-
Juan Samuel
12/334152/KT/07322
Pengolahan Primer Kayu D
Makalah Tentang Kayu
KEDAULATAN PENGOLAHAN KAYU INDONESIA
Sesuai dengan judul makalah yang telah disebutkan, maka akan dibahas satu
per satu mengenai masing-masing komponen judul makalah tersebut. Kata daulat
berasal dari bahasa Arab daulah yang berarti kekuasaan tertinggi. Sehingga,
kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dipegang oleh suatu subyek untuk
mengatur segala hal yang berada dalam naungan dari subyek tersebut. Kedaulatan
negara, yang dianut oleh Indonesia dalam UUD 1945 merujuk pada kekuasaan
negara adalah kekuasaan tertinggi untuk menguasai rakyat dalam suatu hukum
negara tertentu. Tentunya, penguasaan ini sendiri berguna untuk memakmurkan dan
menyejahterakan rakyat itu sendiri, bukan untuk pribadi atau golongan tertentu saja
yang dapat menikmatinya. Kekuasaan ini bersifat asli, dimiliki oleh pemiliknya tanpa
ada campur tangan atau intervensi dalam bentuk apapun. Karena Indonesia adalah
negara demokrasi, maka rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam setiap
penentuan kebijakan dan peraturan yang diwakili oleh DPR dan MPR. Sehingga,
berlaku kedaulatan rakyat Indonesia. Dalam bidang kehutanan, isu mengenai
kedaulatan rakyat sangat dekat dengan masalah-masalah kehutanan, baik dari segi
kepemilikan hingga segi pembagian hasil untuk hutan rakyat. Yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah kedaulatan rakyat atas pengolahan kayu yang ada di
Indonesia, khususnya di Jawa Barat.
Pengolahan kayu adalah suatu bentuk kegiatan yang mengubah bentuk kayu
untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kayu tersebut. Pengolahan kayu yang
diketahui oleh penulis dibagi menjadi dua, yaitu pengolahan primer kayu dan
pengolahan sekunder kayu. Namun, yang akan dibahas adalah mengenai
pengolahan primer kayu. Sejak diterbitkannya PP No.34 tahun 2002 sebagai
peraturan pelaksana UU No.41 tahun 1999 pengaturan, pembinaan dan
pengembangan industri primer hasil hutan yang sebelumnya merupakan
kewenangan Menteri Perindustrian dan Perdagangan menjadi kewenangan Menteri
Kehutanan. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur ketentuan bahwa perizinan
industri primer hasil hutan kayu merupakan kewenangan Menteri Kehutanan yang
meliputi industri : 1.) pengolahan kayu bulat menjadi kayu gergajian dan 2.)
pengolahan kayu bulat menjadi serpih kayu (chip wood), veneer, kayu lapis
(plywood), Laminating Veneer Lumber. Hal tersebut juga disebutkan lagi dalam PP
No.6 tahun 2007 pasal 105 dengan penambahan huruf c. pengolahan bahan baku
bukan kayu yang langsung dipungut dari hutan. Hasil dari industri primer hasil hutan
-
kayu adalah Permenhut No. P.9/Menhut-II/2009 Pasal 2 Ayat 1 disebutkan bahwa
jenis-jenis industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) hanya ada 5 (lima) yaitu: 1.)
Industri penggergajian kayu, 2.) Industri serpih kayu (wood chip), 3.) Industri vinir
(veneer), 4.) Industri kayu lapis (plywood) dan/atau 5.) Laminated Veneer Lumber.
IPHHK dapat dibangun dengan industri kayu lanjutan dengan menggunakan bahan
baku kayu bulat, kayu bulat sedang dan atau kayu bulat kecil. Dari uraian di atas
dapat ditarik benang merah bahwa suatu industri disebut industri primer hasil hutan
kayu jika: 1.) input (bahan baku) berupa kayu bulat dan atau kayu bulat sedang dan
atau kayu bulat kecil, 2.) terdapat proses pengolahan bahan baku menjadi produk
atau terdapat proses peningakatan nilai tambah (value added) dan 3.) output
(produk) berupa kayu gergajian, vinir, LVL, serpih kayu dan kayu lapis. Sehingga bila
ada industri yang mengolah kayu bulat dan atau kayu bulat sedang dan atau kayu
bulat kecil, namun produknya bukan kayu gergajian dan atau serpih kayu dan atau
vinir dan atau LVL dan atau kayu lapis, maka indutri tersebut termasuk industri kayu
lanjutan yang kewenangan pembinaan, pengaturan dan pengembangannya di
bawah Menteri Perindustrian.
Saat ini, pengolahan primer kayu Indonesia oleh rakyat Indonesia di Jawa
Barat sedang mengalami hambatan karena sulitnya mengurus izin usaha industri
primer hasil hutan kayu1). Sementara, di Jawa Barat sendiri, sudah ada perusahaan
asing yang diperbolehkan untuk membangun pabrik pengolahan kayu lapis dengan
alasan penghematan distribusi kayu bulat ke pabrik milik perusahaan tersebut2). Dari
kedua hal ini, dapat terlihat bahwa Indonesia sendiri lebih mementingkan citra
Indonesia yang ramah untuk asing namun kurang ramah untuk rakyat sendiri.
Kedaulatan pengolahan kayu yang seharusnya dapat dilakukan oleh rakyat
Indonesia sendiri, malah diberikan kepada perusahaan asing. Memang, dari segi
teknologi, Indonesia masih kurang maju dalam pengolahan kayu. Namun,
seharusnya hal itu bukan menjadi alasan untuk bergantung pada perusahaan asing
dengan kualitas yang lebih baik. Dengan usaha pengembangan teknologi dan riset
yang memadai, serta didukung oleh negara, Indonesia dapat mengolah kayu sendiri
walaupun pada awalnya kualitasnya masih lebih rendah daripada kayu hasil olahan
dari perusahaan asing. Cepat atau lambat, Indonesia bisa berdaulat terhadap
pengolahan kayunya sehingga kesejahteraan rakyat bukan lagi impian belaka.
DAFTAR PUSTAKA
H.F. Abraham Amos. 2005. Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Dari Orde Lama,
Orde Baru, sampai Reformasi). Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
1) http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/industri-pengolahan-kayu-terhambat-
regulasi
2) http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/02/24/jepang-bangun-pabrik-pengolahan-
kayu-di-cianjur