitan dengan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
tidaknya hipotesis.
6. Generalisasi.
Berkaitan dengan penarikan simpulan dari proses pembelajaran yang telah
dilakukan.
Seorang guru dalam pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki tugas untuk
mengajak siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, karena inkuiri sendiri
merupakan proses bertanya dan mencari-tahu jawaban pertanyaan ilmiah yang
diajukan oleh guru. Pertanyaan ilmiah yang dimaksud adalah pertanyaan yang
17
mampu mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan.
Sehingga tugas yang besar bagi guru adalah, bagaimana dia dapat menstimulus
siswanya agar menggunakan kemampuan berpikir secara kritis dan logis sehingga
dapat menemukan pertanyaan-pertanyaan ilmiahnya sendiri untuk kemudian
dipecahkan sendiri dengan serangkaian kegiatan inkuiri. Hal tersebut hanya akan
terjadi jika siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran (Anam, 2015: 42).
Pembelajaran inkuiri terbimbing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan pembelajaran inkuiri terbimbing meliputi: 1) menekankan kepada
pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga
pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna, 2) dapat memberikan
ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka, 3) belajar
adalah proses perubahan. Adapun kekurangan inkuiri terbimbing meliputi: 1) jika
digunakan dalam pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan
keberhasilan siswa, 2) sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur
dengan kebiasaan siswa dalam belajar, 3) memerlukan waktu yang panjang
sehingga guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan
(Prambudi, 2010).
Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan inkuri
terbimbing dalam penelitian ini berperan untuk melibatkan siswa aktif bertanya,
mencari dan menemukan jawaban sendiri dari permasalahan yang diberikan oleh
guru melalui kegiatan praktikum dan diskusi. Sehingga belajar akan lebih
menyenangkan dan siswa lebih tertarik dan aktif dalam pembelajaran.
2.3 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah
mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut
tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. oleh karena itu apabila siswa
mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang
diperoleh adalah berupa penguasan konsep (Rifai & Anni, 2012: 69).
18
Hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif,
afektif maupun psikomotor yang dicapai atau dikuasai siswa setelah mengikuti
proses belajar mengajar (BSNP, 2005).
Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah ranah kognitif
yang berhubungan dengan kemampuan berpikir seperti kemampuan mengingat
dan memecahkan masalah.
Istilah cognitive berasal dari bahasa latin “cognoscre” yang berarti
mengetahui (to know). Aspek ini dalam teori belajar cognitive field berkenaan
dengan bagaimana individu memahami dirinya dan lingkungannya, bagaimana ia
menggunakan pengetahuan dan pengenalannya serta berbuat terhadap
lingkungannya. Para ahli psikologi kognitif yang memusatkan perhatian pada
perubahan dalam aspek kognisi, percaya bahwa belajar adalah suatu kegiatan
mental internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Untuk menjelaskan
proses belajar harus mempertimbangkan proses kognisi (pengetahuan) yang turut
ambil bagian selama proses belajar berlangsung. Teori belajar kognitif
memandang manusia sebagai pelajar yang aktif memprakarsai pengalaman,
mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi
apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru (Tim
Pengembang MKDP, 2013: 31).
Dimensi proses kognitif berdasarkan revisi taksonomi Bloom dalam
penelitian Kurniawan (2013) terdiri atas enam tingkatan yaitu:
a. Remember (Mengingat)
Mengingat adalah kemampuan memperoleh kembali pengetahuan yang
relevan dari memori jangka panjang. Kategori remember terdiri dari proses
kognitif Recognizing (mengenal kembali) dan Recalling (mengingat). Untuk
menilai Remember, siswa diberi soal yang berkaitan dengan proses kognitif
Recognizing (mengenal kembali) dan Recalling (mengingat).
b. Understand (Memahami)
Memahami adalah kemampuan merumuskan makna dari pesan
pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan, tulisan
maupun grafik. Siswa mengerti ketika mereka mampu menentukan hubungan
19
antara pengetahuan yang baru diperoleh dengan pengetahuan mereka yang lalu.
Kategori Understand terdiri dari proses kognitif Interpreting
(menginterpretasikan), Examplifying (memberi contoh), Classifying
(mengklasifikasikan), Summarizing (menyimpulkan), Inferring (menduga),
Comparing (membandingkan), dan Explaining (menjelaskan).
c. Apply (menerapkan)
Menerapkan adalah kemampuan menggunakan prosedur untuk
menyelesaikan masalah. Siswa memerlukan latihan soal sehingga siswa terlatih
untuk mengetahui prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal.
Kategori (Apply) terdiri dari proses kognitif kemampuan melakukan (Executting)
dan kemampuan menerapkan (Implementing).
d. Analyze (menganalisis)
Menganalisis meliputi kemampuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi
bagian-bagian dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan
satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya. Analisis
menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur pokok menjadi bagian-
bagian dan melihat hubungan antar bagian tersebut. Di tingkat analisis, seseorang
akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola
atau hubungannya dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan
akibat dari sebuah skenario yang rumit. Kategori Apply terdiri kemampuan
membedakan (Differentiating), mengorgaisasi (Organizing) dan memberi simbol
(Atrributing).
e. Evaluate (Menilai)
Menilai didefinisikan sebagai kemampuan melakukan judgement berdasar
pada kriteria dan standar tertentu. Kriteria yang sering digunakan adalah
menetukan kualitas, efektivitas, efesiensi, dan konsistensi, sedangkan standar
digunakan dalam menetukan kuantitas maupun kualitas. Evaluasi mencakup
kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa
hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasar kriteria
tertentu. Adanya kemempuan ini dinyatakan dengan memberikan penilaian
20
terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri dari Checking (mengecek) dan
Critiquing (mengkritik).
f. Create (Berkreasi)
Create didefinisikan sebagai menggeneralisasi ide baru, produk, atau cara
pandang yang baru dari suatu kejadian. Create di sini diartikan sebagai
meletakkan beberapa elemen dalam satu kesatuan yang menyeluruh sehigga
terbentuklah dalam satu bentuk yang koheren dan fungsional. Siswa dikatakan
mampu Create jika dapat membuat produk baru dengan merombak beberapa
elemen atau bagian ke dalam bentuk atau struktur yang belum pernah diterangkan
oleh guru sebelumnya. Proses Create umumnya berhubungan dengan pengalaman
belajar siswa yang sebelumnya.
2.4 Keaktifan Siswa Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 24), aktif adalah giat
(bekerja, berusaha), sedangkan keaktifan adalah suatu keadaan atau hal di mana
siswa dapat aktif. Pada penelitian ini keaktifan yang dimaksud adalah keaktifan
belajar siswa. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih
baik dan relatif tetap, serta ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya
pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Jadi keaktifan belajar siswa adalah suatu keadaan di mana siswa aktif dalam
belajar.
Keaktifan siswa adalah kegiatan siswa dalam mempelajari ilmu
pengetahuan, mengalaminya (mengamati, mengobservasi, mempraktekkan, dan
menganalisis). Menemukan pengetahuan maksudnya selama proses pembelajaran
siswa pasti menemukan permasalahan berupa materi yang belum dipahami. Rasa
ingin tahu yang tinggi akan membangkitkan siswa untuk aktif bertanya kepada
guru ataupun teman yang lebih mengetahuinya. Siswa yang aktif akan
mengemukakan hasil pemikiran dan pendapatkan mengenai informasi tertentu
(Sulistyani, 2012: 53).
21
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah
harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik (Permendiknas RI Nomor 41, 2007). Peran aktif
siswa dalam pembelajaran di sekolah adalah suatu keharusan. Hal ini
menunjukkan bahwa guru harus mempunyai desain pembelajaran yang
berorientasi pada aktivitas siswa.
Keaktifan siswa adalah salah satu bentuk dari hasil belajar ranah
psikomotorik. Menurut Musfirotun (2015), keaktifan siswa dalam pembelajaran
IPA dapat dibuktikan dengan perubahan aktivitas siswa ke arah yang lebih aktif
sehingga pembelajaran menjadi bermakna yang terlihat dari interaksi dan
kerjasama siswa dalam berdiskusi, mempresentasikan hasil diskusi, serta
merespon jawaban temannya.
Pada proses pembelajaran diperlukan keaktifan siswa. ketika proses
pembelajaran berlangsung, siswa yang aktif akan lebih cepat memahami pelajaran
yang diberikan oleh guru. Sementara siswa yang tidak aktif, biasanya siswa
tersebut tidak mengerti atau tidak paham dengan apa yang disampaikan oleh
gurunya. Perlu adanya pembaharuan-pembaharuan pembelajaran yang
mengarahkan proses pembelajaran agar siswa dapat selalu aktif, usaha
meningkatkan keaktifan belajar siswa di dalam kelas sangat penting untuk
dilakukan oleh guru, salah satunya adalah model pembelajaran kontekstual
(Rahayu & Hermanto, 2015).
Penerapan pembelajaran yang mengaktifkan siswa dapat dilakukan melalui
pengembangan berbagai keterampilan belajar esensial secara efektif yang antara
lain sebagai berikut : (1) berkomunikasi lisan dan tertulis secara efektif, (2)
berpikir logis, ktitis, dan kreatif, (3) rasa ingin tahu, (4) penguasaan teknologi dan
informasi, (5) pengembangan personal dan sosial, dan (6) belajar mandiri. Enam
keterampilan belajar tersebut memiliki intersepsi keterkaitan antardimensi yang
berisi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sangat penting untuk terjadinya
22
peristiwa pembelajaran yang sarat nilai dan mengembangkan potensi siswa
melalui berbagai aktivitas belajar di sekolah (Rusman, 2012: 388).
Keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran akan membuat suasana
belajar begitu menyenangkan. Agar siswa dapat terlibat aktif dalam proses
pembelajaran, hal yang paling penting dilakukan adalah menghadirkan hasrat
ingin tahu yang besar kepada siswa. dengan hasrat ingin tahu dapat menjadikan
siswa sebagai pengamat yang aktif. Guru juga dapat memberikan motivasi dan
stimulus kepada siswa untuk menjadi individu yang memiliki hasrat ingin tahu
yang tinggi. Rasa ingin tahu dapat menjadikan siswa lebih peka dalam mengamati
berbagai fenomena atau kejadian di sekitarnya, dengan demikian akan lebih
banyak hal yang dipelajari (Anam, 2015: 43).
Menurut Sudjana (2010: 61), indikator keaktifan siswa adalah sebagai
berikut:
a) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajar.
Siswa ikut serta dalam proses pembelajaran misalnya siswa mendengarkan,
memperhatikan, mencatat dan mengerjakan soal dan sebagainya.
b) Terlibat dalam pemecahan masalah.
Siswa berperan aktif dalam menyelesaikan masalah yang sedang dibahas
dalam kelas, misalnya ketika guru memberi masalah atau soal dan siswa ikut
membahas.
c) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapi.
Jika tidak memahami materi atau penjelasan dari guru hendaknya siswa
melontarkan pertanyaan, baik pada guru atau siswa lain.
d) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan
masalah.
Siswa mencari informasi atau cara yang bisa digunakan dalam
menyelesaikan suatu masalah atau soal, yaitu siswa mencari informasi dari buku
atau sumber lain yang relevan.
23
e) Melaksanakan diskusi kelompok.
Siswa melakukan kerja sama dengan teman diskusi untuk menyelesaikan
masalah atau soal.
f) Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya.
Siswa mampu menilai kemampuan dirinya yaitu dengan mencoba
mengerjakan soal setelah guru menerangkan materi.
g) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah, yaitu siswa dapat
mengerjakan soal/ permasalahan, dengan mengerjakan LKS.
Siswa dapat menyelesaikan soal atau masalah yang pernah diajarkan atau
dibahas bersama, yaitu siswa mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS).
h) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperolehnya dalam
menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapi.
Siswa mampu menggunakan atau menerapkan rumus serta langkah-langkah
yang telah diberikan dalam soal yang dihadapi dalam kelas.
Penelitian ini menggunakan indikator keaktifan menurut Sudjana yang dapat
dilihat dari observasi aktivitas siswa yaitu meliputi lima indikator. Indikator
keaktifan siswa yang digunakan adalah 1) turut serta dalam melaksanakan tugas
belajar, 2) terlibat dalam pemecahan masalah, 3) bertanya, 4) melaksanakan
diskusi kelompok, dan 5) melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah.
2.5 Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan IPA mempelajari fenomena alam, baik berupa kenyataan atau kejadian dan
hubungan sebab akibatnya. (Parmin & Sudarmin, 2013: 4). Salah satu tema yang
ada di dalam pelajaran IPA adalah bahan kimia dalam kehidupan. Tema bahan
kimia dalam kehidupan merupakan materi IPA kelas VIII semester 2. Bahan
kimia dalam kehidupan sehari-hari terdiri dari bahan kimia rumah tangga dan
bahan kimia dalam makanan. Bahan kimia rumah tangga meliputi pembersih,
pemutih, pewangi, dan pembasmi serangga. Sedangkan bahan kimia dalam
makanan terdiri dari pemanis, pengawet, pewarna, dan penyedap rasa.
Bahan kimia memiliki kegunaan dan efek samping dalam kehidupan sehari-
hari. Memilih bahan kimia harus berhati-hati agar tidak menimbulkan pengaruh
24
yang buruk terhadap lingkungan. Beberapa bahan kimia rumah tangga sukar
diuraikan oleh pengurai, jika bahan kimia ini bercampur dengan air tanah yang
dijadikan sumber air minum akan membahayakan kesehatan. Bahan kimia dalam
makanan selain bahan kimia yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat bahan
kimia yang tidak boleh dipergunakan untuk bahan tambahan dalam makanan.
Bahan kimia tersebut disebut bahan kimia berbahaya yang dapat menimbulkan
risiko kesehatan (Karim, 2008).
Pembelajaran IPA diajarkan secara terpadu yang mencakup ilmu fisika,
biologi, kimia dan astronomi. Mahasiswa Pendidikan IPA diharapkan untuk
mengajarkan IPA yang terpadu di tingkat SMP. Mahasiswa harus mampu
menggabungkan ilmu-ilmu tersebut menjadi satu topik atau tema (Widiyatmoko
& Nurmasitah, 2014).
Tema bahan kimia dalam kehidupan dalam penelitian ini menggunakan
model keterpaduan connected, dimana topik-topik dalam satu disiplin ilmu
berhubungan satu sama lain. Kelebihan dalam model ini yaitu konsep-konsep
utama saling terhubung, mengarah pada pengulangan (review), rekonseptualisasi,
dan asimilasi gagasan dalam satu disiplin. Namun, disiplin-disiplin ilmu tidak
berkaitan, konten tetap terfokus pada satu disiplin ilmu. Model connected
dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada
induk mata pelajaran tertentu (Parmin & Sudarmin, 2013: 25).
Model keterpaduan IPA tipe connected pada tema bahan kimia dalam
kehidupan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Skema model connected
Bahan
Kimia
dalam
kehidupan
Sistem
Kehidupan
Manusia
Pencemaran
Lingkungan
25
2.6 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir
2.7 Hipotesis1. Penerapan model CTL berbasis inkuiri terbimbing tema bahan kimia dalam
kehidupan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Penerapan model CTL berbasis inkuiri terbimbing tema bahan kimia dalam
kehidupan dapat meningkatkan keaktifan siswa.
Observasi awal di
SMP Negeri 10 Magelang
1. Pembelajaran IPA menggunakan pembelajaran
konvensional yang menghafal materi pelajaran.
2. Siswa kesulitan dalam menghubungkan konsep IPA
dengan situasi kehidupan sehari-hari.
3. Praktikum yang dilaksanakan belum berbasis inkuiri.
1. Hasil belajar siswa rendah
2. Siswa cenderung kurang aktif
Perlu adanya perbaikan model pembelajaran
Peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa
Dipadukan dengan pendekatan
inkuiri terbimbing
Penerapan model pembelajaran CTL
(Contextual Teaching and Learning)
1. Mendorong siswa bekerja
menemukan jawaban sendiri.
2. Siswa dapat memecahkan masalah.
3. Siswa belajar dengan potensi yang
dimiliki.
1. Memberikan pengalaman belajar.
2. Mempelajari konsep dengan
menerapkan dan mengaitkan
dunia nyata.
3. Kegiatan belajar lebih bermakna.
58
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Model CTL berbasis inkuri terbimbing tema bahan kimia dalam kehidupan
efektif dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu sebesar 0,62 dengan
kategori sedang, yang signifikan antara hasil posttest kelas eksperimen dan
kelas kontrol berdasarkan uji t, dengan thitung (5,42) > ttabel (1,67).
2. Model CTL berbasis inkuri terbimbing tema bahan kimia dalam kehidupan
efektif dapat meningkatkan keaktifan siswa pada setiap pertemuan yaitu dari
36,9% kategori kurang aktif, 60,5% cukup aktif, 78,2% aktif, dan 81,4%
sangat aktif.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat disampaikan adalah:
1. Penerapan model CTL berbasis inkuiri terbimbing perlu dikembangkan
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran karena terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa.
2. Pembelajaran IPA dengan praktikum berbantuan LKS CTL berbasis inkuiri
terbimbing memerlukan manajemen waktu yang baik agar kegiatan
pembelajaran berjalan dengan lancar dan efektif.
3. Pembelajaran IPA dengan model CTL berbasis inkuiri terbimbing
memerlukan bimbingan dan arahan dari guru karena siswa belum terbiasa
melakukan praktikum menggunakan LKS CTL berbasis inkuiri terbimbing.
59
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, D.S.N. 2012. Interaksi Belajar Matematika Siswa dalam Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD. Pedagogia. 1: 145-151
Anam, K. 2015. Pembelajaran Berbasis Inkuiri: Metode dan Aplikasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arslan, A. 2014. Transition Between Open dan Guided Inquiry Instruction.
Procedia-Social and Behavioral Sciences, 141: 407-412.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2005. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar SMP/MTs.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Ciptasari, D., M. Nuswowati, & W. Sumarni. 2015. Pembelajaran Zat Adiktif dan
Psikotropika Berpendekatan Contextual Teaching and Learning untuk
mengembangkan Karakter Rasa Ingin Tahu Siswa. Unnes Science Education Journal. 4(1): 756-762.
Depdiknas. 2006. Model Pembelajaran Terpadu IPA. Jakarta: Pusat Kurikulum.
Dewi, N.L., N. Dantes, & I.W. Sadia. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing Terhadap Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar IPA. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. 3 : 1-10.
Dzaki, 2009. Kelemaham Pembelajaran CTL. Online. Tersedia di
www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemahan-
pembelajaran.html [diakses 26-5-2016]
Ekowati, C.K., M. Darwis, H.M.D.P. Upa, & S. Tahmir. 2015. The Application of
Contextual Approach in Learning Mathematics to Improve Students
Motivation At SMPN 1 Kupang. International Education Studies, 8 (8): 81-
86.
Hake, R.R. 1998. Interactive-engagement vs traditional methods: A six-thousand student survey of mechanics test data for introductory physics-courses. Department of Physics, Indiana University, Bloomington, Indiana 47405.
Tersedia di http://web.mid.edu/rsi/www/2005/misc/minipaer/paper/hake.pdf
[diakses 02-02-2016].
60
Jannah, M., Sugianto, & Sarwi. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Berorientasi Nilai Karakter Melalui Inkuiri Terbimbing Materi Cahaya Pada
Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama. Journal of Innovative Science Education. 1(1): 54-60.
Kamaruddin, N.K.M., N.B. Jaffar, & Z.M. Amin. 2012. A Study of the
Effectiveness of the Contextual Lab Activity in the Teaching and Learning
Statistics at the UTHM (Universiti Tun Hussein Onn Malaysia). US-China Education Review, 1: 13-19.
Karim, S. 2008. Belajar IPA: Membuka Cakrawala Alam Sekitar 2 untuk Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Khusniati, M. 2012. Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran IPA. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 1 (2): 204-210.
Khusniati, M. 2014. Model Pembelajaran Sains Berbasis Kearifan Lokal dalam
Menumbuhkan Karakter Konservasi. Indonesian Journal of Conservation, 3(1): 67-74.
Klassen, S. 2006. A Theoretical Framework for Contextual Science Teaching.
Interchange 37 (1-2): 31-62.
Kurniawan, A.D. 2013. Metode Inkuiri Terbimbing dalam Pembuatan Media
Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan
Kreativitas Siswa SMP. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2(1): 8-11.
Meier, A.M. & F. Vogt. 2015. The Potential of Stimulated Recall for Investigating
Self-Regulation Processes in Inquiry Learning with Primary School
Students. Elsevier Journal, 5: 45-53.
Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Musfirotun. 2010. Peningkatan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran IPA melalui
Pendekatan Cooperative Tipe Numbered Head Together pada Siswa Kelas
V SD Negeri 2 Buwaran Mayong Jepara. Jurnal Kependidikan Dasar, 1(1):
39-47.
Neka, I.K., A.A.I.N. Marhaeni, & I.W. Suastra. 2015. Pengaruh Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Lingkungan Terhadap
Keterampilan Berpikir Kreatif Dan Penguasaan Konsep IPA Kelas V SD
Gugus VIII Kecamatan Abang. e- Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 5: 1-11.
61
Pamelasari, S.D. & M. Khusniati. 2014. Keefektifan Metode Schoolyard InquiryTerhadap Peningkatan Pemahaman Science Vocabulary. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 3 (2): 177-182.
Parmin & Sudarmin. 2013. Ipa terpadu. Semarang: CV. Swadaya Manunggal.
Prambudi, S. 2010. Strategi Pembelajaran Inkuiri. Online. Tersedia di
htttp://shoimprambudi.wordpress.com/ [diakses 26-5-2016].
Pratiwi, R., N. Kuswanti, Rahardjo, Y.S. Rahayu, & M. Amin. 2008. Contextual Teaching and Learning Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII Edisi 4. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Prawira, Y.A. 2008. Analisis Butir Soal dengan Menggunakan Software Anates V4. Bandung: Universitas Pendidikan Undonesia Bandung.
Rahardiana, G., T. Redjeki, & S. Mulyani. 2015. Pengaruh Pembelajaran
Contextual Teaching And Learning (CTL) Dilengkapi Lab Riil Dan Virtuil
Terhadap Aktivitas Dan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Pokok Sistem
Koloid Kelas XI IPA Semester Genap SMA Negeri 1 Pulokulon Tahun
Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia, 4(1): 120-126.
Rahayu, M.T. & Hermanto. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual
(CTL) Terhadap Keaktifan Siswa Kelas IV Pada Mata Pelajaran Pkn di
Sekolah Dasar Negeri Warung Bambu I. Jurnal Pedagogik, 1 (1): 1-8.
Restanti, R., Sarwanto, & S. Sudarisman. 2013. Pembelajaran Biologi Dengan
Pendekatan Ctl (Contextual Teaching And Learning) Melalui Model
Formal Dan Informal Hands On Activities Ditinjau dari Kreativitas Siswa
dan Sikap Peduli Lingkungan. Jurnal inkuiri, 2(2): 193-203.
Rifai A.R.C. & C. T. Anni. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pusat
Pengembangan MKU-MKDK Unnes.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran : Mengembangkan ProfesionalismeGuru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Satriani, I., E. Emilia, & M.H. Gunawan. 2012. Contextual Teaching and
Learning Approach to Teaching Writing. Indonesian Journal of Applied Linguistics, 2 (1): 10-22.
Sayekti, I.C., Sarwanto, & Suparmi. 2012. Pembelajaran IPA Menggunakan
Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan
Demonstrasi Ditinjau dari Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Siswa.
Jurnal Inkuiri, 1(2): 142-154.
62
Setiani, A. & D.J. Priansa. 2015. Manajemen Peserta Didik dan Model Pembelajaran: Cerdas, Kreatif, dan Inovatif. Bandung: Alfabeta.
Sudjana, N. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito Bandung.
Suduc, A.M., M. Bizoi, & G. Gorghiu. 2015. Inquiry Based Science Learning in
Primary Education. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 205: 474-
479.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sulistyani, S.N. 2012. Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa dengan Penerapan Metode Guided Note Taking pada Mata Diklat Memilih Bahan Baku Busana di SMK Negeri 4 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta : Universitas
Negeri Yogyakarta.
Suprayitno, I.J. 2014. Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik Dipadu
Strategi Turnamen Belajar untuk Mencapai Ketuntasan Belajar. Jurnal Unimus, 1 (1): 31 – 46.
Suryawati, E., K.Osman, & T.S.M. Meerah. 2010. The Effectiveness Of
RANGKA Contextual Teaching And Learning On Students’ Problem
Solving Skills And Scientific Attitude. Procedia Social and Behavioral Sciences, 9: 1717-1721.
Tim MKDP. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Tim Penyusun Pusat Kamus. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2006. Jakarta: PT. Arnas Duta Jaya.
Vlassi, M. & A. Karaliota. 2013. The Comparison Between Guided Inquiry and
Traditional Teaching Method. A Case Study for The Teaching of The
Structure of Matter to 8th Grade Greek Students. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 93: 494 – 497.
Widiyatmoko, A. & S. Nurmasitah. 2014. The Use of Classroom Expressions as a
Teaching Class in Science Education Program of Semarang State
University. International Journal of Humanities and Management Science,
2(2): 53-57.
63
Wiliani, N.O. 2013. Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Menggunakan LKS Berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Siswa Kelas VII SMP N 1 Dukuhseti Pati. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Wulandari, L., E. Susanti, & K.S. Martini. 2015. Penerapan Pendekatan
Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis dan Prestasi Belajar Siswa pada Materi Pokok
Sistem Koloid Kelas XI IPA 2 Semester Genap SMA Negeri Gondangrejo
Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia, 4 (1): 144-150.
Yunus, S.R., I.G.M. Sanjaya, & B. Jatmiko. 2013. Implementasi Pembelajaran
Fisika Berbasis Guided Inquiry untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Auditorik. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2 (1): 48-52.